• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Kacang Tanah dan Cara Pengendaliannya

Penyakit penting yang ditemukan menyerang kacang tanah adalah Sclerotium rolfsii (penyakit rebah kecambah pada kacang tanah). Cendawan S. rolfsii merupakan patogen tular tanah yang menyerang tanaman inang hidup dan bersifat sebagai parasit fakultatif. S. rolfsii menyebar ke seluruh dunia dan diketahui menyebabkan kerusakan sekitar 500 spesies tanaman, contohnya tomat, mentimun, jagung, semangka, dan lain-lain (Aycock, 1966).

Selain menyerang kacang tanah, S. rolfsii juga menyerang kedelai dan kacang tunggak. Cendawan S. rolfsii dapat menyebar secara cepat dengan bantuan angin, air, hewan, bagian tanaman yang sakit, serta tanah yang telah tercemar patogen (Pinheiro, 2010). Sudantha (1997) melaporkan bahwa cendawan S.

rolfsii membentuk sklerotia yang dapat bertahan sekitar 3–4 tahun di dalam tanah atau pada sisa tanaman. Cendawan S. rolfsii menyebabkan klorosis atau daun menguning karena rusaknya klorofil dan terjadinya layu karena hilangnya turgor sel dan matinya bibit muda (damping-off). Gejala yang terlihat pada inang adalah busuk pada pangkal batang, layu, dan menguning pada kecambah.

Untuk mengendalikan S. rolfsii telah dicobakan penggunaan tanaman tahan. Namun, penggunaan tanaman tahan tidak efektif karena cendawan patogen sangat cepat membentuk ras baru untuk menyerang inang tersebut.

Pengendalian cendawan S. rolfsii dapat dilakukan dengan menggunakan metode integrated pest management (IPM), yakni:

a) Pengendalian kimiawi

Cendawan S. rolfsii merupakan cendawan patogen yang dapat hidup bertahan di dalam tanah. Adanya struktur bertahan cendawan patogen terhadap lingkungan menyebabkan penggunaan fungisida kurang efektif untuk pengendaliannya. Namun demikian, Yaqub dan Shahzad (2006) melaporkan bahwa fungisida banodenil dan pentachloronitrobenzena sangat efektif mematikan patogen penyebab penyakit layu pada benih apel dan penyakit yang menyerang perakaran tanaman.

Dwivedi dan Prasad (2016) melaporkan bahwa pentachlorobenzena (PCNB) merupakan fungisida turunan nitrobenzena dan terdaftar secara formal. Benzaldehid dan kacang velvet (Mucuna pruriens) dapat menghambat pertumbuhan miselium dan perkecambahan cendawan S.

rolfsii. Selain itu, fungisida benomyl, mankozeb, thiovit, Dithane M-45, karbendazim, dan topsin-M juga diketahui sangat efektif menghambat pertumbuhan S. rolfsii. Namun demikian, fungisida yang digunakan harus dalam konsentrasi yang tinggi, contohnya Dithane M-45 dan mancozeb secara nyata mereduksi pertumbuhan S. rolfsii. El-Mohamedy dkk., (2014) melaporkan bahwa bahan kimiawi K2HPO4 (400mM), asam salisilat (100mM), asam sorbat (7,5%), dan potassium sorbat (7,5%) dapat mengendalikan penyakit akar tomat karena terserang cendawan Fusarium solani, Rhizoctonia solani, dan S. rolfsii. Penambahan bahan kimia tersebut memberikan dampak positif karena dapat menginduksi ketahanan tanaman, meningkatkan hasil panen, serta kualitas produk yang dihasilkan. Selain itu, fumigan tanah seperti metil bromida, sodium metana dan chloropicrin dapat menghambat pertumbuhan miselium S.

rolfsii.

b) Pengendalian hayati

Perlu diketahui bahwa cendawan S. rolfsii membentuk sklerotia di dalam tanah yang dapat bertahan hidup untuk jangka waktu lama dan menolerir adanya degradasi biologi dan kimiawi dengan menghasilkan pigmen melanin pada membran luar sklerotiumnya. Pengendalian secara hayati terhadap cendawan S. rolfsii mempunyai beberapa keuntungan, yakni aman untuk lingkungan (tidak menyebabkan residu), ekonomis (tidak memerlukan biaya tambahan setelah aplikasinya), dan bersifat permanen (bertahan hidup di alam). Cara pengendalian yang efektif dilakukan adalah menggunakan cendawan antagonis T. harzianum dan T.

hamatum yang merupakan cendawan pengurai limbah organik menjadi kompos juga berperan sebagai agens hayati penyakit rebah kecambah.

Enzim selulose yang dihasilkan oleh Trichoderma sp. dapat melarutkan dinding sel cendawan patogen S. rolfsii (Sudantha, 2009).

40 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

Selain cendawan antagonis Trichoderma maka Gliocladium virens, Penicillium sp., Paeocilomyces lilacianus, dan mikoriza arbuskular dapat menghambat terjadinya penyakit busuk akar, layu, dan rebah kecambah karena serangan S. rolfsii, Macrophomina phaseolina, Rhizoctonia solani, Fusarium sp., dan Pythium debarianum (Anahosur, 2001). Kombinasi penggunaan Rhizobium dan T. harzianum memberikan hasil yang efektif dalam menekan pertumbuhan S. rolfsii pada tanaman kacang tanah. Kombinasi perlakuan Rhizobium dan T. harzianum meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi biji kacang tanah. T. harzianum menghasilkan antibiotik, yakni: trichodermin, viridin, gliotoksin, glioviridin, dan dermin. Selain efektif secara in vivo maka Trichoderma, Penicillium sp., dan Aspergillus sp. secara nyata menghambat pertumbuhan S. rolfsii di dalam kondisi in-vitro (Bosah dkk., 2010).

7.2.2. Aspergillus flavus

Cendawan A. flavus adalah mikroorganisme saprofit yang hidup di dalam tanah dan mampu menginfeksi tanaman kacang tanah sebelum dan setelah panen. A. flavus mempunyai karakteristik warna oranye di sekitar pertumbuhan koloni saat ditumbuhkan di media spesifik Aspergillus flavus and Parasiticus Agar (AFPA). A. flavus dapat mengakibatkan aflatoksikosis atau kanker hati pada hewan ternak dan manusia melalui konsumsi produk terkontaminasi.

A. flavus mampu memproduksi senyawa karsinogenik berasa sangat pahit merupakan turunan poliketon dan metabolit sekunder penyebab mutasi, yaitu aflatoksin B1, B2, G1,dan G2. Masalah ini telah menjadi salah satu isu global keamanan pangan yang perlu diantisipasi. A. flavus sering menyerang benih kacang tanah prapanen. Meskipun tingkat kontaminasinya tergolong rendah, tetapi inokulum yang ikut sampai pascapanen dapat menjadi pemicu tingginya infeksi dan kontaminasi aflatoksin di penyimpanan. Upaya pencegahan infeksi A. flavus dan kontaminasi aflatoksin prapanen dapat dilakukan dengan cara pergiliran tanaman, pengelolaan tanah, pemupukan berimbang, dan pengendalian biologi dengan menggunakan cendawan antagonis (Sudantha, 2007).

7.3. Latihan Soal

1. Selain S. rolfsii dan A. flavus, tuliskan penyakit penting yang menyerang tanaman kacang tanah dan cara pengendaliannya.

2. Selain tanaman kacang tanah, tuliskan inang S. rolfsii lainnya dan bagian tanaman yang diserangnya.

BAB VIII

REKOMENDASI PENYIMPANAN BENIH BEBAS PATOGEN

Proses penyimpanan benih tanaman budi daya dilakukan dengan tujuan menyediakan benih sumber tanaman di musim berikutnya. Saat panen biasanya petani menyortir benih yang seragam dan berkualitas bagus untuk dijual, sisanya disimpan untuk benih di musim yang akan datang dan konsumsi sehari-hari. Selama ini petani selalu menjemur hasil panennya sebelum menaruhnya ke tempat penyimpanan. Umumnya teknologi mengeringkan benih tanaman budi daya secara konvensional menggunakan sinar matahari. Namun, metode ini mempunyai banyak sekali kelemahan karena membutuhkan tempat yang luas untuk menjemur, prosesnya terbatas (hanya dapat dilakukan pagi sampai sore hari), banyak benih yang terbuang/

tercecer, tidak dapat dilakukan saat musim hujan, benih mudah terkena kontaminasi (biji gulma, kotoran, hama, dan penyakit), kulit produk mudah pecah karena terpapar panas yang berasal dari lantai jemur, dan lain-lain (Oren dan Bass, 1990).

44 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

Saat petani menjemur bawang merah dan kacang-kacangan umumnya komoditi tersebut langsung diikat lalu digantung. Metode ini terlihat sangat praktis karena tidak memakan banyak waktu dan tenaga, tetapi kurang baik karena pengeringannya tidak merata. Sumber kegagalan lain yang ditemukan dalam proses penyimpanan adalah benih yang luka kulitnya dicampur dengan benih yang masih utuh. Adanya lendir yang berasal dari luka tanaman menyebabkan komoditi mudah ditumbuhi mikroorganisme patogen.

Chaidir (2009) mengemukakan inovasi teknologi pengeringan bawang merah yang dapat dimanfaatkan untuk menyimpan banyak komoditi pertanian lainnya. Tempat penyimpanan tersebut berupa instore drying, berbentuk bangunan berlantai semen berukuran 7,5 m × 5 m × 3 m. Dinding bagian bawahnya setinggi 1 m tersusun dari batu bata; bagian atasnya berupa bilik bambu beratap fiber dilengkapi dengan 4 unit ballwind (pengatur sirkulasi udara yang terus berputar). Di dalam bangunan terdapat 4 buah rak bambu setinggi 2,8 m untuk menaruh bawang merah. Kapasitas ruangan mampu menampung 16,5 ton bawang merah. Di bagian samping terdapat tungku pembakaran yang terhubung dengan bagian dalam ruang penyimpanan.

Dengan bantuan blower maka panas dan asap hasil pembakaran biomassa (sekam atau kayu bakar) mengalir ke dalam ruangan penyimpanan.

Pembakaran biomassa utamanya dilakukan saat musim hujan dengan tujuan meningkatkan suhu ruangan.

Bila menggunakan sekam, dibutuhkan sebanyak 20 kg per jam. Asap pembakaran mengandung fenol dan karbonil yang berpotensi mengawetkan bawang merah dan mematikan mikroorganisme yang berada di permukaan komoditi. Tempat penyimpanan ini menurunkan tingkat kerusakan bawang merah sampai 25% setara dengan 2 ton. Suhu di dalam ruangan penyimpanan dapat mencapai 38–48° C. Kualitas bawang merah yang disimpan cukup baik, berkadar air sekitar 13% dengan warna merah mengkilap. Penggunaan atap fiber memungkinkan ruangan penyimpanan berfungsi menjadi tempat pengering saat musim kemarau. Saat selesai panen, petani dapat langsung menyimpan bawang merah di dalam ruangan penyimpanannya. Untuk mengeringkan 8 ton bawang merah diperlukan waktu pengeringan selama 10 jam. Sebelum menggunakan tempat penyimpanan, untuk berat yang sama diperlukan 2 orang tenaga kerja mengeringkan bawang merah selama 10 hari di bawah sinar matahari. Penjemuran saat musim hujan memakan waktu lebih lama, yakni selama 15 hari. Selain memakan waktu penjemuran,

bawang merah yang disimpan secara konvensional hanya dapat bertahan selama 2–2,5 bulan sebelum bawang mulai kempes dan membusuk. Umur ekonomis instore drying dapat digunakan selama 10 tahun. Selain untuk penyimpanan dan pengeringan bawang merah, instore drying juga bisa dimanfaatkan sebagai penyimpan dan pengering komoditi pertanian lainnya seperti padi, kedelai, dan kacang tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul-Baki A.A. and J.D. Anderson, 1972. Physiological and Biochemical Deterioration of Seeds. In T.T. Kozlowski (Ed.) Seed Biology Vol II.

Academic Press New York. p. 283 – 315.

Anahosur, K. H., 2001. Integrated management of potato Sclerotium wilt caused by Sclerotium rolfsii. Indian Phytopath, 54(2): 158 – 166.

Andayanie, W.R., 2012. Diagnosis penyakit mosaic (Soybean Mosaic Virus) terbawa benih kedelai. J. HPT Tropika 12(2): 185 – 191.

Andrian, N., Mariati dan Sitepu, F.E.T., 2018. Pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada pemberian hidrogel dan frekuensi penyiraman dengan sistem verikultur. Jurnal Agroteknologi FP USU, 6(2) April 2018 (44): 286 – 293.

Anonim, 1976. Seed Science and Technology ISTA. International Rules for Seed Testing. As-NLH, Norway.

Anonim, 2018a. Strategi Pengendalian Terpadu Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis) pada Tanaman Kentang. http://hortikultura.

pertanian.go.id/?p=1993 (diakses tanggal 1 Juli 2019).

Anonim, 2018b. Sederet Khasiat Kulit Bawang Merah Bagi Kesehatan, Menurunkan Risiko Diabetes Hingga Kanker. https://kaltim.

tribunnews.com/2018/07/23/sederet-khasiat-kulit-bawang-merah-48 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

bagi-kesehatan-menurunkan-risiko-diabetes-hingga-kanker (diakses tanggal 8 Juli 2019).

Anonim, 2019. Buah dan Sayuran Tahunan. http://hortikultura.pertanian.

go.id/?page_id=56 (diakses tanggal 20 Mei 2019).

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ashari, S., 2006. Hortikultura Aspek Budi Daya. Jakarta: UI Press. 490 pp.

Astarini, I., A., 2016. Standar Operasional Prosedur Sistem Penjaminan Mutu Kentang Bibit pada Penyimpanan. Universitas Udayana, Denpasar.

Aveling, T.A.S., 1998. Stemphylium leaf blight of garlic in South Africa.

Phytophylactica 25: 293–294.

Aycock, R., 1966. Stem rot and other diseases caused by Sclerotium rolfsii.

N.C. State University. Tech. Bull. 174: 202.

BBPadi, 2015. Penyakit Blas pada Tanaman Padi dan Cara Pengendaliannya.

http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-berita/

info-teknologi/penyakit-blas-pada-tanaman-padi-dan-cara-pengendaliannya (diakses tanggal 10 Juli 2019).

Benhamou, N., dan I. Chet, 1993. Hyphal interaction between Trichoderma harzianum and Rhizoctonia solani: ultrastructure and gold cytochemistry of the mycoparasitic process. Phytopathology 83:

1062 – 1071.

Bock, K. R., 1964. Purple blotch (Alternaria porri) of onion in Kenya. Annals of Applied Biology 54: 303 – 311.

Bosah O., Igalek, C.A., dan Omorusi, V.I., 2010. In vitro microbial control of pathogenic Sclerotium rolfsii. International Journal of Agriculture and Biology, 12(3): 474 – 476.

BPS, 2013. Produksi Tanaman Sayuran Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Sayuran di Provinsi Sulawesi Selatan. https://sulsel.bps.go.id/

statictable/2015/10/02/126/produksi-tanaman-sayuran-menurut- kabupaten-kota-dan-jenis-sayuran-di-provinsi-sulawesi-selatan-ton-2013.html (diakses tanggal 9 Juli 2019).

BPS, 2018. Propinsi Sulawesi Selatan dalam Angka 2018. BPS Propinsi Sulawesi Selatan.

CABI, 2017. Magnaporthe oryzae (rice blast disease). https://www.cabi.org.isc.

datasheet/46103 (diakses tanggal 10 Juli 2019).

Calvin S., 2013. Budi daya Bayam. www.kebunpedia.com (diakses tanggal 1 Juli 2019).

Chaidir, A., 2009. TRUBUS: Solusi Simpan Bawang Merah. https://www.trubus-online.co.id/solusi-simpan-bawangmerah/ (diakses tanggal 3 Juli 2019).

Copeland L.O. and M.B. McDonald., 2001. Principles of Seeds Science and Technology. Norwell Massachusetts. Kluwer Academic Publishers.

Darojat, M.K., R.S. Resmisari dan A. Nasichuddin, 2012. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.). http://

etheses.uin-malang.ac.id/437/12/10620012%20Ringkasan.pdf (diakses tanggal 8 Juli 2019).

Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2015. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). https://www.deptan.go.id (diakses tanggal 10 Juli 2019).

DwiAnjarwat, R., 2018. Manfaat Padi bagi Bidang Pertanian. https://www.

kompasiana.com/522018015/5b9f7d1cc112fe38723d78a9/

manfaat-padi-bagi-bidang-pertanian (diakses tanggal 5 Juli 2019).

Dwivedi, S.K. and G. Prasad, 2016. Integrated management of Sclerotium rolfsii : An overview. European Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences, 3(11): 137-146.

El-Mohamedy, R. S. R., Jabnoun-Khiareddine H. and Daatmi-Remadi M., 2014.

Control of root rot disease of tomato plant caused by Fusarium solani, Rhizoctonia solani and Sclerotium rolfsii using a different chemical, plant resistance inducers. Tunisian Journal of Plant Protection, 9: 45 – 55.

Everts, K. L., and Lacy, M. L., 1990. Influence of environment on conidial concentration of Alternaria porri in air and on purple blotch incidence on onion. Phytopathology 80: 1387–1391.

Gunasekaran, K., V. Shanmugam dan P. Suresh., 2012. Modelling and analyticalexperimental study of hybrid solar dryer integrated with biomass dryer for drying Coleus forskohlii stems. IACSIT Coimbatore Conferences IPCSIT 28: 28 – 32.

50 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

Gupta, R. B. L., and Pathak, V. N., 1988. Yield losses in onions due to purple leaf blotch disease caused by Alternaria porri. Phytophylactica, 20:

21–23.

Husain, I dan R. Tuiyo, 2012. Pematahan dormansi benih kemiri (Aleurites moluccana L. Willd) yang direndam dengan zat pengatur tumbuh organik Basmingro dan pengaruhnya terhadap viabilitas benih. JATT 1(2) Agustus 2012 : 95-100.

Jhony, A., 2009. Penyakit Inul Merambah Bawang Merah Brebes. http://www.

tanindo.com/abdi17/hal2501.ht (diakses tanggal 5 Juli 2019).

Kennedy, R., and Graham, A. M., 1995. Infection of oil-seed rape by Alternaria brassicae under varying conditions of temperature and wetness.

Proceedings of the 9th International Rapeseed Congress, Cambridge, UK, pp. 601 – 603.

Khan, A.A., 1992. Preplant Physiological Seed Conditioning In J. Janick (Ed.).

Horticultural Review. Wiley and Sons Inc. New York. p. 131 – 175.

Lakra, B. S., 1999. Development of purple blotch incited by Alternaria porri and its losses in seed crop of onion (AIlium cepa). Indian Journal of Agricultural Sciences 69: 144–146.

Latifah, A., Kustantinah dan L. Soesanto, 2011. Pemanfaatan beberapa isolat Trichoderma harzianum sebagai agensia pengendali hayati penyakit layu Fusarium pada bawang merah in planta. Eugenia 17(2) Agustus 2011 : 86 – 94.

Lewis, J.A., and G.C. Papavizas, 1983. Production of clamidospores and conidia by Trichoderma sp. in liquid and solid growth media. Soil Biology and Biochemistry 15(4): 351 – 357.

Lukman, L., 2011. Teknologi Budi daya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur.

Balai Penelitian Tanaman Sayuran Bandung.

Mahfud, I., 2018. Manfaat Kemiri. https://www.academia.edu/11608982/

Manfaat_kemiri (diakses tanggal 1 Juli 2019).

Marpaung, A.E., dan R.C. Hutabarat, 2015. Respons jenis perangsang tumbuh berbahan alami dan asal setek batang terhadap pertumbuhan bibit Tin (Ficus carica L.). J. Hort. 25(1): 37 – 43.

Maude, R. B., 1990. Leaf disease of onions. In: Robinowitch, H. D and Brewster, J. L., (Eds.). Onions and Allied Crops Vol. 2. Agronomy, Biotic Interactions, Pathology and Crop Protection, CRC Press, London.

pp. 173 – 189.

Meredith, D. S., 1966. Spore dispersal in Alternaria porri (Ellis) Neerg. On onions in Nebraska. Annals of Applied Biology 57: 67 – 73.

Miller, M. E., and Lacy, M.L., 1995. Purple blotch. In: Schwartz, H.F. and Mohan S.K. (Eds.). Compendium of Onion and Garlic Disease (pp 23–24).

APS Press, St. Paul, Minnesota.

Moekasan, T. K., L. Prabaningrum dan W. Adiyoga, 2014. Cara Kerja dan Daftar Pestisida serta Strategi Pergilirannya pada Budi daya Tanaman Sayuran dan Palawija. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia bekerjasama dengan Wageningen University and Research Centre, The Netherlands. 131 hal.

Murniati, E., 1995. Studi Beberapa Faktor Penyebab Dormansi dan Peranan Mikroorganisme dalam Memengaruhi Proses Pematangan Dormansi Benih

Kemiri (Aleurites moluccana Willd.).[Tesis]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Nufarm, 2019. Bercak Ungu Trotol. https://www2.nufarm.com/id/penyakit-bawang/tentang-kami-3/ (diakses tanggal 3 Juli 2019).

Oren L. J., dan L.N. Bass., 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.

Jakarta: CV Rajawali.

Pinheiro, V.R., 2010. Development of Sclerotium rolfsii, sclerotia on soybean, corn and wheat straw, under different soil temperature and moisture contents. Pesq. Agropec. Bras. Brasilia, 45(3): 332 – 334.

Pranoto, H. S., W.Q. Mugnisjah dan E. Murniati, 1990. Biologi Benih. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas, IPB Bogor.

Purwantisari, S., S. Parman dan H. Sitepu, 2018. Jurnal Akademika Biologi 7(4) Oktober 2018 : 28-31.

Rao, N.S.S., 1992. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman (diterjemahkan oleh H. Susilo). Universitas Indonesia Press, Jakarta.

353 hal.

Risal, T. Abdullah dan A. Gassa, 2017. Uji Efikasi Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. Terhadap Mortalitas Wereng Hijau

52 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

Nephotettix virescens (Distant) pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.). [Skripsi]. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.

Sadjad S., 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta: PT Widia Sarana Indonesia.

Safitri, A. M., 2018. Jangan Salah Pilih, Ini 7 Jenis Kacang yang Paling Sehat untuk Dimakan. https://hellosehat.com/hidup-sehat/nutrisi/jenis-kacang-kacangan-yang-sehat/ (diakses tanggal 10 Juli 2019).

Salisbury, F.B dan C.W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB Press.

Saptadi D., 2014. Teknologi Produksi Benih. https://www.slideserve.com/jeb/

teknologi-produksi-benih (diakses tanggal 20 Mei 2019).

Sastrahidayat, I. R., 1992. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Surabaya: Usana Offset Printing. 365 hal.

Sastrahidayat, I. R., 2011. Fitopatologi (Ilmu Penyakit Tumbuhan). Malang:

Universitas Brawijaya Press.

Semangun, H., 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.

Edisi Keenam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 845 hal.

Simmonds, J. H., 1984. Host Index of Plant Disease in Queensland. Brisbane:

Queensland Department of Primary Industry.

Soedomo, R. P., 2006. Pengaruh jenis kemasan dan daya simpan umbi bibit bawang merah terhadap pertumbuhan dan hasil di lapangan. Jurnal Hortikultura, 16(3): 188 – 196.

Sudantha, I. M, 1997. Pemanfaatan Jamur Trichoderma harzianum Sebagai Biofungisida untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah pada Tanaman Kedelai dan Tanaman Semusim Lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Jakarta.

Sudantha, I. M., 2009. Pemanfaatan Jamur Endofit dan Saprofit Antagonis Sebagai Agens Pengendali hayati patogen Tular tanah untuk Meningkatkan

Kesehatan dan Hasil Tanaman. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan pada Fakultas Pertanian Universitas Mataram. 47 hal.

Sugha, S.K., 1995. Management of purple blotch (Alternaria porrii) of garlic (Allium sativum) with fungicides. Indian Journal of Agricultural Sciences 65: 455–458

Suheri H., and T.V. Price, 2001. The epidemiology of purple leaf blotch on leeks in Victoria, Australia. European Journal of Plant Pathology, 107 503-510.

Sumarni dan Hidayat, 2005. Budi Daya Bawang Merah. Panduan Teknis PTT Bawang Merah Nomor 3, Balai Penelitian Sayuran Bandung, hal.

1 – 19.

Supriyadi, A., I. Rochdjatun dan S. Djauhari, 2013. Kejadian penyakit pada tanaman bawang merah yang dibudidayakan secara vertikultur di Sidoarjo. Jurnal HPT 1(3) September 2013: 27 – 40.

Susetyo, H.P., 2019. Penyakit Busuk Daun Kentang. http://hortikultura.

pertanian.go.id/?p=2025 (diakses tanggal 9 Juli 2019).

Sutton, J. C., 1990. Epidemiology and management of Botrytis leaf blight of onion and gray mold of strawberry : a comparative analysis.

Canadian Journal of Plant Pathology 12: 100 – 110.

Tjitrosoepomo, G., 1989. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Triwidodo, H., Yuliani, T.S., Prijono, D., Sartiami, D., dan Wiyono, S., 1999.

Pengembangan teknologi dan pemasyarakatan pengendalian hama terpadu tanaman bawang merah. Research report 1996 -1999.

Department of Plant Pests and Diseases, Institut Pertanian Bogor, 93 pp.

Utikar, P. G., and Padule, D. N., 1980. A virulent species of Alternaria causing leaf blight of onion. Indian Phytopathology 33(2): 335 – 336 ref. 9.

Utami, D. W., H. Aswidinnoor, S. Moeljopawiro, I. Hanarida dan Reflinur, 2006.

Pewarisan ketahanan penyakit blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada persilangan padi IR64 dengan Oryza rufipogon Griff. Hayati, 13(3):

107 – 112.

Wahyuningsih, S., 2018. Viabilitas Benih Kedelai dan Kacang Tanah Selama Masa Penyimpanan. http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/

infotek/viabilitas-benih-kedelai-dan-kacang-tanah-selama-masa-penyimpanan/ (diakses tanggal 1 Juli 2019).

54 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

Warcup, J.H., and Talbot, P.H.B., 1981. Host-Pathogen Index of Plant Diseases in South Australia. Department of Plant Pathology, Waite Agricultural Research Institute, University of Adelaide.

Winara, I., Sumadi dan A. Nuraini, 2018. Pengaruh pelapis benih Trichoderma sp. dan pemberian bokashi terhadap hasil panen kedelai. Jurnal Penelitian Saintek, 23(2) Oktober 2018: 112 -120.

Yaqub, F., and S. Shahzad, 2006. Effect of fungicides on in vitro growth of Sclerotium rolfsii. Pak J. Bot. 38(38): 881 – 883.

BIODATA PENULIS

Dr. Sri Nur Aminah Ngatimin, SP., M.Si.

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada 29 Agustus 1972. Tahun 1995 memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar dengan judul skripsi “Preferensi Peneluran dan Beberapa Atribut Biologi Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Yponomeutidae) pada Lima Jenis Tanaman Cruciferae”. Tahun 2002 memperoleh gelar Magister dari Program Studi Entomologi/Fitopatologi IPB dalam bidang studi Entomologi dengan judul tesis “Potensi Tumbuhan Berbunga Sebagai Sumber Pakan Tambahan untuk Meningkatkan Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera: Ichneumonidae)”. Tahun 2015 memperoleh gelar Doktor dalam bidang Entomologi Pertanian (serangga berguna) di Program Ilmu Pertanian Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin dengan judul disertasi “Beberapa Aspek Biologi Larva Kupu-Kupu Raja Troides Helena Linnaeus (Lepidoptera:

Papilionidae) yang Diberi Makanan Buatan”. Sejak 1998 sampai sekarang

56 | Penyakit Benih dan Teknik Pengendaliannya

bertugas sebagai dosen di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar. Beasiswa yang telah diperoleh adalah beasiswa BPPS DIKTI untuk Program S-2 di IPB (1999–2002), beasiswa BPPS DIKTI untuk Program S-3 Ilmu Pertanian di Universitas Hasanuddin, beasiswa Sandwich DIKTI ke University of Queensland Australia (September–

Desember 2011), beasiswa NFP untuk CDI Internasional Course IPM and Food Safety di Wageningen University, The Netherlands (Februari–Maret 2015), tahun 2016 mendapatkan beasiswa NFP untuk ICRA Internasional Course Boosting Competencies for Higher Education di Wageningen University The Netherlands (Februari –Maret 2016) dan Beasiswa NUFFIC Refresher Course:

Designing Sustainable Horticulture Value Chains Toward a Food Secure Future, kerja sama Wageningen University The Netherlands dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Pengalaman perolehan HKI adalah: Komposisi makanan buatan untuk perbanyakan predator Coccinella sp. sebagai agens pengendali hayati hama kutu daun (Paten tahun 2013); Kupu-Kupu Penghuni Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (Buku tahun 2016); Mengenal Kupu-Kupu Bernilai Ekonomis dan Cara Perbanyakannya (Buku tahun 2017) dan Teknologi Perbanyakan Kupu-Kupu di Resort Pattunuang Kabupaten Maros Sulawesi Selatan (Modul TTG tahun 2017). Saat ini penulis telah menghasilkan banyak buku ajar dan menjadi reviewer di beberapa jurnal internasional bereputasi.

Ir. Ratnawati, M.P.

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada 16 Desember 1968. Tahun 1992 memperoleh gelar Insinyur dari Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar.

Tahun 2002 memperoleh gelar Magister Pertanian (MP) dari Program Studi

Fitopatologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sejak 2015 sedang dalam proses menyelesaikan pendidikan Doktor di Program Pascasarjana bidang Ilmu Pertanian di Universitas Hasanuddin Makassar.

Saat ini penulis bekerja sebagai dosen di Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi Universitas Alkhairaat (UNISA) Palu, Sulawesi Tengah. Mata kuliah yang diampu adalah Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman, Mikrobiologi Umum, Pestisida dan Aplikasinya, Fisiologi Penyakit dan Pengelolaan Hama

Saat ini penulis bekerja sebagai dosen di Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi Universitas Alkhairaat (UNISA) Palu, Sulawesi Tengah. Mata kuliah yang diampu adalah Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman, Mikrobiologi Umum, Pestisida dan Aplikasinya, Fisiologi Penyakit dan Pengelolaan Hama

Dokumen terkait