• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

 Body force : 0,5

 Momentum : 0,4

 Modified turbulent viscosity : 0,3  Turbulent viscosity : 0,3  Turbulent dissipation rate : 0,3

 CO : 0,5

 Energi : 0,5

Jam ke-4

 Pressure velocity coupling : SIMPLE  Under Relactation Factor

 Pressure : 0,2

 Density : 0,2

 Body force : 0,2

 Momentum : 0,1

 Modified turbulent viscosity : 0,09  Turbulent viscosity : 0,09  Turbulent dissipation rate : 0,09

 CO : 0,3

 Energi : 0,5

 Diskretisasi pada jam ke-1 dan jam ke-4  Pressure :second order upwind  Momentum :second order upwind  Modified

turbulent

viscosity :second order upwind  CO :second order upwind  Energi : first order upwind 5. Inisialisasi medan aliran

Inisialisasi adalah hipotesa awal pada kondisi batas saat memulai perhitungan. Sebelum memulai perhitungan atau menjalankan program, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah dengan melakukan inisialisasi. Pada penelitian ini, kondisi batas yang diinisialisasi adalah jendela Inlet.

6. Melakukan iterasi

Pada proses perhitungan harus ditentukan terlebih dahulu kriteria konvergensi kasus yang akan dihitung. Kriteria konvergensi adalah kesalahan atau perbedaan antara dugaan awal dan hasil akhir dari iterasi yang dilakukan berdasarkan persamaan yang digunakan.

7. Hasil tampilan simulasi

Hasil akhir yang dapat ditampilkan dapat berupa kontur, vektor, pathline serta plot XY. Pada penelitian ini visualisasi output akan ditampilkan dalam bentuk kontur 3D. Diagram alir penelitian pada Langkah GAMBIT dan Fluent dapat terlihat pada Lampiran 15.

3.7 Asumsi yang digunakan pada Model Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan sehingga perlu digunakan beberapa asumsi diantaranya ;

 Simulasi dilakukan pada kondisi steady state,

 Data kosentrasi polutan yang teukur pada Geometri B diasumsikan sama dengan Geometri A.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Kepadatan Lalu Lintas

Gerbang Tol

Gerbang tol Bogor merupakan salah satu bagian gerbang tol Jagorawi yang dikelola oleh PT. Jasa Marga. Gerbang tol Bogor memiliki sembilan gardu tol yang terdiri dari empat gar-du sebagai loket tiket (Entrance) dan empat gardu sebagai loket pembayaran (Exit) serta satu gardu cadangan yang dapat berfungsi sebagai loket tiket maupun loket pembayaran (Entrance/ Exit). Berdasarkan data rekapan lalu lintas PT. Jasa Marga, total volume lalu lintas yang memasuki kota Bogor setiap tahunnya mencapai 9 hingga 11 juta unit dari gerbang tol Bogor (data dapat terlihat pada Lampiran 11). Sementara rata-rata jumlah kendaraan yang melewati satu gardu tol per satu jam adalah sebanyak 270 unit.

Pada Gambar 7 dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi jumlah kendaraan bermotor yang memasuki kota Bogor dari tahun 2005 hingga 2010. Pada tahun 2006 hingga 2009, trend jumlah kendaraan yang masuk ke kota Bogor melalui gerbang tol Bogor terus mengalami peningkatan, tetapi mengalami penurunan kembali pada tahun 2010. Pembukaan tol dalam kota untuk wilayah Sentul Barat merupakan salah satu penyebab jumlah kendaraan menurun pada gerbang tol Bogor tahun 2010. Hal ini dikarenakan gerbang tol tersebut digunakan sebagai jalan tol alternatif menuju kota Bogor.

Gambar 7 Jumlah kendaraan bermotor/tahun pada gerbang tol Bogor (2005-2010).

(2)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 8 Jumlah kendaraan bermotor per Minggu (2011): (a) Januari; (b) Februari; (c) Maret; (d) April (Wi = minggu ke-i).

Selanjutnya pada Gambar 8, dapat terlihat bahwa jumlah kendaraan yang melewati gerbang tol (Bogor) pada hari kerja lebih sedikit bila dibandingkan dengan hari libur. Puncak kepadatan jumlah kendaraaanyang memasuki kota Bogor melalui kedua gerbang tol tersebut relatif terjadi pada akhir pekan yakni hari Sabtu serta pada hari-hari libur nasional. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 8 (a), (b), (c) dan (d), yang mana trend kenaikan jumlah kendaraan pada bulan Januari, Februari, Maret, April pada tahun 2011 memiliki pola yang sama. Secara konsisten dapat terlihat pada grafik bahwa jumlah kendaraan cenderung stabil pada saat hari kerja dan meningkat pada akhir pekan yakni Jumat dan Sabtu, dan kemudian mengalami penurunan kembali pada saat hari Minggu. Sementara itu, kepadatan antrian di gerbang tol ini juga dapat terjadi jika terdapat hari libur nasional.

Pada akhir pekan, total rata-rata kendaraan yang tercatat melewati gardu tol Exit pada gerbang tol Bogor dapat mencapai 25.000 hingga 30.000 unit. Sementara pada hari kerja total rata-rata kendaraan hanya mencapai sekitar 20.000 hingga 25.000 unit. Pada umumnya, kepadatan lalu lintas yang terjadi pada hari libur disebabkan oleh aktivitas wisata keluarga dengan daerah

tujuan utama kota Bogor. Berbeda halnya dengan hari kerja dimana jumlah kendaraan relatif konstan karena hanya didominasi oleh aktivitas perkantoran yang melalui lintas antarkota yakni Jakarta-Bogor.

Puncak kepadatan antrian pada gardu Exit selama hari kerja pada umumnya terjadi pada saat sore hari sekitar pukul 17.00-19.00. Kondisi kepadatan antrian pada jam jam tersebut biasanya dipengaruhi oleh waktu keluar perkantoran. Sementara untuk hari libur pada umunya terjadi sekitar pukul 11.00-13.00. Di sisi lain, jenis kendaraan yang paling dominan melalui gardu tol adalah kendaraan pribadi. Setelah itu diikuti oleh truk kecil, bus kecil, bus besar dan truk besar.

Pada penelitian ini jumlah unit kendaraan yang tercatat selama satu jam adalah sebanyak 285 unit. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat penelitian dilakukan, jumlah kendaraan berada dalam kondisi padat karena tercatat melebihi rata-rata/jam pada setiap gardu tol. Padatnya volume kendaraan yang terjadi di sekitar gardu tol sangat berpengaruh terhadap jumlah emisi gas buang yang dihasilkan dari suatu kendaraan bermotor.

(3)

4.2 Simulasi Dispersi Gas CO menggunakan Computational Fluid

Dynamics (CFD)

Kepadatan antrian kendaraan bermotor merupakan sumber utama dalam permasalahan pencemaran udara di sekitar gardu tol. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor dapat mengemisikan zat-zat pencemar ke udara, seperti CO, NOx, SOx, HC, TSP serta Pb. Sehingga potensi udara yang tercemar oleh polutan baik yang berada di sekitar gardu maupun di dalam gardu cukup besar dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Proses pencemaran tersebut juga tidak terlepas dari beberapa faktor seperti, faktor meteorologi, jumlah kendaraan bermotor dan desain bangunan gardu. Sementara zat pencemar yang menjadi fokus objek penelitian ini adalah karbon monoksida atau CO. Pada peneilitian ini, penggunaan CFD dapat dilakukan untuk melihat sebaran polutan CO di dalam gardu tol yang dipengaruhi oleh berbagai faktor di atas serta untuk mengetahui potensi keterpaparan reseptor terhadap polutan CO tersebut. 4.3 Pengaruh Kecepatan Angin terhadap

Dispersi Polutan CO

Kecepatan dan arah angin (aliran) sangat berperan dalam persebaran polutan di udara terutama udara di dalam gardu tol. Besarnya nilai kecepatan angin akan berpengaruh terhadap besarnya turbulensi. Menurut Oke (1987), semakin kuat pergerakan turbulensi yang terjadi di dalam gardu tol maka semakin besar kemungkinan polutan dapat bercampur dengan udara di sekelilingnya sehingga konsentrasi zat pencemar di dalam gardu tersebut akan berkurang. Begitu pula sebaliknya, pengenceran akan lebih sulit terjadi dan membuat konsentrasi zat pencemar tetap tinggi apabila kecepatan angin atau pergerakan turbulensinya sangat kecil.

Pada penelitian ini, parameter input yang disimulasikan pada Fluent hanya parameter input yang terukur pada jam ke-1 dan jam ke-4 (yaitu pada pukul 11.00-12.00 dan 14.50-15.50), seperti parameter angin yang terukur pada jam ke-1 sebesar 0,7 m/s dan 0.5 m/s pada jam ke-4. Selanjutnya, pengaruh angin pada kedua geometri cukup berbeda, hal ini dikarenakan adanya perbedaan letak Outflow dan besarnya volume geometri. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya pada metodologi bahwa volume Geometri A lebih kecil daripada volume Geometri B. Sementara Velocity Inlet adalah kondisi batas dalam Fluent yang dipilih sebagai daerah input untuk data profil angin, suhu dan konsentrasi polutan. Sedangkan Outflow adalah kondisi batas dalam Fluent yang dipilih sebagai aliran keluar. Pada penelitian ini hanya terdapat satu Outflow yaitu HV-AC.

Pada dasarnya pemilihan HV-AC sebagai Outflow adalah karena prinsip kerja HV-AC yakni menghisap udara yang berada di dalam ruangan melalui kipas sentrifugal yang terdapat pada mesin HV-AC. Sehingga suhu udara dalam ruang menjadi lebih dingin dibandingkan suhu udara di luar ruangan. Hal ini terkait dengan perpindahan panas yang menyebabkan suhu udara dalam ruangan relatif dingin dari daripada di luar ruangan. Selain itu besarnya angin dan masuknya udara kering yang dihasilkan atau dikeluarkan oleh HV-AC melalui kisi-kisi relatif konstan atau seragam sehingga tidak diperhitungkan dalam kasus ini.

Pada penelitian ini akan dibandingkan pengaruh faktor angin terhadap dua geometri yang berbeda dengan masing-masing nilai kecepatan yang berbeda pula. Analisis lebih lanjut mengenai distribusi angin yang terjadi pada kedua Geometri akan diuraikan pada sub bab selanjutnya.

4.3.1 Distribusi Angin pada Geometri A Pada simulasi Fluent, visualisasi output profil kecepatan angin difokuskan pada satu titik yaitu pada keberadaan reseptor atau petugas tol ketika sedang bekerja. Sehingga, pada penelitian ini dibuat beberapa plane, masing-masing pada bidang x (tampak atas), y (tampak samping) z (tampak depan) dan xyz (tampak isometrik/3D) yang dapat mewakili profil kecepatan angin di sekitar petugas tol serta agar distribusi angin di sekitar area tersebut dapat terlihat jelas.

Masing-masing plane tersebut dapat diinterpretasikan sesuai dengan gradasi warna dan skala kecepatan angin. Selain itu, nilai kecepatan kontur dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui gradasi warna. Pada gambar terlihat bahwa semakin merah warna kontur maka semakin besar nilai kecepatan anginnya dan semakin biru warna kontur maka semakin kecil nilai kecepatan angin.

(4)

Distribusi Angin pada Geometri A pada jam ke-1

Hasil simulasi Fluent untuk profil kecepatan angin yang terjadi di dalam gardu tol (Geometri A) pada jam ke-1tersaji pada Gambar 9. Nilai kecepatan angin yang terukur pada jam ke-1 adalah 0,7 m/s. Sementara skala distribusi kecepatan angin dalam geometri ini berkisar antara 0,01 hingga 1 m/s.

Pada Gambar 9 (a), dapat terlihat bahwa pergerakan angin yang masuk melalui Inlet cukup terdistribusi secara merata ke seluruh bagian ruangan. Namun pada Gambar 9 (b); (c); dan (d), dapat terlihat bahwa pada saat angin masuk ke dalam gardu melalui inlet tidak langsung terjadi proses turbulensi, hal ini ditunjukkan oleh gradasi warna hijau dan kuning (disekitar area Inlet). Sementara bagian lain di dalam gardu cukup didominasi oleh gradasi biru, yang berarti bahwa setelah angin terdistribusi ke seluruh ruangan maka terjadi proses turbulensi, yang kemudian akan berpengaruh terhadap proses pendispersian polutan.

Distribusi angin di dalam gardu ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin dan banyaknya properti di dalam ruangan. Semakin banyak properti yang berada di dalam ruangan maka akan semakin besar gesekan yang terjadi sehingga aliran yang terjadi semakin turbulen atau acak. Besarnya luasan Inlet dan Outflow pada gardu tol juga turut mempengaruhi seberapa besar udara yang masuk dan keluar dari ruangan.

Secara teknis, terjadi beberapa proses ketika angin masuk ke dalam ruangan melalui Inlet, diantaranya distribusi angin akan menyebar mengikuti arah dan kecepatan angin, kemudian akan mengalami gesekan dengan properti (yang telah didefinisikan sebagai Wall) yang berada di dalam ruangan sehingga menyebabkan terjadinya proses turbulensi. Hal inilah yang menyebabkan sebagian angin tidak langsung membawa baik udara maupun polutan untuk segera keluar melalui Outflow. Di sisi lain besarnya volume gardu juga turut mempengaruhi seberapa lama udara kotor berada dalam ruangan.

Gambar 9 Profil kecepatan angin untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

(5)

Gambar 10 Profil kecepatan angin untuk Geometri A pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

Distribusi Angin pada Geometri A pada jam ke-4

Pada Geometri A, hasil simulasi Fluent untuk profil kecepatan angin pada jam ke-4 tersaji pada Gambar 10. Seperti pada jam ke-1, skala distribusi angin pada jam ke-4 juga berkisar antara 0,01 hingga 1 m/s. Namun, nilai kecepatan angin yang terukur pada jam ke-4 adalah 0,5 m/s, lebih kecil daripada kecepatan angin pada jam ke-1. Besar kecilnya nilai kecepatan angin yang masuk ke dalam gardu akan berpengaruh terhadap seberapa cepat angin akan terdistribusi ke seluruh bagian ruangan.

Pada Gambar 10 dapat terlihat bahwa ketika angin masuk ke dalam ruangan, maka banyak aliran turbulen yang terbentuk. Namun pada beberapa bagian tepi Wall dari hasil simulasi terlihat gradasi warna merah, hal ini menunjukkan adanya residu yang dihasilkan dari proses perhitungan dan tidak terlalu berpengaruh sehingga dapat diabaikan. Bila dibandingkan dengan Gambar 9, aliran turbulen yang terlihat pada Gambar 10 sedikit lebih banyak dan lebih acak, padahal perbedaan nilai kecepatan angin antara jam ke-1 dan ke-4 hanya 0,2 m/s. Penentuan kriteria solusi kontrol yang digunakan dalam simulasi Fluent pada jam jam ke-4 memang jauh lebih kecil dan membutuhkan waktu komputasi yang lebih lama.

4.3.2 Distribusi Angin pada Geometri B Pada Geometri B visualisasi output profil kecepatan angin juga difokuskan pada satu titik yaitu pada keberadaan reseptor atau petugas tol ketika sedang bekerja. Sehingga, pada simulasi ini juga dibuat beberapa plane, masing-masing pada bidang x, y, z dan xyz (3D). Selanjutnya, nilai kecepatan kontur dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui gradasi warna. Pada gambar terlihat bahwa semakin merah warna kontur maka semakin besar nilai kecepatan anginnya dan semakin biru warna kontur maka semakin kecil nilai kecepatan anginnya.

Distribusi Angin pada Geometri B pada jam ke-1

Profil kecepatan angin yang terjadi di dalam gardu tol (Geometri B) pada jam ke-1 tersaji pada Gambar 11. Nilai kecepatan angin yang terukur pada jam ke-1 untuk Geometri ini adalah 0,7 m/s, seperti yang telah dijelaskan pada asumsi sebelumnya bahwa parameter input yang digunakan untuk kedua Geometri Adalah sama . Sementara skala distribusi angin dalam geometri ini juga sama yaitu skala 0,01 hingga 1 m/s Pada prinsipnya, faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi angin pada gardu ini (Geometri B) sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi angin pada Geometri A. Hanya saja terdapat

(6)

Gambar 11 Profil kecepatan angin untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

perbedaan pada letak Outflow dan volume geometri. Pada gardu ini, letak Outflow berada agak jauh dengan Inlet dan volume pada Geometri B lebih besar daripada volume Geometri A.

Pada Gambar 11 (a) dapat terlihat bahwa pengaruh jarak antara Outflow dan Inlet serta volume yang lebih besar menunjukkan distribusi angin pada masing-masing plane masih cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa semakin kecil dan sedikit proses turbulensi yang terjadi. Selanjutnya pada Gambar 11 (b) (c), (d), juga dapat terlihat bahwa turbulensi di sekitar area reseptor atau petugas di dalam gardu ini (Geometri B) cukup kecil bila dibandingkan turbulensi yang terjadi pada Geometri A untuk jam ke-1. Sehingga dengan proses turbulensi yang kecil akibat letak Outflow yang cukup jauh dari Inlet serta volume gardu yang lebih besar makabaik udara maupun polutan akan cenderung dapat bertahan lebih lama di dalam ruangan.

Distribusi Angin pada Geometri B pada jam ke-4

Profil kecepatan angin yang terjadi di dalam gardu tol (Geometri B) berdasarkan hasil simulasi Fluent pada jam ke-4 tersaji pada Gambar 12. Seperti jam ke-1, skala distribusi angin pada jam ke-4 juga berkisar antara 0,01 hingga 0,5 m/s. Namun, nilai kecepatan angin yang terukur pada jam ke-4 adalah 0,5 m/s, lebih kecil daripada kecepatan angin pada jam ke-1. Besar

kecilnya nilai kecepatan angin yang masuk ke dalam gardu akan berpengaruh terhadap seberapa cepat angin akan terdistribusi ke seluruh bagian ruangan.

Pada Gambar 12 (a), dapat terlihat bahwa pergerakan angin yang masuk melalui Inlet cukup terdistribusi secara merata ke seluruh bagian ruangan, kecuali pada bagian dekat inlet. Di sisi lain pada Gambar 12 (b), (c), dan (d); dapat terlihat bahwa pada saat angin masuk ke dalam gardu melalui inlet tidak langsung terjadi proses turbulensi, hal ini ditunjukkan oleh gradasi warna hijau dan kuning (di sekitar area Inlet). Sementara bagian lain di dalam gardu cukup didominasi oleh gradasi biru, yang berarti bahwa setelah angin terdistribusi ke seluruh ruangan maka terjadi proses turbulensi, yang kemudian akan berpengaruh terhadap proses pendispersian polutan.

Pola aliran turbulen yang terjadi dalam Geometri B pada jam ke-4 ini ternyata tidak jauh berbeda dengan pola aliran yang terjadi dalam Geometri A pada jam ke-1. Padahal kedua geometri memiliki besar volume gardu dan letak Outflow yang berbeda, serta nilai kecepatan angin yang terukur juga bukan pada jam yang sama. Selisih antara nilai kecepatan angin pada jam ke-1 dan jam ke-4 adalah sebesar 0.2 m/s. Hal ini berarti bahwa distribusi angin dengan pola aliran turbulen yang hampir sama dapat terjadi pada geometri yang berbeda.

(7)

Gambar 12 Profil kecepatan angin untuk Geometri B pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

4.4 Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) Sumber polutan CO dalam penelitian ini didominasi oleh kendaraan bermotor jenis mobil pribadi. Hal ini disebabkan pengukuran dilakukan bukan pada gardu tol khusus kendaraan dengan muatan besar (truk atau bus) sehingga kendaraan yang melewati gardu tol tersebut didominasi oleh jenis kendaraan biasa dan diasumsikan sebagai mobil pribadi yang sebagian besar mengkonsumsi bahan bakar bensin seperti premium atau pertamax.

Hasil pengukuran yang terdapat pada Lampiran 7 dan 8 menunjukkan bahwa konsentrasi karbon monoksida (CO) yang terukur pada tanggal 15 Mei 2011 pukul 11.00-15.50 selama empat kali pengukuran cukup bervariasi. Pada jam ke-1 hingga jam ke-3 nilai konsentrasi CO yang terukur berada pada kisaran 1 hingga 7 ppm, sedangkan pada jam ke-4 hasil konsentrasi CO yang diperoleh mencapai hingga 68 ppm. Berdasarkan Baku Mutu Udara Ambien (BMUA), nilai konsentrasi karbon monoksida (dalam waktu satu jam) yang terukur pada jam ke-4 berada jauh di atas ambang batas yang telah ditetapkan, sedangkan hasil konsentrasi CO yang terukur selama tiga jam pertama masih berada di bawah ambang batas yang telah ditetapkan menurut KLH (2002) yakni sebesar 10 ppm. Sementara berdasarkan Standar Nasional Indonesia Nilai Ambang Batas (SNI NAB) untuk zat CO adalah sebesar 25 ppm.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keberadaan polutan di udara

dalam gardu tol adalah bentuk gardu dan faktor meteorologi seperti, arah dan kecepatan angin yang turut berperan dalam pengurangan konsentrasi di dekat daerah sumber atau inlet. Sementara tingkat konsentrasi polutan dari kendaraan bermotor dipengaruhi oleh jumlah kendaraan yang melewati gardu tol per satuan waktu termasuk bahan bakar yang digunakan, usia kendaraan, dan tipe kendaraan.

Berdasarkan faktor meteorologi, kecepatan angin rata-rata tertinggi terukur pada jam ke-1 dan jumlah kendaraan terbanyak terjadi pada jam ke-4. Selisih nilai kecepatan angin antara jam 1 dan jam ke-4 adalah 0,ke-4 m/s, sementara selisih jumlah kendaraan pada kedua jam tersebut adalah 19 unit. Namun perbedaan nilai konsentrasi CO yang terukur pada jam ke-4 jauh lebih besar hingga sembilan kali lipat dari jam ke-1. Selain karena jumlah kendaraan jam ke-4 (304 unit) lebih padat dari jam ke-1 (285 unit), tingginya konsentrasi CO bisa terjadi akibat bahan bakar yang digunakan, usia kendaraan, dan tipe kendaraan yang melewati gardu tol pada masing-masing jam pengukuran.

Sesuai dengan pengaruh faktor angin yang telah dibahas selanjutnya, pada penelitian ini akan dibandingkan simulasi dispersi gas CO pada setiap model yaitu untuk Geometri A dan B dengan masing-masing nilai konsentrasi CO yang berbeda pula. Analisis lebih lanjut mengenai dispersi gas CO yang terjadi pada kedua Geometri akan diuraikan pada sub bab selanjutnya.

(8)

4.5 Simulasi Dispersi Gas CO pada Setiap Model (Geometri A dan B)

Hasil simulasi dispersi konsentrasi karbon monoksida (CO) pada Fluent untuk kedua geometri gardu tol cukup berbeda. Meskipun input data yang digunakan pada kedua Geometri adalah sama. Hal ini telah didasarkan pada asumsi yang telah dibuat sebelumnya yaitu kedua geometri hanya memiliki perbedaan pada volume gardu, yang mana Geometri B memiliki volume lebih besar daripada Geometri A. Sementara semua properti yang berada di dalam gardu serta tata letaknya tidak memiliki perbedaan kecuali pada letak AC atau Outflow.

Pada penelitian ini akan dibandingkan pola pendispersian gas CO terhadap dua geometri yang berbeda dengan masing-masing nilai konsentrasi yang berbeda pula. Analisis lebih lanjut mengenai dispersi gas CO yang terjadi pada kedua Geometri Akan diuraikan pada sub bab selanjutnya.

4.5.1 Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri A

Pada penelitian ini, visualisasi output simulasi dispersi Gas CO difokuskan pada satu titik yaitu pada keberadaan petugas tol ketika sedang bekerja sama halnya profil kecepatan angin. Sehingga, pada penelitian ini dibuat beberapa plane, masing-masing pada bidang x (tampak atas), y (tampak samping) z (tampak depan) dan xyz (tampak isometrik/3D) yang dapat mewakili profil kecepatan angin di sekitar petugas tol serta agar distribusi angin di sekitar area tersebut dapat terlihat jelas. Masing-masing plane tersebut dapat diinterpretasikan sesuai dengan gradasi warna dan skala konsentrasi CO. Selanjutnya nilai konsentrasi CO juga dapat terlihat pada plot di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z dengan titik pusat reseptor (1,5, 1,2, 0,3m).

Selain itu, nilai konsentrasi CO dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui gradasi warna. Pada gambar akan terlihat bahwa semakin merah warna kontur maka semakin besar nilai konsentrasi CO dan semakin biru warna kontur maka semakin kecil nilai konsentrasi CO.

Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri A pada jam ke-1

Simulasi dispersi gas CO berdasarkan hasil Fluent untuk Geometri A pada jam ke-1 tersaji pada Gambar 13. Skala dispersi

konsentrasi polutan dalam geometri ini berada pada kisaran 2 hingga 7,5 ppm. Pada kasus ini, polutan atau zat pencemar yang diemisikan dari setiap kendaraan bermotor (sumber bergerak) pasti akan tersebar di dalam gardu melalui suatu proses dispersi, difusi, transformasi, dan transport. Di sisi lain, akibat adanya pergerakan dan dinamika atmosfer itu sendiri, polutan yang masuk ke dalam atmosfer dan telah mengalami proses-proses tadi akan dapat berpindah dari sumber menuju ke arah lain. Sehingga dalam permasalahan ini, daerah sumber yang dimaksud adalah daerah luar di sekitar gardu tol, sedangkan daerah yang menerima pancaran setelah polutan yang diemisikan dari sumbernya adalah ruangan di dalam gardu.

Pada gambar 13 (a), terlihat bahwa dalam gardu ini konsentrasi dapat terdispersi hingga 2 ppm dari hasil konsentrasi CO yang terukur sebesar 7,5 ppm. Pada kasus ini, peran turbulensi cukup besar dalam mengurangi konsentrasi pencemar di dalam ruangan. Gradasi warna merah di sekitar bagian inlet menunjukkan bahwa konsentrasi CO masih cukup tinggi sesuai dengan hasil pengukuran CO yang terukur. Namun, secara keseluruhan, konsentrasi CO di dalam gardu tersebar merata yang ditunjukkan oleh gradasi warna merah dan oranye, terutama tampak dengan cukup jelas pada Gambar 13 (d). Kemudian pada Gambar 13 (b) dan (c), terlihat bahwa konsentrasi terendah terdapat pada area di sekitar Outflow yang ditunjukkan oleh gradasi warna biru, hijau dan kuning.

Selanjutnya, ketika polutan masuk ke dalam ruangan, faktor angin sangat berperan terutama dalam proses transport atau pengangkutan zat pencemar ke udara secara horizontal sesuai arah angin, dalam hal ini nilai kecepatan angin yang dimasukkan hanya pada sumbu x dan z (sumbu y merupakan arah vertikal sehingga proses yang terjadi adalah konveksi). Simulasi dispersi gas CO pada gardu tol ini juga dapat disesuaikan dengan Gambar 9. Pada kedua gambar (Gambar 9 dan 13) terdapat korelasi yang menunjukkan bahwa faktor kecepatan angin akan berpengaruh terhadap besar kecilnya turbulensi, dan proses turbulensi akan berperan dalam mengurangi keberadaan zat pencemar di udara.

Selama proses dispersi, atmosfer berperan dalam menentukan arah transport, jarak jangkau, bentuk persebaran dan

(9)

Gambar 13 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

kecepatan difusi setelah zat pencemar diemisikan ke dalam udara. Seluruh proses tersebut tidak terlepas dari kondisi fisis dan dinamis atmosfer yang ditunjukkan oleh nilai input (karakteristik udara dan CO) yang digunakan pada Fluent. Di samping itu, polutan yang berada di udara juga akan mengalami transformasi kimia yang dipengaruhi oleh banyaknya uap air, dan proses difusi baik secara molekuler maupun turbulensi. Pada kasus ini, karbon monoksida akan teroksidasi menjadi CO2, proses transformasi tersebut dapat berlangsung secara cepat ataupun lambat.

Sementara itu plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, dapat ditunjukkan pada Gambar 14. Pada Gambar 14 (a) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO terhadap sumbu y dan z atau dengan kata lain line pada sumbu x. Gambar atau plot tersebut menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO terus berkurang hingga posisi sekitar 1 hingga 1,25 m kemudian mengalami peningkatan kembali hingga pada akhirnya konstan pada posisi sekitar 1,6m dengan nilai sebesar 7,5 ppm.

Sedangkan konsentrasi terendah sepanjang garis pada line x tersebut adalah sebesar 7 ppm

Selanjutnya Gambar 14 (b) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO terus meningkat sampai pada ketinggian sekitar 1.5m dengan nilai konsentrasi sebesar 7,45 ppm kemudian berkurang hingga konsentrasi terendah sebesar 6,8 ppm pada ketinggian sekitar 2m dan cenderung mengalami peningkatan kembali. Sementara itu pada Gambar 14 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus seiring dengan garis yang semakin jauh dari inlet. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 7,5 ppm dan berkurang hingga 5 ppm.

Pada kondisi tersebut, maka nilai konsentrasi CO yang berada pada titik pusat reseptor yang ditunjukkan oleh ketiga plot line sama dengan hasil konsentrasi CO yang terukur. Hal ini dikarenakan titik pusat reseptor berada dekat dengan inlet, sehingga secara tidak langsung reseptor cenderung akan menerima udara yang lebih kotor dibandingkan dengan bagian ruangan lainnya.

(10)

(a) (b)

(c)

Gambar 14 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) line x; (b) line y; (c) line z.

Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri A pada jam ke-4

Hasil simulasi dispersi gas CO pada Fluent untuk Geometri A pada jam ke-4 tersaji pada Gambar 15. Skala dispersi konsentrasi polutan dalam geometri ini berada pada kisaran 68 hingga 33 ppm. Konsentrasi yang terukur jauh lebih besar hingga sembilan kali lipat. Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa hasil

konsentrasi yang terukur pada jam ke-4, selain karena jumlah kendaraan yang jauh lebih padat, tingginya konsentrasi CO bisa terjadi akibat bahan bakar yang digunakan, usia kendaraan, dan tipe kendaraan yang melewati gardu tol pada masing-masing jam pengukuran.

Pada Gambar 15 terlihat bahwa di sekitar area inlet, konsentrasi CO yang ditunjukkan oleh warna merah masih lebih tinggi

Gambar 15 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri A pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

(11)

dibandingkan dengan area lain di dalam gardu. Hal ini disebabkan, CO membutuhkan suatu proses turbulensi agar udara dapat bercampur dengan polutan (dalam hal ini adalah CO) sehingga konsentrasi CO dapat berkurang karena akan teroksidasi menjadi CO2. Namun, ketika udara yang membawa polutan masuk ke dalam gardu tol melalui inlet, pengaruh faktor angin belum terlalu besar dalam proses terjadinya turbulensi.

Tingkat konsentrasi yang tinggi di dalam gardu dapat menyebabkan keterpaparan bagi para reseptor, terlebih konsentrasi yang terukur pada jam ke-4 jauh diambang batas yang telah ditetapkan oleh KLH (2002). Hal ini berbeda dengan hasil pengukuran konsentrasi CO tiga jam sebelumnya, yang masih berada di bawah ambang batas. Selain itu, proses turbulensi yang terjadi dalam gardu ini juga tidak menyebabkan konsentrasi berkurang hingga mencapai nilai ambang batas. Sehingga tingkat kualitas udara dalam gardu tol pada jam ke-4 dapat dikatakan berbahaya, dan dapat merugikan kesehatan yang serius bagi para petugas gerbang tol.

Selanjutnya plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, juga dapat

ditunjukkan pada Gambar 16. Pada Gambar 16 (a) dan (b) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO terhadap line pada sumbu x dan y. Gambar atau plot pada line x menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO sedikit berkurang hingga posisi sekitar 1,25m kemudian meningkat hingga mencapai konsentrasi CO tertinggi sebesar 68 ppm pada posisi sekitar 2,25m dan pada akhirnya relatif turun sampai pada konsentrasi CO terendah dengan nilai sebesar 30 ppm.

Sementara line y menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO menurun hingga mencapai konsentrasi terendah pada ketinggian sekitar 0,75m dengan nilai konsentrasi sebesar 1,5 ppm kemudian meningkat secara signifikan hingga mencapai konsentrasi tertinggi sebesar 68 ppm pada ketinggian sekitar 1,25m dan cenderung mengalami penurunan kembali. Sementara itu pada Gambar 14 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus mengalami penurunan seiring dengan posisi yang semakin jauh dari inlet. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 68 ppm dan berkurang hingga 32,5 ppm.

(a) (b)

(c)

(12)

4.5.2Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri B

Seperti halnya simulasi Fluent pada Geometri A, nilai konsentrasi CO dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui gradasi warna. Pada gambar terlihat bahwa semakin merah warna kontur maka semakin besar nilai kecepatan anginnya dan semakin biru warna kontur maka semakin kecil nilai kecepatan anginnya. Selain itu, nilai konsentrasi CO juga dapat terlihat pada plot di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z dengan titik pusat reseptor (1,5, 1,2, 0,3m). Kemudian parameter input yang digunakan untuk simulasi Fluent pada Geometri B sama dengan parameter input yang digunakan untuk simulasi Fluent pada Geometri A, sehingga pada simulasi ini akan dibahas mengenai seberapa besar pengaruh perbedaan volume geometri dan letak Outflow pada kedua geometri ketika memiliki parameter input yang sama. Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri B pada jam ke-1

Simulasi Fluent untuk profil sebaran polutan yang terjadi di dalam gardu tol (Geometri B) tersaji pada Gambar 17. Pada gardu ini, konsentrasi CO hanya dapat terdispersi hingga 6 ppm saja, (dari hasil konsentrasi CO yang terukur sebesar 7,5 ppm). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai konsentrasi dan

karakteristik yang digunakan untuk kedua geometri pada jam ke-1 adalah sama. Sehingga, pada gambar 15 (a) dapat terlihat bahwa sebaran polutan di dalam gardu ini hampir sama dengan gardu atau Geometri A, yang mana konsentrasi CO di dalam gardu cukup tersebar merata yang ditunjukkan oleh gradasi warna merah, terutama tampak dengan cukup jelas pada Gambar 17 (d). Namun, pada Gambar 17 (b) dan (c), terlihat bahwa konsentrasi terendah terdapat pada area di sekitar Outflow yang ditunjukkan oleh gradasi warna biru, hijau dan kuning.

Pada prinsipnya, konsep dari proses sebaran CO di dalam gardu ini (Geometri B) sama dengan konsep sebaran yang terjadi pada Geometri A, yang mana polutan atauzat pencemar yang diemisikan dari setiap kendaraan bermotor pasti akan tersebar di dalam gardu melalui suatu proses dispersi, difusi, transformasi, dan transport. Hanya saja jika dibandingkan dengan Geometri A,pengaruh turbulensi pada Geometri B tidak terlalu besar, karena konsentrasi polutan tidak berkurang secara signifikan. Meskipun konsentrasi yang terukur pada gardu ini masih berada di bawah ambang batas, namun potensi keberadaan udara kotor pada gardu ini cenderung dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Geometri A. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah letak Outflow yang agak jauh dari Inlet serta volume gardu yang lebih besar.

Gambar 17 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

(13)

(a) (b)

(c)

Gambar 18 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) line x; (b) line y; (c) line z.

Seperti halnya Geometri A, pada Geometri B plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, dapat ditunjukkan pada Gambar 18. Pada Gambar 18 (a) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO line x. Gambar atau plot tersebut menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO relatif konstan dengan nilai sebesar 7,5 ppm hingga posisi sekitar 1,75m dan kemudian berkurang secara signifikan hingga mencapai konsentrasi terendah sebesar 5,7 ppm. Hal ini berkebalikan dengan plot line x pada Geometri A jam ke-1, nilai konsentrasi CO justru relatif konstan setelah pada posisi sekitar 1,6m.

Sementara Gambar 18 (b) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO terus meningkat sampai pada ketinggian sekitar 1,25m tepat pada titik reseptor dengan nilai konsentrasi sebesar 7,48 ppm kemudian berkurang hingga konsentrasi terendah sebesar 7,3 ppm pada ketinggian sekitar 2m. Kemudian pada Gambar 18 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus berkurang dari inlet menuju outflow. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 7,5 ppm dan berkurang hingga 7,34 ppm.

Tidak jauh berbeda dengan Geometri A jam ke-1, pada Geometri B jam ke-1 nilai konsentrasi CO yang berada pada titik pusat reseptor yang terlihat oleh ketiga plot line

juga hampir mendekati hasil konsentrasi CO yang terukur. Akan tetapi, pada kasus ini nilai konsentrasi CO tidak berkurang secara signifikan, sehingga meskipun memiliki pola fluktuasi yang sama tetapi nilai konsentrasi CO terendah pada geometri ini relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan Geometri B. Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri B pada jam ke-4

Hasil simulasi dispersi gas CO pada Fluent untuk Geometri B pada jam ke-4 tersaji pada Gambar 19. Skala dispersi konsentrasi polutan dalam Geometri B sama dengan skala pada Geometri A yakni berada pada kisaran 68 hingga 33 ppm. Sehingga dengan skala yang sama, dapat dibandingkan secara jelas bentuk pendispersian CO yang terjadi di dalam kedua gardu.

Pada Gambar 19 terlihat bahwa di sekitar area inlet, konsentrasi CO yang ditunjukkan oleh warna merah masih lebih tinggi dibandingkan dengan area lain di dalam gardu. Namun berbeda dengan Geometri A, sebaran CO pada gardu ini di dominasi oleh gradasi warna oranye dan hijau. Hal ini berarti bahwa pengaruh proses turbulensi yang terjadi pada geometri ini tidak terlalu besar seperti halnya pada Gometri A, sehingga dapat dikatakan tingkat kualitas udara dalam Geometri B pada jam ke-4 lebih berbahaya dan dapat merugikan kesehatan

(14)

Gambar 19 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri B pada jam ke -4: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

bagi para reseptor (petugas gerbang tol) karena potensi keberadaan udara kotor pada gardu ini cenderung dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Geometri A.

Plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, tersaji pada Gambar 20. Pada seluruh gambar tersebut dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO

terhadap line x, y dan z. Gambar atau plot pada line x yang tersaji pada Gambar 20 (a) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO mengalami peningkatan hingga posisi sekitar 1,5m (titik reseptor) kemudian relatif konstan dengan nilai konsentrasi sebesar 68 ppm dan berkurang setelah berada pada posisi 2,5m.

(a) (b)

(c)

(15)

Sementara plot line y yang tersaji pada Gambar 20 (b) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO mengalami peningkatan dan penurunan yang cukup signifikan sehingga dapat dikatakan sangat berfluktuasi. Plot line y untuk titik reseptor berada pada ketinggian 1,2m, dan pada titik tersebut nilai konsentrasi CO adalah sebesar 66 ppm. Sedangkan pada Gambar 20 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus mengalami penurunan seiring dengan posisi yang semakin jauh dari inlet, meskipun cenderung mengalami peningkatan kembali. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 61 ppm dan berkurang hingga 32,5 ppm.

Sedikit berbeda dengan kondisi pada jam ke-1, nilai konsentrasi CO pada jam ke-4 secara keseluruhan lebih fluktuatif. Hal ini dapat terlihat dari perbedaan pola nilai konsentrasi yang terlihat oleh ketiga plot line x, y dan z. Hal ini disebabkan pada tingginya konsentrasi CO yang terukur pada Geometri ini serta proses pendispersian berbeda karena sangat dipengaruhi oleh besarnya volume gardu dan letak outflow yang lebih jauh dari inlet.

V SIMPULAN

Sebaran polutan CO yang terlihat dari hasil simulasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan distribusi angin dan dispersi polutan pada jam ke-1 dan jam ke-4 baik pada Geometri A maupun pada Geometri B. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai kecepatan angin pada jam ke-1 lebih besar daripada nilai kecepatan angin pada jam ke-4. Sebaliknya, hasil konsentrasi CO yang terukur pada jam ke-4 jauh lebih besar hingga sembilan kali lipat daripada hasil konsentrasi yang terukur pada jam ke-1.

Hasil simulasi Fluent pada jam ke-1 menunjukkan bahwa distribusi kecepatan angin dan dispersi gas CO pada Geometri A jauh lebih baik daripada Geometri B. Jika dibandingkan dengan Geometri A, pengaruh turbulensi pada Geometri B tidak terlalu besar, karena konsentrasi polutan tidak berkurang secara signifikan. Meskipun nilai konsentrasi CO yang terukur pada jam ke-1 masih berada di bawah ambang batas, namun potensi keberadaan udara kotor pada Geometri B dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Geometri A.

Sementara hasil simulasi Fluent pada jam ke-4, menunjukkan bahwa proses distribusi angin dengan nilai kecepatan angin yang

lebih rendah dan proses dispersi gas CO dengan tingkat konsentrasi CO yang jauh lebih tinggi melebihi ambang batas baik pada Geometri A maupun pada Geometri B tidak jauh berbeda, yang mana pengaruh turbulensi di dalam kedua gardu ini juga tidak menyebabkan konsentrasi CO berkurang hingga mencapai nilai ambang batas. Selain itu, tingkat kualitas udara dalam gardu tol pada jam ke-4 untuk kedua Geometri cenderung lebih berbahaya, dan dapat merugikan kesehatan yang serius bagi para petugas gerbang tol terutama dalam jangka panjang.

VI SARAN

Pada penelitian ini disarankan perlu adanya sedikit upaya perbaikan atau penambahan properti yang dapat dilakukan agar dapat meminimalisir dampak yang dapat ditimbulkan seperti penambahan Exhaust fan atau kipas angin dan penambahan ventilasi pada sisi atas gardu tol. Upaya penambahan tersebut bertujuan untuk mempercepat proses distribusi udara beserta proses zat pencemar yang berada di dalam ruangan, sehingga konsentrasi polutan dapat segera terencerkan. Di sisi lain perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk membuat modifikasi lokasi inlet dan outflow agar udara yang membawa polutan dapat terdispersi secara ideal di dalam gardu tol.

DAFTAR PUSTAKA

Arya S P. 1999. Air Pollution Meteorology and Dispersion. New York: Oxford University Press.

Benarie MM. 1980. The Simple Box Model Simplified. [J. of Atm Pollution]. New-York: Elsevier Scientific Publishing Company.

Budiraharjo E. 1991. Pencemaran Udara. Widyapura No.5 Tahun VII Januari 1995.

Brimblecombe P. 1986. Air Compotition and Chemistry. Geat Britain: Cambridge University Press.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja. Standar Nasional Indonesia: SNI 19-0232-2005.

Gambar

Diagram  alir  penelitian  pada  Langkah  GAMBIT  dan  Fluent  dapat  terlihat  pada  Lampiran 15
Gambar 8  Jumlah kendaraan bermotor per Minggu (2011): (a) Januari; (b) Februari; (c) Maret; (d) April   (W i  = minggu ke- i )
Gambar 9  Profil kecepatan angin untuk Geometri  A pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak  depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping
Gambar 10  Profil kecepatan angin untuk Geometri A pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak  depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping
+7

Referensi

Dokumen terkait

Environment sustainability program yang dirancang oleh PT.NNT telah mencerminkan dasar pemikiran konsep environmental security yaitu aktor non- negara atau MNC yang dinilai

Artikel ini mengkaji tentang nasionalisme dan digitalisasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Nasionalisme yang dimaksudkan dalam penelitian ini terkait dengan bentuk

Berdasarkan motif alel gen sd1 dari hasil analisis sekuen, 30 galur F 2 tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori dengan konstitusi genetik gen sd1 yang

Penelitian mengenai keterlibatan kerja yang dilakukan oleh Desai, Majumdar & Prabhu (2010) menemukan bahwa tingkat keterlibatan pegawai akan meningkat jika pegawai

Hasil dari penelitian didapatkan bahwa variasi laju alir, jumlah lubang pada nozzle, dan ukuran isian tidak mempengaruhi distribusi ukuran tetes.. Untuk kolom

Berdasarkan hasil analisis data aktivitas belajar siswa yang telah dilaksanakan pada siklus I pertemuan I, jumlah skor yang diperoleh adalah 37 dengan rata-rata 2,31

[r]

Pemerintah Daerah Kabupaten Melawi terus berupaya mengevaluasi dan merumuskan strategi dan kebijakan dalam meningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia