TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Planet bumi sebagian besar terdiri atas air karena luas daratan memang lebih kecil dibandingkan dengan luas lautan. Makhluk hidup yang ada di bumi ini tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air (Wardhana, 2004).
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan oleh bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama (Effendi, 2003).
2.1.1. Pencemaran Air
Dewasa ini air mejadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama
dan cermat. Untuk menetapkan standard air yang bersih tidaklah mudah, karena
tergantung pada banyak faktor penentu. Walaupun penetapan standard air yang bersih
tidak mudah, namun ada kesepakatan bahwa air yang bersih tidak ditetapkan pada
kemurnian air, akan tetapi pada keadaan normalnya. Apabila terjadi penyimpangan
dari keadaan normal maka air tesebut telah mengalami pencemaran. Keadaan normal
air masih tergantung pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air.
Selain daripada itu air seringgali juga mengandung bakteri atau mikroorganisme lainnya. Air ang menandung bakteri atau mikroorganisme tidak dapt langsung digunakan sebaai air minum, tetapi harus direbus dulu agar bakteri dan mikroorganismenya mati (Wardhana, 2004).
2.2. Limbah Cair
2.2.1. Pengertian Limbah Cair
Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan hampir 0,1% daripadanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik. Pelimbahan itu banyak berbeda dalam kekuatan dan komposisinya dari suatu kota yang lain disebaban oleh perbedaan – perbedaan yang nyata dalam kebiasaan – kebiasaan masyarakat yang berbeda – beda, sifat makanan mereka dan pemakaian air per kapita. Tidak ada dua jenis sampah yang benar – benar sama. Pelimbahan pada kota – kota non-industri kebanyakan terdiri dari sampah domestik yang murni (Mahida, 1984).
Berbagai kepustakaan menyebutkan pengertian limbah cair dalam istilah maupun batasan yang berbeda, namun secara umum mengandung pengertian yang sama. Batasan limbah cair berbagai sumber dikemukakan berikut ini :
1. Okun dan Ponghis (1975) menyatakan :
“kata limbah cair seharusnya dipakai untuk mengartikan semua limbah cair rumah
tangga, termasuk air kotor dan semua limbah industri yang dibuang ke sistem
saluran limbah cair, kecuali air hujan atau drainase permukaan”.
2. Menurut Willgooso (Udin Djabu, 1990/1991)
“Limbah cair adalah air yang membawa sampah dari tempat tinggal, bangunan perdagangan, dan industri berupa campuran dan bahan padat terlarut atau bahan tersuspensi”.
Dari defenisi limbah cair tersebut, dapat disimpulkan bahwa limbah cair merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan – bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan dan perdagangan), sumber industri dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permuakaan, atau air hujan.
Limbah cair industri adalah limbah cair yang sebagian besar terdiri dari buangan industri (Soeparman, 2001).
2.2.2. Sumber Limbah Cair
Sebagaimana telah dikemukakan, limbah cair bersumber dari aktivitas manusia (human sources) dan aktivitas alam (natural sources).
1. Aktivitas Manusia
Aktivitas manusia yang menghsilkan limbah cair sangat beragam, sesuai dengan jenis kebutuhan hidup manusia yang sangat beragam pula. Beberapa jenis diantaranya adalah :
a. Aktivitas Bidang Rumah Tangga
Sangat banyak aktivitas bidang rumah tangga yang menghasilkan limbah cair
antara lain mencuci pakaian, mencuci alat makan/minum, memasak makanan
dan minuman, mandi, mengepel lantai, mencuci kendaraan, penggunaan toilet
dan sebagainya.
b. Aktivitas Bidang Perkantoran
Aktivitas perkantoran pada umumnya merupakan kegiatan pelayanan masyarakat. Limbah cair dari sumber ini biasanya dihasilkan dari aktivitas kantin yang menyediakan makanan dan minuman bagi pegawai, aktivitas penggunaan toilet (kamar mandi, WC, wastefel), aktivitas pencucian peralatan dan sebagainya.
c. Aktivitas Bidang Perdagangan
Kegiatan dalam bidang perdagangan yang menghasilkan limbah cair, yaitu pengepelan lantai gedung, pencucian alat makan dan minum di restoran, penggunaan toilet, pencucian pakaian, pencucian kendaraan dan sebagainya.
d. Aktivitas Bidang perindustrian
Aktivitas bidang perindustrian juga sangat bervariasi. Variasi kegiatan bidang perindustrian dipengaruhi antara lain oleh faktor jenis bahan baku yang diolah/diproses, jenis bahan jadi yang dihasilkan, kapasitas produksi, teknik/jenis proses produksi yang diterapkan, kemampuan modal, jumlah karyawan, serta kebijakan manajemen industri.
e. Aktivitas Bidang Pertanian
Aktivitas bidang pertanian menghasilkan limbah cair karena digunakannya air untuk mengairi lahan petanian. Peristiwa pengayaan nutrient yang berlebihan pada badan air yang dikenal dengan istilah euthrofikasi merupakan salah satu akibat dari pencemaran limbah cair pertanian.
f. Aktivitas Bidang Pelayanan Jasa
Karakteristik limbah cair dari kegiatan pertanian, perdagangan dan pelayanan
jasa secara umum mempunyai kesamaan. Limbah cair kegiatan ini dimasukkan
kedalam kelompok limbah cair domestik.
2. Aktivitas Alam
Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan limbah cair yang disebut larian (storm water runoff). Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian akan merembes ke dalam tanah (+ 30 %) dan sebgaian besar lainnya (+ 70 %) akan mengaliri permukaan tanah menuju sungai, telaga atau tempat lain yang lebih rendah.
Air larian yang jumlahnya berlebihan sebagai akibat dari hujan yang turun dengan intensitas tinggi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan saluran air hujan (storm sewer) teraliri dalam jumlah yang melebihi kapasitas, dan dapat menyebabkan terjadinya banjir. Atas dasar itu, air hujan atau air larian perlu diperhitungkan dalam perencanaan sistem saluran limbah cair (Soeparman, 2001).
2.2.3. Sumber Pencemar
Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan – bahan terlarut dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limbah (run off) pertanian, limbah domestik, pembuangan limbah industri dan lain – lain.
Bahan Pencemar (Polutan)
Bahan pencemar (polutan) adalah bahan – bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu penentuan ekosistem tersebut.
1. Polutan Tak Toksik
Polutan/pencemar tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara
alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang
berlebihan sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan
proses fisika-kimia perairan. Polutan tak toksik terdiri atas bahan – bahan tersuspensi
dan nutrient.
2. Polutan Toksik
Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku dan karakteristik morfologi berbagai bentuk organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bahan – bahan yang bukan alami, misalnya pestisida, detergen, dan bahan artificial lainnya.
Mason (1993) mengelompokkan pencemar toksik menjadi lima, sebagai berikut :
a. Logam (metals), meliputi : lead (timbal), nikel, kadmium, zinc, copper dan merkuri. Logam berat diartikan sebagai logam dengan nomor atom 20, tidak termasuk logam alkali, alkali tanah, lantanida dan aktinida.
b. Senyawa organik, meliputi pestisida, organoklorin, herbisida, PCB, hidrokarbon alifatik berklor, pelarut (solvents), surfaktan rantai lurus, hidrokarbon petroleum, aromatic polnuklir, dibenzodioksin berklor, organometalik, fenol dan formaldehida. Senyawa ini berasal dari kegiatan industri, pertanian dan domestik
c. Gas, misalnya klorin dan amonia.
d. Anion, misalnya sianida, flousida, sulfida dan sulfat.
e. Asam dan alkali.
Masyarakat Eropa (European Community) mengelompokkan bahan pencemar
toksik menjadi black and grey list, yang terdapat dalam tabel berikut ini (Effendi,
2003).
Black dan Grey List Bahan Pencemar Toksik pada Masyarakat Eropa Table 1. Black dan Grey List Bahan Pencemar Toksik pada Masyarakat Eropa
No Daftar Hitam Daftar Semi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
8.
Senyawa organohalogen
Senyawa organofosfat
Senyawa organotin
Bahan – bahan yang karsinogenik
Merkuri Kadmium
Minyak mineral dan petroleum hidrokarbon
Bahan – bahan sintesis persisten
1. Senyawa logam dan metalloid :zinc, perak, copper, selenium, arsen, antimonium, timah, molybdenum, titanium, uranium, barium, berilium, boron, tellurium, vanadium, kobalt dan talium.
2. Biosida yang tidak muncul pada black list
3. Bahan – bahan yang
menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak.
4. Bahan organik toksik dan persisten.
5. Senyawa organik fosfor
6. Minyak mineral dan hidrokarbon petroleum non-persisten
7. Sianida dan flourida
8. Bahan yang mempengaruhi kesetimbangan oksigen, misalnya amonia dan nitrit.
2.3. Indikator Pencemar Air
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati. Adanya tanda atau perubahan tersebut
menunjukkan bahwa air tersebut telah tercemar. Uaraian pada bagian selanjutya akan
menjelaskan mengapa air yang telah tercemar ditandai oleh adanya perubahan – perubahan :
a. Perubahan Suhu Air
Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernafas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi kedalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air makin sedikit oksigen yang terlarut didalamnya.
b. Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang ada pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air.
c. Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air
Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah industri dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih.
Akan tetapi, tingkat pencemaran air tidak mutlak harus tergantung pada warna
air. Seringkali zat – zat beracun justru terdapat di dalam bahan buangan idustri yang
tidak mengakibatkan perubahan warna pada air sehingga tampak jernih.
Bahan buangan industri yang bersifat organik atau bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri pengolahan bahan makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat hidung. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama gugus protein, secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau.
Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi. Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada umumnya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Apabila air mempunyai rasa (kecuali air laut) maka hal itu berarti telah terjadi pelarutan sejenis garam – garaman. Air yang mempunyai rasa biasanya berasal dari garam-garam yang terlarut. Bila hal ini terjadi maka berarti juga telah ada pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah konsentrasi ion Hidrogen dalam air.
Adanya rasa pada air pada umumnya diikuti pula dengan perubahan pH air.
d. Timbulnya Endapan, Koloidal dan Bahan Terlarut
Endapan dan koloidal bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal. Endapan sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air bersama – sama dengan koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan fotosintesis. Karena tidak ada sinar matahari maka proses fotosintesis tidak dapat berlangsung. Akibatnya, kehidupan mikroorganisme menjadi terganggu.
Apabila endapan dan koloidal yang berasal dari bahan – bahan organik, maka
mikroorganisme, dengan bantuan oksigen yang terlarut di dalam air akan melakukan
degradasi bahan organik tersebut sehingga menjadi bahan yang lebih sederhana.
Dalam hal ini kandungan oksigen yang terlarut di dalam air akan berkurang sehigga organisme lain yang memerlukan oksigen akan terganggu pula.
e. Mikroorganisme
Kalau bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, berarti mikroorganisme akan ikut berkembang biak. Pada perkembang-biakan mikroorganisme ini tidak tertutup kemungkinan bahwa mikroba patogen ikut berkembang pula. Mikroba patogen adalah penyebab timbulnya berbagai macam penyakit.
f. Meningkatnya Radioaktivitas Air Lingkungan
Memngingat bahwa zat radioaktivitas dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak ditangani dengan benar, baik melaului efek langsung maupun tertunda, maka tidak dibenarkan dan sangat tidak etis bila ada yang membuang bahan sisa radioaktivitas ke lingkungan.
Secara nasional sudah ada peraturan perundangan yang mengatur masalah bahan sisa (limbah) radioaktif. Mengenai hal ini Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) secara aktif mengawasi pelaksanaan peraturan perundangan tersebut.
Pembakaran batubara adalah salah satu sumber yang dapat menaikkan radioaktivitas tersebut ke lingkungan (Wardhana, 2004).
2.4. Analisa Limbah Cair
(Menurut Okun dan Ponghis, 1975), berbagai analisa kualitas limbah cair yang
penting untuk diketahui adalah bahan padat tersuspensi (suspended solids), bahan
padat terlarut (dissolved solids), kebutuhan oksigen biologi (Biological Oxygen
Demand = BOD), kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD),
pH (Soeparman, 2001).
2.4.1. Analisa BOD
Analisa organik dari limbah adalah dasar yang sepatutnya menetapkan kemampuan menguraikan organik tersebut untuk merancang pengendalian tanaman polusi air dan memantau pekerjaannya, dan juga mengevaluasi dampak air limbah yang dilepaskan ke danau – danau dan sungai – sungai. Jumlah dari beragam campuran, yang telah mengiringi penggunaan umum dari suatu tes uji yang tidak spesifik dan tidak langsung untuk mengidentifikasi penjumlahan besar dari unsur – unsur organik dalam air maupun dalam limbah cair.
Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB = BOD) mungkin termasuk sebagian besar penggunaan secara luas dari uji nonspesifik. Pada dasarnya uji coba mengukur jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme selama pembusukan aerobik terhadap polutan organik. Jumlah dari oksigen yang digunakan merupakan pengukuran tak langsung dari jumlah unsur organik yang mampu mengalami biodegradasi yang tersaji dalam sampel yang diberikan. Meskipun dalam kepentingannya, tes uji BOD dan hasilnya cukup sulit dimengerti dan cukup menyiksa.
Prosedur tes BOD memkan waktu dan mungkin juga menghasilkan hasil yang relatif tidak tepat dan interpretasi dari tes uji sering bersifat subjektif. Karena potensial dari masalah, prosedur uji non biologi seperti contohnya COD, dan Total Organic Cabon (TOC), telah diusulkan sebagai alternatif dari tes uji BOD. Uji ini juga
melengkapi pengukuran non-spesifik dalam konten senyawa organik, tetapi dalam
istilah kimia ekivalen ini termasuk jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi usur-unsur organik. Walaupun tes tersebut memiliki keuntungan dalam
kecepatan dan ketepatan dari tes uji BOD, mereka hanya memiliki besar tak
bermanfaatnya dalam kemampuan biodegradasi dan ketidak mampuannya dalam
biodegradasi tersebut. BOD hanyalah parameter yang melengkapi suatu indikasi dari
jumlah senyawa-senyawa organik yang mampu melakukan biodegradasi dalam limbah cair dan sungai – sungai yang menerima pembuangan limbah cair (Minear, 1984).
Banyaknya limbah cair organik dari industri proses makanan dan sumber – sumber lainnya yang mudah dimasuki ke dekomposisi biologi dapat diuji dengan BOD. Bagaimanapun, pemeliharaan khusus harus diberikan dengan sepatutnya dalam menetralisasi suatu limbah cair, pengenceran botol uji atau pengenceran air dengan mikroorganisme dari limbah cair lama atau limbah pencemaran air sungai, dan menggunakan pengenceran yang cukup sehingga efek dari beberapa racun dikurangi dan nilai BOD tercapai. Dalam penamabahan kepada kumpulan atau campuran dan pencmapuran sampel-sampel yang sesuai ke beragam aliran limbah cair, khususnya data hasil harus terekam pada limbah industri. Beberapa campuran sampel terlalu menyita periode waktu yang sering dituntut oleh industri – industri yang beragam jadwal produksinya untuk kunci jumlah dari produksi limbah kepada jumlah atau kuantitas dari produk suatu perusahaan (Hammer, M.J. 2004).
Uji BOD adalah salah atu metode analisis yang paling banyak digunakan dalam penanganan limbah dan pengendalian polusi. Uji ini mencoba menentukan kekuatan polusi dari suatu limbah dalam pengertian kebutuhan mikroba akan oksigen dan merupakan ukuran tak langsung dari bahan organik dalam limbah.
Mikroorganisme dapat mengoksidasi baik senyawa – senyawa yang mengandung karbon dan senyawa – senyawa nitrogen. Bila konsentrasi organisme nitrifikasi yang terdapat dalam botol BOD rendah, akan terdapat periode persiapan (lag) sebelum organisme ini terdapat dalam jumlah cukup banyak untuk memperlihatkan kebutuhan nitrogen yang nyata.
Jumlah oksigen yang rendah dalam botol uji BOD, 2-3 mg, menunjukkan
bahwa limbah yang berkekuatan tinggi, seperti kebanyakan limbah pengolahan
pangan dan limbah hewan, harus diencerkan terlebih dahulu sebelum analisis.
Kesulitan dalam pengenceran limbah baik secara fisik maupun kimia tidak seragam sehingga menurunkan ketepatan uji BOD standard yang diperkirakan mempunyai ketepatan + 20 persen.
Air buangan domestik yang mengandung limbah idustri mempunyai BOD kira-kira 200 ppm. Limbah pengolahan pangan umumnya lebih tinggi dan seringkali lebih dari 1000 ppm (Jenie, 1993).
Biological Oxygen Demand (BOD) juga dimaksudkan sebagai banyakya
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pada waktu melakukan proses dekomposisi bahan organik yang ada di perairan. Pengukuran konsentrasi oksigen yang digunakan untuk dekompoisi lebih penting daripada pengukuran DO.
Penggunaan oksigen yang rendah menunjukkan kemungkinan air jernih, mikroorganisme tidak tertarik menggunakan bahan organik dan mikroorganisme mati.
Penggunaan oksigen disebut BOD, dan dipengaruhi oleh berbagai parameter lain seperti temperatur, waktu dan sinar matahari. Pengukuran BOD dilakukan melalui cara distandardisasi dengan tes yang dilakukan di tempat gelap,pada temperatur tertentu dan pada periode waktu terbatas.
Pengukuran BOD pada dasarnya dilakukan dengan menempatkan sampel pada
botol 300 ml diinkubasi pada temperatur 20
0C selama lima hari.perbedaan konsentrasi
DO pada akhir dan semula dihitung. Selain untuk memperkirakan pengaruh
konsentrasi adanya mikroorganisme diadakan dilusi dan penambahan mikroorganisme
(Sutrisno, T.C. 2006).
2.4.2. Prinsip Analisa
Pemeriksaan didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Sebgai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan amoniak. Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut :
3 2
2
2
2
3 2 4
3 2
4 a H O NH
CO c O
b n a N O H
C
n a b c bakteri n c +
c
−
→
+ − − +
zat organik oksigen
Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira – kira 2 hari dimana 50%
reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai, maka pemeriksaan BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organik.
Tentu saja, reaksi tersebut juga berlangsung pada badan air sungai, air danau maupun di instalasi ppengolahan air buangan yang menerima air buangan yang mengandung zat organik tersebut. Dengan kata lain, tes BOD berlaku sebagai simulasi (berbuat seolah-olah terjadi) suatu proses biologis secara alamiah.
Reaski biologis pada tes BOD dilakukan pada temperatur inkubasi 20
0C dan dilakukan selama 5 hari, hingga mempunyai istilah yang lengkap BOD
205Demikian, jumlah zat organik yang ada di dalam air diukur melalui jumlah oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk mengoksidasi zat organik tersebut. Karena reaksi BOD dilakukan didalam botol yang tertutup, maka jumlah oksigen yang telah dipakai adalah perbedaan antara kadar oksigen di dalam larutan pada t=0 (biasanya baru ditambah oksigen dengan aerasi, hingga = 9 mg O
(angka 20 berarti temperatur inkubasi dan angka 5 menunjukkan lama waktu inkubasi), namun di beberapa literatur terdapat lama inkubasi 6 jam atau 2 hari atau 20 hari.
2