• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Cantrang Alat tangkap cantrang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Cantrang Alat tangkap cantrang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, perahu atau kapal penangkap dan nelayan. Menurut Pasal 1 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, menangani, mengolah, dan atau mengawetkan di tempat yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun.

2.1.1 Alat tangkap cantrang

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), pukat tarik cantrang merupakan alat penangkap ikan berkantong tanpa alat pembuka mulut pukat dengan tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan dengan cara melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari atas kapal. Pukat tarik cantrang termasuk dalam klasifikasi pukat kantong (seine nets), sesuai dengan Statistik Penangkapan Perikanan Laut – Indonesia. Pukat tarik cantrang merupakan salah satu alat penangkap ikan dasar dari jenis pukat tarik yang banyak dipergunakan oleh nelayan skala kecil dan skala menengah, dengan daerah penangkapan di wilayah seluruh perairan Indonesia. Ukuran besar kecilnya pukat tarik cantrang (panjang total x keliling mulut jaring) sangat beragam, tergantung dari ukuran tonase kapal dan daya motor penggerak kapal. Pengoperasian pukat tarik cantrang, kadang-kadang dilengkapi dengan palang rentang (beam) sebagai alat pembuka mulut jaring. Pengoperasian pukat tarik cantrang tidak dihela di belakang kapal yang sedang berjalan (kapal dalam keadaan berhenti).

Menurut Subani dan Barus (1989), cantrang sudah sejak lama dikenal oleh nelayan Indonesia terutama di pantai utara Jawa. Cantrang tergolong “Danish Seine”, pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri atas bagian:

(2)

1) Kantong (cod end), merupakan bagian jaring tempat berkumpulnya hasil tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan tidak mudah lolos;

2) Badan (body), bagian terbesar dari jaring yang terletak diantara kantong dan kaki. Badan ini terdiri atas bagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbeda-beda. Bahan badan cantrang terbuat dari benang katun;

3) Kaki/sayap (wing), bagian jaring yang merupakan sambungan atau perpanjangan badan sampai tali selambar. Bagian ini merupakan penghalau ikan untuk kemudian masuk ke dalam kantong;

4) Mulut (mouth), pada bagian ini bagian atas mulut jaring (bibir atas) dan bagian bawah (bibir bawah) erukuran sama panjang atau sejajar;

5) Tal ris atas (head rope), adalah tali yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas melalui mulut bagian atas;

6) Tali ris bawah (ground rope), adalah tali yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah melalui mulut bagian bawah;

7) Tali selambar (warp rope), adalah tali yang berfungsi sebagai penarik pukat tarik cantrang ke atas geladak kapal;

8) Pelampung (float), digunakan untuk membantu membuka mulut jaring ke arah atas; dan

9) Pemberat (sinker), digunakan untuk membuka mulut jaring ke arah bawah berupa batu atau timah;

2.1.2 Kapal cantrang

Menurut Pasal 1 UU No. 31/2004, definisi kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan-pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan, kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus

(3)

dipergunakan untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan.

Kapal penangkap ikan sangat tergantung dari alat penangkap ikan yang dipergunakan untuk operasi penangkapan ikan sehingga akan mempengaruhi konstruksi kapalnya. Kapal penangkap ikan seringkali hanya disebut “kapal ikan” saja dalam masyarakat perikanan. Sedangkan untuk penggolongan dan penyebutan jenis kapal ikan disesuaikan dengan jenis alat penangkapnya, sehingga ada yang disebut pukat tarik (Trawler), kapal pukat kantong (Seiner), kapal pukat cincin (Purse seiner), kapal jaring insang (Gill netter), kapal rawai (Long liner), dan lain-lain (Prado dan Dremiere, 2006)

Penangkapan dengan cantrang pada umumnya menggunakan perahu yang disebut ijo-ijo dengan panjang 6 – 7 meter, lebar 1,5 – 2 meter, dan dalam 0,5 – 1 meter atau kadang menggunakan perahu “soprek”. Perahu tersebut dilengkapi dengan layar maupun mesin motor tempel (Subani dan Barus, 1989). Menurut Bambang (2006), kapal yang digunakan terbuat dari kayu berukuran panjang 7 – 11 meter, lebar 3 meter, dan dalam 1,5 meter, bermesin duduk (inboard engine) berkekuatan 18 – 22 HP atau lebih. Kapal dilengkapi palka berinsulasi dengan kapasitas 3 – 4 ton sehingga memungkinkan lama trip sampai 7 hari atau lebih.

2.1.3 Nelayan cantrang

Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 31/2004, nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya, atau tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu atau kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin atau juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak secara langsung melakukan penangkapan. Menurut Subani dan Barus (1989), nelayan yang dibutuhkan dalam pengoperasian cantrang yaitu 2 – 3 orang.

Menurut waktu kerjanya, nelayan diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu:

(4)

1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan;

2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan; dan

3) Nelayan sambilan tambahan, nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.

2.1.4 Alat bantu penangkapan

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor Kep.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan, alat bantu penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk membantu efisiensi dan efektifitas penangkapan ikan. Alat bantu berupa winch/kapstan dibuat dari bekas gardan mobil. Pada kedua ujung gardan ini dipasang dua buah kapstan yang dibuat dari bahan kayu dengan diameter 20 cm. untuk menggerakkan winch digunakan mesin diesel (mesin bantu) berkekuatan 6 – 12 HP (Bambang, 2006)

2.1.5 Metode pengoperasian

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), cantrang dioperasikan di dasar perairan melingkari gerombolan ikan, dengan tali selambar yang panjang. Penarikan tali selambar bertujuan untuk menarik dan mengangkat pukat tarik cantrang ke atas geladak perahu/kapal. Penarikan tali selambar dengan menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) yang berupa permesinan kapstan/gardan. Pengoperasian pukat tarik cantrang dilaksanakan tanpa menghela di belakang kapal (kapal dalam keadaan berhenti), dan tanpa menggunakan papan rentang (otter board) atau palang rentang (beam).

Teknik pengoperasian menurut Badan Standardisasi Nasional (2006) adalah sebagai berikut:

1) Penurunan pukat (setting)

Penurunan pukat dilakukan dari salah satu sisi lambung bagian buritan perahu/kapal dengan gerakan maju perahu/kapal membentuk lingkaran sesuai dengan panjang tali selambar (≥500 meter) dengan kecepatan perahu/kapal

(5)

tertentu. Penggunaan tali selambar yang panjang bertujuan untuk memperoleh area sapuan yang luas.

2) Penarikan dan pengangkatan pukat (hauling)

Penarikan dan pengangkatan pukat dilakukan dari buritan perahu/kapal dengan menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) dalam kedudukan perahu/kapal bertahan.

2.2 Biaya

Pengertian biaya banyak sekali dikemukakan oleh pakar, baik itu pakar ekonomi, akuntan, dan pakar lainnya. Akuntan mendefinisikan biaya (cost) sebagai suatu sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya biasanya diukur dalam unit uang yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa (Horngren et al., 2005). Menurut Mulyadi (2005), biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Sulastiningsih dan Zulkifli (1999) dalam arti sempit biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva, sedangkan dalam arti luas biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat empat unsur dalam biaya yaitu: (1) pengorbanan sumber ekonomis, (2) diukur dalam satuan uang, (3) telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi, dan (4) untuk mencapai tujuan tertentu.

Biaya aktual (actual costs) adalah biaya yang terjadi (historical cost), untuk dibedakan dari biaya yang dianggarkan (budgeted) atau biaya yang diperkirakan (forecasted). Suatu konsep biaya secara khas akan menghitung biaya dalam dua tahap dasar yaitu akumulasi (accumulation) yang dilanjutkan dengan pembebanan (assignment). Akumulasi biaya (accumulation cost) adalah kumpulan data biaya yang diorganisir dengan sejumlah cara yang menggunakan sarana berupa sistem akuntansi. Pembebanan biaya (cost assignment) adalah istilah umum yang terdiri

(6)

atas penelusuran akumulasi biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan objek biaya dan pengalokasian akumulasi biaya yang mempunyai hubungan tidak langsung dengan objek biaya (Horngren et al., 2005).

Menurut Nicholson (1991) biaya ekonomi dari setiap masukan adalah pembayaran yang diperlukan untuk mempertahankan masukan itu dalam penggunaannya saat ini. Definisi lain yang setara biaya ekonomi sebuah masukan adalah pembayaran yang diterima masukan tersebut dalam penggunaan alternatifnya yang terbaik. Ada dua penyederhanaan tentang masukan-masukan tersebut yang dipergunakan sebuah perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa hanya terdapat dua masukan yaitu tenaga kerja homogen (L, diukur dalam jam tenaga kerja) dan modal homogen (K, diukur dalam jam mesin). Kedua, diasumsikan bahwa masukan-masukan untuk sebuah perusahaan dalam pasar yang bersaing sempurna. Perusahaan-perusahaan dapat membeli atau menjual semua jasa tenaga kerja dan modal yang mereka inginkan dalam tingkat sewa yang berlaku (w dan v). Berdasarkan asumsi penyederhanaan tersebut, biaya total dari sebuah perusahaan dalam satu periode direpresentasikan dengan:

Biaya total = TC = wL + vK

Keterangan: TC : Total cost

L : Jumlah tenaga kerja K : Jumlah modal homogen

w : Tingkat sewa tenaga kerja (upah per jam) v : Tingkat sewa modal

2.3 Penggolongan Biaya

Biaya dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok. Pengelompokkan dapat berbeda-beda tergantung para pakar membaginya berdasarkan hal tertentu. Semua kegiatan yang dilakukan untuk mendukung operasional perusahaan pada hakikatnya tidak bisa lepas dari biaya. Biaya-biaya tersebut menurut Subagyo (2007) adalah:

1) Biaya modal investasi adalah dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan aktiva tetap yang akan digunakan perusahaan untuk menjalankan aktivitas

(7)

bisnisnya. Contoh: pembelian peralatan mesin, kendaraan, pembangunan gedung dan sebagainya.

2) Biaya modal kerja adalah dana yang dikeluarkan untuk membiayai operasional perusahaan. Contoh, pembelian bensin dan solar untuk menjalankan mesin dan kendaraan.

3) Biaya start-up adalah investasi yang digunakan untuk mendanai pendirian usaha/bisnis. Contohnya, biaya legalitas dan perizinan, biaya studi kelayakan, biaya konsultan, biaya riset, serta biaya pra operasional lainnya.

Menurut Nicholson (1991) biaya dapat dikelompokkan berdasarkan sumber daya yaitu biaya tenaga kerja, biaya modal, dan biaya jasa kewirausahaan.

1) Biaya tenaga kerja

Bagi para akuntan, pengeluaran untuk tenaga kerja merupakan biaya lancar dan merupakan biaya produksi. Bagi para ekonom, biaya tenaga kerja merupakan biaya eksplisit. Jasa tenaga kerja (jam kerja) dikontrak dengan tingkat upah per jam (w) tertentu. Menurut Achmad Tjahjono dan Sulastiningsih (2003) biaya tenaga kerja dapat dibedakan menjadi biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung adalah upah untuk para tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung adalah upah untuk para tenaga kerja yang terlibat secara tidak langsung dalam proses produksi. Contohnya upah untuk para mandor pabrik.

Dalam praktiknya, banyak faktor yang mempengaruhi biaya tenaga kerja. Tunjangan pegawai dan potongan-potongan atas gaji dan upah akan mempengaruhi biaya tenaga kerja yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pegawai. Contoh tunjangan-tunjangan yang menambah upah atau gaji adalah bonus, tunjangan hari libur, tunjangan pensiun. Sedangkan contoh dari potongan-potongan atas gaji/upah adalah pajak penghasilan karyawan, iuran dana awal, dan iuran koperasi pegawai.

2) Biaya modal

Para akuntan menggunakan harga historis dari mesin tertentu dan menggunakan aturan depresiasi yang dipilih. Sedangkan para ekonom

(8)

memandang harga historis dari sebuah mesin sebagai sebuah “biaya hangus” yang tidak relevan dalam proses produksi. Biaya ini merupakan biaya implisit.

3) Biaya jasa kewirausahaan

Pemilik sebuah bisnis merupakan orang yang berhak atas apa yang tersisa dari semua pendapatan atau kerugian yang tersisa setelah membayar semua biaya masukan. Biaya ini juga disebut “laba” atau keuntungan yang dapat bersifat negatif atau positif.

Biaya juga dapat dikelompokkan menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai. Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau Jasa. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:

1) Biaya langsung (direct cost) suatu objek biaya terkait dengan suatu objek biaya dan dapat dilacak ke objek biaya tertentu dengan cara yang layak secara ekonomi (biaya-efektifitas) (Horngren et al., 2005). Dengan kata lain biaya langsung adalah biaya yang terjadi karena ada sesuatu yang dibiayai; dan 2) Biaya tidak langsung (indirect cost) suatu objek biaya berkaitan dengan suatu

objek biaya namun tidak dapat dilacak ke objek biaya tertentu dengan cara yang layak secara ekonomis (biaya-efektifitas) (Horngren et al., 2005). Dengan kata lain, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak tergantung kepada ada atau tidak adanya sesuatu yang dibiayai.

Beberapa faktor yang mempengaruhi klasifikasi biaya langsung atau tidak langsung:

1) Materialitas suatu biaya, semakin besar nilai suatu biaya, semakin besar kemungkinan biaya tersebut dapat dilacak secara ekonomis ke objek biaya tertentu.

2) Ketersediaan teknologi pencarian informasi.

3) Pencarian informasi memungkinkan perusahaan mengelompokkan semakin banyak biaya sebagai biaya langsung.

4) Desain operasi, mengelompokkan biaya sebagai biaya langsung akan mudah jika fasilitas perusahaan digunakan secara eksklusif hanya untuk objek biaya

(9)

yang spesifik, seperti produk tertentu atau konsumen tertentu (Horngren et al., 2005)

Berdasarkan pola perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat dikelompokkan menjadi:

1) Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang secara total berubah proporsional mengikuti perubahan tingkat aktivitas atau volume yang terkait (Horngren et al., 2005). Menurut Umar (2003), biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan tingkat produksi dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

2) Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap (Fixed cost) adalah biaya yang tidak akan berubah secara total dalam jangka waktu tertentu, sekalipun terjadi perubahan yang besar atas tingkat aktivitas atau volume yang terkait. Biaya dikatakan tetap atau variabel jika dikaitkan dengan suatu objek biaya atau jangka waktu tertentu (Horngren et al, 2005). Menurut Umar (2003), biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tetap, tidak tergantung kepada perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan produk di dalam interval waktu tertentu dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

Secara simultan biaya dapat berupa: 1) Biaya langsung dan variabel; 2) Biaya langsung dan tetap;

3) Biaya tidak langsung dan variabel; dan 4) Biaya tidak langsung dan tetap.

Menurut Horngren et al., 2005 klasifikasi biaya manufaktur yang umum digunakan dapat dikelompokkan menjadi:

1) Biaya bahan baku langsung (direct material costs), biaya perolehan seluruh bahan baku yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari objek biaya dan yang dapat dilacak ke objek biaya dengan cara ekonomis. Biaya perolehan seluruh bahan baku langsung mencakup beban angkut, pajak pertambahan nilai, serta bea masuk;

(10)

2) Biaya tenaga kerja manufaktur langsung (direct manufacturing labour costs), yang meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja manufaktur yang dapat dilacak ke objek biaya dengan cara ekonomis; dan

3) Biaya manufaktur tidak langsung (indirect manufacturing costs), adalah seluruh biaya manufaktur yang terkait dengan objek biaya namun tidak dapat dilacak ke objek biaya secara ekonomis. Contohnya, biaya tenaga listrik, perlengkapan, minyak pelumas, sewa pabrik, dan lain-lain.

2.4 Biaya Penangkapan Ikan

Biaya produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori yaitu biaya berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan biaya yang tidak merupakan pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini pengeluaran-pengeluaran nyata ada yang kontan dan ada yang tidak kontan. Pengeluaran-pengeluaran kontan adalah (1) Bahan bakar dan oli (2) bahan pengawet (es dan garam) (3) pengeluaran untuk konsumsi awak kapal (4) pengeluaran untuk reparasi (5) pengeluaran untuk retribusi dan pajak. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak kontan adalah upah/gaji awak nelayan pekerjaan yang umumnya bersifat bagi hasil dan dibayar sesudah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata adalah penyusutan dari kapal, mesin-mesin dan alat penangkap karena pengeluaran ini hanya merupakan penilaian yang tidak pasti, yang dilakukan disini hanya merupakan taksiran kasar (Mulyadi, 2005).

Komponen biaya penangkapan terdiri dari biaya investasi, biaya perbaikan, pemeliharaan dan operasional. Biaya investasi sangat bergantung pada jenis alat tangkap dan kapal yang akan digunakan serta umur ekonomis sarana tersebut. Adapun biaya perbaikan dan pemeliharaan tergantung pada kebutuhan dan kondisi yang ada. Biaya operasional mencakup pembelian minyak tanah (untuk kapal besar), solar dan bensin (mesin bantu), serta konsumsi ABK selama beroperasi (Barani, 2005).

Nilai asset (inventaris) tetap/tidak bergerak dalam satu unit penangkap disebut sebagai modal. Pada umumnya, untuk satu unit penangkap modal terdiri dari alat tangkap, kapal penangkap, alat pengolahan atau pengawet di dalam kapal, dan alat-alat pengangkutan laut. Dengan adanya bermacam-macam alat

(11)

penangkapan dan tingkatan-tingkatan kemajuan nelayan, banyaknya alat-alat tersebut pada tiap-tiap unit penangkap tidak sama. Penilaian terhadap modal usaha nelayan dapat dilakukan menurut tiga cara yaitu:

1) Penilaian didasarkan kepada nilai-nilai alat-alat baru, yaitu berupa biaya memperoleh alat-alat tersebut menurut harga yang berlaku sekarang sehingga dapat dihitung besar modal sekarang;

2) Berdasarkan harga pembelian atau pembuatan alat-alat, jadi berupa investasi awal yang telah dilaksanakan nelayan dengan memperhitungkan penyusutan tiap tahun; dan

3) Menaksir nilai alat pada waktu sekarang, yakni harga yang akan diperoleh apabila alat-alat dijual dalam hal itu penilaian dipengaruhi oleh harga alat baru dan tingkat penyusutan alat.

Bagi nelayan sering juga diperhitungkan sebagai modal pengeluaran-pengeluaran untuk izin kapal dan penangkapan. Hal ini dilakukan karena pengeluaran-pengeluaran ini hanya dilakukan sekali dan bukan setiap tahun. Namun tidak semua nelayan-nelayan membayar izin sebab pada umumnya yang melakukan hal tersebut terutama nelayan-nelayan besar (Mulyadi, 2005)

2.5 Analisis Sensitivitas

Menurut Kadariah, Lien, dan Clive (1999) sensitivity analysis tujuannya ialah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit.

Perhitungan sensitivity analysis setiap kemungkinan itu harus dicoba, yang berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisis kembali. Ini perlu sekali, karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1) Terdapatnya “cost overrun”, contohnya kenaikan dalam biaya konstruksi. Sensitivity analysis terhadap cost overrun ini perlu diadakan pada proyek-proyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar sekali, karena biasanya orang memperhitungkan biaya konstruksi terlalu rendah dan kemudian pada waktu melaksanakan konstruksi, ternyata biayanya lebih tinggi.

(12)

2) Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, contohnya penurunan harga hasil produksi.

3) Mundurnya waktu implementasi

Analisis sensitivitas ini dapat membantu pengelola proyek dengan menunjukkan bagian-bagian yang peka yang memerlukan pengawasan yang lebih ketat untuk menjamin hasil yang diharapkan akan menguntungkan perekonomian. Kepekaan hasil analisa terhadap perubahan dalam sesuatu variabel, ditentukan bukan hanya oleh besarnya perubahan dalam variabel tersebut, melainkan juga oleh serangkaian nilai-nilai yang mungkin akan dicapai oleh variabel-variabel lain. Ada variabel yang cenderung berubah atau bergerak bersama-sama, ada yang searah, ada yang ke arah berlawanan, sebagai tanggapan terhadap sesuatu hal yang sama (Kadariah, 1988)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini, Ibnu Khaldun menyimpulkan para filosof pendidikan Islam mengenai hukuman dengan mengambil contoh nasehat Harun Al Rasyid yang menjelaskan tentang hukuman

Data pengukuran selama fase generatif pada perlakuan bera (0,78), monokultur kedelai (0,81) dan tumpangsari jagung kedelai (0,82) menunjukkan nilai korelasi sangat kuat

Sebahagian pula menyatakan bahawa madu adalah ubat bagi sesetengah penyakit, bukan untuk semua penyakit...

Karena kita tidak dapat memecah jalan menjadi jalan-jalan dengan panjang satu, transisinya akan menjadi lebih rumit, karena terdapat banyak strategi untuk melewati jalan-jalan

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi tandan pisang sebagai substrat dalam konversi lignoselulosa menjadi HMF dan mengetahui konsentrasi ZnCl

berbeda di suatu tempat dengan tempat lainnya, perlu ada diversifikasi produk untuk memenuhi konsumen dengan segmen pasar yang berbeda. Diversifikasi produk

g. Penyelenggaraan pendidikan, pendidikan dokter spesialis dan pelatihan dalam bidang kesehatan; h. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai

Modul ini terdiri dari tiga (5) unit belajar. Unit Belajar 1.PERALATAN DAN PENGGUNAAN ALAT UKIR materinya tentang : 1) Alat pokok, 2) Alat Pendukung, 3) Cara penggunaan