• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH UKURAN PARTIKEL SAMPAH ORGANIK TERHADAP WAKTU PENGOMPOSAN DENGAN METODE KOMPOSTER SEMI ANAEROB DI NAGARI KUNANGAN PARIK RANTANG KEC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGARUH UKURAN PARTIKEL SAMPAH ORGANIK TERHADAP WAKTU PENGOMPOSAN DENGAN METODE KOMPOSTER SEMI ANAEROB DI NAGARI KUNANGAN PARIK RANTANG KEC"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH UKURAN PARTIKEL SAMPAH ORGANIK TERHADAP WAKTU PENGOMPOSAN DENGAN METODE KOMPOSTER SEMI ANAEROB DI NAGARI KUNANGAN PARIK

RANTANG KEC. KAMANG BARU KAB. SIJUNJUNG

Andri Gusnedi1) Andi Irawan, MT2) Wathri Fitrada, S.Si., MT1)

Teknik Lingkungan, Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang, Dinas LH Prov.Sumbar email: andrigusnedi@gmail.com

Abstrak : Sampah organik adalah sampah basah yang mudah terurai, sejenis sampah rumah tangga yang tidak diamanfaatkan dengan baik, sehingga dapat merusak lingkungan sekitar. Salah satu upaya untuk mengolah sampah organik yaitu dengan cara menjadikan pupuk kompos. Tujuan dari penelitian ini yaitu Mengetahui ukuran sampah yang efektif untuk pembuatan pupuk kompos, lama waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan kompos dengan menggunakan komposter semi anaerob dan komposisi kompos sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Komposter yang dirancang berkapasitas 25 L, dengan proses pengomposan sampah menjadi pupuk menggunakan EM4. Proses pengomposan yang dilakukan dari sumber sampah organik dengan variasi ukuran partikel yaitu, bubur, 2 cm, 4 cm, 6 cm dan 8 cm. hasil yang diperoleh penelitian ini adalah tingkat kematangan sampah organik dalam proses pengomposan menggunakan komposter semi an aerob lebih cepat matang pada sampel ukuran partikel bubur yaitu 18 hari. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap kompos yang telah matang yaitu kadar air, temperatur, warna, bau, ukuran partikel, pH, nitrogen, karbon, phospor, rasio C/N dan kalium, didapatkan hasil sesuai dengan kriteria kompos organik yang diatur dalam SNI 19- 7030-2004.

Kata Kunci : Kompos, Komposter, Sampah Organik

Abstract : Organic waste is wet waste that is easily decomposed, a type of household waste that is not utilized properly, so it can damage the surrounding environment. Organic waste can be used as compost fertilizer which is the result of decomposition of organic matter by active microorganisms.

One of the efforts to process organic waste is by making compost. The purpose of this research is to know the size of waste that is effective for the manufacture of compost, the length of time needed in making compost by using semi-anaerobic composter and compost composition in accordance with SNI 19-7030-2004. Composter designed with a capacity of 250 L, with the process of decaying waste into fertilizer using EM4. Composting process carried out from organic waste sources with variations in particle size namely, porridge, 2 cm, 4 cm, 6 cm and 8 cm. The conclusion that can be drawn from this study is the level of maturity of organic waste in the composting process using semi-composter and aerob more quickly mature on samples the size of slurry particles. Based on laboratory test results of mature compost, namely water content, temperature, color, odor, particle size, pH, nitrogen, carbon, phospor, C/N ratio and potassium, obtained meet or in accordance with organic compost criteria regulated in SNI 19-7030-2004.

Keywords: Compost, Composter, Organic Waste

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan aktivitas

penduduk di suatu wilayah yang menyebabkan meningkatnya timbulan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat.

(2)

Peningkatan kesejahteraan masyarakat ditandai dengan adanya pembangunan, kegiatan usaha ataupun industri berpengaruh dalam meningkatnya volume sampah yang dihasilkan. Permasalahan sampah jika tidak dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan, seperti pencemaran tanah, udara, air, dan berkembangnya bakteri penyakit serta keindahan dan kebersihan lingkungan akan rusak (Zahra dan Damanhuri, 2011). Menurut Undang- Undang Repubik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah yang semakin lama menumpuk dan tidak diolah akan menimbulkan masalah seperti gangguan estetika, menganggu pemandangan dan juga bisa sebagai tempat perindukan vektor penyakit seperti lalat, kecoa dan tikus. Disamping itu hal ini juga dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena potensi berkembangnya virus, protozoa, telur cacing, diare dan cholera.

Nagari Kunangan Parik Rantang, Kec.

Kamang Baru,Kab. Sijunjung pada tahun 2020 memiliki jumlah penduduk sebesar 10.998 jiwa dan timbulan sampah 25,85 m3/h dengan komposisi sampah terbesar adalah sampah organik dengan jumlah 73% atau sebesar 18,87 m3/h (Ap Arde,2020). Saat ini di Nagari tersebut belum dilakukan pengelolaan sampah, dimana timbulan sampah yang dihasilkan ditumpuk di beberapa lokasi tanah kosong.

Sampah yang di dominasi oleh sampah organik, apabila sampah organik dibiarkan begitu saja, maka akan terdekomposisi dan menimbulkan lindi. Hal ini cukup mengganggu dan menimbulkan dampak kurang baik, yaitu menimbulkan bau yang tidak sedap serta dampak terhadap estetika.

Sampah organik sebenarnya dapat diolah secara sederhana, yaitu dengan pengomposan. Prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik kering yang kaya karbohidrat (C) yang berfungsi sebagai sumber energi makanan bagi mikroba dengan bahan

organik basah yang banyak mengandung N untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba (Djaja, 2010). Sampah yang mengandung unsur karbon tinggi yaitu sampah coklat seperti daun kering sedangkan yang mengandung unsur nitrogen yang tinggi yaitu daun segar atau sampah hijau, (Yuliarti dan Isroi, 2009).

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengomposan yaitu ukuran partikel sampah organik yang digunakan sebagai bahan baku kompos. Semakin kecil ukuran potongan bahan asalnya, semakin cepat proses penguraiannya. Ukuran ideal potongan bahan mentah sekitar 4 cm, jika potongannya terlalu kecil, timbunan menjadi padat sehingga tidak ada sirkulasi udara (Suryanti, 2009).

Lamanya waktu pengomposan ditentukan oleh jenis bahan yang akan dikomposkan serta metode pengomposan yang akan digunakan. Salah satu komponen dalam pembuatan kompos yang dapat mempercepat proses pembuatan kompos adalah penambahan inokulan atau bioaktivator yang dilakukan oleh mikroba lignitik, selulotik, preteolitik, lipotik, aminiolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non simbiotik yang berperan sebagai pengurai bahan organik yang digunakan dalam pembuatan kompos (Djaja, 2008).

Komposter merupakan salah satu teknologi tepat guna yang dapat digunakan dalam pembuatan kompos dari sampah organik.

Komposter juga bisa digunakan untuk skala rumah tangga, sehingga dapat mengolah sampah mereka sendiri dan menjadikannya hasil yang sangat bermanfaat bahkan serta dapat menghasilkan nilai ekonomi. Komposter semi anaerob menjadi pilihan sebagai alat pembuatan pupuk kompos untuk menjadikan sampah organik menjadi pupuk kompos (Yaumal, 2019).

Karena jumlah timbulan sampah organik di Nagari Kunangan Parik Rantang Kec.

Kamang Baru Kab. Sijunjung cukup besar

(3)

dan belum adanya proses pengolahan terhadap sampah organik tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh ukuran partikel sampah organic terhadap waktu pengomposan dengan metode komposter semi anaerobdi Nagari Kunangan Parik Rantang Kec. Kamang Baru Kab.

Sijunjung, sehingga dapat menjadi acuan dalam pengolahan terhadap sampah organik tersebut untuk dijadikan kompos dan memiliki potensi ekonomi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Nagari KunanganParikRantang, Kec. Kamang Baru, Kab. Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. Pengujian sampel kompos yang telah matang dilakukan pada laboratorium uji diantaranya laboratorium Air Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas (UNAND. Kematangan kompos mengacu ke SNI 19-7030-2004. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian yang bersifat eksperimen semu (quasi experiment) dengan menggunakan aktivator EM4 dan pengamatan berdasarkan ukuran partikel sampah (bubur, 2 cm, 4 cm, 6 cm, dan 8 cm). Rancangan ini digunakan hanya untuk menilai hasil dari eksperimen yang telah dilakukan yaitu untuk mengetahui efektivitas ukuran partikel sampah organik terhadap waktu pengomposan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengamatan Kompos

Selama proses pengomposan, dilakukan pengukuran suhu dan pH pada setiap komposter. Pengukuran ini dilakukan setiap hari selama proses pengomposan pada rentang jam yang sama setiap harinya, yaitu pada rentang pukul 12.00 – 13.00 WIB.

Suhu

Tabel 1. Hasil Pengamatan Suhu Kompos

Gambar 1. Grafik Suhu Kompos vs Lama Pengomposan

Fluktuasi suhu dalam penelitian ini tidak lebih dari 39 0C, sehingga diduga mikroorganisme pengurai yang mampu berkembang biak hanya bakteri-bakteri mesofilik. Dimana fase mesofilik berkisar antara suhu 23 0C – 45 0C dan fase termofilik antara 45 0C – 65 0C. Suhu optimal dalam proses pengomposan yaitu 30-50 0C. Peningkatan suhu terjadi karena aktivitas bakteri dalam mendekomposisi bahan organik. Kondisi mesofilik lebih efektif karena aktivitas mikroorganisme didominasi protobakteri dan fungi.

Pembalikan yang dilakukan dalam proses pengomposan mengakibatakan temperatur turun dan kemudian naik.

pH

(4)

Tabel 2. Hasil Pengamatan pH Kompos

Gambar 2. Grafik Pengamatan pH Selama Pengomposan

Pada awal proses pengomposan, pH pada kelima ukuran partikel menunjukkan dibawah 6, hal ini terjadi pelepasan asam pada bahan baku kompos sehingga terjadi penurunan pH. Pada ukuran partikel bubur mulai hari ke 10 sudah mencapai pH ideal berdasarkan standar kualitas kompos SNI : 19-7030-2004 berkisar antara 6,8 hingga maksimum 7,49. Pada ukuran partikel 2 cm pH ideal dicapai pada hari ke 15, ukuran partikel 4 cm dimulai dari hari ke 17, ukuran partikel 6 cm dimulai dari hari ke 14 dan ukuran partikel 8 cm dimulai dari hari ke 15. Peningkatan dan penurunan pH juga merupakan penanda terjadinya aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Bakteri pembentuk asam akan menurunkan pH sehingga kompos bersifat lebih asam.

Selanjutnya mikroorganisme mulai mengubah nitrogen anorganik menjadi

amonium sehingga pH meningkat dengan cepat menjadi basa. Sebagian ammonia dilepaskan atau dikonversi menjadi nitrat dan nitrat didenitrifikasi oleh bakteri sehingga pH kompos menjadi netral.

Menurut Astari (2011) nilai pH yang berada di kisaran netral akan mudah diserap dan digunakan tanaman, serta berguna untuk mengurangi keasaman tanah karena sifat asli tanah adalah asam.

2. Hasil Analisis

Analisis Waktu Pengomposan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, lamanya waktu pengomposan terhadap sampah organik dengan variasi ukuran sampel bubur, 2 cm, 4 cm, 6 cm dan 8 cm, dengan kematangan kompos mengacu kepada parameter kematangan berdasarkan SNI 19-7030- 2004, didapatkan data seperti tabel 3 berikut.

Tabel 3 Hasil Lama Pengomposan

Gambar 3. Grafik Lama Pengomposan vs Ukuran Sampel

(5)

Analisis Kandungan Kadar Air Tabel 4. Hasil Uji Kadar Air kompos

Gambar 4. Grafik Ukuran Sampel vs Kadar Air

Laju dekomposisi kompos dan suhu di pengaruhi oleh kadar air (kusuma, 2012)., karena mikroorganisme membutuhkan kadar air yang optimal untuk mengurai material organik. Untuk penelitian ini pengaruh kadar air terhadap suhu kompos tidak begitu terlihat karena penentuan kadar air dilakukan setelah kompos matang. Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa kadar air kompos yang dihasilkan masih dibawah kadar air maksimal kompos sesuai SNI 19-7030-2004.

Analisis pH

Tabel 5. Hasil Uji pH Kompos

Gambar 5. Grafik Ukuran Sampel vs Nilai pH Peningkatan dan penurunan pH juga merupakan penanda terjadinya aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik (Firdaus 2011). Perubahan pH juga menunjukkan aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik (Ismayana et al. 2012).

Ketersediaan nutrien yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dipengaruhi oleh pH.

Berdasarkan SNI 19-7030-2004 pH kompos yaitu antara 6,80 – 7,49. Dari hasil pengujian terhadap sampel kompos yang dibuat dari bermacam variasi ukuran sample pada Grafik diatas terlihat bahwa kualitas pH kompos masih dalam batasan range nilai pH minimum dan nilai maksimum sesuai dengan kriteria pH pada SNI tersebut.

Analisis Warna dan Bau pada Kompos Kriteria kompos matang mengacu kepada SNI 19-7030-2004 terdapat parameter warna dan bau, dimana sesuai SNI tersebut kompos yang baik memiliki bau seperti tanah, dan warna lebih gelap atau kehitaman. Perubahan warna dalam kompos tergantung dari bahan dasar yang digunakan (Widriyani, 2008). Berdasarkan pengamatan terhadap kompos yang dibuat, warna yang didapatkan adalah kehitaman, dengan bau seperti bau tanah. Hal ini menandakan bahwa kompos yang dibuat sudah sesuai dengan kriteria kompos mengacu kepada SNI 19-7030-2004. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan

(6)

kualitas warna dan bau kompos dari kompos yang dihasilkan seperti table 4.8 berikut.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Warna dan Bau Kompos

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Variasi ukuran sampah organik dengan ukuran bubur lebih dahulu matang, yaitu pada hari ke 18 dengan indikator suhu kompos di 30,8 0C, pH 7, warna kehitaman dan berbau tanah

2. Variasi ukuran sampah organik dengan ukuran 2 cm matang, pada hari ke 20 dengan indikator suhu kompos di 30,60C, pH 7, warna kehitaman dan berbau tanah

3. Variasi ukuran sampah organik dengan ukuran 4 cm matang, pada hari ke 23 dengan indikator suhu kompos di 30,60C, pH 7, warna kehitaman dan berbau tanah

4. Variasi ukuran sampah organik dengan ukuran 6 cm matang, pada hari ke 24 dengan indikator suhu kompos di 30,90C, pH 7, warna kehitaman dan berbau tanah

5. Variasi ukuran sampah organik dengan ukuran 8 cm matang, pada hari ke 26 dengan indikator suhu kompos di 30,70C, pH 7, warna kehitaman dan berbau tanah

6. Dari hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kematangan

sampah organik dalam proses pengomposan menggunakan komposter semi an aerob lebih mudah dicapai atau lebih cepat matang pada sample sampah organik dengan ukuran partikel bubur.

7. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap kompos yang telah matang dari penelitian ini mengacu kepada beberapa parameter SNI 19-7030-2004, yaitu kadar air, temperature, warna, bau, ukuran partikel, pH, nitrogen, karbon, phospor, rasio C/N dan kalium8

8. Kadar air dari kompos matang yang bersumber dari sampah organik dengan ukuran partikel pengomposan bubur adalah 38,3 %, untuk ukuran partikel 2 cm adalah 40,32 %, untuk ukuran partikel 4 cm adalah 42,78 %, untuk ukuran partikel 6 cm adalah 44,25 %, dan ukuran partikel 8 cm adalah 45,96 %

9. Temperatur dari kompos matang yang bersumber dari sampah organik dengan ukuran partikel pengomposan bubur adalah 29,8 0C, untuk ukuran partikel 2 cm adalah 29,6 0C, untuk ukuran partikel 4 cm adalah 29,4 0C, untuk ukuran partikel 6 cm adalah 29,7 0C, dan ukuran partikel 8 cm adalah 29,9 0C

10.pH dari kompos matang yang bersumber dari sampah organik dengan ukuran partikel pengomposan bubur adalah 6,39, untuk ukuran partikel 2 cm adalah 7,21, untuk ukuran partikel 4 cm adalah 6,90, untuk ukuran partikel 6 cm adalah 6,95, dan ukuran partikel 8 cm adalah 6,87 11.Nilai Nitrogen total dari kompos matang yang bersumber dari sampah organik dengan ukuran partikel pengomposan bubur adalah 0,91, untuk ukuran partikel 2 cm adalah 0,77, untuk ukuran partikel 4 cm adalah 0,84, untuk ukuran partikel 6 cm adalah 1,05, dan ukuran partikel 8 cm adalah 0,98

12. Nilai C-Organik dari kompos matang yang bersumber dari sampah organik dengan ukuran partikel pengomposan

(7)

bubur adalah 16,81, untuk ukuran partikel 2 cm adalah 15,14, untuk ukuran partikel 4 cm adalah 14,13, untuk ukuran partikel 6 cm adalah 16,14, dan ukuran partikel 8 cm adalah 15,19

13.Nilai Phospor dari kompos matang yang bersumber dari sampah organik dengan ukuran partikel pengomposan bubur adalah 2,42, untuk ukuran partikel 2 cm adalah 1,91, untuk ukuran partikel 4 cm adalah 1,77, untuk ukuran partikel 6 cm adalah 1,98, dan ukuran partikel 8 cm adalah 2,06

14.Nilai Rasio C/N dari kompos matang yang bersumber dari sampah organik dengan ukuran partikel pengomposan bubur adalah 18,47, untuk ukuran partikel 2 cm adalah 19,66, untuk ukuran partikel 4 cm adalah 16,82, untuk ukuran partikel 6 cm adalah 15,31, dan ukuran partikel 8 cm adalah 15,50

15.Nilai Kalium dari kompos matang yang bersumber dari sampah organik dengan ukuran partikel pengomposan bubur adalah 3,15, untuk ukuran partikel 2 cm adalah 3,00, untuk ukuran partikel 4 cm adalah 2,68, untuk ukuran partikel 6 cm adalah 2,84, dan ukuran partikel 8 cm adalah 2,59

DAFTAR PUSTAKA

Arbi Yaumal, Ari Syiful Rahman Arifin, Muvi Yandra, Iga Tri Ayu Ningrum (2019). Rancang bangun komposter anaerob untuk mengolah sampah menjadi pupuk kompos dan pupuk cair di nagri parambahan. Indonesia.

Djuarnani, N., Kristian, & Susilo, B.

(2005). Cara Cepat Membuat Kompos. Depok: PT. Agromedia Pustaka.

Damanhuri, E. (2010) Diktat Pengelolaan Sampah. Teknik Lingkungan ITB.

Bandung

Isroi (2008). Kompos. Makalah Balai Penelitian BioteknologiPerkebunan Indonesia.

Isroi & Yuliarti. (2009). Kompos Cara Mudah, Murah Dan Cepat

Menghasilkan KomposYogyakarta:

Lily.

Sutanto, R. (2002). Pertanian Organik.

Yogyakarta: Kanisius.

Tchobanoglous. (1993). Intefrated Waste solid Managemen: Enginering Principaland Management Issues.

Singapore: McGraw-Hill, Inc.

Tinarja Daniel Rinengkuh, Fedik Novibriawan, Dewi Komala Fadilatussiam, Susilawati (2019).

Pengelolaan sampah rumah tangga menjadi pupuk organik menggunakan komposter dilingkungan desa montong baan selatan, kecamatan sikur, kabupaten lombok timur, nusa tenggara barat. Indonesia

Triviana, L., & Pradhana, A. Y. (2017).

Optimalisasi Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Kandang dari Kotoran Kambing dan Debu Sabut Kelapa dengan Bioaktivator Promi dan Orgadec. Jurnal Sain Veteriner.

Undang-Undang No 18 Tahun 2008.

Tentang Pengolahan Sampah.

(8)

Yenie, E., & Komalasari. (2011).

Pembuatan Kompos Dari Sampah Sayuran Parameter Dan Waktu Pembalikan. Prosiding SNTK TOPI. Pekanbaru.

Yuliananda Subekti, Puput Putro Utomo, Rillian M Golddin (2019).

Pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk kompos cair dengan menggunakan kompostersederhana.

Surabaya

Gambar

Tabel 1. Hasil Pengamatan Suhu Kompos
Tabel 2. Hasil Pengamatan pH Kompos
Tabel 5. Hasil Uji pH Kompos
Tabel 6. Hasil Pengamatan Warna dan Bau  Kompos

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data hasil penelitian dapat diketahui bahwa suku Minang memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi di mana semakin besar kekuatan karakter yang dimiliki

Dalam penelitian ini telah diamati kaitan antara jenis sol sepatu lari yang digunakan pelari dengan gaya reaksi tanah (GRF) saat fase stance yang dialaminya. Dari analisis

[r]

5FMBIEJMBLVLBOQFOFMJUJBOUFOUBOHQFOHHVOBBO NFEJB QFSNBJOBO NPOPQPMJ NFMBMVJ QFNCFMBKBSBO LPPQFSBUJG QBEB NBIBTJTXB GJTJLB 'BLVMUBT 5BSCJZBI EFOHBO LPOTFQ UBUB TVSZB 1FOFMJUJBO

Jangan gunakan pisau atau alat logam lain yang tajam untuk melakukan ini dan jangan sentuh bahagian logam di dalam pembakar.. Membakar roti

Penata Pemeriksa Bea dan Cukai Muda Pelaksana Pemeriksa pada 197010101992011001 III/c Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok Direktorat Teknis Kepabeanan.. NO

Karena Perusahaan tidak dapat mengontrol metode, volume, atau kondisi aktual penggunaan, Perusahaan tidak bertanggung jawab atas bahaya atau kehilangan yang disebabkan dari

[r]