i
HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SEKOLAH DENGAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK DI TK GUGUS PAUD 3 KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Firda Luthfiana
12111244007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
MOTTO
personality is the dynamic organization with the individual of those psychophysical system, that determines his unique adjusment to his environment
Kepribadian adalah organisasi yang dinamis dengan individu yang sistem psikofisik , yang menentukan penyesuaian yang unik dengan lingkungannya
G.W. Allport
sekolah sebagai pusat pembelajaran yang bermakna dan sebagai proses sosialisasi dan pembudayaan kemampuan, nilai sikap, watak, dan perilaku hanya hanya dapat terjadi dengan kondisi infrakstruktur, tenaga kependidikan, sistem kurikulum, dan
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya tulis ini penulis persembahkan untuk:
1. Orang tua dan keluarga besar.
2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.
vii
HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SEKOLAH DENGAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK DI TK GUGUS PAUD 3 KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
Oleh Firda Luthfiana NIM 12111244007
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lingkungan sekolah dengan Pembentukan kepribadian anak di TK Gugus PAUD 3 Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Yogyakarta. Lingkungan merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi kepribadian manusia.
Penelitian ini adalah kuantitatif-korelasional jenis survey. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 331. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
probability sampling, dengan ukuran sampel menggunakan rumus Isaac dan Michael sehingga diperoleh sampel sebanyak 170 anak. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan studi dokumentasi. Data hasil tes dianalisis dengan menggunakan teknik analisis etha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lingkungan sekolah dengan pembentukan kepribadian anak di TK Gugus PAUD 3 Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Yogyakarta dengan dibuktikan nilai F hitung sebesar 67,40445 dan F tabel sebesar 3,06. Yang berarti F hitung lebih besar dari F tabel dan sebaliknya F tabel lebih kecil dari F hitung. TK ABA 1 Imogiri memiliki nilai mean tertinggi sebesar 80,7551, artinya bahwa dari ketiga sekolah tersebut TK ABA 1 Imogiri merupakan TK yang memiliki lingkungan paling kondusif untuk pembentukan kepribadian anak.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat beserta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir skripsi yang
berjudul “Hubungan antara Lingkungan sekolah dengan Pembentukan
Kepribadian Anak di TK Gugus PAUD 3 Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul
Yogyakarta” dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penyusunan
skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Ketua Jurusan PAUD yang telah memberikan motivasi dan arahan kepada
penulis.
3. Bapak Dr. Amir Syamsudin, M.Ag., selaku dosen pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis
selama proses penyusunan skripsi.
4. Ibu Ika Budi Maryatun, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah sabar
dan telaten memberikan saran dan arahan kepada penulis selama proses
penyusunan skripsi.
5. Keluarga saya tercinta, Bapak Asnan Rohyadi, Ibu Rustini Rahayu, dan
Adikku Ibnu Nur Aziz atas doa dan dukungannya.
6. TK Masyitoh Dukuh, TK Pertiwi 10 Imogiri, dan TK ABA I Imogiri sebagai
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... .xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 7
G. Definisi Operasional ... 8
BAB II KAJIAN TEORI A. Lingkungan Sekolah ... 9
1. Pengertian Sekolah ... 9
2. Pengertian Lingkungan Sekolah ... 11
B. Kepribadian ... 20
1. Pengertian Kepribadian ... 20
2. Aspek- aspek Kepribadian ... 23
xi
C. Hakikat Anak Usia Dini Usia 4- 6 Tahun ... 28
1. Pengertian Anak Usia Dini 4-6 Tahun ... 28
2. Karakteristik Anak Usia Dini 4- 6 Tahun ... 29
3. Aspek- aspek Perkembangan Anak Usia Dini Usia 4-6 Tahun ... 32
D. Penelitian yang Relevan ... 40
E. Desain Penelitian ... 41
F. Hipotesis ... 42
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 43
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43
1. Tempat Penelitian... 43
2. Waktu Penelitian ... 43
C. Subjek penelitian ... 43
1. Populasi ... 43
2. Sampel ... 44
D. Variable Penelitian ... 46
1. Variabel Bebas ... 46
2. Variabel Terikat ... 46
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 47
1. Teknik Pengumpulan Data ... 47
2. Instrumen Pengumpulan Data ... 48
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 50
1. Validitas Instrumen ... 50
2. Reliabilitas Instrumen ... 51
G. Teknik Analisis Data ... 52
H. Uji Hipotesis ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 55
1. Deskripsi lokasi ... 55
2. Deskripsi Data dan Analisis ... 56
xii
C. Pembahasan ... 67
D. Keterbatasan Penelitian ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 78
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Desain Penelitian ... 41
Gambar 2. Diagram Kepribadian Anak di TK Masyitoh Dukuh ... 58
Gambar 3. Diagram Variabel Kepribadian Anak di TK Masyitoh Dukuh ... 59
Gambar 4. Diagram Kepribadian Anak di TK Pertiwi 10 ... 60
Gambar 5. Diagram Variabel Kepribadian Anak di TK Pertiwi 10 ... 61
Gambar 6. Diagram Kepribadian Anak di TK ABA 1 Imogiri... 63
xiv
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Tingkap Pencapaian perkembangan Anak Usia 4 sampai 5 Tahun ... 33
Tabel 2. Tingkap Pencapaian perkembangan Anak Usia 5 sampai 6 Tahun ... 34
Tabel 3. Ukuran Populasi penelitian ... 44
Tabel 4. Ukuran Sampel Penelitian ... 45
Tabel 5. Kisi- Kisi Lembar Observasi Kepribadian Anak ... 48
Tabel 6. Tingkat Reliabilitas ... 52
Tabel 7. Rangkuman hasil Uji Normalitas ... 53
Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas ... 53
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kepribadian Anak TK Masyitoh Dukuh……….57
Tabel 10.Kriteria Kategorisasi TK Masyitoh Dukuh ...59
Tabel 11.Distribusi Frekuensi Kepribadian Anak TK Pertiwi 10 ...60
Tabel 12. Kriteria Kategorisasi TK Pertiwi 10 ... 61
Tabel 13.Distribusi Frekuensi Kepribadian Anak TK ABA 1 Imogiri ... 62
Tabel 14.Kriteria Kategorisasi TK ABA 1 Imogiri ... 63
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Surat Penelitian ... .78
Lampiran 2. Instrumen Penelitian ... .85
Lampiran 3. Validitas dan Reliabilitas ... .99
Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 103
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Santrock (2002: 22) menyatakan bahwa pada suatu proses kehidupan,
seorang manusia akan melewati periode atau tahapan dalam perkembangannya.
Erik erikson dalam bukunya yang berjudul Childhood and Society membaginya
dalam 8 periode, yaitu sejak manusia masih berada dalam proses pembuahan
hingga akhir hayatnya. Klasifikasi periode perkembangan yang paling luas
digunakan meliputi urutan sebagai barikut: (1) periode prakelahiran (prenatal
period), (2) masa bayi (infancy), (3) masa awal anak-anak (early childhood), (4)
masa pertengahan dan akhir anak-anak (middle and late childhood), (5) masa
remaja (adolescene), (6) masa awal dewasa (early adulthood), (7) masa
pertengahan dewasa (middle adulthood), dan (8) masa akhir dewasa (late
adulthood).
Masa kanak-kanak merupakan salah satu masa terpenting dalam
kehidupan manusia. Sehingga harus diperhatikan dengan baik oleh para pendidik.
Karena masa ini berbeda dengan masa lain dalam sifat, keistimewaan, dan
permulaan yang khas. Keberadaannya adalah tumpuan bagi masa selanjutnya.
Pada masa ini terletak pokok pertumbuhan kepintaran anak, kecenderungan minat
dan bakatnya, perkembangan pengetahuannya, penampakan perasaannya,
penampilan aktivitas inderawinya, penampilan maupun kepeduliannya, penilaian
kecenderungan yang baik maupun buruk.
Undang-Undang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak
2
dan belajar dalam suatu pendidikan. Orangtua dan pemerintah wajib menyediakan
sarana dan prasarana pendidikan untuk anak dalam rangka program belajar (UU
Perlindungan Anak UU RI No. 23 Tahun 2003, 2009: 59-69). Dengan adanya
Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut, maka sangat penting adanya sebuah
lembaga belajar khusus untuk belajar bagi anak-anak usia dini sebagai upaya
pemenuhan sebagian dari hak anak.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan bagian integral dalam
sistem pendidikan nasional yang saat ini mendapatkan perhatian cukup besar dari
pemerintah. PAUD dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan yang
pesat jika dilihat dari adanya peningkatan jumlah satuan Pendidikan Anak Usia
Dini cukup signifikan yang diprakarsai oleh masyarakat sekitar secara mandiri di
seluruh pelosok tanah air. Perkembangan ini bagian penting dari program utama
pembangunan pendidikan nasional. Dirjen PLS (Harun Rasyid, dkk., 2012: 31)
megungkapkan bahwa pendidikan merupakan investasi masa depan. Oleh karena
itu, pendidikan anak usia dini memegang peran yang sangat penting dalam
menyiapkan generasi mendatang yang unggul dan tangguh.
Tujuan dari pendidikan anak usia dini itu sendiri antara lain membentuk
anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal di
dalam memasuki pendidikan dasar dan masa dewasanya. Selain itu, pendidikan
anak usia dini juga bertujuan membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan
3
Pentingnya pendidikan bagi anak-anak yang direalisasikan dengan
diadakannya program pemerintah berupa Pendidikan Anak Usia Dini, adalah
sebagai tempat bagi tempat bagi anak-anak dalam mengembangkan bakat dan
kreatifitas mereka. Karena masa anak-anak merupakan masa di mana individu
pertama-tama memperoleh pengetahuan dari lingkungan sekitarnya. Dalam
menerima pengetahuan yang diperolehnya, anak-anak hanya sekedar mengadopsi
tanpa melakukan sebuah evaluasi baik atau buruk pengetahuan yang diperolehnya.
Semua pengetahuan akan diserap secara menyeluruh oleh anak-anak, tanpa
adanya sikap penyaringan terhadap sesuatu yang baik atau yang buruk. Maka
lingkungan yang baik akan membentuk kepribadian anak yang baik, sebaliknya
lingkungan yang buruk juga akan membentuk kepribadian anak yang buruk pula.
Perkembangan anak usia dini yang seimbang adalah sebagai dasar
pembentukan kepribadian. Hal itu meliputi perkembangan fisik, nilai-nilai agama,
daya pikir, daya cipta, sosial emosional, bahasa, moral, disiplin, nilai-nilai agama,
dan komunikasi. Guru sebagai seorang pendidik perlu adanya usaha dalam masa
perkembangan anak terutama dalam lingkungan. Hal tersebut dikarenakan masa
usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan
manusia, dan usia tersebut juga merupakan periode diletakkannya dasar struktur
kepribadian yang dibangun untuk sepanjang hidupnya (Hibana S. Rahman, 2002:
30).
Membentuk kepribadian anak sejak usia dini dapat memungkinkan anak
memiliki pribadi yang baik. Kepribadian dapat dipengaruhi lingkungan.
4
langsung. Sebab lingkungan merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi
kepribadian manusia. Salah satu lingkungan yang dapat mempengaruhi
kepribadian anak adalah lingkungan sekolah. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut
dapat dikatakan bahwasanya kepribadian dapat dibentuk dengan perilaku-perilaku
dari lingkungan, terutama lingkungan sekolah.
Lingkungan sekolah merupakan tempat bagi siswa untuk belajar bersama
teman-temannya secara terarah guna menerima transfer pengetahuan dari guru
yang didalamnya mencakup keadaan sekitar suasana sekolah, relasi siswa dengan
dan teman-temannya, relasi siswa dengan guru dan dengan staf sekolah, kualitas
guru dan metode mengajarnya, keadaan gedung, masyarakat sekolah, tata tertib,
fasilitas-fasilitas sekolah, dan sarana prasarana sekolah. Berdasarkan hal tersebut,
lingkungan sekolah berhubungan dengan perilaku sehari-hari anak di sekolah,
sehingga perlu adanya upaya pihak sekolah untuk membentuk kepribadian anak
yang baik.
Gugus PAUD 3 di Kecamatan Imogiri terdiri dari TK Masyitoh Dukuh,
TK Pertiwi 10 Imogiri, dan TK ABA I Imogiri. Ketiga TK tersebut sudah
menerapkan pembentukan kepribadian anak dalam pembelajarannya. Berdasarkan
studi pendahuluan pada bulan Desember 2015 peneliti melakukan observasi
Gugus PAUD 3 Kecamatan Imogiri. Observasi di lakukan secara bergantia
observasi di lakukan dengan wawancara guru dan melihat aktifitas pembelajaran
di kelas maupun luar kelas. Pertama diobservasi adalah TK Pertiwi 10 Pada
tanggal 14 Desember 2015 bahwa di TK ini pembentukan kepribadian dilakukan
5
masuk kelas dan hendak pulang, berdoa sebelum dan sesudah melakukan
pembelajaran, selain itu setiap hari jumat terdapat acara khusus di TK ini yaitu
pergi ke masjid untuk belajar tentang agama. Pada saat pembelelajaran anak
bersosialisasi dengan teman. Saling membantu saat ada teman yang mengalami
kesusahan. Dan masih banyak lagi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada
tanggal 15 Desember 2015 dan 16 Desember 2015 di TK Masyitoh Dukuh dan
TK ABA I Imogiri juga diperoleh hasil yang sama. Kedua TK ini juga melakukan
pembentukan kepribadian setiap hari pada anak melalui pembiasaan-pembiasaan
terpuji. Anak juga di biasakan untuk bertanggung jawab atas apa yang di kerjakan
seperti membereskan kembali mainan ketempat semula atau menempatkan sepatu
pada tempatnya. Di TK ABA I Imogiri pembentukan kepribadian termasuk ke
dalam aspek nilai agama moral dan sosial emosional .
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Lingkungan Sekolah
dengan Pembentukan Kepribadian Anak di TK Gugus PAUD 3 Kecamatan
Imogiri Kabupaten Bantul Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah pada penelitian
ini yaitu:
1. Lingkungan sekolah belum difungsikan secara optimal untuk membentuk
kepribadian anak.
2. Guru belum mengoptimalkan pembentukan kepribadian anak melalui
6 C.Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikam maka batasan masalah
pada penelitian ini adalah hubungan antara lingkungan sekolah dengan
pembentukan kepribadian anak di TK Gugus PAUD 3 Kecamatan Imogiri
Kabupaten Bantul Yogyakarta.
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara lingkungan sekolah dengan pembentukan
kepribadian anak di TK Gugus PAUD 3 Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul
Yogyakarta?
E.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: Mengetahui hubungan antara lingkungan sekolah dengan
pembentukan kepribadian anak di TK Gugus PAUD 3 Kecamatan Imogiri
Kabupaten Bantul Yogyakarta.
F.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan kegunaan
sebagai berikut:
1.Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wacana ilmiah terhadap
7
anak usia dini mengenai hubungan lingkungan sekolah dengan pembentukan
kepribadian anak.
2.Manfaat Praktis
a. Memberikan bahan pemikiran untuk pengambilan kebijakan yang tepat
mengenai pengaruh lingkungan pada anak.
b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan bagi
pelaksanaan penelitian-penelitian yang relevan di masa yang akan datang.
c. Dapat memberi masukan dan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dan
kelompok-kelompok kunci dalam masyarakat tentang pendidikan nilai dan
pentingnya faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian anak.
d. Memberi informasi yang sangat penting bagi semua pihak yang mempunyai
tanggung jawab terhadap anak, supaya masing-masing pihak memahami fungsi
dan tanggung jawabnya dalam proses pembentukan kepribadian anak.
G.Definisi Operasional
Definisi operasionan pada penelitian ini adalah :
1. Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi pembelajaran siswa di sekolah yang meliputi metode mengajar guru,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
waktu sekolah, keadaan gedung sekolah, alat pelajaran sehingga mempengaruhi
8 2. Kepribadian
Kepribadian merupakan tingkah laku yang khas, baik dari segi fisik
maupun segi psikis yang membedakan seorang anak yang satu dengan yang lain
9
BAB II KAJIAN TEORI
A.Lingkungan Sekolah
1. Pengertian Sekolah
Syamsu Yusuf (2001:54) mengungkapkan bahwa sekolah merupakan
lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program
bimbingan, mengajar, dan latihan dalam ragka membantu siswa agar mampu
mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral, spiritual,
intelektual, emosional, maupun sosial. Sedangkan, menurut Soedjiarto (2000:46),
sekolah sebagai pusat pembelajaran yang bermakna dan sebagai proses sosialisasi
dan pembudayaan kemampuan, nilai sikap, watak, dan perilaku hanya hanya
dapat terjadi dengan kondisi infrakstruktur, tenaga kependidikan, sistem
kurikulum, dan lingkungan yang sesuai. Sekolah merupakan lembaga pendidikan
formal yang sistematis melaksanakan program pembelajaran yang bermakna
dalam rangka membantu mengembangkan segala potensi siswa.
Sekolah adalah lembaga pendidikan secara resmi menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja dan terarah yang
dilakukan oleh pendidik yang professional dengan program yang dituangkan ke
dalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada setiap jenjang
tertentu, mulai dari tingkat anak-anak sampai perguruan tinggi.“Sekolah adalah lingkungan pendidikan yang mengembangkan dan meneruskan pendidikan anak
menjadi warga Negara yang cerdas, terampil & bertingkah laku baik” (Sumitro 2006:81). Sekolah sebagai tempat belajar bagi seorang siswa dan teman-temannya
10
belajar dilaksanakan secara formal. Sekolah merupakan lingkungan pendidikan
formal karena terlaksana serangkaian kegiatan terencana dan terorganisasi,
termasuk kegiatan dalam rangka proses belajar-mengajar di kelas.
Letak gedung sekolah harus memenuhi syarat-syarat seperti tidak terlalu
dekat dengan kebisingan/jalan ramai dan memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan ilmu kesehatan sekolah (Sumadi Suryabrata, 2006:233) lingkungan
sekolah seperti para guru, staf administrasi dan teman-teman sekelas juga dapat
mempengaruhi semangat belajar siswa. Para guru yang menunjukkan sikap dan
perilaku yang simpatik, misalnya rajin membaca dan berdiskusi dapat menjadi
daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa. Teman-teman yang rajin
belajar dapat mendorong seorang siswa untuk lebih semangat dalam kegiatan
belajarnya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Sekolah adalah
lembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga, karena makin besar
kebutuhan anak, maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya sebagai kepala
lembaga sekolah ini. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam
mendidik anak, sekolah memberikan pendidikan dan mengajaran kepada
anak-anak mengenai pendidikan yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua
11 2.Pengertian Lingkungan Sekolah
Gerakan Disiplin Nasional (GDN) (Tulus Tu’u 2004:11) menyatakan lingkungan sekolah diartikan sebagai lingkungan dimana para siswa dibiasakan
dengan nilai-nilai kegiatan pembelajaran sebagai bidang studi yang dapat meresap
kedalam kesadaran hati nuraninya. Menurut Tulus Tu’u (2004:1), lingkungan sekolah dipahami sebagai lembaga pendidikan formal, dimana ditempat inilah
kegiatan belajar mengajar berlangsung, ilmu pengetahuan diajarkan dan
dikembangkankepada anak didik.
Nana Syaodih Sukmadinata (2004:164), lingkungan sekolah meliputi:
a) Lingkungan fisik sekolah seperti sarana dan prasarana belajar, sumber-sumber
belajar dan media belajar.
b) Lingkungan sosial menyangkut hubungan siswa dengan teman-temannya,
guru-gurunya, keluarga, dan staf sekolah yang lain.
c) Lingkungan akademis yaitu suasana sekolah dan pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar dan berbagai kegiatan ekstra kulikuler. Lingkungan sekolah terkait
dengan metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
siswa dengan siswa, disiplin sekolah.
Lingkungan sekolah mencakup keadaan lingkungan sekolah, suasana
sekolah, keadaan gedung, masyarakat sekolah, tata tertib dan fasilitas-fasilitas
sekolah. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan alat dan
fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pembelajaran lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan sekolah
12
terarah guna menerima transfer pengetahuan dari guru yang didalamnya
mencakup keadaan sekitar suasana sekolah, relasi siswa dengan dan
teman-temannya, relasi siswa dengan guru dan dengan staf sekolah, kualitas guru dan
metode mengajarnya, keadaan gedung, masyarakat sekolah, tata tertib,
fasilitas-fasilitas sekolah, dan sarana prasarana sekolah.
Sekolah merupakan salah satu institusi sosial yang mempengaruhi proses
sosialisasi dan fungsi mewariskan kebudayaan masyarakat kepada anak. Sekolah
merupakan salah satu sistem sosial yang mempunyai organisasi dan pola relasi
sosial diantara para anggotanya. Menurut Abu Ahmadi (1991:187) menyatakan
bahwa kebudayaan sekolah mempunyai beberapa unsur penting, yaitu:
a) Letak lingkungan dan prasarana fisik sekolah
b) Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun fakta-fakta yang
menjadi program keseluruhan pendidikan.
c) Pribadi-pribadi yang merupakan warga sekolah yan terdiri atas siswa, guru,
kepala sekolah dan tenaga administrasi.
d) Nilai-nilai norma, sistem peraturan, dan iklim kehidupan sekolah.
Muhibbin Syah (2003: 152) menggolongkan lingkungan sekolah menjadi
dua, yaitu:
a) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah seluruh warga sekolah, baik itu guru, karyawan
maupun teman-teman sekelas, semuanya berkaitan dengan semangat belajar siswa
13
memperlihatkan teladan yang baik khususnya dalam hal belajar seperti misalnya
rajin membaca.
b) Lingkungan Nonsosial
Lingkungan nonsosial adalah gedung sekolah dan letaknya, alat-alat
belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar siswa. Untuk menyelenggarakan
pendidikan di sekolah, gedung merupakan prasyarat paling utama yang harus
dipenuhi oleh sekolah harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kebutuhan
siswa.
Slameto (2003:64), mengatakan bahwa faktor sekolah yang
mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran dan waktu
sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
Dalam penelitian ini yang menjadi indikator dari lingkungan sekolah
adalah sebagai berikut:
a) Lingkungan Sosial
(1) Relasi Guru dengan Siswa
Guru dan siswa menjalin hubungan yang baik, maka akan menimbulkan
sikap siswa kepada guru yang baik pula. Sehingga melalui hubungan yang baik
antara guru dan siswa diharapkan mampu membentuk kepribadian anak.
(2) Relasi Siswa dengan Siswa
Siswa yang memilki sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan
14
dapat terbentuk yaitu dapat membedakan hal baik dan buruk akibat tingkah laku
anak tersebut.
b) Lingkungan Nonsosial
(1) Metode Pengajaran Guru
Kegiatan belajar mengajar merupakan proses penting dalam
pembentukan kepribadian anak, hal ini disebabkan karena anak cenderung
berinteraksi penuh dengan guru melalui tatap muka.
(2) Disiplin Sekolah
Kedisiplann sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam
sekolah. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dan
melakukan tata tertib, kedisiplinan pengawai/karyawan dalam pekerjaan
administrasi dan kebersihan/keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman.
(3) Fasilitas Sekolah
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat
pelajran yang dipakai oleh guru ketika mengajar dipakai pula oleh siswa untuk
menerima bahan yang diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan
memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa.
(4) Keadaan Gedung
Untuk dapat mendukung proses belajar siswa di sekolah, terlebih lagi
jumlah siswa yang cukup banyak yang memilki beragam karakteristik menuntut
adanya suasana sekolah yang dapat membantu proses belajar mereka. Dengan
jumlah siswa yang banyak serta bervariasi berkarakteristik mereka masing-masing
15
Berdasarkan pernyataan oleh beberapa ahli yang telah diuraikan, maka
dapat disimpulkan bahwa aspek lingkungan sekolah mencakup sarana dan
prasarana sekolah, standar proses, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa
dengan siswa. Beberapa aspek tersebut yang akan dijadikan sebagai variabel
penelitian.
1. Sarana dan Prasarana
Permendikbud No. 137 tahun 2014, menyatakan bahwa sarana dan
prasarana merupakan perlengkapan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan
kegiatan pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak usia dini, selain itu
sarana dan prasana juga memiliki syarat yaitu
a. Memiliki luas lahan minimal 300 m2 (untuk bangunan dan halaman).
b. Memiliki ruang kegiatan anak yang aman dan sehat dengan rasio minimal 3 m2
per-anak dan tersedia fasilitas cuci tangan dengan air bersih.
c. Memiliki ruang guru
d. Memiliki ruang kepala
e. Memiliki ruang tempat UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dengan kelengkapan
P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)
f. Memiliki jamban dengan air bersih yang mudah dijangkau oleh anak dengan
pengawasan guru
g. Memiliki ruang lainnya yang relevan dengan kebutuhan kegiatan anak;
h. Memiliki alat permainan edukatif yang aman dan sehat bagi anak yang sesuai
16
i. Memiliki fasilitas bermain di dalam maupun di luar ruangan yang aman dan
sehat.
j. Memiliki tempat sampah yang tertutup dan tidak tercemar, dikelola setiap hari.
k. Memiliki peralatan pendukung keaksaraan.
2. Standar proses pembelajaran PAUD
Permendikbud No. 58 Tahun 2009 standar proses pembelajaran PAUD
meliputi perencanaan dan pelaksanaan.
a. Perencanaan
Perencanaan penyelenggaraan PAUD meliputi Perencanaan Semester,
Rencana Kegiatan Mingguan (RKM) dan Rencana Kegiatan Harian (RKH). Pada
tahap perencanaan terdapat prinsip-prinsip
1) Memperhatikan tingkat perkembangan, kebutuhan, minat dan karakteristik
anak.
2) Mengintegrasikan kesehatan, gizi, pendidikan, pengasuhan, dan
perlindungan.
3) Pembelajaran dilaksanakan melalui bermain.
4) Kegiatan pembelajaran dilakukan secara bertahap, berkesinambungan, dan
bersifat pembiasaan.
5) Proses pembelajaran bersifat aktif, kreatif, interaktif, efektif, dan
menyenangkan.
6) Proses pembelajaran berpusat pada anak.
7) Pemilihan metode yang tepat dan bervariasi.
17
9) Pemilihan teknik dan alat penilaian sesuai dengan kegiatan yang
dilaksanakan.
b. Pelaksanaan
1) Menciptakan suasana bermain yang aman, nyaman, bersih, sehat, dan menarik.
2) Penggunaan alat permainan edukatif memenuhi standar keamanan, kesehatan,
dan sesuai dengan fungsi stimulasi yang telah direncanakan.
3) Memanfaatkan lingkungan.
4) Kegiatan dilaksanakan di dalam ruang/kelas dan di luar ruang/kelas.
5) Kegiatan dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan.
6) Pengelolaan kegiatan pembelajaran pada usia 4 - ≤6 tahun dilakukan dalam individu, kelompok kecil, dan kelompok besar meliputi tiga kegiatan pokok,
yaitu pembukaan, inti dan penutup.
7) Melibatkan orang tua/keluarga.
3. Hubungan guru dengan anak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Pasal 40 Ayat 2, dinyatakan
bahwa kewajiban pendidik adalah : (1) menciptakan suasana pendidikan yang
bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (2) mempunyai
komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (3)
memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Berdasarkan
hal tersebut, maka perlu adanya kompetensi guru dalam membangun hubungan
yang baik kepada anak. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005: Standar
18
a. Kompetensi Pedagogis, mencangkup kemampuan untuk dapat,
1) Memahami karakteristik, kebutuhan, dan perkembangan peserta didik
2) Menguasai konsep dan prinsip pendidikan
3) Menguasai konsep, prinsip dan prosedur pengembangan kurikulum
4) Menguasai teori, prinsip, dan strategi pembelajaran
5) Menciptakan situasi pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian,
6) Menguasai prinsip, konsep, prosedur, dan strategi bimbingan belajar peserta
didik,
7) Menguasai media pembelajaran termasuk teknologi komunikasi
8) Menguasai prinsip, alat, dan prosedur penilaian proses dan hasil belajar.
b. Kempotensi Kepribadian, mencangkup kemampuan untuk dapat,
1) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, mantap, stabil, dewasa,
berwibawa serta arif dan bijaksana,
2) Berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
sekitar.
3) Memiliki jiwa, sikap, dan perilaku demokratis
4) Memiliki sikap dan komitmen terhadap profesi serta menjunjung kode etik
pendidik.
c. Kompetensi Sosial, mencangkup kemampuan untuk dapat,
1) Bersikap terbuka, obejektif, dan tidak diskriminatif
19
3) Berkomunikasi dan bergaul secara kelogial dan santun dengan sesama tutor
dan tenaga kependidikan.
4) Berkomunikasi secara empatik dan santun dengan orang tua/wali peserta didik
serta masyarakat sekitar
5) Beradaptasi dengan kondisi sosial setempat
6) Bekerja sama secara efektif dengan peserta didik, sesama tutor dan tenaga
kependidikan, dan masyarakat sekitar
4. Interaksi dengan teman sebaya
Dalam berinteraksi dengan teman sebaya, anak akan memilih anak lain
yang usianya hampir sama, dan di dalam berinteraksi dengan teman sebaya
lainnya, anak dituntut untuk dapat menerima teman sebayanya. Dalam
penerimaan teman sebayanya anak harus mampu menerima persamaan usia,
menunjukkan minat terhadap permainan, dapat menerima teman lain dari
kelompok yang lain, dapat menerima jenis kelamin lain, dapat menerima keadaan
fisik anak yang lain, mandiri atau dapat lepas dari orang tua atau orang dewasa
lain, dan dapat menerima kelas sosial yang berbeda (Maccoby, 1980, Styczynski
and Langlois, 1977 ) dalam Helms and Turner (1984: 223-224).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
lingkungan sekolah adalah jumlah semua benda hidup dan mati serta seluruh
kondisi yang ada didalam lembaga pendidikan untuk membantu siswa
mengembangkan potensinya dengan program pendidikan untuk membantu siswa
mengembangkan potensinya dengan dibiasakan nilai-nilai tata tertip sekolah serta
20 B. Kepribadian
1. Pengertian Kepribadian
Para ahli berbeda pendapat dalam memberikan definisi kepribadian. Hal
ini dikarenakan perbedaan disiplin ilmu yang mereka jadikan penelitian, juga
karena kemampuan dan latar belakang mereka, akan tetapi hal ini tidak
menjadikan kelemahan perkembangan ilmu pengetahuan, bahkan menambah
khasanah dan cakrawala luasnya pengetahuan.
Istilah “kepribadian” sering dijumpai dalam beberapa literatur dengan
berbagai ragam makna dan pendekatan. Sebagian psikolog ada yang menyebutnya
dengan (1) personality (kepribadian) sendiri, sedang ilmu yang membahasnya
disebut dengan “The Psychology of Personality”, atau “Theory of Personality”;
(2) character (watak atau perangai), sedang ilmu yang membicarakannya disebut
dengan “The Psychology of Character”, atau “Characterology”; (3) type (tipe),
sedang ilmu yang membahasnya disebut dengan “Typology” (Sumadi Suryabrata,
2006: 1). Ketiga istilah tersebut yang dipakai adalah istilah kepribadian. Selain
ruang lingkupnya jelas, istilah kepribadian juga mencerminkan konsep keunikan
diri seseorang.
Kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “personality”
yang berasal dari bahasa Latin “person” (kedok) dan “personare” (menembus).
Person biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman kuno untuk
memerankan satu bentuk tingkah laku dan karakter pribadi tertentu, sedang
personare adalah bahwa para pemain sandiwara itu dengan melalui kedoknya
21
manusia tertentu. Jadi persona itu bukan pribadi pemain itu sendiri, tetapi
gambaran pribadi dari tipe manusia tertentu dengan melalui kedok yang
dipakainya (Syamsu Yusuf, 2001: 126).
G.W. Allport, menurutnya kepribadian atau personality adalah sebagai
berikut : personality is the dynamic organization with the individual of those
psychophysical system, that determines his unique adjusment to his environment
(Elizabeth B. Hurlock, 1993: 524). Artinya kepribadian adalah suatu organisasi
yang dinamis sebagai sistem psikophisik dalam individu yang menentukan
caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap alam sekitar.
Organisasi jiwa raga merupakan komponen atau aspek struktur dalam diri
kepribadian. Sedangkan penyesuaian diri merupakan struktur luar dari
kepribadian yang lebih bersifat dinamis dalam menghadapi berbagai situasi,
kondisi, dan perubahan lingkungan. Pada dasarnya manusia mempunyai struktur
dalam yang sama dengan manusia lainnya. Demikian pula faktor yang
mempengaruhinya pada garis besarnya sama, yaitu faktor pembawaan dan
lingkungan. Hanya warna dan ciri-ciri kepribadiannya yang berbeda dengan
manusia lain, karena tidak ada lingkungan yang mempunyai efektifitas pengaruh
yang sama terhadap dua orang atau lebih. Tiap individu akan memberikan makna
atau penghayatan yang berbeda terhadap lingkungan (Abdul Aziz, 2001: 68).
Ahmad Fauzi (1997:121) mendefinisikan kepribadian adalah keseluruhan
pola (bentuk) tingkah laku, sifat-sifat, kebiasaan, kecakapan, bentuk tubuh, serta
unsur-unsur psiko-fisik lainnya yang selalu menampakkan diri dalam kehidupan
22
oleh seseorang tersebut, baik dalam arti kepribadian yang baik atau pun yang
kurang baik, misalnya untuk membawakan kepribadian yang angkara murka,
serakah, dan sebagainya, sering ditopengkan dengan gambar raksasa. Sedangkan
untuk perilaku yang baik, budi luhur, suka menolong, berkorban ditopengkan
dengan seorang kesatria dan sebagainya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembentukan
keribadian anak adalah suatu proses perubahan bertahap kearah yang lebih tinggi
yang menjadikan suatu totalitas sifat, tingkah laku anak yang khas, baik dari segi
fisik maupun segi psikis yang membedakan seorang anak yang satu dengan yang
lainnya yang merupakan amanah bagi kedua orang tua menuju kesempurnaan atau
kematangan serta sempurna agar kelak menjadi insan kamil, berguna bagi agama
bangsa dan negara. Pengertian kepribadian adalah suatu kesatuan yang fungsional
antara fisik dan psikis atau jiwa raga dalam diri individu yang membentuk
karakter atau ciri khas maupun sikap batinnya sebagai bentuk terhadap
penyesuaian dengan lingkungannya. Jadi kepribadian terbentuk melalui proses
yang cukup panjang sepanjang kehidupan manusia itu sendiri, sehingga
pembentukannya harus dilakukan melalui bimbingan dan pengarahan.
2. Aspek- aspek Kepribadian
Freud yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata (2003: 124) menyatakan
kepribadian terdiri atas tiga aspek, yaitu:
a. Das Es (the id), yaitu aspek biologis.
b. Das ich (the ego), yaitu aspek psikologis.
23
Yoesuf Noesyirwan yang dikutip oleh Abdul Aziz (2001: 69)
menganalisis kepribadian ke dalam empat daerah atau aspek, yaitu:
a. Vitalitas sebagai konstanta dari semangat hidup pribadi.
b. Temperamen sebagai konstanta dari warna dan corak pengalaman pribadi serta
cara beraksi dan bergerak.
c. Watak sebagai konstanta dari hasrat, perasaan, dan kehendak pribadi mengenai
nilai-nilai.
d. Kecerdasan, bakat, daya nalar sebagai konstanta kemampuan pribadi.
Ahmad D. Marimba (1989: 67) secara garis besarnya membagi
aspek-aspek kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu aspek-aspek jasmaniah, aspek-aspek kejiwaan,
dan aspek kerohanian yang luhur. Hal senada juga diungkapkan Abdullah Nashih
Ulwan (1992: 7), bahwa pengembangan kepribadian anak meliputi tiga aspek,
yaitu: jasmani, intelektual, dan aspek rohani atau kejiwaan. Aspek jasmani
merupakan persiapan dan pembentukan, aspek intelektual merupakan penyedaran
pembudayaan, dan pengajaran, sedangkan aspek rohani merupakan keterbukaan,
kemandirian, dan pengendalian diri.
Zuhairini (1995: 67) menyatakan pada garis besarnya aspek-aspek
kepribadian itu dapat digolongkan dalam tiga hal:
a. Aspek-aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dan
kelihatan dari luar, misalnya cara-caranya berbuat, cara-caranya berbicara, dan
sebagainya.
b. Aspek-aspek kejiwaan, meliputi aspek-aspek yang tidak dapat segera dilihat
24
c. Aspek-aspek kerohaniaan yang luhur, meliputi aspek-aspek kejiwaan yang
lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan ini meliputi sistem-sistem
nilai yang telah meresap di dalam kepribadian, yang telah menjadi bagian dan
mendarah daging dalam kepribadian itu.
Kepribadian secara sempurna harus dilengkapi dengan berbagai faktor
yang menentukan terbentuknya kepribadian. Dalam mengkaji faktor-faktor yang
membentuk kepribadian, para ahli jiwa biasanya mengkaji faktor biologis, sosial,
budaya; mereka juga mengkaji dampak keturunan, struktur tubuh, sifat
pembentukan sistem-sistem syaraf kelenjar. Utsman Najati berpendapat bahwa
yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian adalah faktor keturunan
dan faktor lingkungan (Ustman Najati, 1985: 241). Faktor keturunan adalah
faktor-faktor yang timbul dari individu sendiri, sedangkan faktor lingkungan yaitu
faktor-faktor yang timbul dari lingkungan sosial budaya.
3. Faktor- faktor Kepribadian
Abin Syamsudin Makmun (2002: 81) mengemukakan bahwa ada tiga
faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian, ialah faktor bawaan
(heredity) yang bersifat alamiah, faktor lingkungan (environment), dan faktor
waktu (time) yaitu saat-saat tibanya masa peka atau kematangan. Selain itu
Menurut Abin Syamsudin Makmun (2003) mengemukakan bahwa aspek-apek
kepribadian sebagai berikut
a. Karakter
Karakter adalah konsekuen tidaknya mematuhi etika atau perilaku
25
b. Tempramen
Tempramen adalah disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya
mengenai mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang akan datang dari
lingkungannya.
c. Sikap
Sikap ialah sambutan terhadap objek yang sifatnya positif, negatif atau
ambivalen.
d. Stabilitas emosi
Stabilitas emosi yaitu ukuran kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan lingkungannya, misalnya mudah tidak tersinggung, marah, putus asah
atau sedih.
e. Responsibilitas (tanggung jawab)
Tanggung jawab yaitu kesiapan untuk menerima risiko dari tindakan atau
perbuatan yang dilakukan. Misalnya mau menerima risiko yang wajar, cuci
tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
f. Sosiabilitas
Sosiabilitas adalah disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Misalnya, sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain.
Hasil studi pola perkembangan kepribadian telah mengemukakan adanya
tiga faktor yang menentukan kepribadian yaitu faktor bawaan, pengalaman awal
26
selanjutnya (Elizabeth B. Hurlock, 1998: 238). Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Faktor keturunan atau faktor pembawaan
Setiap manusia lahir di muka bumi ini mempunyai pembawaan
sendiri-sendiri yang mempengaruhi tingkah lakunya atau kepribadiannya. Dengan
demikian manusia mempunyai dua kecenderungan pembawaan, yaitu baik dan
buruk. Sebenarnya faktor pembawaan atau keturunan mempunyai pengaruh
terhadap pembentukan kepribadian, yang mana faktor tersebut ada sejak zaman
azali atau ketika anak masih dalam kandungan ibunya, yaitu pembawaan fitrah
sebagai potensi dasar alamiah yang berupa naluri keagamaan.
b. Faktor lingkungan (faktor-faktor yang timbul dari lingkungan sosial budaya)
Lingkungan merupakan suatu faktor yang berpengaruh dalam
pembentukan kepribadian karena lingkungan berhubungan langsung dengan
seseorang, dimana perkembangan seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Mulai cara bergaul, mendapat pendidikan, berkeyakinan, berbahasa, berfikir,
berakhlak dan bertingkah laku, semua tadi berpeluang sekali dalam
mempengaruhi rohani atau kejiwaan seseorang.
c. Pengalaman-pengalaman dalam kehidupan selanjutnya
Selain dari ketiga faktor tersebut, juga ada beberapa faktor yang
membentuk kepribadian anak, yaitu faktor peranan cinta kasih dalam pembinaan
kepribadian, faktor tidak menghina dan mengurangi hak anak, faktor perhatian
27 C. Hakikat Anak Usia Dini
1 .Pengertian Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun. Menurut
Beichler dan Snowman dalam (Dwi Yulianti, 2010: 7), anak usia ini adalah anak
yang berusia 4-6 tahun. Sedangkan hakikat anak usia dini adalah individu yang
unik di mana ia memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik,
kognitif, sosio emosional, kreativitas, bahasa, dan komunikasi khusus yang sesuai
dengan tahapn yang sedang dilalui oleh anak tersebut (Augusta: 2012). Dari
berbagai definisi, dapat disimpulkan bahwa anak usia adalah anak yang berusia
0-8 tahun yang sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik
maupun mental.
Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah golden age atau masa
emas. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk
tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Perkembangan setiap anak tidak
sama karena setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda. Makanan
yang bergizi dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Apabila anak diberikan stimulasi secara
intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas
perkembangannya dengan baik.
2. Karakteristik Anak TK Usia 4-6 Tahun
Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, sosial,
moral dan sebagainya. Menurut Siti Aisyah,dkk (2010: 1.4-1.9) karakteristik anak
28
yang unik, c) suka berfantasi dan berimajinasi, d) masa paling potensial untuk
belajar, e) menunjukkan sikap egosentris, f) memiliki rentang daya konsentrasi
yang pendek, g) sebagai bagian dari makhluk sosial.
Usia dini merupakan masa emas, masa ketika anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini anak paling peka dan
potensial untuk mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar. Hal ini
dapat kita lihat dari anak sering bertanya tentang apa yang mereka lihat. Apabila
pertanyaan anak belum terjawab, maka mereka akan terus bertanya sampai anak
mengetahui maksudnya. Di samping itu, setiap anak memiliki keunikan
sendiri-sendiri yang berasal dari faktor genetik atau bisa juga dari faktor lingkungan.
Faktor genetik misalnya dalam hal kecerdasan anak, sedangkan faktor lingkungan
bisa dalam hal gaya belajar anak.
Anak usia dini suka berfantasi dan berimajinasi. Hal ini penting bagi
pengembangan kreativitas dan bahasanya. Anak usia dini suka membayangkan
dan mengembangkan suatu hal melebihi kondisi yang nyata. Salah satu khayalan
anak misalnya kardus, dapat dijadikan anak sebagai mobil-mobilan. Menurut
Berg, rentang perhatian anak usia 5 tahun untuk dapat duduk tenang
memperhatikan sesuatu adalah sekitar 10 menit, kecuali hal-hal yang biasa
membuatnya senang. Anak sering merasa bosan dengan satu kegiatan saja.
Bahkan anak mudah sekali mengalihkan perhatiannya pada kegiatan lain yang
dianggapnya lebih menarik. Anak yang egosentris biasanya lebih banyak berpikir
dan berbicara tentang diri sendiri dan tindakannya yang bertujuan untuk
29
ketika keinginannya tidak dipenuhi. Anak sering bermain dengan teman-teman di
lingkungan sekitarnya. Melalui bermain ini anak belajar bersosialisasi. Apabila
anak belum dapat beradaptasi dengan teman lingkungannya, maka anak anak akan
dijauhi oleh teman-temannya. Dengan begitu anak akan belajar menyesuaikan diri
dan anak akan mengerti bahwa dia membutuhkan orang lain di sekitarnya.
Karakteristik anak usia dini merupakan individu yang memiliki tingkat
perkembangan yang relatif cepat merespon (menangkap) segala sesuatu dari
berbagai aspek perkembangan yang ada. Sedangkan karakteristik anak usia dini
menurut Richard D.Kellough (Kuntjojo: 2010) adalah sebagai berikut: a)
egosentris, b) memiliki curiosity yang tinggi, c) makhluk sosial, d) the unique
person, e) kaya dengan fantasi, f) daya konsentrasi yang pendek, g) masa belajar
yang paling potensial.
Egosentris adalah salah satu sifat seorang anak dalam melihat dan
memahami sesuatu cenderung dari sudut pandang dan kepentingan diri sendiri.
Anak mengira bahwa semuanya penuh dengan hal-hal yang menarik dan
menakjubkan. Melalui interaksi dengan orang lain anak membangun konsep diri
sehingga anak dikatakan sebagai makhluk sosial. Anak memiliki daya imajinasi
yang berkembang melebihi apa yang dilihatnya. Anak juga memiliki daya
perhatian yang pendek kecuali terhadap hal-hal yang bersifat menyenangkan bagi
anak. Berbagai perbedaan yang dimiliki anak penanganan yang berbeda
mendorong pada setiap anak. Pada masa belajar yang potensial ini, anak
30
Anak usia dini merupakan masa peka dalam berbagai aspek
perkembangan yaitu masa awal pengembangan kemampuan fisik motorik, bahasa,
sosial emosional, serta kognitif. Menurut Piaget (Slamet Suyanto, 2003: 56-72),
anak memiliki 4 tingkat perkembangan kognitif yaitu tahapan sensori motorik
(0-2 tahun), pra operasional konkrit ((0-2-7 tahun), operasional konkrit (7-11 tahun),
dan operasional formal (11 tahun ke atas).
Anak yang berusia (0-2 tahun) masuk pada tahap sensori motorik, anak
mengembangkan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan dengan gerakan dan tindakan fisik. Anak lebih banyak
menggunakan gerak reflek dan inderanya untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Pada perkembangan pra operasional, proses berpikir anak mulai
lebih jelas dan menyimpulkan sebuah benda atau kejadian walaupun itu semua
berada di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan tangannya. Pada tahap
operasional konkrit, anak sudah dapat memecahkan persoalan-persoalan
sederhana yang bersifat konkrit dan dapat memahami suatu pernyataan,
mengklasifikasikan serta mengurutkan. Pada tahap operasional formal, pikiran
anak tidak lagi terbatas pada benda-benda dan kejadian di depan matanya. Pikiran
anak terbebas dari kejadian langsung.
Anak usia dini dilihat dari perkembangan kognitif berada pada tahap pra
operasional. Anak mulai proses berpikir yang lebih jelas dan menyimpulkan
sebuah benda atau kejadian walaupun itu semua berada di luar pandangan,
31
tentang besar, jumlah, bentuk dan benda-benda melalui pengalaman konkrit.
Kemampuan berfikir ini berada saat anak sedang bermain.
3. Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini 4-6
a) Perkembangan Nilai Agama Moral
Permendiknas Nomor 58 (2009) Standar tingkat pencapaian
perkembangan anak dibagi menjadi tiga kelompok pertama adalah anak uasia 0
sampai dengan k 24 bulan. Bagi kelompok, standar tingkat pencapaian
perkembangan anak di serahkan pada lembaga PAUD sesuai dengan isi dan misi
lembaga masing – masing. Kelompok kedua adalah anak usia 2 sampai dengan dari 4 tahun. Kelompok ketiga adalah usia 4 sampai dengan 6 tahun. Kedua
kelompok terakhir ini sudah di tentukan standar tingkat pencapaian
[image:46.595.115.514.444.636.2]perkembangannya.
Table 1. Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia 4 sampai 5 tahun
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan Nilai- nilai Agama dan
Moral
1. Mengenal Tuhan Melalui agama yang dianutnya. 2. Meniru gerakan beribadah
3. Mengucapkan doa sebelum dan atau sesudah melakukan sesuatu.
4. menganal perilaku baik/ sopan dan buruk 5. membiasakan diri berperilaku baik 6. mengucapkan salam dan membalas salam.
Tujuan Pembelajaran untuk anak usia dini 4 sampai dengan usia 5 tahun
adalah mengenal Tuhan dari agama yang di anut kedua orangtuannya,
32
keluargannya, membiasakan diri berdoa untuk mengawali kegiatan atau
mengakhirinya, mengenal perilaku baik dan buruk menurut ukuran keluarganya,
membiasakan diri berperilaku baik pada saat berinteraksi social dengan teman
sebaya, guru, orangtua maupun anak yang usiannya jauh lebih muda darinnya, dan
membiasakan diri bertegur sapa dengan orang yang di kenal maupun orang yang
tidak di kenal.
Tujuan pembelajaran untuk anak usia 5 tahun sampai dengan 6 tahun
adalah mengenal agama yang dianutnnya secara lebih rinci, membiasakan diri
melaksanakan ibadah ritual sesuai dengan keyakinan agamannya, membiasakan
diri berperilaku terpuji pada saat berinteraksi dengan siapapun, mampu
membedakan perilaku buruk dalam konteks lingkup keluarga dan masyarakatnya,
mengenal hari besar agama yang di anutnya, dan memahami keragaman agama
[image:47.595.113.516.470.701.2]serta saling menghormati satu sama lain.
Table 2. Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak usia 5 sampai 6 tahun
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
Nilai- nilai Agama dan
Moral
1. Mengenal agama yang dianut
2. Membiasakan diri beribadah
3. memahami perilaku mulia (jujur, penolong, sopan,
hormat, dsb).
4. membedakan perilaku baik dan buruk
5. mengenal ritual dan hari besar agama
33
Apabila melihat semua tingkat pencapaian perkembangan nilai, agama
dan moral diatas , maka dapat di kelompokan menjadi dua , yaitu pengetahuan
tentang nilai, agama, dan moral dan penerapan pengetahuan dalam kehidupan
bermasyarakat pada umumnya, dan dalam lingkup pembelajaran di sekolah pada
khususnya.
b)Perkembangan Sosial Emosional
Emosi merupakan perasaan atau afeksi yang melibatkan perpaduan
antara gejolak fisiologis dan gelaja perilaku yang terlihat (Mansur, 2005: 56).
Perkembangan emosi memainkan peranan yang penting dalam kehidupan
terutama dalam hal penyesuaian pribadi dan sosial anak dengan lingkungan.
Adapun dampak 17 perkembangan emosi adalah sebgaai berikut:
1. emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari
2. emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan
3. emosi merupakan suatu bentuk komunikasi
4. emosi mengganggu aktifitas mental
5. reaksi emosi yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan (Soemantri, 2004:
142-143).
Seiring dengan bertambahnya usia anak, berbagai ekspresi emosi
diekspresikan secara lebih terpola karena anak sudah dapat mempelajari reaksi
orang lain (Yudha M Saputra dan Rudyanto, 2005: 26). Reaksi emosi yang timbul
berubah lebih proporsional, seperti sikap tidak menerima dengan cemberut dan
sikap tidak patuh atau nakal. Yudha M Saputra dan Rudyanto (2005: 145)
34
berlangsung singkat dan sementara, 2) terlihat lebih kuat dan hebat, 3) bersifat
sementara, 4) sering terjadi dan 5) dapat diketahui dengan jelas dari tingkah
lakunya.
Anak usia TK berada pada tahap innititive vs guilt yang sedang
berkembang kearah industry vs inferiority (Ericson dalam Slamet Suyanto, 2005:
72). Ismail menyatakan bahwa pada tahap ini anak mengalami perkembangan
yang positif dalam kreativitas, banyak ide, imajinasi, bernani mencoba, berani
mengambil resiko dan mudah bergaul (Harun, 2009: 120). Pada tahap ini anak
dapat menunjukan sikap inisiatif, yaitu mulai lepas dari ikatan orang tua, bergerak
bebas dan mulai berinteraksi dengan lingkungan. Mereka dituntut untuk
mengembangkan perilaku yang diharapkan dalam lingkungan sosialnya, serta
bertanggungjawab atas apa yang dilakukanya. Hal ini ditunjang dengan
perkembangan motorik dan bahasanya yang sudah dapat menjelaskan dan
mencoba apa yang dia inginkan.
Caroll Seefelt dan Barbara A.Wasik (2008: 71-72), ada beberapa karakteristik
perkembangan sosial anak usia 5 tahun antara lain: 1) Dapat mengatur emosi dan
mengungkapkan perasaan dengan cara yang bisa diterima secara sosial. 2) Anak
mampu memisahkan perasaan dengan tindakan mereka. 3) Mengahayati perilaku
sosial yang pantas. 4) Kekerasan emosi dan ledakan fisik mulai berkurang karena
anak telah mampu mengungkapkan perasaan melalui kata-kata. 5) Dapat melucu
atau membuat lelucon. Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa dengan
perkembangan motorik dan bahasanya, anak usia 4-6 tahun (TK kelompok B)
35
yang dia inginkan. Anak mampu menunjukan reaksi emosi dengan lebih
proporsional, sehingga gambar karya anak dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan bicara anak
Anak juga mengalami perubahan dalam aspek sosial-emosi. Identitasnya
mulai tampak, ia memiliki karakter kepribadian sendiri. Sudah mulai tampak
kekuatan dan kelemahan kemampuannya, serta pola hubungannya. Ia pun sudah
menunjukkan kemandiriannya dan berusaha mengatur dirinya sendiri. Beberapa
area utama dari perubahan aspek sosial-emosi yang berlangsung pada diri anak
adalah:
a. Pertemanan
Anak ingin disukai oleh teman-temannya. Ia ingin bisa bermain dengan
sebanyak mungkin teman. Anak mulai memahami bahwa fungsi pertemanan
termasuk didalamnya aturan untuk berbagi, memberi dukungan, bergantian, dan
berbagai keterampilan sosial lainnya.
b. Kemandirian
Anak meningkatkan usaha agar dapat melaksanakan tugas-tugas yang
berkaitan dengan kegiatannya sehari-hari. Peran ibu dan bapak sebagai orangtua
sangat penting. Anak membutuhkan kesempatan untuk berlatih mandiri agar
pekerjaannya menjadi lebih baik.
c. Moralitas
Anak mulai mengenali yang salah dan benar. Ia mulai memahami tentang
berbohong dan mengapa ia tidak boleh berbohong. Meski beberapa kali anak
36
Karakter yang ditampilkan oleh anak pada rentang usia ini dapat melihat
tipe kepribadian anak. Tantangan yang dihadapi adalah bukanlah untuk mengubah
ciri kepribadian anak, tetapi memberikan penguatan pada ciri yang positif.
Sebagai contoh, bersikap teguh pada keputusan adalah satu ciri kepribadian yang
baik. Namun, bila membuat susah orang lain, tentu menjadi tidak tepat. Jadi anak
pun harus belajar menentukan pada situasi seperti apa, perilakunya harus
menyesuaikan tanpa mengubah kepribadiannya. Ini berarti orangtua harus
menerima anak apa adanya, dengan segala keunikan yang membuatnya menjadi
istimewa. Anak membutuhkan dukungan dan panduan orang tua pada saat ini.
Bukan kritikan dan keberatan, untuk mengembangkan potensi sosial-emosinya.
Kebutuhan dasar anak untuk disayangi dan dihargai akan semakin kuat. Anak juga
membutuhkan persetujuan orang tua akan sikapnya.
Selain faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tersebut, proses
sosial anak juga mempengaruhi kepribadian. Proses pembelajaran dalam
kelompok sebaya merupakan proses pembelajaran “kepribadian” yang
sesungguhnya (Ahman, 1998:55). Kepribadian erat kaitannya dengan pola
perilaku sosio emosional anak.
Pola perilaku sosial emosional menurut Elizabeth. B. Hurlock (1978 :
239) adalah sebagai betikut:
a. Kerja sama
Sekelompok anak belajar bermain atau bekerja bersama dengan anak
lain. Semakin banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu bersama-sama,
37 b. Persaingan
Persaingan merupakan dorongan bagi anak-anak untuk berusaha
sebaik-baiknya, hal itu akan menambah sosialisasi mereka. Jika hal itu diekspresikan
dalam pertengkaran dan kesombongan, dapat mengakibaan timbulnya sosialisasi
yang buruk yang dialami anak.
c. Kemurahan hati
Kemurahan hati, terlihat pada kesediaan untuk berbagi sesuatu dengan
anak lain meningkat dan sikap mementingkan diri sendiri semakin berkurang
setelah anak belajar bahwa kemurahan hati menghasilkan penerimaan sosial.
d. Simpati
Anak kecil tidak mampu berperilaku simpati sampai mereka pernah
mengalami situasi yang mirip dengan dukacita. Anak mengekspresikan simpati
dengan berusaha menolong atau menghibur seseorang yang sedang bersedih.
e. Empati
Empati adalah kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang
lain dan menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini dapat berkembang pada
anak jika anak dapat memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang
lain.
f. Ketergantungan
Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan, perhatian, dan
kasih sayang mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang diterima secara
sosial. Anak akan berusaha menunjukkan perilaku sosial yang dapat diterima agar
38 g. Sikap ramah
Anak kecil memperlihatkan sikap ramah melalui kesediaannya
melakukan sesuatu untuk orang lain atau anak lain dan dengan mengekspresikan
kasih sayang kepada mereka.
h. Sikap tidak mementingkan diri sendiri
Anak perlu mendapat kesempatan dan dorongan untuk membagi apa
yang mereka miliki. Belajar memikirkan orang lain dan berbuat untuk orang lain.
i. Meniru
Dengan meniru orang yang diterima baik oleh kelompok sosial, anak-anak
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan sifat dan meningkatkan
penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
j. Perilaku kelekatan (attachment behavior).
Dari landasan yang diberikan pada masa bayi, yaitu ketika bayi
mengembangkan kelekatan yang hangat dan penuh cinta kasih kepada ibu atau
pengganti ibu, anak kecil mengalihkan pola perilaku ini kepada anak atau orang
lain dan belajar membina persahabatan dengan mereka.
D. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan mengenai hubungan lingkungan
sekolah dengan Pembentukan kepribadian anak yaitu:
1. Cahyandari (2012), yang meneliti tentang “Hubungan Lingkungan Dengan Karakter Siswa SMK Negeri Kelompok Teknologi Se-Kota Yogyakarta”, hasil penelitian menunjukkan bahwa Terdapat hubungan yang positif dan signifikan
39
se-Kota Yogyakarta. Perbedaan dalam penelitian ini adalah pada variabel
terikat yaitu dengan karakter siswa SMK. Persamaan dalam penelitian ini
bahwa lingkungan sekolah memiliki hubungan positif dan signifikan dengan
karakter siswa. Karena karakter merupakan salah satu contoh dari kepribadian.
2. Penelitian yang dilakukan Galeh (2013) juga menyatakan terdapat hubungan
yang positif dan signifikan antara lingkungan sekolah dengan karakter siswa
SMKN kelompok teknologi di Kabupaten Sleman. Perbedaan dalam penelitian
ini adalah di lakukan di SMK dan mencari hubungan antara lingkungan
sekolah dengan karakter siswa. Dalam penelitian ini memiliki persamaan
bahwa metode mengajar guru atau pendidik dapat mempengaruhi kepribadian.
Segala sesuatu yang disampaikan oleh guru, akan ditiru dan dilakukan oleh
siswa. Guru perlu mencoba metode-metode mengajar yang tepat, serta dapat
membantu untuk meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan
motivasi siswa untuk belajar sehingga dapat membentuk kepribadian siswa
yang lebih baik.
[image:54.595.141.474.548.591.2]E.
Desain PenelitianGambar 1. Desain Penelitian
Gambar menjelaskan bahwa antara lingkungan sekolah (X) dan
pembentukan kepribadian anak (Y) mempunyai hubungan artinya apabila proses
pembelajaran didukung dengan lingkungan sekolah yang baik maka pada Lingkungan Sekolah
(X) Kepribadian Anak (Y) Pembentukan
40
akhirnya akan diperoleh kepribadian anak dalam kehidupan sehari-hari yang baik
pula.
Membentuk kepribadian anak sejak usia dini dapat memungkinkan anak
memiliki pribadi yang baik. Kepribadian dapat dibentuk melalui pengaruh
lingkungan, khusunya lingkungan sekolah. Lingkungan merupakan pendidikan
kepribadian yang terjadi secara tidak langsung. Sebab lingkungan merupakan
faktor eksternal yang mempengaruhi kepribadian manusia. Skinner berpendapat
bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan tingkah laku
dalam hubungannya yang terus menerus dengan lingkungannya. Berdasarkan
asumsi-asumsi di atas dapat dikatakan bahwasanya kepribadian dapat dibentuk
dengan faktor eksternal berupa lingkungan sekolah.
F.Hipotesis Penelitian
Sesuai kerangka pikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
terdapat hubungan positif antara lingkungan sekolah dan pembentukan
kepribadian anak apabila Ho ditolak dan Ha diterima sebaliknya jika Ho diterima
dan Ha di tolak maka tidak ada hubungan antara lingkungan sekolah dengan
41
BAB III METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif
jenis korelasional. Penelitian ini tentang lingkungan sekolah dengan pembentukan
kepribadian anak, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penelitian yang
bersifat menjelaskan hubungan fungsional dan pengujian hipotesis. Studi yang
dikembangkan dalam penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi
lapangan.
B.Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Gugus 3 Kecamatan Imogiri Kabupaten
Bantul Yogyakarta yang terdiri dari TK Masyitoh Dukuh, TK Pertiwi 10 Imogiri,
dan TK ABA I Imogiri.
2. Waktu Penelitian
Penelitian di lakukan dari tanggal 23 Maret sampai 9 April 2016.
C.Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karasteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:
42
Populasi pada penelitian ini adalah jumlah seluruh anak pada tahun
ajaran