65 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data penelitian yang dideskripsikan yaitu data pemahaman konsep peserta didik dengan Eksperimentasi Model Kooperatif Kancing Gemerincing (Talking Chips) disertai Handout di Kelas VIII SMPN 1 Batang Anai
Kabupaten Padang Pariaman.
Data hasil pemahaman konsep matematis peserta didik pada kelas sampel diperoleh setelah diberi tes akhir pada pokok bahasan Faktorisasi Suku Aljabar. Data nilai tes pada kelas sampel dapat dilihat pada lampiran XXI. Kesimpulan hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1
Data Hasil Perhitungan Tes Pemahaman Konsep
No. Interval Nilai Frekuensi
Eksperimen Kontrol
1 40-49 - 5
2 50-59 2 6
3 60-69 4 7
4 70-79 7 6
5 80-89 15 9
6 90-99 4 -
N 32 33
Nilai Max 95 88
Nilai Min 55 40
Persentase Ketuntasan Tuntas (59.38 %)
Tuntas (27.28 %)
̅ 78.13 65.64
111.72 189.06
10.57 13.75
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata nilai matematika pada kelas eksperimen adalah , lebih tinggi dari rata-rata pada kelas kontrol yaitu 65.64. nilai maksimum hasil tes yang diperoleh oleh kelas eksperimen adalah 95 lebih tinggi dari kelas kontrol yaitu 88, sedangkan nilai minimum yang diperoleh oleh kelas eksperimen adalah 55 dan kelas kontrol adalah 40.
Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di SMPN 1 Batang Anai yaitu 80, dari hasil tes pemahaman konsep matematis peserta didik pada kelas eksperimen diketahui bahwa nilai peserta didik yang mencapai KKM sebanyak 19 orang, sedangkan pada kelas kontrol sebanyak 9 orang, sehingga persentase ketuntasan belajar matematika peserta didik eksperimen adalah dan pada kelas kontrol adalah . Sehingga dapat terlihat bahwa pemahaman konsep matematis peserta didik kelas eksperimen lebih baik dibandingkan pemahaman konsep matematis peserta didik kelas kontrol.
B. Analisis Data
Data tentang pemehaman konsep matematis peserta didik diperoleh melaluites akhir yaitu tes pemahaman konsep matematis. Soal tes pemahaman konsep terdiri dari 7 butir soal essay yang memuat 3 indikator pemahaman konsep, yaitu :
a. Menyatakan ulang sebuah konsep.
b. Mengklasifikasikan objek menurutsifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.
c. Mengaplikasikan objek atau algoritma pemecahan masalah.
Ketuntasan peserta didik pada kelas sampel yang diperoleh dari 7 butir soal essay yang mengandung 3 indikator pemahaman konsep dapat disajikan seperti tabel berikut :
Tabel 4.2
Nilai Rata-rata Peserta Didik Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep pada Kelas Sampel
Indikator Pemahaman Konsep
Nilai Rata-Rata
Eksperimen Kontrol
Menyatakan ulang
sebuah kosep 89.58 85.19
Mengklasifikasikan objek menurut sifat- sifat tertentu sesuai dengan konsep
79.73 68.50
Mengklasifikasikan objek atau algoritma pemecahan masalah
73.20 58.13
Selain itu nilai rata-rata setiap indikator kemampuan pemahaman konsep pada kelas sampel dapat juga dilihat pada diagram berikut :
Gambar 4.1 : Nilai rata-rata setiap indikator kemampuan konsep pada kelas sampel.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
I II II
Ekperimen Kontrol
Keterangan :
I. Menyatakan ulang sebuah kosep
II. Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep
III. Mengklasifikasikan objek atau algoritma pemecahan masalah
Gambar 4.1 menjelaskan bahwa nilai rata-rata setiap indikator pemahaman konsep matematis peserta didik tidak jauh berbeda. Pada indikator I yaitu menyatakan ulang sebuah konsep diperoleh nilai kelas eksperimen 89.58 dan kelas kontrol 85.19. Indikator II mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep diperoleh nilai 79.73 pada kelas eksperimen dan 68.50 pada kelas kontrol. Nilai indikator III yaitu mengklasifikasikan objek atau algoritma pemecahan masalah kelas eksperimen adalah 73.20 dan 58.13 pada kelas kontrol.
Berdasarkan analisis di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata setiap indikator pemahaman konsep di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Hal ini bearti kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik yang di ajarkan dengan model kooperatif Talking Chips lebih baik di bandingkan peserta didik yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Lebih jelasnya dilihat pada lampiran XXI.
Untuk memperoleh kesimpulan tentang data hasil pemahaman konsep matematis peserta didik dilakukan analisis secara statistik. Sebelum uji
statistik untuk hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas data hasil belajar kemampuan pemahaman konsep matematis kelas sampel bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji liliefors.
a. Uji normalitas kelas eksperimen
Berdasarkan pengujian untuk kelas eksperimen diperoleh:
dan , karena ( ) maka diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen berdistribusi normal pada taraf kepercayaan .
b. Uji normalitas kelas kontrol
Berdasarkan pengujian untuk kelas kontrol diperoleh: dan
, karena ( ) maka diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf kepercayaan .
Berdasarkan perhitungan uji normalitas dengan menggunakan uji liliefors, diperoleh hasil perhitungan seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.3
Tabel Perbandingan dan No
.
Kelas Kesimpulan Keterangan 1. Eksperimen Data Normal 2. Kontrol Data Normal
Perhitungan lebih jelas dapat dilihat pada lampiran XXII. Selain itu untuk menentukan data berdistribusi normal atau tidak, penulis juga melakukan pengujian normalitas dengan software SPSS. Dengan menggunakan natuan software SPSS dapat dilihat hasil uji normalitas kedua kelas sampel sebagai berikut :
Tabel 4.4
Tests of Normality Sampel
Tests of Normality
Kelas
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Nilai Eksperimen ,164 32 ,068 ,942 32 ,086
Kontrol ,146 33 ,072 ,931 33 ,099
a. Lilliefors Significance Correction
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa signifikan kelas eksperimen dan kontrol lebih besar dari . Pada uji Kolmogorow Smirnov nilai signifikan masing-masing kelas adalah 0.068 dan 0.072 dan pada uji Shapiro Wilk adalah 0.086 dan 0.099 yang keduanya lebih besar dari ,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas sampek berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas variansi dilakukan untuk melihat apakah kelompok data mempunyai variansi yang homogeny atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji F. Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah :
Kriteria pengujiannya adalah :
a. Terima jika ( ) b. Tolak jika ( )
Berdasarkan tabel distribusi F didapatkan nilai untuk taraf nyata dan derajat kebebasan ( ) ( ) ( ) adalah 1.84. maka diperoleh ( )( ), dapat disimpulkan bahwa kedua kelas sampel memiliki variansi yang homogen. Lebih jelasnya dapat dilihat lampiran XXIII.
Dengan menggunakan batuan software SPSS dapat dilihat dari hasil uji homogenitas pada tabel berikut :
Tabel 4.5
Output Uji Homogenitas Variansi Sampel
Test of Homogeneity of Variances Nilai
Levene Statistic df1
d
f2 Sig.
2,592 1 6
3 ,112
Keputusan pada kolom Test of Homogeneity of Variances dapat dilihat nilai probabilitasnya lebih besar dari , maka diterima, sehingga dapat disimpulkan sampel mempunyai variansi yang sama.
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menentukan apakah pemahaman konsep matematis peserta didik kelas eksperimen lebih meningkat dari pada kelas kontrol dengan menggunakan uji-t. Dengan dan
diperoleh thitung = sedangkan ttabel = 1,67 dengan taraf kepercayaan . Karena maka hipotesis ditolak dan diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Talking Chips lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional pada peserta didik kelas VIII di SMPN 1 Batang Anai, Kapupaten Padang Pariaman. Perhitungan lebih jelas dapat dilihat pada (Lampiran XXIV).
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil deskripsi dan analisis data diperoleh bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Perbedaan ini disebabkan karena perlakuan yang diberikan berbeda. Pada kelas eksperimen diberikan model pembelajran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang tidak terfokus hanya pada pendidik dan buku ajar tetapi adanya kerja sama antar peserta didik (Made Wena,2009:189), sehingga tidak ada lagi sebuah kelas yang sunyi selama proses pembelajaran, karena pendidik dan peserta didik sama-sama berusaha untuk mencapai ketuntasan dalam proses belajar-mengajar.
Pada kelas eksperimen kegiatan yang diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif Model Talking Chips. Talking Chips berasal dari Bahasa Inggris, Talking yang artinya “berbicara“, sedangkan Chips yang
berarti “kartu”. Jadi Talking Chips adalah kartu untuk berbicara (Barkley,2012:177).
Teknik Talking Chips mempunyai tujuan yang tidak hanya sekedar penguasaan bahan pelajaran, tetapi adanya unsur kerja sama untuk penguasaan seacara kelompok maka kelompok merupakan tempat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Adapun langkah-langkah atau prosedur utama dalam pelaksanaan Talking Chips direkomendasikan oleh Miftahul Huda (2015:142) adalah : a. Pendidik menyiapkan suatu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (atau
benda kecil lainnya).
b. Sebelum memulai tugasnya, masing-masing anggota dari setiap kelompok mendapat 2 atau 3 kancing (jumlah kancing bergantung pada sukar atau tidaknya tugas yang diberikan).
c. Setiap kali anggota selesai berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkan di tengah- tengah meja kelompok.
d. Jika kancing yang dimiliki salah seorang peserta didik habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kancingnya masing-masing.
e. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedur lagi.
Pada pertemuan pertama , ada beberapa diantara peserta didik yang kurang setuju dengan anggota kelompok yang sudah di tetapkan. Peserta didik tersebut ingin sekelompok dengan teman dekatnya. Namun, setelah diberikan penjelasan tentang bagaimana cara pembagian kelompok tersebut kepada peserta didik, akhirnya peserta didik yang awalnya menolak mau menerima keputusan yang telah ditetapkan oleh pendidik.
Berdasarkan langkah-langkah yang telah dikemukakan, agar pembelajaran berjalan dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan maka penulis memodifikasinya. Pada pelaksanaan proses pembelajaran di kelas eksperimen menggunakan Handout, ini bertujuan untuk memudahkan peserta didik untuk memahami materi pelajaran.
Menurut Chairil (2009)”Handout adalah bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang pendidik untuk memperkaya pengetahuan peserta didik”.
Handout berasal dari bahasa inggris yang bearti informasi, berita atau surat
lembaran. Handout termasuk media cetakan yang meliputi bahan-bahan yang disediakan di atas kertas untuk pengajaran dan informasi belajar, biasanya diambil dari beberapa literature yang memiliki relevansi dengan materi yang diajarkan/kompetensi dasar dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik.
Pada awal pelajaran pendidik memberi pengenalan tentang materi yang akan dipelejari. Pendidik membagikan Handout untuk tiap kelompok, Pendidik menjelaskan materi pelajaran, Pendidik membahas contoh soal yang berhubungan dengan materi. Pendidik memberi peserta didik masing-masing 2 atau 3 kancing. Peserta didik disuruh mendiskusikan dan mengerjakan soal- soal yang ada di dalam Handout secara berkelompok. Jika ada peserta didik yang ingin bertanya/berbicara maka harus mengeluarkan satu kancing untuk satu pertanyaan. Kelompok yang sudah habis kancing berbicaranya maka, peserta didik di dalam kelompok tersebut tidak boleh lagi untuk bertanya.
Setelah 10 menit, salah satu kelompok ditunjuk untuk menyelesaikan soal tersebut di papan tulis, kemudian menjelaskan kepada peserta didik lainnya.
Jika ada peserta didik yang masih belum mengerti maka pendidik
menjelaskan kembali. Ketika melaksanakan penelitian dengan menggunakan model kooperatif Talking Cips terlihat peserta didik lebih aktif.
Pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Istilah konvensional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bearti
“pemufakatan atau kelaziman atau sesuatu yang telah menjadi kebiasaan”.
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa terjadi di kelas dengan metode ceramah dimana pendidik menerangkan pelajaran, kemudian memberi contoh soal dan peserta didik disuruh untuk mengerjakan latihan dan pada akhir pembelajaran peserta didik diberikan pekerjaan rumah (PR).
Apabila ditinjau dari tes akhir, diperoleh bahwa hasil tes memahaman konsep matematis peserta didik kelas eksperimen dengan menerapkan model Talking Chips lebih baik dari pada pemahaman konsep matematis peserta
didik yang menerapkan pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat nilai-nilai rata-rata pada kelas eksperimen adalah sedangkan kelas kontrol 65.64 dan nilai tertinggi kelas eksperimen adalah 95 sedangkan pada kelas kontrol 88, serta nilai terendah kelas eksperimen adalah 55 dan nilai terendah kelas kontrol adalah 44. Pada kelas eksperimen jumlah peserta didik yang mencapai nilai lebih dari atau sama dengan KKM yang ditetapkan oleh SMPN 1 Batang Anai yaitu 80, sebanyak 19 peserta didik dengan persentase ketuntasan 59.38
%. Sedangkan pada kelas kontrol sebanyak 9 peserta didik dengan persentase ketuntasan 27.28%. Sehingga dapat terlihat bahwa pemahaman konsep matematis peserta didik kelas eksperimen lebih baik dari pemahaman konsep matematis peserta didik kelas kontrol.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis peserta didik yang diajarkan dengan model kooperatif Talking Chips lebih tinggi dari pemahaman konsep matematis peserta didik
yang diajarkan menggunakan pembelajaran konvensional.
D. Keterbatasan Penelitian
Dalam eksperimentasi pembelajaran kooperatif Talking Chips terdapat beberapa keterbatasan antara lain :
1. Masih terdapat peserta didik yang kurang serius dalam proses pengajaran.
2. Pada saat peserta didik belajar dalam kelompok kadang-kadang ada peserta didik yang tidak mengikuti dengan baik.
3. Suara peserta didik yang masih kecil dalam presentasi di depan kelas.
4. Diskusi kelompok terkendala keterbatasan waktu, sehingga terkadang presentasi hasil diskusi tergesa-gesa.