• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis

Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan tingkat sistematikanya menurut Hamilton (1822) in www.fishbase.org (2009):

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Osteoglossiformes Famili : Notopteridae Genus : Chitala Spesies : Chitala lopis Nama umum : Featherback fish

Nama lokal : Belido (Sumatera Selatan dan Jambi) (Adjie et al. 1999) Belida (Kalimantan Barat) (Adjie et al. 1999)

Pipih (Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah) (Adjie

et al. 1999)

Terdapat 3 jenis ikan belida yang dikenal di Palembang yaitu Notopterus

borneensis, N. chitala dan N. notopterus (Widyastuti 1993). Menurut Robert

(1913) in Madang (1999) genus Notopterus hanya terdiri dari satu spesies yaitu N.

notopterus. Notopterus chitala merupakan anggota genus Chitala dan N. borneensis digolongkan sebagai junior Chitala lopis. Robert (1992b) in Wibowo et al. (2008) menyatakan bahwa semua Chitala yang berasal dari Indonesia

merupakan satu spesies yaitu Chitala lopis. Nama lokal ikan belida di masyarakat juga digunakan untuk spesies N. notopterus. Tetapi spesies ini berbeda dengan C.

lopis karena ukuran maksimum tubuh Chitala lebih besar dari Notopterus

(Madang 1999).

Ikan belida memiliki bentuk kepala dekat punggung cekung, rahang semakin panjang sesuai dengan meningkatnya umur sampai jauh melampui batas belakang mata. Sisik preoperkulum lebih dari 10 baris, 117-127 jari-jari pada sirip dubur, 43-49 pasang duri kecil disepanjang perut, pola warna berkisar dari 3 fase yaitu fase maculosus (150-270 mm), dimana seluruh badan ditutupi bintik bulat

(2)

kecil. Banyak baris miring berbintik-bintik pada sirip dubur dan badan bagian belakang, dan sebuah bintik hitam pada pangkal sirip badan (fase borneensis, 300-600 mm). tidak ada tanda-tanda lain kecuali bintik hitam pada pangkal sirip dada (fase hypselonotus, > 600 mm); beberapa spesimen tidak memiliki tanda-tanda pada badan (fase lopis, kisaran ukuran tidak dikenal) (Kottelat et al. 1993).

Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi Pribadi)

Ikan belida memiliki bentuk tubuh simetri bilateral, kepala kecil dan bungkuk di bagian tengkuk. Sirip ekor langsung bersambungan dengan sirip anal. Mulut dapat disembulkan dengan posisi terminal. Posisi sirip perut terhadap sirip dada abdominal. Sirip dorsal kecil seperti bulu. Tubuh agak licin, bagian atas kehitaman agak kelabu sedangkan bagian bawah keperakan. Garis lurus (linea

lateralis) satu buah, lengkap tidak terputus (Direktorat Bina Sumberhayati 1990).

2.2. Distribusi dan Habitat

Ikan belida hidup pada perairan danau, rawa dan sungai yang banyak hutan rawa dataran rendah (Utomo dan Krismono 2006). Selain di Indonesia ikan belida juga terdapat di India dan Thailand. Di India, ikan belida jenis Chitala chitala dapat ditemukan di Sungai Farakka, Sungai Bhagirathi, Sungai Ganga, Sungai Ghangra, Sungai Gomti, Sungai Samaspur Bird Sanctuary, Sungai Gerua, Sungai

(3)

Saryu, dan Sungai Sutluj (Sarkar dan Deepak 2009). Beberapa jenis ikan belida juga ditemukan di Thailand yaitu jenis Chitala blanci ditemukan di Sungai Mekong, jenis Chitala lopis ditemukan di Sungai Tapi, jenis Chitala ornata ditemukan di Sungai Chao Phraya, dan jenis Notopterus notopterus ditemukan di tiga sungai utama Thailand (Sungai Chao Phraya, Sungai Tapi dan Sungai Mekong) (Sodsuk dan Sodsuk 2000). Untuk ikan belida di Indonesia menghuni perairan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Penyebaran ikan belida di Sumatra Selatan banyak ditemukan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, Muara Enim, Musi Banyu Asin, Musi Rawas, Kotamadya Palembang dan sebagian kecil di Kabupaten Lahat (Widyastuti 1993).

Sebagai predator air tawar ikan belida hidup di habitat sungai dan daerah yang sering tergenang banjir. Hidup di dataran rendah dengan ketinggian tidak lebih dari 30 m dpl (Widyastuti 1993). Sjafei et al.(1989) in Madang (1999) menyatakan bahwa ikan Notopteridae merupakan contoh ikan yang daerah penyebarannya terletak di dataran rendah.

Gambaran kondisi kualitas perairan yang banyak dijumpai ikan belida, yang paling tidak merupakan habitat ikan belida yaitu:

Tabel 1. Keadaan kondisi fisika dan kimia perairan yang banyak ditemukan ikan belida

No. Parameter Satuan Nilai

1. Suhu oC 27 – 30

2. Kecerahan cm 15 – 45

3. pH unit 5,5 – 7,5

4. Oksigen terlarut ppm 1,7 – 9,4

Sumber: Adjie dan Utomo (1994) in Wibowo dan Sunarno (2006)

Sebagian besar ikan belida cenderung tinggal di perairan sungai dan sebagian lagi di tempat-tempat terdalam yang tergenangi air, pada saat debit air kecil di musim kemarau, sedangkan pada saat air melimpah di musim hujan mereka menyebar ke rawa banjiran dan persawahan baik untuk memijah maupun mencari makan (Adji dan Utomo 1994 in Wibowo dan Sunarno 2006).

(4)

2.3. Hubungan Panjang-Berat

Secara matematis hubungan antara panjang dan berat ikan merupakan sebuah indeks praktis yang cocok digunakan untuk mengetahui kelangsungan hidup, pertumbuhan, kematangan, dan reproduksi (Soomro et al. 2007).

Effendie (1979) menyatakan bahwa berat dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik, yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Dengan menghitung panjang berat kita dapat menduga panjang dari berat ikan atau sebaliknya, keterangan tentang pertumbuhan ikan, kemontokan dan perubahan lingkungan. Menurut Lückoff et al. (2005) pada musim tertentu setiap tahun ikan tumbuh sangat cepat, sedangkan dimusim lain ikan akan tumbuh sangat lambat.

Hasil analisa terhadap hubungan panjang berat ikan menunjukkan pola pertumbuhan ikan. Konstanta yang menggambarkan pola pertumbuhan ikan adalah nilai b. Apabila nilai b sama dengan 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan bersifat isometrik, dimana pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat. Nilai b yang lebih besar dari 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan bersifat allometrik positif, yang berarti pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjang. Untuk nilai b yang lebih kecil dari 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan bersifat allometrik negatif, yakni pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan beratnya (Effendie 1997).

2.4. Faktor Kondisi

Menurut Lagler (1972) faktor kondisi adalah angka yang menunjukkan tingkat kemontokan ikan, dimana perhitungannya didasarkan pada panjang dan berat ikan. Effendie (1979) menyatakan bahwa faktor kondisi dapat dipengaruhi oleh indeks relatif penting makanan dan pada ikan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. Pada umumnya ikan yang cenderung menggunakan cadangan lemak sebagai sumber tenaga selama proses pemijahan akan mengalami penurunan faktor kondisi.

Faktor kondisi yang biasa dipakai di Indonesia yaitu dalam sistem metrik (K). Harga satuan K sendiri tidak berarti apa-apa, tetapi akan terlihat kegunaannya apabila dibandingkan dengan individu lain. Variasi harga K bergantung kepada

(5)

makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad. Apabila kondisi ikan di perairan kurang baik kemungkinan populasi ikan tersebut terlalu padat, dan sebaliknya apabila kondisinya baik mungkin terjadi pengurangan populasi atau tersedia makanan yang mendadak (Effendie 1979). Menurut Lizama et al. (2002) studi tentang fakor kondisi sangat penting untuk mengetahui daur hidup dari spesies ikan dan memberikan kontribusi yang sesuai bagi pengelolaan spesies tersebut.

2.5. Aspek Reproduksi

Reproduksi pada ikan berhubungan erat dengan fekunditas dan gonad sebagai alat reproduksi seksualnya. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa aspek biologi reproduksi terdiri dari rasio kelamin, frekuensi pemijahan, lama pemijahan, ukuran ikan pertama kali memijah dan ukuran ikan pertama kali matang gonad.

2.5.1. Nisbah kelamin

Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan jumlah ikan betina dalam suatu populasi. Kondisi nisbah kelamin yang ideal yaitu dengan rasio 1:1. Perbedaan nisbah kelamin dapat dilihat dari tingkah laku pemijahan yang dapat berubah menjelang dan selama pemijahan. Pada ikan yang melakukan ruaya untuk memijah terjadi perubahan nisbah jantan dan betina secara teratur, pada awalnya ikan jantan lebih banyak kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1:1 lalu diikuti ikan betina lebih banyak (Nikolsky 1963).

Pada kenyataannya kondisi ideal sering menyimpang yang disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhannya. Perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama pemijahan (Nikolsky 1963). Nisbah kelamin kemungkinan besar mempunyai keterkaitan yang erat dengan habitat ikan. Pada habitat yang ideal untuk melakukan pemijahan umumnya memiliki jumlah ikan jantan dan jumlah ikan betina yang seimbang.

(6)

2.5.2. Tingkat kematangan gonad

Tingkat kematangan gonad diperlukan untuk menentukan atau mengetahui perbandingan antara ikan yang masak gonadnya dengan yang belum dari stok yang ada dalam perairan, ukuran atau umur ikan pertama-tama menjadi masak gonadnya, apakah ikan sudah memijah atau belum, kapan masa pemijahannya, berapa lama saat pemijahannya dan berapa kali pemijahannya dalam satu tahun (Effendie 1979). Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad (Effendie 1997).

Effendie (1979) menyatakan bahwa salah satu cara untuk menentukan tingkat kematangan gonad ikan yaitu dengan mengukur perbandingan panjang gonad dengan rongga tubuh, selain itu dengan mengamati warna gonad, pembuluh darah dan butir-butir telur di dalamnya. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina 10 – 25% dari berat tubuh dan pada ikan jantan 5 – 10% (Royce 1973).

Ukuran ikan pertama kali matang gonad berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Menurut Lagler (1972) ada dua faktor yang mempengaruhi waktu ikan pertama kali matang gonad yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam yang berpengaruh adalah perbedaan spesies, umur, ukuran serta sifat fisiologis ikan seperti kemampuan adaptasi terhadap lingkungannya. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi adalah makanan, suhu, arus dan tekanan penangkapan. Royce (1973) menyatakan bahwa proses perkembangan telur dan sperma serta proses pengeluarannya membutuhkan energi ekstra dan kondisi makanan yang baik.

Ukuran ikan pertama kali matang gonad tidak sama pada tiap spesies, demikian pula pada ikan yang sama spesiesnya. Apabila ikan yang sama spesiesnya tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari lima derajat, maka akan terdapat perbedaan ukuran dan umur ikan ketika mencapai kematangan gonad untuk pertama kalinya. Faktor utama yang mempengaruhi kematangan gonad ikan di daerah bermusim empat adalah suhu dan makanan. Sedangkan di daerah tropik suhu secara relatif perubahannya tidak besar dan umumnya gonad dapat masak lebih cepat (Effendie 1997).

(7)

2.5.3. Indeks kematangan gonad

Indeks kematangan gonad merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam gonad secara kuantitatif (Effendie 1979). Dengan nilai indeks kematangan gonad akan didapatkan bahwa sejalan dengan perkembangan gonad, indeks tersebut akan semakin bertambah besar dan nilai tersebut akan mencapai batas kisar maksimum pada saat akan terjadi pemijahan.

Perubahan nilai IKG erat hubungannya dengan tahap perkembangan telur. Selama tahap reproduksi, terjadi pertambahan berat gonad yang dibarengi dengan besarnya ukuran dan diameter telur. Nilai indeks kematangan gonad (IKG) akan mencapai kisaran maksimum ketika akan terjadi pemijahan. Nilai IKG pada ikan betina lebih besar dari pada ikan jantan (Effendie 1997).

2.5.4. Fekunditas

Fekunditas total ialah fekunditas ikan selama hidupnya (Royce 1973). Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa fekunditas nisbi merupakan jumlah telur per satuan berat atau panjang ikan. Fekunditas bukan merupakan gambaran dari kapasitas reproduksi suatu populasi ikan karena frekuensi populasi selain tergantung pada fekunditas individu juga bergantung pada waktu dan tempat ikan matang gonad serta periode dan waktu pemijahan (Nikolsky 1963).

Fekunditas pada suatu spesies dapat berbeda antara satu dengan yang lain. Olatunde (1978) in Siregar (1989) menyatakan bahwa fekunditas memiliki keterkaitan dengan umur, panjang dan berat individu, serta dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan. Ikan-ikan di daerah tropis pada umumnya memiliki fekunditas yang besar tapi ukurannya relatif kecil (Royce 1973).

Effendie (1979) menyatakan bahwa ikan-ikan yang tua dan berukuran besar mempunyai fekunditas relatif lebih kecil karena fekunditas relatif maksimum terjadi pada golongan ikan-ikan yang masih muda. Fekunditas suatu jenis ikan berhubungan erat dengan lingkungannya, dalam hal ini fekunditas dari suatu jenis ikan akan berubah bila keadaan lingkungannya berubah.

(8)

2.5.5. Diameter telur

Menurut Effendie (1997) diameter telur semakin membesar dengan berkembangnya gonad. Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar dari pada larva yang dihasilkan dari telur yang berukuran kecil. Hal ini disebabkan kandungan kuning telur lebih banyak pada telur yang berukuran besar sehingga larva yang dihasilkan mempunyai persediaan makanan yang lebih banyak untuk membuat daya hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur yang berukuran lebih kecil.

Ukuran telur untuk setiap spesies ikan beragam antar individu. Diameter telur juga dipengaruhi oleh faktor genetis, lingkungan, dan makanan yang dikonsumsi oleh individu (Scott 1979 in Siregar 1989). Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya kematangan gonad ikan saat mendekati pemijahan.

2.5.6. Daur hidup

Pemijahan ikan belida terjadi pada bulan Februari setiap tahun (Makmur 2000 in Wibowo dan Sunarno 2006). Menurut Adjie dan Utomo (1994) in Wibowo dan Sunarno (2006) ikan belida memijah pada bulan November sampai dengan Januari. Secara alami, daerah hutan rawa merupakan tempat berkembang biak ikan belida. Pada saat musim hujan ikan belida melakukan migrasi dari sungai utama atau bagian berair lainnya ke rawa banjir (floodplain) untuk melakukan aktivitas pertumbuhan (mencari makan) dan reproduksi (memijah) (Wibowo dan Sunarno 2006).

Secara bertahap induk yang sudah matang gonad beruaya menuju daerah rawa banjiran, terutama hutan rawa yang banyak ditumbuhi tanaman dengan substrat keras, seperti pohon-pohon yang sudah mati sebagai tempat menempelkan telur (Makmur 2000 in Wibowo dan Sunarno 2006). Selain itu, batang kayu baik yang hidup maupun yang sudah mati merupakan rumpon bagi ikan kecil dan udang yang merupakan makanan utama ikan belida sehingga pada waktu melakukan pemijahan mudah mendapatkan makanan.

Setelah telur menetas dan berkembang biak menjadi larva, hutan rawa yang terlindungi dari kondisi alam yang ekstrem seperti angin, ombak dan

(9)

gangguan lain juga berfungsi sebagai tempat asuhan. Adjie dan Utomo (1994) in Wibowo dan Sunarno (2006) menyatakan bahwa ikan belida menggunakan kayu pohon yang terendam dalam air sebagai tempat pemijahan, meletakkan telur dan perlindungan anaknya.

Gambar

Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi Pribadi)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biologi ikan palau di Way Tulang Bawang melalui nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad,

Informasi stok sumber daya ikan tongkol meliputi rasio kelamin, hubungan panjang bobot, tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas,

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aspek reproduksi ikan tuna sirip kuning ( Thunnus albacares ) yang meliputi tingkat kematangan gonad, fekunditas, indeks kematangan gonad,

Penelitian tentang aspek reproduksi ikan koi ( Cyprinus carpio ) khususnya mengetahui studi tingkat kematangan gonad (TKG) dan mengetahui bagian anatominya dari ikan

Tingkat kematangan gonad I baik ikan jantan maupun betina mendominasi, tidak terdapatnya ikan yang matang gonad diduga ikan berada di perairan yang lebih dalam. Nilai IKG

Informasi stok sumber daya ikan tongkol meliputi rasio kelamin, hubungan panjang bobot, tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas,

Tingkat kematangan gonad dapat dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat pertama kali matang gonad, proporsi jumlah stok yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek biologi reproduksi yaitu tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas dan nisbah kelamin ikan lemadang Coryphaena