C10 - 1
WARNA MERAH DALAM ECOPRINT : ARTI PENTING DALAM BUDAYA DAN USAHA-USAHA UNTUK MEMPEROLEH WARNA MERAH YANG CEMERLANG DAN BERKUALITAS
Red Color in Ecoprint: Importance in Culture and Efforts to Obtain Bright and Quality Red
Irfa’ina Rohana Salma dan Suryawati Ristiani
Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No 7. Yogyakarta
Korespondensi Penulis Email : [email protected]
Kata kunci: merah, ecoprint, budaya, kualitas warna, cemerlang Keywords: red, ecoprint, culture, color quality, brilliant
ABSTRAK
Pencapaian hasil warna merah dalam ecoprint selama ini belum memuaskan, baik oleh ecoprinter sendiri maupun sesuai yang diingikan oleh konsumen. Pencapaian warna merah dengan teknik tradisional, dalam tatawarna saat ini memiliki arah warna kecokelatan. Tulisan ini akan memaparkan arti penting warna merah dalam budaya dan usaha-usaha untuk mencapainya. Metode penulisan naskah ini menggunakan deskriptif kualitatif. Hasilnya dapat diketahui bahwa warna merah memiliki arti penting dalam budaya bagi masyarakat Asia, termasuk di Indonesia. Telah pula dilakukan usaha- usaha oleh ecoprinter maupun peneliti untuk menemukan formula maupun teknik yang dapat menghasilkan warna merah cemerlang. Hal ini penting diketahui untuk memenuhi selera konsumen Asia.
ABSTRACT
The achievement of the red color in ecoprint so far has not been satisfactory, either by the ecoprinter itself or as desired by consumers. The achievement of red color with traditional techniques, in the current color scheme has a brown color direction. This paper will describe the importance of the color red in culture and the efforts to achieve it. The method of writing this manuscript uses descriptive qualitative. The result can be seen that the color red has an important meaning in culture for Asian people, including in Indonesia. Efforts have also been made by ecoprinters and researchers to find formulas and techniques that can produce a brilliant red color. This is important to know to meet the tastes of Asian consumers.
C10 - 2 PENDAHULUAN
Manusia diciptakan
Allah subhanahu wa ta’ala
Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang memiliki kreativitas. Manusia dikaruniai kesukaan terhadap keindahan serta diberi kemampuan untuk membuat kreasi-kreasi keindahan, salah satunya adalah menghias kain atau tekstil. Wujud dari kreasi-kreasi tersebut antara lain: tenun, batik, jumputan, sasirangan,shibori
, bordir, sablon, dan yang terbaru yaituecoprint
.Ecoprint
akan dibahas dalam tulisan ini sebagai varian baru penciptaan seni kriya tekstil yang kian digemari masyarakat.Ecoprint
adalah usaha untuk memberi motif pada kain polos dengan cara memanfaatkan tetumbuhan alami (eco
) untuk membentuk/mencetak motif dan warnanya (ecological art
. Penciptaan-penciptaan seni dengan filosofi dan praktik nyata mencintai dan melestarikan lingkungan alam seperti ini harus digalakkan sebagai ungkapan rasa syukur atas anugerah kehidupan dariAllah subhanahu wa ta’ala
(Eskak & Salma, 2018). Kelestarian alam selain baik untuk kehidupan yang sehat untuk kehidupan generasi saat ini, juga merupakan perintah Tuhan untuk mewariskan alam yang lestari pada generasi-generasi berikutnya.Tekstil
Ecoprint
Yang Semakin DigemariTeknik dan produk
ecoprint
dewasa ini tengah populer dan semakin digemari masyarakat. Tren kembalinya konsumen menyukai warna alam sebagai kesadaran untuk menjaga kesehatan tubuh pribadi dan menjaga kelestarian alam dari pencemaran akibat industri yang tidak ramah lingkungan (Eskak & Salma, 2020). Teknikecoprint
sebenarnya telah berkembang sejak lama, dan mulai populer kembali tahun 2006 ketika oleh Indiana Flint seniman tekstil dari Australia mulai menekuni dan membawanya ke ranah publik. Teknik ini berasal darieco dyeing
lalu Indiana Flint mengembangkannya menjadi teknikecoprint
(Saraswatiet al.,
2019). Teknikecoprint
kemudian mulai dikenal luas dan digemari masyarakat secara global termasuk di Indonesia. Perkembanganecoprint
di Indonesia lebih dinamis dengan pengembangan teknik dan produk yang dihasilkan lebih variatif. Hal ini karena seniman/perajin tekstil di Indonesia secara tradisional telah memiliki warisan teknik pewarnaan tekstil berbasis warna alam ataueco dyeing
, seperti: tenun warna alam, batik warna alam, sasirangan/jumputan/shibori
warna alam, dan lain sebagainya. Sebagaimana masyarakat Asia, umumnya juga memiliki talenta seni wastra yang unggul (Salma & Eskak, 2019), serta lingkungannya terdapat kekayaan alam (tetumbuhan) yang lebih beragam yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan seni (ecoprint
) sebagai industri kreatif yang memiliki prospek ekonomi sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat perajin (Yoga & Eskak, 2015).C10 - 3 Keanekaragaman hayati tetumbuhan tropis tersebut telah menghasilkan berbagai karakter yang unik dari pencetakan jejak rupa alami tetumbuhan tropis tersebut. Akhirnya
ecoprint
dari Indonesia menghasilkan varian yang lebih kaya bentuk dan warna, bahkan hasilnya disukai konsumen dari luar negeri dan telah mampu diekspor ke Australia, negara awal mula mencuatnya kembaliecoprint
(Aprita, 2019). Selain Australia, produkecoprint
Indonesia juga telah diekspor ke: Singapura, Malaysia, Amerika (Wicaksono, 2019), Swiss (Hapsari, 2019), Prancis (Sumarwoto, 2021), dan beberapa negara lainnya. Hal ini seiring berlanjutnya kesadaran masyarakat global dalam mengkonsumsi dan mengenakan produk- produk dari industri hijau atau industri yang diproses dari hulu hingga hilir dengan memperhatikan optimalisasi pemanfaatan serta kelestarian alam (Eskak, 2000; Raharjo, 2011;Pujilestari & Salma, 2017; Sukaya
et al
., 2018; Eskaket al.
, 2020).Gambar 1. Ecoprint bahan daun jati (komposisi sederhana)
Teknik
ecoprint
secara umum terdiri dari empat tahapan yaitu: 1) Penyiapan bahan (treatment
) bahan kain dan penyiapan daun/bunga. 2) Proses penataan komposisi motif (susunan dedaunan, ranting kecil, bunga pada kain. 3) Pencetakan (Pada proses pencetakan motif ada dua cara yaitu: dengan cara dipukul (
pounding
) dan dikukus (steaming
). 4) Fiksasi akhir. Komposisi/penyusunan bahan menghasilkan tampilan akhir yang bervariasi, ada yang menggunakan satu bahan dengan penyusunan sederhana (Gambar 1), maupun ada yang menggunakan bermacam-macam bahan daun/bunga yang disusun dalam komposisi yang rumit (gambar 2). Hasil pencetakan motif ini sangat bervariasi sesuai dengan jenis tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, metode pengolahan, jenis serat (selulosa, sintetis atau protein), waktu pengolahan, kualitas air, tingkat pH air, dan berbagai faktor lainnya (Lestari, 2017; Chasanah, 2017; Ristianiet al.,
2020). Ada ketidakpastian hasil pencetakkan dari proses yang telah dilakukan, sebagaimana dalamC10 - 4 proses berkarya seni keramik saat menunggu hasil dari pembakaran dan pengglasiran ada rasa penasaran terhadap hasilnya karena ada unsur ketidakpastian tersebut, walaupun sudah memakai bahan dan teknik yang sama (Astuti, 2008; Eskak, Salma & Sumarto, 2017). Dalam ranah seni hal tersebut justru menambah keunikan dari karya yang dihasilkan (Eskak, 2013a).
Gambar 2. Ecoprint bahancampuran(komposisi rumit)
Perkembangan kreativitas dalam penciptaan
ecoprint
di Indonesia semakin dinamis, karena paraecoprinter
memiliki tantangan dari kegelisahan individu-individu yang berakumulasi pada kegelisahan komunal sehingga memacu kreativitas yang dinamis (Eskak, 2013b). Paraecoprinter
Indonesia telah berhasil menciptakan berbagai variasi hasil cetakan daun/bunga yang semakin jelas bentuknya dan tidak pudar, serta variasi warna yang beragam. Namun di kalanganecoprinter
masih terbersit kegalauan tentang belum berhasilnya mendapatkan warna alam merah yang tercetak optimal dari jejak daun, maupun warna alam merah yang menempel kuat sebagai latar pada kainecoprint
. Hal ini wajar karena warna merah secara tradisional sangat disukai oleh masyarakat Asia, termasuk Indonesia (Sholikhin, 2010; Rahayu & Indiarti, 2020). Walaupun warna merah bersifat netral, namun warna merah lebih banyak disukai oleh konsumenfashion
terbesar yaitu kaum hawa (Kristiawan, 2021). Maka bila berhasil mendapatkanecoprint
dengan warna merah yang bagus dan tahan luntur, maka akan sangat menguntungkan dalam bisnisfashion
tersebut.Beberapa warna alam yang semula tampak cerah dan menempel kuat di kain
ecoprint
, namun luntur ketika difiksasi/dibilas. Namun usaha-usaha untuk mendapatkan sumber bahan alami untuk pewarna merah dan eksperimen teknik untuk mendapatkan metode agar warna merah tetap cerah dan tidak luntur pun senantiasa dilakukan olehecoprinter
dan para peneliti zat pewarna alam tekstil. Tulisan ini akan memaparkan arti penting warna merah dalam budaya dan usaha-usaha untuk mencapainya dalam kreativitas penciptaan seniecoprint
.C10 - 5 METODOLOGI PENELITIAN
Metode penulisan naskah ini menggunakan deskriptif kualitatif. Metode ini berdasarkan pada filsafat postpositivisme yang sangat membantu untuk melakukan analisis/kajian terhadap kondisi objek yang alamiah yang terjadi dalam masyarakat. Kajian ini akan menggambarkan kondisi, menemukan persoalan, kemudian mencari jawaban dari fenomena yang ada. Data dan informasi yang dianalisis/dikaji dapat berupa penyataan oral/tertulis, teori, gambar, benda, dari lapangan maupun literatur (Marianto, 2004; Nazir, 2013;
Sugiyono, 2020)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasilnya dapat diketahui, mengapa para
ecoprinter
senantiasa melakukan eksplorasi mencari warna merah yang cerah dan tidak luntur untuk pengembangan dan diversifikasi produk yang mereka hasilkan. Warna merah memiliki arti penting dalam budaya masyarakat Asia, termasuk di Indonesia, serta tentu saja dalam masyarakat dunia. Warna merah merupakan manifestasi dari ekspresi kebahagiaan, cinta kasih, kemakmuran, semangat, perjuangan, keberanian, dan kemandirian (Krisnawati, 2005; Swasty, 2017; Rahayu & Indiarti, 2020). Warna merah ditemukan dalam berbagai ekspresi dari banyak budaya dari berbagai penjuru dunia. Warna merah juga digunakan dalam altar-altar persembahyangan beberapa agama dan kepercayaan. Warna ini menjadi salah satu warna favorit dari konsumen terbesarnya yaitu kaum hawa (Wibowo, 2020; Kristiawan, 2021) seperti terlihat dalam Gambar 3. Dalam industri tekstil danfashion
warna merah telah memiliki standard warna seperti terlihat pada Gambar 4 (Reed & Feisner, 2013).a b c
Gambar 3. Warna merah dalam busana tradisional dan modern yang disukai kaum hawa a. Wanita Turki b. Wanita Tiongkok c. Wanita Inggris (Wibowo, 2020; Kristiawan, 2021)
C10 - 6 Gambar 4. Warna merah dalam standard industri tekstil dunia (Reed & Feisner, 2013)
Dengan demikian dapat diketahui bahwa warna merah memiliki daya tarik ekonomi yang besar, sehingga para
ecoprinter
senantiasa tertantang untuk mendapatkan hasil warna merah yang cemerlang dan tahan luntur dalam produk yang mereka hasilkan. Produkecoprint
sebenarnya telah mendapatkan warna merah dalam jejak tapak daun/bunga serta warna latar pada kainnya. Namun hasilnya belum memuaskan paraecoprinter
sendiri maupun konsumennya. Berbagai eksplorasi dan eksperimen telah dilakukan untuk mendapatkan hasil warna merah alami yang cemerlang dan tahan luntur tersebut. Hal ini dilakukan karena “rasa penasaran” dan semangat paraecoprinter
, juga karena warna merah memiliki pangsa pasar yang bagus pada duniafashion
, khususnya pasar Asia.Berikut ini akan dibahas warna merah dalam budaya Indonesia, warna merah dalam budaya Asia, dan usaha-usaha untuk mendapatkan kualitas warna merah dalam
ecoprint
. Pembahasan ini juga disertai gambar/ilustrasi tentang budaya warna merah yang cukup banyak dan komprehensif sehingga memperjelas pemahaman secara visual.Warna Merah Dalam Budaya Indonesia
Warna merah sangat disukai di Asia, termasuk di Indonesia. Hal ini tercermin dari budaya pakaian maupun budaya kuliner yang tumbuh di masyarakat. Mereka ketika melakukan penciptaan karya/produksi barang kebutuhan hidup, mereka sebagian besar
C10 - 7 terbersit keinginan untuk memberi warna merah sebagai aksentuasi maupun pada keseluruhan karya/produknya. Warna merah memiliki makna filosofi yang mendalam bagi masyarakat Asia. Sebagai contoh ketika menelusur kedekatan warna merah dalam aktivitas budaya masyarakat Indonesia akan didapatkan dalam berbagai aktivitas maupun produktivitasnya, yang dengan mudah didapati pada kuliner, busana, interior, arsitektur, dan lain-lain. Warna merah terdapat pada makanan Jawa sebagai simbol doa syukur atas karunia dan keberkahan kehidupan yang harmoni pada
bubur/jenag abang puteh
(Sholikhin, 2010;Achroni, 2017; Agmasari, 2021). Warna merah tampak anggun penuh cinta kasih dalam busana pengantin dari tenun songket Palembang yang indah (Yurnida, Riviyusnita & Utoyo, 2020), atau dalam pesona merahnya mengkudu dalam batik Lasem (Ramelan, Mashadi &
Syakur, 2011; Ulfah, 2018), semarak rona merah pada motif wastra Aceh Gayo (Salma &
Eskak, 2016), dinamisnya merah pada batik Bima (Sartika, Eskak, & Sunarya, 2017), merah alami pada tenun di Alor dan Sikka (Jengamal, 2021), serta masih banyak contoh hasil budaya tentang intimasi warna merah yang lainnya.
a b c Gambar 5. Warna merah dalam wastra Nusantara
a. Tenun Alor (Jengamal, 2021), b. Batik Lasem (Ulfah, 2018), c. Tenun songket Palembang (Yurnida, Riviyusnita & Utoyo, 2020)
Warna merah tampak
sangar
padagorga
Batak Toba dalam Gambar 6.a (Andriyanti, 2016) atau pun merah misteri seperti merahnya ukiran pada ornamen arsitektur Tana Toraja dalam Gambar 6.b (Tandililing, 2015). Warna merah tampak semarak merona pada perayaan imlek bagi masyarakat Tionghoa (Gambar 7.a), yang melambangkan kebahagiaan dan kemakmuran (Rahayu & Indiarti, 2020). Warna merah dalam pemaknaan baru juga dipergunakan dalam perayaan keagamaan bagi umat Kristiani etnis Tionghoa (Aliyanto &Sari, 2019). Warna merah juga tersemat dalam bara semangat juang dan keberanian dari simbolik seragam
Tepas Keprajuritan Wirabraja
dariKraton Negari Ngayogjakarta
C10 - 8
Hadiningrat
dalam Gambar 9.a (Eskak, 2012; Septianti, 2018; Pamungkas, 2021), atau dari seragam Timnas Garuda Merah sepak bola Indonesia (Hafi, 2011).
a b Gambar 6. Warna merah dalam ukiran kayu
a. Gorga Batak Toba (Andriyanti, 2016) b. Ornamen Tana Toraja (Tandililing, 2015)
Warna Merah dalam Budaya Asia
Warna merah memiliki arti penting dalam budaya masyarakat Asia, bahkan warna ini identik dengan warna masyarakat Asia sebagai simbol kebangkitan, solidaritas, dan kebanggaan sebagai warga masyarakat Asia, “
We Are Asia
” (Berghuins, 2020). Warna merah secara umum juga merupakan manifestasi dari ekspresi masyarakat Asia (Gambar 7) sebagai simbol kebahagiaan, perayaan, persatuan, cinta kasih, kemakmuran, semangat, perjuangan, keberanian, dan kemandirian (Rahayu & Indiarti, 2020), sehingga banyak negara yang mengambil warna ini menjadi unsur utama maupun pelengkap dari simbol kebangsaan pada bendera negara (“63 Flags of Asia,” 2021) pada Gambar 8.
a b Gambar 7. Warna merah dalam ekspresi budaya Asia
a. Suasana dekorasi outdoor perayaan imlek (Novianingsih, 2020), b. Nuansa merah reog Ponorogo (Lisbijanto, 2013)
C10 - 9 Warna merah sangat disukai di Asia, hal ini tercermin dari budaya pakaian dan papan (dekorasi altar, festival tradisional yang hidup di masyarakat (lihat Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9). Masyarakat Asia yang besar merupakan konsumen warna merah yang potensial, oleh karena itu produk
ecoprint
pun berorientasi menghasilkan warna merah yang cemerlang untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut. Beberapa negara Asia yang telah menjadi tujuan ekspor produkecoprint
Indonesia antara lain: Singapura, Malaysia (Wicaksono, 2019), dan masih terbuka pasar yang besar bila produkecoprint
Indonesia semakin berhasil menemukan formula warna-warna alami yang cemerlang dan tahan luntur yang disuaki masyarakat Asia.Gambar 8. Warna merah (unsur utama/pelengkap) dalam bendera negara-negara di Asia (“63 Flags of Asia,” 2021)
a b
Gambar 9. Warna merah dalam busana masyarakat Asia
a. Bregada Prajurit Wirabraja/Lombok Abang Kraton Yogyakarta (Septianti, 2018) b. Pakaian Tradisional Turki (Chaple & Boobar, 2001)
C10 - 10 Usaha-Usaha Mendapatkan Kualitas Warna Merah dalam
Ecoprint
Keinginan menghasilkan warna merah dari warna alam sebagai hasrat pribadi
ecoprinter
-nya, maupun karena pesanan/keinginan konsumen, maka banyak dilakukan usaha-usaha untuk mendapatkan warna merah dalamecoprint
. Ada pun beberapa usaha tersebut antara lain: 1) Tahun 2018 Fazruza, Mukhlis, dan Novita melakukan penelitian dengan judul “Eksplorasi Daun Jati sebagai Zat Pewarna Alami pada Kain Katun sebagai Produk Pashmina dengan Teknik Ecoprint”. 2) Tahun 2018 Saraswati dan Sulandjari melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Hasil Rok Pias Ecoprint Daun Jati (Tectona grandis
) Menggunakan Jenis dan Massa Mordant Tawas dan Cuka”. 3) Tahun 2020 Suryawati Ristiani , Irfa’ina R Salma, Edi Eskak, Farida, Tika Sulistyaningsih, Dwi Wiji Lestari, Tin Kusuma Artha, Dana Kurnia Syahbana, Nikmah Widiharini, dan Aprilia Fitriani (2020) melakukan penelitian dengan judul “Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L
) dengan Variasi Fiksator pada Tekstil KerajinanEcoprint
”, pewarna alami kayu secang diharapkan menghasilkan warna yang cemerlang dan tahan luntur. Penelitian-penelitian lainnya juga telah dilakukan oleh paraecoprinter,
namun sayang tidak dipublikasikan hasilnya.Fazruza, Mukhlis, dan Novita (2018) di Banda Aceh melakukan penelitian dan penciptaan seni dengan judul “Eksplorasi Daun Jati sebagai Zat Pewarna Alami pada Kain Katun sebagai Produk Pashmina dengan Teknik
Ecoprint”
Penelitian dan penciptaan seni/produk ini bertujuan untuk mengeksplorasi zat warna alami dari daun jati untuk teknikecoprint
, serta mengetahui ketahanan luntur warnanya, sedangkan penciptaan produknya berupa pashmina. Eksperimen dengan pendekatan kualitatif deskriptif ini dilaksanakan di salah satu laboratorium di Unsyiah. Daun jati yang digunakan diambil dari daerah Darussalam secara acak sebanyak 250 gram. Prosedur kerjanya dengan tahapan meliputi proses mordanting, pencetakan (pounding
), rebus dan kukus (steaming
) dengan menggunakan fiksator kapur, tawas, dan tunjung. Ketahanan dari luruhnya warna dari ketiga metode tersebut diuji dengan pencucian dan penjemuran.Hasilnya dapat diketahui bahwa teknik pukul menghasilkan warna merah kecoklatan dan kuning kecoklatan. Teknik rebus dan kukus didapatkan hasil warna merah muda keunguan.
Hasil tapak warna dari rebus dan kukus setelah difiksasi menggunakan tawas menunjukkan ketahanan warna yang paling baik. Hasil pengujian terhadap ketahanan luntur warna dilakukan dengan pencucian/perendaman menggunakan deterjen selama 24 jam dan penjemuran di bawah sinar terik matahari. Hasilnya menunjukkan bahwa teknik rebus dan kukus yang difiksasi memakai tawas mempunyai ketahanan tidak luntur yang sangat baik.
Produk dari penelitian dan penciptaan seni/produk ini dapat dilihat dalam Gambar 10.
C10 - 11 Gambar 10. Warna merah ecoprint dari daun jati (Fazruza, Mukhlis & Novita, 2018)
Saraswati dan Sulandjari (2018) dari Unesa Surabaya juga melakukan ekplorasi daun jati dalam penelitian dan penciptaan seni/produk dengan judul “Perbedaan Hasil Rok Pias
Ecoprint
Daun Jati (Tectona grandis
) Menggunakan Jenis dan Massa Mordant Tawas dan Cuka”. Daun jati dipilih karena memiliki kandungan antosianin yang diharapkan muncul warna kemerahan serta rupa tulang daunnya memiliki tapak motif yang tegas sehingga dapat menjadi motif yang menarik. Penelitian dan penciptaan seni/produk ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasilecoprint
daun jati menggunakan jenis dan massa mordan yang berbeda pada aspek ketajaman warna dan aspek kejelasan tapak motifnya. Juga dapat untuk mengetahui hasilecoprint
daun jati terbaik dari jenis mordan dan massa mordan yang berbeda, serta hasilecoprint
yang paling disukai dari perbedaan jenis mordan dan massa mordan. Penelitian ini menggunakan variabel bebas berupa massa mordan 75 g dan 150 g. Variabel terikat adalah hasil jadiecoprint
meliputi ketajaman warna dan tapak motif daun yang diterapkan di rok pias. Variabel kontrol yakni daun jati dengan nodus 2 yangC10 - 12 berukuran sama, berumur sama pada pohon berumur sama pula, kain katun prima, alat
ecoprint
, mordanting awal, dan teknikecoprint
pukul dan kukus, dan penerapannya pada rok pias dari bahanduchesse
berwarna ungu muda. Observasi dilakukan oleh 30 observer.Analisis data yang digunakan adalah Analisis Varians ganda, sedangkan uji Duncan dengan bantuan program SPSS 16. Hasil analisis statistik, dapat diketahui bahwa: 1) Terdapat perbedaan hasil ketajaman warna dan tapak motif daun jati dari penggunaan jenis mordan (tawas dan cuka) 75 g dan 150 g. 2) Ketajaman warna dan kejelasan tapak motif daun memberikan hasil terbaik pada penggunaan jenis mordan tawas 150 g. 3) Karya
ecoprint
yang paling banyak disukai yaitu pada mordan tawas 150 g, karena warna yang cemerlang dan tapak motif daun memiliki bentuk yang jelas dan detail guratan-guratan alaminya.Namun sayangnya dalam publikasi penelitian ini tidak disampaikan contoh produk dalam bentuk gambar/foto, sehingga pemahaman para pembaca kurang tuntas.
Ristiani
et al
., (2020) melakukan penelitian dengan judul: “Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L
) dengan Variasi Fiksator pada Tekstil KerajinanEcoprint
”. Tujuan penelitian ini adalah: memperoleh data hasilecoprint
, memperoleh konsentrasi larutan fiksator yang optimal, dan mengetahui tahan luntur warna kainecoprint
dengan pewarna kayu secang (berorientasi warna merah), menggunakan teknikbotanical ecoprint dyed blanket.
Tabel 1. Hasil ecoprint sutra T54 pre-mordan tawas dengan pewarna kayu secang fiksasi tawas
Dalam penelitian ini Ristiani dan tim menjelaskan bahwa: kayu secang menghasilkan warna merah yang cerah, baik untuk minuman maupun pada penggunaannya dalam pewarnaan tekstil, namun pada bahan tekstil ketika dilakukan proses fiksasi warna banyak mengalami keluruhan. Penelitian ini menggunakan: ekstrak kayu secang dengan empat
C10 - 13 variasi
,
tiga variasipre-mordan
(tawas,symplocos
, tanin-symplocos
), dua jenis kain (sutra T54 dan mori primissimasanforized
) dan tiga variasi fiksator (kapur, tunjung, dan tawas). Ekstrak kayu secang pada sutra T54 menghasilkan 23 varian warna merah dengan tapak motif daun tercetak baik. Hasil uji tahan luntur warna terhadap pencucian 40 °C nilai perubahan warna 2-3 (kurang), terhadap keringat asam nilai perubahan warna 3 (cukup), nilai tahan sinar 1 (buruk), terhadap panas penyetrikaan 4-5 (baik). Konsentrasi fiksator optimal untuk sutra T54: tawas 14 g/l, kapur 20 g/l, tunjung 9 g/l.
Kain primissima menghasilkan 29 varian warna merah dan 14 varian warna ungu dengan jejak motif daun tercetak cukup baik. Hasil pengujian tahan luruh warna pada pencucian 40 °C nilai tahan luntur warna 4 (baik), terhadap keringat/asam nilai tahan luntur warna 3-4 (cukup baik), nilai tahan sinar bernilai 1 (buruk), terhadap panas penyetrikaan bernilai 4-5 (baik). Konsentrasi fiksator optimal untuk primissimasanforized
adalah tawas 75 g/l, kapur 20 g/l, tunjung 9 g/l.
Tabel 1 di atas merupakan salah satu hasil eksperimen
ecoprint
sutra T54 pre-mordan tawas dengan pewarna kayu secang fiksasi tawas, sebagai ilustrasi capaian warna merah yang telah dihasilkan. Untuk mendapatkan kelengkapan katalog warnanya dapat dilihat dalam laporan penelitian yang ada di Perpustakaan Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) di Jalan Kusumanegara 7 Kota Yogyakarta. Katalog masih dalam bentuk potongan-potongan kain hasil eksperimen yang ditempelkan pada kertas. Namun bila menghendaki inspirasi arah warna alam lainnya dengan formulasi bahan baku dan bahan tambahannya untuk mewarna kerajinan tekstil (latarecoprint
, tenun, batik, sasirangan,shibori
) dapat mengakses katalog warna alam secaraonline
di laman https://nadin.batik.go.id yaitu NADIN (Natural Dyes Indexation
) yang disediakan oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB), Kementerian Perindustrian (Salma, 2021).KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Warna merah memiliki arti penting dan disukai oleh masyarakat Asia, termasuk Indonesia. Hal ini mencerminkan potensi pasar/konsumen produk
fashion
dengan bahan kain berwarna merah sangat besar. Hal ini juga memacu paraecoprinter
Indonesia untuk menemukan hasil pewarnaan alami dari bahan tumbuhan yang merah cemerlang dan memiliki ketahanan luntur warna yang baik. Berbagai usaha dilakukan olehecoprinter
dan peneliti warna alam untuk menghasilkan pewarnaan tersebut. Ada pun beberapa usaha tersebut antara lain: 1) Fazruza, Mukhlis, dan Novita pada tahun 2018 melakukan penelitian dengan judul “Eksplorasi Daun Jati sebagai Zat Pewarna Alami pada Kain Katun sebagai Produk Pashmina dengan TeknikEcoprint
”. 2) Saraswati dan Sulandjari pada tahun 2018 juga melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Hasil Rok PiasEcoprint
Daun Jati (Tectona
grandis
) Menggunakan Jenis dan MassaMordant
Tawas dan Cuka”. 3) Suryawati Ristiani, Irfa’ina R Salma, Edi Eskak, Farida, Tika Sulistyaningsih, Dwi Wiji Lestari, Tin Kusuma Artha,C10 - 14 Dana Kurnia Syahbana, Nikmah Widiharini, dan Aprilia Fitriani pada tahun 2020, melakukan penelitian dan penciptaan karya dengan judul “Pewarna Alami Kayu Secang (
Caesalpinia Sappan L
) dengan Variasi Fiksator pada Tekstil KerajinanEcoprint
”, pewarna alami kayu secang dalam penelitian ini telah menunjukkan peningkatan kualitas cemerlang dan daya tahan terhadap luntur yang lebih baik.Saran
Perlu dilakukan optimasi dan kolaborasi usaha-usaha untuk menemukan dan meningkatkan kualitas warna merah pada
ecoprint
tanpa mengenal putus asa, karena progres peningkatan kualitas mulai menampakkan hasil.KONTRIBUSI PENULIS
Penulis sekaligus kontributor utama dalam artikel: “Warna Merah dalam
Ecoprint
: Arti Penting dalam Budaya dan Usaha-Usaha untuk Memperoleh Warna Merah yang Cemerlang dan Berkualitas” ini adalah Irfa’ina Rohana Salma dan Suryawati Ristiani.UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB), IKM
ecoprint
, Universitas Negeri Yogyakarta, Edi Eskak, S.Sn., M.Sn., dan pihak-pihak yang telah memberi informasi dan koreksi pada tulisan ini.DAFTAR PUSTAKA
Achroni, D. (2017). Belajar dari Makanan Tradisional Jawa. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudyaaan.
Agmasari, K. (2021, August 9). Sejarah Bubur Merah Putih dalam Tradisi Masyarakat Jawa.
Kompas.Com.
Aliyanto, D. N., & Sari, S. K. (2019). Makna Warna Merah dalam Tradisi Etnis Tionghoa sebagai Jembatan Komunikasi untuk Memperkenalkan Makna Darah Yesus. Jurnal Gamaliel : Teologi Praktika, 1(2), 93–103. https://doi.org/https://doi.org/10.38052/gamaliel.v1i2.39
Andriyanti, S. (2016). Kontinuitas Gorga Batak Toba. Pantun: Jurnal Ilmiah Seni Budaya, 1(2), 132–144.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26742/pantun.v1i2.765
Aprita, A. (2019, June 16). Batik Ecoprint Karya Eri Tembus Pasar Australia. TribunJogja.Com. Retrieved from https://jogja.tribunnews.com/2019/06/16/batik-ecoprint-karya-eri-tembus-pasar-australia Astuti, A. (2008). Keramik, Ilmu dan Proses Pembuatannya. Yogyakarta: Arindo Nusa Media.
Berghuins, T. (2020). “We Care as Much as You Pay” - Curating Asian Art. In & C. BuckkleyB. (Ed.), A Companion to Curation (1st ed., p. 447). New Jersey.
Chaple, A. & Boobar, A. (2001). Folk Costumes of Turkey. Istanbul: Citlembik Publications.
Chasanah, A. M. (2017). Batik Ecoprint, yang Sederhana Jadi Barang Mahal. Retrieved February 23, 2018, from http://wargajogja.net/bisnis/batik-eco-print-yang-sederhana-jadi-barang-mahal.html Eskak, E., Sulistyono, S., Salma, I. R., Mandegani, G. B., Pranoto, D. Y., & Parijo, P. (2020). Inovasi
Dekorasi Batik pada Mebel Rotan dengan Perekayasaan Alat Pelorod Malam (wax) Batik. Balai Besar Kerajinan dan Batik, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian
C10 - 15 Perindustrian RI.
Eskak, E., Salma. I. R. & Sumarto, H. (2017). Peningkatan Kecerahan Dan Daya Rekat Warna Pada Produk Gerabah Batik. Productum, 3(1), 1–7.
https://doi.org/https://doi.org/10.24821/productum.v3i1.1733
Eskak, E. & Salma, I. R. (2018). Solidarity Values In The Indonesian Batik Motifs. Jantra, 13(2), 11–28.
Retrieved from http://jantra.kemdikbud.go.id/index.php/jantra/article/view/68
Eskak, E. & Salma, I. R. (2020). Kajian Pemanfaatan Limbah Perkebunan Untuk Substitusi Bahan Pewarna Alami Batik. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 15(2), 27–37.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.33104/jihp.v15i2.6331
Eskak, E. (2000). Pemanfaatan Kayu Limbah Industri Mebel Untuk Penciptaan Karya Seni. Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Eskak, E. (2013a). Metode Pembangkitan Ide Kreatif dalam Penciptaan Seni. Corak, 2(2), 167–174.
https://doi.org/DOI: 10.24821/corak.v2i2.2338
Eskak, E. (2012). Potensi Seni Kriya Istimewa dalam Pameran Negari Ngayogyakarta Hadiningrat 2012.
CORAK, 1(2), 133–142. https://doi.org/DOI: http://dx.doi.org/10.24821/corak.v1i2.349 Eskak, E. (2013b). Mendorong Kreativitas dan Cinta Batik Pada Generasi Muda Kritik Seni Karya
Pemenang Lomba Desain Batik BBKB 2012. Dinamika Kerajinan dan Batik, 30(1), 1–10.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22322/dkb.v30i1
Fazruza, M., Mukhlis, M. & Novita, N. (2018). Eksplorasi Daun Jati sebagai Zat Pewarna Alami pada Produk Pashmina Berbahan Katun dengan Teknik Ecoprint. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, 3(3), 1–16. Retrieved from
http://www.jim.unsyiah.ac.id/pkk/article/view/11934/pdf
Hafi, A. L. (2011). Patriotisme dan Nasionalisme dalam Film ( Pendekatan Semiotik dalam Film Garuda di Dadaku ). UNS Surakarta. Retrieved from https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/20994 Hapsari, A. (2019, October 19). Produk Ecoprint Tembus Pasar Luar Negeri. Suaramerdeka.Com.
Retrieved from https://kumparan.com/tugujogja/batik-ecoprint-khas-brontokusuman-diminati- pasar-internasional-1rqnLWMttTE
Irianingsih, N. (2018). Yuk Membuat Eco Print: Motif kain dari daun dan bunga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Jengamal, Y. (2021). Hanya Alor dan Sikka Kantongi Sertifikat IG Tenun Ikat. Retrieved November 6, 2021, from https://victorynews.id/beranda/hanya-alor-dan-sikka-kantongi-sertifikat-ig-tenun- ikat/
Krisnawati, C. (2005). Terapi Warna dalam Kesehatan. Yogyakarta: Curiosita.
Kristiawan, A. D. (2021). Perancangan Branding Fashion Boutique Anlicollection. ISI Yogyakarta.
Lestari, R. (2017). Ecoprint, Teknik Pewarnaan Alami yang Unik. Retrieved February 23, 2018, from http://www.wanita.me/culture/ecoprint/
Lisbijanto, H. (2013). Reog Ponorogo. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Marianto, M. D. (2004). Teori Quantum, untuk Mengkaji Fenomena Seni. Yogyakarta: Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta.
Nazir, M. (2013). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Novianingsih, Y. (2020, January 17). Tradisi Perayaan Tahun Baru Imlek Berbagai Negara di Dunia:
China, Singapura, hingga London,. TrubusNews. Retrieved from
https://www.tribunnews.com/internasional/2020/01/17/tradisi-perayaan-tahun-baru-imlek- berbagai-negara-di-dunia-china-singapura-hingga-london?page=4.
Pamungkas, P. J. (2021). Labuh Labet: Pengabdian Prajurit Keraton Yogyakarta dalam Karya Tari.
Joged: Jurnal Seni Tari, 17(1), 17–29. https://doi.org/https://doi.org/10.24821/joged.v17i1.5600 Pujilestari, T., & Salma, I. R. (2017). Pengaruh Suhu Ekstraksi Warna Alam Kayu Secang (Caesalpinia
Sappan Linn) Dan Gambir (Uncaria Gambir) Terhadap Kualitas Warna Batik. Dinamika Kerajinan
C10 - 16 dan Batik, 34(1), 25–34. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22322/dkb.v34i1.1651.g2311
Raharjo, T. (2011). Seni Kriya dan Seni Kerajinan. Yogyakarta: Program Pascasarjana ISI Yogyakarta.
Rahayu, P.P., &, & Indiarti, P. T. (2020). Makna Peruntungan Usaha dalam Simbol di Budaya Imlek bagi Masyarakat Etnis Tionghoa Surabaya. Jurnal Psikologi Perseptual, 5(1), 55–68.
https://doi.org/https://doi.org/10.24176/perseptual.v5i1.4980
Ramelan, T., Mashadi, W., Syakur, A., dan Suhartanto, S. (2011). The 20th Centuri Batik Masterpiece. Jakarta: KR Communication.
Reed, R. & Feisner. E. A. &. (2013). Color Studies. (3, Ed.). New York: Fairchild Books.
Ristiani, S., Isnaini, I., Farida, F., Salma, I. R., Sulistyaningsih, T., Eskak, E., … Fitriani, A. (2020). Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L) Dengan Variasi Fiksator Pada Tekstil Kerajinan Ecoprint. Balai Besar Kerajinan dan Batik.
Salma, I. R. & Eskak, E. (2019). The Existence of Batik in the Digital Era. In S. G. Kaburuan, E. R., Nainggolan O. T. P., Hapsari, P. D. and Gunanto (Ed.), The 1st International conference on intermedia arts and creative technology (CREATIVEARTS 2019) (pp. 40–49). Yogyakarta:
SCITEPRESS – Science and Technology Publications, Lda: Portugal.
https://doi.org/10.5220/0008526000400049
Salma, I. R., & Eskak, E. (2016). Ukiran Kerawang Aceh Gayo Sebagai Inspirasi Penciptaan Motif Batik Khas Aceh Gayo. Dinamika Kerajinan Dan Batik, 33(2), 121–132.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22322/dkb.v33i2.1636.g1655
Salma, I. R. (2021). Pendampingan Industri Seni Batik Untuk Bertahan dan Bangkit Kembali Pasca Pandemi Covid-19. Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Seni (Sesanti), 367–380.
Retrieved from http://eprosiding.fib-unmul.id/index.php/sesanti/article/view/85
Saraswati, R., Susilowati.M. H. D., Restuti, R. C., Pamungkas, F. D. (2019). Buku Pemanfaatan Daun untuk Ecoprint dalam Menunjang Pariwisata. Depok: Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia.
Saraswati, T. J. & Sulandjari, S. (2018). Perbedaan Hasil Rok Pias Ecoprint Daun Jati (Tectona Grandis) Menggunakan Jenis dan Massa Mordan Tawas dan Cuka. Jurnal Tata Busana , 7 (2).
Sartika, D., Eskak, E., & Sunarya, I. K. (2017). Uma Lengge dalam Kreasi Batik Bima. Dinamika Kerajinan dan Batik, 34(2), 73–82. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22322/dkb.v34i2.3365
Septianti, S. (2018). Kostum Prajurit Kraton Yogyakarta Kajian Peran dan Nilai Simbolik. Corak: Jurnal Seni Kriya, 7(2), 89–100. https://doi.org/https://doi.org/10.24821/corak.v7i2.2673
Sholikhin, M. (2010). Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta: Narasi.
Sugiyono, S. (2020). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sukaya, Y., Eskak, E., & Salma, I. R. (2018). Penambahan Nilai Guna pada Kreasi Baru Produk Boneka Batik Kayu Krebet Bantul. Dinamika Kerajinan dan Batik, 35(1), 15–24.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22322/dkb.v35i1.3826
Sumarwoto. (2021, June 22). Produk Ecoprint Buatan Banyumas Tembus Pasar Luar Negeri.
Antaranews.Com. Retrieved from https://www.antaranews.com/berita/2225710/produk-ecoprint- buatan-banyumas-tembus-pasar-luar-negeri
Swasty, W. (2017). Serba-serbi Warna dalam Penerapan pada Desain. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tandililing, P. (2015). Etnomatematika Toraja: Eksplorasi Geometris Budaya Toraja. Jurnal Ilmiah Matematika Dan Pengajarannya, 1(1), 47–57. Retrieved from
http://journal.smantibatam.sch.id/index.php/JIMP/article/download/172/172-322-1-SM.pdf Ulfah, M. & Widiastuti, W. (2018). Makna Toleransi dalam lembaran Batik Lasem. UIN Walisongo
Semarang. Retrieved from
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11615/1/Widiastuti_lengkap.pdf
Wibowo, I. (2020). Sontek Warna Busana Kesukaan Kate Middleton yang Dipakai Berulang Kali.
Retrieved September 26, 2021, from https://womantalk.com/fashion/articles/sontek-warna-
C10 - 17 busana-kesukaan-kate-middleton-yang-dipakai-berulang-kali-xooEB
Wicaksono, P. (2019, September). Istimewanya Batik Ecoprint di Kampung Brontokusuman Yogyakarta.
Travel.Tempo. Retrieved from https://travel.tempo.co/read/1247957/istimewanya-batik-ecoprint- di-kampung-brontokusuman-yogyakarta
Yoga, W. B. S., & Eskak, E. (2015). Ukiran Bali Dalam Kreasi Gitar Elektrik. Dinamika Kerajinan Dan Batik, 32(2), 117–126. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22322/dkb.v32i2.1367.g1156
Yurnida, L., Riviyusnita, R. & Utoyo, M. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap Produk Lokal Tenun Songket Palembang. Disiplin: Jurnal Ilmu Hukum, 26(2), 26–38. Retrieved from
http://disiplin.stihpada.ac.id/index.php/Disiplin/article/view/32
63 Flags of Asia. (2021). Retrieved September 26, 2021, from https://www.dreamstime.com/hi-detail- vector-shiny-buttons-all-asian-flags-every-button-isolated-s-own-layer-image147603630
C10 - 18 Lembar Tanya Jawab
Moderator : Irfa’ina Rohana Salma Notulis : Novita Ekarini 1. Penanya
Pertanyaan Jawaban
: : :
Aji Indras (Sekolah Tinggi teknologi Warga Surakarta)
Cara memilih dan membedakan daun jati muda yang bisa digunakan dalam eco-print?
Cara memilih dan membedakan daun jati muda adalah dengan melihat dari segi fisiknya, daun jati muda lebih lembut dan lembek daunnya dari pada daun jati tua. Daun jati muda biasanya terletak pada pucuk pohon jati.
2. Penanya Pertanyaan Jawaban
: : :
Agus Haerudin ( Balai Besar Kerajinan dan Batik )
Pada suhu ekstraksi berapa yang optimal untuk mendapatkan warna merah? Bagaimana aplikasinya ke kain batik?
Pada penelitian terdahulu tahun 2015 untuk mendapatkan warna merah dari bahan secang, optimalnya tidak di suhu titik didih air 1000C tetapi pada suhu 70 - 800C.
Untuk proses pewarnaan pada kain batik dengan cara perendaman, pencelupan dan penirisan di ulang sesuai warna yang di kehendaki lalu di lakukan fiksasi atau post mordan.
3. Penanya Pertanyaan Jawaban
: : :
Aji Indras (Sekolah Tinggi teknologi Warga Surakarta)
Pada pohon jati sering kali saya lihat warna daun jati yang berbeda – beda , apakah berpengaruh terhadap warna kainya ? Jika digunakan untuk proses eco print atau cetak tapak daun pada beberapa jenis pohon jati yang berbeda famili maka hasil cetak tapak daunnya akan berbeda. Perbedaan warna tergantung penggunaan mordan awal dan post-mordan yang akan berpengaruh terhadap hasil cetak tapak daunya