• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING DAN KEMAMPUAN REPRESENTASI BELAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TEORI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING DAN KEMAMPUAN REPRESENTASI BELAJAR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING DAN KEMAMPUAN REPRESENTASI BELAJAR

2.1 Kajian Teori

Untuk mengetahui tentang teori - teori di dalam penelitian ini, penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan, teori-teori psikologis, psikiatri, analisis sistem, atau teori-teori lain (Joyce & Weil, 1980: 1). Joyce & Weil mempelajari model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran.

Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joyce dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Joyce & Weil, 1980: 1). Jadi model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

b. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Model pembelajaran memiliki ciri sebagai berikut :

- Berdasarkan teori pendidikan dan teori para ahli tertentu.

Sebagai contoh, model penelitian disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis:

- Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.

Misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif.

8

(2)

- Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar di kelas.

Misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pembelajaran mengarang.

- Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: 1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax), 2) adanya prinsip-prinsip reaksi, 3) sistem sosial, dan 4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

- Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: 1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur, 2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang

- Membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. (Mulyadiprana, 2011: 7)

2. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berawal dari pemikiran Pembelajaran Berdasarkan Masalah :

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis, dan keterampilan menyelesaikan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya pembelajaran bagaimana belajar. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual’ belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. (Pepkin, 2004 : 2).

Menurut Bakharudin (Isti, 2012: 6) Creative Problem Solving (CPS) merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

(3)

Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara dihafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan juga memperluan proses berfikir. (Pepkin, 2004 : 1). Suatu soal yang dianggap sebagai “masalah” adalah soal yang memerlukan keaslian berfikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda dengan soal latihan.

Pada soal latihan, siswa telah mengetahui cara menyelesaikannya, karena telah jelas hubungan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan, dan biasanya telah ada contoh soal. Pada masalah ini, siswa tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah. (Suyitno, 2000: 34)

Ada banyak kegiatan yang mellibatkan kreativitas dalam pemecahan masalah seperti riset dokumen, pengamatan terhadap lingkungan sekitar, kegiatan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dan penulisan yang kreatif. Dengan CPS, siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan hafalan yang menggunakan sedikit pemikiran, CPS dapat memperluas proses berfikir. (Hartantia, 2013: 2)

Sasaran dari CPS adalah sebagai berikut:

a. Siswa akan mampu menyatakan urutan langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam CPS

b. Siswa mampu menemukan kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan masalah c. Siswa mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan tersebut

kaitannya dengan kriteria-kriteria yang ada d. Siswa mampu memilih suatu yang optimal

e. Siswa mampu mengembangkan suatu rencana dalam mengimplementasikan strategi pemecahan masalah

f. Siswa mampu mengartikulasikan bagaimana CPS dapat digunakan dalam berbagai hal.

(4)

Adapun proses dari model Creative Problem Solving (CPS), terdiri dari langkah- langkah sebagai berikut :

a. Klarifikasi Masalah

Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapt memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan.

b. Pengungkapan pendapat

Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.

c. Evaluasi dan Pemilihan

Pada tahap evaluasi, dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat- pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

d. Implementasi

Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian. (Pepkin, 2008: 51)

Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika.

Beberapa kelebihan dari penerapan Creative Problem Solving (CPS) yaitu : 1. Meningkatkan kreativitas siswa

2. Adanya interaksi aktif antara guru dan siswa

3. Menuntun siswa untuk dapat berfikir kreatif dan kritis

Selain memiliki kelebihan, metode Creative Problem Solving (CPS) juga memiliki kelemahan yaitu) :

a. Guru mengalami kebingungan melaksanakan strategi Creative Problem Solving (CPS) dalam pembelajaran karna banyak metode yang digunakan.

b. Jika kurang cermat, maka guru mengalami kesulitan memantau kreativitas tiap siswa dalam kelompok.

c. Pemecahan masalah dan kreativitas sulit dibedakan karena keduanya menuntut hasil yang baru

(5)

3. Kemampuan representasi belajar a) Definisi representasi

Kemampuan matematis adalah kemampuan untuk menghadapi permasalahan baik dalam matematika maupun kehidupan nyata.

Kemampuan matematis didefinisikan oleh NCTM (1999) sebagai,

"Mathematical power includes the ability to explore, conjecture, and reason logically; to solve non-routine problems; to communicate about and through mathematics; and to connect ideas within mathematics and between mathematics and other intellectual activity”. Selanjutnya berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di Indonesia tersirat bahwa kemampuan matematis meliputi: 1. Kemampuan pemecahan masalah (problem solving), 2.

Kemampuan berargumentasi (reasonning), 3.Kemampuan berkomunikasi (communication), 4. Kemampuan membuat koneksi (connection), 5.

Kemampuan representasi (representation).

Kemampuan representasi sangat berhubungan dengan pemecahan masalah.

Montague (dalam Syarifah Fadillah) mengatakan bahwa pada dasarnya pemecahan masalah mempunyai dua langkah, yaitu representasi masalah dan menyelesaikan masalah. Pemecahan masalah yang sukses tidak mungkin tanpa representasi masalah yang sesuai. Representasi masalah yang sesuai adalah dasar untuk memahami masalah dan membuat suatu rencana untuk memecahkan masalah. Siswa yang mempunyai kesulitan dalam merepresentasikan masalah matematika akan memiliki kesulitan dalam melakukan pemecahan masalah. Dengan demikian seiring dengan pentingnya kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika, maka kemampuan representasi matematik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pemecahan masalah juga berperan dalam pembelajaran matematika. (Hudlono, 2010: 3)

Menurut NCTM ( dalam Teacher Professional Development and Classroom Resaurch Across the Curriculum), representasi membantu menggambarkan, menjelaskan, atau memperluas ide matematika dengan berfokus pada fitur-fitur pentingnya. Representasi meliputi simbol, persamaan, kata-kata, gambar, tabel, grafik, objek manipulatif, dan tindakan serta mental, cara internal berfikir tentang ide matematika. Representasi adalah alat berfikir yang kuat, namun bagi banyak siswa kekuatan ini tidak dapat diakses kecuali mereka bimbingan secara terarah dalam mengembangkan gagasan mereka. (Annenberg, 2009: 3-5).

Semakin banyak terlibat belajar matematika, siswa dapat memperluas pemahaman ide matematika atau hubungan dengan berpindah dari suatu jenis representasi ke representasi yang berbeda dari hubungan yang sama. Ini adalah salah satu alasan bahwa

(6)

penting bagi siswa untuk menggunakan berbagai bahan manipulatif, yang selanjutnya berkaitan dengan metode untuk memecahkan masalah. Melalui proses ini siswa dapat bergerak dari representasi informal ke representasi formal, bahkan abstrak.

Konsep tentang representasi merupakan salah satu konsep psikologi yang digunakan dalam pendidikan matematika untuk menjelaskan beberapa phenomena penting tentang cara berfikir anak-anak. Namun sebuah representasi juga dapat berupa kombinasi dari sesuatu yang tertulis di atas kertas sesuatu yang eksis dalam bentuk obyek fisik dan susunan ide-ide yang ada di dalam pikiran seseorang. Sebuah representasi dapat dianggap sebagai sebuah kombinasi dari tiga komponen: simbol (tertulis), obyek nyata, dan gambaran mental. Lebih sederhananya lagi representasi bisa berupa segala sesuatu yang dibuat siswa untuk mengekspresikan dan memperlihatkan kerjanya. (Sabirin, 2014: 4)

Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli berkenaan tentang representasi yaitu:

1. Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000:

67).

2. Menurut Goldin (2002: 209) representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili, atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara. (Hartoyo, 2010: 3)

3. Vergnaud (Goldin, 2002: 207) menyatakan representasi merupakan unsur yang penting dalam teori belajar mengajar matematika, tidak hanya karena pemakaian sistem simbol yang juga penting dalam matematik dan kaya akan kalimat dan kata, beragam dan universal, tetapi juga untuk dua alasan penting yakni: (1) matematika mempunyai peranan penting dalam mengkonseptualisasi dunia nyata;

(2) matematika membuat homomorphis yang luas yang merupakan penurunan dari struktur hal-hal lain yang pokok. Penjelasan kedua alasan di atas yakni matematika merupakan hal yang abstrak, maka untuk mempermudah dan memperjelas dalam penyelesaian masalah matematika, representasi sangat berperan, yaitu untuk mengubah ide abstrak menjadi konsep yang nyata, misalkan dengan gambar, simbol, kata-kata, grafik dan lain-lain

(7)

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa representasi adalah ungkapan-ungkapan dari ide matematika yang ditampilkan siswa sebagai model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapinya sebagai hasil dari interpretasi pikirannya. Suatu masalah dapat direpresentasikan melalui gambar, kata-kata (verbal), tabel, benda konkrit, atau simbol matematika.

b) Representasi dalam Pembelajaran Matematika

Di dalam pembelajaran matematika, komunikasi gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Hiebert (As’ari, 2001:82), setiap kali kita mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, kita harus menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu.

Menurut NCTM (2000:67) program pembelajaran dari pra-taman kanak- kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk:

1. menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika;

2. memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi matematika untuk memecahkan masalah;

3. menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematika.

Secara umum representasi selalu digunakan ketika siswa mempelajari matematika. Hal ini terlihat dari 70% ciri khas komunikasi matematika berkaitan dengan representasi.

Representasi matematika yang merupakan salah satu kompetensi adalah suatu aspek yang selalu hadir dalam pembelajaran matematika. Kehadiran representasi dalam pembelajaran matematika akan memicu juga timbulnya kemampuan untuk mengaitkan ide-ide matematika dalam berbagai topik ataupun dengan situasi keseharian, ataupun memunculkan kemampuan siswa untuk bernalar serta berkomunikasi. Artinya dengan beragam representasi yang siswa munculkan mereka diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan atau strategi mereka kepada temannya saat mereka berinteraksi di kelas.

Penggunaan representasi yang baik akan mampu mengaitkan informasi yang dipelajari dengan kumpulan informasi yang sudah dimiliki siswa. Pemaknaan

(8)

terhadap hubungan yang mungkin terjadi di antara berbagai informasi yang melekat di sistem representasi tersebut pada dasarnya merupakan upaya untuk memperoleh pemahaman. Oleh karena itu, penggunaan representasi juga mempunyai sumbangan yang sangat besar bagi terbentuknya pemahaman konsep.

Sebaliknya, penggunaan representasi yang kurang dan tidak memadai dapat membawa kepada kepicikan pemahaman siswa (As’ari, 2001: 85).

Representasi tidak hanya merujuk pada hasil atau produk yang diwujudkan dalam bentuk konfigurasi atau konstruksi baru, tetapi juga melibatkan proses berpikir yang dilakukan untuk menangkap dan memahami konsep, operasi, atau hubungan-hubungan matematik lainnya dari suatu konfigurasi. Dengan demikian proses representasi matematik dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu secara internal dan eksternal.

Representasi internal merupakan proses berpikir tentang ide-ide matematika yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas dasar ide tersebut (Hiebert dan Charpenter dalam Mudzakkir, 2006: 21). Pada intinya representasi internal sangat berkaitan dengan proses mendapatkan kembali pengetahuan yag telah diperoleh dan disimpan dalam ingatan serta relevan dengan kebutuhaan untuk digunakan ketika diperlukan. Proses tersebut sangat terkait erat dengan pengkodean pengalaman masalalu. Proses representasi internal itu tentu tidak bias diamati secara kasat mata dan tidak dapat dinilai secara langsung karena merupakan aktivitas mental dalam pikiran seseorang. Sedangkan representasi eksternal adalah hasil perwujudan dalam menggambarkan apa-apa yang dikerjakan siswa secara internal atau representasi internal (Goldin, 2002: 211). Hasil perwujudan ini dapat diungkapkan baik secara lisan, tulisan dalam bentuk kata-kata, simbol, ekspresi atau notasi matematik, gambar, grafik, diagram, tabel, atau objek fisik berupa alat peraga.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa interaksi antara representasi internal dan representasi eksternal terjadi secara timb timbal balik ketika seseorang mempelajari matematika. Dengan demikian jika siswa memiliki kemampuan membuat representasi, siswa telah mempunyai alat-alat dalam meningkatkan keterampilan komunikasi matematikanya yang akan berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman matematikanya.

Salah satu contoh dari representasi matematika seperti yang diungkapkan oleh

(9)

Kilpatrick (2001:95) adalah representasi angka. Angka dapat direpresentasikan sebagai suatu objek fisik, gambar, kata-kata, atau simbol yang abstrak. Misalnya, angka lima dapat direpresentasikan dengan kumpulan objek- objek fisik seperti lima potong roti, atau dapat pula dengan menggunakan gambar atau lambang seperti , atau melalui symbol abstrak seperti “5” atau “V”. Operasi matematika dapat pula direpresentasikan. Mislakan penambahan dapat direpresentasikan melalui gabungan dari kue-kue, atau dapat pula melalui ekspresi symbol 3+5. Begitupula dengan perkalian dapat direpresentasikan melalui penambahan berulang, atau dengan simbol 4 x 6.

Beberapa manfaat atau nilai tambah yang diperoleh guru atau siswa sebagai hasil pembelajaran yang melibatkan representasi matematika adalah sebagai berikut :

1. pembelajaran yang menekankan representasi akan menyediakan suatu konteks yang kaya untuk pembelajaran guru;

2. meningkatkan pemahaman siswa;

3. menjadikan representasi sebagai alat konseptual;

4. Meningkatkan kemampuan siswa dalam menghubungkan representasi matematik dengan koneksi sebagai alat pemecahan masalah;

5. menghindarkan atau meminimalisir terjadinya miskonsepsi.

Dalam pengembangan representasi matematika perlu diperhatikan indikator- indikator untuk tercapainya peningkatan representasi matematika. Pada tabel di bawah ini dijelaskan beberapa indikator dari representasi matematika, yaitu

Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Indikator Representasi Matematika Representasi Bentuk-Bentuk Indikator

Representasi Visual, berupa:

a. Diagram, grafik, atau tabel b. Gambar

• Menyajikan kembali data/informasi dari suatu

representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel

• Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah

• Membuat gambar pola geometri

• Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya

Persamaan atau ekspresi matematik

• Membuat persamaan, model matematik, atau representasi dari representasi lain yang diberikan

• Membuat konjektur dari suatu pola hubungan

• Menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematik

(10)

Kata-kata atau teks Tertulis

• Membuat situasi masalah berdasarkan data atau representasi yang diberikan

• Menuliskan interpretasi dari suatu representasi

• Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematik dengan kata-kata

• Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan

• Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis.

(Mudzakkir, 2006: 24) Indikator-indikator representasi di atas memiliki hubungan saling bebas. Tiap representasi yang di uji, yaitu representasi visual, persamaan atau ekspresi matematik, kata-kata atau tulisan tidak bersyarat satu sama lainnya, akan tetapi sangat mungkin adanya irisan diantara jenis representasi tersebut.

Adapun dalam penelitian ini, indikator kemampuan representasi matematika yang diamati siswa dalam memahami segitiga dan segi empat dapat dilihat dalam lampiran B8 Hal 102.

Kelemahannya menggunakan representasi adalah :

1. Jika pengetahuannya atau masalah yang akan direpresentasikan terlalu banyak, akan sulit bagi siswa untuk merepresentasikannya

2. Sulit untuk mendeteksi konflik yang terjadi dalam representasi.

2.2 Penelitian Yang Relevan

Setelah melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu melalui kajian pustaka yang masalahnya terdapat kaitan dengan masalah yang akan diteliti, ditemukan beberapa hasil penelitian sebagai berikut :

1. “Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem solving dengan Menggunakan Alat Peraga Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pokok Bahasan Bangun Ruang Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Godean”.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pembelajaran dengan model Creative Problem Solving (CPS) ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar matematika sebesar 3,36 % dalam pembelajaran matematika pada kelas VIII B SMPN 2 Godean Sleman. Hal ini ditunjukkan dengan terus meningkatnya dari siklus I ke siklus II sebesar 10,75 % pada lembar observasi dan 7,33 % pada angket siswa. Hasil belajar siswa pun mengalami peningkatan, yaitu hasil akhir rata-rata kelas mencapai 71,59 %.(Nuryadi. 2009: 91)

(11)

2. “Efektifitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dan Teams Games Tournament (TGT) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pokok Bahasan Perbandingan Trigonometri Sudut-Sudut Khusus pada Siswa Kelas X Semester II SMA Negeri 1 Pegandon Kabupaten Kendai”. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran CPS dan TGT lebih efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika jika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensioanal pada siswa kelas X SMA N 1 Pegandon Kabupaten Kendal Tahun Ajaran 2010/2011 pada Pokok bahasan perbandingan trigonometri sudut-sudut khusus. hal ini ditunjukkan oleh didapat Fhitung > Ftabel (139,4685 ˃ 3,08) berarti H0 matematika antara ketiga kelompok. Pada kelompok eksperimen I dan II diperoleh thitung > ttabel (6,722 ˃ 1,67)H0 ditolak, yang artinya kemampuan pemecahan masalah kelas yang diajar oleh CPS lebih efektif dibanding dengan kelas TGT. Uji-t kelompok eksperimen I dan kontrol diperoleh thitung > ttabel (23,1692 ˃ 1,67) maka H0 ditolak, yang artinya kemampuan pemecahan masalah kelas yang diajar oleh CPS lebih efektif dibanding dengan kelas konvensional.

Sementara itu uji-t kelompok eksperimen II dan kontrol diperoleh thitung > ttabel (14,74685 ˃ 1,67) maka H0 ditolak, yang artinya kemampuan pemecahan masalah kelas yang diajar oleh TGT lebih efektif dibanding dengan kelas konvensional.(Siti Khanifah. 2011: 77)

3. “Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik beragam Siswa SMP di SMPN 1 Lembang Kabupaten Bandung Barat”. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan representasi matematik beragam. Hal ini ditunjukkan hasil validitasnya semua tergolong sedang (0,497; 0,593; 0,637; 0,637; 0,657) dan hasil relibialitasnya juga tergolong sedang (0,557). (Jaenudin. 2008: 84 )

4. “Peningkatan Kedisiplinan dan Prestasi Belajar Matematika dengan Pendekatan Creative Problem Solving (CPS) pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Surakarta”. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan metode Problem Solving berpengaruh terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika. Hal ini ditunjukkan dengan thitung > ttabel (8, 155 > 2, 042).

(Dwi Astuti Noviyanti. 2008: 65)

5. “Pengaruh Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing terhadap Prestasi Belajar dan Kemampuan Representasi Matematika Siswa SMK Negeri 1 Godean.” Hasil

(12)

penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) metode penemuan terbimbing efektif terhadap prestasi belajar maupun kemampuan representasi matematika pada materi pokok matriks (thitung > ttabel(0,05’34)= 63,067 > 1,697). 2) metode pembelajaran ekspositori efektif terhadap prestasi belajar maupun kemampuan representasi matematika pada materi pokok matriks (thitung > ttabel(0,05’34)= 48,127> 1,697). 3) Terdapat perbedaan efek dari metode pembelajaran penemuan terbimbing dengan metode ekspositori terhadap prestasi belajar dan kemampuan representasi matematika siswa pada materi pokok matriks (Fhitung=9,943 ≥ Ftabel= 3,15)). 4) Metode Pembelajaran penemuan terbimbing lebih unggul daripada metode ekspositori pada prestasi belajar siswa (sig.= 0,003> 0,025). 5) Metode Pembelajaran penemuan terbimbing lebih unggul daripada metode ekspositori pada kemampuan representasi siswa (sig.= 0,020˂ 0,025). (Nur Fatayati. 2012:50).

Dari hasil penelusuran tersebut diketahui lima hasil penelitian yang ada kemiripan dengan masalah penelitian yang akan diteliti, yakni pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Namun kelima hasil penelitian tersebut tidak sama persis dengan masalah yang akan diteliti.

1. Hasil penelusuran yang pertama, terdapat persamaan meneliti pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), namun penelitian terdahulu terhadap peningkatan prestasi belajar siswa, sedangkan yang akan diteliti adalah terhadap kemampuan representasi belajar matematika siswa.

2. Hasil penelusuran yang kedua, terdapat persamaan meneliti pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), namun penelitian terdahulu terhadap kemampuan pemecahan masalah, sedangkan yang akan diteliti adalah terhadap kemampuan representasi belajar matematika siswa.

3. Hasil penelusuran yang ketiga, terdapat persamaan meneliti pengaruh pada penelitian yang terdahuluterdapat persamaan terhadap kemampuan representasi belajar matematika siswa. Namun pada penelitian terdahulu menerapkan pendekatan kontekstual, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakanModel Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).

4. Hasil penelusuran yang keempat, terdapat persamaan meneliti pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), namun penelitian terdahulu terhadap kedisiplinan dan prestasi belajar, sedangkan yang akan diteliti adalah terhadap kemampuan representasi belajar matematika siswa.

(13)

5. Hasil penelusuran yang kelima, terdapat persamaan meneliti pengaruh pada penelitian yang terdahuluterdapat persamaan terhadap kemampuan representasi belajar matematika siswa. Namun pada penelitian terdahulu menerapkan metode pembelajaran penemuan terbimbing, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakanModel Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).

Untuk lebih jelasnya, peneliti berikan penjelasan mengenai penelitian yang relevan dalam bentuk tebel berikut ini:

Tabel 2.2 Relevansi Penelitian Penelusuran Variabel

X

Variabel

Y Ket

1 √ -

Tempat, waktu dan jenis Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbeda

2 √ -

Tempat, waktu dan jenis Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbeda

3 - √ Penelitian yang akan dilakukan

4 √ -

Tempat, waktu dan jenis Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbeda

5 - √ Penelitian yang akan dilakukan

Oleh karena itu, penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Kemampuan Representasi Belajar Matematika Siswa”

layak dilakukan karena bukan duplikasi dari penelitian sebelumnya.

2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tujuan penelitian serta kajian teori yang telah diuraikan diatas, maka dikemukakan kerangka pemikiran berikut :

Dalam lingkungan sekolah mendengar kata matematika itu sudah tidak asing.

Karena matematika adalah salah satu mata pelajaran yang ada di setiap jenjang pendidikan. Dalam pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa semakin dituntut mempunyai kemampuan berfikir yang tinggi dan kreatif, kepribadian yang jujur dan mandiri. Sehingga sangat diperlukan dan dilakukan pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kemampuan representasi belajar matematika siswa dan mampu

(14)

mendidik para siswa sehingga mereka bisa tumbuh menjadi manusia yang berfikir kreatif mandiri dan berkemampuan representasi.

Kemampuan representasi sangat berhubungan dengan pemecahan masalah.

Montague (dalam Syarifah Fadillah) mengatakan bahwa pada dasarnya pemecahan masalah mempunyai dua langkah, yaitu representasi masalah dan menyelesaikan masalah. Pemecahan masalah yang sukses tidak mungkin tanpa representasi masalah yang sesuai.

Representasi merupakan presentasi kembali berupa simbol, persamaan, kata-kata, gambar, tabel, grafik, objek manipulatif, dan tindakan serta mental, cara internal berfikir tentang ide matematika. Kegiatan–kegiatan representasi dalam pembelajaran matematika mengalami berbagai kesulitan dikarenakan peserta didik kurang terlatih dalam mengembangkan ide-ide, konsep, gagasan untuk merepresentasikan suatu masalah yang dihadapinya. Karena representasi membutuhkan pemikiran yang kuat dan terampil, namun bagi banyak siswa kekuatan tidak dapat diakses kecuali mereka bimbingan secara terarah dalam mengembangkan gagasan mereka.

Untuk mengatasi semua masalah yang dikemukakan tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat dan menarik agar dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan representasi belajar matematika, dan peserta didik dapat belajar aktif dan terampil untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Sehingga dalam penelitian ini, penulis menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).

Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu model pembelajaran yang berbasis pada model pemecahan masalah, yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Dalam proses pembelajarannya siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih stategi pemecahan masalah, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah. (Suparman, 2013: 13)

CPS juga merupakan cara pendekatan yang dinamis, siswa menjadi lebih terampil karena siswa mempunyai prosedur internal yang tersusun dari awal. (Supardi, 2010: 3) Jadi dengan CPS siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya, tidak seperti hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran.

(15)

Keterampilan Berfikir

Berfikir Kreatif

(Gambar 2.3)

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara yang masih memerlukan pengujian untuk memperoleh kebenaran yang sesungguhnya. Berdasarkan tinjauan teori, hasil-hasil penelitian yang sebelumnya dan juga kerangka berfikir yang sudah dipaparkan di atas. Maka penulis dapat merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

“Ada pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Kemampuan Representasi Belajar Matematika Siswa”

Model Pembelajaran Creative Problem Solving

Berfikir Tingkat Tinggi

Penyelesaian Masalah

Kemampuan Representasi Belajar Matematika

Gambar

Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Indikator Representasi Matematika  Representasi  Bentuk-Bentuk Indikator
Tabel 2.2  Relevansi Penelitian  Penelusuran  Variabel  X  Variabel Y  Ket  1  √  -

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh price earnings ratio, dividend yield dan market to book ratio terhadap stock return di Bursa Efek Indonesia.. Jurnal Bisnis

Gerak kaki pada gaya dada saat ini adalah gerakan kaki yang cenderung membentuk gerak kaki dolpin (whip kick) , dimana pada saatfase istirahat yaitu fase ketika

Dari pengujian yang telah dilakukan yaitu ketika client di konfigurasi bandwidth yang sama dan berbeda tanpa menggunakan prioritas membuktikan bahwa konsep link sharing

Untuk mengatasi keterbatasan pada panel surya yang statis, maka akan dilakukan pengujian panel sel surya yang dapat mengikuti pergerakan matahari menggunakan perhitungan

Sindrome yang khas berupa gejala polimorfik yaitu gejala yang beraneka ragam dan berubah cepat seperti waham, halusinasi, gejala emosi yang bervariasi dan berubah-ubah dari hari

Dalam pasal 1 angka 11 dan angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 bahwa adanya hak jawab dan hak koreksi yang dapat dijadikan langkah bagi masyarakat atau warga yang

Sistem yang diterapkan pada ruang koleksi refrense yaitu sistem layanan terbuka dimana pengunjung dapat mengambil buku secara langsung di rak yang tersedia, namun

Menurut Munawir (2000:2) menyatakan laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data