• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi

Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedang faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Ditegaskan pula bahwa seekor ternak tidak akan menunjukkan penampilan yang baik apabila tidak didukung oleh lingkungan yang baik dimana ternak hidup atau dipelihara, sebaliknya lingkungan yang baik tidak menjamin penampilan apabila ternak tidak memiliki mutu genetik yang baik (Hardjosubroto, 1994).

Bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi yaitu Phylum: Chordata, Subphylum: Vertebrata, Class: Mamalia, Ordo: Artodactyla, Sub ordo:

Ruminantia. Famili : Bovidae, Genus: Bos, Spesies: Bos Indicus (Williamson

and payne, 1993).

Sapi potong memiliki beberapa kelebihan bila ditinjau dari nilai ekonomi dan pemanfaatannya yaitu pada umumnya masyarakat lebih menyukai daging Sapi dibanding daging ternak lainnya (kambing, domba, kerbau), Sapi banyak digunakan pada budaya masyarakat, misalnya sebagai ternak qurban, sebagai ternak karapan (di madura), sebagai ukuran penentu tingkat kesejahteraan sosial manusia dalam masyarakat, Sapi sebagai salah satu bentuk tabungan masyarakat yang mudah dijual apabila terdesak membutuhkan uang yang cepat. Kotoran sapi bila diolah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan bahan bakar alternatif (biogas). Usaha sapi juga membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat membuka lapangan kerja yang dapat menghidupi banyak keluarga (Sugeng, 1996).

▸ Baca selengkapnya: hasil samping ternak yang paling tinggi nilai ekonominya yaitu sekitar 59% dari nilai keseluruhan produk yang dihasilkan oleh seekor ternak adalah

(2)

Pertumbuhan dan Penggemukan Ternak Sapi

Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung, dan semua jaringan-jaringan tubuh, serta alat-alat tubuh lainnya. Pada umumnya pertumbuhan pada ternak mamalia dapat dibagi dalam dua periode utama, yaitu pre-natal dan post-natal. Pre-natal yaitu pertumbuhan yang berlangsung antara waktu ovum dibuahi sampai anak lahir, sedangkan post-natal yaitu pertumbuhan setelah lahir (Anggorodi, 1990). Menurut Tillman et al., (1993) pertumbuhan adalah kenaikan bobot badan dengan melakukan pengukuran berulang-ulang dan dinyatakan dengan pertambahan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap satuan waktu lainnya.

Dalam pertumbuhan seekor ternak ada dua hal yang terjadi yaitu: Pertumbuhan yaitu bobot badan meningkat sampai mencapai bobot badan dewasa, sedangkan perkembangan yaitu terjadi perubahan konformasi dan bentuk tubuh serta berbagai fungsi dan kemampuannya untuk melakukan pertumbuhan yang optimal.

Kurva hubungan antara bobot badan dengan umur adalah suatu bentuk S (sigmoid). Ada fase awal yang pendek dimana bobot badan sedikit meningkat dengan meningkatnya umur. Hal ini diikuti oleh pertumbuhan eksplosif, kemudian akhirnya ada satu fase dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah (Lawrie, 1995).

Penggemukan bertujuan untuk memperbaiki kualitas karkas dengan cara mendeposit lemak seperlunya. Apabila ternak belum dewasa yang digunakan dalam usaha penggemukan maka sifatnya membesarkan sekaligus memperbaiki kualitas karkas (Parakkasi, 1995). Pengurangan pakan akan memperlambat

(3)

kecepatan pertumbuhan dan bila pengurangan pakan yang signifikan akan menyebabkan ternak kehilangan berat badannya (Tillman et al, 1993). Tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh tubuh ternak dimana semakin besar atau berat tubuh ternak maka semakin banyak pula pakan yang dikonsumsi oleh ternak itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Murtidjo,1993).

Sapi potong mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi mempunyai respon yang baik terhadap pakan yang diberikan dan memiliki efisiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering (Devendra, 1997).

Tingkat konsumsi bahan kering dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor ternak yaitu berat badan, umur, kondisi tubuh, serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan, pakan yaitu sifat fisik dan komponen kimia pakan (Parakkasi, 1995). Menurut Church (1986) konsumsi juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut.

Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, kecernaan dan komposisi kimia serta kualitas bahan pakan. Penentu tingkat konsumsi adalah keseimbangan zat pakan dan palatabilitas. Parakkasi (1995) menyatakan bahwa yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsi pakan adalah palatabilitas, dimana palatabilitas mempengaruhi konsumsi bahan kering, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia pakan.

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, hidrolisis, dan fermentatif. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut

(4)

dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme rumen (Tillman et al, 1993).

Pencernaan adalah rangkaian proses yang terjadi dalam saluran pencernaan sampai memungkinkan terjadinya penyerapan (Meynard and Loosly, 1979). Frandson (1992) menyatakan bahwa bagian-bagian dari saluran pencernaan adalah mulut, pharinks, oesophagus (pada ruminansia merupakan perut depan atau forestomach), perut glandular, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula saliva, hati, dan pankreas.

Pakan Sapi

Pakan adalah semua bahan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak (Parakkasi, 1995). Widayati dan Widalestari (1996), menyatakan bahwa pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar atau sebagai pengisi perut saja, melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup pokok, membentuk sel-sel baru, menggantikan sel yang rusak, dan untuk produksi.

Pakan ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan (rumput dan leguminosa) dan konsentrat. Hijauan pakan merupakan pakan kasar yang terdiri dari hijauan pakan yang padat, dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah diintroduksikan beberapa jenis leguminosa. Sedangkan konsentrat merupakan bahan pakan penguat yang terdiri dari bahan pakan yang kaya karbohidrat dan protein. Pemberian pakan berupa

(5)

kombinasi kedua bahan tersebut akan memberi peluang terpenuhinya zat-zat gizi dan biaya relatif rendah (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Jumlah kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan setiap hari sangat tergantung pada jenis, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting, dan menyusui), kondisi ternak (normal dan sakit), bobot badan dan faktor lingkungan (Kartadisastra, 1997). Kondisi pakan baik kualitas maupun kuantitas yang tidak mencukupi kebutuhan akan menyebabkan produktifitas ternak menjadi rendah yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan yang lambat serta berat badan yang rendah (Martawidjaya et al., 1999). Kebutuhan nutrisi Sapi tertera pada Tabel 1. Tebel 1. Kebutuhan nutrien sapi

Berat(Kg) Tambahan berat(Kg) Makanan Kasar (Kg) Protein Kasar (%) TDN (%) ME (Mkal/Kg) Ca (%) P (%)

100 0,0 100 8,7 55 2,0 0,18 0,18 0,7 50-60 14,5 70 2,5 0,70 0,48 1,1 15 18,2 86 3,1 1,04 0,70 150 0,0 100 8,7 55 2,0 0,18 0,18 0,7 50-60 12,6 70 2,5 0,46 0,36 1,1 15 15,6 86 3,1 0,76 0,54 200 0,0 100 8,5 55 2,0 0,18 0,18 0,7 70-80 10,8 64 2,3 0,32 0,28 1,1 15 13,6 86 3,1 0,59 0,43 250 0,0 100 8,5 55 2,0 0,18 0,18 0,9 45-50 11,1 72 2,6 0,35 0,31 1,3 15 12,7 86 3,1 0,5 0,38 300 0,0 100 8,6 55 2,0 0,18 0,18 0,9 55-65 10,0 70 2,5 0,27 0,23 1,3 15 11,7 83 3,0 1,41 0,32 350 0,0 100 8,5 55 2,0 0,18 0,18 0,9 45-55 10,0 72 2,6 0,25 0,22 1,3 15 10,8 83 3,0 0,32 0,28 400 0,0 100 8,5 55 2,0 0,18 0,18 1,0 45-55 9,4 72 2,6 0,22 0,21 1,3 15 10,4 86 3,1 0,29 0,26 450 0,0 100 8,5 55 2,0 0,18 0,18 1,0 45-55 9,3 72 2,6 0,19 0,19 1,3 15 10,4 86 3,1 0,26 0,25 Sumber : NRC (1995)

(6)

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Pelepah daun kelapa sawit dapat dijadikan sebagai pengganti sumber serat kasar. Bila dilihat dari kandungan protein kasar, daun kelapa sawit setara dengan mutu hijauan. Selain itu juga pelepah daun kelapa sawit merupakan limbah padat perkebunan kelapa sawit dimana keberadaannya cukup melimpah sepanjang tahun khususnya di Sumatera Utara. Akan tetapi menurut Sutardi (1999) bila dilihat kandungan serat kasarnya cukup tinggi sehingga mempengaruhi tingkat kecernaan pakan.

Pemanfaatan pelepah daun sawit sebagai bahan pakan ternak ruminansia disarankan tidak melebihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah daun kelapa sawit dapat ditambahkan produk sampingan lain dari pengolahan kelapa sawit seperti bungkil inti sawit, lumpur sawit (solid), dan serat perasan buah (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2003). Adapun kandungan gizi pelepah daun sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit

Zat nutrisi Kandungan (%) .

Protein Kasar 6,05b Bahan Kering 26,07a Lemak Kasar 4,47a Serat Kasar 32,50a BETN 39,82a TDN 45,00a Ca 0,96a P 0,08a

Sumber: a. Warta penelitian dan pengembangan Pertanian (2003).

Energi (Mcal/ME) 56,00c .

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan, FP-USU (2000) c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000)

Lumpur Sawit

Hasil olahan kelapa sawit berupa limbah padat dan cair. Limbah cair yang berwarna cokelat kekuning-kuningan diletakkan di dalam kolam untuk

(7)

diendapkan. Di Sumatera Utara, limbah ini dikenal sebagai lumpur sawit. Produk hasil pemisahan lumpur sawit dari air ini disebut solid.

Pemberian lumpur sawit pada ternak sapi dapat dalam bentuk segar atau dicampur dengan air atau dalam bentuk complete feed block (CFB) baik yang difermentasikan dengan efektive microorganism (EM4) maupun tanpa difermentasi. Pemberian lumpur sawit mampu meningkatkan pertambahan berat badan ternak secara nyata dibandingkan yang tidak diberi lumpur sawit

(Utomo Dan Widjaja, 2004). Adapun kandungan gizi lumpur sawit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan gizi lumpur sawit

Bahan Kering 93,1a

Zat nutrisi Kandungan (%)

. Protein Kasar 13,3a Lemak Kasar 18,9a Serat Kasar 16,3a ABU 12,0b TDN 74,0a Ca 0,03b

Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan, FP-USU (2000)

P 0,19b ..

b. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000)

Penggunaan Lumpur sawit dalam bentuk lumpur (palm oil sludge) untuk pakan yang pemberiannya dikombinasikan dengan bungkil inti sawit dan serat perasan. Pada pakan tersebut digunakan hingga 8% (Kamaruddin, 1997).

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit adalah limbah hasil ikutan proses ekstraksi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau secara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya baik namun kandungan serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang sesuai untuk ternak unggas sehingga

(8)

lebih sering diberikan kepada ternak ruminansia, seperti sapi (Hutagalung, 1978). Adapun kandungan gizi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi bungkil inti sawit

Bahan Kering 92,6a

Zat nutrisi Kandungan (%) .

Protein Kasar 21,51b

Lemak Kasar 2,4a

Serat Kasar 10,5b

TDN 72,0a

Ca 0,53b

Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan, FP-USU (2000)

P 0,33b .

b. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)

Serat Perasan Buah Kelapa Sawit

Serat perasan buah kelapa sawit merupakan hasil samping yang diperoleh dari proses pemerasan buah sawit. Sebagai bahan campuran pakan ternak, serat perasan buah ini cenderung cocok diberikan pada ternak ruminansia karena kandungan serat kasarnya cukup tinggi.

Menurut Hasan dan Ishida (1991) serat perasan buah dapat digunakan sebagai pakan ruminansia walaupun nilai kandungan gizi rendah, serat perasan buah yang dapat diberikan kurang dari 20% total pakan, karena jika lebih tinggi akan mengganggu kecernaan pada rumen. Adapun kandungan gizi serat perasan buah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan gizi serat perasan buah kelapa sawit

Bahan Kering 93,11

Zat nutrisi Kandungan (%) .

Protein Kasar 6,20

Lemak Kasar 3,22

Serat Kasar 48,10

TDN 30,00

Sumber: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

Abu 5,90 .

(9)

Molasses

Molasses atau tetes merupakan hasil samping pabrik gula tebu yang berbentuk cairan kental agak kekuning-kuningan. Molasses dapat diganti sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis yang bisa memperbaiki aroma dan rasa pakan, keuntungan penggunaan molasses sebagai bahan pakan ternak adalah kadar karbohidratnya yang tinggi, mineral, vitamin yang cukup sehingga dapat digunakan walau hanya sebagai pendukung (Rangkuti et al., 1985). Adapun kandungan gizi molasses dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan gizi molasses

Bahan Kering 67,5

Zat nutrisi Kandungan (%) .

Protein Kasar 4,00

Lemak Kasar 0,08

Serat Kasar 0,38

TDN 81,00

P 0,02

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan, FP-USU (2000)

Ca 1,5 .

Bulu Ayam

Bulu ayam merupakan hasil samping ternak ayam petelur, pedaging, dan ayam buras dari rumah potong hewan. Populasi ayam di Indonesia tahun 1990 sebesar 726,10 juta ekor (Statistik Peternakan, 1999). Berat bulu ayam 4% dari berat tubuh total. Sebagai bahan pakan ternak, bulu ayam terlebih dahulu dibuat menjadi tepung. Kandungan protein bulu ayam cukup tinggi, lebih tinggi dari kandungan protein tepung ikan. Kelemahan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan ternak antara lain adanya keratin yang sulit dicerna dan kelemahan lain adalah rendahnya kandungan beberapa asam amino esensial yaitu metionin dan triptofan, namun kandungan leusin, isoleusin, dan valin cukup tinggi yang secara

(10)

berturut-turut adalah 4,88%, 3,12%, dan 4,44 % ( Siregar, 2008). Adapun kandungan gizi tepung bulu ayam dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan gizi tepung bulu ayam

Bahan Kering 91,37a

Zat nutrisi Kandungan (%) .

Protein Kasar 79,88a

Lemak Kasar 3,77a

Serat Kasar 0,32a

TDN 91,00a

Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan, FP-USU Medan (2000)

Abu 4,10b .

b. Hartadi (1998)

Tepung bulu ayam dalam bentuk alami tanpa pengolahan terdapatnya keratin yang sulit dicerna oleh ternak. Oleh sebab itu, bulu ayam sebelum digunakan sebagai pakan ternak terlebih dahulu dilakukan pengolahan. Hidrolisat bulu ayam dengan HCl 12% memberikan hasil tepung bulu ayam yang lebih alami dan asam amino yang rusak dapat dikurangi. Bulu ayam yang dihidrolisat terlebih dahulu dikeringkan sampai kadar air 15%. Selanjutnya, bahan tersebut dicampur dengan larutan HCl 12%. Perbandingan berat bulu ayam dengan volume HCl 12% dalam pencampuran adalah 2:1 (100 Kg bulu ayam dicampur dengan 50 liter HCl 12%). Bulu ayam dan HCl 12% dicampur merata, setelah itu dilakukan pemeraman selama 3 hari. Setelah pemeraman, hidrolisat bulu ayam dikeringkan dengan dijemur dibawah sinar matahari atau di oven 60oC sampai kadar air 13-15%. Selanjutnya, hidrolisat bulu ayam digiling dan diberikan pada ternak dalam bentuk halus (Muhtarudin et al., 2002).

Menurut Siregar (2008) untuk mendukung pasokan nutrient yang cukup bagi pertumbuhan mikroba rumen maka harus dilakukan beberapa suplementasi kedalam pakan yaitu salah satunya dengan suplementasi hidrolisat bulu ayam. Hasil penelitian Sutardi (1976) membuktikan bahwa kerangka karbon bercabang

(11)

sangat diperlukan untuk pertumbuhan mikroba rumen. Dalam hal ini hidrolisat bulu ayam digunakan sebagai sumber asam amino rantai cabang.

Mineral Esensial

Bagi ternak ruminansia, mineral merupakan nutrisi yang esensial, selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Lebih kurang 4% dari tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral. Pada tubuh ternak ruminansia dijumpai 31 jenis mineral yang dapat diukur, namun hanya 15 jenis mineral yang tergolong esensial untuk ternak ruminansia. Untuk pertumbuhan danperkembangbiakan uang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial yaitu mineral esensial makro 7 jenis (Ca, K, P, Mg, Na, Cl, dan S), mikro 4 jenis (Cu, Fe, Mn, dan Zn), dan mineral esensial langka 4 jenis (I, Mo, Co, dan Se) (Siregar, 2008).

Kebutuhan ternak ruminansia akan mineral esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis dan tingkat produksi, bangsa, proses adaptasi, tingkat konsumsi, umur, interaksi dengan mineral, mineral dengan protein, mineral dengan lemak (Parakkasi, 1995). Menurut Batubara (1988) menyatakan bahwa ternak didaerah tropik membutuhkan mineral yang lebih tinggi dalam pakannya dibandingkan dengan yang dipelihara di daerah subtropik. Ternak yang mendapat pakan dari hijauan yang kekurangan mineral akan menderita gejala-gejala penyakit kekurangan mineral (Nugroho, 1986).

Mineral mikro dan langka dibutuhkan mikroba untuk melakukan berbagai aktifitas termasuk sintesis Vitamin B12 dan kebutuhannya akan mineral ini sangat

sedikit dibanding dengan mineral makro. Kekurangan mineral ini bergantung pada ketersediaan dalam tanah dan kemampuan tanaman untuk menyerap dan

(12)

meretensinya (Siregar, 2008). Penambahan berbagai mineral, baik secara in vitro maupun in vivo memberikan pengaruh yang positif pada aktivitas mikroba rumen. Apabila terjadi status kekurangan mineral maka aktivitas fermentasi mikroba dalam rumen tidak dapat berlangsung secara optimal, hal ini akan menyebabkan efisiensi penggunaan pakan rendah dan akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ternak ruminansia (Martinez, 1972).

Urea

Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi didalam system pencernaan ruminansia. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi protein kasar dan daya cerna. Urea yang diberikan pada ruminansia akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein, karena dapat disintesis menjadi protein oleh mikroorganisme dalam rumen (Kartadisastra, 1997).

Urea yang diberikan di dalam pakan ternak ruminansia, di dalam rumen akan dipecah oleh enzim urease menjadi ammonium. Dimana ammonium bersama mikroorganisme akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi. Apabila urea berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan dalam hati akan dibentuk kembali ammonium yang akhirnya disekresikan melalui urine dan feses (Parakkasi, 1995).

Garam

Garam diperlukan oleh sapi sebagai perangsang menambah nafsu makan. Garam juga sebagai unsur yang dibutuhkan dalam kelancaran pekerjaan faali tubuh. Menurut Lassiter and Edward (1982) garam yang dimaksud adalah garam

(13)

dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas.

Garam tersebut merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat dalam hewan herbifore daripada hewan lainnya. Ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Menurut Parakkasi (1995) bahwa yang menjadi faktor penentu tingkat konsumsi adalah keseimbangan zat makanan dan tingkat palatabilitas. Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh kondisi kesehatan ternak, selain menurunnya nafsu makan, ternak yang sakit juga tidak mau berjalan untuk mendekati tempat pakan dan air minum.

Suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan nafsu makan menurun dan meningkatnya konsumsi air minum. Hal ini mengakibatkan otot-otot daging lambat membesar sehingga daya tahannya pun menurun (Tillman et al., 1993).

Pertambahan Berat Badan

Laju pertambahan berat badan dipengaruhi oleh umur ternak, lingkungan, dan genetika dimana lingkungan dalam hal ini konsumsi pakan. Bobot tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan bobot dewasa. Pertambahan berat badan

(14)

merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan (Sugeng, 1996).

Parakkasi (1995) menyatakan bahwa ternak yang mempunyai sifat dan tingkat konsumsi yang lebih tinggi, maka produksinya juga lebih tinggi dibanding ternak sejenis yang konsumsinya lebih rendah.

Konversi Pakan

Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot bedan yang dicapai dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan merupakan suatu indikator yang dapat menerangkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, dimana semakin rendah angkanya berarti semakin baik konversi pakan tersebut (Anggorodi, 1990).

Referensi

Dokumen terkait