i
GAMBARAN KEMAMPUAN BERHITUNG DAN PENGAJARAN
BERHITUNG PADA SISWA RETARDASI MENTAL KELAS II C & III C
DI SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Ayutyastuti Sutijab
NIM: 079114127
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak.
Kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain,
karena hidup hanyalah sekali.
Ingat hanya pada Allah, apapun dan di manapun kita berada kepada
v
Skripsi ini kupersembahkan kepada kedua orang tuaku, keluarga,
dan sahabat-sahabatku yang selalu mendukung dan percaya
vii
GAMBARAN KEMAMPUAN BERHITUNG DAN PENGAJARAN BERHITUNG PADA SISWA RETARDASI MENTAL KELAS II C & III C
DI SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA
Ayutyastuti Sutijab
ABSTRAK
Anak retardasi mental merupakan anak yang memiliki intelektual yang rendah bila dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki kecerdasan rata-rata pada umumnya. Jika melihat pendidikan yang diikuti oleh anak retardasi mental di Amerika, berdasarkan penelitian yang dilaporkan oleh Lewis, Bruininks, Thurlow dan McGrew (1988) yang melihat dampak pendidikan terhadap kehidupan mereka setelah mengikuti program pendidikan di Minnesota menunjukkan bahwa 54% anak retardasi mental dapat hidup mandiri dari segi pekerjaan dan penghasilan. Mereka juga mampu hidup secara mandiri dan dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat. Kemampuan berhitung merupakan salah satu kemampuan yang diberikan pada anak retardasi mental di sekolah. Kemampuan berhitung merupakan salah satu kemampuan yang bermanfaat bagi anak retardasi mental agar anak dapat mandiri melakukan tugas-tugas sosial serta tugas-tugas sehari-hari. Dengan kemampuan tersebut anak retardasi mental diharapkan mampu untuk mengenal nominal uang, melakukan transaksi jual beli, menghitung kembalian secara mandiri agar mampu menyesuaikan dengan lingkungan tempat tinggalnya. Namun yang terjadi dalam pendidikan anak luar biasa, anak retardasi mental belum menunjukkan perkembangan yang diharapkan, sehingga tidak menutup kemungkinan setelah lulus mereka belum mempunyai keterampilan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Kemampuan berhitung anak di kelas dipengaruhi oleh pengajaran. Pengajaran berhitung anak dapat mencapai hasil yang optimal apabila pengajaran mengikuti karakteristik belajar anak. Kondisi tersebut melatarbelakangi penelitian yang berfokus pada “bagaimana kemampuan berhitung anak retardasi mental dan pengajaran berhitung yang dilakukan di SLB N 2 Yogyakarta.” Fokus utama penelitian ini terdiri dari : (1) bagaimana kemampuan berhitung anak retardasi mental; dan (2) bagaimana kesesuaian antara pengajaran berhitung di kelas dengan karakteristik belajar anak retardasi mental. Penelitian ini melibatkan dua orang siswa retardasi mental kelas II C dan III C yang berasal dari SLB N 2 Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif untuk menggambarkan situasi subjek penelitian. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan data dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa (1) kemampuan berhitung anak berada pada tahap rendah atau sederhana; (2) proses pengajaran berhitung di kelas tidak menggunakan materi yang bervariasi. Materi yang diberikan di kelas tidak semua memenuhi dari rencana pelaksanaan pembelajaran serta tidak memperhatikan karakteristik belajar anak sehingga dapat dikatakan bahwa hal tersebut menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya kemampuan berhitung anak.
viii
AN IMAGE OF ARITHMETIC SKILL AND ARITHMETIC TEACHING ON MENTALLY RETARDED CHILDREN OF CLASS II C AND III C IN
SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA
Ayutyastuti Sutijab
ABSTRACT
Mentally retarded children are children with lack of intellectuality compared to common children with average intellectuality. Based on the study reported by Lewis, Bruininks, Thurlow and McGrew (1988) which looked at the impact of education on the lives of mentally retarded children after participating in education program in Minnesota, showed that 54% of children with mental retardation can live independently in term of jobs and income. They are also able to live
independently and be able to fit into people‟s lives. Arithmetic skill is one of the abilities given to
mentally retarded children in the school. Arithmetic is one of a useful ability on mentally retarded children so that can do the social and daily tasks independently. The ability of children with mental retardation should be able to recognize the nominal money, make buying and selling, calculate the return on their own to be able to adjust with the environment. But what happened in the education of exceptional children, mentally retarded children have not shown the expected progress, so do not rule out the possibility after graduation they not have skills to do the daily work. Children‟s ability on arithmetic is affected on the teaching. Maximum arithmetic teaching
to the children can be achieved by following the children‟s learning characteristics. That condition backgrounds the study centered on “how does the arithmetic skill and teaching arithmetic in SLB N 2 Yogyakarta. The main idea of this study consist of (1) how does the arithmetic skill on mentally retarded children (2) how does the compatibility between arithmetic teaching inside the class and mentally retarded children‟s learning characteristics. This study involve two mentally retarded children of class II C and III C from SLB 2 N Yogyakarta. This study used the descriptive qualitative to describe subjects situation of the study. The data collection method used the observation, interview, and data documentation methods. The result of the study shows (1) arithmetic skill on the child is at low or modest stage; (2) arithmetic teachings inside the class do not use varied materials and media. The learning materials given to the
children do not meet the teaching plan and do not observe on the children‟s learning characteristics. It can be said that those things are the cause of the lack of children‟s arithmetic
skill.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini
dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana
pada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penyusunan skripsi ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini, dengan tulus dan rendah hati saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang memberi kemudahan, kekuatan, juga teguran pada
hamba sehingga hamba dapat semakin tegar dan bersemangat untuk
mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan lebih baik.
2. Ibu Sylvia Carolina M. Y. M. S. Psi, M.Si., selaku dosen pembimbing
skripsi atas dukungan, ketulusan, dan kesabaran ibu dalam membimbing
saya selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M.Si., selaku dosen pembimbing
akademik dan dosen penguji yang selalu bertanya tentang perkembangan
skripsi saya sehingga membuat saya termotivasi untuk segera
xi
4. Ibu Debri Pristinella, M.Si., sebagai dosen penguji atas saran dan kritik
serta bimbingannya saat saya mengerjakan revisi ditengah kegiatan ibu
yang sangat padat.
5. Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gi‟, Mas Doni, Mas Muji terima kasih
dukungan dan bantuannya dalam segala hal, maaf selalu merepotkan.
6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi, terima kasih atas
pembelajaran hidup yang saya terima selama saya kuliah disini.
7. Ibu M. Tri Wantini, S. Pd selaku Kepala Sekolah SLB N 2 Yogyakarta
atas ijin dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk
menyelesaikan penelitian.
8. Bapak Syafi‟i dan Ibu Nanik selaku guru pendamping yang bersedia
membantu dan memberikan waktu sebanyak-banyaknya kepada saya
untuk bertemu dan berkegiatan bersama subjek penelitian.
9. Ibu Tuti Maherani, S.Pd dan Bapak Agus Winarto, S.Pd, selaku guru kelas
II C dan III C yang bersedia meluangkan dan memberikan waktu
belajarnya kepada saya sehingga saya dapat melakukan penelitian dengan
baik dan lancar.
10.Danang dan Rizki, adik-adikku yang dengan senang hati menjadi subjek
penelitian, dan dengan setia menemani selama saya melakukan penelitian.
Kalian memberikan banyak senyum, pengalaman dan pengetahuan pada
saya, dan ketahuilah bahwa kalian istimewa.
11.Orangtuaku, Babe dan Bunda yang selalu mendukung dan memberi
xii
kalian berikan, alhamdulillah akhirnya aku menyelesaikan skripsi ini dan
semoga aku dapat selalu memberikan yang terbaik untuk babe dan bunda.
12.Keluarga ring road, pakdhe, budhe, Mba Anin, Dek Cinta, Dek Dyah, Dek
Putri, terima kasih untuk perhatian, dukungan, dan kebersamaan selama
ini. “Ayo ladies geng ring road kapan „mbak brol‟ buka lagi? hehehe” 13.Keluarga besar Notowiharjo, keluarga Simbah Kartorejo, Pakdhe Yono,
Budhe Tini, Pakdhe Pon, Budhe Tumi, Om Leo, Bulek Ambar, Om
Romel, Bulek Wanti, dan sepupu-sepupuku, terima kasih atas
perhatiannya dengan bertanya setiap bertemu atau menelepon untuk
menanyakan perkembangan skripsi saya. Terima kasih pula atas semangat
dan dukungan dalam segala kondisi saya.
14.Sahabatku Amanda Ayuningtyas, terima kasih atas masukan dan saran
yang kamu berikan selama ini, “aku kosong tanpamu nda, hehehe. Akhirnya skripsi kita selesei juga nda...”
15.Sahabatku Halida Elkhusna dan Heni Martini, terima kasih untuk
sentilan-sentilannya selama ini sehingga mau tidak mau saya harus mengerjakan
dan menyelesaikan skripsi ini. “Thank youuuu.... ;D ”
16.Sahabatku Setya Nastiti, terima kasih atas dukungan serta semangatnya.
“Meskipun kamu jauh buk, doa dan semangatmu selalu jadi penguatku.
Semangaaattt.....”
17.Sahabatku Markus, “Makasih atas revisi-revisi format skripsiku, tapi aku tetep pake punyaku... :p hehehe. Semangat kus, ayo gek dirampungke
xiii
18.Sahabatku Vicky, makasih telah bersedia membantuku walaupun dengan
waktu yang sangat mepet. “Thank you mase, arigatou...”
19.Teman-teman bimbingan Bu Silvy, Anna, Vike, Anggun, “Aku nyusul kalian... hehehe. Aku kangen ngobrol dan nggosip dengan kalian sambil
nunggu giliran bimbingan. :D ”
20.Teman-teman Fakultas Psikologi, Rani, Santa, Tya, Lily, Odil, dan
nama-nama yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih untuk
waktu yang menyenangkan selama ini.
21.Berbagai pihak yang turut mendukung dan membantu penulis dari awal
hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pengembangan Ilmu Psikologi
terutama pengembangan studi tentang anak luar biasa yang sedang dirintis di
Universitas ini.
Yogyakarta, 24 Mei 2013
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
1. Manfaat Teoritis ... 5
xv
BAB II. LANDASAN TEORI ... 6
A. Retardasi Mental ... 6
1. Definisi Retardasi Mental ... 6
2. Klasifikasi Individu Retardasi Mental ... 7
B. Karakteristik Belajar untuk Retardasi Mental ... 9
1. Atensi (perhatian) ... 10
2. Daya Ingat ... 10
3. Motivasi ... 11
C. Berhitung ... 12
1. Pengertian Berhitung ... 12
2. Keterampilan Berhitung ... 12
D. Berhitung pada Anak Retardasi Mental ... 13
1. Kemampuan Pre Computation... 14
2. Kemampuan Computation ... 14
E. Pengajaran Berhitung Anak Retardasi Mental ... 15
1. Pengajaran ... 15
2. Tujuan Pembelajaran Berhitung Anak Retardasi Mental ... 17
F. Dinamika Kemampuan Berhitung dan Pengajaran Berhitung pada Anak Retardasi Mental di SLB N 2 Yogyakarta ... 18
BAB III. METODE PENELITIAN ... 21
A. Pendekatan Penelitian ... 21
xvi
C. Batasan Istilah ... 21
1. Retardasi Mental ... 21
2. Karakteristik Belajar untuk Retardasi Mental ... 22
3. Berhitung pada Retardasi Mental ... 22
4. Pengajaran Berhitung Anak Retardasi Mental ... 23
D. Metode Pengumpulan Data ... 23
1. Observasi ... 23
2. Wawancara ... 24
3. Studi Dokumentasi ... 24
E. Metode Analisis Data ... 24
F. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 25
1. Kredibilitas ... 25
2. Dependabilitas ... 26
3. Konformabilitas ... 26
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27
A. Hasil Penelitian ... 27
1. Orientasi Kancah ... 27
2. Subjek Penelitian ... 28
3. Pelaksanaan Penelitian ... 28
4. Hasil Kemampuan Berhitung Anak Retardasi Mental ... 30
5. Karakteristik Belajar Anak Retardasi Mental ... 37
xvii
7. Pelaksanaan Pengajaran Berhitung di Kelas ... 42
8. Analisis Data ... 44
B. Pembahasan ... 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran ... 57
1. Saran untuk Sekolah ... 57
2. Saran untuk Peneliti ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
xviii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1. Profil Subjek ... 28
2. Tabel 2. Pelaksanaan Observasi Kelas ... 29
3. Tabel 3. Pelaksanaan Assesmen ... 29
4. Tabel 4. Hasil Kemampuan Pre Computation ... 30
5. Tabel 5. Hasil Kemampuan Penjumlahan ... 32
6. Tabel 6. Hasil Kemampuan Pengurangan ... 34
7. Tabel 7. Hasil Kemampuan Perkalian ... 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan dalam setiap
jenjang pendidikan mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan
Perguruan Tinggi. Terdapat tiga tujuan utama pembelajaran matematika pada
jenjang Pendidikan Dasar, yakni untuk mempersiapkan siswa agar sanggup
menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan melalui latihan bertindak
atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif;
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan; serta menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan
berhitung dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2004).
Mata pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah dasar mencakup
tiga cabang yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri. Aritmatika juga dikenal
sebagai berhitung. Pelajaran berhitung diberikan sebagai dasar untuk
mempelajari matematika yang lebih kompleks dan aplikasi dalam mata
pelajaran lainnya. Berhitung bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari seperti
saat berbelanja, menghitung barang dan lain sebagainya. Materi ini dapat
membantu persiapan anak dalam menjalani kehidupan sosialnya setelah anak
lulus dari sekolah. Materi dasar dalam mempelajari berhitung, diantaranya
pengenalan bilangan, penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
normal, namun juga bagi anak berkebutuhan khusus. Salah satunya adalah
anak dengan retardasi mental.
Jika melihat pendidikan yang diikuti oleh anak retardasi mental di
Amerika, berdasarkan penelitian yang dilaporkan oleh Lewis, Bruininks,
Thurlow dan McGrew (1988) yang melihat dampak pendidikan terhadap
kehidupan mereka setelah mengikuti program pendidikan di Minnesota
menunjukkan bahwa 54% anak retardasi mental dapat hidup mandiri dari segi
pekerjaan dan penghasilan. Mereka juga mampu hidup secara mandiri dan
dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan berhitung bagi anak retardasi mental bertujuan untuk
mengembangkan potensi mereka secara optimal, agar mereka dapat hidup
secara mandiri dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempatnya
tinggal. Anak diharapkan mampu untuk mengenal nominal uang, melakukan
transaksi jual beli, menghitung kembalian, dan hal-hal lain yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah
seorang guru di SLB N 2 Yogyakarta yang dilakukan pada 18 Agustus 2011
menunjukkan bahwa anak retardasi mental yang sedang mengikuti
pendidikan di sekolah luar biasa belum menunjukkan perkembangan yang
diharapkan dimana, anak retardasi mental mengalami kesulitan dalam
berhitung abstrak sehingga proses pembelajaran hanya terpaku pada
penggunaan benda nyata. Maka tidak menutup kemungkinan setelah anak
untuk melakukan kegiatannya secara mandiri serta belum mempunyai
keterampilan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari.
Sutjihati (2006) menyatakan anak dengan retardasi mental merupakan
anak yang memiliki intelektual yang rendah bila dibandingkan dengan
anak-anak yang memiliki kecerdasan rata-rata pada umumnya. Retardasi mental
ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi
sosial. Keterbatasan intelegensi yang dimaksud adalah kemampuan belajar
anak yang kurang dan terbatas, seperti kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung. Sementara itu keterbatasan sosial yang dimiliki oleh anak retardasi
mental adalah adanya hambatan dalam mengurus dirinya di dalam kehidupan
masyarakat seperti memiliki ketergantungan yang besar pada orang tua dan
tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana.
Anak retardasi mental memiliki hambatan dalam kemampuan untuk
mempelajari materi pelajaran seperti halnya anak di sekolah dasar pada
umumnya. Oleh karena itu, pemberian materi oleh guru hendaknya
menggunakan metode pengajaran yang berbeda dengan anak pada umumnya
seperti pemberian instruksi yang sistematis dan berurutan. Menurut Alimin
(2008) anak retardasi mental memiliki karakteristik yang berbeda dari orang
kebanyakan, sehingga dalam pendidikannya mereka memerlukan pendekatan
dan metode khusus yang sesuai dengan karakteristiknya. Menurut
Mangunsong (2009), karakteristik belajar anak retardasi mental terdiri dari
perhatian, daya ingat, dan motivasi. Selain memperhatikan karakteristik
penggunaan benda-benda konkrit dapat digunakan guru sebagai media
pengajaran.
Kemampuan berhitung dipengaruhi oleh pengajaran berhitung yang
dilakukan guru di kelas. Optimal atau tidaknya pengajaran berhitung pada
anak bergantung pada karakteristik belajar anak retardasi mental. Anak yang
memiliki perhatian, daya ingat, dan motivasi yang tinggi akan memiliki
kemampuan berhitung yang berbeda dengan anak yang memiliki perhatian,
daya ingat, dan motivasi yang rendah. Berdasarkan pentingnya kemampuan
berhitung pada anak retardasi mental, maka peneliti ingin mengetahui
bagaimana kemampuan berhitung dan pengajaran berhitung pada anak
retardasi mental.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana kemampuan
berhitung anak retardasi mental dan pengajaran berhitung pada anak retardasi
mental kelas II C dan III C di SLB N 2 Yogyakarta.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan
berhitung anak retardasi mental dan pengajaran berhitung pada anak retardasi
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam pengembangan ilmu
Psikologi Pendidikan yang berkaitan dengan pengajaran serta
kemampuan berhitung pada anak retardasi mental.
b. Sebagai salah satu bahan referensi peneliti lain untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat digunakan sebagi sumber informasi tentang
kemampuan berhitung dan pengajaran berhitung anak retardasi
mental.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran kemampuan berhitung
dan pengajaran berhitung anak retardasi mental dimana gambaran
tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Retardasi Mental
1. Definisi Retardasi Mental
Menurut DSM-IV-TR (American Psychiatric Association
[APA], 2000), retardasi mental merupakan gangguan yang ditandai
oleh fungsi intelektual yang berfungsi secara bermakna dibawah
rata-rata yaitu IQ sekitar 70 atau lebih rendah, umumnya terjadi sebelum
usia 18 tahun disertai defisit fungsi adaptif atau ketidakmampuan
individu tersebut secara efektif menghadapi kebutuhan untuk berdikari
yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) III, retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan
jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh
terjadinya kendala keterampilan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim, 2002).
Retardasi mental merupakan gangguan yang ditandai oleh
fungsi intelektual yang berada dibawah rata-rata yaitu IQ sekitar 70
atau lebih rendah serta terjadinya kendala keterampilan selama masa
perkembangan sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara
2. Klasifikasi Individu Retardasi Mental
Klasifikasi retardasi mental menurut Mangunsong (2009)
dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Retardasi mental sangat berat (profound mental retarded)
Retardasi mental sangat berat memiliki IQ di bawah 25.
Anak retardasi mental sangat berat mengalami masalah yang
meliputi kondisi fisik dan intelegensi. Kondisi fisik anak retardasi
mental sangat berat umumnya memperlihatkan kerusakan otak
serta kelainan fisik seperti hydrocephalus, mongolism, dan
lain-lain. Anak retardasi mental sangat berat memiliki keterbatasan
dalam interaksi sosial. Mereka juga memiliki kemampuan
berbahasa dan berbicara yang sangat rendah.
b. Retardasi mental berat (severe mental retarded)
Rentang IQ pada retardasi mental berat adalah antara 40-25.
Anak retardasi mental berat tidak mampu mengurus dirinya sendiri
pada tugas sederhana seperti makan, mandi, dan berpakaian. Anak
retardasi mental berat memiliki kondisi fisik yang lemah dan
mereka mengalami gangguan bicara. Anak retardasi mental berat
dapat dilatih keterampilan khusus yang disesuaikan dengan kondisi
fisiknya. Pelatihan yang dilakukan secara intensif pada anak
retardasi mental berat akan membuat mereka mampu untuk
c. Retardasi mental sedang (moderate mental retarded)
Retardasi mental sedang memiliki rentang IQ antara 55-40.
Menurut Lyen (dalam Mangunsong, 2009) anak retardasi mental
sedang menunjukkan gejala kelainan fisik bawaan. Mereka juga
memiliki koordinasi fisik yang buruk dan mengalami masalah di
situasi sosial. Anak retardasi mental sedang termasuk dalam
kategori anak mampu latih (trainable mentally retarded). Mereka
mengalami kesulitan belajar dalam hal akademik, akan tetapi
mereka mampu dilatih untuk melakukan keterampilan seperti
keterampilan mengurus diri dan mengerjakan pekerjaan rumah
seperti menyapu, merapikan meja, dan lain-lain. Pendidikan bagi
anak retardasi mental mengikuti pendidikan khusus, dimana untuk
klasifikasi retardasi mental sedang yaitu di Sekolah Luar Biasa C1.
d. Retardasi mental ringan (mild mental retarded)
Kategori ini memiliki rentang IQ antara 55-70. Anak
retardasi mental ringan mengalami keterlambatan secara fisik dan
intelegensi dibanding dengan anak pada umumnya. Anak retardasi
mental ringan termasuk anak mampu didik (educable mentally
retarded). Mereka mampu belajar membaca, menulis, dan
berhitung sederhana. Mereka juga mampu untuk melakukan
keterampilan yang berhubungan dengan diri sendiri seperti makan,
mengikuti pendidikan khusus, dimana dalam klasifikasi retardasi
mental ringan yaitu di Sekolah Luar Biasa C.
Anak retardasi mental ringan memiliki rentang perhatian
yang pendek serta mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dalam
jangka waktu yang lama (Sutjihati, 2006).
Klasifikasi retardasi mental menurut Mangunsong (2009)
dibedakan menjadi empat yaitu retardasi mental sangat berat, retardasi
mental berat, retardasi mental sedang, dan retardasi mental ringan.
Setiap klasifikasi memiliki ciri-cirinya masing-masing sehingga
dibutuhkan pendidikan yang berbeda pada setiap klasifikasi. Retardasi
mental ringan dapat dididik untuk mengembangkan kemampuan
belajar dalam hal akademik. Retardasi mental sedang dididik untuk
memiliki kemampuan bantu diri seperti makan, minum, dan
berpakaian dalam kehidupan sehari-hari. Retardasi mental berat
dididik untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi melalui
latihan yang intensif. Retardasi mental sangat berat dididik untuk
mampu berbicara dan berbahasa meskipun pada level yang sangat
rendah.
B. Karakteristik Belajar untuk Retardasi Mental
Mangunsong (2009) mengungkapkan beberapa karakteristik
1. Atensi (perhatian)
Atensi adalah cara-cara kita secara aktif memproses sejumlah
informasi yang terbatas dari sejumlah besar informasi yang disediakan
oleh indra, memori yang tersimpan, dan oleh proses-proses kognitif
kita yang lain (Sternberg, 2008). Terdapat dua bentuk perhatian yaitu
perhatian pasif dan aktif. Perhatian pasif mengacu pada proses paksa
yang diatur oleh peristiwa eksternal yang menonjol di lingkungan,
seperti sinar yang menyilaukan, bau yang tajam, dan sura keras yang
tiba-tiba. Sedangkan perhatian aktif merupakan proses sukarela dan
dipandu oleh kewaspadaan, konsentrasi, minat, dan kebutuhan.
Perhatian adalah langkah pertama dalam proses pembelajaran.
Anak retardasi mental sering memusatkan perhatian pada benda yang
salah, serta mengalami kesulitan untuk mengalokasikan perhatian
mereka dengan tepat.
2. Daya Ingat
Memori atau ingatan adalah cara-cara yang dengannya kita
mempertahankan dan menarik pengalaman-pengalaman dari masa lalu
untuk digunakan saat ini (Tulving dalam Sternberg, 2008). Terdapat
tiga operasi umum dalam memori yaitu pengodean, penyimpanan, dan
pemanggilan. Dalam pengodean, kita mentransformasikan data indra
menjadi sebuah representasi mental. Dalam penyimpanan, kita
pemanggilan, kita menarik keluar atau menggunakan informasi yang
tersimpan di dalam memori.
Anak retardasi mental sering mengalami kesulitan dalam
mengingat suatu informasi. Sutjihati (2006) mengungkapkan bahwa
anak retardasi memiliki short term memory yang berbeda dengan anak
normal tetapi memiliki long term memory yang sama dengan anak
normal. Perbedaan memori yang dimiliki anak retardasi mental
dengan anak normal adalah dalam hal mengingat dengan segera
(immidiate memory). Anak retardasi mental mengalami kesulitan
untuk memfokuskan pada stimulus yang relevan disaat proses belajar,
sehingga dalam mengingat hambatan yang dialami terletak pada
kemampuannya dalam merekontruksi ingatan jangka pendek (Alimin,
2008).
3. Motivasi
Motivasi merupakan daya penggerak seseorang melakukan
suatu aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya (Rabideu, 2005).
Motivasi menjadikan seseorang berusaha meningkatkan hasil kerja
yang ingin dicapai. Usaha ini akan terus dilakukan sampai
mendapatkan apa yang diinginkan. Timbulnya motivasi menurut
Suardiman (2007) karena adanya kebutuhan. Kebutuhan yang
mendorong timbulnya motivasi adalah kebutuhan psikologis untuk
memenuhi kepuasan pisik seperti makan, minum, oksigen dan
kepuasan sosial seperti; penghargaan, pujian, rasa aman dan
sebagainya. Selain itu timbulnya motivasi juga dipengaruhi oleh
lingkungan di mana individu itu berada. Motivasi memberi arah dan
tujuan kepada tingkah laku individu.
C. Berhitung
1. Pengertian Berhitung
Bidang studi matematika yang diajarkan di sekolah dasar
mencakup tiga cabang yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri. Menurut
Naga, D.S (dalam Abdurrahman, 2009), aritmatika atau berhitung
adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat
hubungan-hubungan bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama
menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
2. Keterampilan Berhitung
Menurut Payne (1981), keterampilan berhitung terdiri dari
kemampuan pre computation dan computation. Kemampuan pra
berhitung adalah kemampuan atau kesiapan awal yang harus dimiliki
untuk memulai berhitung. Kemampuan computation merupakan
kemampuan yang terdiri dari kemampuan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian.
Kemampuan penjumlahan merupakan kemampuan yang dapat
digunakan untuk membantu memahami kemampuan computation lain
aritmetika. Kemampuan pengurangan adalah proses berhitung yang
berlawanan dengan penjumlahan. Dalam proses penjumlahan, objek
atau hal-hal digabungkan, sedangkan dalam pengurangan, objek atau
hal-hal diambil dari kelompok atau objek yang lain. Kemampuan
perkalian juga dikenal sebagai penjumlahan berulang. Kemampuan
pembagian merupakan kebalikan dari kemampuan perkalian.
Kemampuan pembagian merupakan proses pengurangan berulang.
D. Berhitung pada Anak Retardasi Mental
Payne (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran berhitung
bagi anak retardasi mental adalah untuk membantu anak retardasi mental
menguasai kemampuan berhitung dan usaha untuk mengembangkan
kemampuan keterampilan dasar tersebut dalam hal pemecahan masalah.
Tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan adanya
kemampuan berhitung. Kemampuan berhitung anak retardasi mental dapat
dilihat dari assesmen yang meliputi kompetensi terhadap kemampuan
berhitung. Kompetensi tersebut adalah kemampuan pre computation dan
computation. Assesmen yang diberikan kepada subjek disusun berdasarkan
kompetensi dasar assesmen dalam Payne (1981) yang disesuaikan dengan
materi yang diberikan oleh kepada subjek. Assesmen yang dilakukan
1. Kemampuan Pre Computation
Kemampuan tersebut diantaranya adalah kemampuan
membedakan antara kuantitas, bangun, dan ukuran; kemampuan
menamai simbol untuk angka; kemampuan menamai simbol 1-10;
kemampuan mengenali angka dari 1 sampai 9; dan kemampuan
menulis angka dari 1 sampai 9.
2. Kemampuan Computation
Kemampuan computation dibagi menjadi beberapa bagian
kemampuan yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian.
a. Kemampuan penjumlahan
Pada kemampuan penjumlahan terdiri dari kemampuan
membuat kombinasi dua angka dari 1-10; kemampuan
menambahkan dua angka yang kurang dari 10 dengan jumlah
lebih dari 10; kemampuan menghitung secara berurutan dibawah
30; kemampuan memahami nilai tempat; kemampuan
menjumlahkan dua angka dengan dua angka lain tanpa proses
“membawa”; kemampuan menghitung sampai 100; kemampuan
menjumlahkan sejumlah angka dengan menggunakan proses
“membawa”.
b. Kemampuan pengurangan
Pada kemampuan pengurangan terdiri dari kemampuan
melakukan pengurangan angka satuan dari angka puluhan sampai
20; kemampuan mengurangi sejumlah angka dengan angka yang
lain tanpa proses “meminjam”; kemampuan mengurangi sejumlah
angka dengan angka yang lain dengan menggunakan proses
“meminjam”.
c. Kemampuan perkalian
Pada kemampuan perkalian terdiri dari kemampuan untuk
melakukan perkalian angka satuan.
d. Kemampuan pembagian
Pada kemampuan pembagian terdiri dari kemampuan
untuk melakukan pembagian angka satuan.
E. Pengajaran Berhitung Anak Retardasi Mental
1. Pengajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat
terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran
dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta
didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu
peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Strategi pembelajaran adalah metode atau teknik penyampaian
Strategi pembelajaran ditentukan dengan memperhatikan tujuan
pembelajaran, karakteristik siswa, dan ketersediaan fasilitas. Anak
retardasi memiliki strategi pembelajaran yang berbeda dengan anak
pada umumnya karena karakteristik yang dimilikinya. Strategi
pembelajaran yang digunakan bagi anak retardasi mental diantaranya:
a. Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan diberikan
kepada setiap murid secara individual. Meskipun anak belajar
bersama dengan bidang studi yang sama, tetapi kedalaman dan
keluasan materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan tiap anak.
b. Strategi pembelajaran kooperatif
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran dengan sistem pengelompokkan/tim kecil dengan
tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Strategi ini bertitik tolak
pada semangat kerja di mana anak yang lebih pandai dalam
kelompok dapat membantu temannya yang lemah (mengalami
kesulitan).
c. Strategi pembelajaran modifikasi perilaku
Strategi pembelajaran modifikasi perilaku bertujuan untuk
mengubah, menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang
2. Tujuan Pembelajaran Berhitung Anak Retardasi Mental
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang digunakan di SLB
Negeri 2 Yogyakarta mengacu pada rencana pelaksanaan
pembelajaran bagi anak retardasi mental yang ditetapkan oleh dinas
pendidikan. Rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut diadaptasi
oleh masing-masing guru di setiap kelas untuk menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi yang ada pada masing-masing siswa. Rencana pelaksanaan
pembelajaran tersebut mencakup standar kompetensi, materi-materi
serta metode pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa selama
satu semester. Berikut adalah tujuan pembelajaran berhitung untuk
kelas II C dan kelas III C di SLB Negeri 2 Yogyakarta:
a. Tujuan Pembelajaran kelas II C
Tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika kelas II
C semester 1 yang tercantum dalam silabus adalah sebagai
berikut:
1) Melakukan penjumlahan banyak benda sampai 10
2) Melakukan penjumlahan sampai 10
3) Mengurutkan bilangan 1-10
b. Tujuan Pembelajaran kelas III C
Tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika kelas III
C semester 1 yang tercantum dalam silabus adalah sebagai
berikut:
1) Melakukan penjumlahan 1-50
2) Melakukan penjumlahan susun ke bawah dengan teknik 1
kali menyimpan
3) Melakukan pengurangan sampai 50
4) Melakukan perkalian sebagai penjumlahan berulang dengan
hasil 10
F. Dinamika Kemampuan Berhitung dan Pengajaran Berhitung pada
Anak Retardasi Mental di SLB N 2 Yogyakarta
Retardasi mental ditandai dengan keterbatasan intelegensi yaitu
keterbatasan kemampuan belajar dan juga keterlambatan dalam
kemampuan motorik, sosial, dan berbahasa. Dalam belajar, anak retardasi
mental memiliki karakteristik belajar yang termasuk di dalamnya adalah
perhatian, daya ingat, dan motivasi. Perhatian yang terjadi adalah sering
memusatkan perhatian pada benda yang salah, serta mengalami kesulitan
untuk mengalokasikan perhatian mereka dengan tepat. Masalah daya ingat
yang dialami anak retardasi mental yaitu ketidakmampuan mereka dalam
merekontruksi ingatan jangka pendek. Masalah motivasi yang muncul
tugas. Anak retardasi mental yang memiliki perhatian, daya ingat, dan
motivasi yang tinggi akan memiliki kemampuan berhitung yang berbeda
dengan mereka yang memiliki perhatian, daya ingat, dan motivasi yang
rendah.
Salah satu keterbatasan kemampuan belajar anak retardasi mental
adalah kemampuan berhitung. Kemampuan berhitung merupakan
kemampuan berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilangan nyata
dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian. Tujuan utama pembelajaran
berhitung bagi anak retardasi mental adalah untuk membantu anak
retardasi mental menguasai kemampuan berhitung dan usaha untuk
mengembangkan kemampuan keterampilan dasar tersebut dalam hal
pemecahan masalah, Payne (1981).
Kemampuan berhitung anak retardasi mental di kelas dipengaruhi
oleh pengajaran. Pengajaran di kelas dilakukan oleh guru dengan
menggunakan metode pengajaran seperti dengan melakukan pengulangan
dan penggunaan benda konkrit. Pengajaran berhitung anak retardasi
mental dapat mencapai hasil yang optimal apabila pengajaran mengikuti
Skema Dinamika Kemampuan Berhitung dan Pengajaran Berhitung pada
Anak Retardasi Mental
Retardasi Mental
Keterbatasan intelegensi
Kemampuan berhitung
Signifikansi kemampuan berhitung
Pengajaran Berhitung di
Kelas
- Cara pengajaran guru kelas
- Tujuan Pembelajaran
Karakteristik Belajar Anak Retardasi
Mental
- Perhatian (memusatkan perhatian pada benda yang salah, kesulitan memusatkan perhatian dengan tepat)
- Daya ingat (ketidakmampuan
merekontruksi ingatan jangka pendek) - Motivasi (mudah putus asa dalam
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian deskriptif kualitatif mempelajari masalah dalam
masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi,
termasuk tentang hubungan kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang
sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena (Poerwandari, 2005).
Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi status
gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya penelitian
dilakukan, sehingga tidak memerlukan pengontrolan terhadap suatu perlakuan
(Arikunto, 2000).
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa 2 Negeri Yogyakarta.
Subjek penelitian adalah 2 orang siswa SLB Negeri 2 Yogyakarta kelas II C
dan kelas III C. Kedua subjek merupakan siswa yang tergolong dalam
klasifikasi retardasi mental ringan.
C. Batasan Istilah
1. Retardasi Mental
Retardasi mental ringan memiliki rentang IQ antara 55-70. Anak
retardasi mental ringan mengalami keterlambatan secara fisik dan
ringan termasuk anak mampu didik (educable mentally retarded). Mereka
mampu belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Mereka juga
mampu untuk melakukan keterampilan yang berhubungan dengan diri
sendiri seperti makan, mandi, dan berpakaian.
2. Karakteristik Belajar untuk Retardasi Mental
Karakteristik belajar yang dimiliki anak retardasi mental yaitu
perhatian, daya ingat, dan motivasi. Perhatian yang terjadi adalah sering
memusatkan perhatian pada benda yang salah, serta mengalami kesulitan
untuk mengalokasikan perhatian mereka dengan tepat. Masalah daya ingat
yang dialami anak retardasi mental yaitu mereka mengalami kesulitan
untuk memfokuskan pada stimulus yang relevan disaat proses belajar,
sehingga dalam mengingat hambatan yang dialami terletak pada
kemampuannya dalam merekontruksi ingatan jangka pendek. Masalah
motivasi yang muncul pada anak retardasi mental adalah mudah putus asa
dalam menghadapi tugas.
3. Berhitung pada Retardasi Mental
Keterampilan berhitung terdiri dari kemampuan pre computation
dan computation. Kemampuan pra berhitung adalah kemampuan atau
kesiapan awal yang harus dimiliki untuk memulai berhitung.
Kemampuan computation merupakan kemampuan yang terdiri dari
4. Pengajaran Berhitung Anak Retardasi Mental
Tujuan pembelajaran terdiri dari materi berhitung yang diberikan
kepada siswa pada semester pertama kelas II C dan III C dan materi
berhitung yang diajarkan di kelas. Pengajaran berhitung yang diamati
mencakup cara pengajaran berhitung yang dilakukan oleh guru di dalam
kelas.
D. Metode Pengumpulan Data
Menurut Poerwandari (2005) terdapat beberapa teknik pengumpulan
data, pada penelitian ini peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data,
yaitu:
1. Observasi
Observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari,
aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam
aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat
dalam kejadian yang diamati tersebut (Poerwandari, 2005). Observasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif. Metode
observasi partisipatif yang dilakukan adalah dengan berpartisipasi dalam
proses pembelajaran berhitung di kelas. Observer mengamati perilaku
siswa serta proses pengajaran guru pada saat pelajaran berhitung di kelas
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2005). Wawancara yang
dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur untuk
melengkapi data observasi. Wawancara dilakukan terhadap guru untuk
mengetahui kemampuan berhitung anak berdasarkan sudut pandang guru,
serta wawancara terhadap siswa selama proses assesmen berlangsung.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui
dokumen yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa rekaman
video selama proses belajar dan assesmen berlangsung. Selain itu,
dokumentasi juga berupa arsip diperoleh dari pihak sekolah, seperti rapor
dan rencana pelaksanaan dan pembelajaran.
E. Metode Analisis Data
Menurut Poerwandari (2005), langkah-langkah dalam menganalisis
data adalah:
1. Mengorganisasikan data dengan mengumpulkan data yang telah
diperoleh yaitu berupa data observasi, wawancara, dan dokumentasi yang
selanjutnya disusun secara sistematis dan serapi mungkin.
2. Melakukan pengkodean terhadap data yang diperoleh, dengan cara
terorganisir dan sistematis sehingga dapat memunculkan gambaran
tentang topik yang akan diteliti.
3. Menguji dugaan atas data yang diperoleh, dimana dugaan diperoleh dari
kesimpulan sementara atas topik penelitian yang telah ditemukan.
Kemudian, dilakukan perbandingan antara teori-teori yang telah
didapatkan sebelumnya sehingga dapat mempertajam data.
F. Pemeriksaan Keabsahan Data
Menurut Poerwandari (2005), dalam menetapkan keabsahan data
diperlukan teknik pemeriksaan data yang dilakukan atas tiga kriteria, yaitu:
1. Kredibilitas
Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai
maksud eksplorasi masalah atau mendeskripsikan proses, setting,
kelompok sosial, atau pola interaksi yang kompleks. Menurut Patton
(dalam Poerwandari, 2005), untuk meningkatkan kredibilitas penelitian
kualitatif adalah dengan melakukan triangulasi. Peneliti menggunakan
dua triangulasi yaitu:
a. Triangulasi data yakni menggunakan sumber data yang
berbeda-beda, misalnya menggunakan hasil assesmen, catatan lapangan
(observasi), wawancara dengan guru, dan dokumentasi.
b. Triangulasi metode yakni menggunakan metode pengumpulan data
2. Dependabilitas
Agar tidak terjadi kesalahan dalam penyusunan konsep rencana
penelitian, pengumpulan data, interpretasi temuan, dan pelaporan hasil
penelitian, peneliti melakukan uji keabsahan pada saat proses penelitian.
Hal ini dilakukan dengan melaksanakan observasi selama empat kali
sebelum menyusun assesmen. Hal ini dilakukan agar dalam proses
pengambilan data ditemukan suatu kondisi yang sama.
3. Konformabilitas
Uji konformibilitas dilakukan untuk menilai hasil penelitian.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sepenuhnya berdasarkan hasil
observasi di lapangan yang didukung dengan hasil assesmen dan
wawancara dengan guru. Peneliti melakukan wawancara dengan guru
mengenai kemampuan berhitung pada masing-masing anak untuk
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Orientasi Kancah
Sekolah Luar Biasa Negeri 2 Yogyakarta terletak di jalan
Panembahan Senopati 46A Yogyakarta. Sekolah ini memberikan layanan
pendidikan mulai dari jenjang Taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah
menengah atas (SMA).
Riwayat didirikannya SLB ini bermula saat FIP IKIP Negeri
Yogyakarta pada tahun 1968 mendirikan SLB C Negeri 2 sebagai sekolah
percobaan (SPLB) dan dijadikan tempat penelitian anak-anak
slow-learners. Pada mulanya sekolah ini menempati sebuah ruang kelas SMP 1
Percobaan IKIP Yogyakarta. Sekolah Pendidikan Luar Biasa (SPLB) ini
merupakan sekolah percobaan di bawah pembinaan Balai Penelitian
Pendidikan (BPP) IKIP Yogyakarta. Terdapat beberapa perubahan
pembina dari sekolah ini. Setelah dalam pembinaan BPP FIP IKIP
Yogyakarta sekolah ini menjadi dibawah pembinaan Pusat Penelitian
Pendidikan (P3). Kemudian berdasarkan SK Mendikbud nomor
0706/O/1986, tanggal 10 Oktober 1886 SPLB berubah menjadi SLB
Bagian C Negeri 2 Yogyakarta. Mulai tahun pelajaran 1998/1999 lokasi
Sugiyono 9 Yogyakarta ke jalan Senopati 46 Yogyakarta
menempati gedung bekas SMU 12 Yogyakarta.
SLB C Negeri 2 Yogyakarta juga mengalami perubahan
pembinaan setelah otonomi daerah. Pada tanggal 1 Oktober 2003,
diputuskan bahwa SLB C Negeri 2 Yogyakarta berada dibawah
pembinaan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DI Yogyakarta) dengan
menggunakan nama resmi SLB Negeri 2 Yogyakarta.
2. Subjek Penelitian
Tabel 1. Profil Subjek
Keterangan Subjek 1 Subjek 2
Kelas II III
Nama / inisial DAS RK
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki
Tempat,Tanggal Lahir Yogyakarta, 2 Maret 2001 Yogyakarta, 23 April 2000
Usia 10 tahun 11 tahun
Anak ke- 1 dari 2 bersaudara 4 dari 5 bersaudara Diterima di SDLB Di kelas 1 C di kelas 2 C
Pendidikan sebelumnya - SDN Langensari
3. Pelaksanaan Penelitian
Izin penelitian ke pihak sekolah dilakukan pada:
Tanggal : 18 Agustus 2011
Tabel 2. Pelaksanaan Observasi Kelas
Obs.
ke- Subjek I Subjek II Keterangan
1. Tanggal : 10 Oktober 2011 Waktu : 09.15 - 10.00 WIB
Tanggal : 24 Oktober 2011 Waktu : 09.15 - 10.00 WIB
Observasi kelas
2. Tanggal : 17 Oktober 2011 Waktu : 09.15 - 10.00 WIB
Tanggal : 31 Oktober 2011 Waktu : 09.15 - 10.00 WIB
Observasi kelas
3. Tanggal : 14 November 2011 Waktu : 09.15 - 10.00 WIB
Tanggal : 21 November 2011 Waktu : 09.15 - 10.00 WIB
Observasi kelas
4. Tanggal : 5 Desember 2011 Waktu : 08.00-09.00 WIB
4. Hasil Kemampuan Berhitung Anak Retardasi Mental
Kemampuan berhitung anak retardasi mental dibagi menjadi dua
kemampuan yaitu kemampuan pre computation dan kemampuan
computation. Masing-masing kemampuan memiliki aspek-aspek yang
merupakan gambaran secara khusus dari kemampuan tersebut. Gambaran
kemampuan berhitung pada anak retardasi mental dilakukan dengan
memberikan assesmen kemampuan berhitung dengan keterangan yaitu
(1) tidak mampu mengerjakan walaupun dengan bantuan, (2) mampu
mengerjakan dengan bantuan penuh, (3) mampu mengerjakan dengan
sedikit bantuan, dan (4) mampu mengerjakan tanpa bantuan.
Pengkategorisasian tersebut dilakukan oleh peneliti sendiri.
Berdasarkan hasil assesmen berhitung diketahui kemampuan
berhitung pada kedua subjek anak retardasi mental sebagai berikut:
a. Kemampuan pre computation
Kemampuan pre computation yang diberikan kepada subjek
diantaranya adalah membedakan antara jumlah, bentuk, dan ukuran
dari objek umum yang berbeda, pengenalan lambang operasi hitung
serta pengenalan lambang bilangan.
Tabel 4. Hasil Kemampuan Pre Computation
Kompetensi Indikator Aspek
skills antara
mampu mengenali angka. Kedua subjek tidak mampu membedakan
antara kuantitas, bangun, dan ukuran dari objek umum yang berbeda
dan mebutuhkan bantuan dalam mengerjakannya. Subjek DAS dan
RK juga gagal dalam mengenali lambang operasi hitung. Kedua
subjek tidak menyebutkan lambang operasi hitung dengan tepat.
b. Kemampuan computation
1) Kemampuan penjumlahan
Kemampuan penjumlahan yang diberikan kepada subjek
meliputi kemampuan untuk menghitung secara berurutan,
penjumlahan angka di bawah 10, serta penjumlahan dua angka
dengan dua angka lain.
Tabel 5. Hasil Kemampuan Penjumlahan
Komp
etensi Indikator Aspek
dua angka
Subjek DAS dan RK mampu menyebutkan angka sampai
30. Kedua subjek mampu untuk menyebutkan angka hingga 100
namun kemampuan kedua subjek cukup bervariasi dimana DAS
membutuhkan bantuan sedangkan RK mampu menyebutkan
angka secara mandiri. Begitu pula pada kemampuan nilai tempat
kedua subjek mampu mengerjakannya namun dengan bantuan.
Subjek DAS dan RK mampu membuat kombinasi dua angka
satuan dengan benar. Subjek DAS mengerjakan dengan bantuan
karena subjek mengalami kesalahan saat menyusun angka, seperti
saat diminta menyusun angka 1 dan 5 menjadi angka 15 akan
tetapi subjek menyusun kedua angka tersebut menjadi angka 51.
Kemampuan menjumlahkan angka satuan dan puluhan
subjek RK lebih baik dibandingkan subjek DAS. DAS
membutuhkan bantuan dalam mengerjakan soal tahap demi tahap,
sedangkan RK mampu mengerjakan secara mandiri. Pada
subjek RK mampu mengerjakan soal dengan benar. Sementara
DAS tidak mampu melakukan penjumlahan dengan proses
“membawa” dikarenakan subjek tetap menghitung menggunakan
turus meskipun soal yang diberikan merupakan soal penjumlahan
bersusun.
2) Kemampuan pengurangan
Kemampuan pengurangan yang diberikan kepada subjek
diantaranya adalah melakukan pengurangan angka satuan dan
angka puluhan sampai 20 serta pengurangan dengan atau tanpa
proses “meminjam”.
Tabel 6. Hasil Kemampuan Pengurangan
Kompet
ensi Indikator Aspek
satu dengan
kedua subjek dalam mengerjakan soal cukup berbeda. Subjek
DAS memerlukan bantuan dalam mengerjakan soal, sementara
subjek RK mampu menjawab dengan benar soal-soal yang
diberikan peneliti. Kemampuan subjek RK dalam melakukan
pengurangan dengan atau tanpa proses “meminjam” berada diatas
DAS. Subjek RK mampu mengerjakan dengan benar. Sedangkan
subjek DAS tidak berhasil mengerjakan soal yang diberikan.
Subjek mengerjakan soal dengan bantuan akan tetapi, subjek
tidak mampu mengerjakan dan hanya melihat soal yang
diberikan.
3) Kemampuan perkalian
Kemampuan perkalian yang diberikan kepada subjek
Tabel 7. Hasil Kemampuan Perkalian
Subjek RK mampu melakukan perkalian angka satuan
dengan baik, dimana ia mampu mengerjakan soal tanpa bantuan.
Akan tetapi, pemahaman konsep perkalian subjek masih berada
pada tahap rendah karena soal yang diberikan kepada subjek
masih berada pada kisaran 1-6 dan belum mencapai angka 7-9.
Sedangkan subjek DAS tidak mampu melakukan perkalian angka
satuan. DAS melihat soal dan mencoba mengerjakan tetapi DAS
tidak mengerjakan dengan cara yang tepat. DAS tidak mengalikan
kedua angka pada soal tetapi menjumlahkan kedua angka
tersebut.
4) Kemampuan pembagian
Kemampuan pembagian yang diberikan kepada subjek
Tabel 8. Hasil Kemampuan Pembagian
Kompetensi Indikator Aspek
Subjek
Subjek RK mampu melakukan pembagian angka satuan
dengan benar. RK mengerjakan soal dengan bantuan dari peneliti
untuk menjelaskan tahapan menghitung dalam pembagian. RK
mampu melakukan pembagian hingga angka 10. Subjek DAS
tidak mampu melakukan pembagian angka satuan. Subjek hanya
melihat soal dan tidak mengerjakan soal yang diberikan.
5. Karakteristik Belajar Anak Retardasi Mental
Berdasarkan hasil observasi kelas dan observasi assesmen
(OBS.1-4.SUB-1; OBS.1-4.SUB-2; ASS.1-5.SUB-1; ASS.1-3.SUB-2),
diketahui beberapa karakteristik belajar anak retardasi mental yang
terlihat di kelas sebagai berikut:
a. Perhatian
Perhatian meliputi kesulitan untuk mengalokasikan perhatian
dengan tepat saat mempelajari sesuatu. Aspek perhatian pada
1) Subjek DAS
a) Subjek memperhatikan guru dan teman
b) Subjek melihat ke arah luar kelas
c) Subjek tidak bisa mengerjakan karena adanya gangguan
d) Subjek tidak memperhatikan materi yang dihadapi
2) Subjek RK
a. Subjek memperhatikan teman
b. Subjek tidak bisa mengerjakan karena adanya gangguan dari
teman
c. Subjek mengobrol dengan teman
Perhatian kedua subjek cukup berbeda. Subjek DAS sering
memperhatikan orang-orang yang berada di dalam ruang kelas seperti
guru dan temannya bahkan situasi yang terjadi di luar kelas. Subjek
juga cenderung tidak memperhatikan objek yang ada di hadapannya.
Sedangkan subjek RK tidak selalu memperhatikan teman lain, akan
tetapi RK sering diganggu teman saat pelajaran.
b. Daya ingat
Anak retardasi mental sering mengalami kesulitan dalam
mengingat suatu informasi. Anak retardasi mental mengalami
kesulitan untuk memfokuskan pada stimulus yang relevan disaat
proses belajar, sehingga dalam mengingat hambatan yang dialami
pendek. Aspek memori yang terdapat dalam pengajaran berhitung
kedua subjek adalah:
1) Subjek DAS
a) Subjek lupa dengan angka yang sedang dihitung dan hasil
perhitungan
b) Subjek lupa menuliskan tanda hitung
c) Subjek melewatkan perhitungan
d) Subjek mudah merubah angka yang sudah disebutkan
2) Subjek RK
a) Subjek lupa pada penjelasan sebelumnya
b) Subjek lupa batas menghitungnya
c) Subjek lupa menulis angka yang sama
Kemampuan memori kedua subjek cukup berbeda. Subjek
RK mengalami kecenderungan lupa pada penjelasan sebelumnya.
Sedangkan subjek DAS memiliki kecenderungan untuk lupa angka
yang sedang dihitung dan hasil perhitungannya serta melewatkan
perhitungan.
c. Motivasi
Masalah yang dialami oleh anak retardasi mental seperti yang
disebutkan diatas memiliki peluang untuk menimbulkan masalah
motivasi. Apabila anak retardasi mental sering mengalami kegagalan
mudah putus asa dalam menghadapi tugas. Aspek motivasi yang
terdapat dalam pengajaran kedua subjek diantaranya adalah:
1) Subjek DAS
a) Subjek mengeluh capek dan ingin berhenti belajar
b) Subjek menolak untuk mengerjakan soal yang diberikan
2) Subjek RK
a) Subjek menunggu diberi semangat untuk mau mengerjakan
soal
Motivasi yang muncul pada DAS dan RK cukup berbeda.
DAS mudah mengeluh capek dan ingin berhenti belajar. Subjek DAS
juga menolak untuk mengerjakan soal tambahan yang diberikan oleh
guru. Sedangkan subjek RK dalam proses pembelajaran, subjek
cenderung menunggu diberi semangat oleh guru untuk mau
mengerjakan soal.
6. Tujuan Pembelajaran Siswa Kelas II C dan III C SLB Negeri 2
Yogyakarta
Berdasarkan hasil observasi kelas, materi yang telah dicapai
berdasarkan tujuan pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Subjek DAS
1) Tujuan pembelajaran kelas II semester 1:
a) Melakukan penjumlahan banyak benda sampai 10
b) Melakukan penjumlahan sampai 10
d) Melakukan pengurangan banyak benda sampai 10
2) Materi yang diajarkan di kelas:
a) Menulis angka 1-20
b) Melakukan penjumlahan bilangan antara 1-9 dengan metode
turus
1. 5 + 4 = 6. 7 + 6 =
2. 6 +3 = 7. 6 + 8 =
3. 7 + 4 = 8. 9 + 5 =
4. 5 + 6 = 9. 8 + 5 =
5. 6 + 6 = 10. 7 + 8 =
c) Melakukan penjumlahan bilangan antara 1-9 dengan
menggunakan gambar
d) Melakukan pengurangan bilangan sampai dengan 15 dengan
metode turus
1. 13 – 6 =
2. 13 – 8 =
3. 11 – 5 =
e) Melakukan pengurangan sampai dengan 15 dengan sempoa
1. 13 – 11 =
2. 13 – 3 =
b. Subjek RK
1) Tujuan pembelajaran kelas III semester 1:
a) Melakukan penjumlahan 1-50
b) Melakukan penjumlahan susun ke bawah dengan teknik 1 kali
menyimpan
c) Melakukan pengurangan sampai 50
d) Melakukan perkalian sebagai penjumlahan berulang dengan
hasil 10
2) Materi yang diajarkan di kelas:
a) Melengkapi soal nilai tempat ribuan
1. 2575 = ... + ... + ... + ...
2. 2432 = ... + ... + ... + ...
3. 3741 = ... + ... + ... + ...
4. 5444 = ...+ ... + ... + ...
5. 9869 = ... + ... + ... + ...
b) Melakukan pengurangan bersusun bilangan sampai dengan 50
c) Menghitung objek yang bergerak (menghitung jumlah ikan
yang ada dalam kolam)
d) Menghitung berurutan ( menghitung 1 hingga 100)
e) Melakukan penjumlahan bersusun dengan hasil lebih dari 100
7. Pelaksanaan Pengajaran Berhitung di Kelas
Pengajaran merupakan bagian yang penting dalam proses
jika didukung oleh cara mengajar guru. Setiap guru memiliki metode
pengajaran yang berbeda yang disesuaikan dengan masing-masing anak.
Berikut ini adalah hasil observasi pengajaran berhitung di kelas II
(OBS.1-4.SUB-1):
a. Guru memulai pelajaran dengan mengulang materi pelajaran yang
diberikan hari sebelumnya atau meneliti pekerjaan rumah subjek.
b. Guru memberikan materi di papan tulis dan di buku subjek.
c. Guru memberikan materi dengan menggunakan gambar, turus, dan
sempoa.
d. Guru membimbing siswa selama proses pengajaran.
e. Guru membantu subjek untuk memfokuskan perhatian saat pelajaran.
f. Guru memberikan motivasi kepada subjek saat pelajaran.
g. Guru mengobrol saat pelajaran.
h. Guru memberi contoh mengerjakan tugas.
i. Guru menutup pelajaran dengan berdoa bersama.
Berikut ini adalah hasil observasi pengajaran berhitung di kelas III
(OBS.1-4.SUB-2):
a. Guru memberikan materi di papan tulis dan di buku subjek.
b. Guru menjelaskan materi yang diberikan, memberikan contoh soal,
dan melakukan tanya jawab.
c. Guru meninggalkan kelas dan memberikan materi kepada siswa lain.
e. Guru memberikan motivasi kepada subjek.
f. Guru menutup pelajaran dengan berdoa bersama.
8. Analisis Data
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat
dilakukan analisis data berdasarkan kemampuan berhitung, karakteristik
pemberlajaran, pengajaran di kelas, dan rencana pelaksanaan
pembelajaran sebagai berikut:
a. Kemampuan Berhitung
Assesmen kemampuan berhitung berdasarkan Payne (1981)
yang telah disesuaikan dengan materi pelajaran yang diperoleh di
dalam kelas terdiri dari kemampuan pre computation dan kemampuan
computation.
1) Kemampuan pre computation
Kemampuan pre computation kedua subjek mencapai tahap
yang sama. Kedua subjek gagal dalam mengerjakan soal yang
berupa pengenalan lambang operasi hitung serta membedakan
kuantitas, bangun dan ukuran dari objek umum yang berbeda.
Kedua subjek membutuhkan bantuan dalam mengerjakan setiap
soal dan mengalami kesulitan untuk mengerjakan secara mandiri.
Sedangkan pada pengenalan lambang bilangan kedua subjek
mampu menjawab dengan benar serta mengerjakannya secara
2) Kemampuan computation
Kemampuan computation kedua subjek berada pada tahap
yang berbeda. Kemampuan penjumlahan subjek RK lebih baik
dibandingkan dengan subjek DAS. Subjek RK berhasil
mengerjakan sebagian besar aspek yang terdapat dalam
kemampuan penjumlahan dengan benar dan tanpa bantuan dari
peneliti. Subjek RK hanya membutuhkan sedikit bantuan dengan
bertanya mengenai soal apabila subjek kebingungan saat
mengerjakan. Sedangkan subjek DAS pada sebagian aspek
kemampuan penjumlahan membutuhkan bantuan dari peneliti saat
mengerjakan soal. Subjek DAS gagal mengerjakan soal pada
materi yang belum pernah diberikan saat pelajaran. Saat
mengerjakan soal subjek terlihat tidak fokus dan hanya diam saat
peneliti meminta subjek untuk melanjutkan mengerjakan soal.
Sedangkan pada materi yang sudah pernah diberikan di dalam
kelas subjek berhasil mengerjakan dengan benar tanpa bantuan.
Kemampuan pengurangan kedua subjek berada pada tahap
yang sama dengan kemampuan penjumlahan. Subjek RK mampu
mengerjakan seluruh soal secara mandiri dengan jawaban yang
benar. Subjek hanya membutuhkan bantuan saat kurang teliti
menghitung soal. Sedangkan subjek DAS hanya mampu
membutuhkan bantuan saat mengerjakan. Subjek akan mengalami
kegagalan pada soal yang belum pernah diajarkan sebelumnya.
Kemampuan perkalian subjek RK lebih baik dibandingkan
dengan subjek DAS. Subjek RK mengerjakan seluruh soal dengan
benar dan tanpa bantuan. Sedangkan subjek DAS gagal dalam
mengerjakan soal. Kemampuan pembagian subjek RK juga lebih
baik dibandingkan subjek DAS. Meskipun subjek RK
membutuhkan bantuan dalam mengerjakan soal, akan tetapi
subjek RK dapat mengerjakan beberapa soal yang diberikan.
Sedangkan subjek DAS juga mengalami kegagalan dalam
mengerjakan soal kemampuan pembagian. Subjek selalu berkata
bahwa dia bisa mengerjakan tetapi subjek hanya menghitung
“asal” dengan mencoret kertas tanpa serius menghitung.
b. Pengajaran Berhitung
Berdasarkan hasil observasi selama proses pengajaran
berlangsung, dapat disimpulkan bahwa kedua guru memiliki
perbedaan pada saat mengajar siswa. Proses pembelajaran guru kelas
II dimulai dengan mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya
serta meneliti pekerjaan rumah subjek. Setiap mengajar guru
memberikan materi penjumlahan dan pengurangan dengan alat bantu
yang berbeda-beda. Guru juga melakukan variasi terhadap materi
yang diberikan, seperti memberikan materi penjumlahan saat pelajaran