• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985: 46).

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 588), konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu konsep morfologi, verba, dan verba majemuk.

2.1.1 Morfologi

Dalam bahasa Indonesia, kata morfologi berasal dari kata morphology. Kata morphology merupakan kata asing yang mengalami pengondisian bahasa menjadi morfologi, bentukan kata ini berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan logi yang berarti ilmu. Jadi, morfologi menurut asal katanya adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk kata dari suatu bahasa.

Menurut Ramlan, (1978: 16) morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.

(2)

2.1.2 Verba

Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan (KBBI, 2007: 1260). Menurut Gorys Keraf, kata kerja (verba) adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata “dengan + kata sifat”.

Kata kerja atau verba dibatasi sebagai berikut. Semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku digolongkan dalam kata kerja (Keraf, 1984: 64). Sedangkan menurut Alisjahbana (dalam Muslich, 2008: 110) kata kerja (verba) adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku.

Menurut Alwi, dkk. (2003: 87) ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1) perilaku semantisnya, (2) perilaku sintaksisnya, dan (3) bentuk morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasikan dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva, karena ciri-ciri berikut:

a. Verba memiliki fungsi utama sebagai perdikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.

b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.

c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’. Verba seperti mati, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *termati.

d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pergi, dan *bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.

(3)

Keraf (1984: 86) menyatakan bahwa segala kata yang mengandung imbuhan: me-, ber-, -kan, di-, -i, dapat dicalonkan menjadi kata kerja. Kata-kata yang bukan verba dapat dijadikan sebagai verba jika kata-kata tersebut dibubuhi afiks yang berfungsi sebagai pembentuk verba. Menurut Kridalaksana (1996: 37) afiks pembentuk verba adalah sebagai berikut:

1. prefiks me- 14. kombinasi afiks memper-kan 2. simulfiks N 15. kombinasi afiks diper-kan 3. prefiks ber- 16. kombinasi afiks N-in 4. konfiks ber-R 17. konfiks ber-an 5. prefiks per- 18. konfiks ber-R-an 6. prefiks ter- 19. konfiks ber-kan

7. prefiks ke- 20. konfiks ke-an

8. sufiks -in 21. kombinasi afiks ter-R 9. kombinasi me-i 22. kombinasi afiks per-kan 10. kombinasi di-i 23. kombinasi afiks per-i 11. kombinasi me-kan 24. prefiks se-

12. kombinasi afiks memper- 25. kombinasi afiks ber-R 13. kombinasi afiks diper-

2.1.3 Verba Majemuk

Para pakar linguistik telah mencoba memberikan rumusan mengenai kata majemuk dan proses pemajemukan. Menurut Kridalaksana (1996: 104), yang dimaksud dengan perpaduan atau pemajemukan atau komposisi ialah proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. “Out put” proses itu

(4)

disebut paduan leksem atau kompositium yang menjadi calon kata majemuk.

Menurut Muslich (2008: 56), pemajemukan/komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru. Hasilnya adalah bentuk majemuk. Menurut Ramlan (1978: 67), kata majemuk adalah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya, misalnya daya tahan, daya juang, kamar tunggu, kamar kerja, ruang baca, tenaga kerja, kolam renang, jarak tembak, lempar lembing, potong leher, ikat pinggang, dan ada pula yang terdiri dari pokok kata semua, misalnya lomba lari, jual beli, simpan pinjam, dan masih banyak lagi.

Muslich (1990: 54) menyatakan bahwa verba majemuk adalah verba yang dasarnya terbentuk melalui proses pemajemukan dua morfem asal atau lebih; atau verba yang berafiks yang digabungkan dengan kata atau morfem terikat sampai mencapai satu kesatuan makna. Alwi dkk. (2003: 151) menyatakan bahwa verba majemuk adalah verba yang terbentuk melalui proses penggabungan satu kata dengan kata lain.

Karena proses seperti ini dapat pula menimbulkan kelompok lain yang dinamakan idiom, perlu dijelaskan perbedaan antara verba majemuk dengan idiom. Dalam verba majemuk, penjejeran dua kata atau lebih itu menumbuhkan makna yang secara langsung masih bisa ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Sebagai contoh, kata terjun dan kata payung dapat digabungkan menjadi terjun payung. Makna dari perpaduan ini masih bisa ditelusuri dari makna kata terjun dan kata payung, yakni ‘melakukan terjun dengan memakai alat

(5)

semacam payung’. Perpaduan seperti ini dinamakan pemajemukan dan verba yang dihasilkannya adalah verba majemuk.

Idiom juga merupakan perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna dari perpaduan ini tidak dapat secara langsung ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Kata naik, misalnya, dapat dipadukan dengan kata darah sehingga menjadi naik darah. Akan tetapi, perpaduan ini telah menimbulkan makna tersendiri yang terlepas dari makna naik maupun darah. Makna naik darah tidak ada kaitannya dengan darah yang naik. Kata-kata seperti naik haji, makan hati (dalam arti ‘menderita’), angkat kaki, dan gulung tikar adalah idiom juga.

Menurut Hasan Alwi dkk. (2003: 151), apabila dipakai formula untuk membedakan idiom dengan verba majemuk maka perbedaan itu adalah :

Idiom : A + B menimbulkan makna C Kata majemuk : A + B menimbulkan makna AB

Salah satu ciri lain dari verba majemuk adalah urutan komponennya seolah- olah telah menjadi satu sehingga tidak dapat dipertukarkan tempatnya. Bentuk pada kolom kiri berikut tidak dapat digantikan dengan bentuk pada kolom kanan.

temu wicara *wicara temu siap tempur *tempur siap tatap muka *muka tatap

Karena keeratan hubungannya, verba majemuk juga tidak dapat dipisahkan oleh kata lain. Bentuk temu wicara, siap tempur, dan tatap muka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *temu untuk wicara, *siap guna tempur, dan *tatap dengan muka.

(6)

Verba majemuk harus pula dibedakan dari frasa verba. Frasa verba juga terdiri dari dua kata atau lebih, tetapi hubungan antara kata-kata tadi bersifat sintaksis. Perhatikan (a) verba majemuk dan (b) frasa verba berikut.

(a) terjun payung (b) sudah terjun

temu wicara bertemu untuk berbicara hancur lebur benar-benar hancur salah hitung salah dalam perhitungan

Verba majemuk, seperti kata majemuk lainnya, mempunyai ciri yang membedakannya dari frasa. Muslich (1990: 54) menyatakan bahwa ciri-ciri tersebut adalah berikut ini. (1) Bermakna satu, (2) karena merupakan satu makna, bila diberi keterangan, keterangan itu berlaku untuk semua unsur, (3) komponen kata majemuk tidak bisa diperluas lagi, (4) konstruksi komponennya tidak bisa dibolak-balik, dan (5) komponen verba majemuk tidak dapat dipisahkan.

Verba majemuk dapat dibagi berdasarkan bentuk morfologis dan hubungan komponennya. Berdasarkan bentuk morfologisnya, verba majemuk terbagi atas (1) verba majemuk dasar, (2) verba majemuk berafiks, dan (3) verba majemuk berulang. Berdasarkan hubungan komponen-komponennya, verba majemuk terbagi atas (i) verba majemuk bertingkat dan (ii) verba majemuk setara. Verba majemuk bertingkat ialah verba majemuk yang salah satu komponennya merupakan inti. Verba majemuk setara ialah verba majemuk yang kedua komponennya merupakan inti.

Ramlan (1976: 72) menyatakan bahwa ada beberapa kata majemuk yang salah satu dari unsurnya berupa morfem unik. Morfem unik adalah morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan tertentu. Misalnya kata simpang

(7)

siur, sunyi senyap, dan gelap gulita. Kata simpang, sunyi, dan gelap merupakan morfem bebas sedangkan siur, senyap, dan gulita merupakan morfem unik.

2.2 Landasan Teori

Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan.

Dalam penelitian ini dipergunakan teori struktural yang diambil dari buku Hasan Alwi dkk. (2003) yang berjudul Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Di samping itu, sebagai tambahan dipakai juga buku-buku dan tulisan- tulisan lain terutama yang menguraikan struktur serta pembentukan verba majemuk seperti buku Ramlan yang berjudul Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif , Harimurti Kridalaksana dalam bukunya Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia dan Mansur Muslich dalam bukunya Garis-Garis Besar Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Pemilihan teori ini berdasarkan alasan bahwa analisis verba majemuk termasuk ke dalam analisis struktur internal bahasa dan penelitian ini bersifat deskriptif. Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga oleh Hasan Alwi dkk. ini sangat lengkap dan lebih terperinci dalam mengklasifikasikan jenis verba majemuk sehingga buku ini dianggap sangat relevan dengan penelitian ini.

Jenis Verba Majemuk

Jenis verba majemuk berdasarkan bentuk morfologisnya adalah sebagai berikut.

(8)

a. Verba majemuk dasar

Verba majemuk dasar ialah verba majemuk yang tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang, serta dapat berdiri sendiri dalam frasa, klausa, atau kalimat, seperti yang terdapat dalam contoh berikut.

1. Komisi II DPR akan temu wicara dengan wartawan.

2. Kenapa kamu maju mundur terus?

Verba majemuk seperti temu wicara dan maju mundur adalah verba majemuk dasar. Contoh lain:

i) mabuk laut ii) kurang makan iii) hancur lebur geger otak berani mati pulang pergi

jumpa pers berani sumpah hilang lenyap terjun payung salah dengar ikut campur

tatap muka salah hitung jual beli bunuh diri kurang pikir jatuh bangun

Verba majemuk dasar pada umumnya terdiri atas leksikal bebas (bunuh diri, salah hitung, jual beli). Ada pula yang terdiri atas morfem asal bebas dan morfem leksikal terikat (lepas landas, simpang siur, lalu lalang).

Sebagaimana dapat dilihat pada contoh di atas, ada tiga pola verba majemuk dasar yang paling umum, yaitu:

(i) komponen pertama berupa verba dasar dan komponen kedua berupa nomina dasar, seperti mabuk laut, dan gegar otak;

(ii) komponen pertama berupa adjektiva dan komponen kedua berupa verba, seperti kurang makan dan berani mati;

(9)

(iii) kedua komponen berupa verba dasar, seperti hancur lebur dan pulang pergi.

b. Verba majemuk berafiks

Verba majemuk berafiks ialah verba majemuk yang mengandung afiks tertentu, seperti yang terdapat pada kalimat berikut.

1. Mereka menyebarluaskan berita itu ke seluruh desa.

2. Belakangan ini dia lebih banyak berdiam diri.

3. Anggota partai itu mengikutsertakan keluarganya.

4. Dia telah mendarmabaktikan segalanya kepada bangsa.

5. Orang yang berakal budi tidak akan bertindak demikian gegabah.

6. Pemerintah mungkin akan mengambil alih perusahaan itu.

7. Ejekan itu memerahpadamkan wajahnya

Verba majemuk seperti menyebarluaskan, berdiam diri, mengikutsertakan, berakal budi, mengambil alih, dan memerahpadamkan adalah verba majemuk berafiks.

Jika diperhatikan dasar afiksasi pada contoh di atas, akan terlihat bahwa ada verba seperti sebar luas yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Karena paduan morfem dasar seperti itu tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat, verba tadi harus selalu berafiks. Ada juga yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat tanpa afiks, seperti ambil alih, tetapi lebih lazim dipakai dengan afiks terutama dalam bahasa baku. Ada pula yang dasarnya berupa nomina majemuk, seperti darma bakti dan akal budi, dan adjektiva majemuk, seperti merah padam. Dengan kata

(10)

lain, kata majemuk yang bukan verba dapat juga dibuat menjadi verba majemuk dengan menambahkan afiks verba tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, verba majemuk berafiks dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut.

(i) Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat disebut verba majemuk terikat.

Contoh:

beriba hati berkembang biak bertolak pinggang bertutur sapa

(ii) Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang dapat berdiri sendiri disebut verba majemuk bebas. Dasar kata majemuk ini dapat berupa (i) verba, (ii) nomina, atau (iii) adjektiva.

Contoh:

(a) melipatgandakan (b) menganaktirikan (c) menghitamlegamkan menaikturunkan berinduk semang mengawetmudakan membagi rata merataptangisi memerahpadamkan membalas budi menggarisbawahi

memberi tahu mendarmabaktikan memukul mundur

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa berbagai afiks dapat ditambahkan untuk membentuk verba majemuk berafiks. Jika pangkal majemuk diapit prefiks dan sufiks (kombinasi afiks dan konfiks) maka komponen majemuk itu

(11)

dirangkaikan menjadi satu, seperti babak belur  membabakbelurkan. Tetapi, jika afiks itu hanya berupa prefiks atau sufiks, komponennya tetap dituliskan terpisah, seperti daya guna  berdaya guna dan tanda tangan  tanda tangani.

(iii) Verba majemuk berafiks yang komponennya telah berafiks lebih dahulu. Di bawah ini diberikan beberapa contoh dari jenis tersebut.

Contoh:

haus kekuasaan hilang ingatan hilang pikiran

c. Verba majemuk berulang

Verba majemuk berulang adalah verba majemuk yang intinya adalah verba dan verba tersebut diulang (direduplikasi). Verba majemuk dalam bahasa Indonesia dapat direduplikasi jika kemajemukannya bertingkat dan jika intinya adalah bentuk verba yang dapat diredupikasikan pula.

Contoh:

naik pangkat  naik-naik pangkat pulang kampung  pulang-pulang kampung goyang kaki  goyang-goyang kaki pindah tangan  pindah-pindah tangan

Dari contoh di atas tampaklah bahwa hanya komponen verba yang mengalami reduplikasi.

(12)

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai verba maupun mengenai kata majemuk bukanlah baru pertama kali ini dilakukan, sudah ada penelitian terdahulu tentang masalah tersebut. Namun, yang meneliti khusus verba majemuk dalam novel belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Sirait (1995) dengan skripsinya yang berjudul Analisis Kata Gabung dan Kata Depan dalam Novel Lembah Membara Karya Moerwanto meneliti penulisan kata gabung dan kata depan yang terdapat dalam novel tersebut. Dia menyimpulkan bahwa penulisan kata gabung yang terpisah terdiri dari kata majemuk dan istilah khusus, kata maha yang diikuti kata berimbuhan, kata gabung yang diikuti awalan, kata gabung yang diikuti akhiran. Selain kata gabung yang penulisannya terpisah, ada juga kata gabung yang penulisannya dirangkaikan dan mempergunakan kata hubung. Kata depan yang diperoleh dari novel tersebut adalah di, ke dan dari.

Angkat (1996) dengan judul skripsi Sistem Kata Kerja Bahasa Pakpak memaparkan ciri-ciri, bentuk, pembagian dan makna kata kerja bahasa Pakpak serta proses morfofonemiknya.

Sihite (2007) dengan skipsinya yang berjudul Kata Majemuk dalam Bahasa Batak Toba menyimpulkan bahwa ciri kata majemuk dalam bahasa Batak Toba ada tiga, yaitu ciri prakategorial, morfologis, dan sintaksis. Wujudnya berupa kata majemuk dasar, kata majemuk berimbuhan, dan kata majemuk berulang.

Sedangkan polanya ada yang berpola D-D, D-M, dan M-D. Maknanya adalah

(13)

jamak, jumlah, tempat, alat, menyerupai, berulang-ulang, memakai, memiliki, menanam, memelihara, saling, kausatif, dan sifat.

Herwanto (2009) dengan skripsinya yang berjudul Kategori Verba pada Harian Analisa menyimpulkan bahwa kategori verba pada harian analisa ada dua belas dan dari data yang dikumpulkan dapat diketahui bahwa tipe yang paling banyak muncul adalah tipe XI sedangkan tipe yang paling sedikit muncul adalah tipe I.

Hasil penelitian sebelumnya, baik mengenai verba, kata majemuk, maupun penelitian pemakaian bahasa pada novel dapat menjadi informasi dan acuan bagi peneliti saat ini dalam meneliti verba majemuk dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Penelitian-penelitian di atas berbeda dengan penelitian kali ini. Penelitian kata majemuk sebelumnya hanya membedakan kata majemuk dengan frasa, sedangkan idiom masih digolongkan ke dalam kata majemuk. Sedangkan penelitian ini selain membedakan kata majemuk dengan frasa, juga membedakannya dengan idiom. Kata majemuk tidak sama dengan idiom. Penelitian di atas hanya menggunakan metode kualitatif.

Sedangkan penelitian ini, di samping menggunakan metode kualitatif juga menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melihat seberapa tinggi persentase frekuensi penggunaan tiap jenis verba majemuk yang terdapat dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy.

Referensi

Dokumen terkait

H3: Tanggung jawab moral berpengaruh positif dengan loyalitas Penelitian pertama yang dilakukan oleh Muniz dan O’Guinn (2001) menjelaskan bahwa komunitas merek merupakan

· Lepaskan selalu daya listrik AC dengan mencabut kabel daya dari colokan daya sebelum menginstal atau melepaskan motherboard atau komponen perangkat keras lainnya.. ·

Hasil analisis dengan menggunakan chi square (x²) dalam taraf nyata α = 0,05 dan derajat bebas = 2 diperoleh hasil x² tabel pada derajat bebas = 2 diperoleh hasil x² hitung

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik interaktif (wawancara, focus group discussion) dan teknik non interaktif (dokumentasi dan observasi tidak berperan),

Bimbingan teknis operator tentang problem solving dan trouble shooting untuk mengatasi kendala saat cleaning, inspeksi dan mengoperasi alat kerja.Operator mampu menjaga mesin dalam

Pelatihan ini dilbagi menjadi dua bagian, yaitu di dalam ruangan dan di lapanagan, di dalam ruangan dijelaskan tentang teori ergonomi dan akibat yang akan dirasakan oleh

Penelitian yang dilaku kan merupakan penelitian pengembangan yang menghasilkan produk berupa media pembelaja ran video tutorial dengan menggunakan software adobe

• Dalam hal bepergian dengan pesawat udara atau perjalanan lama, anda harus mencari saran medis dari dokter anda atau ahli medis lainnya, dan hubungi maskapai