• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Model Identifikasi Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Model Identifikasi Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN MODEL IDENTIFIKASI

DAERAH BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

DI KALIMANTAN BARAT

RIA RACHMAWATI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Model Identifikasi Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIA RACHMAWATI. Perbandingan Model Identifikasi Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat. Dibimbing oleh ERIANTO INDRA PUTRA dan SUWARSONO.

Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang rawan terhadap gangguan kebakaran hutan dan lahan. Alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur area bekas kebakaran hutan dan lahan adalah dengan memanfaatkan citra peginderaan jauh. Salah satu jenis citra yang dapat digunakan adalah citra MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua model identifikasi daerah bekas kebakaran hutan dan lahan dengan penginderaan jauh dan menganalisis model identifikasi yang sesuai diaplikasikan di Indonesia khususnya Kalimantan Barat dengan menggunakan citra MODIS. Model identifikasi yang dipilih menggunakan indeks vegetasi yaitu Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan indeks kebakaran yaitu Normalized Burn Ratio (NBR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua model memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi area bekas kebakaran. Namun model NBR memiliki nilai akurasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 66.02% dibandingkan dengan nilai akurasi pada NDVI sebesar 64.02%. Dengan demikian model identifikasi area bekas kebakaran yang paling sesuai diaplikasikan untuk daerah Kalimantan Barat dengan menggunakan citra MODIS adalah model identifikasi NBR.

Kata kunci: Area terbakar, citra MODIS, NBR

ABSTRACT

RIA RACHMAWATI. Comparison of Identification Models on Burned Area in West Kalimantan. Supervised by ERIANTO INDRA PUTRA and SUWARSONO.

West Kalimantan is one of the provinces in Indonesia which is vulnerable to forest and land fires. One of alternative method that could be used to determine the burned area is by using remote sensing images, e.g. MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) images. This research aimed to compare two identification model of burned area of the forest and land fires by remote sensing and to analyze the appropriate model used to be applied in Indonesia specifically in West Kalimantan using MODIS images. This research analyze the use of identification model by using vegetation index of Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and by using fire index of Normalized Burn Ratio (NBR). The result shows that both of the models provide good capability to detect burned area. However, NBR model has higher accuracy of 66.02% compared to NDVI of 64.02%. Therefore, the most appropriate identification model to be used at West Kalimantan by using MODIS image is the NBR model.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PERBANDINGAN MODEL IDENTIFIKASI

DAERAH BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

DI KALIMANTAN BARAT

RIA RACHMAWATI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari, April, Mei dan Juni 2015 ini ialah kebakaran hutan, dengan judul Perbandingan Model Identifikasi Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Erianto Indra Putra, SHut MSi selaku pembimbing I dan Bapak Suwarsono, SSi MSi selaku pembimbing II. Penghargaan penulis sampaikan kepada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Deputi Penginderaan Jauh, serta lembaga NASA yang telah membantu selama pengumpulan dan pengolahan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Wadih, Ibunda Mariam, Kakak Robby Kurniawan dan Adik Rizka Afriani, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kakak Mirzha Hanifah yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian, kepada Uni Anissa Dwiyani, teman-teman Silvikultur 48 yang telah memberikan dukungan dan semangat, serta para sahabat yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat 7

Intensitas dan Pola Distribusi Titik Panas (Hotspot) 8 Model Identifikasi Area Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan dengan

Penginderaan Jauh 9

Akurasi Model Identifikasi Area Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan 12

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata dan standar deviasi NDVI dan NBR pada saat sebelum kebakaran (pre fire), setelah kebakaran (post fire) dan nilai perubahan 11 2 D-Value NDVI dan NBR pada lokasi area bekas kebakaran 12 3 Nilai ambang batas (threshold) deteksi area bekas kebakaran hutan

menggunakan variabel NDVI dan NBR 13

4 Tingkat akurasi model dalam mengidentifikasi area bekas kebakaran 16

DAFTAR GAMBAR

1 Skema alur pengumpulan dan pengolahan data penelitian 6

2 Peta administrasi Provinsi Kalimantan Barat 7

3 Grafik intensitas hotspot bulanan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2014 9 4 Perekaman citra MODIS untuk sebagian daerah Kalimantan Barat

periode sebelum kebakaran pada tanggal 4 Februari 2014 dengan

menggunakan ER Mapper 10

5 Perekaman citra MODIS untuk sebagian daerah Kalimantan Barat periode setelah kebakaran pada tanggal 9 April 2014 dengan

menggunakan ER Mapper 10

6 Grafik perubahan nilai rata-rata untuk model NDVI dan NBR 12 7 Hasil overlay akurasi model NDVI dari citra MODIS dan citra Landsat

8 dengan menggunakan Arc Map GIS 10 14

8 Hasil overlay akurasi model NBR dari citra MODIS dan citra Landsat 8

dengan menggunakan Arc Map GIS 10 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rata-rata NDVI dan NBR pada sampel area bekas kebakaran dari citra MODIS pada saat sebelum kebakaran, setelah kebakaran dan nilai

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan di Indonesia termasuk ke dalam hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Namun, dalam kenyataannya keberadaan hutan di Indonesia keadaannya semakin terancam karena beberapa gangguan, seperti ilegal logging, perambahan, kebakaran hutan dan lahan serta masih banyak lagi gangguan lainnya. Salah satu gangguan hutan yang kian mengancam adalah kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan merupakan salah satu gangguan hutan yang dapat menimbulkan kerugian dalam bidang ekonomi, ekologi dan sosial baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Syaufina (2008) kebakaran hutan dan lahan umumnya disebabkan oleh kegiatan manusia baik disengaja maupun karena kelalaian, seperti kegiatan pembakaran hutan untuk pembukaan lahan. Selain itu, terjadinya kebakaran hutan dan lahan tidak hanya disebabkan oleh perbuatan manusia melainkan ada faktor lain yang mempengaruhinya seperti cuaca atau iklim yang sangat kering.

Beberapa wilayah Indonesia sangat rentan terhadap gangguan kebakaran hutan dan lahan. Kalimantan merupakan wilayah di Indonesia yang rawan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (2014) terdapat delapan provinsi di Indonesia yang rawan terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan, salah satunya adalah Provinsi Kalimantan Barat. Memperhatikan ancaman bencana kebakaran hutan dan lahan dengan dampak-dampak cukup besar yang diakibatkan, maka diperlukan penyediaan informasi daerah yang telah mengalami kebakaran hutan dan lahan (area bekas kebakaran) untuk penanganan dan rehabilitasi lahan pasca kebakaran.

(12)

2

pengembangan model identifikasi tersebut di wilayah Indonesia agar mendapatkan tingkat akurasi yang lebih baik (Suwarsono et al. 2013).

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi area bekas kebakaran hutan dan lahan di wilayah Indonesia khususnya Kalimantan Barat. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi area bekas kebakaran hutan dan lahan melalui pemanfaatan penginderaan jauh sebagai acuan penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan bagi pemerintah setempat.

Tujuan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua model identifikasi area bekas kebakaran hutan dan lahan, dan menganalisis model identifikasi area terbakar yang sesuai diaplikasikan di wilayah Indonesia khususnya Kalimantan Barat dengan menggunakan citra MODIS.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai area bekas kebakaraan hutan dan lahan melalui konsep penginderaan jauh sehingga dapat dijadikan sebagai acuan penanganan pasca kebakaran.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Pengembangan, Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari, April, Mei, dan Juni 2015.

Alat dan Bahan

(13)

3

Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu pengumpulan data dan pengolahan data. Adapun uraian lengkap tahapan prosedur penelitian adalah sebagai berikut. Pengumpulan Data

Tahapan pengumpulan data yang pertama meliputi pengunduhan data sebaran titik panas (hotspot) wilayah Kalimantan Barat tahun 2014 yang bersumber dari NASA. Data hotspot digunakan sebagai acuan awal dalam mendeteksi adanya titik api sebagai indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan. Data hotspot tersebut digunakan pula untuk menentukan periode sebelum kebakaran, puncak kebakaran, dan periode setelah kebakaran di Kalimantan Barat tahun 2014. Tahapan kedua adalah pengumpulan data citra MODIS daerah Kalimantan Barat periode 2014. Data modis yang digunakan adalah data reflektansi kanal 1 hingga 7, dengan resolusi spasial 250 meter untuk kanal 1 dan 2, dan resolusi spasial 500 meter untuk kanal 3 hingga 7. Tahapan ketiga adalah pengumpulan data citra Landsat 8 (21 Maret 2014) yang digunakan untuk membuat area bekas kebakaran (burned area) referensi sebagai acuan untuk menguji tingkat akurasi informasi area bekas kebakaran. Data citra MODIS dan citra Landsat 8 bersumber dari LAPAN.

Pengolahan Data

Penentuan periode kebakaran. Pengolahan data dimulai dari pengolahan data hotspot bulanan tahun 2014. Intensitas hotspot dapat mengindikasi adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat selama tahun 2014. Berdasarkan pola intensitas hotspot bulanan dapat diketahui periode sebelum kebakaran, puncak kebakaran, dan periode setelah kebakaran. Informasi ini dapat digunakan untuk menentukan rentang waktu dari citra MODIS yang dipilih untuk identifikasi area bekas kebakaran.

(14)

4

Keterangan:

NDVI : Normalized Difference Vegetation Index B1 : Reflektansi kanal 1 MODIS

B2 : Reflektansi kanal 2 MODIS

Keterangan:

NBR : Normalized Burn Ratio B2 : Reflektansi kanal 2 MODIS B1 : Reflektansi kanal 7 MODIS

Pembuatan data training sample. Pembuatan data training sample dilakukan untuk menduga daerah bekas kebakaran hutan dan lahan berdasarkan hasil pengamatan secara visual dari citra MODIS. Data ini digunakan sebagai acuan dasar dalam menentukan model identifikasi area bekas kebakaran yang paling baik.

Perhitungan tingkat kemampuan model dalam mengidentifikasi area bekas kebakaran. Perhitungan tingkat kemampuan model berbasis nilai indeks dalam penentuan area bekas kebakaran dilakukan dengan menghitung nilai Normalized Distance (D). Nilai D diperoleh dari perhitungan nilai selisih antara rata-rata nilai sampel setelah dan sebelum kebakaran dibagi dengan jumlah standar deviasi keduanya. Nilai D > 1 menunjukkan bahwa model memiliki kemampuan yang baik dalam membedakan area bekas kebakaran dan bukan area bekas kebakaran, sedangkan jika D < 1 maka model tersebut mempunyai kemampuan yang rendah. Perhitungan D juga dapat digunakan sebagai alat verifikasi model. Untuk menghitung D digunakan persamaan sebagai berikut (Kaufman and Remer 1994):

Keterangan:

D : Normalized Distance

µ1 : Rata-rata nilai sampel sebelum kebakaran µ2 : Rata-rata nilai sampel setelah kebakaran

σ1 : Standar deviasi nilai sampel sebelum kebakaran

σ2 : Standar deviasi nilai sampel setelah kebakaran

(15)

5

Pembuatan area bekas terbakar (burned area) referensi dari Citra Landsat 8. Untuk mengetahui besaran tingkat akurasi area bekas kebakaran yang dihasilkan oleh citra MODIS maka diperlukan data area terbakar pembanding. Area terbakar pembanding dibuat berdasarkan interpretasi visual dengan menggunakan citra resolusi lebih tinggi yaitu menggunakan citra Landsat 8.

Identifikasi area bekas kebakaran dari citra MODIS. Area bekas kebakaran diidentifikasi dari citra MODIS dengan menggunakan dua model berdasarkan nilai ambang batas yang telah diperoleh. Model identifikasi area bekas kebakaran yang dilakukan meliputi model perubahan NDVI dan NBR. Burned area berdasarkan model ∆NDVI, diidentifikasi dengan menggunakan persamaan:

Burned area berdasarkan model ∆NBR, diidentifikasi dengan menggunakan persamaan:

Perhitungan tingkat akurasi hasil identifikasi area bekas kebakaran dari citra MODIS. Tingkat akurasi area bekas kebakaran yang dihasilkan adalah dengan membandingkan antara area bekas kebakaran dari citra MODIS dengan area bekas terbakar referensi. Tingkat akurasi area bekas kebakaran dapat diketahui dengan menghitung Individual Classification Success Index (ICSI) yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Koukoulas and Blackburn 2001):

Keterangan:

ICSI : Individual Classification Success Index

Omm : Ommision; area bekas kebakaran yang masuk ke kelas lain Comm : Commision; area bekas kebakaran tambahan dari kelas lain

(16)

6

Gambar 1 Skema alur pengumpulan dan pengolahan data penelitian Pengunduhan data hotspot Provinsi

Kalimantan Barat tahun 2014 di http://earthdata.nasa.gov

Pola persebaran hotspot secara temporal (bulanan)

Analisis periode pucak kebakaran

Citra MODIS periode sebelum kebakaran hutan

Citra MODIS periode setelah kebakaran hutan

Identifikasi area terbakar (burned area)

overlay

Model identifikasi

burned area yang sesuai Selesai Pola sebaran hotspot

secara spasial

Citra Landsat 8

Uji Akurasi

NDVI pre NBR pre NDVI post NBR post

(17)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat

Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat Pulau Kalimantan atau diantara garis 2°08 LU dan 3°05 LS serta diantara 108°0 BT dan 114°10 BT pada peta bumi. Berdasarkan letak geografis ini, maka daerah Kalimantan Barat tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0°) tepatnya di Kota Pontianak. Provinsi Kalimantan Barat adalah salah satu daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi (Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat 2014). Batas-batas wilayah daerah Provinsi kalimantan Barat adalah sebelah utara berbatasan dengan Serawak (Malaysia), sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan Kalimantan Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kalimantan Timur dan sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Selat Karimata (Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat 2014).

Sebagian besar wilayah Kalimantan Barat merupakan daratan berdataran rendah dengan luas sekitar 146 807 km2. Wilayah ini membentang lurus dari Utara ke Selatan sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke Timur. Wilayah daratan diapit oleh dua pegunungan yaitu, Pegunungan Kalingkang di bagian Utara dan Pegunungan Schwaner di Selatan sepanjang berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Sebagian besar tutupan lahan di Kalimantan Barat adalah hutan (42.32%) dan semak belukar (34.11%). Adapun areal hutan terluas terletak di Kabupaten Kapuas Hulu (1 964 491 ha), sedangkan semak belukar terluas berada di Kabupaten Ketapang (1 374 145 ha) (Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat 2014).

(18)

8

Intensitas dan Pola Distribusi Titik Panas (Hotspot)

Kebakaran hutan dan lahan dapat dipantau melalui pengamatan titik panas melalui pemanfaatan penginderaan jauh yang diturunkan dari data berbasis citra. Istilah titik panas (hotspot) lebih tepat digunakan dibandingkan dengan istilah titik api (Thoha 2008). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.12/menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan, Pasal 1 angka 9 bahwa hotspot adalah indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan suhu di sekitarnya. Data hotspot dapat digunakan sebagai indikator kejadian kebakaran hutan dan lahan, namun perlu adanya peninjauan kembali mengenai akurasinya (Hanifah 2014).

Sumber data hotspot dapat diperoleh dari beberapa lembaga diantaranya NASA (The National Aeronaytics and Space Administration), LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan beberapa sumber lainnya. Sumber data hotspot yang memiliki akurasi baik salah satunya adalah dari sensor satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang diperoleh dari NASA (The National Aeronaytics and Space Administration) (Suwarsono et al. 2013).

Citra MODIS merupakan hasil dari perekam berupa citra (imagery) oleh sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dari satelit Terra/Aqua yang dioperasionalkan oleh NASA. Sensor MODIS mendeteksi suatu objek di permukaan bumi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu disekitarnya. Orbit Terra melintasi garis equator pada pagi hari dari arah utara ke selatan, sementara orbit Aqua melintasi garis equator pada sore hari dari selatan ke utara. MODIS Terra dan Aqua mengamati seluruh permukaan bumi setiap 2 hari dan mendapatkan data dalam 36 band spektral. Citra MODIS memiliki kelebihan yaitu lebih banyaknya spektral panjang gelombang, ketelitian cakupan lahan yang lebih, dan lebih kerapnya frekuensi pengamatan (NASA 2014). Sensor MODIS memiliki ambang batas 320K pada siang hari dan 315K pada malam hari. Hotspot MODIS terdeteksi pada ukuran 1 km x 1 km sehingga setiap kebakaran yang terdeteksi diwakili oleh 1 km piksel (Chrisnawati 2008). Sensor satelit citra MODIS memiliki aplikasi yang luas diantaranya aplikasi darat (land), aplikasi laut (ocean) dan aplikasi atmosfer (atmosphere).

(19)

9

Gambar 3 Grafik intensitas hotspot bulanan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2014

Model Identifikasi Area Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan dengan Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna. Metode penginderaan jauh merupakan pengukuran dan pengambilan data spasial berdasarkan perekaman sensor pada perangkat kamera udara, scanner, atau radar. Prinsip perekaman oleh sensor dalam pengambilan data melalui metode penginderaan jauh dilakukan berdasarkan perbedaan daya reflektansi energi elektromagnetik masing-masing objek di permukaan bumi. Daya reflektansi yang berbeda-beda oleh sensor akan direkam dan didefinisikan sebagai objek yang berbeda dan dipresentasikan dalam sebuah citra. Teknologi penginderaan jauh telah berkembang pesat beberapa saat ini. Kelebihan teknologi penginderaan jauh adalah menyediakan fasilitas pengidentifikasian pengukuran, dan penganalisisan karakteristik objek tanpa melakukan kontak langsung dengan objek tersebut. Teknologi penginderaan jauh telah diterapkan secara luas dan telah diakui sebagai alat yang ampuh dan efektif dalam mendeteksi penggunaan lahan dan perubahan penutupan lahan (Parsa 2014).

(20)

10

gelombang yang sensitif terhadap sensor. Resolusi radiometrik merupakan ukuran sensitif sensor untuk membedakan aliran radiasi yang dipantulkan oleh permukaan bumi, sedangkan resolusi temporal merupakan frekuensi suatu sistem merekam suatu areal yang sama.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat diaplikasikan untuk mengidentifikasi daerah bekas kebakaran hutan dan lahan. Pada penelitian ini, identifikasi daerah bekas kebakaran hutan dan lahan menggunakan dua model identifikasi yaitu model identifikasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan model identifikasi Normalized Burn Ratio (NBR). Model identifikasi tersebut diterapakan pada citra MODIS dengan nilai reflektansi kanal 1 hingga 7. Mencermati data citra MODIS yang memiliki karakteristik baik, maka dapat diketahui bahwa data dari citra MODIS dapat digunakan untuk mengetahui daerah-daerah yang telah mengalami kebakaran hutan dan lahan. (Suwarsono 2012).

Gambar 4 Perekaman citra MODIS untuk sebagian daerah Kalimantan Barat periode sebelum kebakaran pada tanggal 4 Februari 2014 dengan menggunakan ERMapper

(21)

11

Dalam pengaplikasiannya, NDVI menggunakan reflektansi kanal 1 dan 2, sedangkan NBR menggunakan reflektansi kanal 2 dan 7. Data citra MODIS yang digunakan adalah data dari bulan Januari hingga April 2014 dengan mengkombinasikan tanggal sebelum kebakaran dan setelah kebakaran. Tanggal terbaik yang diambil sebagai sampel adalah tanggal 4 Februari 2014 sebagai perekaman periode sebelum kebakaran dan 9 April 2014 sebagai perekaman periode setelah kebakaran.

Peristiwa kebakaran hutan dan lahan akan berdampak pada peningkatan nilai reflektansi spektrum panjang gelombang tampak, dari spektrum warna biru, hijau hingga ke merah (MODIS kanal 1, 3 dan 4). Peningkatan juga terjadi pada spektrum panjang gelombang infamerah pendek (MODIS kanal 6 dan 7). Selain itu kejadian kebakaran hutan dan lahan berakibat pada penurunan nilai reflektansi spektrum panjang gelombang infamerah dekat (MODIS kanal 2 dan 5). Nilai NDVI dan NBR juga mengalami penurunan akibat kejadian kebakaran hutan dan lahan (Suwarsono et al. 2013). Berdasarkan perhitungan nilai NDVI dan NBR dapat diketahui nilai rata-rata dan nilai standar deviasi periode sebelum kebakaran (pre fire), periode setelah kebakaran (post fire), dan nilai perubahan. Hasil tersebut tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Rata-rata dan standar deviasi NDVI dan NBR pada saat sebelum kebakaran (pre fire), setelah kebakaran (post fire) dan nilai perubahan Variabel Nilai Pre fire Post fire Perubahan

NDVI Mean 0.671 0.507 -0.164

SD 0.015 0.042 0.027

NBR Mean 0.653 0.234 -0.418

SD 0.023 0.065 0.043

(22)

12

Gambar 6 Grafik perubahan nilai rata-rata untuk model NDVI dan NBR

Akurasi Model Identifikasi Area Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan

Tingkat kemampuan model NDVI dan NBR dalam mengidentifikasi area bekas kebakaran

Untuk mengetahui tingkat kemampuan suatu variabel sebagai indikator dalam mendeteksi area bekas kebakaran, digunakan pendekatan nilai Distance ( D-value) (Kaufman dan Remer 1994). Nilai D > 1 menunjukan bahwa variabel tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi area bekas kebakaran, sebaliknya jika D < 1 menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki kemampuan yang kurang baik dalam mendeteksi area bekas kebakaran (Suwarsono 2012). Hasil perhitungan nilai D dari 24 lokasi sampel area bekas kebakaran, menunjukkan bahwa variabel dari NDVI dan NBR bernilai baik karena memberikan nilai lebih dari 1. Namun demikian, NBR memiliki kemampuan yang relatif lebih tinggi dibandingkan NDVI karena memiliki D-Value yang lebih tinggi. D-Value dari masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 D-Value NDVI dan NBR pada lokasi area bekas kebakaran

Variabel D-Value

NDVI 3.19

NBR 8.23

Hasil dari Tabel 2 menunjukkan bahwa variabel NBR memiliki nilai D sebesar 8.23 dan variabel NDVI memiliki nilai D sebesar 3.19. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel, baik NDVI maupun NBR memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi area bekas kebakaran.

Nilai ambang batas (threshold) NDVI dan NBR dari citra MODIS untuk mendeteksi area bekas kebakaran

(23)

13

yang lebih rendah. Perhitungan nilai ambang batas (threshold) dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata (µ) dan nilai standar deviasi (σ) masing-masing variabel. Threshold yang digunakan untuk menentukan area bekas kebakaran dalam penelitian ini adalah µ + 2σ dan µ - 2σ.

Hasil perhitungan terhadap 24 sampel area bekas kebakaran, menghasilkan nilai ambang batas (threshold) untuk pendeteksian area bekas kebakaran dengan menggunakan variabel NDVI dan NBR. Nilai ambang batas (threshold) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai ambang batas (threshold) deteksi area bekas kebakaran menggunakan variabel NDVI dan NBR

Variabel Post fire Perubahan

NDVI 0.590 -0.110

NBR 0.365 -0.333

Tingkat akurasi model identifikasi area bekas kebakaran hutan dan lahan

Nilai akurasi area bekas kebakaran untuk model NDVI dan NBR didapatkan dari nilai ambang batas yang digunakan sebagai persyaratan. Persayaratan tersebut tertera dibawah ini:

Persyaratan untuk model identifikasi NDVI: Syarat 1 NDVI : NDVI2 = 0.590

Syarat 2 NDVI : ∆NDVI = -0.110

Dimana, NDVI2 = Nilai NDVI setelah kebakaran

∆NDVI = Perubahan nilai NDVI sebelum dan setelah kebakaran Persyaratan untuk model identifikasi NBR:

Syarat 1 NBR : NBR2 = 0.365

Syarat 2 NBR : ∆NBR = -0.333

Dimana, NBR2 = Nilai NBR setelah kebakaran

(24)

14

Gambar 7 Hasil overlay akurasi model NDVI dari citra MODIS dan citra Landsat 8 dengan menggunakan Arc Map GIS 10

Keterangan:

: Burned area NDVI dari citra MODIS

(25)

15

Gambar 8 Hasil overlay akurasi model NBR dari citra MODIS dan citra Landsat 8 dengan menggunakan Arc Map GIS 10

Keterangan:

: Burned area NBR dari citra MODIS

: Burned area NBR dari citra Landsat 8

(26)

16

Tabel 4 Tingkat akurasi model dalam mengidentifikasi area bekas kebakaran Model Komisi (ha) Terkoreksi (ha) Omisi (ha) Jumlah (ha) Akurasi (%) memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi area bekas kebakaran hutan dan lahan di Provinsi kalimantan Barat. Namun, model NBR lebih memberikan nilai D yang tinggi (8.23) dibandingkan model NDVI (3.19), selain itu model NBR memberikan nilai akurasi sebesar 66.02% dan model NDVI memberikan nilai akurasi 64.02%, sehingga model identifikasi area bekas kebakaran yang paling sesuai diaplikasikan di Provinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan citra MODIS adalah model NBR.

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan model identifikasi area bekas kebakaran dengan menggunakan citra MODIS di berbagai daerah di wilayah Indonesia sebagai informasi mengenai area kebakaran hutan dan lahan sehingga dapat mempermudah dalam penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan.

DAFTAR PUSTAKA

Chrisnawati G. 2008. Analisa sebaran titik panas dan suhu permukaan daratan sebagai penduga terjadinya kebakaran hutan menggunakan sensor satelit NOAA/AVHRR dan EOS Aqua-Terra /MODIS. [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Cochrane MA. 2003. Fire science for rainforest. Nature. 421: 913-919.

Hanifah M. 2014. Analisis hubungan curah hujan dengan distribusi dan kemunculan titik panas (hotspot) untuk deteksi dini di Provinsi Kalimantan Timur. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Huete A, Justice C, Leeuwen VW. 1999. Modis vegetation index (MOD 13) Algorithm Theorical Basis Document. Virginia (US): University of Virginia, Departemen of Environmental Science, Charlottesville.

(27)

17

Kaufman YJ, Remer LA. 1994. Detection of forests fire using mid-IR reflectance: an application for aerosol studies. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, 32.672-683.

[KLH RI] Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2014. Lokakarya pencegahan kebakaran hutan dan lahan menuju masyarakat peduli api [Internet]. [diunduh 2015 Jun 01]. Tersedia pada: http://www.menlh.go.id/lokakarya-pencegahan-kebakaran-hutan-dan-lahan-menuju-masyarakat-peduli-api-mpa/.

Koukoulas S, Blackburn GA. 2001. Intoducing New Indices for Accuracy Evaluation of Classified Images Representing Semi-Natural Woodland Environments. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 67(4), 499-510.

Nunohiro E, Katayama K, K J Mackin, dan J G Park. 2007. Forest and field fire search system using MODIS data. Journal of Advanced Computational Intelligence and Intelligent Informatics. 11(8): 1043 – 1048.

Parsa IM. 2014. Studi komparasi beberapa teknik analisis citra Landsat multiwaktu untuk pemetaan lahan sawah (studi kasus Tanggamus-Lampung). Jakarta (ID): Prosiding Seminar nasional penginderaan jauh 2014.

[Pemprov Kalbar] Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. 2014. Sekilas Kalimantan Barat [Internet]. [diunduh 2015 Juni 3]. Tersedia pada: http://www.kalbarprov.go.id/profil.php?id=9.

Suwarsono. 2012. Daerah bekas kebakaran hutan dan lahan (burned area) di Kalimantan. [Tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Suwarsono, Rokhmatuloh, Waryono T. 2013. Pengembangan model identifikasi daerah bekas kebakaran hutan dan lahan (burned area) menggunakan citra MODIS di Kalimantan. J Penginderaan Jauh. 10(2): 93-112.

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia; Perilaku, Penyebab, dan Dampak Kebakaran. Malang (ID): Bayumedia Publishing. Thoha AS. 2008. Penggunaaan data hotspot untuk monitoring kebakaran hutan

(28)

18

LAMPIRAN

Lampiran 1 Rata-rata NDVI dan NBR pada sampel area bekas kebakaran dari citra MODIS pada saat sebelum kebakaran, setelah kebakaran dan nilai perubahan

No. Sampel Pre fire Post fire Perubahan

NDVI NBR NDVI NBR ∆NDVI ∆NDVI

1 0.743 0.692 0.516 0.191 -0.227 -0.501

2 0.731 0.610 0.437 0.233 -0.294 -0.377

3 0.704 0.719 0.633 0.605 -0.071 -0.115

4 0.773 0.721 0.441 0.457 -0.332 -0.264

5 0.620 0.604 0.548 0.335 -0.072 -0.269

6 0.756 0.725 0.633 0.605 -0.123 -0.120

7 0.578 0.646 0.437 0.023 -0.140 -0.623

8 0.475 0.495 0.305 0.080 -0.170 -0.415

9 0.736 0.721 0.470 0.278 -0.266 -0.443

10 0.574 0.588 0.396 0.265 -0.178 -0.323 11 0.749 0.700 0.628 0.327 -0.121 -0.373 12 0.678 0.564 0.461 0.028 -0.217 -0.536 13 0.745 0.754 0.618 0.323 -0.127 -0.431

14 0.623 0.659 0.674 0.366 0.051 -0.293

15 0.545 0.580 0.535 0.195 -0.010 -0.385 16 0.665 0.733 0.622 0.331 -0.043 -0.402 17 0.733 0.606 0.481 0.172 -0.252 -0.434 18 0.721 0.761 0.412 0.100 -0.308 -0.661 19 0.739 0.640 0.392 0.146 -0.347 -0.493

20 0.508 0.659 0.518 0.182 0.009 -0.476

(29)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 21 Januari 1993 sebagai anak kedua dari pasangan Wadih dan Mariam. Penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bekasi pada tahun 2011, dan pada tahun tersebut penulis dinyatakan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Undangan (SNMPTN Undangan).

Selama studi di IPB, penulis sempat menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Silvika tahun 2013 dan mata kuliah Silvikultur tahun 2014. Penulis aktif dalam kegiatan lembaga kemahasiswaan Fakultas Kehutanan IPB, seperti Himpunan Profesi Departemen Silvikultur Tree Grower Community (TGC) sebagai sekretaris divisi Communication and Information pada periode 2012/2013 dan sekretaris divisi Human Resources Development pada priode 2013/2014.

Tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Pangandaran dan Gunung Sawal, Jawa Barat. Tahun 2014 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan KPH Cianjur. Tahun 2015 penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi di PT Timah (Persero) Tbk, Kepulauan Belitung.

Gambar

Gambar 1  Skema alur pengumpulan dan pengolahan data penelitian
Gambar 2  Peta administrasi Provinsi Kalimantan Barat (Sumber: Diolah dengan Arc Map GIS 10)
Gambar 3  Grafik intensitas hotspot bulanan Provinsi Kalimantan Barat tahun
Gambar 4  Perekaman citra MODIS untuk sebagian daerah Kalimantan Barat periode
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dilarang mencantumkan klaim gizidan kesehatan tentang vitamin K pada label dan iklan produk susu, Terhadap produk susu yang telah beredar pada saat diberlakukannya

Bunga mawar potong kiss yang tangkainya direndam dalam larutan pulsing yang dilanjutkan dengan perendaman dalam vial isi akuades yang dikemas dalam kotak karton berukuran

Bernazar suatu kebiasaan masyarakat muslim yang telah lama di lakukan dalam kehidupan sehari-hari, di mana kebiasaan seperti ini dilakukan karena beberapa persoalan

c) Burung hantu digunakan oleh petani untuk menangkap tikus. Ramalkan apa yang akan berlaku sekiranya burung hantu hadir didalam habitat ini.. Rajah menunjukkan satu

Namun seiring dengan perkembangan teknologi maka ada beberapa modifikasi pada masing- masing stasiun pengolahan, untuk mendapatkan hasil yang optimal.oleh karena itu, disini

Pusat Statistik (BPS) Provinsi Ke- pulauan Bangka Belitung (Babel) mencatat jumlah penumpang ang- kutan laut antarpulau yang be- rangkat dari provinsi tersebut pada November

Korozyonun elcktrokimyasal mekanizmasına bağlı olarak, iki ya da daha çok sayıda farklı malzemenin bir araya gelmesi bir korozif ortam içinde galvanik korozyonu teşvik

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat, tanggal Pemotongan atau Pemungutan sebagaimana dimaksud pada