INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 - 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Peminatan/Konsentrasi Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
ANDRIANSYAH AULIA PERDANA NPM. 1044110029
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
PEMINATAN/KONSENTRASI HUBUNGAN INTERNASIONAL SURABAYA
LEMBAR PERNYATAAN SKRIPSI
INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012-2013
Pernyataan Tidak Melakukan Plagiat
Bagian atau keseluruhan isi skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademis pada bidang studi atau univertas lain dan tidak pernah
dipublikasikan atau ditulis oleh individu selain penulis kecuali dituliskan dengan
format kutipan dalam skripsi.
Surabaya, 24 Juni 2014
Penulis,
INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 - 2013
Disusun Oleh :
ANDRIANSYAH AULIA PERDANA NPM. 1044110029
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi.
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Dr. Jojok Dwiridhotjahjono, S.Sos, M.Si NPT. 370119500421
Mengetahui, D E K A N
INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 – 2013
Disusun Oleh :
ANDRIANSYAH AULIA PERDANA NPM. 1044110029
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Peminatan/Konsentrasi Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 24 Juni 2014.
Tim Penguji:
Pembimbing Utama 1. Ketua
Dr. Jojok Dwiridhotjahjono, S.Sos, M.Si Dr. Jojok Dwiridhotjahjono, S.Sos, M.Si
NPT. 370119500421 NPT. 370119500421
2. Sekretaris
Juwito, S.Sos, M.Si
NPT. 367049500361 3. Anggota
Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si NPT. 370069400351
Mengetahui, D E K A N
HALAMAN MOTTO
Kegagalan bukan berarti kita tidak mampu, yang
terpenting kita telah berbuat untuk mencoba.
Kegagalan bukan berarti kita telah kehilangan
segalanya, mungkin belum saatnya kita mendapatkan
apa yang kita cari.
Tapi kegagalan hanyalah kesuksesan yang tertunda.
Kegagalan bukan berarti Allah mengabaikan kita
melainkan Allah punya rencana lain yang lebih indah
untuk kita.
Karena hidup adalah perjuangan.
Maka setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan
Dan akhir dari pengorbanan adalah kebahagiaan
Halaman Persembahan
Untuk Mama Indah Betty Issabella dan Papa Anung
Manubowo tersayang yang telah bersabar untuk menunggu
datangnya saat ini dan yang tidak akan pernah terlupa
adalah perjuangan kalian dalam membesarkan ananda, untuk
itu skripsi ini saya persembahkan terutama untuk kalian…
Kedua, saya persembahkan skripsi ini untuk Angginova
Permatasari yang telah mendukung dan memberikan
support yang begitu besar sehingga terlaksanakannya
skripsi ini..i wont forget that moment..
Tidak lupa adik
– adik saya, Radhitio Pandu dan
Anindya Ajeng Hanifa yang telah menceriakan suasana,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tanpa hambatan..
Love you as always
❤❤❤KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah S.W.T, yang telah
memberi karunia, rahmat, dan hidayah – NYA serta salam dan sholawat terhadap
junjungan Umat Islam Nabi Besar Muhammad S.A.W sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Indonesia Sebagai Wilayah Operasi Strategis Sindikat Narkotika Internasional Tahun 2012-2013.”
Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis akan mengucapkan
terima kasih kepada Dr. Jojok Dwiridotjahjono, S.Sos, M.Si selaku pembimbing
utama, dan Prihandono Wibowo, S.Hub.Int, M.Hub.Int, sebagai dosen
pembimbing pendamping yang telah memberikan arahan, koreksi, serta saran
sehingga terselesainya skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Ir. H.Teguh Soedarto selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Dra. Hj Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
3. Juwito, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
4. Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Dr. Jojok D, S.Sos, M.Si selaku Ketua Peminatan/Konsentrasi Hubungan
Internasional pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
6. Resa Rasyidah S.Hub.Int, M.Hub.Int Pjs Sekretaris Peminatan/Konsentrasi
Hubungan Internasional pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
7. Dosen-Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur terima
kasih atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis dan
memperkaya pengetahuan penulis mengenai berbagai macam isu-isu
dalam dunia internasional.
8. Kedua Orang Tua yang paling saya sayangi, Ibu saya Indah Betty, Ayah
saya Anung Manubowo, Adik saya Radhitio Pandu, dan Anindya Ajeng,
serta tidak lupa Angginova Permatasari.
9. Paman saya yang memberikan bantuan dalam pengumpulan data, KANIT
NARKOBA POLSEK MEDAN SATRIA POLRESTA BEKASI KOTA,
10.Semua teman – teman terbaiku di Prodi Hubungan Internasional
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur khususnya
angkatan 2010, terima kasih banyak atas dukunganya.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak. Segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kebaikan laporan skripsi ini.
Surabaya, 06 April 2014
DAFTAR ISI
BAB II NARKOTIKA DAN PEREDARANNYA DI INDONESIA ... 22
2.1 Pengertian Narkotika ... 22
2.1.1 Dimensi Hukum Narkotika di Indonesia ... 24
2.2 Peredaran Narkotika di Indonesia ... 26
2.2.1 Peredaran Narkotika di Indonesia Tahun 2007 – 2011 ... 26
2.2.2 Perkembangan Peredaran Narkotika di Indonesia Tahun 2012-2013 ... 32
2.4 Dampak Penyalahgunaan Narkoba ... 44
2.5 Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba Oleh Pemerintah Indonesia ... 46
2.5.1 Supply Reduction ... 47
2.5.2 Demand Reduction ... 47
2.5.3 Harm Reduction ... 49
2.5.4 Kerjasama Luar Negeri ... 49
BAB III INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 – 2013 ... 52
3.1 Faktor – Faktor Penarik Masuknya Sindikat Narkotika Internasional ke Dalam Wilayah Indonesia ... 53
3.1.1 Faktor Geoekonomi ... 53
3.1.1.1 Aspek Keruangan ... 54
3.1.1.2 Jumlah Populasi Penduduk Indonesia ... 58
3.1.2 Analisis Perbatasan ... 60
3.1.2.1 Perbatasan Darat ... 62
3.1.2.1.1 Kalimantan Timur ... 62
3.1.2.1.2 Kalimantan Barat ... 64
3.1.2.1.3 Permasalahan di Perbatasan Kalimantan ... 66
3.1.2.2 Perbatasan Laut ... 68
BAB IV KESIMPULAN ... 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran ... 14
Gambar 2.1 Jalur Perdagangan dan Penyelundupan Narkoba ... 36
Gambar 2.2 Jalur Perdagangan dan Penyelundupan Narkoba ... 41
Gambar 3.1 Posisi Negara Penghasil Narkotika Terhadap Indonesia ... 55
Gambar 3.2 Wilayah Perbatasan Negara Republik Indonesia ... 61
Gambar 3.3 Peta Perbatasan Provinsi Kalimantan dengan Malaysia ... 62
Gambar 3.4 Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur dengan Malaysia ... 64
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR TABEL
ABSTRAK
INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 - 2013
Narkotika adalah zat yang umumnya digunakan untuk pengobatan atau pengembangan ilmu pengetahuan, namun seiring dengan berkembangnya jaman, narkotika dijadikan sebagai lahan untuk mencari keuntungan yang sifatnya hanya menguntungkan satu individu atau sindikat saja dan berdampak buruk pada para pengkonsumsinya. Perdagangan narkotika semakin besar dan mencapai lintas negara. Salah satu tujuan operasi utama sindikat narkotika internasional adalah Indonesia. Seperti halnya dengan organisasi perdagangan, sindikat narkotika internasional memilih wilayah target operasinya dengan memperhitungkan berbagai aspek. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori geoekonomi, dan perbatasan untuk menganalisis kajian di dalamnya, dan tipe penelitian dalam penulisan ini menggunakan eksplanatif-kualitatif untuk mengolah data yang ada.
Penelitian ini menjelaskan tentang aspek geoekonomi Indonesia yang menguntungkan untuk memperoleh keuntungan dalam perdagangan, khususnya perdagangan narkotika oleh sindikat narkotika internasional. Letak Indonesia yang strategis menarik perhatian sindikat narkotika internasional, tidak begitu jauh dari negara penghasil narkotika, dan juga jumlah populasi penduduk Indonesia yang banyak dapat meyakinkan pada sindikat untuk datang ke Indonesia. Kemudian faktor – faktor perbatasan Indonesia yang lemah membuat mereka mudah masuk untuk kemudian mendapatkan keuntungan geoekonomi Indonesia tersebut. Meningkatnya kasus narkotika di Indonesia disebabkan oleh banyaknya sindikat narkotika internasional yang beroperasi. Dalam upaya untuk mengurangi dan memberantas peredaran narkotika, pemerintah Indonesia mengandalkan Kepolisian dan juga Badan Narkotika Nasional (BNN). Kedua pihak berwajib tersebut berhasil mengungkap banyak kasus penyelundupan dan perdagangan narkotika yang dilakukan oleh sindikat – sindikat internasional. Selain itu pihak Kepolisian dan BNN juga menjalin kerjasama luar negeri untuk mengatasi perdagangan narkotika lintas negara tersebut.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi semakin meningkat pula
tingkat kejahatan di masa kini. Dunia semakin bordeless, kejahatan dapat terjadi
dalam waktu yang singkat dan dapat melintasi batas-batas negara (borderless
country). Inilah yang kemudian disebut sebagai kejahatan internasional
(Transnational Crime).
Menurut John Broome perilaku kejahatan transnasional berkisar antara1 :
Pelanggaran cukai (custom) penyelundupan barang, baik barang legal maupun ilegal,
pemalsuan cukai, korupsi dalam kegiatan perbankan dan keuangan internasional,
penyelundupan manusia (human trafficking), pencucian uang, terorisme, pelanggaran
atas perlindungan hak intelektual dan cyber crime.2
Salah satu wujud dari kejahatan transnasional yang paling krusial karena
menyangkut masa depan generasi suatu bangsa, terutama kalangan generasi muda
dunia ini adalah kejahatan di bidang penyalahgunaan narkotika. Peredaran narkotika
dengan mudah dapat menembus batas-batas negara di dunia melalui jaringan
manajemen yang rapi dan teknologi yang canggih.3
Permasalahan penyalahgunaan narkotika telah dibahas di Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN) pada pertemuan pertama ASEAN Senior Officials
on Drug Matters (ASOD) di Singapura pada tahun 1976. Pertemuan ini merumuskan
rekomendasi dalam empat bidang utama: penegakan hukum dan undang-undang,
pengobatan dan rehabilitasi, pencegahan dan informasi, dan pelatihan dan penelitian.
Meningkatnya permasalahan narkoba saat itu membuat ASOD semakin aktif
dalam membuat kebijakan regional mengenai masalah narkoba. Kemudian pada
Bulan Juli 1998, Menlu ASEAN menandatangani Deklarasi ASEAN tentang kawasan
ASEAN bebas narkoba di tahun 2015.4 Deklarasi ini memaksa setiap anggota
ASEAN untuk melakukan segala upaya untuk dapat mewujudkan hal itu. Indonesia
sebagai salah satu negara anggota ASEAN memiliki rencana kerja dan strategi untuk
memerangi perdagangan narkoba di Indonesia, tertulis dalam Undang-Undang No.35
Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menurut data dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), jumlah kasus narkotika
dan obat-obatan terlarang di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2006, Polri
berhasil mengungkap 17.355 kasus, pada tahun 2007 sebanyak 22.630 kasus, tahun
2008 sebanyak 29.364 kasus, tahun 2009 sebanyak 30.878 kasus, sedangkan untuk
tahun 2010 sebanyak 26.614 kasus5, dan 26.500 kasus pada tahun 20116. Pada tahun
4
ASEAN Secretariat News, 2012. ASEAN Reaffirmed Commitment Towards Drugs-free Vision. [online]. dalam http://www.asean.org/news/asean-secretariat-news/item/asean-reaffirmed-commitment-towards-drug-free-vision [diakses 20 Maret 2014].
5
2012, kenaikan jumlah kasus narkotika dan obat-obatan terlarang tidak terlalu
signifikan dari tahun 2011, hanya sebesar 0,23 persen atau meningkat sebesar 61
kasus menjadi 26.561 kasus. Pada tahun 2013, jumlah kasus narkotika dan
obat-obatan terlarang di Indonesia kembali meningkat, kali ini dengan jumlah kasus yang
signifikan yakni dari 26.561 kasus pada 2012 menjadi 32.470 kasus pada tahun
2013.7
Peningkatan jumlah kasus narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia juga
diakui oleh BNN. Pada tahun 2013, BNN mengungkap 166 kasus penyalahgunaan
narkoba dan menangkap 244 tersangka. Data ini meningkat 41,88% untuk
pengungkapan kasus narkoba dan meningkat 30,48% dalam jumlah tersangka dari
tahun 2012.8
Dalam Press Release akhir tahun 2013, BNN menggagalkan sejumlah kasus
penyelundupan narkoba yang melewati daerah perbatasan. Dalam laporan tersebut
sebagian besar narkoba yang diselundupkan ke Indonesia masuk melalui wilayah
perbatasan RI-Malaysia, seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Hingga
tahun 2013 setidaknya terdapat 47 orang WNA tersangka kasus narkoba yang
mendapatkan vonis hukuman mati.9
6
Antara, 2012. Polri Ungkap 26.561 Kasus Narkoba Pada 2012. [online]. dalam http://www.antaranews.com/berita/349418/polri-ungkap-26561-kasus-narkoba-pada-2012 [diakses 26 Juni 2014].
Data ini meningkat 41,88% untuk pengungkapan kasus narkoba dan meningkat
30,48% dalam jumlah tersangka dari tahun 2012.10 Menurut Indonesia Media
Monitoring Centre (IMMC), sindikat narkoba internasional di Indonesia berasal dari
10 negara diantaranya, Malaysia (44%), Australia (13%), Cina (8%), Iran (7%),
Afrika (5%), India (5%), Inggris (5%), Belanda (4%), Thailand (3%), dan Nigeria
(2%).11
Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) jalur peredaran narkoba
ke Indonesia berasal dari tiga negara yaitu Thailand, Myanmar, dan Laos yang berupa
Opium. Selain tiga negara tersebut, pemasok opium ke Indonesia adalah Iran,
Pakistan, dan Afganistan yang produksinya mencapai 4 ribu ton pertahun.12 Awalnya
Indonesia hanya dijadikan wilayah penjualan saja, namun kini sindikat narkotika
internasional juga menjadikan Indonesia sebagai wilayah produksi psikotropika untuk
kemudian diedarkan ke negara tetangga bahkan hingga Australia dan Belanda.13
1.2 Rumusan Masalah
Dari paparan di atas, Indonesia menjadi tempat penjualan, produksi, bahkan
transit untuk sindikat narkotika internasional. Jaringan pengedar narkotika di
Indonesia semakin besar, bahkan negara pemasok narkoba pun meluas, pada tahun
2011 semula berasal dari negara ASEAN seperti Thailand, Birma, dan Laos kini
10
mencapai negara segitiga emas dunia, seperti Kolumbia14. Kemudian permasalahan
yang muncul adalah mengapa sindikat narkotika internasional menjadikan
Indonesia sebagai wilayah operasi strategisnya?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
sindikat narkotika internasional menjadikan Indonesia sebagai wilayah operasi
strategisnya (pemasaran, produksi, dan transit).
1.4 Kerangka Pemikiran 1.4.1 Tingkat Analisis
Level of Analysis adalah kerangka kerja yang tujuannya adalah untuk membantu
peneliti memahami fenomena yang diteliti utamanya dalam politik internasional.15
Menurut Olivia (2013)16, level of analysis adalah tempat aktor – aktor berinteraksi
yang bentuk atau karakter dari sistem internasional. Sistem internasional tersebut
mengubah dan mempengaruhi perilaku negara serta dinamika politik domestik sebuah
negara. Menurut Patrick Morgan, level analisis ada lima macam yaitu individu,
kelompok individu, negara bangsa, kelompok negara dan sistem internasional.
Menurut Mas’oed, dengan menggunakan level analisis dalam penelitian, penulis
akan mendapatkan banyak manfaat, diantaranya dapat menganalisis fenomena yang
disebabkan oleh lebih dari satu faktor, level analisis membantu peneliti untuk
14
Pikiran Rakyat, 2012. Peredaran Narkoba di Indonesia Dikendalikan Jaringan Internasional. [online]. dalam http://www.pikiran-rakyat.com/node/181169 [diakses 21 Maret 2014].
15
David J Singer. 1961. The Level-of-A alysis Proble i I ter atio al Relatio s , World Politics, 14(1); pp.77-92. 16
menentukan faktor penyebab yang dominan sehingga obyek penelitian dapat lebih
dipersempit, dan terakhir dapat mengurangi kesalahan dalam berasumsi.17
Level of Analysis memang memiliki banyak manfaat dalam penelitian sosial
terutama dalam studi Hubungan Internasional. Level analisis dipahami sebagai alat
untuk membantu peneliti memahami fenomena sosial yang terjadi, namun dalam
penelitian terdapat berbagai macam metodologi yang memiliki tujuan dan fungsi
yang sama dengan level analisis sehingga penggunaan level analisis adalah tidak
diharuskan. Level analisis adalah alat yang opsional, penggunaanya tergantung pada
peneliti.
Dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan level of analysis karena obyek
penelitian adalah bukan aktor negara, perilaku individual, atau perilaku kelompok,
melainkan sindikat narkotika internasional.
1.4.2 Landasan Pemikiran 1.4.2.1 Non-Traditional Security
Menurut Kolodziej pengertian keamanan (security) adalah bentuk khusus dari
politik yang menjadi isu utama sengketa politik ketika aktor politik tertentu
mengancam atau menggunakan kekuatan untuk mendapatkan apa yang diinginkan
dari pihak lain.18
17 Mohtar Mas’oed. 99 .
Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi. Jakarta:LP3ES. 18
Dili Setiawan. 2010. Pengaruh Implementasi Kebijakan Desetralisasi Terhadap Tumbuhnya Potensi Ancaman
Non-Tradisional di Indonesia. Halaman 58. [online]. dalam
Barry Buzan melihat konsep keamanan dari cara pandang yang berbeda, narrow
versus wide conception. Buzan membedakan cara pandang tradisional yang
mengidentifikasikan keamanan secara militer pada level negara menjadi fokus dalam
isu-isu keamanan, sedangkan dalam dalam cara pandang non-tradisional, batasan isu
dalam level yang bervariasi menjadi fokus dalam isu-isu lingkungan, manajemen
sumber daya alam, penyebaran penyakit, kejahatan transnasional, dan krisis ekonomi
sebagai isu-isu keamanan.19
Dengan berakhirnya perang dingin, cara pandang mengenai keamanan pun
bergeser tidak lagi hanya dengan pendekatan tradisional tapi juga dengan pendekatan
non tradisional. Konsep ini berkembang karena setelah perang dingin intensitas
ancaman militer yang menargetkan serangan pada kedaulatan negara telah menurun.
Namun pada sisi lain ancaman pada keamanan manusia meningkat. Seperti
kemiskinan, penyakit menular, kerusakan lingkungan, bencana alam, dan kejahatan
transnasional.
Non-Traditional Security (NTS) sendiri didefinisikan sebagai tantangan untuk
keselamatan dan kesejahteraan seseorang atau negara yang muncul terutama dari
sumber non-militer, seperti perubahan iklim, penyebaran wabah, bencana alam,
migrasi yang tidak teratur, kekurangan pangan, penyelundupan orang, peredaran
narkoba dan kejahatan lintas negara lainnya.20
19
Ibid. 20
NTS memiliki beberapa karakter diantaranya, 1). mereka dalam lingkup
transnasional (tidak murni domestic), 2). mereka datang begitu cepat sebagai dampak
globalisasi dan revolusi komunikasi, 3). mereka tidak dapat dicegah seluruhnya,
tetapi dapat dikurangi melalui mekanisme penanganan, solusi nasional tidak akan
memadai, dengan demikian diperlukan kerjasama regional dan multilateral, 4). obyek
keamanan tidak lagi hanya negara (kedaulatan negara atau integritas territorial) tetapi
juga masyarakat, baik dalam tingkat individu dan sosial.21
Sindikat narkotika memiliki jaringan-jaringan di berbagai negara, hal ini
membuat mereka masuk dalam lingkup transnasional selain itu ancaman yang mereka
timbulkan juga dapat berdampak pada kesejahteraan suatu negara.22 Penanganan
terhadap sindikat narkotika internasional harus dilakukan dengan kerjasama regional,
seperti dalam organisasi ASEAN, ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD)
dan ASEAN Chiefs of National Police (ASEANAPOL).23
1.4.2.2 Transnational Organized Crime (TOC)
Menurut Albanese (2000), pertumbuhan organized crime (OC) di berbagai
negara tidak lepas dari faktor pendukungnya. Terdapat lima faktor pendukung
diantaranya kondisi ekonomi, regulasi pemerintah, efektivitas penegakan hukum,
tingkat permintaan dari suatu barang atau jasa, serta terbentuknya pasar barang dan
21
Ibid. 22
Parasian Simanungkalit, Op.Cit, Halaman 223. 23
ASEAN, tt. ASEAN Declaration on Transnational Crime Manila, 20 Desember 1997. [online]. dalam
jasa baru melalui perubahan sosial dan teknologi.24 Dengan berkembangnya
teknologi, dan komunikasi semakin memudahkan OC untuk menciptakan kerjasama
dengan OC di negara lainnya sehingga muncul unsur lintas negara.
Reichel (2005) menjelaskan, kejahatan transnasional mengaburkan batas-batas
antar negara yang selanjutnya membentuk interkonektivitas kejahatan antar negara.
McCulloch (2007) dalam karyanya yang berjudul Transnational Crime as Productive
Fiction tahun 2007, kejahatan transnasional berpenetrasi ke dalam sistem
pemerintahan suatu negara termasuk sistem politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.25
Mueller (2001) juga menjelaskan, transnational crime adalah fenomena kejahatan
lintas negara yang menyinggung yuridiksi beberapa negara atau berimplikasi pada
negara lain.26
Wujud dari TOC yang paling krusial adalah penyalahgunaan narkotika, karena
menyangkut masa depan suatu bangsa, terutama kalangan generasi muda. Sindikat
narkotika internasional dapat dengan dengan mudah memasuki batas-batas negara di
dunia karena didukung jaringan organisasi yang rapi dan penggunaan teknologi yang
canggih.
1.4.2.3 Geoekonomi
Menurut Klaus Solberg, geoekonomi adalah studi tentang aspek ruang, budaya,
dan sumber daya alam yang strategis dengan tujuan untuk mendapatkan keunggulan
24
Albanese J.S. 2000. The Causes of Organized Crime: Do Criminals Organize Around Opportunities or Do Criminals Opportunities Create New Offenders? Journal of Contemporary Criminal Justice, 16. Halaman 409-423.
25
McCulloch J, 2007. Transnasional Crime as Productive Fcition. Social Justice: Beyond Transnational Crime, 34, halaman 19-32. [jurnal]
26
Mueller G.O, 2001. Transnational Crime: Definitions and Concepts. In Williams, & P. a. Vlassis (Penyunt),
kompetitif yang berkelanjutan.27 Dalam bukunya Klaus juga menjelaskan perbedaan
antara geoekonomi dan geopolitik diantaranya, pertama dari kalimatnya, geoekonomi
tidak berkaitan dengan kegiatan politik dan militer, melainkan hanya kegiatan
ekonomi, kedua dari pelakunya, pelaku geoekonomi tidak diwakili individu yang
mewakili negara, tetapi oleh pekerja sektor swasta yang sangat loyal kepada pemilik
organisasi.
Geoekonomi menghubungkan antara geografi dan ekonomi menjadi
geoekonomi. Dalam Webster's Third New International Dictionary, geoekonomi
diartikan sebagai kombinasi dari faktor ekonomi dan geografis yang berkaitan dengan
perdagangan internasional.28 Sehingga dapat disimpulkan bahwa geoekonomi adalah
segala faktor-faktor geografis seperti faktor alam, faktor manusia, atau gabungan
keduanya29 sebagai alat untuk mengembangkan atau meningkatkan perekonomian.
Dalam geografi terdapat beberapa konsep, diantaranya:30
1. Konsep Lokasi, merupakan konsep utama dalam menjawab pertanyaan where.
Konsep lokasi juga mengandung pengertian bahwa lokasi berpengaruh terhadap harga
atau nilai sesuatu yang ada di permukaan bumi. Lokasi terbagi atas lokasi absolut dan
lokasi relatif. Lokasi absolut adalah lokasi yang tetap terhadap sistem
jarring/koordinat (letak astronomis), kemudian Lokasi relatif adalah lokasi yang
dipengaruhi daerah sekitarnya (letak geografis).
27
Søilen Klaus Solberg, 2012. Geoeconomics. Halaman 2. 28
Webster-Merriam, 2002. Webster's Third New International Dictionary. 29
PP No 51 Tahun 2007 tentang Indikasi-Geografis dalam (PDF) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi-Geografis.
30
2. Konsep Jarak, merupakan konsep yang berkaitan dengan kehidupan sosial,
ekonomi, dan pertahanan. Konsep jarak mengandung pengertian bahwa jarak juga
berpengaruh terhadap harga nilai dan barang.
3. Konsep Keterjangkauan (accessibility) adalah mudah atau tidaknya suatu tempat
untuk dijangkau.
Dari sudut pandang ekonomi, strategis memiliki kriteria, diantaranya:31
1. Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh.
2. Memiliki sektor unggulan.
3. Memiliki potensi ekspor.
4. Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi.
5. Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi.
6. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi.
Tidak berbeda dengan aktor-aktor perdagangan internasional lainnya, sindikat
narkotika internasional juga bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal, sehingga dalam prakteknya mereka juga memperhatikan aspek-aspek
geoekonomi, seperti aspek ruang, dan ketersediaan bahan baku produksi di suatu
negara.
1.4.2.4 Wilayah Perbatasan (Borderland)
Menurut John Locke & Rousseau, negara adalah suatu badan atau organisasi
hasil dari pada perjanjian masyarakat. Sebuah negara dapat terbentuk karena adanya
31
beberapa unsur. Dalam Konvensi Montevideo 1933 disebutkan unsur-unsur yang
harus ada dalam pembentukan sebuah negara diantaranya harus memiliki rakyat,
memiliki wilayah yang permanen, berdaulat, berhubungan dengan negara lain, dan
mendapat pengakuan (deklaratif) dari negara lain.32
Konsep berhubungan dengan negara lain atau kerjasama dan penetapan batas
ditentukan oleh kedua pihak yang bertetangga seperti yang dikatakan oleh Aelenei
(2001), bahwa definisi perbatasan adalah sebagai berikut :
“a definition of the border; a method of setting, delimiting and marking it; the papers drawn up by the neighbouring states stipulating the border line; the manner the state referred to regards the issue of bilateral border regime; the internal legislation regarding the border juridical regime”33
Bentuk fisik wilayah perbatasan, menurut Guo (2005) dibagi menjadi dua
pendekatan:34
1. Natural Border, yaitu wilayah dibatasi oleh batas alam seperti sungai, gunung, laut,
danau, pantai, atau selat. Karena fungsinya untuk kepentingan pertahanan batas
tersebut seringkali dianggap sebagai batas politik.
2. Artificial Border, yaitu batas wilayah yang dapat terdiri dari batas buatan (batu,
dinding), batas geometris, dan batas cultural/budaya (perbedaan budaya, etnis,
ideology)
32
CFR. 2013. Montevideo Convention on the Rights and Duties of States. [online] dalam http://www.cfr.org/sovereignty/montevideo-convention-rights-duties-states/p15897 [diakses 8 Desember 2013].
33
V Aelenei. 2001. Dreptul Frontierei de Stat. Bucharest, Vol 1, Pro Transilvania Publishing House, halaman 112. 34
Wilayah perbatasan tidak hanya membagi wilayah menjadi dua sistem politik
yang berbeda, namun juga memiliki fungsi, diantaranya :35
Menurut Guo (2005) : 1. Sebagai fungsi legal, dimana garis perbatasan membagi
wilayah secara formal dalam kewenangan negara, 2. Sebagai fungsi control dimana
tercatatnya setiap kegiatan di perbatasan sebagai kontrol pemerintah, 3. Sebagai
fungsi fiscal, berkaitan dengan fungsi keuangan pada sebuah negara.
Tidak semua wilayah perbatasan dapat menjalankan fungsinya dengan benar.
Sebagian besar wilaya perbatasan Indonesia memiliki masalah, seperti :
1. Belum adanya kepastian dan ketegasan garis batas, baik garis batas laut maupun
garis batas darat, serta administrasi dan pemeliharaannya. Akibatnya perencanaan
pembangunan wilayah perbatasan menjadi terkendala. Adanya permasalahan batas
negara ini banyak menimbulkan dampak negatif dan berbagai insiden di perbatasan
dan pelanggaran wilayah kedaulatan.
2. Kondisi masyarakat di kawasan perbatasan pada umumnya masih miskin,
tertinggal, terbelakang, tingkat pendidikan dan kesehatan rendah, serta secara
komunitas terisolir.
3. Belum sinkronnya pengelolaan kawasan perbatasan, baik menyangkut
kelembagaan, program, maupun kejelasan wewenang.
4. Adanya kegiatan penyelundupan barang dan tenaga kerja
5. Rentannya persoalan yang terkait dengan nasionalisme penduduk karena
kurangnya informasi yang masuk dari Indonesia, dan masyarakat di kawasan
perbatasan lebih mengenal negara tetangga daripada negara sendiri.
6. Lemahnya penegakan hukum, menyebabkan maraknya pelanggaran hukum di
kawasan perbatasan. Implementasi pos-pos perbatasan dan fasilitasi bea cukai,
imigrasi, dan karantina (CIQ/ Custom, Imigration and Quarantine) tidak optimal dan
terkendala banyak hal, sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai kegiatan ilegal
lintas batas.36
Poin-poin diatas dapat menjelaskan permasalahan di wilayah perbatasan sehingga
sindikat narkotika internasional dapat masuk ke dalam wilayah Indonesia.
1.4.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
36
Wicaksono Sarosa, 2011. Dalam (PDF) Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Indonesia. Halaman 4. Non-Traditional Security
Geo-Economics Aspect Borderland / Illegal Transnational Organized
Crime – Drug Trafficking
Wilayah Operasi Strategis Sindikat Narkotika
Sintesa Pemikiran dari penelitian ini yaitu, munculnya isu-isu NTS pasca
berakhirnya perang dingin yang berupa TOC, penulis mengambil kasus perdagangan
narkoba (drug trafficking) yang memasuki wilayah Indonesia karena faktor
geoekonomi yang menguntungkan dan perbatasan Indonesia yang masih sangat
kurang dalam hal keamananan.
1.5 Hipotesis
Indonesia menjadi wilayah strategis bagi sindikat narkotika internasional dalam
operasinya (pemasaran, produksi, transit) dikarenakan faktor geoekonomi Indonesia
yang menguntungkan seperti letak geografis yang strategis, dan jumlah penduduk
Indonesia yang banyak. Selain itu lemahnya pengawasan di perbatasan juga membuat
sindikat narkoba internasional dapat masuk dengan mudah ke dalam wilayah
Indonesia.
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Konseptualisasi dan Operasionalisasi
1.6.1.1 Geoekonomi Strategis
Definisi Konseptual: Geoekonomi adalah studi tentang aspek ruang, budaya, dan
sumber daya alam yang strategis dengan tujuan untuk mendapatkan keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan.37
37
Dalam geoekonomi terdapat konsep ruang yang terdiri dari lokasi, jarak, dan
keterjangkauan. Ketiga hal tersebut dapat dikatakan strategis apabila lokasi terletak di
antara tempat-tempat yang menguntungkan, semakin dekat jarak maka semakin kecil
pula biaya untuk produksi sehingga laba yang dihasilkan lebih banyak, dan
keterjangkauan suatu tempat juga mempengaruhi proses pemasaran, semakin
mudahnya suatu wilayah untuk dijangkau maka akan semakin cepat dan mudah suatu
produk untuk masuk ke dalam wilayah tersebut.
Aspek budaya dalam geoekonomi mempengaruhi suatu hal untuk dapat diterima
atau ditolak oleh masyarakat setempat, tentunya mereka akan menolak segala hal
yang bertentangan dengan budaya mereka dan sebaliknya, mereka akan dengan
senang hati menerima hal baru tersebut, apabila tidak bertentangan dengan budaya
mereka.
Aspek sumber daya sangat berpengaruh dalam geoekonomi. Suatu wilayah
dikatakan strategis apabila memiliki sumberdaya alam yang melimpah, hal ini
tentunya akan menjadi keuntungan tersendiri bagi wilayah tersebut. Mereka dapat
memproduksi suatu barang dengan biaya yang murah, karena ketersediaan bahan
baku, sehingga tidak perlu mendatangkan bahan dari luar wilayah tersebut.
Definisi Operasional: Geoekonomi adalah segala faktor-faktor geografis seperti
faktor alam, faktor manusia, atau gabungan keduanya38 sebagai alat untuk
38
mengembangkan atau meningkatkan perekonomian. Konsep geoekonomi pada
penelitian ini merujuk kepada aspek ruang dan jumlah populasi di Indonesia sehingga
membuat sindikat narkotika internasional tertarik untuk masuk ke Indonesia.
1.6.1.2 Perbatasan
Definisi Konseptual: Menurut Guo, perbatasan adalah garis yang membagi suatu
wilayah menjadi dua sistem politik yang berbeda, yang mempunya fungsi : sebagai
fungsi legal, dimana garis perbatasan membagi wilayah secara formal dalam
kewenangan negara, sebagai fungsi control dimana tercatatnya setiap kegiatan di
perbatasan sebagai kontrol pemerintah, sebagai fungsi fiscal, berkaitan dengan fungsi
keuangan pada sebuah negara.39
Perbatasan di bagi menjadi dua macam, perbatasan laut dan perbatasan darat.
Penarikan garis batas darat suatu negara ditetapkan berdasarkan koordinat titik-titik
yang telah disepakati dalam perundingan batas antar negara yang terkait. Garis batas
tersebut ditetapkan secara alami (natural), dan secara buatan (artificial).
Definisi Operasional: Konsep wilayah perbatasan pada penelitian ini merujuk
kepada perbatasan darat yang rawan antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah
Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat serta perbatasan laut di Riau. Namun tidak
menutup kemungkinan peneliti akan menggunakan data – data dari perbatasan darat
ataupun perbatasan laut yang lain di Indonesia.
39
1.6.2 Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah eksplanatif, yaitu menghubungkan atau mencari sebab
akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti.40 Dalam penelitian
ini peneliti akan menghubungkan variabel Transnational Crime (drug trafficking)
dengan aspek geoekonomi dan perbatasan untuk menjawab pertanyaan mengapa
sindikat perdagangan narkotika internasional menjadikan Indonesia sebagai wilayah
strategis dalam operasinya.
1.6.3 Jangkauan Penelitian
Ruang lingkup/jangkauan penelitian adalah batasan waktu sampai dimana
penelitian tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, dan tertata sehingga dengan
adanya jangkauan penelitian akan menambah batasan keabsahan data dan tidak
terlampau jauh dengan pokok bahasan yang sudah ditentukan. Penelitian ini dibatasi
di tahun 2012-2013, karena pada tahun itu jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia
meningkat secara signifikan daripada tahun-tahun sebelumnya dan untuk
membandingkan tingkat peningkatan, tidak menutup kemungkinan peneliti akan
menggunakan data dari tahun-tahun sebelumnya. Tingginya tingkat penyalahguna
narkoba pada tahun 2012-2013 dapat diasumsikan sebagai dampak dari banyaknya
jumlah narkoba yang beredar.
40
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
Burhan Bungin (2003) menjelaskan metode pengumpulan data adalah “dengan
cara apa dan bagaimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir
penelitian mampu menyajikan informasi yang valid dan reliable.41
Suharsimi Arikunto (2002), berpendapat bahwa “metode penelitian adalah
berbagai cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”.
Data yang dimaksud adalah wawancara dan studi dokumentasi.42 Sebagai tambahan,
metode pengumpulan data dari internet/online juga dapat digunakan dan dapat
dipertanggung jawabkan secara akademis.43
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode studi dokumentasi yaitu
mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, wesbsite-website resmi, serta
arsip-arsip dari Badan Narkotika Nasional serta wawancara dengan petugas
kepolisian Indonesia.
41
Burhan Bungin, (2003), Analisis Data Penelitian Kualitatif ; Pemahaman Filosofis dan Metodologis kearah Penguasaan Model Aplikasi, halaman 42. Jakarta : PT. RajaGrafindopersada.
42
Suharsimi Arikunto. 2002. Metodologi Penelitian. Halaman 136. PT Rineka Cipta. Jakarta 43
1.6.5 Teknik Analisis Data
Delam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis kualitatif.
Pengumpulan data berupa studi dokumentasi, catatan, transkrip, buku, website resmi
serta wawancara yang kemudian akan dikaitkan dengan permasalahan yang diteliti.
1.6.6 Sistematika Penulisan
BAB I
Bab ini berisi tentang gambaran umum permasalahan yang diteliti, mulai dari latar
belakang masalah (LBM), rumusan masalah (RM), tujuan penelitian, kerangka
pemikiran, metodologi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisi data, dan
sistematika penulisan.
BAB II
Bab ini berisi tentang penjelasan dan pembahasan mengenai data-data yang telah
dihimpun. Di dalam bab ini akan ditunjukan dan dijelaskan lebih luas tentang
peredaran narkoba di Indonesia mulai dari jumlah kasus hingga tindakan-tindakan
yang telah diambil pemerintah Indonesia dalam menangani kasus penyalahgunaan
BAB III
Bab ini akan menjelaskan mengenai faktor-faktor yang membuat sindikat narkotika
internasional menjadikan Indonesia sebagai wilayah bisnis strategisnya beserta
dengan data dan analisisnya.
BAB IV
Bab ini akan berisikan kesimpulan terhadap penelitian dan pembahasan (bab II, bab
BAB II
NARKOTIKA DAN PEREDARANNYA DI WILAYAH INDONESIA
2.1 Pengertian Narkotika
Menurut Wilson Nadaek (1983), Narkotika berasal dari bahasa Yunani, Narke
yang berarti beku, lumpuh, dan dungu.44 Soedjono menjelaskan bahwa narkotika
adalah sejenis zat yang bila digunakan (dimasukan dalam tubuh) akan memberi
pengaruh pada tubuh pemakai. Pengaruh tersebut dapat berupa : menenangkan,
merangsang, dan halusinasi.45
Dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 1 dijelaskan bahwa
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, dapat menghilangkan rasa sakit, namun menimbulkan efek
ketergantungan.
Narkotika dan Psikotropika adalah dua zat yang berbeda, namun di Indonesia
kedua zat tersebut dikenal dengan Narkoba (Narkotika dan obat – obatan terlarang /
psikotropika, atau NAPZA.
Perbedaan antara Narkotika dan Psikotropika adalah dalam hal pengaruh
kesadaran. Pengguna narkotika cenderung akan kehilangan kesadaran saat
44
Wilson Nadaek, 1983. Korban Ganja dan Masalah Narkotika. Indonesia Publishing House, Bandung. Halaman 122.
45
mengkonsumsi, berbeda dengan psikotropika, pemakai akan lebih cenderung aktif
karena saraf telah dipengaruhi oleh efek dari psikotropika.
Menurut pembuatannya, Narkoba terbagi menjadi 3 golongan, diantaranya :
a) Alami adalah zat/obat yang diambil langsung dari alam, tanpa ada proses
fermentasi, contohnya : Ganja, Kokain, dan lain-lain.
b) Semi Sintetis adalah zat/obat yang diproses dengan berbagai tahap, seperti
proses fermentasi, contohnya : morfin, heroin, kodein, dan lain-lain.
c) Sintetis adalah zat/obat yang dikembangkan sejak tahun 1930-an untuk
keperluan medis dan penelitian. Penggunaanya untuk penghilang rasa sakit,
contohnya : amphetamin,deksamfitamin, metadon, dipopanon, dan lain-lain.
Menurut efek pemakaiannya, kalangan medis membagi narkoba menjadi 3
kelompok, diantaranya :46
a) Kelompok Stimulan, obat jenis ini berfungsi untuk merangsang funsgi tubuh
dan meningkatkan gairah kerja serta kesadaran, misalnya : kafein, kokain,
nikotin, amphetamin, atau sabu.
b) Kelompok Depresan, obat jenis ini berfungsi untuk mengurangi aktivitas
fungsional tubuh. Dapat membuat pemakai merasa tenang bahkan tertidur
atau tak sadarkan diri, misalnya : opioda, opium, morfin, heroin, atau kodein.
46
c) Halusinogen, obat jenis ini menimbulkan efek halusinasi yang bersifat
merubah perasaan dan pikiran, misalnya : ganja, jamur masrum, psilocybin,
atau LSD.
2.1.1 Dimensi Hukum Narkotika di Indonesia
Pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika di Indonesia sejatinya sudah
diatur dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1997 yakni mengatur upaya
pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika melalui ancaman pidana denda,
pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati dan mengatur pemanfaatan
narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang
rehabilitasi medis dan sosial.
Namun undang – undang ini seakan tidak bisa menangani kasus tindak pidana
narkotika di Indonesia yang semakin hari semakin meningkat jumlah kasusnya,
terutama mulai terjangkitnya kalangan anak – anak, dan pemuda dalam kubangan
narkotika. Kemudian UU Nomor 22 Tahun 1997 tersebut digantikan dengan Undang
– Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terdapat
materi baru yang menunjukkan adanya upaya dalam memberikan efek psikologis
kepada masyarakat supaya tidak terjerumus dalam tindak pidana narkotika, dan juga
dalam undang – undang ini telah ditetapkan ancaman pidana yang lebih berat,
minimal dan maksimal tergantung tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat
Diaktifkannya Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada
hakikatnya merupakan perbaikan hukum yang tertuang dalam Undang – Undang
Nomor 22 Tahun 1997 dan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1997, diantaranya :47
1. Realitas gradasi karena variasi golongan dalam narkotika dengan ancaman
hukuman yang berbeda dengan golongan I yang terberat disusul dengan
golongan II dan III (tidak dipukul rata), suatu yang patut dipuji justru dalam
pemberatan pidana penjara ada ketentuan hukum minimal (paling singkat).
Hal ini adalah hal baru dalam kaedah hukum pidana.
2. Ketentuan pemberatan selain didasarkan penggolongan juga realitas bahwa
dalam penyalahgunaan narkotika banyak dilakukan oleh kelompok melalui
pemufakatan (konspirasi), maka bila penyalahgunaan beberapa orang dengan
konspirasi, sanksi hukumnya diperberat.
3. Demikian pula Penanggulangan dan Pemberantasan dilakukan apabila pelaku
penyalahgunaan narkoba terorganisasi. Ini menunjukkan bahwa
penyalahgunaan narkotika telah ada sindikat – sindikat yang terorganisir rapi
dalam operasionalnya.
4. Demikian pula apabila korporasi yang terlibat maka pidana dendanya
diperberat.
Jenis narkoba dalam pasal 6 ayat (1) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009
digolongkan menjadi 3 golongan, diantaranya : 48
47
Narkotika Golongan I, narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
Narkotika Golongan II, narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan,
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunya potensi tinggi
menyebabkan ketergantungan.
Narkotika Golongan III, narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan dalam ketergantungan.
2.2 Peredaran Narkotika di Indonesia
2.2.1 Peredaran Narkotika di Indonesia Tahun 2007 - 2011
Peredaran narkotika di Indonesia sudah masuk dalam tahap yang
mengkhawatirkan mengingat tingginya angka penyelundupan, pemakaian, produksi,
serta ancaman kerugian yang diakibatkannya. Catatan Badan Narkotika Nasional
(BNN) tahun 2008 menunjukan bahwa total korban narkotika di Indonesia 3,2 juta
orang, dalam 3 tahun (tahun 2011) menjadi 3,6 juta orang dan 3,8 juta orang pada
2012 atau 2,2% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia, 1,1 juta orang di antaranya
adalah pelajar. Setiap tahun sebanyak 15 ribu pemuda Indonesia tewas akibat narkoba
dengan rata-rata 50 orang meninggal setiap harinya.49
Tabel 2.1 Jumlah Kasus Tersangka Narkoba Berdasarkan Kelompok Usia, 2007-2011
Tabel 2.2 Jumlah Kasus Tersangka Narkoba Berdasarkan Pendidikan, 2007-2011
Tabel di atas menunjukan penyalahguna narkotika di Indonesia berdasarkan
tingkat pendidikan. Berdasarkan tabel tersebut narkotika bahkan dapat dikonsumsi
oleh pelajar di tingkat Sekolah Dasar (SD) dengan presentase sebesar 11,8% yang
jauh lebih besar dari presentase pengguna narkotika di tingkat Perguruan Tinggi
49
(PG). Hal ini tentunya harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, karena
narkotika dapat menyebabkan kerusakan mental dan otak yang menyebabkan
menurunnya kemampuan berpikir secara kritis dan sehat.
Para pelaku penyalahguna narkoba pada awalnya hanya mencoba-coba kemudian
ketagihan hingga menjadi konsumen tetap. Yang lebih mengkhawatirkan apabila
mereka mulai tertarik menjadi pengedar narkotika. Seperti dijelaskan pada paragraf di
atas, keuntungan yang tinggi menjadi alasan orang untuk berubah profesi menjadi
pengedar narkotika. Perbedaan harga yang ekstrim di negara produsen, seperti Iran,
dan pasar potensial di Indonesia mendorong semakin bertambahnya pelaku bisnis
narkotika internasional. Harga 1 kg Sabu di Iran seiktar Rp 100 juta, ketika sudah
sampai di Indonesia harga bisa mencapai Rp 1,5 milyar, meningkat 15 kali lipat.
Berikut adalah tabel jumlah tersangka kasus narkoba berdasarkan peran, dan
kewarganegaraan :
Tabel 2.3 Jumlah Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Peran, 2007-2011
Dalam hal kultivasi, Indonesia adalah negara yang memiliki segala kebaikan dari
Namun tidak semua tanaman memiliki kegunaan yang baik untuk manusia,
contohnya tanaman ganja atau cannabis sativa atau marijuana. Efek samping dari
ganja dapat menyebabkan gangguan fungsi-fungsi psikomotorik yang sangat hebat.
Pengguna ganja akan mengalami gejala psikologik yaitu euphoria, halusinasi
penglihatan dan lebih senang menyendiri.50 Daerah penghasil ganja terbesar di
Indonesia adalah wilayah Aceh dan Sumatra Utara (Sumut), dalam dunia
internasional Indonesia menjadi pengedar ganja terbesar dengan kualitas nomor 1 di
dunia.
Selain ganja, Indonesia juga merupakan negara penghasil Ekstasi terbesar di
dunia. Hal ini disebabkan mudahnya para produsen ekstasi dalam mendapatkan bahan
baku untuk produksi. Salah satunya adalah prekursor. Kemudahan inilah yang
kemudian membuat sindikat narkotika internasional memproduksi ekstasi di
Indonesia. Hal ini terungkap setelah penggerbekan pabrik ekstasi di Tangerang yang
dapat memproduksi hingga 11 juta pil.51
Sebagian besar pelaku distribusi narkotika atau kurir narkotika adalah Warga
Negara Indonesia (WNI), namun tidak sedikit pula kurir asing yang beraksi di
Indonesia. Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Anjan Pramuka
Putra menjelaskan, sepanjang tahun 2010, di wilayah Jakarta saja pihaknya sudah
menangkap kurir narkotika Warga Negara Asing (WNA) sebanyak 49 orang, dengan
50
Hawari, 2002. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza. Penerbit FK UI. Jakarta.
51
rincian 18 orang asal Iran, 5 orang asal Malaysia, 4 orang asal China, 4 orang asal
Taiwan, 2 orang asal Nigeria dan sisanya adalah warga negara India, Nepal, dan
Korea.52
Tabel 2.4 Jumlah Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Kewarganegaraan, 2007-2011
Dari banyak kurir WNI yang tertangkap sebagian dari mereka mengaku adalah
utusan dari sindikat narkotika internasional. Yang paling kerap tertangkap adalah
penyelundupan narkotika dengan menggunakan jasa Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
yang bekerja di Malaysia. Banyaknya TKI yang menjadi kurir narkotika dikarenakan
tingginya bayaran yang diberikan oleh sindikat narkotika.53
Jumlah kasus narkotika di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami
kenaikan, diagram di bawah menunjukan tingkat kenaikan kasus Narkotika,
Psikotropika, dan Bahan Adiktif (Narkoba) sebesar 3 rb kasus setiap tahunnya. (Lihat
Gambar 2.1)
52
Kompas, 2010. Kurir Narkoba Iran Raih Peringkat Satu. [online]. dalam http://internasional.kompas.com/read/2010/12/01/10185955/Kurir.Narkoba.Iran.Raih.Peringkat.Satu [diakses 17 Mei 2014].
53
Grafik 2.1 Data Kasus Tindak Pidana Narkoba Tahun 2007-2011
Tabel 2.5 Jumlah Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Pekerjaan, 2007-2011
Kepolisian yang seharusnya berperan memerangi kejahatan narkotika sebagai
penegak hukum juga terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Jumlah aparat
kepolisian yang terkena kasus penyalahgunaan narkotika meningkat rata-rata 22
Bahkan peredaran narkotika di Indonesia juga telah sampai ke lembaga
pemasyarakatan (LP) dan rumah tahanan (Rutan). Dari 176 Sipir, 11 orang di
antaranya terbukti menggunakan narkotika, dan dari 596 warga binaan, 144 di
antaranya terbukti melakukan hal yang sama. Selain penegak hukum, narkotika juga
telah merambah masuk ke dalam institusi-institusi negara lainnya, menyerang
birokrat-birokrat, dan politisi.
2.2.2 Perkembangan Peredaran Narkotika di Indonesia Tahun 2012 - 2013
Pada akhir tahun 2011 prevalensi penyalahgunaan narkotika di Indonesia sebesar
2,2% atau sejumlah dengan 3,8 – 4,2 juta orang. Angka prevalensi pada tahun 2011
masih di bawah dari angka prevalensi internasional 2,32%. Sedangkan pada tahun
2012 angka prevalensi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba meningkat
sebesar 4,7% dengan perbandingan 5,4% laki-laki dan 3,6% perempuan.54
Sepanjang tahun 2012, BNN berhasil mengungkap 117 Laporan Kasus Narkotika
(LKN), jumlah tersangka yang berhasil diamankan sebanyak 187 tersangka, 71 orang
di antaranya mendapatkan vonis hukuman mati, dengan rincian 20 orang Warga
Negara Indonesia (WNI), dan 51 Warga Negara Asing (WNA). Keseluruhan asset
sitaan BNN yang berhasil dikonversi kedalam nilai rupiah, berjumlah Rp 29 miliar.
Pada tahun 2013, hasil pengungkapan kasus yang berhasil dilakukan oleh BNN
meningkat, sebanyak 166 LKN, dengan 244 orang tersangka, 77 orang mendapatkan
vonis hukuman mati, dengan rincian 30 orang WNI dan 47 orang WNA.
54
Modus dan cara penyelundupan narkotika mulai bermacam-macam. Para pelaku
melakukan segala cara untuk mengelabui petugas keamanan. Seperti menyelipkan
narkotika dalam hak sepatu atau koper, menelan narkotika tersebut, dan yang paling
ekstrim para pelaku wanita menyembunyikan narkotika dalam alat kelaminnya.55
Para bandar narkotika internasional, khususnya dari Nigeria sering menggunakan
kurir wanita Indonesia yang direkrutnya dengan modus cinta, setelah menjalin
hubungan kurang lebih 3 bulan, para bandar mulai melakukan aksinya dengan
melibatkan “kekasih”nya, para kurir wanita ini rela melakukan penyelundupan karena
“cinta”.
Untuk menangani masalah kultivasi ganja, BNN mulai melakukan Operasi
Eradikasi Lahan Ganja dengan dibantu petugas kepolisian daerah setempat. Pada
tahun 2012 di Aceh, BNN berhasil menemukan lahan ganja seluas 164,5 Hektar, dan
18 Hektar di Sumut. Kemudian pada tahun 2013, BNN kembali melakukan operasi
eradikasi lahan ganja di Aceh dan menemukan lahan ganja seluas 35 Hektar. Pihak
BNN tidak hanya melakukan eradikasi lahan ganja, tetapi juga melakukan
pemberdayaan terhadap para petani penanam ganja tersebut, dengan memberi benih
tanaman pertanian lain yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan juga
memberikan pelatihan dalam beberapa bidang.56
55
MB, 2013. BNNP Bali Antisipasi Modus Motifikasi Penyelundupan Narkoba. [online]. dalam http://metrobali.com/2014/01/09/bnnp-bali-antisipasi-modus-motifikasi-penyelundupan-narkoba/ [diakses 18 Mei 2014].
56
Namun peredaran narkoba di Indonesia pada tahun 2012 – 2013 masih
memprihatinkan. BNN masih menemukan anggota kepolisian dan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) yang terlibat kasus penyalahgunaan narkoba. Tim gabungan BNN RI
dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah berhasil mengungkap
jaringan sindikat narkotika yang melibatkan oknum polisi, dan setelah melakukan
pengembangan, tim gabungan berhasil menangkap seorang oknum TNI beserta
barang bukti. Di Pekanbaru, Riau, BNN RI bekerjasama dengan TNI Angkatan Udara
(AU). Kerjasama ini berhasil mengungkap jaringan peredaran gelap narkotika dalam
tubuh TNI AU.57
2.3 Jalur Masuknya Narkotika ke Indonesia
Narkoba di Indonesia masuk melalui jalur laut, maupun jalur darat. Sebagian
besar melalui jalur laut dengan presentase sebesar 80%, dan 10% melalui jalur darat,
serta 10% sisanya melalui jalur udara.58 BNN menjelaskan narkoba dari Indonesia
berasal dari tiga tempat.
Pertama Thailand, Myanmar, dan Laos atau sering dikenal dengan Golden
Triangle. Ketiga negara ini memiliki ladang tanaman opium sejak dahulu. Tidak
mengherankan jika mereka menjadi negara pemasok opium terbesar di dunia dengan
luas penanaman narkoba sebesar 1 juta mu atau sekitar 66.667 hektar. Selain opium,
golden triangle juga juga menyelundupkan heroin dan sabu ke Indonesia.
Narkoba dari golden triangle masuk salah satunya melalui provinsi Sumatera
Utara (Sumut). Direktur Resnarkoba Polda Sumut, Kombes Pol Toga Habinsaran
Panjaitan menjelaskan, sindikat dari golden triangle (segitiga emas) menggunakan
warga negara Indonesia sebagai kurirnya, dengan tujuan apabila penyelundupan
terkuak maka kasus akan berhenti hanya sampai kurir atau pengedar saja.59
Narkoba dari segitiga emas masuk ke wilayah Indonesia melalui beberapa
tahapan. Pertama narkoba tersebut masuk ke Kamboja melalui perbatasan Thailand
dan Laos, serta Myanmar. Kemudian narkoba diselundupkan melalui jalur darat dan
laut ke Malaysia serta Singapura dan terakhir masuk ke wilayah Indonesia melalui
Sumut. Kemudian sindikat narkotika dari segitiga emas menargetkan beberapa kota
besar di Indonesia sebagai targetnya, diantaranya Medan, DKI Jakarta, dan
Surabaya.60
Masalah peredaran gelap (illicit trafficking) adalah salah satu elemen yang
membentuk fungsi supply dari lingkaran perdagangan narkoba, selain proses produksi
narkoba (illicit production). Kedua hal tersebut mempengaruhi faktor demand
(permintaan), yaitu penyalahgunaan narkoba (drug abuse).
Peredaran narkoba di Indonesia juga terkait erat dengan praktik pencucian uang
(money laundering), dapat dikatakan menjadi sumber utama dari tindak pidana
pencucian uang. Jumlah transaksi yang dihasilkan dari peredaran gelap narkoba di
Indonesia sangat mencengangkan, mencapai Rp 300 triliun per tahunnya. Menurut
Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Departemen Luar Negeri
Amerika Serikat (AS) untuk mengungkap perdagangan gelap narkoba dapat
dilakukan dengan membongkar praktek pencucian uang di Indonesia.61
Dalam jalur peredaran psikotropika seperti sabu, bahan baku pembuat ekstasi dan
obat-obatan Golongan IV, prekursor masuk ke Indonesia berasal dari Cina. Dengan
mengambil jalur perdangangan Hongkong – Bangkok – Malaysia lalu masuk ke
Indonesia melalui sejumlah bandara kecil di daerah-daerah.62
Gambar 2.1 Jalur Perdagangan dan Penyelundupan Narkoba (Sumber : Buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas dan Rutan)
Data dari BNN menjelaskan pola peredaran ekstasi dan sabu serta prekursor di
Indonesia :
61
Ibid.
62
I. Jalur edar ekstasi dan sabu di Indonesia
Jakarta – Denpasar
Batam – Medan
Jakarta – Surabaya
Jakarta – Bandung; dan
Batam – Jakarta
II. Jalur edar Prekursor
Amerika – Singapura – Jakarta
Taiwan – Singapura – Jakarta
India – Singapura – Jakarta
Hongkong – Jakarta
Hongkong – Batam
Selain segitiga emas, negara pemasok narkoba di Indonesia lainnya adalah
Malaysia. Sindikat asal Malaysia seringkali melakukan penyelundupan melalui
wilayah provinsi Kalimantan. Provinsi Kalimantan berbatasan langsung dengan
wilayan negara Malaysia. Kalimantan Timur (Kaltim), perbatasan dengan Malaysia
membentang dari Utara (Kab. Nunukan) ke Selatan (Kab. Kutai Barat) dan
Kalimantan Barat (Kalbar) yang berbatasan dengan Serawak pada bagian paling
Utara yang membentang sepanjang 966 kilometer (km) ke timur, meliputi Kab.
Berdasarkan data dari BNNP Kalimantan Barat, peredaran narkotika
internasional masuk ke Indonesia khususnya wilayah Kalimantan Barat sekarang
melalui jalur-jalur perbatasan. Pihaknya berhasil mengungkap kasus peredaran
narkotika di wilayah perbatasan Kalbar dengan Negara Serawak (Malaysia),
diantaranya tertangkapnya kurir narkoba yang membawa 6,8 kg narkotika jenis sabu,
oleh Polisi Sanggau, kemudian kasus warga negara Malaysia yang tertangkap tangan
membawa narkotika jenis sabu seberat 4,0229 gr saat memasuki wilayah Indonesia di
Kab. Kapuas Hulu. Warga negara Malaysia ini berangkat dari Kuching menuju ke
Lubok Antu (perbatasan Malaysia dengan Indonesia di Badau Kab. Kapuas Hulu).
Kemudian di wilayah Nunukan, pada Oktober 2013, prajurit TNI AD Yonif 141
Kodam II Sriwijaya berhasil menyita sabu seberat 7,95 kg saat melakukan
pengamanan di wilayah perbatasan. Sabu tersebut bernilai sebesar Rp 10 miliar yang
masuk ke Kab. Nunukan melalui Pulau Sebatik. Pada Desember 2013 personel TNI
dari Yonif 613 Raja Alam Tarakan juga berhasil mengungkap penyelundupan 11 gr
sabu dari Malaysia dan juga mengamankan 11 orang yang diduga sebagai Bandar dan
pengedar narkoba. Menurut Herdiansyah Hamzah, Pengamat Hukum dan Politik
Universitas Mulawarman Samarinda, serangkaian pengungkapan narkoba dari
Malaysia menunjukkan jika wilayah perbatasan menjadi salah satu surga pintu masuk
peredaran narkoba internasional.63
63
Analisa, 2014. Minimnya Infrastruktur Perbatasan Penyebab Penyelundupan Narkoba. [online]. dalam
Selain itu, pada tahun 2012 – 2013 BNN dan Kepolisian juga berhasil melakukan
beberapa pengungkapan kasus penyelundupan narkotika melalui perbatasan
Kalimantan - Malaysia dengan jumlah yang besar, antara lain :
Pengungkapan kasus penyelundupan oleh Prajurit Satuan Tugas Pengaman
Perbatasan (Satgas Pamtas) Yonif 141/Aneka Yudha Jaya Prakosa (AJYP)
yang berhasil mengamankan narkoba jenis Sabu seberat 8,45 kilogram dalam
waktu sepekan.64
Pengungkapan kasus penyelundupan oleh Petugas Kepolisian Polsek Sei
Nyamuk Pulau Sebatik, Kaltim, yang berhasil mengamankan Sabu seberat 1
kilogram dan meringkus 2 orang pelaku berkewarganegaraan Malaysia.65
Pengungkapan kasus penyelundupan oleh petugas BNN berhasil
mengamankan sabu seberat 4 kilogram di Pelabuhan Tunotaka, Nunukan,
Kaltim dan 3 orang tersangka yang merupakan jaringan sindikat narkotika
internasional.66
Pengungkapan kasus penyelundupan oleh Tim Gabungan BNN dengan BNNP
Kalimantan Barat yang berhasil mengamankan Sabu dan Ekstasi seberat 4
kilogram dan menangkap 2 tersangka. Sebelumnya tersangka sempat
64
M Rusman 2013. Penyelundupan Shabu-shabu Terbesar di Perbatasan. [online]. dalam http://kaltim.antaranews.com/berita/18209/penyelundupan-shabu-shabu-kasus-terbesar-di-perbatasan [diakses 23 Mei 2014].
65
Masnun Masudi, 2014.Penyelundupan Narkoba di Ujung Negeri Kian Mengkhawatirkan. [online]. dalam http://www.hariantabengan.com/media/index/detail/id/38711 [diakses 23 Mei 2014].
66
melarikan diri ketika tertangkap di perbatasan, Senggau. Tersangka diduga
terlibat jaringan sindikat narkotika internasional.67
Tertangkapnya 3 orang sindikat narkotika internasional, 2 orang
berkewarganegaraan Malaysia, dan seorang warga negara Indonesia.
Tersangka bernama Lau Ting Hee dan Chiew Yem Khuan (Malaysia), dan
Abdul Haris (Indonesia). Ketiganya berhasil diamankan oleh Kepolisian
Polda Kalbar, tersangka asal Malaysia mengaku masuk ke Kalbar melewati
border (perbatasan) karena mudah ditembus.68
Polda Kalbar berhasil mengamankan kurir sabu jaringan Mr Law (Malaysia)
saat hendak melakukan transasksi. Mr Law mengendalikan jaringannya dari
dalam penjara. Polisi berhasil mengamankan 50 gram sabu dan dua orang
tersangka kurir warga Indonesia.69
67
JPNN, 2013. Empat Kilogram Sabu Lolos Perbatasan. [online]. dalam
http://www.jpnn.com/read/2011/06/03/93989/index.php?mib=berita.detail&id=181950 [diakses 23 Mei 2014].
68
PP, 2013. Polda Bekuk Tiga Sindikat Narkotika Internasional. [online]. dalam
http://www.pontianakpost.com/metropolis/7153-polda-bekuk-tiga-sindikat-narkotika-internasional.html [diakses 23 Mei 2014].
69
JPNN, 2013. Jaringan Internasional Pasok Narkoba ke Kalbar. [online]. dalam