• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Stok Sumber Daya Ikan Layur (Lepturacanthus savala) di Perairan Selat Sunda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Stok Sumber Daya Ikan Layur (Lepturacanthus savala) di Perairan Selat Sunda"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN LAYUR

(

Lepturacanthus savala

) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

RISTI

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kajian Stok Sumber Daya Ikan Layur (Lepturacanthus savala) di Perairan Selat Sunda” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2015

(4)

Abstrak

RISTI. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Layur (Lepturacanthus savala) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan MENNOFATRIA BOER.

Ikan layur merupakan komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tinggi sehingga menjadi salah satu target penangkapan di Perairan Selat Sunda, Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji status stok ikan layur (Lepturacanthus savala) di Perairan Selat Sunda berdasarkan data yang didaratkan di PPP Labuan, Banten untuk merekomendasikan rencana pengelolaan yang tepat dan berkelanjutan. Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga bulan Oktober. Analisis yang dilakukan meliputi analisis rasio kelamin, hubungan panjang dan bobot, tingkat kematangan gonad, sebaran kelompok umur, mortalitas dan laju eksploitasi, serta model produksi surplus. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan layur betina dan jantan adalah allometrik negatif. Laju eksploitasi ikan layur betina dan jantan telah melebihi laju eksploitasi optimum. Jumlah tangkapan maksimum lestari dan upaya lestari ikan layur masing-masing 881 ton dan 1 790 trip. Rencana pengelolaan yang direkomendasikan yaitu dengan membatasi jumlah hasil tangkapan sebesar 635 ton/tahun dan mengatur ukuran ikan yang boleh ditangkap sebesar 605 mm.

Kata kunci: ikan layur, pengkajian stok, pertumbuhan, Selat Sunda, tangkapan maksimum lestari

Abstract

RISTI. Fish Stock Assessment of Ribbon Fish (Lepturacanthus savala) in the Sunda Strait. Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and MENNOFATRIA BOER.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN LAYUR

(

Lepturacanthus savala

) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

RISTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kajian Stok Sumber Daya Ikan Layur (Lepturacanthus savala) di Perairan Selat Sunda

Nama : Risti

NIM : C24110012

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Stok Sumber Daya Ikan Layur (Lepturacanthus savala) Di Perairan Selat Sunda. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.

2. Beasiswa Bidikmisi yang telah memberikan bantuan dana selama perkuliahan. 3. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2014, kode Mak: 2014. 089. 521219, Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumber daya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia MSi (sebagai anggota peneliti).

4. Dr Etty Riani selaku pembimbing akademik yang telah memberi saran selama perkuliahan.

5. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi dan Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Dr Ir Isdrajat Setyobudiandi, MSc selaku dosen penguji atas segala masukannya. 7. Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi selaku Komisi Pendidikan Program S1 yang telah

memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Bapak Suminta, Bapak Una, Staf DKP Kabupaten Pandeglang.

9. Bapak, Ibu, Mbak Pur, dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang dan dukungannya selama ini.

10. Seluruh tim penelitian BOPTN Labuan, seluruh MSP 48, dan HKRB 48 atas doa, semangat, dukungan, dan bantuannya.

Saran dan kritik atas skripsi penelitian ini sangat diharapkan demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Maret 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 3

Latar Belakang 3

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Lokasi dan Waktu 3

Pengumpulan Data 3

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Hasil 10

Pembahasan 20

KESIMPULAN DAN SARAN 23

Kesimpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

(10)

DAFTAR TABEL

1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002) 6 2 Rasio kelamin ikan layur betina dan jantan di Selat Sunda 11 3 Sebaran kelompok ukuran ikan layur betina dan jantan 17 4 Parameter pertumbuhan ikan layur betina dan jantan 17 5 Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan layur di Selat Sunda 19 6 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip) ikan layur 19 7 Parameter pertumbuhan ikan layur dari berbagai penelitian 22

DAFTAR GAMBAR

1. Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan layur 3 2. Komposisi tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang 11 3. Hubungan panjang dan bobot ikan layur betina di Selat Sunda 12 4. Hubungan panjang dan bobot ikan layur jantan di Selat Sunda 12 5. Panjang pertama kali tertangkap ikan layur betina 13 6. Panjang pertama kali tertangkap ikan layur jantan 13 7. Tingkat kematangan gonad ikan layur betina di Selat Sunda 14 8. Tingkat kematangan gonad ikan layur jantan di Selat Sunda 14 9. Sebaran frekuensi panjang ikan layur betina di Selat Sunda 15 10.Sebaran frekuensi ikan layur jantan di Selat Sunda 16 11.Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan layur betina 18 12.Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan layur jantan 18

13.Model produksi surplus (model Schaefer) 19

DAFTAR LAMPIRAN

1. Penentuans mortalitas total (Z) 27

2. Hubungan panjang dan bobot ikan layur 29

3. Sebaran frekuensi ikan layur 29

4. Tingkat kematangan gonad ikan layur 30

5. Perhitungan rata-rata ukuran bertama kali tertangkap ikan layur 30

6. Ukuran pertama kali matang gonad 31

7. Pendugaan parameter pertumbuhan ikan layur 32

8. Pendugaan mortalitas ikan layur 33

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Selat Sunda merupakan bagian dari wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 572 yang mempunyai potensi perikanan yang sangat besar. Besarnya potensi perikanan di Selat Sunda karena perairan ini merupakan daerah pertemuan antara Samudera Hindia dan Laut Jawa yang merupakan sumber nutrien. Salah satu tempat pendaratan ikan yang dekat dengan Selat Sunda adalah PPP Labuan, Banten. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pendeglang, Provinsi Banten. PPP Labuan memiliki tiga tempat pendaratan ikan, yaitu TPI 1 untuk mendaratkan ikan demersal, TPI 2 untuk mendaratkan ikan pelagis, dan TPI 3 yang merupakan tempat pendaratan beragam ikan serta difungsikan sebagai pasar. Salah satu sumber daya ikan yang didaratkan di PPP Labuan, Banten adalah ikan layur.

Ikan layur merupakan ikan dengan nilai ekonomis penting dan merupakan komoditar ekspor. Produksi perikanan tangkap di PPP Labuan, Banten berfluktuasi dari tahun 2003 hingga 2013 dengan rata-rata volume produksi sebesar 592,10 ton/tahun. Laju eksploitasi ikan layur di Selat Sunda juga telah melebihi titik optimum (DKP 2013). Kegiatan penangkapan ikan layur yang dilakukan terus-menerus dapat memengaruhi ketersediaan dan mengubah status stok sumber daya ikan layur di daerah perairan Selat Sunda. Hal ini yang menjadi dasar perlunya pengkajian stok terhadap ikan layur di perairan Selat Sunda. Analisis mengenai status stok ikan layur berguna untuk menunjang pengelolaan sumber daya ikan layur agar kelestarian dan keberlanjutan ikan layur tetap terjaga.

Salah satu informasi yang diperlukan dalam pengelolaan ikan layur secara berkelanjutan adalah mengenai status stok ikan layur tersebut. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain Widiyanto (2008) mengenai kajian pola pertumbuhan dan ciri morfometrik-meristik beberapa spesies ikan layur (superfamili Trichiuroidea), Ambarwati (2008) mengenai studi biologi reproduksi ikan layur (superfamili Trichiuroidea), Sari (2008) mengenai studi kebisasaan makan ikan layur (superfamili Trichiuroidea), dan Sharif (2009) mengenai studi dinamika stok ikan layur (Lepturacanthus savala) di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.

(12)

2

Perumusan Masalah

Permintaan pasar ekspor terhadap ikan layur semakin meningkat. Tingginya permintaan tersebut dapat meningkatkan upaya penangkapan terhadap ikan layur. Berdasarkan data DKP (2013) kegiatan penangkapan ikan layur terus mengalami peningkatan baik dari segi upaya tangkapan maupun hasil tangkapan. Kegiatan penangkapan ikan yang tinggi dengan volume produksi yang terus meningkat setiap tahunnya dapat mengakibatkan adaya upaya tangkap lebih (overfishing) sehingga menyebabkan penurunan stok ikan layur di perairan Selat Sunda.

Eksploitasi berlebihan atas sumber daya ikan yang bersifat terbuka (open access) dapat mengancam keberlanjutan stok ikan layur di Selat Sunda. Sumber daya ikan layur di Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih (DKP 2013). Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan panjang maksimal dari ikan layur yang ditangkap di Selat Sunda. Saat ini, informasi mengenai kajian stok ikan layur di Selat Sunda masih terbatas.

Berdasarkan fakta tersebut perlu dilakukan suatu studi dalam rangka pengelolaan sumber daya perikanan secara berkelanjutan yang lebih difokuskan pada kajian stok sumber daya ikan layur di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Informasi mengenai keadaan stok sumber daya ikan layur meliputi rasio kelamin, hubungan panjang dan bobot, sebaran kelompok umur, pola pertumbuhan, TKG, mortalitas, baik mortalitas alami maupun mortalitas tangkapan, tangkapan maksimum lestari (MSY) dan upaya optimum penangkapan sumber daya ikan layur di perairan Selat Sunda sehingga dapat ditentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan. Hasil analisis tersebut berguna bagi rencana pengelolaan sumber daya ikan layur yang tepat dan berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji status stok ikan layur (Lepturacanthus savala) di perairan Selat Sunda berdasarkan data hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPP Labuan, Banten serta merekomendasikan rencana pengelolaan ikan layur di Selat Sunda yang tepat dan berkelanjutan.

Manfaat Penelitian

(13)

3

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh merupakan hasil tangkapan nelayan di sekitar perairan Selat Sunda. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Mei 2014 hingga bulan Oktober 2014 dengan selang waktu pengambilan contoh satu bulan. Pengumpulan data sekunder dilakukan selama pengambilan contoh di PPP Labuan, Pandeglang, Banten. Analisis ikan contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan layur disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan layur

Pengumpulan Data

(14)

4

Ikan-ikan dimasukkan ke dalam cool box untuk dianalisis di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan dalam cool box disimpan dengan es batu agar kualitasnya tetap terjaga. Pengamatan ikan dilakukan dengan mengukur panjang dan bobot ikan serta melihat TKG dan jenis kelamin ikan. Pengukuran panjang total ikan dimulai dari mulut terdepan ikan hingga ujung ekor terakhir dengan menggunakan penggaris dengan tingkat ketelitian 0,5 mm. Penimbangan bobot basah total tubuh ikan meliputi bobot tubuh serta air yang terkandung didalamnya dengan menggunakan timbangan dengan tingkat ketelitian 5 gram. Jenis kelamin dapat diketahui dengan membedah ikan layur tersebut, sedangkan penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap ciri-ciri morfologi kematangan gonad berdasarkan Cassie (1956) in Effendi (2002) (Tabel 1).

Pengumpulan data sekunder dilakukan pada bulan Oktober 2014 dari DKP Pandeglang, Banten. Data yang diperoleh berupa data produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan layur yang didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Informasi lainnya dilakukan dengan wawancara terhadap nelayan yang kesehariannya menangkap ikan layur di daerah Selat Sunda.

Prosedur Analisis Data

Rasio kelamin

Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan betina dengan jumlah ikan jantan dalam suatu populasi. Perbandingan ideal di alam adalah 1:1, yaitu 50% betina dan 50% jantan (Ball dan Rao 1984 in Sparre and Venema 1999). Rasio kelamin digunakan untuk melihat perbandingan antara jenis kelamin ikan yang ada di perairan. Konsep rasio adalah proporsi populasi tertentu terhadap total populasi (Walpole 1993).

p = Nn (1)

p adalah proporsi kelamin (betina atau jantan), n adalah jumlah jenis ikan betina atau jantan, dan N adalah jumlah total individu ikan betina dan jantan contoh. Uji χ2 (Chi-square) digunakan untuk mengetahui keseimbangan hubungan antara populasi betina dengan populasi jantan dalam suatu populasi:

χ2 =

(oi-ei)

2

ei (2)

χ2 adalah nilai statistik Chi-square untuk peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mengikuti sebaran khi-kuadrat, oi adalah sebaran ikan jantan dan betina

(15)

5

Hubungan panjang bobot

Model pertumbuhan ikan layur diasumsikan mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter yang dijadikan analisis yaitu parameter panjang dan bobot. Analisis hubungan panjang bobot masing-masing spesies ikan digunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1979):

W = αLβ (3) W adalah bobot (gram), L adalah panjang total ikan (mm), α dan β adalah koefisien pertumbuhan bobot. Nilai α dan β diduga dari bentuk linier persamaan di atas, yaitu:

log W = log a + b log L (4) Parameter penduga a dan b diperoleh dengan analisis regresi dengan log W sebagai y dan log L sebagai x, sehingga diperoleh persamaan regresi:

yi= β0+ β1xi + εi (5) penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter) yaitu dengan hipotesis: 1. H0: b = 3, dikatakan memiliki hubungan isometrik (pola pertumbuhan bobot

sebanding pola pertumbuhan panjang)

2. H1: b ≠ 3, dikatakan memiliki hubungan allometrik (pola pertumbuhan bobot

tidak sebanding pola pertumbuhan panjang)

(16)

6

Selanjutnya, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang

kepercayaan 95%. Pengambilan keputusannya, yaitu jika thitung > ttabel, maka tolak

hipotesis nol (H0) dengan pola pertumbuhan allometrik dan jika thitung < ttabel, maka

gagal tolak atau terima hipotesis nol (H0) dengan pola pertumbuhan isometrik

(Walpole 1993).

Tingkat kematangan gonad

Jenis kelamin diduga berdasarkan pengamatan gonad ikan contoh. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan layur ditentukan secara morfologi menggunakan klasifikasi dari modifikasi Cassie (1956) pada Tabel 1.

Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002)

TKG Betina Jantan

I Ovari seperti benang, panjangnya

sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin

Testis seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh

II Ukuran ovari lebih besar. Warna

ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas

Ukuran testis lebih besar pewarnaan seperti susu

III

Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat

Permukaan testis tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar

IV

Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut

Dalam keadaan diawet mudah putus, testis semakin pejal

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan

Testis bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi

Panjang pertama kali tertangkap

Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) dilakukan dengan metode kantung berlapis (covered conden method). Hasil dari perhitungan tersebut membentuk kurva ogif selektifitas alat berbentuk sigmoid yang menyerupai kurva distribusi normal komulatif yang mengacu pada Beverton dan Holt (1957) in Sparre dan Venema (1992) dengan formula:

SL=1+exp(S1-S2*L)1 (11)

(17)

7

Ukuran pertama kali matang gonad

Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan tembang mencapai matang gonad (M) adalah Metode Spearman-Karber yang menyatakan bahwa logaritma ukuran rata-rata mencapai matang gonad adalah (Udupa 1986):

m =[xk + x2 ]- (x ∑pi) (12)

dengan

M = antilog m (13)

dan selang kepercayaan 95% bagi log m dibatasi sebagai: antilog (m ±1.96 √x2pi× qi

ni-1) (14)

m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai

tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada

kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah

ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan M adalah panjang ikan pertama

kali matang gonad.

Identifikasi kelompok umur

Sebaran frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok umur. Data panjang total ikan layur dikelompokkan ke dalam beberapa kelas panjang sedemikian, sehingga kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi). Pendugaan

kelompok umur dilakukan dengan analisis frekuensi panjang ikan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) (FISAT II, FAO-ICLARM Stock Assesment Tool) untuk menentukan sebaran normalnya. Menurut Boer (1996), jika fiadalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i= 1, 2, …, N), µjadalah rata-rata

panjang kelompok umur ke-j, σjadalah simpangan baku panjang kelompok umur

ke-j, dan pjadalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j = 1, 2, …, G), maka

fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {μ̂j, σ̂j,̂pj} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):

L =∑i=1n filog∑Gj=1pjqij (15)

qij dihitung dengan persamaan: qij = σj√1 exp(-12(xi σ- μj

j ) 2

(16) qij adalah fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µjdan simpangan

baku σj, dan xiadalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan

(18)

8

diperoleh dugaan μ̂j, σ̂j,dan p̂j yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.

Pendugaan parameter pertumbuhan

Pertumbuhan dapat diestimasi menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre danVenema 1999):

Lt = L∞[1-e-K t-t0 ] (17)

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ dilakukan dengan menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy, untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi:

Lt+1 = L∞ (1-e-K t+1 - t0 ) (18)

Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1 (satuan waktu), L∞ adalah panjang

maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (persatuan waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan nol. Kedua

rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan:

Lt+1- Lt = [L∞ - Lt][1 - e-K] (19)

atau:

Lt+1 = L∞[1 - e-K] + Lte-K (20)

Persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linier y = b0 + b1x,

jika Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y), sehingga

terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-K dan titik potong dengan absis sama

dengan L∞[1 – e-K]. Nilai K dan L∞ diperoleh dengan cara sebagai berikut.

K = -ln(b) (21)

L∞ = 1-ba (22)

Nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang ikan nol) diduga melalui

persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999):

log -t0 =0,3922-0,2752 logL∞ -1,038 log K (23)

L∞ adalah panjang asimtotik ikan (mm), K adalah koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu), dan t0 adalah umur ikan pada saat panjang ikan 0.

Mortalitas dan laju eksploitasi

Mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:

lnC L1,L2

∆t L1,L2 = h - Z t L1+L2

(19)

9 Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y = b0 +

b1x dengan y =ln∆t LC L1,L2

1,L2 sebagai ordinat, x = t L1+L2

2 sebagai absis, dan Z = -b

(Lampiran 1).

Mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:

ln M = (-0,0152 - 0,279 ln L∞+ 0,6543 ln K + 0,463 ln T ) (25)

M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (mm), K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, t0 adalah umur ikan pada saat panjang 0,

dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (oC).

Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol ikan dikalikan dengan nilai 0,8, sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti ikan layur nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah:

M = 0,8 e-0,0152 - 0,279 ln L∞ + 0,6543 ln K + 0,463 ln T (26)

Mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan:

F = Z - M (27)

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984):

E = F + MF = FZ (28)

M adalah mortalitas alami, F adalah mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total.

Standarisasi alat tangkap

Standarisasi alat tangkap digunakan untuk menyeragamkan upaya penangkapan yang ada sehingga dapat diasumsikan upaya penangkapan suatu alat tangkap dapat menghasilkan tangkapan yang relatif sama dengan alat tangkap yang dijadikan standar. Alat tangkap yang digunakan standar adalah alat tangkap yang dominan menangkap jenis ikan tertentu dan memiliki nilai Fishing Power Index (FPI) sama dengan satu. Nilai FPI dari masing-masing alat tangkap lainnya dapat diketahui dengan membagi laju penangkapan rata-rata unit penangkapan yang dijadikan standar. Menurut Sparre dan Venema (1999) nilai FPI diketahui dengan rumus:

CPUEi = Cfii (29)

FPIi = CPUECPUEsi (30)

CPUEi adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap ke-i, Ci adalah

(20)

10

alat tangkap ke-i, CPUEs adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat

tangkap yang di jadikan standar, dan FPI adalah faktor upaya tangkap pada jenis alat tangkap ke-i.

Model produksi surplus

Pendugaan potensi ikan layur dapat diduga dengan model produksi surplus yang menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort). Model produksi surplus dapat diterapkan apabila diketahui dengan baik hasil tangkapan per unit upaya tangkap (CPUE) atau berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre dan Venema 1999). Menurut Sparre dan Venema (1999) tingkat upaya penangkapan optimun (fMSY) dan

tangkapan maksimum lestari (CMSY) dapat dihitung melalui persamaan:

Ct

ft = a - bft dan ln Ct

ft = a - bft (31)

Masing-masing untuk model Schaefer dan model Fox, sehingga diperoleh dugaan fMSY untuk model Schaefer dan model Fox masing-masing:

fMSY = 2ba dan fMSY= 1

b (32)

Serta CMSY masing-masing untuk model Schaefer dan model Fox, yaitu:

CMSY= a

2

4b dan CMSY = 1

b e(a-1) (33)

Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai determinasi (R2) yang paling tinggi. Nilai Potensi Lestari (PL), jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC), dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dapat ditentukan dengan analisis produksi surplus berdasarkan prinsip kehati-hatian (FAO 1995 in Syamsiyah 2010):

PL = 90% x CMSY (34)

TAC = 80% x PL (35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Komposisi Hasil Tangkapan Ikan

(21)

11 ikan dan non-ikan. Hasil tangkapan utama di PPP Labuan Banten didominasi oleh ikan pelagis. Jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan Banten di antaranya ikan kembung lelaki, ikan kembung perempuan, cumi-cumi, ikan swanggi, ikan layang, ikan selar, tembang, tongkol, tengiri, kuniran, kurisi, tetengkek, peperek, lemuru, dan ikan layur. Jenis ikan layur yang didaratkan di PPP Labuan, Banten adalah jenis Lepturacanthus savala. Komposisi jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan Banten disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Komposisi tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang (DKP Pandeglang 2013)

Rasio Kelamin dan Hubungan Panjang dan Bobot

Rasio kelamin ikan layur pada setiap pengambilan contoh disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada setiap pengambilan contoh jumlah ikan layur jantan lebih besar daripada ikan layur betina. Jumlah ikan betina yang teramati sebanyak 162 ekor dan jumlah ikan layur jantan sebanyak 336 ekor dengan perbandingan 33%:67%. Berdasarkan uji Chi-square rasio kelamin ikan layur betina dan jantan tidak seimbang.

Tabel 2 Rasio kelamin ikan layur betina dan jantan di Selat Sunda

Tanggal Pengamatan Jumlah Rasio (%) n Betina Jantan Betina Jantan

(22)

12

Analisis hubungan panjang dan bobot digunakan untuk menentukan pola pertumbuhan suatu organisme. Hubungan panjang dan bobot ikan layur disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Berdasarkan Gambar 3 diperoleh hubungan panjang dan bobot ikan layur betina yaitu W = 0,000006L2,6531 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 79,82%, sedangkan hubungan panjang dan bobot ikan layur jantan diperoleh persamaan W = 0,000005L2,6614 dengan nilai koefisien determinasi 75,36% (Gambar 4). Selanjutnya dilakukan uji t untuk menentukan pola pertumbuhan ikan layur. Pola pertumbuhan ikan layur betina dan jantan adalah allometrik negatif artinya pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan bobotnya.

Gambar 3 Hubungan panjang dan bobot ikan layur betina di Selat Sunda

Gambar 4 Hubungan panjang dan bobot ikan layur jantan di Selat Sunda

(23)

13

Panjang pertama kali tertangkap (Lc)

Panjang pertama kali tertangkap adalah panjang ikan yang sebanyak 50% ditangkap di suatu perairan. Analisis panjang pertama kali tertangkap ikan layur betina dan jantan di perairan Selat Sunda masing-masing adalah 460,46 dan 451,21 mm. Grafik panjang pertama kali tertangkap ikan layur disajikan dalam Gambar 5 dan 6.

Gambar 5 Panjang pertama kali tertangkap ikan layur betina

Gambar 6 Panjang pertama kali tertangkap ikan layur jantan

Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Grafik tingkat kematangan gonad ikan layur betina dan jantan pada setiap pengambilan contoh disajikan pada Gambar 5 dan

0,00 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 700,00

Fre

0,00 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 700,00

(24)

14

Gambar 6. Berdasarkan Gambar 5 ikan layur yang paling banyak tertangkap, yaitu ikan pada tingat kematangan gonad 1 dan 2. Ikan layur betina pada tingkat kamatangan gonad 3 dan 4 tidak ditemukan pada pengambilan contoh ke 4. Ikan layur jantan pada tingkat kematangan gonad 3 dan 4 tidak ditemukan pada pengambilan contoh ke 3, ikan layur jantan pada tingkat kematangan gonad 1 dan 2 banyak ditemukan pada setiap pengambilan contoh. Panjang pertama kali matang gonad ikan layur betina 567,25 mm dan panjang pertama kali matang gonad ikan layur jantan 604,58 mm.

Gambar 7 Tingkat kematangan gonad ikan layur betina di Selat Sunda

Gambar 8 Tingkat kematangan gonad ikan layur jantan di Selat Sunda

Sebaran Frekuensi Panjang dan Kelompok Umur

(25)

15 sebanyak 336 individu. Frekuensi panjang ikan layur betina tertinggi terdapat pada selang kelas 536-573 mm dan frekuensi panjang ikan layur jantan terdapat pada selang kelas 498-535 mm. Analisis kelompok umur dilakukan melalui metode NORMSEP dengan program Fisat II. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 9 Sebaran frekuensi panjang ikan layur betina di Selat Sunda

0 20 40

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

F

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

F

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

F

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

F

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

F

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

(26)

16

Gambar 10 Sebaran frekuensi ikan layur jantan di Selat Sunda

Hasil analisis kelompok umur ikan layur betina dan jantan disajikan pada Tabel 3 berupa panjang rata-rata dan indeks separasi. Tabel 3 menunjukkan banyaknya kelompok umur pada setiap pengambilan contoh. Terdapat dua kelompok ukuran ikan layur betina dalam setiap pengambilan contoh. Kelompok umur ikan layur jantan pada pengambilan contoh di bulan Mei dan Oktober hanya

0 20 40

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

F

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

F

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

F

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

F

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

F

250,5 288,5 326,5 364,5 402,5 440,5 478,5 516,5 554,5 592,5 630,5

(27)

17 terdapat satu kelompok ukuran sedangkan pada bulan Juni-September terdapat dua kelompok ukuran ikan layur jantan.

Tabel 3 Sebaran kelompok ukuran ikan layur betina dan jantan Waktu

Pengambilan Contoh

Kelompok Umur Panjang Rata-Rata Indeks Separasi

Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan 30 Mei 2014 1 1 497,50±19,87 538,04±25,36 N.A N.A

2 563,43±23,63 3,03

27 Juni 2014 1 1 474,38±19,00 326,52±19,00 N.A N.A 2 2 552,36±19,00 484,43±38,02 4,1 5,53 23 Juli 2014 1 1 406,77±48,96 369,39±43,89 N.A N.A 2 2 592,45±19,00 524,42±38,34 5,46 3,77

24 Agustus 2014 1 1 535,98±48,19 444,48±19,00 N.A N.A 2 2 557,82±19,00 553,96±32,89 2,65 4,21 23 September 2014 1 1 501,36±40,99 506,94±45,24 N.A N.A 2 2 623,38±19,00 603,07±19,56 4,06 2,96 24 Oktober 2014 1 1 255,86±19,00 363,34±56,51 N.A N.A

2 398,55±48,69 4,21

Parameter pertumbuhan

Hasil analisis parameter pertumbuhan meliputi panjang asimtot (L∞), koefisien pertumbuhan (K), dan umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol (t0). Parameter pertumbuhan ikan layur betina dan jantan dapat dilihat pada

Tabel 4. Panjang asimtot ikan layur betina lebih kecil dari pada ikan jantan.

Tabel 4 Parameter pertumbuhan ikan layur betina dan jantan

Parameter Nilai

Betina Jantan

L∞ (mm) 697,2546 878,0304

K (bulan-1) 0,3012 0,2229

t0 (bulan) -0,2324 -0,2982

Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan layur yang di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP labuan Banten disajikan dalam Gambar 9 (betina) dan Gambar 10 (jantan) dengan memplotkan umur (bulan) dengan panjang teoritis ikan (mm) sampai umur ikan mencapai 20 bulan. Persamaan Von Bertalanffy ikan layur betina Lt = 697,2546 (1-e(-0,3012 (t+0,2324))) dan ikan layur jantan Lt = 878,0304

(28)

18

Gambar 11 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan layur betina

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan layur jantan

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Mortalitas atau kematian ikan dalam suatu populasi dapat disebabkan karena faktor alami (M) dan faktor penangkapan (F). Mortalitas total (Z) adalah penjumlahan dari mortalitas alami dan mortalistas yang terjadi karena aktivitas penangkapan. Pendugaan nilai mortalitas dan laju eksploitasi didapatkan dari data tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang. Dugaan nilai mortalitas dan laju eksploitasi ikan layur betina dan jantan disajikan dalam Tabel 5. Mortalitas penangkapan ikan layur betina dan jantan lebih tinggi daripada mortalitas alaminya. Nilai laju eksploitasi ikan layur betina 76% dan jantan 87%.

(29)

19 Tabel 5 Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan layur di Selat Sunda

Parameter Nilai

Betina Jantan

Mortalitas alami (M) (/tahun) 0,28 0,21

Mortalitas tangkapan (F) (/tahun) 0,88 1,43

Mortalitas total (Z) (/tahun) 1,16 1,65

Laju eksploitasi 0,76 0,87

Model Produksi Surplus

Data produksi kegiatan penangkapan ikan layur di PPP Labuan, Banten selama 8 tahun terakhir disajikan dalam Tabel 6. Tebel 6 diperoleh dari proses standarisasi alat tangkap dengan memproporikan tangkapan ikan layur dan tangkapan total pada alat tangkap tertentu. Alat tangkap yang paling efisien dengan nilai FPI tertinggi yaitu pukat cincin. Model produksi surplus yang digunakan adalah model Schaefer dengan nilai determinasi sebesar 72%. Grafik analisis model produksi surplus berdasarkan model Schaefer dapat dilihat pada Gambar 11.

Tabel 6 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip) ikan layur

Tahun Hasil tangkapan (ton) Upaya Penangkapan (trip) CPUE

2006 301,50 360,87 0,84

Gambar 13 Model produksi surplus (model Schaefer)

(30)

20

Hasil tangkapan ikan layur dari tahun 2006-2013 berfluktuasi. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2009 sedangkan upaya tertinggi terjadi di tahun 2011. Nilai tangkapan lestari dan upaya lestari ikan layur berdasarkan model Schaefer yaitu sebesar 881 ton dan 1 790 trip. Nilai Total Allowable Catch (TAC) yaitu sebesar 635 ton dengan tingkat pemanfaatan sebesar 79,42 % pada tahun 2013.

Pembahasan

Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan betina dengan jumlah ikan jantan dalam suatu populasi. Berdasarkan uji Chi-square rasio kelamin ikan layur betina dan jantan di Selat Sunda tidak seimbang. Perbandingan jumlah ikan layur betina dan jantan 33%:67%. Perbandingan ikan betina dan jantan dalam populasi yang ideal adalah 1:1 (Ball dan Rao 1984 in Sparre dan Venema 1999). Namun, pada kenyataanya di alam perbandingan rasio kelamin tidak mutlak. Penyimpangan ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Rasio kelamin juga dipengaruhi oleh tingkah laku ikan, perbedaan mortalitas, dan pertumbuhannya (Effendie 1997).

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang dan bobot suatu organisme. Analisis hubungan panjang dan bobot digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan layur betina dan jantan di Selat Sunda yang didaratkan di PPP

Labuan, Banten. Persamaan hubungan panjang dan bobot ikan layur betina W = 0,000006 L2,6531 dengan nilai determinasi sebesar 79,82%. Persamaan

hubungan panjang dan bobot ikan layur jantan W = 0,000005L2,6614 dengan nilai determinasi sebesar 75,36 %. Hasil analisis yang dilakukan didapatkan nilai b ikan layur betina 2,6531 dan ikan layur jantan 2,6614. Menurut Hile (1936) and Martin (1949) in Chakravarty et al. (2012) nilai b berkisar antara 2,5-4,0.

Nilai b ikan layur betina dan jantan yang diperoleh dari penelitian ini lebih kecil daripada nilai b yang diperoleh dari penelitian Pakhmode et al. (2013) di Perairan Ratnagiri (3,0311 dan 3,3608), Rizvi et al. (2013) di perairan Mumbai (3,1671 dan 3,4499), Tabassum et al. (2013) di Pesisir Karachi (2,714 dan 2,943), dan Kudale et al. (2014) di Perairan Karwar (3,4400 dan 3,4112). Namun, lebih besar dari penelitian Wardani (2010) di Pameungpeuk (1,873). Menurut Narare & Campos (2002) in Hajjej et al. (2010), besar kecilnya nilai b dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, tingkat kedewasaan, dan ketersediaan makanan.

Pendugaan pola pertumbuhan ikan layur betina dan jantan berdasarkan uji t (α = 0,05) adalah allometrik negatif yang artinya pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan bobot. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2010) di Garut. Pola pertumbuhan di pengaruhi oleh kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan (Sholeh 2012). Kondisi perairan seperti suhu dan makanan akan berpengaruh terhadap tingkat kematangan gonad ikan.

(31)

21 tahun, yaitu pada bulan Mei-Juli dan November-Desember (Chakravarty et al. 2013). Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian ini bahwa ikan layur jantan dan betina yang telah matang gonad dominan ditemukan pada bulan Mei-Juli.

Panjang pertama kali matang gonad ikan layur betina dan jantan masing-masing 567,25 mm dan 604,58 mm. Hal ini diasumsikan bahwa sebanyak 50% ikan layur telah mencapai matang gonad pada panjang tersebut. Panjang pertama kali matang gonad ikan betina lebih kecil daripada ikan jantan. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa ikan layur betina lebih cepat mencapai TKG 3 daripada ikan jantan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati (2008) ukuran ikan layur pertama kali matang berkisar antara 836–908 mm untuk ikan jantan dan 735-971 mm untuk ikan betina. Panjang pertama kali matang gonad yang diperoleh dari penelitian Pakhmode et al. (2013) di Perairan Ratnagiri lebih kecil, yaitu 380 mm. Menurut Abdussamad et al. (2012), panjang ikan matang gonad pada setiap perairan berbeda-beda, karena variasi ukuran dan umur ikan memijah di suatu perairan.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa nilai panjang pertama kali tertangkap ikan layur betina dan jantan masing-masing sebesar 460,46 mm dan 451,21 mm. Nilai panjang pertama kali tertangkap ikan layur lebih kecil daripada panjang pertama kali matang gonad. Hal ini menunjukkan sebagian besar ikan layur yang tertangkap d Perairan Selat Sunda belum dewasa. Kondisi tersebut menunjukkan alat tangkap yang digunakan untuk penangkapan ikan layur di Perairan Selat Sunda tidak ramah lingkungan dan berpeluang untuk terjadinya growth overfishing dan recruitment overfishing.

Panjang ikan layur betina dan jantan yang teramati berkisar antara 232-643 mm dan 245-642 mm. Panjang aktual ikan layur yang teramati lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati (2008) di Palabuhanratu, yaitu 314-953 mm dan Sharif (2009), yaitu 555-925 serta penelitian sebelumnya di perairan Selat Sunda oleh Sholeh (2012), yaitu 370-1062 mm. Perbedaan yang terjadi di antara penelitian-penelitian tersebut diakibatkan adanya perbedaan lokasi dan waktu pengambilan contoh serta diakibakan oleh kemampuan pertumbuhan ikan (Oktaviyani 2013). Berdasarkan Gambar 7 dan 8 terlihat bahwa terjadi perubahan modus nilai tengah panjang ke kanan pada bulan Mei-September yang menandakan bahwa pada bulan tersebut ikan layur mengalami pertumbuhan. Perubahan modus panjang ikan digunakan untuk menentukan parameter pertumbuhan.

(32)

22

Parameter pertumbuhan ikan layur dari berbagai penelitian disajikan dalam Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa nilai parameter pertumbuhan ikan layur dari beberapa perairan berbeda-beda. Perbedaan nilai parameter pertumbuhan diakibatkan adanya perbedaan kondisi perairan. Nilai parameter pertumbuhan ikan layur di Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan lebih kecil daripada ikan Layur di perairan lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sholeh (2012) di perairan Selat Sunda di peroleh bahwa nilai panjang asimtot ikan layur sebesar 1110,53 mm. Nilai tersebut lebih besar dari pada nilai panjang asimtot yang diperoleh dari penelitian ini di perairan yang sama. Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya overfishing, yaitu ikan yang tertangkap semakin kecil. Menurut Effendie (2002), cepat lambatnya pertumbuhan di pengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri atas keturunan, seks, umur, parasit, dan penyakit, sedangkan faktor eksternal terdiri atas ketersediaan makanan dan kondisi perairan.

Tabel 7 Parameter pertumbuhan ikan layur dari berbagai penelitian Sumber Lokasi Jenis

kelamin

Parameter pertumbuhan Panjang (mm)

L∞ (mm) K

Kematian ikan layur di selat sunda lebih dominan diakibatkan oleh aktivitas penangkapan. Hal ini dikarenakan nilai laju mortalitas penangkapan (F) lebih tinggi daripada nilai laju mortalitas alaminya. Menurut Sparre & Venema (1999) bahwa mortalitas alami dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit, umur, dan kelaparan. Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi nilai mortalitas alami (M) adalah suhu rata-rata perairan selain faktor panjang maksimum secara teoritis (L) dan laju pertumbuhan (K). Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Menurut Lelono (2007) bahwa semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah, mortalitas penangkapannya semakin besar.

(33)

23 Sama halnya dengan hasil penelitian Syarif (2009), Sholeh (2012), dan Rizvi et al. (2010) yang mengungkapkan bahwa stok ikan layur di beberapa perairan telah mengalami tangkap lebih.

Ikan layur merupakan ikan demersal yang biasanya ditangkap dengan Gillnet dan trawl (Fofandi 2012). Ikan layur tertangkap dengan alat tangkap trawl, rampus, jaring insang, purse seine mini dan lampara dasar. Berdasarkan hasil standarisasi alat tangkap diperoleh alat tangkap yang paling efisien untuk menangkap ikan layur adalah pukat cincin. Menurut Harjanti et al. (2012) musim penangkapan ikan layur terjadi pada bulan Agustus, November-Januari, dan April-Mei. Puncak penangkapan ikan layur tejadi pada bulan September-Desember (Fofandi 2012). Hasil analisis menggunakan metode Schaefer diperoleh nilai tangkapan lestari ikan layur sebesar 881 ton dan nilai upaya lestarinya sebesar 1 790 trip. Jumlah tangkapan ikan layur di PPP Labuan, Banten pada tahun 2008-2010 telah melebihi tangkapan lestarinya (CMSY). Upaya penangkapan ikan layur pada tahun 2011 telah

melebihi upaya lestari (fMSY). Jumlah tangkapan ikan layur yang diperbolehkan

sebesar 635 ton, pada tahun 2008-2013 jumlah tangkapan ikan layur telah melebihi jumlah tangkapan yang diperolehkan. Sholeh (2012) juga telah menyatakan bahwa penangkapan ikan layur di PPP Labuan, Banten telah mengalami overfishing. Kondisi overfishing stok ikan layur di PPP Labuan juga terlihat dari kurva surplus produksi Schaefer (1954) yang menunjukkan penurunan CPUE ketika upaya mengalami peningkatan.

Pemanfaatan ikan layur di PPP Labuan telah melebihi laju eksploitasi optimum. Tingginya aktivitas penangkapan ikan layur dapat mempengaruhi ketersediaaan stok ikan layur di Perairan Selat Sunda. Oleh karena itu, rencana pengelolaan yang diusulkan yaitu dengan pembatasan jumlah tangkapan sebesar 635 ton/tahun. Ukuran ikan layur yang tertangkap di PPP labuan Banten memiliki panjang kurang dari panjang pertama kali matang gonad dan didominasi oleh ikan dengan TKG 1 dan TKG 2. Panjang ikan layur yang teramati didominasi oleh ikan dengan ukuran 498-535 mm, sedangkan panjang pertama kali matang gonad ikan layur betina 568 mm dan ikan layur jantan 605 mm. Oleh karena itu, diduga ikan layur yang ditangkap di Perairan Selat Sunda sudah mengalami growth overfishing, artinya ikan layur yang ditangkap belum sempat tumbuh dan berkembang. Rencana pengelolaan yang direkomendasikan adalah dengan adanya pemantauan ukuran ikan yang boleh ditangkap harus lebih besar dari 605mm.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(34)

24

ton/tahun dan pemantauan ukuran ikan yang boleh ditangkap harus lebih besar dari 605 mm.

Saran

Ukuran ikan yang ditangkap oleh nelayan di PPP Labuan, Banten diharapkan lebih besar dari panjang pertama kali matang gonad sebesar 605 mm. Perlu dilakukan penelitian yang mewakili semua musim. Penelitian tersebut dimaksudkan agar informasi mengenai status stok ikan layur semakin lengkap sehingga dapat ditentukan alternatif pengelolaan ikan layur secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati DVS. 2008. Studi biologi reproduksi ikan layur (superfamili Trichiuroidea) di Perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Boer M, Aziz KA. 2007. Rancangan pengambilan contoh upaya tangkapan dan hasil tangkap untuk pengkajian stok ikan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan danPerikanan Indonesia. 14 (1): 67-71

Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L∞, K, t0) berdasarkan data

frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 4(1): 75-84.

Chakravarty MS, Pavani B, Ganesh PRC. 2012. Length-weight relationship of Ribbonfishes: Trichiurus lepturus (Linnaeus, 1758) and Lepturacanthus savala (Cuvier, 1829) from Visakhapatnam coast. Marine Biological Association of India 54 (2) : 99-101.

Chakravarty MS, Pavani B, Ganesh PRC. 2013. Gonado-somatic index and fecundity studies in two species of ribbon fishes, Trichiurus lepturus (Linnaeus, 1758) and Lepturacanthus savala (Cuvier, 1829) off Visakhapatnam, east coast of India. Indian Journal Fish 60 (2) : 162-165. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. 2013. Statistik

Perikanan Tangkap Kabupaten Pandeglang Tahun 2006-2013. (Draft tahun 2013).

Effendie MI. 1979. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

163 hlm.

Fofandi MD. 2012. Population dynamics and fishery of ribbonfish (Trichiurus Lepturus) of Sanrastra Coast. Open Access scientific Report 1(3): 189. Hajjej G, Hattour A, Allaya H, Jarboui O, Bouanin A. 2010. Biology of little tunny

(35)

25 Mediterranean Sea). Revista de Biología Marina y Oceanografía. 45 (5):399-406.

Harjanti R, Pramonowibowo, Hapsari TD. 2012. Analisis musim penangkapan dan tingkat pemanfaatan ikan layur (Trichiurus Sp) Di Perairan Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology 1 (1) : 55-66

King M. 1995. Fisheries biology, assessment, and management. Fishing News Books. London, USA. 341 hlm.

Kudale SR, Jadhavi, Rathod JL. 2014. Length frequency, length-weight and relative condition factor of ribbonfish, Lepturacanthus savala (Cuvier, 1829) from Karwar Waters, Karnataka State. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology 8 (5) : 25-31.

Lelono TD. 2007. Dinamika populasi dan biologi ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang tertangkap dengan purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Trenggalek. Prosiding Seminar Nasional Tahunan IV Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan 28 Juli 2007, Yogyakarta. Indonesia. Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Indonesia. Pakhmode PK, Mohite SA, Naik SD, Mohite AS. 2013. Length frequency analysis

and length-weight relationship of ribbonfish, Lepturacanthus savala (Cuvier, 1829) off Ratnagiri coast, Maharashtra. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies 1 (2) : 25-30.

Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters : a manual for use with programmable calculators. ICLARM. Manila. Filipina. 325 hlm.

Rizvi AF, Deshmukh VD, Chakraborty K. 2005. Estimation of mortality rates, exploitation rates and ratios of Lepturacanthus savala (Cuvier) and Eupleurogrammus muticus (Gray). Indian Jurnal Of Fisheries 52(1) : 93-98. Deshmukh V.D., Rizvi A.F. and Chakraborty K. 2010. Stock assessment of Lepturacanthus savala (Cuvier, 1829) along north-west sector of Mumbai coast in Arabian Sea. Indian Jurnal Of Fisheries 57(2) : 1-6.

Rizvi AF, Deshmukh VD, Chakraborty K. 2010. Stock assessment of Lepturacanthus savala (Cuvier, 1829) along north-west sector of Mumbai coast in Arabian Sea. Indian Jurnal Of Fisheries 57(2) : 1-6.

Rizvi AF, Deshmukh VD, Chakraborty SK. 2012. Comparison of condition factor of the ribbonfish Lepturacanthus savala (Cuvier 1829) and Eupleurogrammus muticus (Gray 1832) from Mumbai Coast. Marine Biological Association of India 54 (1) : 26-29.

Sari FW. 2008. Studi kebiasan makan ikan layur (superfamili Trichiuroidea) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sharif A. 2009. Studi dinamika stok ikan layur (Lepturacanthus Savala) di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(36)

26

Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm.

Syamsiyah NN. 2010. Studi dinamika stok ikan biji nangka (Upeneus sulphureus Cuvier, 1829) di Perairan Utara Jawa yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Tabassum S, Elahi N, Baloch WA. 2013. Comparison of condition factor of the ribbonfish Trichiurus Lepturus (Linnaeus 1758) and Lepturacanthus savala (Civier 1829) from Karachi Coast, Pakistan. Sindh University Research Journal (Science Series) 45 (4) : 657-660.

Udupa KS. 1896. Statistical method of estimating the size at first maturity of fishes. Fishbyte. 4 (2):8-10.

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. 515 hlm.

Wardani WA. 2010. Analisis ketidakpastian hasil tangkapan ikan layur (Lepturacanthus Savala) di TPI Cilauteureun, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(37)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Penentuans mortalitas total (Z)

Berdasarkan persamaan tangkap atau persamaan Baranov (Baranov 1918 in Sparre dan Venema 1999), tangkapan antara waktu t1 dan t2 sama dengan:

C(t1,t2) = F

Z (N(t1) - N(t2)) (1.1)

N (t1) adalah banyaknya ikan pada saat t1, N(t2) adalah banyaknya ikan pada saat t2,

F adalah mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total. Fraksi ikan yang mati akibat penangkapan, FZ disebut laju eksploitasi. Oleh karena

N(t2) = N(t1) e-Z(t2 - t1) (1.2)

Persamaan Baranov di atas dapat ditulis menjadi: C((t1,t2)) = N (t1) F

Z (1 - e

-Z(t1 - t2) ) (1.3)

N (t1) = N(Tr) e-Z(t1 - Tr) (1.4)

Sehingga

C((t1,t2)) = N(Tr) e-Z(t1 - Tr)F Z (1 - e

-Z(t1 - t2) ) (1.5)

N (Tr) adalah rekrutmen. Selanjutnya dengan menggunakan logaritma di

kiri dan kanan persamaan (1.5) diperoleh:

lnC(t1,t2) = d - Zt1 + ln(1 - e-Z(t2 - t1) ) (1.6)

d = lnN (Tr) + ZTr + ln F

Z (1.7)

Jika t2 - t1 = t3 - t2 = ... = suatu konstanta dengan satuan waktu diperoleh

konstanta baru

g = d + ln(1 - e-Z(t2 - t1) ) (1.8)

sehingga persamaan (1.8) dapat ditulis menjadi:

lnC(t1,t2) = g - Zt1 (1.9)

atau

(38)

28

Menurut Van Sickle (1977) in Sparre dan Venema (1999) cara lain dapat ditempuh untuk menyelesaikan (1.6) melalui

ln(1 - e-x) ≈ ln(X) - � (1.11)

untuk X yang bernilai kecil (X<1.0), sehingga ln(1 - e-Z(t2 - t1))= ln Z(t

2 - t1) - Z t − t (1.12)

dan persamaan (1.6) dapat ditulis

lnC(t1,t2)t2 - t1 = h - Zt1- Z(t2 - t1) (1.13)

atau

ln C t,t+Δt

Δt = h - Z(t + Δt) (1.14)

selanjutnya, bentuk konversi data panjang menjadi data umur dengan menggunakan persamaan Von Bertalanffy

t(L) = t0-( ln (1-L∞)) (1.15)

Notasi tangkapan C(t1,t2) dapat diubah menjadi C(L1,L2) atau

C(t,t+Δt) = C (L1,L2) (1.16)

dan

Δt = t(L2) - t(L1) = ( ln (L∞−L L∞−L )) (1.17)

Bagian (t + Δ�) pada persamaan (1.14) dapat dikonversi kedalam notasi L1 dan

L2 sehingga

t(L1) + Δt) ≈ (L +L ) = t0-( ln (1-L +L

L∞ )) (1.18)

sehingga

ln C L ,L

Δt L ,L = h - Z t ( L +L

) (1.19)

(39)

29 Lampiran 2 Hubungan panjang dan bobot ikan layur

1. Ikan Betina

Berdasarkan data panjang dan bobot ikan layur betina selama pengambilan contoh diperoleh statistik sebagai berikut.

Parameter Nilai

Pada taraf nyata 5% hipotesis yang menyatakan koefisien b sama dengan 3 (tiga) tidak dapat diterima, dengan demikian pertumbuhan ikan layur betina mengikuti pola allometrik negatif.

2. Ikan Jantan

Berdasarkan data panjang dan bobot ikan layur betina selama pengambilan contoh diperoleh statistik sebagai berikut.

Parameter Nilai

Pada taraf nyata 5% hipotesis yang menyatakan koefisien b sama dengan 3 (tiga) tidak dapat diterima, dengan demikian pertumbuhan ikan layur jantan mengikuti pola allometrik negatif.

Lampiran 3 Sebaran frekuensi ikan layur

(40)

30

Lampiran 4 Tingkat kematangan gonad ikan layur

1 Betina

(41)

31

Lampiran 6 Ukuran pertama kali matang gonad

(42)

32

2 Jantan

SKB SKA Nt Xi ni nb Pi 1-Pi(Qi) x(i+1)-xi Pi*Qi ni-1 Pi*Qi/ni-1

232 269 250,50 2,40 3 0 0,00 1,00 0,06 0,00 2,00 0,00 270 307 288,50 2,46 3 0 0,00 1,00 0,05 0,00 2,00 0,00 308 345 326,50 2,51 26 0 0,00 1,00 0,05 0,00 25,00 0,00 346 383 364,50 2,56 32 0 0,00 1,00 0,04 0,00 31,00 0,00 384 421 402,50 2,60 22 1 0,05 0,95 0,04 0,04 21,00 0,00 422 459 440,50 2,64 34 4 0,12 0,88 0,04 0,10 33,00 0,00 460 497 478,50 2,68 55 4 0,07 0,93 0,03 0,07 54,00 0,00 498 535 516,50 2,71 76 9 0,12 0,88 0,03 0,10 75,00 0,00 536 573 554,50 2,74 54 5 0,09 0,91 0,03 0,08 53,00 0,00 574 611 592,50 2,77 24 3 0,13 0,88 0,03 0,11 23,00 0,00 612 649 630,50 2,80 7 3 0,43 0,57 0,00 0,24 6,00 0,04 total 1,00 10,00 0,40 0,76 325,00 0,06

rata-rata 0,09 0,91 0,04 0,07 29,55 0,01

Log M = (2,80+(0,04/2))-(0,04 x 1,00) = 2,7814

M = 604,58 mm

Lampiran 7 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan layur 1 Betina

Lt Lt+1

497,5 552,36 552,36 557,82 557,82 623,38 623,38

Parameter Nilai a 181,31

b 0,74

k 0,30

L∞ 697,25 t0 -0,23

2 Jantan Lt Lt+1

(43)

33 Parameter Nilai

a 175,42

b 0,80

k 0,22

L∞ 878,03 t0 -0,30

Lampiran 8 Pendugaan mortalitas ikan layur 1 Betina

SB SA Xi C(L1,L2) t(L1) ∆t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/∆t)

(x) (y)

232 269 250,5 3 1,11 0,28 1,25 2,39 270 307 288,5 1 1,39 0,30 1,54 1,20 308 345 326,5 6 1,70 0,33 1,86 2,90 346 383 364,5 10 2,04 0,37 2,22 3,30 384 421 402,5 14 2,42 0,42 2,63 3,51 422 459 440,5 18 2,85 0,48 3,08 3,63 460 497 478,5 25 3,35 0,56 3,62 3,79 498 535 516,5 31 3,93 0,68 4,25 3,82 536 573 554,5 34 4,63 0,87 5,03 3,67 574 611 592,5 16 5,52 1,19 6,06 2,60 612 649 630,5 4 6,75 1,89 7,56 0,75 650 687 668,5 0 8,71 5,07 10,35 -

2 Jantan

SB SA Xi C(L1,L2) t(L1) ∆t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/∆t)

(x) (y)

232 269 250,5 3 1,08 0,26 1,21 2,43 270 307 288,5 3 1,35 0,28 1,49 2,37 308 345 326,5 26 1,64 0,30 1,79 4,46 346 383 364,5 32 1,95 0,32 2,11 4,59 384 421 402,5 22 2,28 0,35 2,45 4,14 422 459 440,5 34 2,64 0,38 2,83 4,49 460 497 478,5 55 3,03 0,42 3,23 4,88 498 535 516,5 76 3,46 0,46 3,68 5,11 536 573 554,5 54 3,93 0,51 4,18 4,66 574 611 592,5 24 4,46 0,58 4,74 3,72 612 649 630,5 7 5,06 0,67 5,38 2,34 650 687 668,5 0 5,75 0,79 6,13 -

(44)

34

Lampiran 9 Standarisasi alat tangkap

Standarisasi alat tangkap dilakukan dengan memroporsikan upaya tangkapan, yaitu dengan cara membagi jumlah tangkapan ikan layur yang ditangkap menggunakan alat tangkap tertentu dengan hasil tangkapan total. Proporsi dari alat tangkap kemudian dikalikan dengan jumlah upaya dari alat tangkap tersebut.

(45)
(46)

36

Produksi dan upaya ikan layur setelah di proporsikan peralat tangkap Tahun

Payang Dogol Pukat Pantai Pukat Cincin produksi

(47)

37 Fishing power indeks alat tangkap yang menangkap ikan layur

Alat tangkap Hasil tangkapan(ton) Upaya (trip) CPUE FPI

Pancing 1 171,40 13 450,38 0,09 0,14

Bagan rakit 142,01 1 579,07 0,09 0,15

Payang 495,60 3 595,28 0,14 0,22

dogol 49,97 309,32 0,16 0,26

Pukat pantai 557,16 3 188,69 0,17 0,28

Rampus 1 068,12 5 869,77 0,18 0,29

Gillnet 53,15 284,20 0,19 0,30

Pukat Cincin 2 047,06 3 325,47 0,62 1,00

Hasil tangkapan dan upaya tangkap ikan layur di Selat Sunda Tahun Hasil tangkapan (ton) Upaya Penangkapan (trip) CPUE

2006 301,50 360,87 0,84

2007 317,70 353,29 0,90

2008 971,20 1 285,42 0,76

2009 974,57 1 412,62 0,69

2010 942,09 1 402,10 0,67

2011 661,52 1 839,59 0,36

2012 715,87 1 221,80 0,59

(48)

38

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 3 April 1993 dari pasangan Bapak Padi dan Ibu Kamirah sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal pernah dijalani penulis berawal dari TK Mardi Rahayu (1998-1999), SDN Kebonagung (1999-2005), SMPN 2 Sulang (2005-2008), SMAN 1 Rembang (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNPTN Undangan. Kemudian diterima di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan layur
Gambar 2 Komposisi tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang
Gambar 3 Hubungan panjang dan bobot ikan layur betina di Selat Sunda
Gambar 5 Panjang pertama kali tertangkap ikan layur betina
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sejarah peradaban Islam, bahasa Arab menjadi salah satu kunci keberhasilannya, yang salah satunya ditandai dengan adanya gerakan penerjemahan.. besar-besaran berbagai

Melalui penggunaan CD animasi sebagai sosialisasi cinta anak terhadap pembelajaran matematika masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran anak dapat dikaji,

Activity Diagram View Fasilitas pada Gambar 4.6 muncul setelah guest memilih icon Profil Sekolah pada menu bar di website yang sistem kemudian akan merespon dengan

Parasit Gyrodactylus paling banyak menginfeksi ikan lele di daerah Cijeruk dengan nilai prevalensi sebesar 96,667% yang berarti terdapat 29 dari 30 ekor ikan

Dapat diartikan bahwa jika pelaku usaha melakukan inovasi dalam menjalankan usahanya melalui sosial media, maka akan berdampak pada perkembangan UMKM yang dimiliki oleh

[r]

Auwloh juga memutuskan utk menambahkan penderitaan para istri tersebut dengan membuat Maria hamil dan melahirkan anak lelaki yang dinamakan Ibrahim, anak lelaki yang sangat

Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk penderita anemia aplastik yang berumur diatas 40 tahun; (b) terapi imunosupresif lain : pemberian metilprednisolon dosis tinggi