• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI POLEWALI MANDAR

PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR

NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

POLA TATA KELOLA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH POLEWALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI POLEWALI MANDAR,

Menimbang : a. bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat memiliki peran strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan bermutu sesuai dengan yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat;

b. bahwa dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan serta efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Rumah Sakit Umum Polewali, maka dipandang perlu menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;

c. bahwa dalam penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, perlu disusun Pola Tata Kelola Rumah Sakit Umum Polewali;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Bupati tentang Pola Tata Kelola Rumah Sakit Umum Daerah Polewali;

Mengingat : 1. Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

(2)

5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4422);

6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- UndangNomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

10. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2005 Tentang Perubahan Nama Kabupaten Polewali Mamasa Menjadi Kabupaten Polewali Mandar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 160);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);

15. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 28 Tahun 2004 tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik;

(3)

16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal;

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Tehknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;

19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal;

20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik;

21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 755/MENKES/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;

22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 228/Menkes/SK//III/2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang wajib dilaksanakan daerah;

23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws);

24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff By Laws) di Rumah Sakit; 25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff ByLaws) di Rumah Sakit; 26. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Polewali Mandar (Lembaran Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 1 Tahun 2008;

27. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Lainnya (Lembaran Daerah Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2009 Nomor 9);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH POLEWALI.

(4)

Pasal 1

Tata Kelola Rumah Sakit Umum Daerah Polewali sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam Peraturan Bupati ini.

Pasal 2

Tata Kelola Rumah Sakit Umum Daerah Polewali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Polewali Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar.

Pasal 3

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Polewali Mandar.

Ditetapkan di Polewali

pada tanggal 3 Februari 2014 BUPATI POLEWALI MANDAR,

ANDI IBRAHIM MASDAR Diundangkan di Polewali

pada tanggal 3 Februari 2014

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

ISMAIL, AM

(5)

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR : 9 TAHUN 2014 TANGGAL : 3 FEBRUARI 2014 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 68 dan Pasal 69 mengamanatkan bahwa, instansi Pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, dapat diberikan fleksibilitas dalam Pola Pengelolaan Keuangan dengan sebutan Badan Layanan Umum (BLU).

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014, memberikan fleksibilitas untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat bagi instansi pemerintah, sebagai pengecualian dari ketentuan umum pengelolaan keuangan negara. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) merupakan contoh penerapan pengelolaan keuangan berbasis kinerja pada instansi pemerintah.

Sejalan dengan hal tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menyatakan bahwa perangkat daerah yang memiliki spesifikasi teknis di bidang pelayanan umum berpotensi untuk dikelola melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). Menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tersebut, telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Rumah Sakit Umum Daerah Polewali Kabupaten Polewali Mandar, dipandang memiliki spesifikasi teknis di bidang pelayanan umum dan berpotensi untuk dikelola melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). Oleh karena itu perlu diatur Tata Kelolanya.

II. Tujuan

Pola Tata Kelola Rumah Sakit Umum Daerah Polewali disusun dan diterbitkan dengan tujuan untuk :

1. menyediakan acuan dalam penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) pada Rumah Sakit Umum Daerah Polewali; 2. memberikan pedoman bagi Penyelenggara dalam rangka peningkatan

kualitas pelayanan publik secara efektif, efisien, fleksibel dan akuntabel; 3. memenuhi persyaratan penetapan PPK-BLUD Penuh sebagaimana

ditetapkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

III. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Peraturan Tata Kelola Rumah Sakit Umum Daerah Polewali, sebagai berikut :

1. Organisasi 2. Prosedur Kerja

3. Pengelompokkan Fungsi 4. Pengelolaan SDM

5. Sistem Akuntabilitas Berbasis Kinerja 6. Kebijakan Keuangan

(6)

IV. Pengertian Umum

Dalam Peraturan Tata-Kelola ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Polewali Mandar.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar. 3. Bupati adalah Bupati Polewali Mandar.

4. Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Umum Daerah Polewali. 5. Direktur adalah Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Polewali.

6. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

7. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalahPola Pengelolaan Keuangan BLUD, yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sepagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.

8. Pola Tata Kelola Korporasi (Corporate Bylaws) adalah peraturan internal yang mengatur hubungan antara Pemerintah Daerah sebagai pemilik dengan Dewan Pengawas, Pejabat Pengelola dan Staf Medis rumah sakit beserta fungsi, tugas, tanggungjawab, kewajiban, kewenangan dan haknya masing-masing.

9. Pola Tata Kelola Staf Medis (Medical Staff Bylaws) adalah peraturan internal yang mengatur tentang fungsi, tugas, tanggungjawab, kewajiban, kewenangan dan hak dari Staf Medis di rumah sakit.

10. Dewan Pengawas adalah suatu badan yang melakukan pengawasan terhadap operasional rumah sakit yang dibentuk dengan keputusan Bupati atas usulan Direktur dengan keanggotaan yang memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku.

11. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara nyata dan tegas diatur dalam lini organisasi yang terdiri dari Direktur, Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi.

12. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, kewajiban, kewenangan dan hak seseorang pegawai dalam satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. 13. Pejabat pengelola rumah sakit terdiri dari direktur, kepala bagian dan

kepala bidang.

14. Pelayanan Kesehatan adalah segala kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada seseorang dalam rangka promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

15. Staf Medis adalah Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis yang bekerja purna waktu maupun paruh waktu di unit pelayanan rumah sakit.

(7)

16. Unit pelayanan adalah unit yang menyelenggarakan upaya kesehatan, yaitu rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, rawat intensif, kamar operasi, kamar bersalin, radiologi, laboratorium, rehabilitasi medis dan lain-lain.

17. Unit kerja adalah tempat staf medis dan profesi kesehatan lain yang menjalankan profesinya, dapat berbentuk instalasi, unit dan lain-lain. 18. Komite Medis adalahadalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan

tatakelola klinis (clininal governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis. 19. Kewenangan klinis (clinical privilege) adalah hak khusus seorang staf

medis yang diberikan oleh Direktur untuk melakukan sederetan pelayanan medis tertentu dalam rumah sakit untuk suatu periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan penugasan klinis (clinical appointment).

20. Penugasan klinis (clinical appointment) adalah penetapan direktur kepada seorang staf medis untuk melakukan sekelompok pelayanan medis di rumah sakit berdasarkan daftar kewenangan klinis (white paper) yang telah disetujui baginya.

21. Kredensialing adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis (clinical privilege). 22. Rekredensialing adalah proses reevaluasi terhadap staf medis yang telah

memiliki kewenangan klinis (clinical privilege) untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis tersebut.

23. Priviliging adalah proses yang dilakukan untuk memperoleh kewenangan klinik (clinical privilege) dari Direktur setelah dilakukan kredensialing atau rekredensialing.

24. Tenaga administrasi adalah orang atau sekelompok orang yang bertugas melaksanakan administrasi perkantoran guna menunjang pelaksanaan tugas-tugas pelayanan.

25. Dokter mitra adalah dokter yang direkrut oleh rumah sakit karena keahliannya, berkedudukan setingkat dengan rumah sakit, bertanggung jawab secara mandiri dan bertanggung gugat secara proporsional sesuai kesepakatan atau ketentuan rumah sakit.

V. Prinsip Tata Kelola

Tata kelola dalam Peraturan ini menganut prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Transparansi, merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar

kebebasan arus informasi agar informasi secara langsung dapat diterima bagi yang membutuhkan serta dapat menumbuhkan kepercayaan.

b. Akuntabilitas, merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem yang dipercayakan pada Rumah Sakit agar pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.

c. Responsibilitas, merupakan kesesuaian atau kepatuhan di dalam pengelolaan organisasi terhadap bisnis yang sehat serta perundang-undangan.

d. Independensi, merupakan kemandirian pengelolaan organisasi secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip bisnis yang sehat.

(8)

BAB II

POLA TATA KELOLA

I. Kedudukan Pemerintah Daerah, Rumah Sakit dan Dewan Pengawas A. Kedudukan Pemerintah Daerah

1. Pemerintah Daerah bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup, perkembangan dan kemajuan rumah sakit sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat;

2. Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tanggungjawabnya mempunyai kewenangan:

a. menetapkan peraturan tentang Pola Tata Kelola dan SPM Rumah Sakit beserta perubahannya;

b. membentuk dan menetapkan Pejabat Pengelola dan Dewan Pengawas;

c. memberhentikan Pejabat Pengelola dan Dewan Pengawas karena sesuatu hal yang menurut peraturannya membolehkan untuk diberhentikan;

d. menyetujui dan mensahkan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA); e. memberikan sanksi kepada pegawai yang melanggar ketentuan

dan memberikan penghargaan kepada pegawai yang berprestasi. 3. Pemerintah Daerah bertanggungjawab menutup defisit anggaran

Rumah Sakit yang setelah diaudit secara independen bukan disebabkan karena kesalahan dalam pengelolaan; dan

4. Pemerintah Daerah bertanggunggugat atas terjadinya kerugian pihak lain, termasuk pasien, akibat kelalaian dan/ atau kesalahan dalam pengelolaan Rumah Sakit.

B. Kedudukan Rumah Sakit

1. Rumah Sakit berkedudukan sebagai rumah sakit milik Pemerintah Daerah yang merupakan unsur pendukung tugas Bupati di bidang pelayanan kesehatan, dipimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah;

2. Rumah Sakit mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pelayanan kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah;

3. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi :

a. perumusan kebijakan teknis di bidang Pelayanan Kesehatan; b. pelayanan penunjang dalam menyelenggarakan pemerintah

daerah di bidang pelayanan;

c. penyusunan rencana dan program, monitoring, evaluasi dan pelaporan di bidang Pelayanan Kesehatan;

d. pelayanan medis;

e. pelayanan penunjang medis dan non medis; f. pelayanan keperawatan;

g. pelayanan rujukan;

h. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan;

i. pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta pengabdian masyarakat;

j. pengelolaan keuangan dan akuntansi; dan

k. pengelolaan urusan kepegawaian, hukum, hubungan masyarakat, organisasi dan tatalaksana, serta rumah tangga, perlengkapan dan umum.

(9)

C. Kedudukan Dewan Pengawas:

1. Dewan Pengawas dibentuk dengan keputusan Bupati atas usulan Direktur;

2. Jumlah Anggota Dewan Pengawas ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang dan salah seorang diantaranya ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pengawas;

3. Dewan Pengawas bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan Rumah Sakit yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 4. Dewan Pengawas berkewajiban :

a. memberikan pendapat dan saran kepada Bupati mengenai Rencana Bisnis dan Anggaran yang diusulkan oleh Direktur ;

b. mengikuti perkembangan kegiatan Rumah Sakit dan memberikan pendapat serta saran kepada Bupati mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan Rumah Sakit;

c. melaporkan kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah tentang kinerja Rumah Sakit;

d. memberikan nasehat kepada Pejabat Pengelola dalam melaksanakan pengelolaan Rumah Sakit;

e. melakukan evaluasi dan penilaian kinerja, baik keuangan maupun non keuangan, serta memberikan saran dan catatan-catatan penting untuk ditindaklanjuti oleh Pejabat Pengelola ; dan

f. memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja.

5. Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Bupati secara berkala melalui Sekretaris Daerah paling sedikit 4 (empat) kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu diperlukan;

6. Anggota Dewan Pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur :

a. pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berkaitan dengan kegiatan Rumah Sakit;

b. pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah; dan

c. tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan kegiatan Rumah Sakit.

7. Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan Pejabat Pengelola;

8. Kriteria yang dapat diusulkan menjadi anggota Dewan Pengawas, yaitu :

a. memiliki dedikasi dan memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan Rumah Sakit, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya

b. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah menjadi direksi atau Komisaris, atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit atau tidak pernah melakukan tindak pidana yang merugikan daerah; dan

c. mempunyai kompetensi dalam bidang menajemen keuangan, sumber daya manusia dan mempunyai komitmen terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik.

9. Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya;

(10)

10. Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum waktunya oleh Bupati, apabila :

a. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik; b. tidak melaksanaan ketentuan perundang-undangan;

c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Rumah Sakit; dan/atau d. dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan tindak pidana

dan/atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan atas Rumah Sakit.

11. Bupati dapat mengangkat sekretaris Dewan Pengawas untuk mendukung kelancaran tugas Dewan Pengawas;

12. Sekretaris Dewan Pengawas bukan merupakan anggota Dewan Pengawas; dan

13. Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Dewan Pengawas termasuk honorarium Anggota dan Sekretaris Dewan Pengawas dibebankan pada Rumah Sakit dan dimuat dalam Rencana Bisnis dan Anggaran.

II. Organisasi Badan Layanan Umum

A. Susunan Organisasi Badan Layanan Umum

1. Pengorganisasian Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah Polewali dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola BLU, yang terdiri atas :

a. pemimpin BLU

b. pejabat keuangan; dan c. pejabat teknis.

2. Pemimpin BLU dijabat oleh Direktur Rumah Sakit bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah;

3. Pejabat Keuangan dijabat oleh Kepala Sub Bagian Keuangan Rumah Sakit dan bertanggungjawab kepada Direktur; dan

4. Pejabat Teknis dijabat oleh Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Perawatan dan dapat ditambah dengan Kepala Bidang lainnya sesuai kebutuhan dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas.

B. Wewenang dan Tanggungjawab

1. Pemimpin BLU merupakan penanggung jawab operasional dan keuangan dengan kewajiban sebagai berikut :

a. memimpin, mengarahkan, membina, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan BLUD;

b. menyusun Renstra Bisnis BLUD; c. menyiapkan RBA;

d. mengusulkan calon pejabat pengelola keuangan dan pejabat teknis kepada kepala daerah sesuai ketentuan;

e. menetapkan pejabat lainnya sesuai kebutuhan BLUD selain pejabat yang telah ditetapkan dengan peraturan perundangan-undangan; dan

f. menyampaikan dan mempertanggungjawabkan kinerja operasional serta keuangan BLUD kepada Bupati.

2. Pejabat Keuangan BLU merupakan Pejabat Penatausahaan Keuangan yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan keuangan BLUD dan memiliki kewajiban sebagai berikut :

a. mengkoordinasikan penyusunan RBA; b. menyiapkan DPA-BLUD;

c. melakukan pengelolaan pendapatan dan biaya; d. menyelenggarakan pengelolaan kas;

(11)

e. melakukan pengelolaan utang-piutang;

f. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap dan investasi; g. menyelenggarakan sistim informasi manajemen keuangan; dan h. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan. 3. Untuk tertib administrasi keuangan, Pejabat Keuangan dibantu oleh

pejabat pengelola keuangan, sebagai berikut :

a. bendahara Penerimaan, bertugas melaksanakan tertib administrasi penerimaan BLU;

b. bendahara Pengeluaran, bertugas melaksanakan tertib administrasi pengeluaran BLU,

c. pengurus Barang, bertugas melaksanakan tertib administrasi barang dan asset BLU;

d. petugas Verifikasi, bertugas melaksanakan verifikasi atas administrasi penerimaan dan pengeluaran BLU;

e. petugas Pembuat Dokumen, bertugas melaksanakan pengelolaan administrasi dokumen surat permintaan pembayaran dan Surat Perintah Membayar;

f. akuntansi dan Pelaporan, bertugas melaksanakan tertib akuntansi dan pelaporan BLU; dan

g. pencatat Pembukuan, bertugas melaksanakan tertib administrasi pembukuan BLU.

4. Pejabat pengelola keuangan dimaksud diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Direktur serta bertanggungjawab kepada Direktur melalui Pejabat Keuangan;

5. Pejabat Teknis selaku Pekabat Pelaksana Teknis Kegiatan bertanggung jawab terhadap teknis pelaksanaan kegiatan sesuai bidang tugasnya masing-masing;

6. Tugas dan kewajiban Pejabat Teknis BLUD Rumah Sakit Umum Daerah, terdiri dari :

a. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya ; b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBA; dan

c. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya. 7. Pejabat Teknis BLUD dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya

mempunyai fungsi sebagai penanggungjawab teknis dibidang masing-masing;

8. Semua Pejabat Pengelola dibawah Direktur bertanggungjawab kepada Direktur sesuai bidang tanggungjawab masing-masing; dan

9. Pejabat Pengelola BLU diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Bupati.

III. Organisasi Pelayanan Dan Organisasi Pendukung A. Organisasi Pelayanan

1. Instalasi

a. guna memungkinkan penyelenggaraan kegiatan pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan kesehatan dibentuk instalasi yang merupakan unit pelayanan non struktural;

b. instalasi dipimpin oleh Kepala Instalasi yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Direktur;

(12)

c. kepala Instalasi mempunyai tugas dan kewajiban merencanakan, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi, serta melaporkan kegiatan pelayanan di instalasinya masing-masing kepada direktur;

d. dalam melaksanakan kegiatan operasional pelayanan wajib berkoordinasi dengan bidang terkait;

e. kepala Instalasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga fungsional dan atau tenaga non fungsional;

f. pembentukan dan perubahan instalasi didasarkan atas analisis organisasi dan kebutuhan; dan

g. pembentukan dan perubahan jumlah maupun jenis instalasi dilaporkan secara tertulis kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

2. Kelompok Jabatan Fungsional

a. kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang terbagi atas berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai bidang keahliannya;

b. jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja yang ada; c. kelompok jabatan fungsional bertugas melakukan kegiatan sesuai

dengan jabatan fungsional masing-masing; dan

d. jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai peraturan perundang-undangan.

3. Staf Medis Fungsional

a. Staf Medis Fungsional adalah kelompok Dokter yang bekerja di bidang medis dalam jabatan fungsional;

b. Fungsi Staf Medis adalah pelaksana pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan di bidang pelayanan medis;

c. Staf Medis Fungsional mempunyai tugas :

i. melaksanakan kegiatan profesi yang komprehensif meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif;

ii. membuat rekam medis sesuai fakta, tepat waktu dan akurat; iii. meningkatkan kemampuan profesi melalui program

pendidikan dan/ atau pelatihan berkelanjutan;

iv. menjaga agar kualitas pelayanan sesuai standar profesi, standar pelayanan medis, dan etika kedokteran; dan

v. menjaga agar kualitas pelayanan sesuai standar profesi, standar pelayanan medis, dan etika kedokteran.

d. Tanggungjawab Kelompok Staf Medis adalah :

i. memberikan rekomendasi melalui Ketua Komite Medis kepada

Direktur terhadap permohonan penempatan Dokter baru di Rumah Sakit untuk mendapatkan Surat Keputusan;

ii. melakukan evaluasi atas kinerja praktik Dokter berdasarkan data yang komprehensif;

iii. memberikan rekomendasi melalui Ketua Komite Medik kepada Direktur terhadap permohonan penempatan ulang Dokter di Rumah Sakit untuk mendapatkan Surat Keputusan Direktur;

iv. memberikan kesempatan kepada para Dokter untuk mengikuti pendidikan kedokteran berkelanjutan;

(13)

v. memberikan masukan melalui Ketua Komite Medik kepada Direktur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan praktik kedokteran;

vi. memberikan laporan secara teratur minimal sekali setiap tahun melalui Ketua Komite Medik kepada Direktur dan/ atau Bidang Pelayanan Medik dan Penunjang tentang hasil pemantauan indikator mutu klinik, evaluasi kinerja praktik klinis, pelaksanaan program pengembangan staf, dan lain-lain yang dianggap perlu; dan

vii. melakukan perbaikan standar prosedur operasional serta dokumen-dokumen terkait.

e. Kewajiban Kelompok Staf Medis adalah :

i. menyusun standar prosedur operasional pelayanan medis, meliputi bidang administrasi, manajerial dan bidang pelayanan medis;

ii. menyusun indikator mutu klinis; dan

iii. menyusun uraian tugas dan kewenangan untuk masing-masing anggota.

f. Dalam melaksanakan tugasnya, staf medis fungsional menggunakan pendekatan tim dengan tenaga profesi terkait.

B. Organisasi Pendukung 1. Satuan Pengawas Intern

a. guna membantu Direktur dalam bidang pengawasan internal dan monitoring dibentuk Satuan Pengawas Intern;

b. satuan Pengawas Intern adalah kelompok jabatan fungsional yang bertugas melaksanakan pengawasan dan monitoring terhadap pengelolaan sumber daya Rumah Sakit;

c. pengawasan dan monitoring terhadap pengelolaan sumber daya Rumah Sakit sebagaimana dimaksud adalah untuk mengawasi apakah kebijakan pimpinan telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh bawahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan organisasi;

d. satuan Pengawas Intern dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan Direktur; dan

e. satuan Pengawas Intern berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur.

2. Komite Medik

a. komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tatakelola klinis (clininal governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis;

b. komite medik merupakan organisasi non struktural yang dibentuk di rumah sakit oleh Direktur dan merupakan wadah perwakilan Staf Medis;

c. Komite Medik pembentukannya ditetapkan dengan Keputusan Direktur dengan masa kerja selama 3 (tiga) tahun, berkedudukan di bawah serta bertanggungjawab kepada Direktur;

d. Susunan organisasi komite medik terdiri dari: i. ketua;

ii. sekretaris; dan iii. subkomite.

(14)

e. Dalam hal keterbatasan sumber daya manusia, susunan organisasi komite medik sekurang-kurangnya terdiri dari:

i. ketua dan sekretaris tanpa subkomite; atau

ii. ketua dan sekretaris merangkap ketua dan anggota subkomite. f. Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme

staf medis yang bekerja di rumah sakit dengan cara :

i. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di rumah sakit;

ii. memelihara mutu profesi staf medis;

iii. menjaga disiplin, etika, dan prilaku profesi medis

g. Komite Medik bertanggung jawab kepada Direktur meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:

i. mutu pelayanan medis;

ii. pembinaan etik kedokteran; dan iii. pengembangan profesi medis

h. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya komite medik berwenang :

i. memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege).

ii. memberikan rekomendasi surat penugasan klinis (clinical appointment).

iii. memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis (clinical privilege) tertentu;

iv. memberikan rekomendasi perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilige);

v. memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis;

vi. memberikan rekomendasi pendidikan kedokteran berkelanjutan;

vii. memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring); dan viii. memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin.

i. Anggota komite medik terbagi kedalam subkomite, yang terdiri dari :

i. subkomite kredensial;

ii. subkomite mutu profesi; dan

iii. subkomite etika dan disiplin profesi yang bertugas menjaga disiplin, etika, dan prilaku profesi staf medis.

j. Tugas dan tanggung-jawab Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi Medis adalah:

i. membuat rencana atau program kerja;

ii. melaksanakan rencana atau jadual kegiatan; iii. membuat panduan mutu pelayanan medis;

iv. melakukan pantauan dan pengawasan mutu pelayanan medis v. menyusun indikator mutu klinik, meliputi indikator input,

output proses, dan outcome;

vi. melakukan koordinasi dengan Sub Komite Peningkatan Mutu Rumah Sakit; dan

vii. melakukan pencatatan dan pelaporan secara berkala. k. Tugas dan tanggungjawab Sub Komite Kredensial adalah :

i. melakukan review permohonan untuk menjadi anggota staf medis;

(15)

iii. membuat laporan kepada Komite Medis;

iv. melakukan review kompetensi staf medis dan memberikan laporan dan rekomendasi kepada Komite Medis dalam rangka pemberian clinical privileges, reapointments dan penugasan staf medis pada unit kerja;

v. membuat rencana kerja; vi. melaksanakan rencana kerja;

vii. menyusun tata laksana dari instrumen kredensial;

viii. melaksanakan kredensial dengan melibatkan lintas fungsi sesuai kebutuhan; dan

ix. membuat laporan berkala kepada Komite Medis.

l. Tugas dan tanggungjawab Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi adalah :

i. membuat rencana kerja; ii. melaksanakan rencana kerja;

iii. menyusun tata laksana pemantauan dan penanganan masalah etika dan disiplin profesi

iv. melakukan sosialisasi yang terkait dengan etika profesi dan disiplin profesi;

v. mengusulkan kebijakan yang terkait dengan bioetika;

vi. melakukan koordinasi dengan Komite Etik dan Hukum rumah sakit; dan

vii. melakukan pencatatan dan pelaporan secara berkala. 3. Komite Keperawatan

a. Guna membantu Direktur dalam menyusun Standar Pelayanan Keperawatan dan memantau pelaksanaannya, mengatur kewenangan (previlege) perawat dan bidan, mengembangkan pelayanan keperawatan, program pendidikan, pelatihan dan penelitian serta mengambangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan, maka dibentuk Komite Keperawatan;

b. Komite Keperawatan merupakan badan non struktural yang berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Direktur;

c. Susunan Komite Keperawatan terdiri dari seorang Ketua, Seorang Wakil Ketua dan seorang Sekretaris yang kesemuanya merangkap anggota serta anggota sejumlah 4 orang;

d. Komite Keperawatan dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan Direktur setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala Bidang Pelayanan; dan

e. Dalam menjalankan tugasnya Komite Keperawatan wajib menjalin kerjasama yang harmonis dengan Komite Medik, Manajemen Keperawatan dan Instalasi terkait.

IV. Prosedur Kerja

A. Prosedur Kerja Umum

1. Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Rumah Sakit wajib menerapkan prinsip koordinasi,

integrasi, sinkronisasi dan pendekatan lintas fungsi (cross functional approach) secara vertikal dan horisontal baik di lingkungannya serta dengan instalasi lain sesuai tugas masing-masing;

(16)

2. Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya;

3. Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggungjawab kepada atasan serta menyampaikan laporan berkala;

4. Setiap laporan yang diterima oleh setiap pimpinan satuan organisasi dari bawahan, wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan perubahan untuk menyusun laporan lebih lanjut dan untuk memberikan petunjuk kepada bawahannya;

5. Kepala Bidang, Kepala Seksi, Kepala Instalasi wajib menyampaikan laporan berkala kepada atasannya masing-masing;

6. Dalam menyampaikan laporan kepada atasannya, tembusan laporan lengkap dengan semua lampirannya disampaikan pula kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja; dan

7. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan satuan organsasi dibantu oleh kepala satuan organisasi di bawahnya dan jabatan fungsional umum dalam rangka pemberian bimbingan dan pembinaan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat berkala. B. Tata Kerja Staf Medis

1. Tata Kerja Staf Medis dibuat dengan maksud untuk menciptakan kerangka kerja (framework) agar staf medis dapat melaksanakan fungsi profesionalnya dengan baik guna menjamin terlaksananya mutu layanan medis sebagaimana yang diharapkan;

2. Tata Kerja Staf Medis mempunyai tujuan :

a. mewujudkan layanan kesehatan yang bermutu tinggi berbasis keselamatan pasien (patient safety);

b. memungkinkan dikembangkannya berbagai peraturan bagi staf medis guna menjamin mutu professional;

c. menyediakan forum bagi pembahasan isu-isu menyangkut staf medis; dan

d. mengontrol dan menjamin agar berbagai peraturan yang dibuat mengenai staf medis sesuai dengan kebijakan Pemilik serta peraturan perundang-undangan.

3. Prosedur kewenangan klinik, diatur sebagai berikut :

a. staf Medis Rumah Sakit diberikan kewenangan klinik oleh Direktur setelah memperhatikan rekomendasi dari Komite Medik berdasarkan masukan dari Sub Komite Kredensial;

b. penentuan kewenangan klinik didasarkan atas jenis ijasah/sertifikat yang dimiliki Staf Medis, kompetensi dan pengalaman;

c. dalam hal kesulitan menentukan kewenangan klinik maka Komite Medik dapat meminta informasi dan/atau pendapat dari Kolegium terkait;

d. kewenangan klinik sebagaimana dimaksud akan dievaluasi terus menerus untuk ditentukan apakah kewenangan tersebut dapat dipertahankan, diperluas, dipersempit atau bahkan dicabut;

(17)

e. dalam hal menghendaki agar kewenangan kliniknya diperluas maka Staf Medis yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Direktur dengan menyebutkan alasannya serta melampirkan bukti berupa sertifikat pelatihan dan/ atau pendidikan yang dapat mendukung permohonannya;

f. Direktur berwenang mengabulkan atau menolak mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mempertimbangkan rekomendasi Komite Medik berdasarkan masukan dari Sub Komite Kredensial;

g. Setiap permohonan perluasan kewenangan klinik yang dikabulkan atau ditolak harus dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur dan disampaikan kepada pemohon; dan

h. Kewenangan klinik sementara dapat diberikan kepada Dokter Tamu atau Dokter Pengganti dengan memperhatikan masukan dari Komite Medik.

4. Prosedur Pembinaan, dilaksanakan sebagai berikut :

a. Dalam hal Staf Medis dinilai kurang mampu atau melakukan tindakan klinik yang tidak sesuai dengan standar pelayanan sehingga menimbulkan kecacatan dan atau kematian maka Komite Medik dapat melakukan penelitian;

b. Bila hasil penelitian sebagaimana dimaksud membuktikan kebenaran maka Komite Medik dapat mengusulkan kepada Direktur untuk dikenai sanksi berupa sanksi administratatif; c. Pemberlakuan sanksi tersebut harus dituangkan dalam bentuk

Keputusan Direktur dan disampaikan kepada Staf Medis yang bersangkutan dengan tembusan kepada Komite Medik;

d. Dalam hal Staf Medis tidak dapat menerima sanksi tersebut maka yang bersangkutan dapat mengajukan sanggahan secara tertulis dalam waktu 15 (lima belas) hari sejak diterimanya Surat Keputusan, untuk selanjutnya Direktur memiliki waktu 15 (lima belas) hari untuk menyelesaikan dengan cara adil dan seimbang dengan mengundang semua pihak yang terkait; dan

e. Penyelesaian sebagaimana dimaksud bersifat final. C. Tata Kerja Komite Medik

1. Pembentukan Komite Medik

a. komite Medik pembentukannya ditetapkan dengan Keputusan Direktur dengan masa kerja selama 3 (tiga) tahun, berkedudukan di bawah serta bertanggungjawab kepada Direktur;

b. ketua komite medik ditetapkan oleh direktur dengan memperhatikan masukan dari staf medis;

c. sekretaris komite medik dan ketua subkomite ditetapkan oleh direktur berdasarkan rekomendasi dari ketua komite medik dengan memperhatikan masukan dari staf medis;

d. keanggotaan komite medik ditetapkan oleh direktur dengan mempertimbangkan sikap profesional, reputasi, dan prilaku; dan e. jumlah keanggotaan komite medik dimaksud disesuaikan dengan

jumlah staf medis di rumah sakit. 2. Prosedur Pelaksanaan Tugas

a. Dalam melaksanakan tugas kredensial, komite medik menjalankan fungsi-fungasi sebagai berikut :

(18)

i. penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan klinis sesuai dengan masukan dari kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian;

ii. penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian kompetensi terhadap kesehatan fisik dan mental, prilaku, dan etika profesi;

iii. evaluasi data pendidikan profesional kedokteran/kedokteran gigi berkelanjutan;

iv. wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis; v. penilaian dan pemutusan kewenangan klinis;

vi. pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi kewenangan klinis kepada komite medik;

vii. melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat penugasan klinis dan adanya permintaan dari komite medik; dan

viii. rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat klinis. b. Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf medis

komite medik memiliki fungsi sebagai berikut : i. pelaksanaan audit medis;

ii. rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf medis;

iii. rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf medis; dan

iv. rekomendasi pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang membutuhkan.

c. Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin, etika, dan prilaku profesi, komite medik memiliki fungsi sebagai berikut :

i. pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran;

ii. pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin;

iii. rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di rumah sakit; dan

iv. pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan Keputusan etis pada asuhan medis pasien.

3. Rapat-rapat Komite Medik

a. rapat Komite Medik terdiri dari :

i. rapat rutin bulanan, dilakukan minimal sekali setiap bulan; ii. rapat rutin bersama semua Kelompok Staf Medis dan atau

dengan semua staf medis dilakukan minimal sekali setiap bulan;

iii. rapat bersama Direktur dan Kepala Bidang Pelayanan dilakukan minimal sekali setiap bulan;

iv. rapat khusus, dilakukan sewaktu-waktu guna membahas masalah yang sifatnya sangat urgen ; dan

v. rapat tahunan, diselenggarakan sekali setiap tahun.

b. rapat dipimpin oleh Ketua Komite Medis atau sekretaris, jika keduanya tidak hadir, dapat dipimpin oleh anggota yang hadir; c. rapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3

(dua per tiga) anggota Komite Medis atau dalam hal kuorum tersebut tidak tercapai maka rapat dinyatakan sah setelah ditunda untuk 1 (satu) kali penundaan pada hari, jam dan tempat yang sama minggu berikutnya;

d. setiap undangan rapat rutin yang disampaikan kepada setiap anggota harus dilampiri salinan hasil rapat rutin sebelumnya;

(19)

e. rapat khusus diadakan apabila:

i. ada permintaan yang ditandatangani oleh paling sedikit 3 (tiga) anggota staf medis;

ii. ada keadaan atau situasi tertentu yang sifatnya medesak untuk segera ditangani dalam rapat Komite Medis;

iii. rapat khusus dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) anggota Komite Medis atau dalam hal kuorum tersebut tidak tercapai maka rapat khusus dinyatakan sah setelah ditunda pada hari berikutnya;

iv. undangan rapat khusus harus disampaikan oleh Ketua Komite Medis kepada seluruh anggota paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sebelum dilaksanakan;

v. undangan rapat khusus harus mencantumkan tujuan spesifik dari rapat tersebut; dan

vi. rapat khusus yang diminta oleh anggota staf medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterimanya surat permintaan rapat tersebut.

f. ketua Komite Medis wajib menyampaikan undangan tertulis kepada seluruh anggota serta pihak-pihak lain yang perlu diundang paling lambat 14 (empat belas hari) sebelum rapat diselenggarakan;

g. setiap rapat khusus dan rapat tahunan wajib dihadiri oleh Direktur, Kepala Bidang Pelayanan dan pihak-pihak lain yang ditentukan oleh Ketua Komite Medis;

h. keputusan rapat Kelompok Staf Medis dan atau Komite Medis didasarkan pada suara terbanyak setelah dilakukan pemungutan suara;

i. dalam hal jumlah suara yang diperoleh adalah sama maka Ketua atau Sekretaris berwenang untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang;

j. perhitungan suara hanyalah berasal dari anggota Komite Medis yang hadir;

k. direktur rumah sakit dapat mengusulkan perubahan atau pembatalan setiap Keputusan yang diambil pada rapat rutin atau rapat khusus sebelumnya dengan syarat usul tersebut dicantumkan dalam pemberitahuan atau undangan rapat; dan l. dalam hal usulan perubahan atau pembatalan keputusan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diterima dalam rapat maka usulan tersebut tidak dapat diajukan lagi dalam kurun waktu tiga bulan terhitung sejak saat ditolaknya usulan tersebut. 4. Prosedur Pembinaan dan Pengawasan

a. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan komite medik dilakukan oleh badan-badan yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

b. pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud diarahkan untuk meningkatkan kinerja komite medik dalam rangka menjamin mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien di rumah sakit;

c. pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud melalui advokasi, sosialisasi dan bimbingan teknis, pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia;

(20)

d. monitoring dan evaluasi;

e. dalam rangka pembinaan maka pihak-pihak yang bertanggungjawab dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran lisan atau tertulis.

V. Pengelolaan Sumber Daya Manusia A. Jenis Kepegawaian

1. Pegawai Rumah Sakit, terdiri atas : a. Pegawai Negeri Sipil; dan

b. Non Pegawai Negeri Sipil.

2. Pengangkatan pegawai Rumah Sakit yang berasal dari PNS disesuaikan dengan peraturan perundangan-undangan;

3. Pengangkatan pegawai Rumah Sakit yang berasal dari non PNS dilakukan berdasarkan pada prinsip efisiensi, ekonomis dan produktif dalam rangka peningkatan pelayanan; dan

4. Mekanisme pengangkatan pegawai Rumah Sakit yang berasal dari non PNS diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur.

B. Penempatan dan Pemindahan

1. Orientasi dan Penempatan Pegawai

a. pegawai rumah sakit, baik dari PNS maupun Non PNS diangkat dalam jabatan;

b. pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural dan Fungsional Tertentu ditetapkan dengan Keputusan Bupati;

c. pengangkatan PNS dan Non PNS dalam Jabatan Fungsional Umum ditetapkan dengan Keputusan Direktur;

d. pengangkatan PNS dan Non PNS dalam suatu jabatan mempertimbangkan aspek kompetensi dan keahlian;

e. setiap jabatan dilengkapi dengan informasi jabatan, sebagai pedoman pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pegawai rumah sakit;

f. orientasi pemahaman pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi rumah sakit, wajib dilakukan secara berkala;dan

g. orientasi dilakukan melalui sosialisasi, bimbingan, monitoring dan evaluasi serta pengawasan.

2. Pemindahan Pegawai

a. pemindahan Pegawai adalah pengaturan siklus peralihan tempat kerja pegawai dalam rangka upaya penyegaran wawasan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan pegawai dalam lingkungan unit kerja Rumah Sakit Umum Daerah Polewali;

b. pemindahan dan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural ditetapkan dengan Keputusan Bupati;

c. pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan fungsional khusus, ditetapkan dengan keputusan Bupati; dan

d. pemindahan Pegawai untuk Pejabat Fungsional Khusus dan Pejabat Fungsional Umum ditetapkan dengan Keputusan Direktur dengan pertimbangan kompetensi, keahlian dan efektifitas kinerja organisasi.

C. Remunerasi

1. Remunerasi adalah imbalan kerja yang dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi pesangon, dan atau pensiun yang diberikan kepada Dewan Pengawas, Pejabat Pengelola dan pegawai rumah sakit;

(21)

2. Pejabat pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas dan pegawai rumah sakit diberikan remunerasi sesuai dengan sistem yang ditetapkan;

3. Remunerasi diberikan dalam bentuk honorarium, jasa atau tambahan penghasilan pegawai;

4. Remunerasi ditetapkan dengan Keputusan Bupati berdasarkan usulan Direktur rumah sakit;

5. Penetapan remunerasi Direktur, mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola rumah sakit, tingkat pelayanan serta produktivitas;

b. Pertimbangan persamaannya dengan industri pelayanan sejenis; c. Kemampuan pendapatan rumah sakit bersangkutan; dan

d. Kinerja operasional rumah sakit yang ditetapkan oleh bupati dengan mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat bagi masyarakat.

6. Honorarium Dewan Pengawas ditetapkan dengan Keputusan Bupati; 7. Remunerasi bagi Pejabat Pengelola dan pegawai, dapat dihitung

berdasarkan indikator penilaian:

a. pengalaman dan masa kerja (basic index);

b. ketrampilan, ilmu pengetahuan dan perilaku (competency index); c. resiko kerja (risk index);

d. tingkat kegawatdaruratan (emergency index); e. jabatan yang disandang (position index); f. hasil/capaian kerja (performance index); dan g. pertimbangan penting lainnya.

8. Bagi Pejabat Pengelola dan pegawai rumah sakit yang berstatus Pegawai Negeri Sipil, gaji pokok dan tunjangan mengikuti peraturan perundang-undangan tentang gaji dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil serta dapat diberikan tambahan penghasilan sesuai remunerasi yang ditetapkan oleh Bupati.

D. Pengembangan dan Jenjang Karir PNS

1. Pengembangan kompetensi dan keahlian Pegawai Rumah Sakit dilaksanakan melalui pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan struktural, pendidikan dan pelatihan fungsional, bimbingan teknis, workshop, seminar dan kegiatan peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku pegawai;

2. Pengembangan pengalaman kerja dan penyegaran Pegawai Rumah Sakit dilaksanakan melalui pemindahan tempat tugas di dalam lingkungan kerja rumah sakit berdasarkan pertimbangan pendidikan, ketrampilan, keahlian, integritas dan sikap perilaku pegawai rumah sakit; dan

3. Jenjang karir pegawai negeri sipil Rumah Sakit meliputi kenaikan pangkat, perpindahan jabatan dan promosi jabatan dilaksanakan dengan Keputusan Bupati atas pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar, dan atas usul Direktur Rumah Sakit.

E. Penghargaan dan Sanksi 1. Penghargaan Pegawai

a. Atas pengabdian, dedikasi, disiplin dan prestasi kerjanya, maka Pegawai Rumah Sakit diberikan penghargaan;

(22)

b. Pemberian penghargaan atas pengabdian dalam masa kerja tertentu, dilaksanakan berupa usul kepada Pemerintah Kabupaten untuk memperoleh penghargaan Satya Lencana Karya Satya sesuai ketentuan yang berlaku;

c. Penghargaan lainnya dapat berupa penganugerahan sebagai Pegawai Teladan;

d. Pegawai teladan adalah pegawai yang berhasil membina dan mengembangkan diri dalam pelaksanaan tata tertib, disiplin perilaku kerja yang memuaskan dan berprestasi di rumah sakit; e. Penganugerahan pegawai teladan dilaksanakan 1 (satu) kali dalam

1 (satu) tahun dengan mekanisme pemilihan ditetapkan dengan Keputusan Direktur; dan

f. Pegawai teladan dimaksud dapat diberikan tambahan penghasilan yang diatur dengan Keputusan Direktur sesuai dengan kemampuan keuangan rumah sakit dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

2. Sanksi

a. Pegawai Negeri Sipil Rumah Sakit yang tidak mentaati peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku;

b. tata cara penjatuhan hukuman disiplin bagi Pengawai Negeri Sipil di lingkungan Rumah Sakit dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku;

c. staf medis rumah sakit, baik yang berstatus sebagai organik maupun mitra, yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, peraturan rumah sakit, klausula-klausula dalam perjanjian kerja atau etika dapat diberikan sanksi sesuai dengan jenis dan berat ringannya pelanggaran;

d. pemberian sanksi dilakukan oleh Direktur rumah sakit setelah mendengar pendapat dari Komite Medik dengan mempertimbangkan kadar kesalahannya, yang bentuknya dapat berupa:

1) teguran lisan atau tertulis;

2) penghentian praktik untuk sementara waktu;

3) pemberhentian dengan tidak hormat bagi staf medis organik; atau

4) pemutusan perjanjian kerja bagi staf medis mitra yang masih berada dalam masa kontrak.

F. Pemberhentian Pegawai

1. Pemberhentian bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Rumah Sakit, dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku

2. Pemberhentian bagi pegawai kontrak dapat dilakukan disebabkan karena hal-hal sebagai berikut :

a. pegawai bersangkutan keluar atas permintaan sendiri; b. pegawai bersangkutan telah habis masa kontraknya; dan c. pegawai bersangkutan melakukan pelanggaran berat.

3. Pegawai honorer yang diberhentikan karena permintaan sendiri mengajukan permohonan mengundurkan diri secara tertulis kepada Direktur;

(23)

4. Pemberhentian Pegawai kontrak yang habis masa kontraknya, ditetapkan setelah masa kontrak sudah habis dan tidak ada perpanjangan kontrak lagi;

5. Pemberhentian pegawai honorer/kontrak yang melanggar disiplin dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan.

6. Tata cara pelaksanaan pemeriksaan diatur tersendiri dalam Keputusan Direktur.

VI. Akuntabilitas Kinerja

a. Rumah Sakit menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT);pada saat b. Penyusunan Rencana Kinerja Tahunan, memperhatikan :

1. standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 2. rencana Strategis Bisnis Rumah Sakit; 3. rencana Bisnis Anggaran;

4. dokumen perencanaan dan penganggaran lainnya.

c. Rumah Sakit segera menyusun Penetapan Kinerja setelah Dokumen Pelaksanaan Anggaran tahun berkenaan ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten;

d. Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengukur pencapaian target kinerja secara berkala;

e. Pengukuran pencapaian target kinerja dilakukan dengan membandingkan target kinerja dengan realisasi kinerja berdasarkan data-data kinerja yang terukur dan valid;

f. Hasil pengukuran kinerja pada akhir tahun dilaporkan dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja;

g. Laporan Akuntabiltias Kinerja, sekurang-kurangnya menyajikan informasi tentang :

1. pencapaian tujuan dan sasaran organisasi;

2. realisasi pencapaian indikator kinerja utama organisasi; 3. penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja; 4. akuntabilitas keuangan pencapaian target kinerja; dan

5. pembandingan pencapaian indikator kinerja tahun berjalan dengan target kinerja 5 (lima) tahunan yang direncanakan.

h. Laporan Akuntabilitas Kinerja, dimanfaatkan untuk :

1. bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan; 2. penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan dating; dan 3. penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan.

VII. Pengelolaan Keuangan A. Tarif Pelayanan

1. Rumah sakit dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan;

2. Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan sebagaimana, ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per unit layanan atau hasil per investasi dana;

3. Tarif, termasuk imbal hasil yang wajar dari investasi dana dan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan;

4. Tarif layanan, dapat berupa besaran tarif dan/atau pola tarif sesuai jenis layanan rumah sakit;

(24)

5. Tarif layanan rumah sakit diusulkan oleh Direktur kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah;

6. Tarif layanan ditetapkan dengan Peraturan Bupati;

7. Penetapan tarif layanan, mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, serta kompetisi yang sehat;

8. Peraturan Bupati mengenai tarif layanan rumah sakit dapat dilakukan perubahan sesuai kebutuhan dan perkembangan keadaan; dan

9. Perubahan tarif, dapat dilakukan secara keseluruhan maupun per unit layanan.

B. Pendapatan dan Biaya 1. Pendapatan

a. pendapatan rumah sakit dapat bersumber dari : 1) Jasa layanan;

2) Hibah;

3) Hasil kerjasama dengan pihak lain; 4) APBD;

5) APBN; dan

6) Lain-lain pendapatan rumah sakit yang sah.

b. pendapatan rumah sakit yang bersumber dari jasa layanan dapat berupa imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat;

c. pendapatan rumah sakit yang bersumber dari hibah dapat berupa hibah terikat dan hibah tidak terikat;

d. hasil kerjasama dengan pihak lain dapat berupa perolehan dari kerjasama operasional, sewa menyewa dan usaha lain yang mendukung tugas dan fungsi rumah sakit;

e. pendapatan rumah sakit yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat berupa pendapatan yang berasal dari Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan program atau kegiatan di rumah sakit;

f. pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat berupa pendapatan yang berasal dari pemerintah dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan/atau tugas perbantuan dan lain-lain.

1) lain-lain pendapatan rumah sakit yang sah, antara lain: 2) hasil penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan;

3) hasil pemanfaatan kekayaan; 4) jasa giro;

5) pendapatan bunga;

6) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

7) komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh rumah sakit; dan

8) hasil investasi.

g. rumah sakit dalam melaksanakan anggaran dekonsentrasi dan/ atau tugas perbantuan, proses pengelolaan keuangan diselenggarakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan; h. seluruh pendapatan rumah sakit, kecuali yang berasal dari hibah

terikat, dapat dikelola langsung untuk membiayai pengeluaran rumah sakit sesuai RBA;

(25)

i. hibah terikat diperlakukan sesuai peruntukannya;

j. seluruh pendapatan rumah sakit dilaksanakan melalui rekening kas rumah sakit dan dicatat dalam kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dengan obyek pendapatan rumah sakit;

k. seluruh pendapatan dilaporkan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah setiap triwulan; dan

l. format laporan pendapatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

2. Biaya

a. biaya rumah sakit merupakan biaya operasional dan biaya non operasional;

b. biaya operasional mencakup seluruh biaya yang menjadi beban rumah sakit dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi;

c. biaya non operasional mencakup seluruh biaya yang menjadi beban rumah sakit dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi;

d. biaya rumah sakit dialokasikan untuk membiayai program peningkatan pelayanan, kegiatan pelayanan dan kegiatan pendukung pelayanan

e. pembiayaan program dan kegiatan dialokasikan sesuai dengan kelompok, jenis, program dan kegiatan.

f. biaya operasional terdiri dari: 1) biaya pelayanan; dan

2) biaya umum dan administrasi.

g. biaya pelayanan mencakup seluruh biaya operasional yang berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan.

h. biaya umum dan administrasi, mencakup seluruh biaya operasional yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan.

i. biaya pelayanan, terdiri dari : 1) biaya pegawai;

2) biaya bahan;

3) biaya jasa pelayanan; 4) biaya pemeliharaan;

5) biaya barang dan jasa; dan 6) biaya pelayanan lain-lain.

j. biaya umum dan administrasi terdiri dari: 1) biaya pegawai;

2) biaya administrasi kantor; 3) biaya pemeliharaan;

4) biaya barang dan jasa; 5) biaya promosi; dan

6) biaya umum dan administrasi lain-lain. k. biaya non operasional terdiri dari :

1) biaya bunga;

2) biaya administrasi bank;

3) biaya kerugian penjualan aset tetap; 4) biaya kerugian penurunan nilai; dan 5) biaya non operasional lain-lain.

l. seluruh biaya pengeluaran rumah sakit yang bersumber pada pendapatan dilaporkan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) setiap triwulan.

(26)

m. seluruh biaya pengeluaran rumah sakit dilakukan dengan menerbitkan SPM Pengesahan yang dilampiri dengan Surat Pernyataan Tanggungjawab (SPTJ);

n. format SPTJ dan format laporan pengeluaran sesuai peraturan perundang-undangan;

o. pengeluaran biaya rumah sakit diberikan fleksibilitas dengan mempertimbangkan volume kegiatan pelayanan;

p. fleksibilitas biaya pengeluaran rumah sakit merupakan biaya pengeluaran yang disesuaikan dan signifikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang batas RBA yang telah ditetapkan secara definitif;

q. fleksibilitas biaya pengeluaran rumah sakit hanya berlaku untuk biaya rumah sakit yang berasal dari pendapatan selain dari APBN/ APBD dan hibah terikat;

r. dalam hal terjadi kekurangan anggaran, Direktur mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBD kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah;

s. ambang batas RBA ditetapkan dengan besaran persentase;

t. besaran persentase ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional rumah sakit;

u. besaran persentase ditetapkan dalam RBA dan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) rumah sakit oleh TAPD; dan

v. persentase ambang batas tertentu merupakan kebutuhan yang dapat diprediksi, dapat dicapai, terukur, rasional dan dapat dipertanggungjawabkan.

C. Akuntansi, Pelaporan Dan Pertanggungjawaban 1. Akuntansi

a. rumah Sakit menerapkan sistem informasi manajemen keuangan sesuai dengan kebutuhan praktek bisnis yang sehat;

b. setiap transaksi keuangan dicatat dalam dokumen pendukung yang dikelola secara tertib;

c. rumah Sakit menyelenggarakan akuntansi dan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia untuk manajemen bisnis yang sehat;

d. penyelenggaraan akuntansi dan laporan keuangan menggunakan basis akrual baik dalam pengakuan pendapatan, biaya, aset, kewajiban dan ekuitas dana;

e. rumah Sakit mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan berpedoman pada standar akuntansi yang berlaku untuk BLUD yang bersangkutan dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati;

f. dalam rangka penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan berbasis akrual, Direktur Rumah Sakit menyusun kebijakan akuntansi yang berpedoman pada standar akuntansi sesuai jenis layanannya; dan

g. kebijakan akuntansi Rumah Sakit digunakan sebagai dasar dalam pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan dan biaya.

(27)

2. Pelaporan dan Pertanggungjawaban

a. laporan keuangan BLUD terdiri dari :

1) neraca yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu;

2) laporan operasional yang berisi informasi jumlah pendapatan dan biaya BLUD selama satu periode;

3) laporan arus kas yang menyajikan informasi kas berkaitan dengan aktivitas operasional, investasi, dan aktivitas pendanaan dan/atau pembiayaan yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas selama periode tertentu; dan

4) catatan atas laporan keuangan yang berisi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan keuangan. b. laporan keuangan Rumah Sakit disertai dengan laporan kinerja

yang berisikan informasi pencapaian hasil/keluaran;

c. laporan keuangan Rumah Sakit diaudit oleh pemeriksa eksternal sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

d. setiap triwulan Rumah Sakit menyusun dan menyampaikan laporan operasional dan laporan arus kas kepada PPKD, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah periode pelaporan berakhir; e. setiap semesteran dan tahunan Rumah Sakit wajib menyusun dan

menyampaikan laporan keuangan lengkap yang terdiri dari laporan operasional, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan disertai laporan kinerja kepada PPKD untuk dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan pemerintah daerah, paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode pelaporan berakhir; f. setiap triwulan Rumah Sakit menyusun dan menyampaikan

laporan operasional dan laporan arus kas kepada PPKD paling lambat 15 (lima belas) hari setelah periode pelaporan berakhir; dan g. setiap semesteran dan tahunan BLUD-Unit Kerja wajib menyusun

dan menyampaikan laporan keuangan lengkap yang terdiri dari laporan operasional, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan disertai laporan kinerja kepada PPKD melalui kepala SKPD untuk dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan SKPD dan pemerintah daerah, paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode pelaporan berakhir.

VIII. Kebijakan Pengelolaan Limbah A. Limbah padat

1. Limbah padat, terdiri dari : a. Golongan A, yaitu :

1) dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari

kamar bedah;

2) bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi; dan

3) seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak),

bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.

b. Golongan B, yaitu Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya;

c. Golongan C, yaitu limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A;

(28)

d. Golongan D yaitu limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu; dan

e. Golongan E yaitu Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

2. dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan;

3. pemisahan, penampungan, pengangkutan dan pengelolaan limbah pendahuluan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis pengelolaan limbah yang berlaku;

B. Limbah Cair

1. limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik;

2. rumah sakit menyiapkan fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL), antara lain dapat berupa :

a. kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System); b. kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment

System); dan

c. Anaerobic Filter Treatment System. C. Limbah Medis

1. untuk mengolah dan membuang sampah medis memperhatikan faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat;

2. pengolahan sampah medis (medical waste) dapat dilakukan melalui : a. incinerasi;

b. sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)°;

c. sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde);

d. desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan);

e. inaktivasi suhu tinggi;

f. radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60

g. microwave treatment;

h. grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah); dan

i. pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

IX. Kerahasiaan dan Informasi Medis A. Rumah Sakit :

a. berhak membuat peraturan tentang kerahasiaan dan informasi medis yang berlaku di rumah sakit;

b. wajib menyimpan rekam medik sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

c. dapat memberikan isi rekam medis kepada pasien ataupun pihak lain atas ijin pasien secara tertulis; dan

d. dapat diberikan memberikan isi dokumen rekam medis untuk kepentingan peradilan dan asuransi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu solusi yang ditawarkan untuk menjawab permasalahan diatas adalah melalui teknologi Sigtran, yakni sebuah standar protocol yang dikembangkan oleh IETF (Intenational

globalisui dewasa ini keadaan demikian cendruf18 bergeser. dimana wanita beketja lebib aktif dari pada pria. dan hal ini tak jarang tetjadi seorang ibu lup. akan

bahwa dalam rangka tertib penatausahaan barang milik daerah Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar, maka perlu menunjuk Pengguna Barang, Pejabat Penatausahaan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan

Aset, liabilitas, penghasilan dan beban atas entitas anak yang diakuisisi atau dilepas selama periode termasuk dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain

Pertanyaan yang dibuat haruslah jelas begitu pula cara bertanya pewawancara yang juga harus jelas, karena pertanyaan yang diajukan dalam survey tidak dapat diulangi dengan

Bila melakukan kesalahan dalam menetapkan besarnya persediaan maka akan berdampak kepada masalah lain, misalnya tidak terpenuhinya permintaan konsumen atau bahkan

Satu orang, kata Smith, yang mengerjakan semua operasi berbeda-beda ini, mungkin bisa menghasilkan sebanyak-banyaknya hanya dua-puluh jarum pentul per hari (dan jika dia juga