• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Benih & Teknik Pengendaliannya. Sri Nur Aminah Ngatimin, Ratnawati, Syamsia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Penyakit Benih & Teknik Pengendaliannya. Sri Nur Aminah Ngatimin, Ratnawati, Syamsia"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Sri Nur Aminah Ngatimin, Ratnawati,

Syamsia

Penyakit Benih

Teknik Pengendaliannya &

(3)

Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya --Yogyakarta: LeutikaPrio, 2019

viii + 60 hlm.; 16 × 23 cm Cetakan Pertama, Juni 2019

Penulis : Sri Nur Aminah Ngatimin, Ratnawati dan Syamsia Pemerhati Aksara : LeutikaPrio

Desain Sampul : Dita

Tata Letak : @dissetia_ekaputra

Jl. Wiratama No. 50, Tegalrejo, Yogyakarta, 55244

Telp. (0274) 625088 www.leutikaprio.com

email: leutikaprio@hotmail.com

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin dari penerbit.

ISBN : 978-602-371-731-6

Dicetak oleh PT Leutika Nouvalitera

Isi di luar tanggung jawab penerbit & percetakan.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt., dengan izin dan rahmat-Nya sehingga penyusunan buku ajar “Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya”

dapat diselesaikan tepat waktu. Buku ajar ini merupakan kolaborasi tiga orang dosen dari institusi yang berbeda, yakni: Dr. Sri Nur Aminah Ngatimin, S.P., M.Si. (Departemen HPT, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar), Ir. Ratnawati., M.P. (Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi Universitas Alkhairaat (UNISA) Palu, Sulawesi Tengah), dan Dr. Syamsia, S.P., M.Si. (Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar).

Pada kesempatan ini saya, Sri Nur Aminah Ngatimin ~ menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada orang tua tercinta Ayahanda Prof. Dr.

dr. H.M. Rusli Ngatimin, MPH; Ibunda Hj. Sardina dg Ngai; suami tercinta Firnas Bohari, S.H. dan tiga orang buah hatiku tercinta: Yunita Feby Ramadhany, S.KG.; Rezqy Setiabudi dan Ixy Adelia. Saya, Ratnawati ~ menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada orang tua tercinta Ayahanda (alm.) H.

Zainuddin Ibrahim, Ibunda (almh.) Hj. Sanatia, suami tercinta Dr. Ir. Kasman Jaya Saad, M.Si. dan tiga orang buah hatiku tercinta: Imad FR., Muh. Rakha, dan Muammar Syalsyifa. Saya, Syamsia ~ menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada orang tua tercinta Ayahanda H. Tayibe, Ibunda (almh.) Hj. Alimang, suami tercinta Adib Munawar, S.P., M.Si. dan tiga orang buah hatiku tercinta: Delima Putri Muthia, Naila Dian Jauhara, dan Muhammad

(5)

iv | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

Dhaniarsya Kayana. Orang-orang terkasih ini selalu memberikan motivasi kepada tim penulis untuk berkarya dan memberi manfaat kepada orang lain.

Ucapan yang sama tim penulis sampaikan kepada pimpinan institusi dan kolega atas dukungannya yang telah diberikan selama ini. Semoga buku ajar ini dapat memberikan kontribusi mempelajari lebih mendalam tentang penyakit benih dan cara pengendaliannya.

Makassar, 20 Mei 2019 Tim Penulis

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR GAMBAR ...vii

BAB I MENGENAL BENIH ... 1

1.1. Filosofi Biji dan Benih Tanaman ...1

1.2. Peraturan Pemerintah Tentang Benih ...2

1.3. Latihan Soal ...3

BAB II KUALITAS BENIH ... 5

2.1. Indikator Benih Bermutu ...5

2.2. Patogen Perusak Benih ...7

2.3. Cara Penyebaran dan Identifikasi Penyakit Benih ...9

2.4. Latihan Soal ...10

BAB III CARA DETEKSI DAN PENGUJIAN PATOGEN BENIH ... 13

3.1. Pengujian Cendawan Benih ...13

3.2. Metode Pengujian Benih ...16

3.3. Tata Cara Pelaporan Hasil Pengujian Benih ...19

3.4. Latihan Soal ...19

BAB IV BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) ... 21

DAFTAR ISI

(7)

vi | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

4.1. Deskripsi dan Nilai Ekonomis...21

4.2. Penyakit Bawang Merah dan Cara Pengendaliannya ...22

4.2.1. Alternaria porrii (Ellis) Cif. ...22

4.2.2. Fusarium oxysporum f.sp. cepae ...25

4.3. Latihan Soal ...26

BAB V KENTANG (Solanum tuberosum L.) ... 29

5.1. Deskripsi dan Nilai Ekonomis...29

5.2. Penyakit Hawar Daun Kentang (Phytopthora infestans (Mont.) de Bary ...30

5.3. Latihan Soal ...32

BAB VI PADI (Oryza sativa L.)... 33

6.1. Deskripsi dan Nilai Ekonomis...33

6.2. Blas (Pyricularia oryzae Cav. = Magnaporthe oryzae (Hebert) Barr) ...34

6.3. Latihan Soal ...35

BAB VII KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) ... 37

7.1. Deskripsi dan Nilai Ekonomis...37

7.2. Penyakit Kacang Tanah dan Cara Pengendaliannya ...38

7.2.1. Sclerotium rolfsii ...38

7.2.2. Aspergillus flavus ...40

7.3. Latihan Soal ...41

BAB VIII REKOMENDASI PENYIMPANAN BENIH BEBAS PATOGEN ... 43

DAFTAR PUSTAKA ...47

BIODATA PENULIS ...55

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hamparan tanaman bawang merah di Desa Oloboju Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah (Ratnawati, 2017).

Gejala serangan A. porrii pada tanaman bawang daun

(Moekasan dkk., 2014). ...27

(9)
(10)

BAB I

MENGENAL BENIH

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan memahami definisi benih dan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tanaman budi daya.

1.1. Filosofi Biji dan Benih Tanaman

Tanaman adalah organisme berklorofil yang sangat cepat beradaptasi dengan lingkungannya. Bagian tanaman berupa akar, batang, dan daun merupakan organ vital yang sangat menunjang perkembangannya. Sadjad (1994) mengemukakan bahwa perbedaan biji dan benih, yaitu biji merupakan hasil akhir proses polinasi, sedangkan benih merupakan biji berkualitas bagus yang siap untuk dijadikan sumber perbanyakan tanaman budi daya.

Saat ini telah banyak dibudidayakan beberapa spesies tanaman yang dulunya hidup liar di alam karena tanaman tersebut memberikan banyak manfaat untuk kehidupan manusia, contohnya adalah tanaman padi yang telah dibudidayakan di Cina sejak 8.000 tahun Sebelum Masehi. Proses budi daya tanaman padi dimulai dari penyemaian benih sehat untuk ditanam di habitatnya masing-masing. Perlu diketahui bahwa berdasarkan tempat

(11)

2 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

tumbuhnya maka tanaman padi terbagi dua, yakni: padi sawah yang umum ditemukan di Indonesia dan padi ladang (padi gogo/padi huma) yang hanya dibudidayakan di beberapa daerah tertentu.

Pengertian benih secara filosofis adalah: benih adalah lambang dimulainya kehidupan baru karena selama pertumbuhannya akan mengeluarkan daun dan bagian tanaman lainnya membentuk tanaman sempurna penyambung siklus kehidupannya. Umumnya, benih atau biji tanaman diselubungi oleh daging buah yang ketebalannya bervariasi. Berdasarkan letak benih pada buah dibagi menjadi dua, yakni: berada dalam buah dan berada di permukaan buah (Tjitrosoepomo, 1989). Hortikultura atau horticulture berasal dari kata Latin hortus yang berarti tanaman kebun dan cultura/colere berarti budi daya. Secara umum hortikultura dapat berarti budi daya tanaman kebun, tetapi pada perkembangan selanjutnya istilah hortikultura digunakan untuk semua tanaman yang dibudidayakan. Perlu diketahui bahwa bidang kerja hortikultura sangat luas karena mencakup teknologi dalam bidang benih, penyediaan bibit, kultur jaringan, produksi tanaman, identifikasi adanya organisme pengganggu tanaman (hama dan penyakit), panen, pengemasan, dan distribusi (Ashari, 2006 dan Anonim, 2019).

1.2. Peraturan Pemerintah Tentang Benih

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 56/

Permentan/PK.110/11/2015 tanggal 25 November 2015 tentang produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina tanaman pangan dan tanaman hijauan pakan ternak maka Pasal 1 butir 2 mengemukakan bahwa benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman. Secara spesifik definisi tentang benih, khususnya benih hortikultura dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 15/Permentan/

HR.060/5/2017 tanggal 15 Mei 2017 tentang pemasukan dan pengeluaran benih hortikultura Pasal 1 butir 1 mengemukakan bahwa benih hortikultura adalah tanaman atau bagiannya (daun, batang, umbi, akar rimpang, dan lain- lain) yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman hortikultura.

Sering kali benih tanaman yang berasal dari hasil panen petani tidak langsung digunakan karena harus dibersihkan dari kotoran dan disimpan dalam jangka waktu tertentu untuk ditanam di musim berikutnya. Sebelum

(12)

dilakukan penyimpanan, benih tersebut harus dikurangi kadar airnya supaya tidak mudah terserang oleh patogen perusak benih, yakni cendawan dan bakteri. Gunasekaran dkk. (2012) mengemukakan bahwa tujuan utama dilakukannya proses pengeringan benih adalah mengurangi kadar air komoditi supaya aman disimpan dalam jangka waktu tertentu dikatakan sebagai “periode penyimpanan aman” yang berarti bahwa benih yang disimpan dapat bebas dari serangan organisme pengganggu tanaman, khususnya hama dan penyakit. Selain kadar air maka tempat penyimpanan juga mempunyai standar tertentu yang layak untuk digunakan sebagai sarana menyimpan benih.

1.3. Latihan Soal

1. Tuliskan definisi benih.

2. Tuliskan perbedaan antara benih dan biji tanaman.

3. Tulis dan jelaskan arti istilah hortikultura.

4. Selain biji, tuliskan bagian tanaman lainnya yang dijadikan sumber untuk budi daya di lapangan.

5. Mengapa kadar air sangat berpengaruh terhadap kualitas penyimpanan benih. Tuliskan jawaban Anda.

(13)
(14)

BAB II

KUALITAS BENIH

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mengetahui kualitas benih, spesies patogen perusak benih, dan cara identifikasi penyakit benih.

2.1. Indikator Benih Bermutu

Kemurnian benih, kadar air, kemampuan berkecambah (viabilitas), dan kekuatan tumbuh (vigor) merupakan indikator menentukan kualitas benih.

Viabilitas benih berkorelasi positif dengan vigor. Kedua indikator fisiologi ini menempatkan benih pada kemampuan tumbuhnya menjadi tanaman normal walaupun kondisi fisik lahan pertanaman berada pada taraf sub-optimum atau benih yang digunakan telah disimpan dalam jangka waktu yang sangat lama.

Benih yang mempunyai viabilitas dan vigor yang baik akan berdampak pada produktivitas tanaman. Salah satu kriteria benih bervigor tinggi dapat dilihat saat tidak terjadi perbedaan yang besar antara kemampuan berkecambah di lapangan dan di laboratorium. Benih yang berhasil tumbuh dengan baik pada pengujian laboratorium diharapkan akan tumbuh baik di lapangan (Sadjad, 1994 dan Wahyuningsih, 2018).

(15)

6 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

Kualitas benih yang dihasilkan oleh tanaman budi daya sangat berkaitan dengan beberapa faktor, yakni cara panen, sortir, proses pengeringan/

pengujian kadar air, metode penyimpanan, pengemasan, dan pemasarannya.

Semuanya merupakan siklus yang berhubungan erat satu sama lain. Jika salah satu tahapan mengalami masalah maka dampaknya sangat berpengaruh terhadap komponen lain yang berada di dalam siklus tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, benih yang digunakan dalam perbanyakan tanaman budi daya bukan hanya biji atau benih, tetapi mencakup bagian lain tanaman, yakni umbi, batang, rimpang, daun, dan lain-lain.

Setiap petani menginginkan hasil panen yang bagus kualitasnya dan banyak hasilnya. Penilaian kualitas benih tanaman budi daya mencakup beberapa faktor, yakni faktor genetik, fisik, dan fisiologis. Calvin (2013) mengemukakan bahwa ciri-ciri benih berkualitas bagus adalah a) mengalami matang fisiologis saat dipanen; b) bulir berisi penuh dan utuh; c) bebas dari serangan hama dan kontaminasi mikroorganisme; d) tanaman budi daya tersebut diketahui dengan jelas varietas indukannya; e) benih yang dihasilkan berkulit mulus, seragam, dan berkilap warnanya; f) benihnya bersih yang berarti bahwa tidak ada campuran benih gulma, batu, dan kotoran lainnya;

dan g) daya kecambah dan vigor tinggi sehingga dapat tumbuh baik jika ditanam di tempat budi daya. Beberapa faktor yang sangat memengaruhi kualitas benih adalah a) terjadi pematahan dormansi yang tidak sempurna;

b) susunan genetik benih; c) umur, kondisi, dan perawatan benih; d) iklim lingkungan selama proses pematangan benih, dan e) saat panen di lapangan.

Ilmu yang mempelajari penyakit tanaman dinamakan Phytopathology, berasal dari bahasa Latin (phyton = tanaman; pathos = menderita; logos = ilmu) (Sastrahidayat, 1992). Jadi, dapat dikatakan bahwa orang yang mempelajari phytopathology harus belajar tentang berbagai macam penyakit tanaman, mikroorganisme penyebabnya, penyakit karena defisiensi unsur hara, faktor fisik (kelembapan, suhu). Yang tidak termasuk dalam kajian phytopathology adalah kerusakan tanaman yang terjadi akibat aktivitas hewan lain dan manusia.

Kesehatan benih sangat perlu diperhatikan dalam proses budi daya tanaman. Benih sakit ditandai dengan adanya penyakit yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme patogen, yakni bakteri, cendawan, dan virus. Selain itu benih juga dapat terserang nematoda dan serangga hama yang sangat berpotensi dalam menurunkan kualitas benih yang dihasilkan tersebut. Selain

(16)

gangguan faktor biotik, kerusakan benih dapat terjadi karena faktor abiotik, yakni kekurangan unsur mikro selama masa perkembangannya. Semua patogen tanaman dapat terbawa benih karena benih dapat terinfeksi patogen saat masih berada pada tanaman indukan, terkontaminasi dalam proses pengolahan, ataupun saat berada di dalam rantai pemasaran. Penyakit yang ditimbulkan oleh patogen dapat terlihat gejalanya pada kecambah, tanaman muda, ataupun tanaman yang telah dewasa (mature plant). Semua patogen tersebut dapat terbawa oleh benih (seed borne) karena sebelumnya telah terjadi infeksi atau kontaminasi patogen di permukaan benih. Kebanyakan patogen yang terbawa benih menjadi aktif segera setelah benih disebar atau disemaikan. Sastrahidayat (1992) mengemukakan bahwa beberapa kerugian menggunakan benih yang telah terinfeksi patogen adalah a) menurunkan produktivitas panen (kualitas dan kuantitas); b) dapat menjadi sumber penyakit (inokulum) untuk tanaman sekitarnya, dan c) membutuhkan biaya ekstra dalam pengendaliannya.

Untuk mendapatkan benih yang sehat harus dilakukan uji kesehatan dan mutu terhadap kualitas benih. Pengujian kesehatan benih dapat dilakukan atas permintaan dari pengirim/pelanggan. Pengujian hanya dilakukan untuk mendeteksi mikroorganisme tertentu yang dapat merusak benih secara berkesinambungan. Saptadi (2014) mengemukakan bahwa tujuan dilakukannya pengujian kesehatan benih adalah a) mengetahui apakah dalam benih terdapat mikroorganisme yang bersifat patogen; b) mengetahui apakah benih mengandung nematoda; c) mengetahui kesehatan benih secara fisiologis; d) menentukan jenis inokulum yang menginfeksi benih;

e) evaluasi kesehatan benih sebelum disebarkan ke berbagai tempat untuk usaha tani; f) evaluasi dampak penggunaan fungisida atau bahan kimia yang dipakai untuk perawatan benih; g) evaluasi usaha pemberantasan penyakit yang disebabkan oleh benih di lapangan; h) survei penyakit benih tingkat regional atau nasional guna mendeteksi penyebarannya; dan i) membantu karantina dalam rangka mencegah masuknya dan terjadinya penyebaran penyakit benih.

2.2. Patogen Perusak Benih

Secara umum penyebab penyakit pada tanaman budi daya dan produk yang dihasilkannya dinamakan patogen, sedangkan organisme yang ditempatinya adalah inang (host). Tanaman yang terserang patogen tidak

(17)

8 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

dapat menghasilkan benih yang berkualitas baik karena pertumbuhannya terganggu. Bagimana cara membedakan tanaman yang sakit dan tanaman yang sehat? Gejala umum yang dapat dilihat dengan mata telanjang pada tanaman sakit adalah a) pertumbuhannya kerdil; b) daunnya layu dan kuning mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis; dan c) batangnya merunduk, terasa lunak, dan kempes saat diraba. Kondisi ini mengakibatkan terganggunya proses transportasi nutrisi tanaman. Terganggunya sistem transportasi hara tanaman budi daya menyebabkan stomata tidak membuka dengan sempurna sehingga tanaman tidak dapat menyerap karbondioksida yang berasal dari lingkungan. Perlu diketahui bahwa penyebaran patogen sangat luas dimulai dari pesemaian sampai ke tempat penyimpanan (Semangun, 2007).

Sastrahidayat (1992) mengemukakan bahwa beberapa spesies patogen yang dapat merusak benih berasal dari kelompok:

a) Cendawan. Mikroorganisme kelompok cendawan merupakan patogen yang paling banyak terbawa dan menginfeksi benih di lapangan dan penyimpanan. Contoh yang umum ditemukan adalah Collectotrichum sp. yang menyerang cabai dan penyakit rebah kecambah (damping off) karena infeksi cendawan Sclerotium rolfsii pada tanaman kacang tanah;

b) Bakteri. Mikroorganisme yang berasal dari kelompok bakteri penginfeksi benih umumnya sangat tahan terhadap kekeringan dan menempati bercak yang berada di permukaan kulit benih. Jenis bakteri yang ditularkan melalui benih adalah genus Corynebacterium, Pseudomonas, dan Xanthomonas;

c) Virus. Benih terinfeksi virus merupakan sumber inokulum (primary source of infection). Sumber inokulum yang berada pada tanaman budi daya sangat penting peranannya dalam penularan dan penyebaran penyakit oleh serangga vektor di lapangan. Infeksi virus pada benih dapat menyebabkan viabilitas benih rendah. Perlu diketahui bahwa virus menjadi aktif saat benih disemaikan dan menyebabkan tanaman terinfeksi dengan gejala daun keriting dan timbulnya bercak kekuningan. Salah satu contohnya adalah Soybean Mosaic Virus (SMV) yang menyerang kedelai (Andayanie, 2012);

d) Nematoda. Nematoda adalah jenis cacing renik yang dapat menginfeksi benih. Anonim (2018b) melaporkan umumnya nematoda

(18)

tercampur ke dalam benih bersama dengan kotoran berupa tanah yang menempel saat benih dalam mengalami pengangkutan ke tempat lainnya. Contohnya adalah Globodera rostochiensis (yellow potato cyst nematode) yang terikut pada kentang yang diimpor dari Jerman sehingga menularkan nematoda ke negara lainnya.

Walaupun tidak termasuk dalam kajian phytopathology, perlu diperhatikan bahwa keberadaan serangga hama pada benih di penyimpanan juga berperan sangat penting sebagai vektor patogen. Spora cendawan yang menempel pada alat mulut, antena, tungkai, dan badan serangga dapat menular dengan cepat ke dalam material yang berada di dalam penyimpanan. Umumnya infeksi cendawan lebih cepat prosesnya saat terjadi luka pada inangnya karena gigitan serangga dan terkena alat pertanian saat panen berlangsung. Serangga hama dapat merusak simpanan benih secara cepat dan menyebar dengan cara: a) material terserang hama bercampur dengan benih sehat dalam penyimpanan; b) adanya invasi serangga ke dalam material karena transportasi yang jauh; dan c) tempat penyimpanan yang kurang higienis mendukung meledaknya populasi serangga hama dalam penyimpanan. Gudang yang terlalu gelap dan lembap dapat memicu tumbuhnya mikroorganisme perusak benih (Copeland dan McDonald, 2001).

2.3. Cara Penyebaran dan Identifikasi Penyakit Benih

Secara umum penyebaran penyakit pada benih tanaman budi daya dapat dilakukan melalui media: udara (air borne disease), percikan air hujan (water borne disease), serangga yang menjadi vektor (insect borne disease) (Sudantha, 2009). Selain itu, bagian tanaman yang mengandung penyakit (inokulum), alat pertanian yang tidak diberikan desinfektan dan kinerja manusia saat berlangsungnya proses transportasi dapat menjadi sumber penyebaran patogen penyakit tanaman.

Tanaman yang sakit akan menunjukkan gejala (symptom) dan tanda (sign).

Gejala merupakan perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman sebagai reaksi terhadap patogen. Perubahannya dapat dilihat pada warna daun, bentuk, dan terjadinya layu pada tanaman. Tanda penyakit atau sign adalah indikasi penyakit tanaman yang terlihat bersama gejala, contohnya penyakit tanaman karena cendawan akan memperlihatkan kumpulan hifa (miselium) yang dapat dilihat dengan mata telanjang, sedangkan tanda berupa spora dan konidia hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Dengan adanya gejala dan

(19)

10 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

tanda pada tanaman dapat ditentukan jenis penyakitnya secara tepat dan cara pengendaliannya (Sudantha, 2009). Sastrahidayat (1992) mengemukakan bahwa dibutuhkan postulat untuk dapat mempelajari penyakit tanaman secara detail. Untuk kebutuhan tersebut dikenal Postulat Koch yang mempunyai kriteria tertentu menentukan patogen penyebab penyakit. Tahapan dalam Postulat Koch adalah: a) patogen atau mikroorganisme tertentu harus didapatkan dari tanaman inang yang sakit; b) mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat diisolasi dan dibuat biakan murninya; c) jika patogen diinokulasikan pada inang sehat yang sama spesiesnya, mikroorganisme tersebut harus menghasilkan gejala yang sama, dan d) mikroorganisme yang menimbulkan penyakit tersebut harus dapat dibuatbiakkan murninya.

Namun, dalam perkembangannya, tidak semua kriteria Postulat Koch dapat terpenuhi, contohnya cendawan yang bersifat obligat tidak dapat hidup dalam media buatan sehingga tidak dapat dibuatbiakan murninya. Salah satu cendawan obligat yang cukup popular adalah Phytopthora spp.

Semangun (2007) mengemukakan bahwa beberapa penyakit yang menginfeksi benih tanaman budi daya dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a) seed-borne diseases adalah inokulum yang terdapat pada benih dan ditularkan oleh tanaman induk. Inokulum adalah bahan mengandung bibit penyakit yang dapat ditularkan oleh patogen dari golongan cendawan, bakteri, virus, dan nematoda. Sumber inokulum adalah tempat patogen mempertahankan diri selama tidak ada tanaman inang. Sumber inokulum primer berasal dari benih, sisa-sisa tanaman, dan tanah; b) seed transmitted diseases adalah inokulum yang terdapat pada benih dan ditularkan ke tanaman lain di lapangan; c) seed contamination diseases adalah inokulum yang terdapat pada benih yang bukan berasal dari tanaman induk; dan d) benih berasal dari tanaman induk yang telah mengalami defisiensi unsur hara digolongkan sebagai benih yang tidak sehat secara fisiologis.

2.4. Latihan Soal

1. Tuliskan perbedaan yang tampak secara visual pada benih sehat dan benih sakit.

2. Selain biji, tuliskan sumber benih tanaman budi daya yang dapat diperbanyak.

3. Tuliskan tahapan Postulat Koch, berikan satu contoh kasus penyakit tanaman yang memerlukan pembuktian dengan postulat tersebut.

(20)

4. Tuliskan makna dari istilah berikut ini:

a) Inokulum.

b) Vektor.

c) Cendawan obligat.

d) Soil borne.

e) Phytopathology.

5. Mengapa petani harus menanam benih/bahan tanaman yang sehat.

Tuliskan alasan Anda berdasarkan pernyataan tersebut.

(21)
(22)

BAB III

CARA DETEKSI DAN PENGUJIAN PATOGEN BENIH

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami tujuan dan manfaat pengujian patogen benih dan faktor yang memengaruhinya.

3.1. Pengujian Cendawan Benih

Tujuan dilakukannya perlakuan benih (seed treatment) sebelum penanaman di lapangan adalah mencegah penyebaran penyakit yang dibawa benih dan menghilangkan patogennya, terutama cendawan yang aktif menyerang saat kelembapan tinggi. Semangun (2007) mengemukakan bahwa cendawan patogen adalah spesies cendawan yang menyerap makanan dari inang yang ditumpanginya. Berdasarkan sifatnya maka cendawan patogen dapat dibedakan menjadi dua, yakni cendawan patogen obligat dan cendawan patogen fakultatif. Cendawan obligat adalah cendawan yang hanya tumbuh pada tanaman inang dan tidak dapat dibiakkan di media buatan (Potato Dextrose Agar), contohnya adalah cendawan Phytopthora spp.

Cendawan fakultatif adalah cendawan yang dapat bersifat sebagai parasit (patogen) dan saprofit. Umumnya cendawan ini akan hidup sebagai saprofit saat tidak ada inang di lapangan. Salah satu contohnya adalah cendawan

(23)

14 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

penyakit layu Fusarium. Cendawan ini sifatnya sebagai patogen tular tanah, mampu bertahan hidup di dalam tanah, dan akar tanaman sakit sekitar 30 tahun. Jika terdapat tanaman inangnya akan segera menginfeksi.

Secara umum perlakuan yang diberikan pada benih bersifat preventif dan kuratif. Beberapa cara perlakuan benih secara preventif dilakukan sebelum budi daya tanaman adalah perendaman benih atau bagian tanaman lainnya dengan menggunakan larutan cendawan antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. untuk menekan serangan penyakit pada tanaman budi daya.

Murniati (1995) melaporkan bahwa rendaman larutan cendawan Trichoderma koningii dapat merusak serat kulit benih kemiri (Aleurites moluccana) sehingga hanya membutuhkan waktu 3–4 minggu untuk berkecambah. Jadi T.

koningii berperan sebagai pemecah dormansi benih kemiri yang secara alami berkecambah selama 5–6 bulan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Husain dan Tuiyo (2012) yang mematahkan dormansi benih kemiri menggunakan zat pengatur tumbuh organik Basmingro. Mahfud (2018) menyatakan bahwa kemiri merupakan salah satu tanaman rempah penting dan menghasilkan banyak produk yang digunakan oleh manusia, contohnya kayu bangunan, minyak, dan bumbu masakan.

Cara preventif lainnya adalah metode selubung benih (seed coating) menggunakan cendawan antagonis Trichoderma sp. pada biji-bijian. Winara dkk., (2018) melaporkan daya kecambah benih kedelai yang diberikan selubung Trichoderma sp. sebesar 84% dan bebas dari penyakit rebah kecambah. Selain menggunakan cendawan antagonis Trichoderma sp., selubung benih juga dapat menggunakan cendawan entomopatogen B. bassiana. Selain bersifat entomopatogen, B. bassiana mempunyai kemampuan sebagai cendawan endofit. Diharapkan metode seed coating menggunakan B. bassiana akan memudahkan cendawan endofit masuk ke dalam jaringan tanaman dan mematikan serangga hama yang memakan bagian tanaman tersebut. Sebagai ilustrasi, hasil penelitian Risal dkk., (2017) yang merendam benih padi dalam larutan B. bassiana konsentrasi 108 memberikan hasil mortalitas tertinggi nimfa wereng hijau (Nephotettix virescens) pada hari ke sembilan setelah aplikasi dengan rerata mortalitas sebesar 46%. Selanjutnya, seed coating menggunakan cendawan B. bassiana dengan campuran tepung jagung, tepung ubi jalar, dan kanji memberikan hasil rerata mortalitas nimfa wereng hijau sebesar 44% pada hari ke sembilan setelah aplikasi. Pengendalian secara kuratif dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan cendawan

(24)

antagonis pada tanaman yang terserang penyakit. Selain itu, lahan yang akan digunakan untuk menanam komoditi diberikan campuran pupuk organik cair yang mengandung mikroba pengendali hayati cendawan patogen tanaman.

Umumnya, perlakuan benih diberikan dengan alasan benih mengandung penyakit, media tumbuh benih telah terinfeksi patogen, benih merupakan hasil introduksi, dan benih terlalu lama disimpan. Sering kali ditemukan bahwa saat dilakukan uji kualitas benih, benih yang berada dalam proses pengujian secara tidak terduga terserang penyakit. Jika hal ini terjadi dan diyakini bahwa inokulum yang menyerangnya tidak berasal dari benih yang diuji maka benih tersebut dikategorikan sebagai benih sehat.

Salah satu cara deteksi sederhana kesehatan benih adalah mengisolasi patogen dengan menanam benih di atas media lembap. Isolasi dianggap berhasil jika tumbuh miselium di atas benih. Umumnya, yang cepat tumbuh adalah patogen yang berada di permukaan benih dan patogen terbawa benih (seed borne). Anonim (1976) mengemukakan bahwa uji kesehatan benih perlu dilakukan dengan tujuan: a) mendeteksi mikroorganisme atau penyakit fisiologis tertentu; b) estimasi jumlah benih yang terserang dilaksanakan sebaik mungkin sesuai dengan ketelitian yang dimungkinkan oleh metode yang digunakan; c) apabila contoh kirim telah mendapat perlakuan (seed treatment) dengan pestisida atau perawatan lain maka pengirim harus menyebutkannya secara detail karena hal ini diduga akan berpengaruh terhadap determinasi dan evaluasi pengujian kesehatan benih; d) pengujian kesehatan benih harus dilakukan dengan menggunakan metode dan alat yang sudah dipastikan kelayakannya untuk digunakan (terjamin kalibrasinya);

e) metode yang digunakan bergantung spesies patogen atau kondisi yang akan diamati, spesies benih dan tujuan pengujian, dan f) pengujian kesehatan dapat dilakukan atas permintaan dari pengirim benih/pelanggan (Khan, 1992).

Beberapa istilah umum digunakan dalam uji kualitas benih adalah inkubasi dan pre-treatment. Inkubasi adalah mengondisikan benih dalam keadaan tertentu sehingga memungkinkan cendawan patogen berkembang atau tampak gejala serangannya. Sebagai ilustrasi, periode meletakkan benih di dalam media agar dan kertas blotter sampai dengan tercatat adanya infeksi atau keadaan kesehatan benih tersebut dinamakan masa inkubasi. Pre- treatment adalah setiap perlakuan baik secara fisik atau kimiawi terhadap working sample agar proses inkubasi berhasil.

(25)

16 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

Saat proses pengujian kesehatan, benih yang akan diuji (working sample) diambil dari hasil pengujian kemurnian benih. Working sample dapat terdiri atas seluruh sampel benih yang dikirim oleh pelanggan atau hanya sebagian bergantung dari metode yang digunakan. Berat working sample yang diperlukan untuk pengujian sama dengan berat sampel untuk pengujian rutin. Benih yang akan diuji harus dikemas dan dikirimkan dalam keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya perubahan status kesehatan benih.

Pada umumnya benih yang diuji jumlah minimalnya 400 butir, yang terdiri atas beberapa ulangan bergantung metode dan kebijaksanaan laboratorium.

Variasi di antara ulangan biasanya lebih besar dibanding variasi dalam pengujian daya berkecambah. Mikroorganisme yang berada dalam benih dapat berubah selama penyimpanan maka pemilihan kondisi penyimpanan harus sesuai, yakni suhu dan tempat penyimpanannya optimal sehingga integritas working sample terjaga. Bila saat pengujian terjadi perkembangan cendawan secara berlebihan maka hal ini dapat menunjukkan buruknya kualitas benih. Hal ini terjadi karena penanganan saat panen, prosesing, penyimpanan, dan saat penuaan. Jika hal ini terjadi maka benih perlu diberikan perlakuan pendahuluan.

Cendawan yang terdapat pada benih tanaman budi daya memerlukan keadaan lingkungan yang berbeda supaya tumbuh dan menghasilkan spora.

Kondisi lingkungan saat pengujian kesehatan benih harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga merangsang pertumbuhan patogen. Hal ini sangat penting dilakukan supaya cendawan dapat diidentifikasi, utamanya patogen di dalam benih. Berbagai metode pengujian mempunyai kepekaan dan kemungkinan untuk diulang dengan menggunakan metode berbeda. Selain itu, diperlukan latihan dan peralatan yang berbeda untuk setiap pengujian.

Metode yang digunakan dalam pengujian benih bergantung spesies patogen atau keadaan yang akan diselidiki, spesies benih tanaman, dan tujuan dilakukannya pengujian tersebut. Pemilihan metode yang tepat serta evaluasi hasilnya memerlukan kedalaman pengetahuan dan pengalaman dari peneliti yang mengerjakannya.

3.2. Metode Pengujian Benih

Metode yang dapat dilakukan untuk menguji benih secara langsung adalah a) metode tanpa inkubasi dengan cara 1) pengamatan langsung terhadap benih tanpa bantuan peralatan atau menggunakan kaca pembesar

(26)

dan mikroskop; 2) pengujian dengan perendaman benih; dan 3) pengamatan terhadap larutan dari pencucian benih dengan menggunakan mikroskop;

b) metode setelah inkubasi. Hasil pengujian ini tidak memberikan indikasi viabilitas patogen. Jarak antarbenih dibuat sedemikian rupa hingga tidak saling bersinggungan satu sama lain di dalam cawan petri. Cawan petri berisi benih disimpan dalam suatu ruangan khusus selama masa inkubasi. Pada umumnya masa inkubasi berkisar 7–8 hari pada suhu 20° C kecuali pada benih tanaman tropika diperlukan suhu 28° C. Pengujian dapat dilakukan dengan cara benih yang telah ditabur (khususnya metode blotter) diinkubasi di ruangan selama 24 jam pertama, kemudian benih diinkubasi pada suhu -20°

C selama 24 jam berikutnya. Setelah itu benih diinkubasi dalam suhu ruangan sampai pengamatan. Untuk merangsang sporulasi cendawan sebaiknya tempat inkubasi dilengkapi dengan lampu NUV dan secara bergantian diatur terang dan gelap masing- masing 12 jam. Setelah masa inkubasi selesai, benih diperiksa menggunakan mikroskop dengan pembesaran 50–60 kali. Benih yang sangat mudah terkena kontaminasi dengan saprofit perlu diberikan perlakuan dengan larutan klorin 1–2% sebelum dilakukan pengujian.

Abdul-Baki dan Anderson (1972) mengemukakan bahwa metode pengamatan terhadap benih dan kecambahnya dilakukan dengan cara:

a) Metode blotter. Metode kertas blotter dapat digunakan untuk memeriksa kesehatan benih. Patogen yang dapat diketahui dengan metode ini adalah genus cendawan Alternaria, Botrytis, Phoma, Colletotrichum, Drecslera, dan Fusarium. Dengan melihat gejala penyakit dan miselium yang terbentuk sering kali dapat digunakan untuk membedakan spesies tanaman inang cendawan tersebut.

Metode ini dapat mengidentifikasi cendawan patogen dengan cepat dan tepat karena setiap spesies tanaman menunjukkan karakteristik masing- masing seperti bentuk dan spesifikasi dari konodiospora dan lain-lain.

b) Metode agar. Dibandingkan metode blotter, metode agar memberikan kondisi yang lebih memadai untuk tumbuhnya sporulasi atau gejala serangan penyakit. Sejumlah benih diletakkan diatas media agar dalam cawan petri. Media agar yang umum digunakan adalah Malt Extract (MA) dan Potato Dextrose Agar (PDA). Untuk mencegah kontaminasi saprofit maka benih diberikan perlakuan desinfektan sebelum ditempatkan di dalam media agar. Masa inkubasinya selama

(27)

18 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

5–7 hari pada suhu 20º C. Tempat inkubasi harus dilengkapi dengan lampu NUV dan diatur gelap dan terang masing-masing 12 jam.

Pengamatan adanya serangan dilakukan secara visual dengan melihat bentuk spora dan warna koloni cendawan yang tumbuh dari benih.

Jika kurang jelas dapat dilakukan pengamatan mikroskopis.

c) Pengujian menggunakan media pasir. Metode ini dapat memberikan informasi yang mirip pertumbuhan di lapangan dan membutuhkan waktu pengujian sekitar 2 minggu. Pada beberapa seed-borne pathogen terdapat beberapa spesies patogen yang memerlukan masa inkubasi lama sehingga metode blotter atau agar tidak dapat memberikan gambaran adanya patogen sehingga harus menggunakan metode lain dengan melihat gejala serangan pada kecambah. Sebagai media digunakan tanah, pasir, atau batu bata yang telah disterilisasi. Metode pengujian menggunakan media pasir mulai diperkenalkan oleh Hitner di Jerman dan terus dikembangkan sampai saat ini. Untuk melihat gejala serangan Fusarium nivale pada gandum saat cendawan tidak tampak pada pengujian daya berkecambah maka media yang digunakan adalah batu bata yang dihancurkan dengan butiran berukuran maksimum 3–4 mm. Batu bata dibasahi air steril yang cukup sehingga tidak memerlukan penyiraman selama masa inkubasi. Suhu yang diperlukan sekitar 10–12º C untuk merangsang tumbuhnya cendawan. Dengan menggunakan teknik yang sama dapat pula dilakukan pemeriksaan gejala serangan cendawan Septoria sp. pada serealia, suhu yang diperlukan sekitar 20° C.

d) Pemeriksaan pertumbuhan tanaman (growing plants).

Pemeriksaan gejala penyakit terhadap pertumbuhan tanaman dari benih sering dilakukan sebagai prosedur untuk mengindentifikasi adanya bakteri, cendawan, atau virus yang terbawa benih. Benih yang diuji dapat ditabur atau inokulum yang diperoleh dapat digunakan untuk menginfeksi tanaman yang sehat atau bagian tanaman lainnya (sesuai prosedur Postulat Koch). Tanaman yang berasal dari benih uji harus dilindungi dari infeksi lain yang tidak diharapkan dan menjaga kondisi lingkungan tempat tumbuhnya.

(28)

3.3. Tata Cara Pelaporan Hasil Pengujian Benih

Lazimnya, pengujian benih dilakukan berdasarkan permintaan pelanggan atau instansi terkait. Khan (1992) mengemukakan bahwa hasil pengujian benih bersifat formal karena dipertanggungjawabkan keabsahannya saat benih sudah dibudidayakan di lapangan. Hasil yang diperoleh dari pengujian benih dilaporkan dengan cara: a) hasil pengujian dinyatakan dalam persentase berdasarkan jumlah benih yang terinfeksi; b) hasil pengujian dapat dinyatakan dengan jumlah inokulum yang terdapat pada sampel benih yang diuji dengan perbandingan berat; c) inokulum yang ditemukan dituliskan namanya dengan menggunakan nama ilmiah, nama umum, dan karakter khusus lain yang ditemukan pada benih;

serta d) hasil pengujian mencantumkan metode yang digunakan; perlakuan benih sebelum dilakukan pengujian, dan jumlah benih yang diuji.

Jika pengujian tidak menemukan inokulum yang menginfeksi benih tidak mutlak benih bebas dari inokulum. Metode uji yang digunakan sangat berpengaruh terhadap hasil uji sehingga penggunaan metode lain memungkinkan ditemukannya inokulum patogen. Laporan pengujian yang baik mempunyai informasi mencakup nama ilmiah patogen dan persentase infeksinya, menuliskan secara detail semua metode pengujian yang digunakan (termasuk perlakuan pendahuluan yang dilaksanakan sebelum benih diinkubasi), jumlah benih atau bagian benih yang diuji/diperiksa, waktu pengujian, jumlah contoh kirim, tanggal panen, pengujian daya kecambah, perlakuan untuk mengatasi penyakit yang menyerang benih, serta teknik pengendalian dapat diterapkan kepada benih tersebut. Saat pengujian yang hasilnya negatif (tidak ditemukan adanya patogen) maka hasil harus dilaporkan dengan menggunakan standar toleransi (misalnya: batas infeksi kurang dari 1% pada probabilitas 95%). Standar toleransi bergantung pada jumlah total benih yang diuji, n dan 3/n (P = 0,95).

3.4. Latihan Soal

1. Tuliskan makna dari istilah inkubasi dan pre-treatment.

2. Tuliskan tiga spesies cendawan penyebab penyakit pada benih.

3. Saat ini Anda bekerja sebagai penguji benih di laboratorium. Menurut Anda bagaimana cara menulis laporan pengujian benih secara formal untuk pelanggan berdasarkan aturan yang telah dikemukakan sebelumnya. Buatlah satu contoh laporan yang berasal dari hasil pemikiran Anda.

(29)
(30)

BAB IV

BAWANG MERAH

(Allium ascalonicum L.)

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan mengenal penyakit bawang merah dan cara pengendaliannya.

4.1. Deskripsi dan Nilai Ekonomis

Tanaman bawang merah (A. ascalonicum) famili Amaryllidaceae berasal dari daerah pegunungan di India, Iran, dan Pakistan. Diperkirakan sejak 5.000 tahun yang lalu manusia mulai memanfaatkan bawang merah sebagai sumber bahan makanan. Bawang merah adalah salah satu komoditi sayuran unggulan yang telah lama diusahakan petani secara intensif. Nilai ekonomisnya tinggi sehingga menjadi salah satu komoditi ekspor andalan Indonesia (Sumarni dan Hidayat, 2005). Bawang merah adalah tanaman hortikultura yang dibudidayakan menggunakan umbi lapis. Bawang merah menyukai kondisi lingkungan tumbuh yang tidak terlalu lembap dan umumnya dibudidayakan secara konvensional menggunakan bedengan di hamparan yang luas seperti di daerah Brebes, Jawa Tengah. Namun, untuk ruang sempit khususnya di daerah perkotaan, bawang merah dapat dibudidayakan dengan menggunakan teknik vertikultur (pola bertani secara vertikal) (Lukman, 2011 dan Andrian dkk., 2018).

(31)

22 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

Bawang merah mengandung vitamin C, kalium, serat, dan asam folat sehingga umbinya menjadi bahan utama rempah masakan contohnya: acar dan bawang goreng. Umbi bawang merah juga menjadi obat tradisional mengobati demam, masuk angin, menurunkan kadar gula dalam darah (karena mengandung senyawa allilin yang bersifat sebagai antibakteri), dan daunnya menjadi campuran sayur. Marpaung dan Hutabarat (2015) melaporkan bahwa bawang merah mengandung flavonoid, sikloalin, metilalin, dihidroalin, kuersetin, saponin, peptide, dan fitohormon. Kandungan hormon pada bawang merah adalah auksin dan giberelin yang meningkatkan pertumbuhan benih. Auksin sangat berpengaruh terhadap perpanjangan akar, sedangkan giberelin akan merangsang pertumbuhan daun dan batang.

Soedomo (2006) mengemukakan bahwa adanya minyak atsiri berupa senyawa sin-propanatial-S-oksida yang keluar saat jaringan bawang merah terpotong menyebabkan keluarnya air mata. Limbah yang berasal dari kulit bawang merah dapat menjadi bahan pewarna alami telur pindang. Anonim (2018) melaporkan bahwa quercetin yang menjadi pewarna kulit bawang merah dapat menjadi obat untuk mengurangi hipertensi dan penyumbatan arteri. Selain itu, kulit bawang merah juga mengandung antioksidan, protein, mineral, sulfur, antosianin, dan serat. Darojat dkk. (2012) melaporkan bahwa kulit bawang merah dapat menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman karena mengandung zat pengatur tumbuh Indole Acetic Acid (IAA) karena merangsang pertumbuhan tanaman. Perendaman biji kakao dalam ekstrak umbi bawang merah konsentrasi 40% selama 9 jam memberikan hasil signifikan terhadap persentase daya kecambah, kecepatan tumbuh, panjang hipokotil, dan panjang akar benih kakao (Theobroma cacao).

4.2. Penyakit Bawang Merah dan Cara Pengendaliannya 4.2.1. Alternaria porrii (Ellis) Cif.

Penyakit bercak ungu, trotol, atau purple blotch merupakan penyakit penting yang menyerang tanaman Allium spp. di seluruh dunia (Aveling, 1998). Serangannya lebih menonjol di lingkungan yang hangat dan lembap (Maude, 1990; Miller dan Lacy, 1995). Gejala awal yang muncul pada tanaman inangnya adalah bintik putih pada daun tua. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangan cendawan A. porrii, bintik putih tersebut membesar dan menghasilkan bercak berwarna ungu menyerupai bentuk belah ketupat. Jika dilihat dengan saksama, di dalam bercak berwarna ungu

(32)

terdapat bercak berwarna kuning pucat dengan batas berwarna kecokelatan.

Di Australia, A. porrii telah menyerang tanaman bawang merah dan bawang daun (Simmonds, 1984; Warcup dan Talbot, 1981). Selain menyerang bawang merah dan bawang daun (A. fistulosum), cendawan A. porrii juga menyerang famili Amaryllydaceae lainnya, yakni bawang bombai (A. cepa) dan bawang putih/garlic (A. sativum) (Nufarm, 2019).

Penyakit bercak ungu telah menyebabkan kerugian yang cukup besar dalam produksi Allium spp. di seluruh dunia. Penyakit bercak ungu pada bawang daun telah mereduksi pembentukan daun tanaman sekitar 62–92%

(Utikar dan Padule, 1980); panen daunnya di Kenya sebesar 44% (Bock, 1964);

panen umbinya sebesar 59% (Gupta dan Pathak, 1988), dan panen biji sebesar 97% (Lakra, 1999). Di Indonesia, kehilangan hasil panen karena penyakit bercak ungu sekitar 60–70% pada bawang merah yang terjadi selama musim hujan karena tingginya insiden dan keparahan akibat serangan cendawan A.

porrii (Triwidodo dkk., 1999). Sebagian besar informasi epidemiologi penyakit bercak ungu berdasarkan studi tentang interaksi A. porri pada tanaman bawang merah. Hal ini dampak faktor lingkungan, yakni suhu, kelembapan, atau basahnya daun yang merangsang terjadinya infeksi dan perkembangan bercak (Bock, 1964; Suheri dan Price, 2001), pembentukan konidia (Everts dan Lacy, 1990), sporulasi, dan penyebarannya (Meredith, 1966). Epidemiologi penyakit bercak ungu pada daun bawang atau tanaman Allium lainnya di kondisi alam Australia belum dipelajari dan informasinya sangat terbatas hanya pada perkembangannya saat kondisi dingin pada tanaman bawang daun dan bawang merah yang ditanam petani sayuran di Victoria selatan.

Suheri dan Price (2001) melaporkan bahwa isolat A. porrii dan S. vesicarium yang berasal dari bawang daun Victoria (patogennya hidup pada bawang daun dan bawang merah), isolat S. vesicarum yang berasal dari bawang putih Australia Selatan merupakan patogen potensil pada bawang merah. Infeksi umumnya terjadi pada suhu 5° C mengikuti periode basahnya daun selama kurang dari 16 jam.

Pengelolaan penyakit bercak ungu pada tanaman Allium sp. secara primer sangat bergantung pada seringnya aplikasi fungisida (Sugha, 1995) dan resistensi tanaman inang (Bock, 1964). Strategi pengelolaan berdasarkan prinsip epidemiologi dapat membantu mengurangi aplikasi fungisida yang diperlukan untuk mengontrol keberadaan penyakit bercak ungu. Informasi ini sangat diperlukan negara berkembang penghasil bawang merah di negara

(33)

24 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

tropis khususnya Indonesia. Petani menyemprotkan fungisida dengan interval 2 hari sepanjang musim tanam untuk mengendalikan penyakit bercak ungu (Triwidodo dkk., 1999). Model prediksi penyakit berdasarkan suhu, durasi daun basah, dan konsentrasi spora telah dikembangkan untuk Botrytis squamosa pada tanaman bawang (Sutton, 1990) dan untuk bercak daun pada tanaman rapa (Brassica napus) yang disebabkan oleh cendawan Alternaria brassicae (Kennedy dan Graham, 1995). Model prediktif untuk penyakit bercak ungu belum tersedia meskipun data untuk pengembangan model seperti itu telah lama dipelajari (Meredith, 1966; Suheri dan Price, 2001).

Secara sederhana, Nufarm (2019) mengemukakan cara pengendalian penyakit bercak ungu adalah: a) menanam Allium sp. di lahan yang mempunyai drainase baik dan dilakukan pergiliran tanaman bukan inang supaya siklus penyakit terputus; dan b) sebaiknya dilakukan penyiraman setelah turun hujan. Cara ini dapat mengurangi serangan penyakit bercak ungu karena meluruhkan percikan spora yang ikut bersama air hujan dan tanah. Moekasan dkk., (2014) mengemukakan bahwa saat intensitas penyakit bercak ungu tinggi pada tanaman Allium sp. dapat dikendalikan dengan penyemprotan fungisida berbahan aktif karbendazim, propineb, mankozeb, siprokonazol, dan klorotalonil. Cara kerja propineb dan mankozeb adalah bersifat kontak pada organisme target dan risikonya rendah terhadap terjadinya resistensi.

Cara kerja karbendazim adalah mengganggu mitosis dan pembelahan sel patogen serta berpotensi terjadinya resistensi silang. Cara kerja siprokonazol adalah memiliki risiko sedang terjadinya resistensi dan bersifat sebagai penghambat terjadinya biosintesis sterol pada organisme target. Cara kerja klorotalonil adalah tidak menunjukkan gejala tejadinya resistensi pada organisme target. Triwidodo dkk., (1999) mengemukakan bahwa untuk mencegah terjadinya ledakan penyakit bercak ungu di daerah tropis sebaiknya dikembangkan model peramalan berdasarkan prediksi terjadinya musim hujan dan fluktuasi suhu. Jadi, petani dianjurkan selalu memantau tanamannya untuk menghindari terjadinya serangan penyakit yang berat.

Dengan adanya kegiatan pemantauan akan membantu mengurangi biaya aplikasi fungisida. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang dampak timbulnya strain patogen A. porrii yang resisten terhadap aplikasi fungisida yang telah dilakukan pada pertanaman terdahulu.

(34)

4.2.2. Fusarium oxysporum f.sp. cepae

Penyakit layu Fusarium atau penyakit moler umumnya ditemukan pada budi daya tanaman bawang merah secara konvensional dan vertikultur.

Dikatakan sebagai penyakit moler karena gejala serangannya membuat daun terpuntir. Tanaman bawang merah yang terserang penyakit layu Fusarium menunjukkan gejala daunnya menguning mulai dari ujung sampai pangkal daun. Setelah itu daun terlihat merunduk karena layu, mengering, dan mati (Jhony, 2009). Gejala visual penyakit layu Fusarium tidak terbatas pada daun, tetapi juga pada akar dan umbinya. Akar yang terinfeksi terlihat berwarna cokelat, pucat, dan lunak. Pada dasar umbi lapis terdapat miselium cendawan yang berwarna keputih-putihan. Saat tanaman dicabut terlihat akar dan umbinya membusuk (Semangun, 2007). Umumnya serangan berat penyakit layu Fusarium menyebabkan tanaman mati (Supriyadi dkk., 2013).

Sastrahidayat (2011) mengemukakan bahwa perkembangan cendawan Fusarium sangat dipengaruhi oleh suhu tinggi dan pH tanah yang rendah.

Pada suhu 25– 30° C spora akan berkecambah, saat suhu berada di atas 38° C patogen tidak mampu beradaptasi dan menyebabkan kematiannya. Supriyadi dkk., (2013) melaporkan bahwa Fusarium mulai tampak gejala serangannya pada tanaman tanaman bawang merah saat 20 hari setelah tanam (HST) dengan rerata intensitas serangan 0,15% dan terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Agrios (1996) menyatakan bahwa suhu yang semakin meningkat akan memacu pertumbuhan Fusarium. Selain itu, suhu tinggi menyebabkan akar bawang merah melunak sehingga mudah luka dan mempercepat penetrasi patogen ke dalam tanaman bawang merah. Suhu tinggi juga menyebabkan tanah menjadi padat dengan kelembapan tanah yang rendah.

Cara pengendalian layu Fusarium secara preventif hampir sama dengan pengendalian penyakit bercak ungu dengan cara menanam benih (umbi lapis) yang bebas patogen. Lahan penanaman diberi perlakuan berupa pengolahan tanah dan pupuk cair bermikroba untuk mematikan cendawan patogen yang hidup di tanah. Tetapi, cara ini hanya efektif dilakukan pada skala kecil karena selama ini pengendalian penyakit layu Fusarium masih sangat bergantung pada aplikasi fungisida. Kerugian aplikasi fungisida secara terus-menerus menimbulkan gejala resistensi. Saat ini penyakit layu Fusarium dikendalikan secara hayati dengan menggunakan cendawan antagonis Trichoderma harzianum.

(35)

26 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

Hasil penelitian Latifah dkk., (2011) melaporkan bahwa ekstrak antagonis T. harzianum isolat jahe yang disiram sebelum inokulasi Fusarium pada tanaman cabe menunjukkan nilai intensitas penyakit yang paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. T. harzianum isolat jahe mampu menurunkan intensitas penyakit layu Fusarium sebesar 43,85%.

Ekstrak T. harzianum isolat kentang adalah isolat terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan jumlah anakan per rumpun dan bobot basah dengan hasil 9,75 umbi per rumpun dan beratnya 13,13 g. Ekstrak T. harzianum isolat bawang merah merupakan ekstrak terbaik dalam pertumbuhan akar karena meningkatkan jumlah akar sebesar 57,45%. Ekstrak T. harzianum isolat jahe menunjukkan pengaruh terbaik meningkatkan panjang akar sebesar 17,67%.

Rendahnya intensitas penyakit yang terjadi pada T. harzianum isolat jahe sebelum inokulasi Fusarium diduga sangat dipengaruhi oleh kemampuan antagonis dalam menghambat patogen dan lingkungan asal isolat antagonis tersebut. Diduga bahwa isolat T. harzianum tersebut berasal dari rizosfer tanaman jahe. Berdasarkan kandungan senyawa metabolit sekundernya, tanaman jahe mampu menghambat patogen sehingga intensitas penyakit sangat rendah. Rao (1992) mengemukakan bahwa keberadaan cendawan antagonis di sekitar rizosfer sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni tipe tanah, kelembapan, pH, suhu, umur, dan kondisi tanaman budi dayanya.

Untuk mencegah ledakan penyakit sebaiknya rutin dilakukan pemantauan penyakit di lapangan. Sebelum penyimpanan di dalam gudang, bawang merah harus dipastikan berada dalam kondisi sehat serta bebas hama dan penyakit.

4.3. Latihan Soal

1. Tuliskan tanaman inang penyakit penyakit bercak ungu dan bagaimana cara pengendaliannya.

2. Tuliskan cara antisipasi penyakit layu Fusarium.

3. Tuliskan spesies cendawan antagonis yang digunakan dalam pengendalian hayati patogen tanaman.

(36)

Gambar 1. Hamparan tanaman bawang merah di Desa Oloboju Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah (Ratnawati, 2017). Gejala serangan A. porrii pada tanaman bawang daun (Moekasan dkk., 2014).

(37)
(38)

BAB V

KENTANG

(Solanum tuberosum L.)

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan mengenal tanaman kentang, jenis patogen penyakit, dan cara pengendaliannya.

5.1. Deskripsi dan Nilai Ekonomis

Tanaman kentang merupakan salah satu tanaman pangan yang penting karena umbinya menjadi makanan pokok penduduk di Benua Eropa. Kentang merupakan komoditi penting dalam menunjang program ketahanan pangan di Indonesia. BPS (2013) melaporkan produksi kentang beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan adalah Gowa (13.646 ton), Bantaeng (12.659 ton), Tana Toraja (2.651 ton), Enrekang (792 ton), dan Jeneponto (242 ton). Kentang merupakan bahan baku makanan yang populer di masyarakat, yakni French fries, potato chips, potato porridge, kroket, dan lain-lain. Adanya serangan penyakit tanaman dapat menurunkan kualitas dan hasil produksi makanan olahan tersebut.

(39)

30 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

5.2. Penyakit Hawar Daun Kentang (Phytopthora infestans (Mont.) de Bary Salah satu penyakit penting yang menyerang tanaman kentang adalah busuk daun/ hawar daun (late blight), yang disebabkan oleh cendawan patogen P. infestans famili Pythiaceae. Kisaran inang patogen P. infestans menyerang tanaman famili Solanaceae (tomat, kentang, paprika, terung, cabai, dan tanaman Solanaceae lainnya). Miseliumnya mudah diamati dengan mikroskop, dengan karakteristik khusus terdapat aliran plasma di dalam sel.

Miselium berkembang di antara sel dan tumbuhnya merambat di permukaan media biakan.

Tahun 1845–1860 penyakit busuk daun kentang menyebabkan timbulnya kelaparan di Irlandia karena kentang merupakan makanan pokok penduduknya. Sejak 1935–1936 penyakit busuk daun kentang mulai ditemukan gejalanya di sentra pertanaman kentang di Pulau Jawa. Diduga bahwa cendawan patogen penyebab penyakit busuk daun terbawa oleh umbi bibit kentang yang diimpor dari Belanda (Semangun, 2007).

Pembentukan dan perkecambahan konidia P. infestans sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembapan, dan curah hujan. Penyebaran spora patogen melalui angin, air, atau serangga menimbulkan gejala nekrosis atau matinya bagian tanaman yang terdapat bercak (Sudiantha, 2009). Jika spora P. infestans sampai ke daun kentang yang basah maka spora patogen akan membentuk tabung kecambah kemudian masuk menginfeksi tanaman. Spora yang jatuh ke tanah akan menginfeksi umbi kentang dan pembusukannya dapat terjadi di dalam tanah atau pada tempat penyimpanan. Umumnya, penyakit busuk daun kentang sering terjadi di daerah sentra tanaman kentang dataran tinggi yang bersuhu rendah dengan kelembapan yang tinggi. Penyakit busuk daun kentang berkembang dengan cepat jika kondisi lingkungan mendukung, yakni suhu 18–21° C dengan kelembapan udara di atas 80% (Susetyo, 2019).

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa benih tanaman budi daya tidak hanya berasal dari biji, tetapi juga dari bagian tanaman lainnya yakni umbi, batang, daun, akar rimpang, dan lain-lain. Umbi kentang merupakan kentang bibit yang berperan penting sebagai sumber utama perbanyakan tanaman kentang di lapangan. Astarini (2016) mengemukakan bahwa target kentang bibit yang ingin dicapai dalam upaya budi daya tanaman kentang adalah :

(40)

a) kentang bibit yang sehat selama dalam masa penyimpanan;

b) tingkat serangan organisme pengganggu tanaman khususnya penyakit yang rendah di dalam penyimpanan; dan

c) kentang bibit sehat yang siap digunakan untuk musim tanam berikutnya.

Di dalam sistem penjaminan mutu kentang bibit terdapat beberapa kegiatan pendahuluan dimulai dari persiapan ruang penyimpanan (ruang penyimpanan harus terang, mempunyai sirkulasi udara yang baik, dan dilakukan pembersihan mikroorganisme dengan menggunakan desinfektan), catatan berisi informasi detail tentang saat panen kentang bibit di lapangan (varietas, umur, rerata berat per umbi), pengepakan, dan pengantaran.

Sebelum menyimpan kentang bibit yang baru datang dari lapangan, sebaiknya dilakukan pembersihan alat dan lantai bekas penyimpanan kentang bibit untuk mencegah adanya patogen yang berkembang di tempat tersebut dan menginfeksi kentang bibit yang akan disimpan.

Karakteristik produksi hasil panen kentang dapat dilihat dari jumlah umbi kentang yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. Trichoderma sp.

adalah cendawan saprofit tanah yang secara alami merupakan parasit pada cendawan patogen tanaman. Mekanisme pengendalian Trichoderma sp.

bersifat spesifik, mengoloni rizosfer, melindungi akar tanaman dari serangan cendawan patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan produksi tanaman (Lewis dan Papavizas, 2003). Selain keunggulan tersebut, Trichoderma mudah disimpan dan dibiakkan secara massal (Benhamou dan Chet, 1993). Purwantisari dan Hastuti (2009) melaporkan bahwa hasil uji penghambatan Trichoderma sp. terhadap P. infestans selama 7 hari memberikan hasil cendawan antagonis tumbuh lebih cepat dan menutupi ruang pertumbuhan P. infestans. Hal ini terjadi karena Trichoderma sp. mampu menguraikan selulosa yang merupakan komponen utama penyusun dinding sel P. infestans. Hasil penelitian Purwantisari dkk. (2018) menunjukkan bahwa perlakuan bokashi + biofungisida (Tricho powder) menunjukkan rerata jumlah daun tanaman kentang tertinggi sebesar 37,80 helai dan perlakuan pupuk NPK+ZA+ biofungisida rerata jumlah daunnya terendah, yakni 28,20 helai.

Rerata jumlah umbi tanaman kentang tertinggi diperoleh dari perlakuan pupuk NPK+ZA+ biofungisida sebanyak 19,7 biji, sedangkan perlakuan terendah adalah bokashi + biofungisida sebanyak 10,2 biji.

(41)

32 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya 5.3. Latihan Soal

1. Tuliskan kriteria kentang bibit yang dapat menjadi bahan tanaman budi daya.

2. Tuliskan tanaman famili Solanaceae yang menjadi inang penyakit layu Fusarium.

3. Tuliskan cara penyebaran penyakit layu Fusarium.

4. Tulis dan jelaskan cara pengendalian penyakit layu Fusarium pada kentang.

(42)

BAB VI

PADI

(Oryza sativa L.)

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan mengenal penyakit tanaman padi dan cara pengendaliannya.

6.1. Deskripsi dan Nilai Ekonomis

Tjitrosoepomo (1989) mengemukakan bahwa tanaman padi famili Poaceae menghasilkan beras yang merupakan merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. DwiAnjarwat (2018) menuliskan bahwa padi merupakan tanaman berumpun menyerupai rumput, berakar serabut dengan daunnya memanjang berbentuk lanset. Padi menghasilkan bunga yang akan menjadi bulir yang mengandung karbohidrat. Panen padi dapat menggunakan sabit jika sawahnya berada di lereng bukit. Mesin panen combine harvester sangat efektif digunakan untuk sawah yang luas dan berada di tanah yang landai.

Pada 2015, luas panen tanaman padi secara nasional sebesar 14.115.475 ha, produktivitasnya sebesar 53.39 kuintal/ha dan produksinya mencapai 75.361.248 ton. Sulawesi Selatan merupakan daerah penghasil beras di

(43)

34 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

kawasan timur Indonesia. Selain Kabupaten Gowa dan Sidrap, Kabupaten Maros merupakan salah satu kabupaten penghasil beras tertinggi di Sulawesi Selatan. Pada 2016, produksi padi Kabupaten Maros mencapai 448.894,26 ton yang dipanen pada areal seluas 60.408 ha dengan rerata 7,4 ton/ha. Jumlah yang dicapai tersebut melampaui standar potensi hasil tanaman padi sawah yang berkisar 6 ton/ha. Perlu diketahui bahwa sebagian besar produksi padi di Kabupaten Maros berasal dari padi sawah. Sawah di Kabupaten Maros mempunyai sistem irigasi yang berasal dari aliran air kawasan Bantimurung.

Padi sawah berkontribusi sebesar 436.790,26 ton sedangkan padi ladang berkontribusi sebesar 2,71% (BPS, 2018).

Beras yang dihasilkan oleh tanaman padi dimasak menjadi nasi, dapat dibuat menjadi bubur, dan beraneka aneka macam kue. Selain menjadi makanan dan kue, di Sulawesi Selatan terdapat kebiasaan masyarakat membuat bedak basah dan lulur yang bahan bakunya dari beras merah (HerafadliDjafar, komunikasi pribadi, Juni 2019). Perlu diingat bahwa beras yang dihasilkan oleh tanaman padi mempunyai warna bervariasi contohnya beras merah, beras ketan hitam, dan lain-lain. Selain beras, jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai makanan sapi, atap rumah, material tumbuh jamur kancing, dan mulsa tanaman budi daya. Kulit gabah berupa sekam bakar dapat dijadikan media tanaman budi daya dan bahan pembuat kompos (DwiAnjarwat, 2018).

6.2. Blas (Pyricularia oryzae Cav. = Magnaporthe oryzae (Hebert) Barr) Cendawan P. oryzae penyebab penyakit blas famili Magnaporthaceae (CABI, 2017), merupakan penyakit penting pada tanaman padi dapat menurunkan bobot tanaman serta gabah yang dihasilkannya. Penyakit blas mengakibatkan gejala patah leher tanaman dengan penurunan kuantitas gabah sebesar 64,57% dan bobot 1.000 butir gabah mencapai 5,07%.

Kerusakan tanaman padi karena penyakit blas di Indonesia pada 2015 mencapai 46.924 ha (Ditjen Tanaman Pangan, 2015). Pada awalnya P. grisea merupakan patogen pada rumput jari/crabgrass (Digitaria sanguinalis), selanjutnya muncul P. oryzae yang menjadi patogen penyakit blas pada tanaman padi, serealia dan rumput yang dibudidayakan sebagai pakan ternak (Setaria sp.; Eleusine coracana; Eleusine indica dan Eragrostis curvula).

Penyakit blas menyebabkan bercak berwarna kecokelatan pada daun, ruas batang, leher malai dan bulir padi (BBPadi, 2015). Gejala blas pada bagian

(44)

ruas tanaman menyebabkan batang patah dan kematian pada batang diatas ruasnya yang terinfeksi (Utami dkk., 2006).

BBPadi (2015) mengemukakan bahwa pengendalian penyakit blas secara preventif dengan melaksanakan sanitasi lingkungan dan pemberian kompos jerami. Sanitasi lingkungan dilakukan dengan cara membersihkan gulma yang berpotensi sebagai inang penyakit blas. Pemberian kompos jerami bertujuan mematikan miselium dan spora karena naiknya suhu selama terjadinya proses dekomposisi. Pengendalian penyakit blas secara kuratif dilakukan dengan cara: a) teknik budi daya (penanaman benih sehat, perendaman benih dalam larutan fungisida, selubung benih dengan fungisida, mengatur jarak tanam, dan pemupukan menggunakan kalium); b) menanam varietas tahan (Inpari 26, Inpari 27 dan varietas tahan lainnya); c) penggunaan fungisida untuk penyemprotan tanaman.

6.3. Latihan Soal

1. Tuliskan manfaat tanaman padi bagi manusia.

2. Tuliskan gejala penyakit blas dan inang alternatifnya.

3. Tuliskan cara pengendalian penyakit blas.

(45)
(46)

BAB VII

KACANG TANAH

(Arachis hypogaea L.)

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan mengenal tanaman kacang tanah dan cara pengendalian penyakitnya.

7.1. Deskripsi dan Nilai Ekonomis

Kacang tanah famili Fabaceae merupakan tanaman palawija yang penting setelah kedelai. Tanamannya berbentuk semak setinggi 30–50 cm dengan daun kecil tersusun majemuk. Polongnya menghasilkan biji yang terbentuk di dalam tanah (Tjitrosoepomo, 1989). Biji kacang tanah dikonsumsi dalam bentuk kacang goreng, kacang rebus, kacang sangrai, sebagai bahan bumbu rujak, gado-gado, selai, sambal, dan lain-lain. Kacang tanah sebanyak 73 gr mengandung kalori 427 kal; protein 17,3 g; serat 5,3 g; lemak jenuh 5 g; Mn 76%; Mg 32%; vitamin B3 50%, dan folat 27% (Safitri, 2018).

Viabilitas benih yang tinggi sangat dipengaruhi oleh kadar air. Kadar air yang rendah selama masa penyimpanan memiliki kemampuan kecambah yang paling tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Wahyuningsih (2018), viabilitas kacang tanah varietas Kancil dan Hypoma umur simpannya selama

(47)

38 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

6 bulan dengan kadar air masing-masing 5,50% dan 6,20%. Kacang tanah varietas Bison umur simpannya selama 7 bulan dengan kadar air 6,20%. Benih mati terendah untuk ketiga varietas tersebut masing-masing adalah Bison (0,25%); Hypoma 1 (1,25%); dan Kancil (2%).

7.2. Penyakit Kacang Tanah dan Cara Pengendaliannya 7.2.1. Sclerotium rolfsii

Penyakit penting yang ditemukan menyerang kacang tanah adalah Sclerotium rolfsii (penyakit rebah kecambah pada kacang tanah). Cendawan S. rolfsii merupakan patogen tular tanah yang menyerang tanaman inang hidup dan bersifat sebagai parasit fakultatif. S. rolfsii menyebar ke seluruh dunia dan diketahui menyebabkan kerusakan sekitar 500 spesies tanaman, contohnya tomat, mentimun, jagung, semangka, dan lain-lain (Aycock, 1966).

Selain menyerang kacang tanah, S. rolfsii juga menyerang kedelai dan kacang tunggak. Cendawan S. rolfsii dapat menyebar secara cepat dengan bantuan angin, air, hewan, bagian tanaman yang sakit, serta tanah yang telah tercemar patogen (Pinheiro, 2010). Sudantha (1997) melaporkan bahwa cendawan S.

rolfsii membentuk sklerotia yang dapat bertahan sekitar 3–4 tahun di dalam tanah atau pada sisa tanaman. Cendawan S. rolfsii menyebabkan klorosis atau daun menguning karena rusaknya klorofil dan terjadinya layu karena hilangnya turgor sel dan matinya bibit muda (damping-off). Gejala yang terlihat pada inang adalah busuk pada pangkal batang, layu, dan menguning pada kecambah.

Untuk mengendalikan S. rolfsii telah dicobakan penggunaan tanaman tahan. Namun, penggunaan tanaman tahan tidak efektif karena cendawan patogen sangat cepat membentuk ras baru untuk menyerang inang tersebut.

Pengendalian cendawan S. rolfsii dapat dilakukan dengan menggunakan metode integrated pest management (IPM), yakni:

a) Pengendalian kimiawi

Cendawan S. rolfsii merupakan cendawan patogen yang dapat hidup bertahan di dalam tanah. Adanya struktur bertahan cendawan patogen terhadap lingkungan menyebabkan penggunaan fungisida kurang efektif untuk pengendaliannya. Namun demikian, Yaqub dan Shahzad (2006) melaporkan bahwa fungisida banodenil dan pentachloronitrobenzena sangat efektif mematikan patogen penyebab penyakit layu pada benih apel dan penyakit yang menyerang perakaran tanaman.

(48)

Dwivedi dan Prasad (2016) melaporkan bahwa pentachlorobenzena (PCNB) merupakan fungisida turunan nitrobenzena dan terdaftar secara formal. Benzaldehid dan kacang velvet (Mucuna pruriens) dapat menghambat pertumbuhan miselium dan perkecambahan cendawan S.

rolfsii. Selain itu, fungisida benomyl, mankozeb, thiovit, Dithane M-45, karbendazim, dan topsin-M juga diketahui sangat efektif menghambat pertumbuhan S. rolfsii. Namun demikian, fungisida yang digunakan harus dalam konsentrasi yang tinggi, contohnya Dithane M-45 dan mancozeb secara nyata mereduksi pertumbuhan S. rolfsii. El-Mohamedy dkk., (2014) melaporkan bahwa bahan kimiawi K2HPO4 (400mM), asam salisilat (100mM), asam sorbat (7,5%), dan potassium sorbat (7,5%) dapat mengendalikan penyakit akar tomat karena terserang cendawan Fusarium solani, Rhizoctonia solani, dan S. rolfsii. Penambahan bahan kimia tersebut memberikan dampak positif karena dapat menginduksi ketahanan tanaman, meningkatkan hasil panen, serta kualitas produk yang dihasilkan. Selain itu, fumigan tanah seperti metil bromida, sodium metana dan chloropicrin dapat menghambat pertumbuhan miselium S.

rolfsii.

b) Pengendalian hayati

Perlu diketahui bahwa cendawan S. rolfsii membentuk sklerotia di dalam tanah yang dapat bertahan hidup untuk jangka waktu lama dan menolerir adanya degradasi biologi dan kimiawi dengan menghasilkan pigmen melanin pada membran luar sklerotiumnya. Pengendalian secara hayati terhadap cendawan S. rolfsii mempunyai beberapa keuntungan, yakni aman untuk lingkungan (tidak menyebabkan residu), ekonomis (tidak memerlukan biaya tambahan setelah aplikasinya), dan bersifat permanen (bertahan hidup di alam). Cara pengendalian yang efektif dilakukan adalah menggunakan cendawan antagonis T. harzianum dan T.

hamatum yang merupakan cendawan pengurai limbah organik menjadi kompos juga berperan sebagai agens hayati penyakit rebah kecambah.

Enzim selulose yang dihasilkan oleh Trichoderma sp. dapat melarutkan dinding sel cendawan patogen S. rolfsii (Sudantha, 2009).

Gambar

Gambar 1. Hamparan tanaman bawang merah di Desa Oloboju  Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah (Ratnawati, 2017)
Gambar 1. Hamparan tanaman bawang merah di Desa Oloboju Kabupaten  Sigi Provinsi Sulawesi Tengah (Ratnawati, 2017)

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Feigenbaum (dalam Kolarik, 2005:5) Kualitas adalah gabungan total dari suatu produk dan jasa, dengan karakteristik dari pemasaran, teknik, produksi, dan perawatan yang mana

Agar dapat meningkatan efektifitas dan efisiensi bagi pengaturan dan pengendalian kendaraan yang melayani trayek dari dan ke Terminal Baranangsiang, aturan yang menjadi pedoman

Untuk implementasi pelaporan CSR di Indonesia dapat dilihat dari hasil survey yang dilakukan oleh ACCA (2009) di 5 negara ASEAN terkait pelaporan CSR, Data ini

Kenaikan biaya operasional dan pemeliharaan yang diasumsikan dalam penelitian ini adalah 10 % pertahun berdasarkan acuan perencanaan awal waduk sempor [11] sehingga

mengerti tentang seluk beluk kucing maupun cara memelihara dengan baik dan benar. Buku ini dirancang untuk memberi informasi kepada pemelihara maupun penyuka kucing

Tujuan dilakukan skenario pengujian ini adalah untuk mengetahui perbandingan antara dataset 1 yang diawali oleh aktivitas ‘A’ dan diakhiri oleh aktivitas apapun

Data yang dikumpulkan pada titik-titik yang berbeda dalam suatu waktu atau pada periode waktu yang berbeda pada elemen yang sama disebut data time-series. Barisan observasi

Indonesia memiliki 60 % keanekaragaman fauna dunia termasuk ayam lokal. Ayam lokal merupakan ternak unggas andalan yang mempunyai potensi tinggi dalam menyambung ketersediaan