• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Di Perairan Selat Sunda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Di Perairan Selat Sunda"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL

(

Euthynnus affinis

) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

NUR LAILY HIDAYAT

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan Selat Sunda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

(4)

ABSTRAK

NUR LAILY HIDAYAT. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER dan ACHMAD FAHRUDIN.

Ikan tongkol merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan status stok dan pengelolaan sumber daya ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang tepat dan berkelanjutan di Perairan Selat Sunda berdasarkan data hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga November 2014. Analisis data terdiri atas rasio kelamin, hubungan panjang bobot, tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas, identifikasi kelompok umur, parameter pertumbuhan, laju eksploitasi, dan model produksi surplus. Hasil penelitian menunjukkan ikan tongkol memiliki pola pertumbuhan allometrik positif. Laju eksploitasi telah melebihi laju eksploitasi optimum. Hasil tangkapan maksimum lestari dan upaya optimum masing-masing 2 229 ton per tahun dan 4 907 trip per tahun. Pengelolaan yang dapat dilakukan adalah pengaturan hasil tangkapan dan upaya penangkapan, penentuan musim penangkapan, dan selektivitas alat tangkap.

Kata kunci: tangkapan maksimum lestari, ikan tongkol, laju eksploitasi, pertumbuhan, selat sunda

ABSTRACT

NUR LAILY HIDAYAT. Fish Stock Assessment of Eastern little tuna (Euthynnus affinis) in The Sunda Strait. Supervised by MENNOFATRIA BOER and ACHMAD FAHRUDIN.

Eastern little tuna is one of the pelagic fish that have important economic value. The purpose of this research was to determine the status stocks and proper management of Eastern little tuna (Euthynnus affinis) and sustainability in the Sunda Strait based on catch data by fisherman landed on PPP Labuan, Banten. This research was carried out from May to November 2014. Data analysis consisted of sex ratio, length relationship weight, gonad maturity level, first ripe gonad size, fecundity, age group identification, growth parameter, the rate of exploitation, and surplus production models. The results showed Eastern little tuna has positive allometric growth. The rate of exploitation of tuna has exceeded the optimum exploitation rate. The number of MSY and optimum efforts amount 2 229 tonnes per year and the 4 907 trip per year. Management that can be done is the setting of catch and fishing effort, determination of fishing season, and fishing gear selectivity.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL

(

Euthynnus affinis

) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

NUR LAILY HIDAYAT

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan Selat Sunda. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1 Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.

2 Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) yang telah memberikan bantuan dana selama perkuliahan.

3 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2014, kode Mak: 2013.089.521219, Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian

kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi

Reproduksi Beberapa Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat

Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer

DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia MSi (sebagai anggota peneliti).

5 Prof Dr Ir Sulistiono, MSc selaku pembimbing akademik yang telah memberi saran selama perkuliahan.

4 Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA dan Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaikan penulisan skripsi ini.

5 Dr. Ir. Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku Komisi Pendidikan Program S1 dan Prof Dr Ir Ridwan Afandi, DEA selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6 Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Bapak Suminta, Staf DKP Kabupaten Pandeglang.

7 Bapak, Mama, Adik dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang dan dukungannya selama ini.

8 Risti, Anisa Nurul F, Ida Nurokhmah, Dhona IK, Oky Widya, Gama Satria, Nurul Mega K, tim penelitian Labuan MSP 48, seluruh Asisten MOSI, seluruh MSP 48, dan Gasisma 48 atas doa, semangat, dukungan, dan bantuannya.

Saran dan kritik atas skripsi ini sangat diharapkan demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi penelitian ini.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Hasil 11

Pembahasan 21

KESIMPULAN DAN SARAN 25

Kesimpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 29

(10)

DAFTAR TABEL

1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002) 4 2 Rasio kelamin ikan tongkol pada setiap pengambilan contoh 12

3 Fekunditas ikan tongkol (Euthynnus affinis) 14

4 Sebaran kelompok ukuran ikan tongkol jantan dan betina 16 5 Parameter pertumbuhan ikan tongkol berdasarkan model

Von Bertalanffy 18

6 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan tongkol 20

7 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip) 20 8 Parameter pertumbuhan dan laju eksploitasi ikan tongkol

(Euthynnus affinis) dari berbagai penelitian 24

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi daerah penangkapan ikan tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan

Selat Sunda 3

2 Hasil tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang

(DKP Kabupaten Pandeglang 2013) 11

3 Hubungan panjang bobot ikan tongkol jantan 12

4 Hubungan panjang bobot ikan tongkol betina 13

5 Tingkat kematangan gonad ikan tongkol jantan 13

6 Tingkat kematangan gonad ikan tongkol betina 14

7 Hubungan ln fekunditas dengan ln panjang ikan tongkol 15 8 Hubungan ln fekunditas dengan ln bobot ikan tongkol 15 9 Sebaran frekuensi panjang ikan tongkol (Euthynnus affinis) 16 10 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tongkol jantan 17 11 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tongkol betina 18 12 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tongkol jantan 19 13 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tongkol betina 19 14 Model produksi surplus dengan pendekatan model Schaefer 21

DAFTAR LAMPIRAN

1

Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang

dilinerakan berdasarkan data panjang 29

2 Hubungan panjang bobot ikan tongkol 31

3 Tingkat kematangan gonad ikan tongkol 31

4 Ukuran pertama kali matang gonad 32

5 Fekunditas ikan tongkol 34

6 Observasi ikan 34

7 Sebaran frekuensi panjang ikan tongkol 35

8 Pendugaan pertumbuhan ikan tongkol 36

9 Pendugaan mortalitas ikan tongkol 37

10 Standarisasi alat tangkap 39

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten merupakan salah satu tempat mendaratkan ikan hasil tangkapan dari Perairan Selat Sunda. Lokasi PPP Labuan terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Lokasi PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pendaratan Ikan (TPI) terdiri atas TPI 1 sebagai tempat pendaratan ikan demersal, TPI 2 sebagai tempat pendaratan ikan pelagis, dan TPI 3 sebagai tempat pendaratan ikan dan pasar. Sumber daya ikan di Perairan Selat Sunda yang tangkapannya didaratkan di PPP Labuan antara lain ikan layur, layang, tongkol, kuniran, kurisi, swanggi, kembung banyar, kembung rantai, tembang, selar kuning, lemuru, kembung, dan peperek.

Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting dengan sifat hidup yang bergerombol, perenang cepat, dan pemakan daging (karnivora). Harga ikan tongkol di PPP Labuan, Banten mencapai Rp 17 000.00 per kg. Selain bernilai ekonomis penting, ikan ini memiliki kandungan protein hewani yang tinggi, sehingga banyak dikonsumsi masyarakat. Ikan tongkol menjadi salah satu ikan target dalam perikanan tangkap, khususnya di Perairan Selat Sunda. Alat tangkap yang biasa digunakan terdiri atas payang, dogol, pukat cincin (purse seine), pukat pantai, jaring rampus, jaring insang (gillnet), pancing, bagan tancap, dan bagan rakit. Pukat cincin merupakan alat tangkap yang dominan digunakan untuk menangkap ikan tongkol.

Rata-rata hasil tangkapan ikan tongkol di PPP Labuan, Banten pada kurun waktu 2006-2013 mencapai 2 040 ton/tahun (DKP 2013). Laju eksploitasi ikan tongkol telah melebihi titik optimum (Kusumawardani 2013). Permintaan yang tinggi di pasar terhadap ikan tongkol membuat para pelaku perikanan mengeksploitasi sumber daya ikan ini tanpa memperhatikan keberlanjutannya. Hal ini dapat mempengaruhi keberadaan dan dapat mengubah status stok sumber daya ikan tongkol di Perairan Selat Sunda. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai stok sumber daya ikan tongkol di Perairan Selat Sunda berdasarkan data hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPP Labuan untuk menentukan alternatif pengelolaan sumber daya ikan tongkol yang tepat dan berkelanjutan.

Perumusan Masalah

(12)

2

pengelolaan yang tepat akan menyebabkan penurunan stok ikan dan terancamnya keberlangsungan sumber daya ikan di perairan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan suatu studi dalam rangka menentukan pengelolaan sumber daya perikanan secara berkelanjutan, khususnya stok sumber daya ikan tongkol di Perairan Selat Sunda berdasarkan data hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Informasi stok sumber daya ikan tongkol meliputi rasio kelamin, hubungan panjang bobot, tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas, identifikasi kelompok umur, parameter pertumbuhan, laju eksploitasi, dan model produksi surplus digunakan sebagai masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan ikan tongkol yang tepat dan berkelanjutan di Perairan Selat Sunda.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status stok dan pengelolaan sumber daya ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang tepat dan berkelanjutan di Perairan Selat Sunda berdasarkan data hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPP Labuan, Banten.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait status stok sumber daya ikan tongkol sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengelolaan ikan tongkol di Perairan Selat Sunda.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

(13)

3

Gambar 1 Lokasi daerah penangkapan ikan tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan Selat Sunda

Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer ikan tongkol diperoleh dengan metode penarikan contoh acak sederhana (PCAS). Data yang dikumpulkan meliputi data panjang, bobot, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, dan fekunditas. Pengambilan ikan contoh meliputi ikan-ikan yang berukuran kecil, sedang, dan besar. Ikan contoh yang diambil diupayakan 100 ekor tergantung kelimpahan ikan pada setiap pengambilan dengan selang waktu pengambilan contoh 30 hari.

(14)

4

Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002)

TKG Betina Jantan

I Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin

Testes seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh

II Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas

Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu

III Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat

Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar

IV Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut

Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan

Testes bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tongkol yang didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Analisis Data

Rasio Kelamin

Konsep rasio adalah proporsi populasi tertentu terhadap total populasi (Walpole 1993). Rasio kelamin digunakan untuk melihat perbandingan antara jantan dan betina yang ada di perairan. Pendugaan rasio kelamin dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan dalam produksi, rekruitmen, dan konservasi sumber daya ikan.

p = Nn (1)

p adalah proporsi kelamin (jantan atau betina), n adalah jumlah jenis ikan jantan atau betina, dan N adalah jumlah total individu ikan jantan dan betina contoh (ekor). Uji khi-kuadrat (Chi-square) digunakan untuk mengetahui keseimbangan hubungan antara populasi betina dengan populasi jantan dalam suatu populasi:

χ² =

(oi - ei )

ei (2)

(15)

5

Hubungan Panjang Bobot

Model pertumbuhan mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter yang dijadikan analisis. Asumsi hukum kubik secara ideal menyatakan bahwa ikan yang bertambah panjangnya akan menyebabkan pertambahan bobotnya sampai tiga kali lipat. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena panjang dan bobot ikan berbeda pada setiap spesies, sehingga untuk menganalisis hubungan panjang bobot masing-masing spesies digunakan rumus Effendie (1997) sebagai berikut.

W = aLb (3)

W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a dan b adalah koefisien pertumbuhan bobot. Nilai a dan b diduga dari bentuk linier persamaan di atas, yaitu:

log W = log a + b log L (4) Parameter penduga a dan b diperoleh dengan analisis regresi dengan log W sebagai y dan log L sebagai x, sehingga diperoleh persamaan regresi:

y = b +b1 xi+ ε (5)

yang diduga dengan :

Ŷ = b + b i xi (6)

Konstanta b1 dan bo diduga dengan:

b = ∑ xiyi -1

n∑ni=1xi∑ni=1yi n

i=1

∑ni= xi −n(∑ni= xi)

(7)

b0= y ̅-b1x̅ (8)

Sehingga b = b dan a = 10b0

Pola hubungan panjang dan bobot dilihat dari nilai konstanta b (sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter) melalui uji hipotesis: 1 Bila b = 3, dikatakan memiliki hubungan isometrik (pertumbuhan bobot sama

dengan pertumbuhan panjang)

2 Bila b ≠3, dikatakan memiliki hubungan allometrik (pertumbuhan bobot tidak sama dengan pertumbuhan panjang).

(16)

6

t n =

|

bSb1- b

1

|

(9)

Sb1 adalah simpangan baku dugaan b1 atau b yang dihitung dengan:

Sb1= s

2

∑ni=1x12-1n(∑ni=1xi)2 (10) Selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%. Pengambilan keputusannya adalah jika thitung > ttabel, maka tolak hipotesis nol (H0) dan jika thitung < ttabel, maka gagal tolak atau terima hipotesis nol (H0) (Walpole 1993).

Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad (Effendie 2002). Penentuan tingkat kematangan gonad pada ikan ada dua macam, yaitu secara morfologis dan histologis. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan tongkol ditentukan secara morfologi menggunakan klasifikasi dari modifikasi Cassie pada Tabel 1. Tingkat kematangan gonad ikan tongkol ditentukan secara morfologi yang didasarkan pada bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad.

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan tongkol pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986).

m = xk +x

2 - x ∑pi (11)

sehingga,

M = antilog m (12)

dan selang kepercayaan 95% bagi log M dibatasi sebagai:

antilog m ± 1.96 √

x

2∑piqi

ni-1 (13)

(17)

7

Fekunditas

Fekunditas diasumsikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan tongkol betina yang telah mencapai TKG IV. Fekunditas ditentukan dengan menggunakan metode gabungan, yaitu metode grafimetrik dan volumetrik (Effendie 1979).

F= G ×V ×Q X (14)

F adalah fekunditas, G adalah berat gonad total setiap ikan (gram), V adalah volume pengenceran (10 ml), X adalah jumlah butir telur yang ada dalam 10 ml, dan Q adalah berat telur contoh (gram).

Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang tubuh daripada dengan berat, karena penyusutan panjang relatif kecil sekali tidak seperti berat yang dapat berkurang dengan mudah (Effendie 1997). Hubungan antara fekunditas dengan panjang tubuh dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut.

F =aLb (15)

F adalah fekunditas (butir), L adalah panjang total ikan (mm), a dan b adalah konstanta. Nilai a dan b diduga dari bentuk linier persamaan 15, yaitu:

log F = log a + b log L (16)

Sebaran Frekuensi Panjang

Sebaran frekuensi panjang dapat ditentukan dengan menggunakan data panjang total ikan tongkol yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Analisis sebaran frekuensi panjang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut. 1 Menentukan jumlah kelas panjang yang dibutuhkan

2 Menentukan lebar selang kelas

3 Menentukan kelas frekuensi dan memasukkan data panjang masing-masing ikan contoh ke dalam selang kelas yang ditentukan.

Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang yang sama akan diplotkan ke dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat dilihat sebaran kelas panjang selama pengambilan contoh. Grafik menggambarkan banyaknya ikan yang tertangkap berdasarkan kelas panjang dan ukuran pertama kali matang gonad.

Identifikasi Kelompok Umur

(18)

8

maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {μ̂ , σ̂ , p̂} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):

L=∑i=1n filog ∑ Gj=1 pjqjj (17) qij dihitung dengan persamaan:

qij=σ 1

j√ 2πe

-12 xi-μj

σj 2

(18)

q yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µj dan

simpangan baku σj, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L

ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, σj, pj sehingga diperoleh dugaan μ̂ , σ̂ , dan p̂ yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan L∞, K dan t0.

Pendugaan Parameter Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan diduga dengan menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999):

Lt= L∞[1 -e -K (t-t0)] (19)

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan K dan L dilakukan dengan menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy Untuk t sama dengan t+1, sehingga persamaannya menjadi :

Lt+1= L∞ (1 - e-k(t+1-t0) ) (20)

Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1 (satuan waktu), L adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol. Persamaan 19 dan 20 disubstitusikan, dan diperoleh persamaan:

Lt+1=L∞[1-e-K]+Lte-K (21)

Persamaan tersebut dapat diduga dengan persamaan regresi linier

y=b0+b1x, dengan x = Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap y = Lt+1 sebagai

ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan b1 = e-K dan titik potong dengan absis sama dengan b0 = L∞[1 – e-K]. Dengan demikian, nilai K dan Ldiperoleh melalui hubungan:

K= -ln b1 (22)

(19)

9

L∞= 1 b- b0

1 (23)

Dugaan untuk nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999):

log(-t0) = 3.3922 - 0.2752 logL∞ - 1,038 log K (24)

L∞ adalah panjang asimtotik ikan (mm), K adalah koefisien laju

pertumbuhan (mm/satuan waktu), dan t0 adalah umur ikan pada saat panjang ikan 0.

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:

lnΔt (LC (L1,L2)

1,L2)= h – Z t

(L1+L2)

2 (25)

Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y = b0 + b1x dengan y = ln

C (L1,L2)

Δt (L1,L2)sebagai ordinat, x = t (L1+L2)

2 sebagai absis, dan Z = -b

(Lampiran 1).

Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut.

lnM = -0.0152 - 0.279 ln L + 0.6543 ln K + 0.463 ln T (26)

M adalah mortalitas alami, L adalah panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy (mm), K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, t0 adalah umur ikan pada saat panjang 0, dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (oC).

Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol melalui penggandaan dengan nilai 0.8, sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti ikan tongkol nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah:

M = 0.8 e (-0.0152 - 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T) (27)

Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan:

F = Z - M (28)

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984):

(20)

10

E = F F+M =

F

Z (29)

E adalah laju eksploitasi, M adalah laju mortalitas alami, F adalah laju mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total.

Standarisasi Alat Tangkap

Standarisasi alat tangkap digunakan untuk menyeragamkan upaya penangkapan yang ada sehingga dapat diasumsikan upaya penangkapan oleh suatu alat tangkap dapat menghasilkan tangkapan yang relatif sama dengan alat tangkap yang dijadikan standar. Alat tangkap yang digunakan standar adalah alat tangkap yang dominan menangkap menangkap jenis ikan tertentu dan memiliki nilai Fishing Power Index (FPI) sama dengan satu. Nilai FPI dari masing-masing alat tangkap lainnya dapat diketahui dengan membagi laju penangkapan rata-rata unit penangkapan yang dijadikan standar. Menurut Spare dan Venema (1999) nilai FPI diketahui dengan rumus:

CPUEi = Ci

fi (30)

FPIi = CPUEi

CPUEs (31)

CPUEi adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap ke-i, Ci adalah jumlah tangkapan jenis alat tangkap ke-i, fi adalah jumlah upaya penangkapan jenis alat tangkap ke-i, CPUEs adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap yang di jadikan standar, dan FPI adalah faktor upaya tangkap pada jenis alat tangkap ke-i.

Model Produksi Surplus

Potensi ikan tongkol dapat diduga dengan model produksi surplus yang menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort). Model ini dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Menurut Sparre dan Venema (1999) tingkat upaya penangkapan optimum (fMSY) dan tangkapan maksimum lestari (MSY) dapat diduga melalui persamaan:

Ct

ft = a- bft dan Ln

Ct

ft= a - bft (32)

Masing-masing untuk model Schaefer dan model Fox sedemikian sehingga dugaan fMSY masing-masing untuk model Schaefer dan Fox adalah:

fMSY Schaefer= a

2b

dan fMSY Fox = 1

(21)

11 dan tangkapan maksimum lestari (MSY) masing-masing untuk model Schaefer dan Fox adalah: eksponensial, Ct adalah tangkapan tahun ke-t dan ft adalah upaya tangkap tahun ke-t.

Model yang dipilih dari kedua yang digunakan adalah model yang memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang paling tinggi. Potensi lestari (PL) dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dapat ditentukan dengan analisis produksi surplus, sedemikian sehingga:

Hasil tangkapan ikan di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan Banten, yaitu ikan tongkol, tembang, kembung, kurisi, tenggiri, peperek, layang, biji nangka, selar, dan ikan lainnya. Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan salah satu ikan dominan yang tertangkap di PPP Labuan yang mencapai 10% dari keseluruhan ikan yang didaratkan di PPP Labuan (Gambar 2).

(22)

12

Rasio Kelamin dan Hubungan Panjang Bobot

Rasio kelamin merupakan perbandingan antara banyaknya ikan jantan dan ikan betina. Ikan tongkol yang diamati selama penelitian sebanyak 376 ekor untuk ikan jantan dan 43 ekor untuk ikan betina. Rasio kelamin antara ikan jantan dan ikan betina adalah 90%:10%. Berdasarkan uji Chi square secara keseluruhan menunjukkan rasio kelamin ikan tongkol tidak seimbang. Rasio kelamin ikan tongkol bervariasi setiap bulannya. Rasio kelamin ikan tongkol pada setiap pengambilan contoh disajkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rasio kelamin ikan tongkol pada setiap pengambilan contoh Waktu pengambilan

contoh n

Jumlah Rasio (%)

Jantan Betina Jantan Betina

30 Mei 2014 94 94 0 100.00 0

Analisis hubungan panjang bobot digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan. Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot ikan tongkol jantan dan betina diperoleh persamaan W = 0.00001 L3.0104 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 88.64% dan W = 0.000001 L3.4217 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 92.28%. Berdasarkan persamaan pada Gambar 3 dan 4 diperoleh nilai b sebesar 3.0104 untuk ikan jantan dan 3.4217 untuk betina. Berdasarkan uji t (α = 0.05) terhadap nilai b (Lampiran 2) ikan tongkol jantan dan betina diperoleh pola pertumbuhan allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih dominan dibandingkan pertumbuhan panjang.

(23)

13

Gambar 4 Hubungan panjang bobot ikan tongkol betina

TingkatKematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad ikan (Effendie 2002). Grafik tingkat kematangan gonad ikan tongkol jantan dan ikan tongkol betina pada setiap pengambilan contoh disajikan pada Gambar 5, Gambar 6, dan Lampiran 3. Gambar 5 menunjukkan TKG ikan tongkol jantan yang mendominasi adalah TKG I dan II. Sedangkan, TKG III dan IV mendominasi pada pengambilan contoh ke-6. Ikan tongkol betina tidak ditemukan pada pengambilan contoh ke-1 hingga ke-3. Ikan tongkol betina yang ditangkap sebagian besar memiliki TKG I, II, dan IV, sedangkan TKG III hanya ditemukan pada pengambilan contoh ke-6. Panjang pertama kali matang gonad ikan tongkol jantan dan betina masing-masing adalah 304.76 mm dan 414.39 mm (Lampiran 4)

Gambar 5 Tingkat kematangan gonad ikan tongkol jantan W = 0.000001 L3.4217

30/05/14 27/06/14 23/07/14 24/08/14 23/09/14 24/10/14

(24)

14

Gambar 6 Tingkat kematangan gonad ikan tongkol betina

Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Fekunditas ikan tongkol betina dihitung pada TKG 4. Tabel 3 menyajikan fekunditas ikan tongkol (Euthynnus affinis). Fekunditas diduga berkisar antara 36 850–640 607 butir (Lampiran 5). Tabel 3 menunjukkan bahwa pertambahan panjang dan bobot akan meningkatkan fekunditas ikan tongkol. Potensi reproduksi yang didapat selama penelitian adalah tinggi. Hubungan ln fekunditas dengan ln panjang ikan tongkol betina dan Hubungan ln fekunditas dengan ln bobot ikan tongkol betina masing-masing didapatkan persamaan y = -14.267 + 4.4712x dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 91.59% (Gambar 7) dan y = 2.0679 + 1.5306x dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 76.98% (Gambar 8).

Tabel 3 Fekunditas ikan tongkol (Euthynnus affinis)

No Panjang ikan (mm) Bobot ikan (gram) Fekunditas (butir)

1 261 270 36850

30/05/14 27/06/14 23/07/14 24/08/14 23/09/14 24/10/14

(25)

15

Gambar 7 Hubungan ln fekunditas dengan ln panjang ikan tongkol

Gambar 8 Hubungan ln fekunditas dengan ln bobot ikan tongkol

Sebaran Frekuensi Panjang

Total ikan tongkol yang diamati selama penelitian mencapai 419 ekor dengan 376 ekor untuk ikan jantan dan 43 ekor untuk ikan betina. Jumlah ikan tongkol yang diambil setiap pengambilan contoh berkisar antara 39-102 ekor (Lampiran 6). Panjang minimum dan maksimum ikan tongkol yang diamati adalah 100 mm dan 522 mm. Frekuensi panjang ikan tongkol tertinggi baik jantan maupun betina pada selang 230-239 mm (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan ukuran pertama kali matang gonad ikan tongkol jantan sebesar 304.76 mm dan ikan tongkol betina sebesar 414.39 mm, maka dapat diindikasikan bahwa ikan tongkol yang tertangkap masih di bawah ukuran pertama kali matang gonad. Gambar 9 menyajikan sebaran frekuensi panjang ikan tongkol.

(26)

16

Gambar 9 Sebaran frekuensi panjang ikan tongkol (Euthynnus affinis)

Identifikasi Kelompok Umur

Identifikasi kelompok umur ikan tongkol jantan dan betina dapat diduga menggunakan analisis sebaran frekuensi panjang ikan tongkol jantan dan betina. Metode yang digunakan untuk analisis kelompok umur adalah metode NORMSEP melalui program FISAT II. Hasil analisis kelompok umur ikan tongkol jantan dan betina berupa panjang rata-rata dan indeks separasi disajikan pada Tabel 4. Gambar 10 dan 11 adalah sebaran frekuensi panjang ikan tongkol jantan dan betina. Gambar 10 dan 11 menunjukkan pemisahan kelompok ukuran panjang ikan tongkol. Gambar 10 menunjukkan pergeseran nilai modus ke arah kanan pada bulan juli hingga bulan oktober. Gambar 11 menunjukkan pergeseran nilai modus ke arah kanan setiap bulan. Pergeseran ke arah kanan menunjukkan pertumbuhan ikan tongkol.

Tabel 4 Sebaran kelompok umur ikan tongkol jantan dan betina Waktu pengambilan

contoh

Kelompok Umur

Panjang Rata-Rata Index Separasi Jantan Betina Jantan Betina

(27)

17

Gambar 10 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tongkol jantan 0

Nilai tengah panjang (mm)

(28)

18

Gambar 11 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tongkol betina

Parameter Pertumbuhan

Analisis parameter pertumbuhan ikan tongkol terdiri atas koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik (L∞), dan umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (t0) (Tabel 5). Persamaan pertumbuhan model Von Bertalanffy untuk ikan tongkol jantan adalah Lt = 653.00 (1-e -0.3178(t+0.2238) ) dan untuk ikan tongkol betina adalah Lt = 562.07 (1-e -0.3895(t+0.1890) ). Kurva pertumbuhan ikan tongkol jantan dan ikan tongkol betina disajikan pada Gambar 12 dan 13.

Tabel 5 Parameter pertumbuhan ikan tongkol berdasarkan model Von Bertalanffy

Parameter Pertumbuhan Jantan Betina

L∞ (mm) 653.00 562.07

Nilai tengah panjang (mm) Oktober

(29)

19

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tongkol jantan

Gambar 13 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tongkol betina

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan tongkol dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang. Informasi mengenai nilai mortalitas dan laju eksploitasi disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa nilai mortalitas penangkapan ikan tongkol lebih besar dibandingkan nilai mortalitas alami. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kematian ikan tongkol lebih besar disebabkan oleh kegiatan penangkapan.

0 100 200 300 400 500 600 700

P

an

ja

n

g

(m

m

)

Waktu (bulan)

0 100 200 300 400 500 600

P

an

ja

n

g

(m

m

)

(30)

20

Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan (King 1995). Laju eksploitasi ikan tongkol jantan dan betina masing-masing sebesar 0.9567 dan 0.9784 (Tabel 6). Hasil tersebut menunjukkan laju eksploitasi ikan tongkol betina lebih tinggi dibandingkan ikan tongkol jantan.

Tabel 6 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan tongkol

Parameter Nilai

Jantan Betina

Mortalitas total (Z) 6.7983 16.2531

Mortalitas Alami (M) 0.2947 0.3510

Mortalitas Tangkapan (F) 6.5037 15.9021

Laju Eksploitasi (E) 0.9567 0.9784

Model Produksi Surplus

Model surplus produksi dapat diterapkan bila data hasil tangkapan total berdasarkan spesies per unit upaya tercatat baik (Sparre dan Venema 1999). Hasil tangkapan serta upaya penangkapan ikan tongkol yang dianalisis diperoleh dari Kementrian Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten selama tahun 2006-2013 (DKP 2013). Data hasil tangkapan ikan tongkol dan upaya penangkapan yang telah distandarisasi (Lampiran 11) disajikan pada Tabel 7. Hasil tangkapan ikan tongkol tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 2 249 ton. Upaya penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 4 447 trip.

Analisis potensi sumber daya ikan tongkol menggunakan model pendekatan Schaefer. Hasil analisis dengan model Schaefer didapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 88.04%. Nilai upaya optimum (fMSY) dan Maximum Sustainable Yield (MSY) masing-masing sebesar 4 907 trip per tahun dan 2 229 ton per tahun. Nilai potensi lestari (PL) dan Total Allowable Catch (TAC) masing-masing sebesar 2 006 ton dan 1 605 ton (Lampiran 11). Gambar 14 menyajikan grafik model produksi surplus dengan pendekatan model Schaefer.

Tabel 7 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip)

Tahun Hasil tangkapan (ton) Upaya (trip) TPSU

2006 1826 2892 0.6313

2007 1787 2773 0.6444

2008 2142 3358 0.6379

2009 2065 3411 0.6054

2010 2039 3815 0.5343

2011 2014 3748 0.5375

2012 2197 4329 0.5076

(31)

21

Gambar 14 Model produksi surplus dengan pendekatan model Schaefer

Pembahasan

Analisis hubungan panjang bobot digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan. Hasil analisis hubungan panjang bobot diperoleh nilai b ikan tongkol jantan sebesar 3.0104 dan ikan tongkol betina sebesar 3.4217. Lawson (2013) menyatakan bahwa perbedaan nilai b dapat disebabkan musim, habitat, kematangan gonad, jenis kelamin, kepenuhan lambung, dan kesehatan ikan. Moutopoulus & Stergiuo (2002) in Kharat et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan nilai b juga disebabkan perbedaan jumlah dan variasi ukuran yang diamati. Semakin besar jumlah ikan yang diamati, dugaan yang diperoleh

diharapkan akan lebih mewakili keadaan yang sebenarnya di alam. Uji t (α = 0.05) terhadap nilai b ikan tongkol jantan dan betina diperoleh pola

pertumbuhan allometrik positif. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Kusumawardani (2013) di Perairan Selat Sunda diperoleh pola pertumbuhan ikan jantan dan betina adalah allometrik negatif. Sebaliknya, berdasarkan penelitian Chodrijah et al. (2013) di Laut Jawa dan Rohit et al. (2012) di Perairan Hindia diperoleh pola pertumbuhan isometrik.

Perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad akan memberi keterangan

tentang waktu ikan memijah, baru memijah atau sudah memijah (Tang dan Affandi 1999). Sebaran TKG ikan tongkol jantan dan betina

(Gambar 5 dan 6) menunjukkan TKG III dan IV dapat ditemukan pada bulan Oktober. Hal ini diindikasikan bahwa musim pemijahan ikan tongkol terjadi pada bulan Oktober. Kondisi tersebut didukung penelitian Abdussamad (2012) di Perairan India bahwa puncak pemijahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) terjadi selama bulan Mei-Juni dan Oktober-Desember.

2006

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

(32)

22

Hasil analisis dengan metode Sperman Karber (Udupa 1986), diperoleh ukuran pertama kali matang gonad (Lm) adalah 304.76 mm untuk jantan dan 414.39 mm untuk betina (Lampiran 4). Diamsusikan pada ukuran 304.76 mm dan 414.39 mm ikan tongkol hampir 50% sudah matang gonad. Panjang pertama kali matang gonad ikan jantan lebih kecil dibandingkan ikan tongkol betina. Hal ini disimpulkan bahwa ikan tongkol jantan lebih cepat mencapai TKG III dibandingkan ikan tongkol betina. Penelitian Deepti & Sujatha (2012) di Perairan India menunjukkan ukuran pertama kali matang gonad ikan tongkol sebesar 497.00 mm untuk jantan dan 490.00 mm untuk betina. Sementara, menurut Rohit et al. (2012) dan Chiou et al. (2004) menunjukkan ukuran pertama kali matang gonad ikan tongkol masing-masing sebesar 377.00 mm dan 480.00 mm. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi waktu ikan pertama kali matang gonad, yaitu perbedaan spesies, umur, ukuran, sifat biologis, kemampuan adaptasi terhadap lingkungannya, makanan, suhu, dan arus (Effendi 2002). Takashi (1974) in Chiou (2004) mengemukakan bahwa suhu air merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kematangan seksual ikan dan biasanya ikan matang dan bertelur pada lingkungan dengan air yang lebih tinggi suhunya.

Fekunditas adalah jumlah telur ikan betina sebelum dikeluarkan pada waktu akan memijah. Pendugaan fekunditas memegang peranan penting dan sangat erat hubungannya dengan strategi reprodusi dalam rangka mempertahankan stok ikan di alam. Fekunditas yang diamati diduga berkisar antara 36 850–640 607 butir (Lampiran 5). Potensi reproduksi yang didapat selama penelitian adalah tinggi. Hubungan ln fekunditas dengan ln panjang ikan tongkol dan hubungan ln fekunditas dengan ln bobot ikan tongkol masing-masing menunjukkan nilai koefisiean determinasi (R2) sebesar 91.59% dan 76.98%.

Penelitian Muthiah (1985) di Perairan Pantai Mangalore, India dan Deepti & Sujatha (2012) di Perairan India menunjukkan fekunditas masing-masing berkisar antara 201 542–1 569 733 butir dan 295 075–1 538 165 butir. Sementara, menurut Chiou et al. (2004) di Perairan Taiwan menunjukkan fekunditas lebih rendah, yaitu berkisar antara 320 000–800 000 butir. Perbedaan fekunditas diindikasikan dipengaruhi oleh umur, keadaan spesies, dan keaadaan lingkungan (Royce 1572 in Baginda 2006). Menurut Nikolsky (1969) in Baginda (2006), fekunditas berhubungan erat dengan lingkungan, ketersediaan makanan, kecepatan pertumbuhan, dan tingkah laku ikan waktu pemijahan.

Kelas panjang ikan tongkol menyebar pada selang 100-522 mm. Sebaran panjang tersebut lebih kecil dibandingkan panjang ikan tongkol di Laut Jawa (Chodrijah et al. 2013), Selat Sunda (Kusumawardani 2013), Laut Barat Sumatera (Sulistiyaningsih et al. 2014), Perairan India (Rohit et al. 2012), Pantai Timur India (Kasim & Abdussamad 2003), Pelabuhan Ratu (Nurhayati 2001), Perairan Iran (Motlagh et al. 2010), Perairan Maharashtra (Khan 2004), Perairan Natuna (Fayetri et al. 2013) (Tabel 8). Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa sebaran panjang ikan tongkol yang berbeda-beda. Perbedaan kisaran panjang ikan tongkol diindikasikan karena perbedaan alat tangkap yang digunakan, kondisi lingkungan, dan variasi intensitas penangkapan (Kaymaram & Daryishi 2012). Spesies ikan yang sama dan hidup di lokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda karena adanya faktor dalam dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut. Menurut Effendie (2002), faktor

(33)

23 jenis kelamin, umur, dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi petumbuhan ikan adalah suhu dan makanan.

Parameter pertumbuhan dengan menggunakan model Von Bertalanffy (K dan L) diduga dengan metode Ford-Walford. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan nilai L ikan jantan lebih besar dibandingkan ikan betina. Nilai L ikan jantan dan betina masing-masing sebesar 653.00 mm dan 562.07. Sebaliknya, nilai koefisien pertumbuhan ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan, sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan tongkol betina akan lebih cepat mencapai panjang asimtotik (L). Perbedaan nilai koefisien pertumbuhan dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tempat, waktu, nutrisi, dan iklim (Ozvarol et al. 2010). Tabel 8 menunjukkan nilai L ikan tongkol bervariasi berdasarkan lokasi perairan. Hal ini menunjukkan parameter pertumbuhan suatu ikan akan berbeda pada perairan yang berbeda.

(34)

24

Tabel 8 Parameter pertumbuhan dan laju eksploitasi ikan tongkol (Euthynnus affinis) dari berbagai penelitian

Penelitian Lokasi Jenis kelamin

Panjang (mm) Parameter Pertumbuhan

min mak L∞

Model produksi surplus merupakan suatu model yang menjelaskan tentang pemanfaatkan sumber daya ikan yang lestari dan berkelanjutan. Hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dan upaya optimum (fMSY) dengan metode Schaefer masing-masing sebesar 2 229 ton per tahun dan 4 907 trip per tahun. Hasil tangkapan ikan tongkol di PPP Labuan, Banten pada tahun 2013 telah melebihi tangkapan potensi lestari, yaitu sebesar 2 249 ton per tahun. Oleh Karena itu, dapat diduga ikan tongkol di Perairan Selat Sunda telah mengalami overfishing. Menurut Nurhayati (2001), tinggi rendahnya hasil tangkapan ikan tongkol di suatu perairan dipengaruhi oleh jumlah dan efisiensi unit penangkapan ikan, lamanya operasi penangkapan ikan, dan keadaan lingkungan.

(35)

25 penentuan musim penangkapan yang dapat dilakukan pada bulan Januari-April dan Juli-September agar tidak mengganggu waktu pemijahan ikan tongkol, dan selektivitas alat tangkap dengan pengaturan ukuran mata jaring lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad ikan tongkol jantan dan betina masing-masing sebesar 304.76 mm dan 414.39 mm.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ikan tongkol di perairan Perairan Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih dan overfishing. Rencana pengelolaan yang tepat dilakukan, yaitu pengaturan hasil tangkapan dan upaya penangkapan sesuai dengan MSY dan fMSY, penentuan musim penangkapan yang dapat dilakukan pada bulan Januari-April dan Juli-September, dan selektivitas alat tangkap dengan pengaturan ukuran mata jaring lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad ikan tongkol.

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pola migrasi dan siklus hidup dari ikan tongkol serta stok sumberdaya ikan tongkol yang mewakili semua musim sehingga dapat memberikan informasi lebih mengenai kondisi ikan tongkol di perairan tersebut agar dapat menentukan alternatif pengelolaan yang lebih tepat dan berkelanjutan terhadap ikan tongkol.

DAFTAR PUSTAKA

Abdussamad EM, Rohit P, Koya K P S, Sivadas P. 2012. Status and potential of neritic tunas exploited from indian waters [Internet]. [diunduh 2 Januari 2015]. Tersedia pada: http:///www.iotc.org/sites/default/files/documents/ proceedings/2012/wpnt/IOTC-2012-WPNT02-10%20Rev_1.pdf.

(36)

26

Baginda H. 2006. Biologi Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Pada Bulan Januari-Juni di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L∞, K, t0) berdasarkan data frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 4(1):75-84.

Boer M, Aziz KA. 2007. Gejala tangkap lebih perikanan pelagis kecil di Perairan Selat Sunda. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 14(2):167-172.

Bowering WR. (1983). Age, growth, and sexual maturity of Greenland Halibut, Reinhardtius hippoglossoides (Walbaum), in the Canadian Northwest Atlantic. Fishery Bulletin. 81(3):599-611.

Chodrijah U, Hidayat T, Noegroho T. 2013. Estimate population parameters of Eastern Little Tuna (Euthynnus affinis) in Java Sea Waters. Bawal. 5(3):167-174.

Chiou WD, Cheng LZ, Chen KW. 2003. Reproduction and food habits of Kawakawa (Eutynnus affinis) in Taiwan. J.Fish.Soc. 31(1):23-38.

Deepti AI, Sujatha K. 2012. Fishery and some aspects of reproductive biology of two coastal species of tuna, Auxis thazard (Lacepède, 1800) and Euthynnus affinis (Cantor, 1849) off north Andhra Pradesh, India. Indian J. Fish. 59(4):67-76.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. 2013. Statistik Perikanan Tangkap Kabupaten Pandeglang Tahun 2006-2013. (Draft tahun 2013).

Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Dewi Sri.

Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara.

Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara.

Faizah R. 2010. Biologi Reproduksi Ikan tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di Perairan Samudera Hindia [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Fayerti WR, Efrizal T, Zulfikar. 2013. Kajian analitik stok ikan tongkol

(Euthynnus affinis) berbasis data panjang berat yang didaratkan di Tempat Pendaratan Ikan Pasar Sedanau Kabupaten Natuna [Internet]. [diunduh 10 Desember 2014]. Tersedia pada: http://jurnal.umrah.ac.id/ wp-content/uploads/2013/08/WAN-RITA-FAYETRI-090254242071.pdf. Kharat SS, Khillare YK, Dahanukar N. 2008. Allometric scaling in growth and

reproduction of a freshwater loach Nemacheilus mooreh (Sykes, 1839). Electronic Journal of Ichtyology. 1:8-17

Kasim HM, Abdussamad EM. 2003. Stock assessment of coastal tunas along the east coast of India [Internet]. [diunduh 10 Desember 2014]. Tersedia pada: http://eprints.cmfri.org.in/6189/1/571.pdf.

(37)

27 King M. 1995. Fisheries Biology, Assessment and Management. England (GB):

Fishing News Books Limited.

Kusumawardani NM. 2013. Kajian Stok Ikan Tongkol (Eutynnus affinis) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Padeglang, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Khan MZ. 2004. Age and growth, mortality and stock assessment of Euthynnus affinis (Cantor) from Maharashtra waters. Indian J. Fish. 51 (2):209-213. Lawson EO, Doseku PA. 2013. Aspects of Biology in Round Sardinella,

Sardinella aurita (Valenciennes, 1847) from Majidun Creek, Lagos, Nigeria. World Journal of Fish and Marine Sciences. 5 (5): 575-581.

Lelono TD. 2007. Dinamika populasi dan biologi ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang tertangkap dengan purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Trenggalek. Di dalam: Isnansetyo A, Murwantoko, Yusuf IBL, Djumanto, Saksono H, Dewi IP, Setyobudi E, Soeparno, Prabasunu N, Budhiyanti SA, Ekantari N, Ptiyono SB, editor. Seminar nasional tahunan IV hasil penelitian perikanan dan kelautan; 2007 Juli 28; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID). Hlm 1-11. of Fisheries Sciences. 9 (2):315-326.

Nurhayati M. 2001. Analisis beberapa aspek potensi ikan tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan Pelabuhan Ratu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ozvarol ZAB, Balci BA, Tasli MGA, Kaya Y, Pehlian M. 2010. Age, Growth And Reproduction Of Goldband Goatfish (Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855)) from the Gulf of Antalya (Turkey). Journal of Animal and Veterinary Advances. 9 (5): 939-945

Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters: a manual for use with programmable calculators. Manila: ICLARM.

Rohit P, Chellappan A, Abdussamad EM, Joshi KK, Koya KPS, Sivadas M, Ghosh S, Rathinam AMM, Kemparaju S, et al. 2012. Fishery and bionomics of the little tuna, Euthynnus affinis (Cantor, 1849) exploited from Indian waters. Indian J. Fish. 59 (3):33-42.

Sulistyaningsih RK, Jatmiko I, Wujdi A. 2014. Length Frequency Distribution and Population Parameters of Kawakawa (Euthynnus affinis-Cantor, 1849) Caught by Purse Seine in the Indian Ocean (a Case Study in Northwest Sumatera IFMA 572) [Internet]. [diunduh 2 Januari 2015]. Tersedia pada: http://www.iotc.org/sites/default/files/documents/ 2014/ 06/IOTC-2014-WPNT04-20_-_Kawakawa_length_freq_Indonesia.pdf.

Susilawati, Efrizal T, Zulfikar. 2013. Kajian stok ikan tongkol (Euthynnus affinis) berbasis panjang berat yang didaratkan di Pasar Ikan

(38)

28

Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis, Buku I: manual. Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, penerjemah. Jakarta: Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assessment, Part I: Manual.

Tang UM, Affandi R. 1999. Biologi Reproduksi Ikan. Bogor (ID): Kanisius. Udupa KS. 1896. Statistical method of estimating the size at first maturity of

fishes. Fishbyte. 4 (2):8-10.

(39)

29

LAMPIRAN

Lampiran 1 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinerakan berdasarkan data panjang

Berdasarkan persamaan tangkap atau persamaan Baranov (Baranov 1918 in Sparre dan Venema 1999), tangkapan antara waktu t1 dan t2 sama dengan:

C(t1,t2) = FZ (N(t1) - N(t2)) (1.1) N (t1) adalah banyaknya ikan pada saat t1, N(t2) adalah banyaknya ikan pada saat t2, F adalah mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total. Fraksi ikan yang mati akibat penangkapan, FZ disebut laju eksploitasi. Oleh karena

N(t2) = N(t1) e-Z(t2 - t1) (1.2) persamaan Baranov di atas dapat ditulis menjadi:

C((t1,t2)) = N (t1) FZ (1 - e-Z(t1 - t2) ) (1.3)

N (t1) = N(Tr) e-Z(t1 - Tr) (1.4)

sehingga

C((t1,t2)) = N(Tr) e-Z(t1 - Tr)F

Z (1 - e

-Z(t1 - t2)

) (1.5)

N (Tr) adalah rekrutmen. Selanjutnya dengan menggunakan logaritma di kiri dan kanan persamaan (1.5) diperoleh:

lnC(t1,t2) = d - Zt1 + ln(1 - e-Z(t2 - t1) ) (1.6) d = lnN (Tr) + ZTr + ln F

Z (1.7)

Jika t2 - t1 = t3 - t2 = ... = suatu konstanta dengan satuan waktu diperoleh konstanta baru

g = d + ln(1 - e-Z(t2 - t1) ) (1.8)

sehingga persamaan (1.8) dapat ditulis menjadi:

lnC(t1,t2) = g - Zt1 (1.9)

atau

(40)

30

Menurut Van Sickle (1977) in Sparre dan Venema (1999) cara lain dapat ditempuh untuk menyelesaikan (1.6) melalui

ln(1 - e-x) ≈ ln(X) - � (1.11)

untuk X yang bernilai kecil (X<1.0), sehingga

ln(1 - e-Z(t2 - t1))= ln Z(t2 - t1) - Z − (1.12)

dan persamaan (1.6) dapat ditulis

lnC(t1,t2)t2 - t1 = h - Zt1- Z(t2 - t1) (1.13) atau

ln C , +Δ

Δ = h - Z(t + Δt) (1.14)

selanjutnya, bentuk konversi data panjang menjadi data umur dengan menggunakan persamaan Von Bertalanffy

t(L) = t0-( ln

(1-L∞)) (1.15)

Notasi tangkapan C(t1,t2) dapat diubah menjadi C(L1,L2) atau

C(t,t+Δt) = C (L1,L2) (1.16)

dan

Δt = t(L2) - t(L1) = ( ln (L∞−L L∞−L )) (1.17)

Bagian (t + Δ�) pada persamaan (1.14) dapat dikonversi kedalam notasi L1 dan L2 sehingga

t(L1) + Δt) ≈ (L +L ) = t0-( ln (1-L +L L∞ )) (1.18)

sehingga

ln Δt(LC(L1,L2)

1,L2) = h - Z t(

L1+L2)

2 ) (1.19)

(41)

31 Lampiran 2 Hubungan panjang bobot ikan tongkol

1 Ikan jantan

Berdasarkan data dan bobot ikan tongkol jantan selama pengambilan contoh diperoleh statistik sebagai berikut:

Parameter Nilai

bi 3.0104

Sbi 0.0557

Thit 1.7006

ttab 2.2505

Pada taraf nyata 5% hipotesis yang menyatakan koefisien b sama dengan 3 (tiga) dapat diterima, dengan demikian pertumbuhan ikan tongkol jantan mengikuti pola allometrik positif.

2 Ikan betina

Berdasarkan data dan bobot ikan tongkol betina selama pengambilan contoh diperoleh statistik sebagai berikut:

Parameter Nilai

bi 3.4217

Sbi 0.1545

thit 2.7289

ttab 2.3267

Pada taraf nyata 5% hipotesis yang menyatakan koefisien b sama dengan 3 (tiga) dapat diterima, dengan demikian pertumbuhan ikan tongkol betina mengikuti pola allometrik positif.

Lampiran 3 Tingkat kematangan gonad ikan tongkol 1 Ikan jantan

Waktu Pengambilan Contoh TKG Jumlah FR

1 2 3 4 1 2 3 4

30/05/14 31 56 7 0 94 33 60 7 0

27/06/14 20 15 14 5 54 37 28 26 9

23/07/14 39 0 0 0 39 100 0 0 0

24/08/14 30 39 17 10 96 31 41 18 10

23/09/14 13 14 13 4 44 30 32 30 9

24/10/14 9 6 21 13 49 18 12 43 27

2 Ikan betina

Waktu Pengambilan Contoh TKG Jumlah FR

1 2 3 4 1 2 3 4

30/05/14 0 0 0 0 0 0 0 0 0

27/06/14 0 0 0 0 0 0 0 0 0

23/07/14 0 0 0 0 0 0 0 0 0

24/08/14 2 3 0 1 6 33 50 0 17

23/09/14 7 24 0 0 31 23 77 0 0

(42)

32

(43)
(44)

34

(45)

35 Lampiran 7 Sebaran frekuensi panjang ikan tongkol

(46)

36

Lampiran 8 Pendugaan pertumbuhan ikan tongkol 1 Ikan jantan

t Lt L(t+dt)

1 219.26 345.75 2 345.75 364.59 3 364.59 499.52 4 499.52 0.00

a 177.7831

b 0.7277

k 0.3178

L∞ 653.00

t0 -0.2238

2 Ikan betina

t Lt L(t+dt)

1 314.50 390.37 2 390.37 454.50 3 454.50 484.47 4 484.47

a 181.3371

b 0.6774

k 0.3895

Linv 562.07

(47)

37 Lampiran 9 Pendugaan mortalitas ikan tongkol

(48)
(49)

39

Lampiran 10 Standarisasi alat tangkap

Tahun

Payang Dogol Pukat pantai Purse seine

Produksi

Gill net Jr. Rampus Bagan rakit Bagan tancap Pancing Produksi Payang 3299.7670 22506.2497 0.1466 0.2585

(50)

40

Lampiran 11 Model produksi surplus

Nilai hasil tangkapan (C) dan upaya penangkapan (f) setelah di standarisasi:

Tahun C (ton) E (trip) CPUE

2006 1826 2892 0.6313

2007 1787 2773 0.6444

2008 2142 3358 0.6379

2009 2065 3411 0.6054

2010 2039 3815 0.5343

2011 2014 3748 0.5375

2012 2197 4329 0.5076

2013 2249 4447 0.5058

Hasil analisis model Schaefer Nilai

a 0.9084

b -0.0001

fmsy 4907

msy 2229

R2 88.04%

PL 2006

(51)

41

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pamekasan pada tanggal 23 Februari 1993 dari pasangan Bapak Ivan Hidayat, SH dan Ibu Ir Nurul Widiastuti sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan formal pernah dijalani penulis berawal dari SDN Barurambat Kota I Pamekasan (1999-2005), SMPN 2 Pamekasan (2005-2008), SMAN 2 Pamekasan (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Kemudian diterima di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Lokasi daerah penangkapan ikan tongkol (Euthynnus affinis) di
Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002)
Gambar 2 Hasil tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang
Gambar 3 Hubungan panjang bobot ikan tongkol jantan
+7

Referensi

Dokumen terkait

\DQJ GLODNXNDQ GDODP VLNOXV 3HODNVDQDDQ SHQHOLWLDQ WLQGDNDQ NHODV LQL WHUGLUL DWDV HPSDW NHJLDWDQ \DQJ GLODNXNDQ GHQJDQ VLNOXV EHUXODQJ \DLWX SHUHQFDQDDQ WLQGDNDQ SHQJDPDWDQ

Secara umun dalam pembelajaran model inisiswa melakukan beberapa hal antara lain (1) siswamempersiapkan alat-alat yang diperlukan untuk me-laksanakan percobaan, (2) siswa

Dalam artikel ini ingin difokuskan pada kajian tentang tahapan pengembangan kolek- si agar dalam proses pengadaan melahirkan koleksi yang berkualitas sesuai dengan kebu-

Materi kuliah ini menggunakan metode Kuliah interaktif yang dipadu dengan Collaborative learning untuk menjelaskan/menguraikan tentang perpindahan panas konveksi paksa dan bebas

Adapun tujuan small claim court baik di negara Indonesia maupun di Eropa adalah untuk dapat menyelesaikan perkara gugatan dengan waktu yang cepat, biaya murah dan

Perbedaan iklim organisasi yang terjadi antara satu bidang dengan bidang lainnya dapat dilihat misalnya pada situasi ruangan kerja secara fisik yang tidak mendukung

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh cara penyimpanan sayur dan buah di Cold Kitchen Shangri-la Hotel Surabaya” yang dapat dinikmati

Persentase pendekatan pada setiap tema soal diperoleh dari tabel rekapitulasi yang. digunakan siswa pada setiap sekolah dan tema (tabel terlampir halaman