4 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka
1. Konflik
Banyak pendapat yang menjelaskan makna dari konflik itu sendiri sebagai salah satu hal yang tidak terlepas dari sebuah perilaku manusia yang memiliki kepentingan dalam melaksanakan sesuatu terkhususnya ketika berhadapan dengan orang lain. Konflik dipahami sebagai proses benturan antar individu dengan dasar kepentingan masing-masing untuk memperebutkan suatu kemenangan dengan cara menggerakan segala sumber kekuatan untuk memperolehnya (Novri Susan, 2009: 12). Sumber kekuatan dari konflik iu sendiri bisa berupa ideologi, masa, isu, kekerasan serta kekuatan militer. Segala hal tersebut dikerahkan oleh setiao individu secara personal maupun kolektif demi memperoleh apa yang mereka harapkan dan pada akhirnya menjadi pemenang atas konflik itu sendiri.
Pada kejadiannya, konflik dipandang dengan banyak disiplin ilmu diantaranya dari sudut pandang sosiologi dan antropologi. Sosiologi memandang konflik lebih dominan sebagai bentuk interaksi sosial antar individu dalam sebuah lingkungan dengan anggapan bahwa semua interaksi manusia secara sosial memiliki tujuannya tertentu (Sander, dikutip dalam…., 2016). Di lain sisi antropologi memandang konflik sebagai salah satu budaya dan hasil dari sebuah interaksi antar individu dengan dipengaruhi oleh kondisi di sekitarnya.
Konflik juga sering dipandang dengan pespektif psikologis. Psikologi memandang konflik sebagai bentuk penolakan dari diri yang didorong oleh perilaku atau tindakan individu lain yang mengakibatkan adanya rasa senang dan ingin memberikan perlawanan. Segala bentuk persepsi, interpretasi, kondisi psikologis dan mental berdiri di belakang individu yang merasakan
5 konflik. Melihat dari berbagai pandangan umum akan konflik, kita bisa membangun hipotesa bahwa konflik merupakan bentuk perselisihan individu akan sebuah hal baik yang terjadi secara psikologis pada diri sendiri maupun secara sosial antara diri dengan orang lain. Pada akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan permasalahan yang bermuara pada pengerahan sumber daya konflik dalam rangka memperoleh sebuah kemenangan ada sebuah kuasa.
2. Peran
Individu sebagai bagian dari komunitas masyarakat baik dalam skala yang kecil maupun skala yang besar tidak terlepas dari sebuah interaksi dengan individu lainnya. Interaksi sosial yang terjadi pada akhirnya memunculan bagian-bagian penting yang harus dilakukan oleh setiap personal yang sangat berpengaruh bagi keberadaan komunitas dimana dia berada. Secara khusus bagian-bagian penting tersebut didefinisikan sebagai peran dari setiap individu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
peran pada salah satu artiannya, dimaknai sebagai seperangkat tingkah yang dimiliki oleh orang yang tergabung dalam masyarakat. Menurut Poerwadarminto, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 735), mendefinisikan peran sebagai suatu bagian atau pemegang kepemimpinan utama.
Ralph Linton (1956: 114), mendefinisikan peranan sebagai sebuah aspek dinamis kedudukan atau status yaitu ketika seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status atau kedudukannya maka dia sudah melaksanakan peranannya. Berdasarkan definisi tersebut bisa tergambar bahwa peran tidak akan terlepas dari sebuah kedudukan (status) seorang individu dalam masyarakat. Maka demikian dapat katakana juga bahwa seseorang tidak akan memiliki peran jika dia tidak mempunyai kedudukan atau status dalam masyarakat begitu juga sebaliknya bahwa dia tidak akan
6 memiliki kedudukan di masyarakat tanpa dia melaksanakan perannya sebagai bagian dari komunitas.
Peran merupakan perilaku yang dilakukan oleh individu yang memiliki kedudukan tertentu dalam sebuah sebuah komunitas sosial yang secara umum mencakup hal - hal berupa norma – norma yang ada dalam kehidupan bermasayarakat, konsep perilaku setiap individu sebagai bagian dari masyarakat dan rangkaian tertentu yang dihasilkan oleh sebuah jabatan dalam organisasi atau kelompok.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peran diartikan sebagai tindakan atau perilaku yang diharapkan oleh individu terhadap individu lainnya dalam interaksi personal maupun kelompok yang terjadi berdasarkan pada konteks kedudukan dan pengaruh yang dimiliki masing- masing individu. Mengaitkan dengan konteks LK sebagai sebuah sub- organisasi dari UKSW maka akan diketahui tentang peran LK UKSW pada masa kemelut tahun 1993-1995.
3. Kemelut
Kemelut menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring dimaknai sebagai sebuah keadaan yang berbahaya maupun genting. Keadaan ini diidentikan dengan suatu situasi wadah penyakit yang secara nyata membahayakan keberadaan umat manusia. Moh. Maiwan (2014) menggambarkan kemelut dalam publikasi jurnalnya adalah sebuah situasi yang sangat genting dan memiliki dampak yang luas bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari penggambaran kemelut politik myanmar yang banyak diwarnai dengan naik turunnya pemerintahan telah mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat.
Selaras dengan itu, kemelut di UKSW berdasarkan beberapa sumber digambarkan sebagai situasi yang sangat genting (Kurniawan dalam Slamet
7 Haryono, 2022). Berbagai sendi aktivitas akademik yang seharusnya berjalan, pada akhirnya harus terganggu dan mengarah pada keos. Aksi moratorium dan mogok kerja pada akhirnya telah menurunkan eksistensi UKSW yang seakan tenggelam dalam konflik internal yang berkepanjangan.
4. Lembaga Kemahasiswaan a. Pengertian Umum
Organisasi kemahasiswaan (Ormawa) atau juga disebut sebagau Lembaga Kemahasiswaan (LK) untuk beberapa Perguruan Tinggi (PT) dipandang dalam kesehariannya sebagai wadah berorganisasi bagi mahasiswa yang ada dalam sebuah PT. Organisasi dipandang sebagai suatu kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang bersama-sama bekerja untuk menuju pada tujuan bersama dengan menjalankan suatu sistem. LK sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan didefinisikan sebagai kelompok mahasiswa yang memiliki anggota, aturan secara kolektif dan terorganisis yang berada pada sebuah institusi pendidikan tinggi (H. Syamsunie Carsel HR. 2020: 85).
LK juga dipahami sebagai organisasi mahasiswa yang menjadi wadah untuk mengembangkan kemampuan ekstrakulikuler mahasiswa yang ada dalah sebuah PT baik secara penalaran, keilmuan, minat dan bakat serta kegemaran lainnya yang serupa (Sudarman, 2004 dalam Ayodya Arya 2018: 1). Organisasi mahasiswa pada akhirnya menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mengekspresikan pemikinran serta minat yang mereka punya khususnya dalam hal berinteraksi dengan sesama mahasiswa serta membentuk sebuah perilaku kerjasama yang sangat bermanfaat ketika sudah lulus dari kampus.
b. Menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
8 Lembaga Kemahasiswaan sebagai bagian dari organisasi intra kampus yang merupakan lembaga pendidikan yang diatur dengan peraturan pemerintah pastinya memiliki landasan hukum khusus yang mengatur tentang keberadaan dan keberlangsungannya bagi kehidupan bermahasiswa. Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2012 Pasal 14 mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan diri, bakat dan minat melalui organisasi kemahasiswaan. Melalui UU yang sama yaitu pada pasal 77 diatur tentang mahasiswa dapat membentuk organisasi kemahasiswaan (Ormawa) dengan paling sedikit memiliki fungsi untuk:
a) Mewadahi kegiatan mahasiswa dalam mengembangkan minat, bakat dan potensi;
b) Mengembangkan kepekaan, daya kritis, kepemimpinan dan keberanian, serta rasa kebangsaan;
c) Memenuhi kesejahteraan dan kepentingan mahasiswa; dan mengembangkan tanggungjawab sosial melalui kegiatan pengabdian masyarakat.
Dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Di Perguruan Tinggi memberikan pedoman tentang organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi mulai dari:
a. Bentuk organisasi;
b. Kedudukan, Fungsi dan Tanggungjawab;
c. Kepengurusan, Keanggotaan dan Masa Bakti;
d. Pembiayaan.
Dengan demikian setiap Ormawa memiliki pedoman aturan yang dapat digunakan untuk menjalankan tugas dan fungsinya serta bagi PT dapat menjadi pedoman dalam memfasilitasi keberadaan Ormawa di lingkungannya masing-masing. Penyelenggaraan Ormawa dijalankan dengan
9 prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan yang jauh lebih besar bagi mahasiswa.
2.2 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan Lembaga Kemahasiswaan telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain:
1. Rizki Ananda Syahputra, 2016 dengan Judul: Peran Organisasi Kemahasiswaan Daerah Dalam Menjaga ke Bhineka Tungga Ikaan di Universitas Medan Area., Program Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Medah Area. Penelitian ini berupa skripsi mengkaji tentang peran organisasi kemahasiswaa intra kampus Universitas Medan Area dalam menjaga Kebhineka Tunggal Ikaan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menganalisis berbagai keterangan yang diperoleh dari berbagai informan yang merupakan pimpinan organisasi kemahasiswaa. Hasil dari penelitian ini adalah belum tampaknya peran signifikan dari organisasi kemahasiswaan berbasis daerah dalam menjaga kebhineka-tunggal-ikaan baik didalam kampus maupun di kawasan Medan.
Penelitian Riski ini memiliki kesamaan dengan yang akan peneliti lakukan yaitu peran organisasi kemahasiswaan dalam lingkup universitas.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Zayinatul Mustafadiha dan Sri Mastuti Purwaningsih, Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya pada tahun 2016 dengan Judul: Gerakan Mahasiswa dan Kebijakan NKK/BKK Tahun 1978-1983 oleh. Penelitian ini mengkaji tentang gerakan mahasiswa ketika kebijakan NKK/BKK diturunkan oleh pemerintah pada tahun 1978-1983 yang terindikasi sebagai langkah untuk melemahkan gerakan mahasiswa. Hasil penelitiannya ini diterbitkan pada jurnal AVATARA Vol.4 Nomor 1 tahun 2016.
Metode penelitian yang digunakan adalah metodologi penelitian sejarah dengan menggunakan sumber primer berupa berita harian dan
10 dokumen resmi yang terbit pada saat itu. Sumber primer lainnya adalah keterangan dari hasil wawancara tokoh mahasiswa yang terlibat pada peristiwa itu. Sumber sekunder berupa beberapa referensi buku. Penelitian juga menggunakan pendekatan sosial dengan teori strukturasi antara agen (mahasiswa) dan struktur (pemerintah).
Penelitian ini relevan dengan yang peneliti lakukan yang menggunakan metode penelitian sejarah dengan menggunakan sumber primer berupa dokumen-dokumen, berita harian media cetak yang terbit pada masa itu dan wawancara dengan para tokoh mahasiswa yang terlibat pada peristiwa masing-masing. Penelitian juga akan menggunakan sumber sekunder berupa buku-buku.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Afred Suci, Sri Maryanti, Lucky Lhaura Van FC, dan Alexsander Yandra dengan judul Dilema Ex-Offcio terkait Pencegaran Korumsi dan Penjaminan Mutu di Perguruan Tinggi Swasta.
Hasil penelitian diterbitkan pada Jurnal Penjaminan Mutu LPM IHDN Denpasar. Vol 6, No 1: 1-14. Tahun 2020.
Penelitian ini tentang konflik kepentingan yang terjadi dalam dilema keberadaan ex-officio dalam perguruan tinggi khususnya terkait langkah pencegahan korupsi dan penjaminan mutu di Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif eksploratif melalui studi dan kajian literatur. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa sistem ex- officio merupakan sebuah sistem yang legal namun sarat akan kemungkinan penyalahgunaan kedudukan yang berpotensi pada perilaku koruptif dalam tata kelola PTS. Penelitian ini dianggap relevan karena keduanya sama-sama membahas tentang konflik yang menyangkut jabatan dalam perguruan tinggi.