• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYAAN UMAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYAAN UMAT"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYAAN UMAT Oleh:

Achmad Fathor Rosyid dan Moh. Wasik

Dosen Tetap Prodi PMI Fakultas Dakwah IAIN Jember, Mahasiswa Doktor Ilmu Administrasi FISIP UNEJ

Presiden Mahasiswa BEM-I IAIN Jember, Kader PMII Rayon Syariah, Koordinator Ke-Ilmuan PMII Komisariat Jember

ABSTRAK

Diantara deretan persoalan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah masalah kesenjangan ekonomi yang berimplikasi pada kemiskinan. Salah satu faktornya adalah kurangnya proses pembangunan masyarakat yang berinisiasi untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri.

Ditengah persoalan ini, zakat adalah langkah solutif. Tulisan ini merupakan hasil analisa yang bertujuan mendiskripsikan elan vital zakat sebagai intrumen pemberdayaan umat. Tulisan ini selain mendiskripsikan zakat dari ontologis-historis, juga menjelaskan zakat sebagai solusi kemiskinan, zakat dari teosentris ke antropo-sentris yang menekankan bahwa zakat tidak hanya dipraksikan sebagai pengugur kewajiban dan ibadah tahunan akan tetapi zakat dijadikan sebagai semangat untuk memanusiakan-manusia. Dan pembahasan terkahir upaya mewujudkan zakat sebagai sentrum perekonomian umat dengan menggeser paradigma komsumtif ke paradigma produktif.

Kata Kunci : Zakat, ekonomi, kemiskinan.

Hantaran Wacana

Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya karena kefakiran.

Karena itu seperti sabda Nabi yang menyatakan bahwa kefakiran itu mendekati pada kekufuran.1 Dalam konsideran UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat memuat muatan filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan bahwa menunaikan zakat

1 Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2001), 24

(2)

merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam; bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk Muslim yaitu sejumlah 216,66 juta penduduk atau dengan persentase Muslim sebesar 85 persen dari total populasi (BPS, 2015).

Fakta ini menyiratkan bahwa zakat memiliki potensi besar dan dapat berkontribusi dalam mengurangi kemiskinan. Sedangkan dari aspek keadilan sosial (al-`adalah al-ijtima`iyyah) perintah zakat dapat dipahami sebagai satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan dalam pencapaian kesejahteraan sosial ekonomi dan kemasyarakatan.

Dalam perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Barat, zakat merupakan sumber dana perjuangan pembebasan dari penjajah Belanda. Zakat diharapkan dapat meminimalisir kesenjangan dan disparitas pendapatan antara orang kaya dan orang miskin. Disamping itu zakat juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi baik pada level individual maupun sosial.

Zakat : Tinjauan Etimologis-Terminologis dan Historis

Zakat berasal dari bentuk kata zaka berarti “ suci”, ”baik”,

“tumbuh” dan “berkembang”. Secara istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu.2 Disini berarti zakat menumbuhkan, mensucikan, memperbaiki yang berarti pembersihan diri dari apa yang didapatkan setelah pelaksanaan kewajiban zakat.

Para pemikir ekonomi Islam mendefinisikan zakat sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang kepada masyarakat umum atas individu yang bersifat mengikat, final, tanpa mendapatkan imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta.3

2 Didin Hafinuddin, Paduan Praktis tentang Zakat, Infaq, Sedekah, (Jakarta:

Gema Insani, 1998), 13

3 Gazi Inayah, Teori Komprehensif tentang Zakat dan Pajak, (Yogyakarta:

Tiara Wacana Yogya,2003),3

(3)

Esensi zakat adalah pengelolaan sejumlah harta yang diambil dari orang yang wajib membayar zakat (muzakki)4 untuk diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq)5. Pengelolaan (manajemen) itu meliputi kegiatan pengumpulan (penghimpunan) penyaluran, pendayagunaan, pengawasan, dan pertanggung jawaban harta zakat.6

Sedangkan menurut terminology zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu. Dalam UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada BAB 1 Pasal 1 ayat 2 pengertian Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Berdasarkan sejumlah hadits dan laporan para shahabat, diketahui bahwa urutan rukun Islam setelah shalat lima waktu (setelah Isra dan Mi'raj) adalah puasa (diwajibkan pada tahun 2 H) yang bersamaan dengan zakat fitrah. Baru kemudian perintah diwajibkannya zakat kekayaan. Namun demikian Yusuf Al- Qaradhawy menegaskan bahwa zakat adalah rukun Islam ketiga berdasarkan banyak hadits shahih, misalnya hadits peristiwa Jibril ketika mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah : "Apakah itu Islam ?" Nabi menjawab :"Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu melaksanakannya"

(Bukhari Muslim).7

4 Muzaki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat. Pasal 1 ayat 5 UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

5 Mustahiq adalah orang atau badan yang, berhak menerima zakat. Pasal 1 ayat 6 UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

6 Suparman Usman, Hukum Islam (Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam data Hukum Indonesia), (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), 158

7 Al-Qur’an pun sering menggandengkan perintah zakat setelah perintah shalat. Sedikitnya ada 24 tempat ayat Al-Qur’an menyebut shalat dan zakat secara beriringan. Contohnya sebagai berikut:

وَأَقِيمُوا و۟ ووص ََّووٰة َ وَأَقتأوا و۟ ووص ََّوو ٰة َ وَأَقكوو ُوَو۟ ووعوَ ووريمكمو َّٰن َ

(4)

Rasulullah saw. pernah mengangkat dan menginstruksikan kepada beberapa sahabat (‘Umar ibn al-Khattab, Ibnu Qais ‘Ubadah ibn Samit dan Mu‘azibn Jabal) sebagai amil zakat (pengumpul zakat) di tingkat daerah. Mereka bertanggung jawab membina berbagai negeri guna mengingatkan para penduduknya tentang kewajiban zakat. Zakat diperuntukkan untuk mengurangi kemiskinan dengan menolong mereka yang membutuhkan.8

Pasca wafatnya Nabi Muhammad kalangan Arab Baduwi bertindak anomali dengan stigma zakat sebagai hukuman atau beban yang merugikan. Masa abu bakar ini zakat mengalami kendala, disebabkan anggapan rakyat terhadap zakat adalah pendapat personal nabi9. Maka pada masa kepimpinan Abu Bakar As-Siddiq, Khalifah pertama ini tercatat senantiasa bertindak tegas kepada siapa pun yang membangkang membayar zakat. Berlanjut pada kepemimpinan Umar Bin Khottob, pada masa kholifah Umar bin Khottob menghapus zakat bagi golongan mu’allaf, enggan memungut sebagian ‘usyr (zakat tanaman) karena merupakan ibadah pasti, mewajibkan kharraj (sewa tanah), menerapkan zakat kuda yang tidak pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.10 Perlu dicatat sikap Umar bukan berarti mengubah hukum agama dan mengenyampingkan ayat-ayat al-Qur’an. Hanya saja mengubah fatwa sesuai dengan perubahan zaman.

Berbeda zaman tentu berbeda sistem dan cara pengelolaan.

Pengelolaan zakat pada masa ‘Usman dibagi menjadi dua macam

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqarah [2]: 43)

8 Mer al-Roubaie, “Dimensi Global Kemiskinan di Dunia Muslim: Sebuah Penilaian Kuantitatif”. Islamika , Vol. 2, No.3 Desember 2005, 91.

9 Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam al-Ghazali (Jakarta:

Pustaka Firdaus 2002), 104.

10 Umar ra. adalah salah satu sahabat Nabi saw.. Ia menetapkan suatu hukum berdasarkan realitas social atau kontekstualisasi hukum. Lihat Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim Dan Indonesia (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah Charles Peirce dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve) Analisis , Volume XI, Nomor 2, Desember 2011, 248.

(5)

yakni Zakat al-amwal az-ahirah11 dan Zakat al-amwalal-batiniyah.12 Zakat kategori pertama dikumpulkan oleh negara, sedangkan yang kedua diserahkan kepada masing-masing individu yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya sendiri sebagai bentuk self assessment. Berlanjut pada kholifah terakhir Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sebagaimana yang tersaji dalam lembaran sejarah peradaban Islam, kepemimpinan sayyidina Ali berada pada situasi politik yang tidak stabil salah satunya terjadinya peperangan mempertahankan tampuk kekuasaan.

Tetapi situasi ini bukan alasan dan kendala, ditengah kondisi yang penuh tantangan Sayyidina Ali tetap mencurahkan semagat perjuangannya mengurusi dan mengelola zakat. Karena baginya zakat adalah pondasi agama dan sentrum kehidupan dalam pemerintahan. Bahkan juga ikut terjun langsung dalam mendistribusikan zakat kepada para mustahiq (delapan golongan yang berhak menerima zakat).13Harta kekayaan yang wajib zakat pada masa Khalifah ‘Ali ibn Abi Talib ra. ini sangat beragam. Jenis barang-barang yang wajib zakat pada waktu itu berupa dirham, dinar, emas dan jenis kekayaan apapun tetap dikenai kewajiban zakat.

Pengelolaan zakat mengalami reformasi formula yang sangat memukau. Semua jenis harta kekayaan wajib dikenai zakat.

Pengelolaan zakat dengan manajemen zakat yang professional

11 Zakat harta benda yang tampak seperti binatang ternak dan hasil bumi,

12 Zakat harta benda yang tidak tampak atau tersembunyi seperti uang dan barang perniagaan.

13 Abdurrachman Qodir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah Dan Sosial (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1998), h. 94. Golongan tersebut Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan dalam Kitab-Nya yang mulia kelompok orang-orang yang berhak atas Zakat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

ْلا َو ِباَق ِ رلا يِف َو ْمُهُبوُلُق ِةَفَّلَؤُمْلا َو اَهْيَلَع َنيِلِماَعْلا َو ِنيِكٰسَملا َو ِءا َرَقُفْلِل ُتٰقَدَّصلا اَمَّنِإ ِِيَِِّسلا ِنْبا َو ِ َّللَّ ِِيََِِ يِف َو َنيِم ِِاَغَ

ٌميِكَح ٌميِلَع ُ َّللَّ َو ِ َّللَّ َنِم ًةَضي ِرَف Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah : 60)

(6)

terjadi pada masa tabi‘in yaitu Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz (717 M) adalah tokoh terke muka yang tidak mungkin terlupakan dalam tinta emas sejarah dunia, khususnya dalam hal pengelolaan zakat.

Terekam dalam memori sejarah Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz hidup pada masa Daulah Bani Umayyah, yang berlangsung selama hampir 90 tahun (41-127H). ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz adalah orang pertama yang mewajibkan zakat dari harta kekayaan yang diperoleh dari penghasilan usaha atau hasil jasa, termasuk gaji, honorarium, penghasilan berbagai profesi dan berbagai mal mustafad lainnya. 14

Dalam perjalan histori zakat seperti terpapar dalam teks diatas, situasi dan kondisi baik situasi kempimpinan dan sosial lainnya, zakat tetap harus direaliasikan ditengah kehidupan umat. Perintah zakat termasuk dalam perintah yang tidak terbantahkan dalam term ushul fiqih qoth’i dilalah. Ketentuan zakat didasarkan pada sumber hukum Islam, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam Al-Quran kata zakat disebut 30 kali, yaitu 8 kata terdapat dalam surat Makiyah sedang-kan 22 kata ada dalam surat Madaniyah.

Di Indonesia, Pemerintah menaruh perhatian yang besar terhadap pengelolaan pengeluaran zakat. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat oleh Pemerintah memberi bukti bahwa pengelolaan zakat harus dilakukan secara profesional sehingga memberikan manfaat atau kemaslahatan bagi bangsa dan negara. Indonesia juga memiliki lembaga filantropi yang mengelola zakat, infak, sedekah yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional.

Zakat : Solusi Kemiskinan

Sebelum masuk pada pembahasan zakat sebagai sulosi kemiskinan, perlu ditegaskan secara definitif tentag kemiskinan.

Secara konseptual, kemiskinan diasumsikan sebagai tidak

14 Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, terj, Mukhtar Yahya, (Jakarta:

Mutiara, 1994),144.

(7)

dimilikinya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan meterial secara layak.15 Dalam pandangan empat mazhab kemiskinan memiliki penjelasan yang distingtif, Mazhab Hanafi dan maliki memaknai miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatupun, Mazhab Syafi’i mengartikan miskis adalah orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak seperdua kecukupannya atau labih, tetapi tidak sampai mencukupi dan mazhab Hamabli mendefinisikan miskin adalah orang yang mempunyai harta seperdua keperluannya atau lebih, tetapi tidak mencukupi.16

Dalam diskursus mengenai kemiskinan ini sendiri, ada tiga pandangan yang berkembang, yaitu konservatisme, liberalisme dan radikalisme. Penganut masing-masing pandangan memiliki cara yang berbeda dalam menjelaskan kemiskinan. Kaum konservatis memandang bahwa kemiskinan bermula dari karakteristik khas orang miskin itu sendiri. Orang menjadi miskin karena tidak mau bekerja keras, boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa wiraswasta, fatalis dan tidak ada hasrat untuk berprestasi.

Menurut Oscar Lewis, orang-orang miskin adalah kelompok sosial yang mempunyai budaya kemiskinan sendiri yang mencakup psikologis, sosial dan ekonomi. Kaum liberal memandang bahwa manusia sebagai makhluq yang baik tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Budaya kemiskinan hanyalah semacam realistikdan situasional adaptation pada lingkungan yang penuh diskriminsi dan peluang yang sempit. Sedangkan kaum radikal mengabaikan budaya kemiskikan, mereka menekankan peranan struktur ekonomi, politik dan sosial dan memandang bahwa manusia adalah makhluk yang koopratif.17

Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan untuk pembangunan yang lain, zakat

15 Revrison Baswir, Agenda Ekonomi Kerakyatan, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 19.

16 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Penerbit Sinar Baru, 2014), 211.

17 Agus Sjafari, Kemiskinan dan Pemberdayaan Kelompok ( Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2014), hlm. 11

(8)

tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap pahala dari Allah semata. Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat dilihat melalui: Pertama, zakat merupakan panggilan agama.

Ia merupakan cerminan dari keimanan seseorang. Kedua, sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain akan terus membayar.

ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan.18

Islam memberikan perhatian yang besar terhadap distribusi pendapatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat, baik dalam skala mikro maupun makro. Dengan demikian pembangunan ekonomi berbasis zakat akan mampu menghapus angka kemiskinan.

Dalam OUTLOOK ZAKAT INDONESIA 2017 dipaparkan terdapat beberapa studi yang membahas mengenai potensi zakat diIndonesia.

Pertama, studi PIRAC menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia memiliki kecenderungan meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan survei ke 10 kota besar di Indonesia, PIRAC menunjukkan bahwa potensi rata-rata zakat per muzakki mencapai Rp 684.550,00 pada tahun 2007, meningkat dari sebelumnya yaitu Rp. 416.000,00 pada tahun 2004. Kedua, PEBS FEUI menggunakan pendekatan jumlah muzakki dari populasi Muslim Indonesia dengan asumsi 95 persen muzakki yang membayar zakat, maka dapat diproyeksikan potensi penghimpunan dana zakat pada tahun 2009 mencapai Rp. 12,7 triliun (Indonesia Economic Outlook, 2010). Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan bahwa potensi zakat nasional dapat mencapai Rp.

19,3 triliun. Keempat, penelitian Firdaus et al (2012) menyebutkan bahwa potensi zakat nasional pada tahun 2011 mencapai angka 3,4 persen dari total PDB, atau dengan kata lain potensi zakat di Indonesia diperkirakan mencapai Rp. 217 triliun. Jumlah ini meliputi

18 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), cet 2.

(Yogyakarta: UII Press, 2005), 189-190.

(9)

potensi penerimaan zakat dari berbagai area, sepertizakat di rumah tangga, perusahaan swasta, BUMN, serta deposito dan tabungan.

Kelima, menurut penelitian BAZNAS, potensi zakat nasional pada tahun 2015sudah mencapai Rp. 286 triliun.19

Ini sangat jauh berbeda dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tingkat provinsi.Seperti Pemerintah Provisni Jawa Timur mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Jatim 2017 sebesar Rp 23,6 triliun. Jumlah anggaran itu hanya berselisih tipis dengan APBD Jatim 2016, yakni sebesar Rp 23,2 triliun.20 Provinsi lainnya seperti Provinsi DKI Jakarta telah mengesahkan anggaran, pendapatan dan belanja daerah (APBD) Tahun Anggaran 2018 DKI Jakarta sebesar Rp 77.117.365.231.898, Sedangkan, tahun 2017 DPRD DKI Jakarta mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD DKI tahun 2017 menjadi Perda. Total APBD DKI 2017 Rp 70.191.958.203.554.21

Dari sajian data diatas zakat memiliki potensi untuk mengentaskan kemiskinan. Zakat merupakan salah satu dari lima nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya.22Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan. Bahkan tidak berhenti disini, zakat dengan dimensi membantu sesama, mempertatikan sesama, saling tolong-menolong sesama, dan berempati sesama dengan yang lain, tidak hanya mengeluarkan dari belenggu

19 Divisi Publikasi dan Jaringan Pusat Kajian Strategis (Puskas) BAZNAS, OUTLOOK ZAKAT INDONESIA 2017, (Jakarta: Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional, 2016), 6

20 http://jatim.metrotvnews.com/read/2016/10/03/592200/ekonomi- lesu-r-apbd-jatim-2017-hanya-rp23-6-triliun diakses 30 Juli 2018 jam 10.30

21 http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/11/30/disahkan- apbd-dki-2018-anies-baswedan-kita-bahagia diakses 30 Juli 2018 jam 10.30

22 Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), 71

(10)

kemiskinan tapi menciptakan kemanusiaan, keadilan dan menjun- jung moralitas berbangsa.

Zakat : Dari Teosentris-Ke Antroposenteris

Dari pengertian zakat secara terminologis di atas tersirat adanya kehendak dalam ajaran Islam untuk menciptakan keharmonisan, persaudaraan, komitmen persatuan antara orang- orang yang kaya dengan orang-orang tidak memiki kemampuan dalam deminsi finansial-ekonomi. Mengeluarkan sebagian harta kemudian diserahkan kepada orang-orang yang tidak mampu adalah unsur terpenting dalam regulasi zakat itu sendiri. Dalam literatur Al-Quran sudah ditegaskan harta orang-orang kaya terdapat hak milik orang-orang miskin.23 Dengan zakat pula, distribusi kekayaan menjadi lebih merata.

Zakat dapat pula dijadikan simbolisasi keharmonisan hubungan horizontal antar sesama manusia, dimana orang yang kaya peduli kepada nasib orang miskin. Dengan kata lain, zakat adalah media untuk mengentaskan kemiskinan dan menghapus penderitaan yang selalu ada dalam pentas sejarah hidup manusia.

Islam datang dengan sebuah cita-cita ingin menghilangkan kesenjangan sosial antar orang-orang kaya dan orang miskin. Perlu diketahui bahwa pada awal kemunculan Islam, kota Mekkah menjadi pusat perdagangan yang sangat penting. Kondisi ini menyebabkan pola kehidupan masyarakat sangat materialis individualistik. Berpijak dari fakta sejarah, dapat dikatakan bahwa kehadiran Islam bukan hanya mementingkan urusan peribadahan kepada Allah saja (hablumminallah), tetapi juga hubungan kepada manusia (hablumminannass)24

Di sinilah sisi unik perintah zakat. Ada spirit sosial yang menjadikan zakat itu menjadi perintah yang membebaskan. Zakat

23 Firman Allah dalam surat Surat Az-Zariyat ayat 19 :

يِفَو َو ِِِئ اَّسلِ ل ّٞ قَح ۡمِهِل َٰو ۡمَأ ِمو ُر ۡحَمۡلٱ

١٩

Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”.

24 Asrifin an Nakhrawie, Sucikan hati dan Bertambah Rizki bersama zakat, (Jakarta: Delta Prima Press, 2011), 59.

(11)

dengan tujuan visioner membebaskna dari belenggu kemiskinan, ketertidasan ekonomi, dan terbebasnya hamba (kaum miskin) mengharap kepada sesama hamba (kaum kaya) untuk menegakkan pilar-pilar keadilan. Disinilah zakat hendak mengajak menjadi muslim sejati. Kaitannya dalam ini, Asghar Ali Engineer mengatakan orang kafir dalam arah sesungguhnya adalah orang-orang yang menumpuk kekayaan dan terus membiarkan kezaliman dalam masyarakat serta merintangi upaya-upaya menegakkan keadilan.25 Dalam pembahasan teologi pembebassan didiskripsikan Teologi harus dipraksikan, bukan digenggam erat-erat untuk tujuan kesalehan pribadi. Akan tetapi dengan mendekati dan mengasihi mahluknya, kita juga telah mengabdikan diri kepada Tuhan.26

Zakat idelnya harus membawa pelakunya tergerak untuk tidak sekadar menggugurkan kewajiban belaka, tanpa membawa pada arah yang lebih mengedepankan problem kemanusiaan yang lebih kompleks. Dalam bahasa lain masih formalitas beragama, menjalankan zakat karena rutinitas tahunan dan menjalankan perintah agama dan lebih ironis karena ingin mendapatkan pujian masyarakat. Semestinya ibadah zakat ini berorantasi pada semangat tauhid antroposentrisme, yakni pengedepanan nilai-nilai luhur untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dan kemanusiaan.

Yakni, dengan memanfaatkan zakat untuk menciptakan putaran dana yang lebih produktif, terutama bagi kalangan miskin dan kelompok yang lemah (mustadhafin).

Pesan moral-kemanusiaan dari rangkaian ibadah zakat sebenarnya hendak melatih diri kita untuk sensitif terhadap realitas.

Yakni, menjadi lebih peka dan sensitif terhadap realitas sosial di sekitar kita. Kemiskinan, kelaparan, dan ketidakadilan, yang selama ini dialami kaum tertindas baik secara ekonomis maupun politis, dengan demikian mendapatkan referensi, justifikasi, dan legitimasi dari ritual zakat.

25 Nur Sayyid Santoso Kristeva, Sejarah Teologi Islam dan Akar Pemikiran Ahlussunah Wal Jama’ah, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 347.

26Ibid, 364.

(12)

Dalam fatwa fenomenal KH Zaini Mun’in dikatakan “orang yang hidup di Indonesia kemudian tidak melakukan perjuangan, dia telah berbuat maksiat. Orang yang hanya memikirkan masalah ekonominya saja dan pendidikannya sendiri, maka orang tersebut telah berbuat maksiat. Kita semua harus memikirkan perjuangan rakyat banyak”. Perjuangan disini salah satunya dimaknai dengan merealisasikan semangat untuk berzakat. Zakat haruslah dikonfrontasikan dengan konteks, nuansa, dan alusi kesadaran untuk memperoleh maknanya sebagai pembacaan hermeneutik sosial dalam konstruksi pergumulan aktual kehidupan manusia yang nyata.

Zakat : Sentrum Perekonomian Umat

Dari berbagai paparan teks diatas tergambar jelas zakat mempunyai peranan aktif dalam dunia perekonomian. Karena zakat merupakan pungutan yang mendorong kehidupan ekonomi hingga terciptanya pengaruh-pengeruh tertentu.27 Integrasi zakat dalam menentukan kebijakan ekonomi nasional sangatlah diperlukan.

Apalagi secara teoritis, aplikasi zakat dalam kehidupan perekonomian akan memberikan sejumlah implikasi penting.

Berdasarkan Qur’an Surah al-Baqaroh ayat 275-2828, ada tiga sektor penting dalam perekonomian menurut al-Qur’an, yaitu:29

27 Sauqi Ismail Sahhatih, Penerapan Zakat Dalam Bisnis Modern, (Bandung, Pustaka Setia, 2007), 83

28 Firman Allah dalam surat Surat al-Baqaroh ayat 275-281:

َِب َكِلََٰذ ِ سَمْلا َنِم ُناَطْيَّشلا ُهُطَّبَخَتَ ي يِذَّلا ُموُقَ ي اَمَك َّلَِإ َنوُموُقَ ي َلَ َبَِ رلا َنوُلُكَْيَ َنيِذَّلا َمَّرَََّ َمْيَ بْلا ََُّا َّاَََََّ َبَِ رلا ُاُِْم ُمْيَ بْلا اََّمَاِإ اوُلاَل ْقَُّْ نَّه

ْنِم ٌةَظِعْوَم ُهَءاَج ْنَمَف َبَِ رلا ِلاَخ اَْيِف ْقُه ِراَّنلا ُباَحْصََ َكِئََٰلَُأَف َداَع ْنَمََ ََِّا َلَِإ ُهُرْمََََ َفَلَس اَم ُهَلَ ف َٰىََْ تْ نَّهاَف ِهِ بَر

َنَُد :ةرقبلا﴿

٢٧٥

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.

Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.

Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

ٍميِثَأ ٍِاَّفَك َُِّك ُّب ِحُي َلَ ُ َّللَّ َو ِتاَقَدَّصلا يِب ْرُي َو اَب ِ رلا ُ َّللَّ ُقَحْمَي :ةرقِلا﴿

٢٧٦

(13)

a. Sektor riil (al-bai), yaitu bisnis dan perdagangan

b. Sektor keuangan atau moneter, yang diindikasikan oleh larangan riba.

c. Zakat, infak dan sedekah (ZIS)

Ayat Surah al-Baqaroh ayat 275-28, menyoroti sistem riba yang menjadi pilar sistem ekonomi kapitalisme masa lalu dan saat ini.

Sistem riba menciptakan praktek kezaliman ekonomi dan sosial, melahirkan berbagai penyakit jiwa seperti cinta dunia, kikir, kejam, rakus, pelit, kesombongan dan bahkan mempertuhankan harta (materialisme), sehingga pelaku riba digammbarkan seperti orang yang kemasukan setan.

Dalam ayat tersebut Allah memberikan dua ketegasan;

Pertama, akan tumbangnya ekonomi dengan sistem imperialis- kapilatistik. Kedua, menyuburkan sistem ekonomi yang didasari

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”

ْمِهِ ب َِ َدْنِع ْمُه ُرْجَأ ْمُهَل َةاَك َّزلا اُوَتآ َو َة َلََّصلا اوُماَقَأ َو ِتاَحِلاَّصلا اوُلِمَع َو اوُنَمآ َنيِذَّلا َّنِإ َنوُن َزْحَي ْمُه َلََو ْمِهْيَلَع ٌٌ ْوََ َلَ َو

:ةرقِلا﴿

٢٧٧

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.

Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

َذ َو َ َّللَّ اوُقَّتا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي َنيِنِمْؤُم ْمُتْنُك ْنِإ اَب ِ رلا َنِم َيِقَب اَم اوُِ

:ةرقِلا﴿

٢٧٨

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”

ِم ٍب ْرَحِب اوُنَذْأَف اوُلَعْفَت ْمَل ْنِإَف َنوُمَلْظُت َلَ َو َنوُمِلْظَت َلَ ْمُكِلا َوْمَأ ُسوُءُِ ْمُكَلَف ْمُتُِْت ْنِإ َو ِهِلوَُ َِ َو ِ َّللَّ َن

:ةرقِلا﴿

٢٧٩

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

َنوُمَلْعَت ْمُتْنُك ْنِإ ْمُكَل ٌرْيََ اوُقَّدَصَت ْنَأ َو ٍة َرَسْيَم ٰىَلِإ ٌة َرِظَنَف ٍة َرْسُع وُذ َناَك ْنِإ َو

:ةرقِلا﴿

٢٨۰

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. “

ْفَن ُُِّك ٰىَّف َوُت َّمُث ِ َّللَّ ىَلِإ ِهيِف َنوُعَج ْرُت اًم ْوَي اوُقَّتا َو َنوُمَلْظُي َلَ ْمُه َو ْتََِسَك اَم ٍس

:ةرقِلا﴿

٢٨١

“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”

29 Indonesia Zakat & Development Report, Kajian Empiris Peran Zakat Dalam Pengentasan kemiskinan, Ciputat, Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ), 2011, 9

(14)

sistem shadaqah (zakat, infak, hibah, wakaf dan sebagai-nya). Salah satu keistimewaan sistem ekonomi Islam ialah menangguhkan tagihan terhadap orang menghadapi kesulitan. Sedangkan menghapuskan hutangnya jauh lebih baik. Hal ini bisa diterapkan karena spirit ekonomi Islam adalah meraih kesuksesan akhirat, bukan kejayaan di dunia.

Dalam konteks sosial ekonomi, institusi zakat memiliki berbagai implikasi ekonomi penting baik ditingkat mikro maupun makro. Ditingkat mikro, zakat memiliki implikasi ekonomi terhadap perilaku konsumsi dan tabungan individu serta perilaku produksi dan investasi perusahaan tanpa berpengaruh negatif pada insentif bekerja. Sedangkan ditingkat makro, zakat memiliki implikasi ekonomi terhadap efisiensi alokatif, penciptaan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, stabilitas makro ekonomi, distribusi pendapatan, pengentasan kemiskinan dan jarring pengaman sosial.30

Untuk mewujudkan zakat sebagai sentrum perekomomian umat, perlu merekonstruksi dari peradigma konsumtif ke paradigma produktif. Dana zakat yang terkumpul dapat digunakan untuk usaha produktif tidak stagnan pada instrumen konsumsi saja, tapi lebih dari itu ditujukan untuk memberdayakan kaum fakir-miskin dalam dalam rangka keluar dari jeratan kemiskinan. Bergesernya cara pandang dari konsumtif ke produktif dengan modifikasi menjadi harta produktif untuk konteks pada zaman sekarang sangatlah diperlukan, karena dengan mengkreasi harta zakat secara produktif tersebut bisa dikembangkan sesuai dengan kehendak dan tujuan zakat itu sendiri, yaitu menghilangkan kemiskinan dan mensejahterakan bagi kaum miskin. Secara yuridis adanya pendayagunaan zakat secara produktif mendapatkan legitimasi untuk memaksimalkan pendayagunaan zakat secara produktif dalam meningkatkan perekonomian rakyat Indonesia.

Dalam pasal 27 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat menyatakan bahwa:

30 Indonesia Zakat & Development Repor, Kajian Empiris Peran Zakat Dalam Pengentasan kemiskinan, Ciputat, Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ), 2011, 33

(15)

1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.

2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.

Pendayagunaan zakat produktif sangat efektif dalam mengentaskan kemiskinan. Zakat secara produktif inilah tidak kontradiksi bahkan yang dikehendaki Islam, karena lebih sesuai dengan ruh perintah zakat yang ingin mengentaskan seseorang dari keterpurukan ekonomi dan menjadi sentrum perekonomian.

Mengingat ekonomi adalah salah satu penentu maju tidaknya sebuah institusi da pranata sosial. Dalam pandangan kaum marxis disebut dengan istilah ekonomic deterministik, desain super structure (agama, politik, budaya, bahasa dll) ditentukan oleh dialektika dalam dimensi basic structure (ekonomi).

KESIMPULAN

Zakat sebagai pemberdayaan ekonomi harus senantiasa teraliasasi dengan menegakkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehingga sistem Islam (zakat) yang diakui sebagai sistem terbaik menjadi alternatif dari sistem perberdayaan umat, spesifikasinya pada pemberdayaan ekonomin ummat, agar tercapainya kedaulatan ekonomi. Sejarah telah membutikan sejak disyariatkannya zakat sampai saat ini, zakat adalah harapan dan solusi dari berbagai maslah sosial termasuk kemiskinan dan instrumen pemberdayaan bagi umat. langkah yang harus diambil adalah zakat harus dirubah dari pola konsumtif menjadi pola produktif. pada sisi yang tidak kalah pngting memaknai zakat tidak hanya sebagai ritual formal wajib setiap tahun saja, zakat harus dimaknai sebagai basis implementasi dari teologi antroposentrisme transendental untuk memanusiakan-manusia.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Baswir, Revrison. 1997. Agenda Ekonomi Kerakyatan. Jogjakarta:

Pustaka Pelajar.

Divisi Publikasi dan Jaringan Pusat Kajian Strategis (Puskas) BAZNAS. 2016. OUTLOOK ZAKAT INDONESIA 2017. Jakarta:

Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional.

Faisal. 2011. Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim Dan Indonesia (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah Charles Peirce dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve) Analisis , Volume XI, Nomor 2, Desember.

Hafinuddin, Didin. 1998. Paduan Praktis tentang Zakat, Infaq, Sedekah.

Jakarta: Gema Insani

Inayah, Gazi. 2003. Teori Komprehensif tentang Zakat dan Pajak, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Indonesia Zakat & Development Repor. 2011. Kajian Empiris Peran Zakat Dalam Pengentasan kemiskinan, Ciputat, Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ).

Kristeva, Nur Sayyid Santoso. 2014. Sejarah Teologi Islam dan Akar Pemikiran Ahlussunah Wal Jama’ah. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

M. Saefuddin, Ahmad. 1987. Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam. Jakarta: CV Rajawali.

Nakhrawie, Asrifin an. 2011. Sucikan hati dan Bertambah Rizki bersama zakat. Jakarta: Delta Prima Press.

Mer al-Roubaie, 2005. “Dimensi Global Kemiskinan di Dunia Muslim:

Sebuah Penilaian Kuantitatif”. Islamika , Vol. 2, No.3 Desember.

Qadir, Abdurrachman. 2001 Zakat Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial.

Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Suratmaputra, Ahmad Munif. 2002. Filsafat Hukum Islam al-Ghazali, Jakarta: Pustaka Firdaus 2002.

Rasjid, Sulaiman. 2014. Fiqih Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru.

(17)

Ridwan, Muhammad. 2005. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil BMT.

Yogyakarta: UII Press.

Syalabi, Ahmad. 1994. Sejarah Kebudayaan Islam, terj, Mukhtar Yahya.

Jakarta: Mutiara.

Sjafari, Agus. 2014. Kemiskinan dan Pemberdayaan Kelompok.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Sahhatih, Sauqi Ismail. 2007. Penerapan Zakat Dalam Bisnis Modern.

Bandung, Pustaka Setia.

Usman, Suparman. 2001. Hukum Islam (Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam data Hukum Indonesia). Jakarta: Gaya Media Pratama.

UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Sumber internet

http://jatim.metrotvnews.com/read/2016/10/03/592200/ekonomi- lesu-r-apbd-jatim-2017-hanya-rp23-6-triliun

http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/11/30/disahkan- apbd-dki-2018-anies-baswedan-kita-bahagia

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pasal 1 ayat (1) mengatakan bahwa Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan,

Oleh sebab itu, dalam konteks memperkuat pertahanan dan ketahanan nasional fungsi pers yang utama adalah memberi atau menyediakan informasi yang sehat.. Menurut Wakil Presiden

Warna dasar yang digunakan untuk motif ini adalah eggplant, reddish purple, magenta dengan warna motif sky blue, pink, cream, dan camel yang dibuat dari pewarna alami

Hasil penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah makna Pancasila sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” menurut perspektif Islam adalah tauhid yaitu Tuhan

Penggunaan ungkapan kashite itadakemasenka menurut konsep wakimae adalah pemilihan ungkapan ini berdasarkan faktor dominan jarak status sosial yang dirasakan oleh

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pertama miniatur kereta dorong bayi dengan sistem ganda (manual dan sistem scooter elektrik)

Također ta dva klona imaju pozitivne karakteristike na prosječni prinos na položaju Stražeman, pa po tome možemo zaključiti da im odgovara ovaj položaj u smislu kvantitativnih

mengenal pasti aspek persekitaran pembelajaran matematik (perhubungan sosial pelajar [pelajar saling mengenali, memahami, bantu-membantu, berinteraksi, dan memberi sokongan],