BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebudayaan
2.1.1 Definisi Kebudayaan
Kata kebudayaan menurut kamus besar bahasa Indonesia, berasal dari kata budh dalam bahasa Sansekerta yang berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Pendapat lain mengatakan bahwa, kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”.
Menurut Koentjaraningrat (2004), yang mengutip pendapat Tylor (1871), kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta kemampuan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Beberapa indikator dari aspek budaya antara lain:
Norma adalah suatu aturan khusus atau seperangkat peraturan tentang apa yang harus dan apa yang tidak harus dilakukan oleh manusia. Norma mengungkapkan bagaimana manusia seharusnya berperilaku dan bertindak. Kondisi daerah sangat berpengaruh terhadap keteguhan untuk memelihara norma dan nilai. Suatu daerah yang tidak banyak mendapatkan sentuhan pola hidup modern yang dapat merubah pola dan pandangan hidup masyarakat senantiasa terpelihara dengan baik. Sebaiknya daerah yang banyak menerima perubahan yang dibawa oleh pendatang dapat menyebabkan perubahan norma dalam masyarakat ( Yosefina dkk, 2003).
2. Keyakinan
hamil, melahirkan dan nifas. Apalagi saat ini belum semua masyarakat siap melaksanakan perubahan perilaku, pengaruh sosial budaya dan masih kurang informasi serta kemampuan menerima dan menyerap informasi.
Indonesia terdapat pluralisme sistem pengobatan dengan berbagai cara penyembuhan yang berbeda-beda hadir berdampingan termasuk humoral medicine. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku atau kelompok masyarakat tersebut akan mempunyai norma, perilaku dan adat istiadat yang berbeda-beda termasuk dalam mencari penyembuhan yang terkait dengan perilaku budaya, Bendel (2003).
Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosiobudaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya. Perubahan sosial dan budaya yang terjadi seiring tekanan besar yang dilakukan manusia terhadap sistem alam sekitar, menghadirkan berbagai macam risiko kesehatan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Koentjaraningrat (2002) membagi budaya menjadi 7 unsur : yakni sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Koentjaraningrat (2005) juga mengatakan perubahan budaya yang terjadi di masyarakat dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk yaitu perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat, erubahan yang pengaruhnya kecil dan besar dan perubahan yang direncanakan dan yang tidak direncanakan.
2.1.2 Budaya Terkait Kelahiran Dalam Masyarakat
dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah, jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain sebagainya.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah.
ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi.
Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula dengan memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan, atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
2.1.3 Hubungan Antara Kebudayaan dan Kesehatan Sebelum Ibu Melahirkan (Masa Kehamilan)
dibutuhkan bayi (biasanya demikian) bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang infeksi, (Manuaba, 2007).
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 menunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu.
penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga.
Fakta berbagai kalangan masyarakat di Indonesia masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, hal alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memerikasakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh faktor nikah diusia muda yang masih banyak dijumpai didaerah pedesaan. Disamping itu dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku yang menyebabkan istri mengalami kehamilan berturut turut dalam jangka waktu yang relative pendek, menyebabkan ibu mengalami resiko tinggi fakta saat melahirkan.
2.1.4 Hubungan Antara Kebudayaan Dan Kesehatan Ketika Pasca Persalinan
misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
2.2. Penolong Persalinan
Yang dimaksud dengan tenaga penolong persalinan adalah orang-orang yang biasa memeriksa wanita hamil, memberikan pertolongan selama persalinan dan nifas. Tenaga yang dapat memberikan pertolongan selama persalinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kesehatan (mereka yang mendapatkan pendidikan formal seperti dokter spesialis, dokter umum, bidan dan perawat bidan) dan bukan tenaga kesehatan yaitu dukun bayi, baik terlatih maupun tidak terlatih (Prawirihardjo, 2009).
dilakukan. Namun, menurut (Manuaba, 2006) keterbatasan dari penolong persalinan ini adalah pelayanan hanya terbatas pada pelayanan medis, tanpa terjangkau oleh faktor budaya sehingga rasa aman secara psikologis kurang terpenuhi. Kadang-kadang pelayanan tidak terjangkau dari segi keberadaan dan jarak. Umumnya imbalan jasa berupa uang sehingga menyulitkan masyarakat miskin.
Supartini (2004), diharapkan setiap ibu hamil memanfaatkan petugas kesehatan seperti dokter, bidan dan perawat dalam pertolongan persalinan. Dengan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan, ibu akan mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan prinsip bebas kuman dan prosedur standar pelayanan. Jika ditemui adanya komplikasi dalam persalinan, ibu akan mendapatkan pertolongan yang tepat.
Selain penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, adapula penolong persalinan yang dilakukan secara tradisional yakni oleh dukun bayi. Ada beberapa istilah dukun bayi di beberapa daerah di Indonesia, misalnya “bidan kampung” oleh masyarakat suku Banjar, yang sebenarnya
kepercayaan umat Hindu, mereka telah mendapat wahyu atau petunjuk gaib (Swasono, 1998).
Dukun bayi merupakan seorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang wanita yang dapat kepercayaan dan memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisional, serta memperoleh keterampilan tersebut secara turun temurun belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan tersebut serta melalui petugas kesehatan (Manalu, 2007). Menurut Syafrudin & Hamidah (2009), dukun bayi merupakan orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan, perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap ketrampilan dukun bayi berkaitan dengan sistem nilai budaya masyarakat.
Manuaba (2002) mengatakan, dukun bayi mendapat pelatihan atau keterampilannya dengan cara membantu dukun yang lebih tua dan selanjutnya mendapat pengetahuan dengan apa yang didapatnya dari latihan/praktek. Dengan pengetahuan yang bersifat turun-temurun seorang dukun menolong persalinan, seringkali tanpa memperhatikan keamanan, kebersihan dan mekanisme sebagaimana mestinya.
dalam persalinan dan penanganan komplikasi yang tidak tepat akan meningkatkan resiko kematian pada ibu bersalin.
Pengetahuan tentang fisiologi dan patologi dalam kehamilan dan persalinan serta nifas sangat terbatas sehingga bila timbul komplikasi, dan tidak mampu mengatasinya dan bahkan tidak menyadari arti dan akibatnya (Prawirohardjo, 2009). Biarpun demikian dukun dalam masyarakat mempunyai pengaruh yang cukup besar, menghadapi persalinan bukan hanya memberikan pertolongan teknis melainkan juga memberikan emosional sikurity kepada wanita yang sedang bersalin dan keluarganya, karena dukun bayi dengan doa-doanya dianggap dapat membantu melancarkan jalannnya persalinan dan pertolongan dilakukan di rumah yang akan bersalin (Manuaba, 2002).
Manalu (2007) mengatakan dukun bayi merupakan seorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut secara turun temurun, belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan tersebut serta melalui petugas kesehatan.
pelayanan yang diberikan lebih sesuai dengan sistem sosial budaya yang ada, mereka sudah dikenal lama karena berasal dari daerah sekitarnya dan pembayaran biaya persalinan dapat diberikan dalam bentuk barang.
2.2.1. Pertimbangan Ibu Bersalin Dalam Mengambil Keputusan
Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat kaitannya dengan pengambilan keputusan dalam memanfaatkan pelayanan tersebut. Menurut Robbins yang dikutip oleh Juliwanto (2009), faktor-faktor personal sangat menentukan apa yang diputuskan, termasuk dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Faktor tersebut diantaranya kognisi, motif dan sikap. Kognisi artinya kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki. Sikap merupakan faktor penentu lainnya dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut Green yang dikutip Notoatmodjo (2005), faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan terbagi dalam 3 faktor yaitu:
2. Faktor-faktor pemungkin (Enabling factors), adalah faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor-faktor pendorong (Reinforcing factors), adalah faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tenaga kesehatan, sikap dan perilaku dukun bayi, dan reference.
2.2.1.1 Faktor-faktor Predisposisi (Prediposing factors)
Ada sejumlah faktor predisposisi yang memengaruhi ibu bersalin dalam memilih penolong persalinan, yakni: pendidikan, pengetahuan, sikap, ekonomi keluarga, dan kepercayaan.
Pengetahuan sebagai faktor predisposisi seseorang memilih penolong persalinan, dalam hal ini adalah segala sesuatu yang diketahui ibu tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, proses persalinan yang aman, tanda-tanda bahaya kehamilan dan persalinan, pantangan-pantangan saat hamil dan pasca bersalin, penyulit-penyulit persalinan, penolong persalinan yang tepat, serta pengetahuan ibu tentang keterampilan orang yang menolong proses persalinannya.
Hasil penelitian Juliwanto (2008) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemilihan tenaga penolong persalinan. ibu yang memilih penolong persalinan oleh dukun bayi yaitu 63,6% terdapat pada ibu yang berpengetahuan kurang, dibandingkan ibu dengan pengetahuan baik yaitu 14,8%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin baik pengetahuan, maka semakin kecil kemungkinan ibu memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan.
bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Kepercayaan merupakan hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran (Jujun, 2005). Kepercayaan sering diperoleh secara turun-temurun dari orang tua, kakek atau nenek, seseorang dalam menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2007). Kepercayaan masyarakat terhadap ketrampilan dukun bayi berkaitan dengan sistem budaya masyarakat dan diperlakukan sebagai tokoh masyarakat sehingga dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat setempat yang memiliki potensi dalam memberikan pelayanan kesehatan (Syafrudin, Hamidah, 2009).
Hasil penelitian oleh Abbas dan Kristiani (2006) bahwa sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa tenaga medis (paramedis) cenderung belum berpengalaman, karena rata-rata usia mereka sangat muda sehingga masyarakat kurang percaya terhadap tindakan persalinan yang dilakukan oleh bidan.
Sejalan dengan hal di atas, hasil penelitian Abbas dan Kristiani (2006) menemukan bahwa pemanfaatan bidan cenderung pada ibu dengan pendapatan yang tinggi, sedangkan masyarakat dengan pendapatan rendah justru memilih dukun bayi, karena mereka mempunyai persepsi bahwa pertolongan persalinan pada bidan mahal dan beberapa masyarakat yang menyatakan kurang percaya terhadap pelayanan kesehatan bidan di desa, karena bidan masih terlalu muda dan belum menikah sehingga belum mempunyai pengalaman terutama menolong ibu melahirkan.
2.2.1.2 Faktor-faktor Pendukung (Enabling factors)
Beberapa faktor pendukung yang memengaruhi ibu bersalin dalam memilih penolong persalinan, yakni: sarana dan prasarana kesehatan, akses terhadap fasilitas kesehatan, dan sarana prasarana dukun bayi. Fasilitas kesehatan atau sarana dan prasarana kesehatan dibangun sebagai tempat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sarana dan prasarana kesehatan yang ada di masyarakat seperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), Polindes, Posyandu, dan obat-obatan. Sebaliknya, bangunan sarana dan prasarana ini ditempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat untuk mempermudah mendapatkan pelayanan kesehatan.
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), bahwa dengan adanya fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau oleh masyarakat menimbulkan keinginan untik menggunakan sarana kesehatan dalam menolong persalinan jika sarana tersebut dapat dijangkau.
Responden yang memilih pertolongan persalinan oleh dukun bayi umumnya merupakan masyarakat yang jarak rumahnya menuju tempat dukun bayi lebih dekat sedangkan responden yang memilih pertolongan persalinan oleh bidan membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mendapatkan pelayanan karena jaraknya yang lebih jauh. Ketersediaan dan kemudahan menjangkau tempat pelayanan, akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi merupakan salah satu pertimbangan keluarga dalam pengambilan keputusan mencari tempat pelayanan kesehatan.
2.2.1.3 Faktor Pendorong (reinforcing factors)
Ada tiga faktor pendorong yang memengaruhi ibu dalam pemilihan penolong persalinan, yakni sikap dan perilaku tenaga kesehatan, sikap dan perilaku dukun bayi, dan reference.
sebagai tenaga profesional yang akuntabel yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberi dukungan, asuhan dan nasihat selama masa hamil, bersalin dan nifas. Dapat memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberi asuhan kepada bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan askes bantuan medis atau banyuan lainnya yang sesuai serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan (IBI, 2001).
2.3 Kerangka Teoritis