ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021
JSBPSDM 2(3)(2021); 374 – 392
Jurnal Sipatokkong BPSDM Sulawesi Selatan
https://ojs.bpsdmsulsel.id/index.php/sipatokkong/login
Akuntabilitas Administrasi Pengelolaan Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran di Kota Makassar
M. Darwis Nur Tinri
Universitas Pejuang Republik Indonesia Email: [email protected]
ABSTRACT
This study aims to examine and analyze administrative accountability to improve the management of hotel and restaurant tax revenues in Makassar City. The research method used is descriptive qualitative research supported by several data such as: 1) observation data, 2) interviews and policy documents. The results show that administrative accountability can improve the management of hotel and restaurant tax revenues because: (1) There is individual accountability as an employee's responsibility in terms of managing and receiving hotel and restaurant taxes on government activities (2) The existence of Team accountability as accountability regarding the procedures for managing hotel and restaurant taxes, (3) organizational accountability as a structural responsibility in managing hotel and restaurant taxes and (4) stakeholder accountability as being responsible for paying and enjoying the results of paying taxes.
Keywords: Hotel and Restaurant Tax and Administration Accountability
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis akuntabilitas administrasi dapat meningkatkan pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Makassar. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan didukung oleh
beberapa data seperti: 1) data observasi, 2) wawancara dan dokumen kebijakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas administrasi dapat meningkatkan pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran karena : (1) Adanya akuntabilitas individu sebagai pertanggung jawaban pegawai dalam hal pengelolaan dan penerimaan pajak hotel dan restoran pada kegiatan-kegiatan pemerintah (2) Adanya akuntabilitas Tim sebagai pertanggung- jawaban mengenai tata cara pengelolaan pajak hotel dan restoran, (3) Akuntabilitas organisasi sebagai pertanggung jawaban secara struktur dalam pengelolaan pajak hotel dan restoran dan (4) Akuntabilitas stakeholder sebagai pertanggungjawaban dalam membayar dan menikmati hasil dari membayar pajak.
Kata Kunci: Akuntabilitas Administrasi dan Pajak Hotel dan Restoran
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 PENDAHULUAN
Pajak dan retribusi daerah merupakan bagian pendapatan yang strategis bagi daerah untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan. Untuk mampu membiayai pelaksanaan urusan tersebut, maka pemerintah daerah diberi wewenang melakukan pemungutan berupa pajak dan atau retribusi daerah sebagaimana diatur dalam Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004. Meningkatnya penerimaan pajak daerah, memerlukan pengelolaan penerimaan yang optimal sehingga pajak daerah dapat dipergunakan untuk pembangunan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan akuntabilitas administrasi pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Makassar.
Pajak hotel dan restoran merupakan salah satu dari sekian banyak sumber pajak yang ada di Kota Makassar dimana keberadaannya sangat penting sebagai sumber PAD. Keberadaan pajak ini diharapkan menjadi sumber penerimaan yang utama mengingat kondisi dan potensi
daerah yang dimiliki Kota Makassar semakin meningkat.
Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/
Kota, proporsi pajak daerah seluruh Kabupaten/ Kota dibandingkan total pemerintah daerah pada tahun 2008 adalah rata-rata 2,52 persen, tahun 2009 meningkat menjadi 2,85 persen, tahun 2010 menjadi 3,6 persen dan tahun 2011 naik lagi menjadi 3,67 persen, serta tahun 2012 naik sebesar 3,9 persen, dan tahun 2013 naik 4,1 persen.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana Pengelolaan Penerimaan Pajak Hotel dan restoran di Kota Makassar.
2. Bagaimana dimensi akuntabilitas dapat meningkatkan penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Makassar
3. Bagaimana model akuntabilitas administrasi pengelolaan penerimaan meningkatkan pajak hotel dan restoran di Kota Makassar?
AKUNTABILITAS ADMINISTRASI
Salah satu prinsip utama dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik adalah akuntabilitas (Accountability). Dalam konteks birokrasi pemerintahan, akuntabilitas merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan memperlihatkan pencapaian misi yang ditetapkan (Benveniste,1991). Akuntabilitas Administrasi merupakan suatu akuntabilitas yang memerlukan adanya hubungan hirarki yang jelas antara pusat-pusat pertanggung jawaban dengan unit-unit dibawahnya. Hubungan hirarki ini biasanya telah ditetapkan dengan jelas baik dalam bentuk
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 aturan organisasi secara formal maupun dalam bentuk informal. Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administtasi publik, yang mempunyai beberapa arti antara lain, (1) yang dapat dipertanggungjawabkan, (2) yang dapat dipertanyakan, (3) yang dapat dipersalahkan dan (4) yang mempunyai ketidakbebasan.
Akuntabilitas administratif, merujuk pada kewajiban untuk menjalankan tugas yang telah diberikan dan diterima dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia. Dalam konsepsi yang demikian, akuntabilitas administratif umumnya berkaitan dengan pelayan publik, khususnya para direktur, kepala departemen, dinas, atau instansi, serta paramanajer perusahaan milik negara. Mereka adalah pejabat publik yang tidak dipilih melalui pemilu tetapi ditunjuk berdasarkan kompetensi teknis. Kepada mereka dipercayakan sejumlah sumber daya yang diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu.
Secara umum, spektrum yang begitu luas telah menyebabkan digunakannya konsep akuntabilitas secara fleksibel. Yang paling mudah adalah mengidentikkan akuntabilitas pelayan publik dengan bentuk pertanggung jawaban mereka kepada atasannya, baik secara politik maupun administratif. Polidano (1998) menawarkan kategorisasi baru yang disebutnya sebagai akuntabilitas langsung dan akuntabilitas tidak langsung. Akuntabilitas tidak langsung merujuk pada pertanggung jawaban kepada pihak eksternal seperti masyarakat, konsumen,atau kelompok klien tertentu, sedangkan akuntabilitas langsung berkaitan dengan pertanggung jawaban vertikal melalui rantai komando tertentu.
BPKP (2207), bahwa akuntabilitas dipandang sebagai perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik. Akuntabilitas ialah kesediaan untuk menjawab pertanyaan publik. Kesulitan untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah terhadap kualitas pelayanan publik terutama disebabkan karena sosok pemerintah itu sendiri tidak tunggal. Untuk itu diperlukan sistem akuntabilitas berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik. (Starling: 164).
Sharifts and Hyde (1978:24), bahwa akuntabilitas seorang aparat birokrasi adalah pertanggungjawaban kepada atasan, bukan kepada kolega, kelompok dan organisasi.
Akuntabilitas dikaitkan dengan kualitas subjektif berupa tanggung jawab para pejabat publik dan dilain pihak banyak menyebut pentingnya kontrol struktur yang menjamin pertanggungjawaban tersebut. (Denhard and Denhard (1998:18).
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 Dwivedi dan jabra (1989), bahwa akuntabilitas publik merupakan metode yang digunakan oleh lembaga publik dan pejabat publik dalam melaksanakan tugas dan kewajiban dan proses yang seharusnya dilakukan lembaga atau pejabat publik untuk mempertanggungjawabkan tindakan - tindakan yang dilaksanakan. Disini akuntabilitas dipandang sbagai sbuah strategi untuk memenuhi standar yang dapat diterima dan sebagai cara untuk mengurangi penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan. Chandler dan Piano (1982), mengartikan akuntabilitas sebagai refers to the institution of cheks and balances in administrative system. Untuk itu akuntabilitas diperlukan untuk memberikan penjelasan tentang apa yang telah dilakukan oleh birokrasi. LAN RI (2001:22), menjelaskan bahwa akuntabilitas public berasal dari bahasa Inggris yaitu accountability yang artinya keadaan untuk dipertanggungjawabkan, keadaan dapat dimintai pertanggung jawaban.
Syahrudin (2002:8), bahwa akuntabilitas publik adalah evaluasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat dipertanggujawabkan serta sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu, Akuntabilitas publik merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit mewujudkannya dari pada memberantas korupsi. Akuntabilitas publik adalah keharusan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekan pada pertanggungjawaban horizontal (masyarakat) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (otoritas yang lebih tinggi) (Turner and Hulme, 1997).
ADMINISTRASI PERPAJAKAN
Administrasi perpajakan merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan kebijaksanaan perpajakan. Tugas administrasi perpajakan tidak membuat kebijaksanaan atau memutuskan siapa-siapa yang dikenakan dan dikecualikan dari pemungutan pajak, juga tidak menentukan obyek pajak baru. Sebagai sarana pelaksanaan undang-undang perpajakan, administrasi perpajakan perlu disusun dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu menjadi instrumen yang bekerja secara efektif dan efisien, sebab jika tidak efektif dan efisien, maka sasaran sistem perpajakan tidak dapat dicapai.
Atas dasar itu maka jelas bahwa administrasi perpajakan yang baik sebagai pelaksanaan dari sistem dan kebijaksanaan perpajakan diperlukan agar sistem perpajakan mampu menghasilkan penerimaan yang memadai dari berbagai jenis pajak yang ada.
Dasar-dasar terselenggaranya administrasi perpajakan yang baik meliputi (Mansury, 1996:24) a) Kejeiasan dan kesederhanaan dari ketentuan undang-undang yang memudahkan bagi
administrator dan wajib pajak.
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 b) Kesederhanaan akan mengurangi penyelundupan pajak, karena dapat memberikan
kemudahan untuk dipahami dan dilaksanakan oleh aparat maupun pemenuhan pajak oleh wajib pajak.
c) Reformasi perpajakan yang realistis harus mempertimbangkan kemudahan tercapainya efisiensi dan efektivitas administrasi perpajakan.
d) Administrasi perpajakan yang efisien dan efektif perlu disusun dengan pengumpulan dan pemanfaatan Informasi tentang subyek dan obyek pajak.
Menurut Lembaga Administrasi Negara (1985) pengelolaan merupakan proses dari keseluruhan usaha atau kegiatan memikirkan dan menentukan berbagai hal yang bersangkutan dengan apa-apa yang harus dilakukan, mengusahakan, mengatur. menggerakkan, dan memanfaatkan sumber - sumber baik yang berupa manusia maupun bukan manusia yang diperlukan untuk pencapaian tujuan. serta menjamin agar tidak terjadi penyimpangan penyimpangan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan. Administrasi perpajakan dilaksanakan dengan tahapan-tahapan kegiatan dalam upaya menggali potensi pajak menjadi penerimaan riil.
Kegiatan administrasi perpajakan merupakan suatu proses yang mencakup semua kegiatan untuk melaksanakan berbagai fungsi administrasi perpajakan (Mansury. 199626).
Tahapan-tahapan dalam administrasi perpajakan secara garis besar mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Melakukan pendataan/Identifikasi subjek dan/atau objek pajak.
Pada tahap pertama ini yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi subjek atau obyek dari masing-masing jenis pajak yang akan dipungut. Tahap ini perlu dilakukan karena pada tahap inilah jumlah subjek dan atau obyek dari suatu pajak ditentukan.
Pengidentifikasian objek dan subjek pajak terutama perlu dilakukan terhadap jenis-jenis pajak yang obyeknya relatif mudah untuk disembunyikan, sehingga penghindaran pajak mudah dilakukan.
Sedangkan terhadap pajak-pajak objeknya mudah dikontrol maka tahap ini relatif lebih mudah dilaksanakan. Identifikasi juga perlu dilakukan untuk kepentingan pemutakhiran (updating) data subjek dan atau objek pajak untuk memperoleh data yang lengkap, mutakhir dan akurat mengenai objek dan subjek pajak.
Untuk kepentingan pengumpulan data serta menjaga akurasi dan aktualitas data, mungkin diperlukan tim khusus yang bertugas melakukan survei untuk memonitor perkembangan objek pajak dari waktu ke waktu. Updating atau pembaharuan data diperlukan karena objek dan subjek pajak sangat rentan terhadap kondisi ekonomi yang terus
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 berubah. Banyak kasus yang memperlihatkan bahwa usaha terhadap pembaharuan data objek dan subjek pajak yang sudah kadaluarsa seringkali diabaikan, yang kemudian mengakibatkan penerimaan pajak (yield) kurang atau malah tidak elastis terhadap pertumbuhan ekonomi.
b. Melakukan penilaian (assessment) dan penetapan nilai pajak terhutang.
Penilaian terhadap subjek/objek pajak merupakan tahapan yang tidak kalah pentingnya. Pada tahap ini dilakukan penilaian terhadap keberadaan subjek dan atau objek pajak yang telah teridentifikasi. Penilaian ini memiliki dua tujuan, pertama sebagai cara untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang akan ditarima dari suatu objek pajak tertentu, dan kedua sebagai cara untuk melakukan penetapan pajak terutang bagi objek pajak yang tidak terdata dengan baik karena subjek pajak belum atau tidak melakukan pembukuan yang baik, misalnya restoran yang belum memiiiki mesin kas register.
Dalam penetapan besamya pajak terutang untuk Pajak Restoran misalnya, sering dijumpai restoran tidak memiiiki mesin kas register sehingga besarnya omzet restoran tidak diketahui dengan pasti. Akibatnya penetapan nilai pajak terutang tidak segera dapat dilakukan. Untuk itu maka sebelum penetapan nilai pajak terutang dilakukan perlu diadakan assessment oleh fiskus atau petugas pajak.
Hal-hal yang perlu diteliti antara lain adalah jumlah orang yang makan per hari, jumlah kursi di restoran, harga makanan di restoran dan sebagainya. Terhadap kasus seperti ini penetapan nilai pajak terutang dilakukan oleh oleh fiskus berdasarkan analisis dan perhitungan terhadap berbagai aspek yang telah diamati tersebut.
Penetapan besamya pajak terutang lebih mudah dilakukan terhadap objek dan subjek pajak yang telah terdata dengan baik. Misalnya pada Pajak Kendaraan Bermotor, data kendaraan bermotor di suatu daerah umumnya telah tersedia cukup lengkap dan akurat.
Karena itu penetapan nilai pajak terutang dapat dilakukan dengan relatif lebih cepat dan mudah.
Selain itu, penetapan nilai pajak terutang juga harus memperhatikan aturan-aturan perpajakan yang berlaku, misalnya yang berkaitan dengan nilai objek pajak, besamya tarif dan sebagainya. Penetapan besamya pajak terutang akan sangat terbantu jika tarif yang diberlakukan adalah tarif advalorem, yakni penetapan tarif dengan persentase tertentu dari nilai objek pajak, misalnya Pajak Restoran.
Kesederhanaan perhitungan dan tingkat kepastian yang tinggi terhadap nilai pajak terutang akan dapat menutup ruang gerak bagi fiskus untuk melakukan korupsi dan kolusi.
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 c. Melakukan penagihan atau penerimaan setoran pajak.
Tahap ini merupakan tahap dimana instansi yang berwenang melakukan pemungutan pajak atau menerima setoran pajak dari wajib pajak sesuai dengan besamya nilai pajak terutang yang harus dibayar. Sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam sistem perpajakan, aktivitas penagihan pajak terhutang dewasa ini telah bergeser menjadi pelayanan terhadap wajib pajak yang melakukan penyetoran pajak.
Demikian pula, setoran pajak terutang tidak perlu lagi harus dilakukan di kantor-kantor pelayanan pajak yang disediakan oleh pemda melainkan dapat dilakukan di berbagai tempat Berkembangnya berbagai bentuk lembaga keuangan, terutama di daerah perkotaan, membawa dampak yang menguntungkan bagi sistem perpajakan, karena lembaga-tembaga keuangan tersebut dapat digunakan sebagai tempat pelayanan pajak.
Namun demikian, kemungkinan masih diperlukannya cara penagihan secara langsung oleh petugas pajak juga masih cukup tinggi karena pajak-pajak tertentu masih sulit untuk menerapkan sistem self assessment secara penuh, misalnya pada pajak hotel dan restoran.
Karena itu cara penagihan langsung ke tempat wajib pajak seharusnya dapat dihindari untuk mencegah terjadinya penyelewengan baik oleh wajib pajak maupun petugas pajak (fiskus). Yang tidak kalah pentingnya pada tahap ini adalah bahwa penerimaan pajak sebaiknya dapat direalisasikan tepat pada waktunya, karena jika tidak akan dapat mengakibatkan terjadinya tunggakan pajak yang akan membawa implikasi pada bertambahnya aktivitas dalam administrasi perpajakan yang pada gilirannya dapat menambah cost.
Tunggakan pajak dapat terjadi karena berbagai hal, seperti kurangnya kesadaran wajib pajak, kurangnya penyuluhan, menurunnya kemampuan wajib pajak, penundaan pembayaran pajak, dan sebagainya.
Untuk mencegah terjadinya tunggakan pajak dan penghindaran pajak maka perlu dilakukan berbagai upaya, khususnya penyuluhan yang terus menerus kepada para wajib pajak untuk mensosialisasikan aturan perpajakan dan meningkatkan kesadaran wajib pajak.
Di samping itu diperlukan pula langkah-langkah penegakan aturan perpajakan secara tegas dan adil kepada wajib pajak yang secara sengaja melalaikan kewajibannya membayar pajak.
d. Pembukuan penerimaan pajak.
Tahap pembukan merupakan tahapan yang relatif lebih mudah dilaksanakan.
Tahapan ini dilaksanakan oleh petugas pembukuan pajak pada instansi yang berwenang.
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 Untuk melaksanakan tahap ini diperlukan pegawai yang tidak perlu harus memiliki tingkat keahlian yang tinggi, namun yang lebih dibutuhkan adalah pegawai dengan tingkat kejujuran yang tinggi.
Yang sering menjadi masalah adalah sejauhmana seluruh pendapatan dari pajak daerah dibukukan secara transparan. Untuk itu perlu dirancang suatu sistem akuntansl yang baik, yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum, mudah dilaksanakan, transparan, serta mudah diaudtt oleh para auditor baik internal maupun ekstemal, serta mampu menjamin keutuhan hasil pendapatan dari pajak yang sudah diterima.
Transparansi dalam pembukuan pajak juga diperlukan dalam upaya memberi akses kepada masyarakat untuk melakukan kontrol sosial atas administrasi perpajakan yang dilaksanakan.
e. Menegakkan aturan perpajakan
Penegakan aturan perpajakan sebenamya bukan merupakan tahap terakhir dari administrasi perpajakan daerah. Penegakan aturan perpajakan pada prinsipnya dilakukan sejak tahap pertama dilaksanakan.
Tujuannya adalah agar seluruh tahapan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga seluruh potensi penerimaan pajak yang telah diperhitungkan akan dapat direalisasikan.
Penegakan aturan perpajakan tidak saja diperlukan terhadap wajib pajak yang belum membayar pajak, memiliki tunggakan pajak, maupun mereka yang dengan sengaja melakukan upaya penghindaran pajak, namun juga perlu dilakukan terhadap para petugas pajak sendiri agar melakukan tugasnya secara bertanggung jawab. Hal yang lebih penting adalah konsistensi dalam penegakan aturan perpajakan sehingga penegakan aturan perpajakan akan mampu mencegah kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap hak dan kewajiban masing-masing.
Administrasi perpajakan daerah dilaksanakan untuk menghasilkan kinerja tertentu, yakni penerimaan pajak daerah. Menurut Devas (1989: 143-149), terdapat tiga tolok ukur untuk menilai kinerja administrasi penerimaan daerah, khususnya administrasi pajak daerah, yakni upaya pajak (fax effort), efektivttas pajak atau hasil guna pajak (tax effectivity) dan efisiensi pajak atau daya guna pajak (tax efficiency).
Tax effort merupakan perbandingan antara hasil suatu sistem pajak dengan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak, yang umumnya menggunakan angka
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 PDRB. Dengan demikian tax effort merupakan perbandingan antara penerimaan pajak dengan PDRB, yang biasa dikenal dengan istilah rasio pajak (tax rath).
Secara lebih operational ukuran kemampuan administrasi pajak adalah perbandingan antara realisasi penerimaan pajak dengan APBD. Ukuran tersebut dapat digunakan untuk melihat sejauhmana kontribusi penerimaan suatu jenis pajak daerah terhadap APBD.
Efektivitas pajak (tax effectivity) mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi dari pajak tersebut. Efektivitas atau hasil guna pajak merupakan perbandingan antara hasil pemungutan (realisasi) pajak dengan potensi pajak itu sendiri.
Dengan demikian efektivitas pajak adalah realisasi penerimaan pajak berbanding dengan potensi penerimaan pajak (Devas, 1989:144). Istilah yang lebih operasional untuk mengukur efektivitas pajak adalah tax performance index (TPI), yakni perbandingan antara realisasi penerimaan pajak dengan rencana atau target penerimaan pajak. Tax effectivity menyangkut semua tahap administrasi penerimaan pajak, mulai dari menentukan wajib pajak, menetapkan nilai kena pajak, memungut pajak, menegakkan sistem pajak, dan membukukan penerimaan pajak (Devas, 1989:144). Oleh karena itu efeknvitas pajak akan tergantung pada sejauhmana kemampuan organisasi pengelola pajak untuk mengadministrasikan pajak, termasuk memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
Efektivitas pemungutan pajak hotel dan restoran dapat dicapai apabila seluruh objek pajak membayar pajak hotel dan restoran ke Kantor Kas Daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan tax efficiency mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan.
Efisiensi atau daya guna adalah alat ukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya-biaya pemungutan pajak bersangkutan. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa efisiensi sama dengan realisasi penerimaan pajak dibandingkan dengan biaya pemungutan pajak (Devas, 1989,146). Efisiensi pemungutan pajak hotel dan restoran dapat dicapai apabila biaya pemungutan pajak hotel dan restoran dapat ditekan serendah mungkin.
f. Penerimaan Pajak
Penerimaan pemerintah dalam arti yang seluas-luasnya mulai dari penerimaan dalam negeri dan luar negeri. Penerimaan pajak merupakan penerimaan yang sangat utama pada masa sekarang ini dimana sebelumnya penerimaan migas merupakan penerimaan yang paling utama.
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 Setelah penerimaan migas tidak dapat diandalkan maka pajak merupakan penerimaan yang utama, karena di samping cepat dan rendah biayanya, pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat besar potensinya.
Sistem pemungutan pajak suatu negara barlaku sistem self assessment ataupun official assessment akan berpengaruh terhadap optimalisasi penerimaan dana ke pemerintah tersebut. Dalam sistem penerimaan negara, pajak rnempunyai 2 (dua) fungsi pokok, yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend.
Fungsi budgetair disebut juga sebagai fungsi utama pajak atau fungsi fiscal (fiscal function) yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara.
Yang dimaksud memasukkan dana secara optimal ke kas negara adalah:
(a) setiap wajib pajak harus memenuhi kewajiban perpajakannya dari menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya, dan
(b) tidak adanya sumber-sumber penerimaan pajak yang tidak masuk dalam wajib pajak yang harus menjalankan kewajiban perpajakan, baik disebabkan karena kelalaian fiscus maupun wajib pajak yang tidak melaporkan usahanya.
Administrasi perpajakan juga dapat dipandang sebagai pengelolaan pajak. Menurut llyas (1995) dalam pengelolaan terkandung fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun pengendalian. Dengan demikian administrasi perpajakan yang diartikan dengan pengelolaan pajak mencakup upaya pemanfaatan seluruh sumber daya yang tersedia dalam instansi perpajakan secara efektif dan efisien untuk menghasilkan penerimaan pajak yang optimal.
Administrasi perpajakan merupakan salah satu komponen dari tiga unsur sistem perpajakan. Administrasi perpajakan mengandung tiga pengertian (Mansury. 1996;23), yakni Pertama, instansi atau badan yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemungutan pajak; Kedua, orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada instansi perpajakan yang secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan pajak, dan Ketiga, kegiatan penyelenggaraan pemungutan pajak oleh suatu instansi atau badan yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran dalam kebijaksanaan perpajakan, berdasarkan sarana hukum yang ditentukan oleh undang-undang perpajakan.
Administrasi perpajakan merupakan faktor yang sangat penting dalam penerimaan pajak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Norman D. Nowak (dalam Mansury, 1996:24) mengatakan bahwa: Pengertian Pajak Daerah diantaranya tercantum dalam Undang-undang Nomor 34
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 Tahun 2000 tentang Perubahan Alas Undang-undang Nomor 1 8 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan Daerah.
Pajak daerah adalah pajak asli daerah maupun pajak negara yang diserahkan kepada daerah, yang pemungutannya diselenggarakan oleh daerah di dalam wilayah kekuasaanya, yang gunanya untuk membiayai pengeluaran daerah di dalam wilayah kekuasaannya berhubung tugas dan kewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Menurut Davey (1988:39-40) dan Soelamo (1999:87-88), perpajakan daerah juga dapat diartikan sebagai:
a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri;
b. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah
c. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasionai tetapi penerapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah
d. Pajak yang dipungut dan di administrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pemungutannya diberikan kepada, dibagi hasilkan dengan, atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh pemerintah daerah.
Pajak daerah merupakan salah satu sumber utama bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di samping sumber-sumber yang lainnya. Sebagai perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab, daerah harus mampu mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Untuk itu dibutuhkan dana yang cukup, yang berasal dari sumber-sumber yang mampu menghasilkan pendapatan secara berkesinambungan.
Pendapatan asli daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah. Karena itu ketersediaan sumber dana yang berasal dari pendapatan asli daerah secara berkelanjutan akan menjadi faktor yang menentukan bagi terwujudnya otonomi daerah.
Pemungutan pajak daerah selain didasarkan dan dilaksanakan berdasarkan asas-asas dan sistem perpajakan, juga harus memperhatikan hal-hal seperti: (1) Keadilan, dalam arti bahwa pungutan itu harus bersifat umum, merata dan menurut kekuatan; (2) Secara ekonomis dapat diterima, yakni bahwa pungutan tersebut tidak dapat merusak sumber-sumber kemakmuran rakyat; (3) Dapat dicapai tujuannya, dalam arti bahwa
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 pungutan rtu jangan sampai mengakibatkan adanya kemungkinan penyelundupan atau pengurangan hasil karena tarifnya terlalu tinggi. (Soelamo, 1999:96-97).
Pemungutan pajak daerah merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya.
Beberapa pengertian yang diatur dalam Undang-undang perpajakan daerah yang baru adalah sebagal berikut (Soelamo, 1999: 169-176):
1. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah Pajak menurut UU No. 28 tahun 2008 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak penentuan besarnya pajak yang terutang sampai pada kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasannya.
3. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran. Tennasuk didalamnya bangunan lainnya yang menyatu, diketota dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
4. Restoran atau rumah makan adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran tidak termasuk jasa boga atau catering.
5. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik hotel, rumah makan atau penyelenggaraan hiburan.
6. Objek pajak Hotel dan Restoran adalah pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel dan atau di restoran termaasuk:
• fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek
• pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan
• fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum
• jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel
• penjualan makanan dan minuman ditempat yang disertai dengan rasilitas penyantapannya.
Sistem pemungutan Pajak Hotel dan Restoran di wilayah Pemkot Makassar, pada dasarnya menggunakan sistem self assessment, yang membawa implikasi pada perlu
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 disiapkannya berbagai perangkat sistem untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kepercayaan dari fiscus kepada wajib pajak. Untuk itu pembayaran yang dilakukan kepada hotel atau restoran. Tarifnya adalah 10 % (sepuluh persen).
Besamya pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif yang berlaku (10 %) dengan dasar pengenaan. Sebelum menghitung jumlah pajak, terlebih dahulu harus diketahui dasar perhitungannya, saat terhutangnya dan yang terakhir tarif pajaknya. Sebagaimana dapat dilihat di dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2008 dan Perda No. 3 tahun 2010, kedua undang-undang dan Perda tersebut cukup jelas menegaskan bahwa dasar perhitungan pajak hotel atau restoran adalah semua pembayaran termasuk tambahannya. Saat terhutang pajak hotel atau restoran adalah pada saat pembayaran dilakukan di hotel atau restoran. Dengan demikian untuk dapat menghitung jumlah pajak terhutang perlu terlebih dahulu diketahui dasar perhitungan, saat terhutang dan besamya tarif pajak.
Sanksi administrasi Pajak Hotel dan Restoran adalah berupa penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPD-KB) dan surat ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPD-KBT) dengan sanksi bunga 2% perbulan maksimal 24 bulan, kenaikan 100
% dan jumlah kekurangan pajak, kenaikan 25 % ditambah bunga 2% maksimum 24 bulan.
Sanksi pidana berupa pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda sebanyak-banyakya dua kali jumlah pajak terutang bagi wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTD atau mengisinya tidak benar.
Dalam pelaksanaan sistem pemungutan self assessment secara garis besar langkah-langkah pelaksanaan yang harus dilaksanakan adalah:
a) Menyiapkan sarana; hukum dan administrasi;
b) Menyiapkan tenaga terampil yang mampu menjelaskan dan menerapkan sistem;
c) Dengan sarana dan tenaga yang tersedia melakukan kegiatan tata usaha dalam arti mengukuhkan Wajib Pajak yang sudah terdaftar menjadi wajib pajak sekaligus memberi nomor pokok dan penuntunnya.
d) Melakukan pengawasan pembayaran melalui pemeriksaan sederhana atau sering disebut verifikasl
e) Memberikan pelayanan kepada wajib pajak yang melakukan laporan pembayaran f) Melakukan pemeriksaan pada wajib pajak yang terbukti melakukan penyimpangan.
g) Melayani wajib pajak yang melakukan keberatan atau hash tindak lanjut pemeriksaan.
h) Menyelesaikan sengketa tepat waktu.
i) Melakukan penagihan atas tunggakan yang ada.
j) Melakukan pembinaan secara umum atas pelaksanaan sistem.
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 Subjek Pajak Hotel dan Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel dan restoran. Sedangkan Wajib Pajak Hotel dan Restoran adatah pengusaha hotel dan restoran.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian adalah pada kantor DISPENDA Kota Makassar. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode kajian studi. Adapun pendekatan penelitian yang dipergunakan didalam penelitian adalah dengan pendekatan fenomenologi.
Sumber data dalam penelilitian ini adalah pemerintah, pengusaha. Informan yang mewakili pemerintah adalah Kepala Dispenda Kota Makassar, Kepala Tata Usaha Dispenda Kota Makassar, Kepala Bagian dan Kepala Seksi Dispenda Kota Makassar. Informan dari pengusaha hotel dan restoran Clarion Hotel, Imperial Duta Hotel dan Swiss Bell In Hotel. Fokus penelitian adalah apakah akuntabilitas administrasi dapat meningkatkan pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran di kota Makassar. Adapaun deskripsi fokus adalah akuntabilitas administrasi, adalah pertanggungjawaban dari seseorang atau sekelompok orang yang diberi amanah untuk menjalankan tugas tertentu kepada pihak pemberi amanah baik secara vertikal maupun secara horizontal. Ini meliputi (1) akuntabilitas personal, (2) akuntabilitas individu, (3) akuntabilitas tim, (4) akuntabilitas organisasi dan (5) akuntabilitas stake holders.
Peneliti sebagai instrument utama menggunakan alat bantu dalam pengumpulan data, wawancara dengan panduan wawancara, dokumentasi dan observasi. Pemeriksaan keabsahan data mengikuti kreteria Nasution (1992) dan Moleong (1993), yaitu (1) derajat kepercayaan, (2) keteralihan, (3) ketergantungan dan (4) kepastian. Analisis data berdarasarkan Miles dan Hubermain (1984) yaitu (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) Penyajian data dan (4) verifikasi dan penarikan kesimpulan.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Akuntabilitas Individu
Akuntabilitas individu adalah suatu kewajiban dari individu yang berada dalam suatu orgtanisasi dan diberi kewenangan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan individu dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban apa yang dikerjakan. Individu sebagai pegawai yang mengelola penerimaan pajak hotel dan restoran dituntut untuk bekerja secara profesional karena menyangkut sumber daya publik.
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 Prinsip akuntabilitas yang yang harus dipegang seorang pegawai dalam pengelolaan pajak hotel dan restoran adalah harus mampu mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan dibidang tugasnya. Ini terutama berkaitan erat dengan pertanggungjawaban terhadap efektifitas kegiatan dalam pencapaian target atau program yang telah ditetapkan.
Sebagai individu yang berkerja sebagai pegawai dalam pengelolaan pajak hotel dan restoran di Kota Makassar, maka dituntut untuk membuat laporan aktivitas tentang apa yang telah dikerjakan sesuai dengan kewenangannya.
Disini akuntabilitas individu dituntut untuk menerapkan good corporate governance, artinya pegawai Dispenda Kota Makassar secara akuntabilitas individu telah menunjukkan sikap pertanggungjawaban untuk memberikan cerminan sebagai pegawai yang transparan dalam pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran.
Pegawai Dispenda Kota Makassar telah melaksanakan prinsip akuntabilitas yaitu : 1. Kemampuan menjawab apa yang telah dikerjakannya sesuai denmgan kewenangannya yang
berhubungan dengan pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran, termasuk didalamnya adalah menjawab kemana hasil pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran telah digunakan dan apa yang tercapai dengan menggunakan penerimaan pajak hotel dan restoran.
2. Konsekuensi dari kewenangan yang didapat untuk pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran. Disini pegawai Dispenda Kota Makassar siap menerima konsekuensi dari akibat pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran yang tidak digunakan untuk kepentingan masyarakat, termasuk didalamnya kemana dana hasil penerimaan pajak hotel dan restoran.
Akuntabilitas Tim
Akuntabilitas tim adalah akuntabilitas yang dibagi dalam kerja kelompok atau tim.
Akuntabilitas tim adalah perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan atas pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan - tujuan dan sasaran - sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawaban secara periodik.
Di Dispenda Kota Makassar, tim diberi kewenangan dan tanggungjawab yang jelas yang berkaitan dengan pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran, mengelola sumberdaya yang telah diberikan dan dikuasai dalam rangka pencapaian tujuan dan membuat laporan akuntabilitas kinerja yang menyangkut penerimaan.
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 Laporan hasil penerimaan pajak hotel dan restoran secara periodik dilaporkan dan disampaikan melalui media kepada masyarakat.
Sebagai suatu akuntabilitas tim, maka tim berkerja berdasarkan peraturan atau ketentuan yang berlaku, pedoman akuntabilitas, pedoman administrative dan pedoman umum pemeriksaan.
Akuntabilitas Organisasi
Akuntabilitas organisasi adalah suatu pertanggungjawaban oragnisasi terhadap tugas, kewenangan dan tanggungjawabnya kepada masyarakat pajak dalam hal pajak hotel dan restoran. Sebagai pertanggungjawaban organisasi maka ini adalah merupakan evaluasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan organisasi untuk dapat dipertanggungjawabkan serta sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang.
Dispenda Kota Makassar sebagai organisasi yang diberi kewenangan untuk memungut, menerima dan mengelola pajak termasuk didalamnya pajak hotel dan restoran. Oleh karena itu Dispenda Kota Makassar melalukan evaluasi terhadap apa yang telah dikerjakan dalam hal hal ini adalah proses memungut, menerima dan mengelola pajak termasuk pajak hotel dan restoran.
Wujud dari pada akuntabilitas organisasi maka, Dispenda Kota Makassar telah melaksanakan:
1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran. Artinya akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah merupakan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyarakatkan dalam organisasi. Disini juga termasuk penghindaran penylah gunaan jabatan, korupsi dan kolusi.
Akuntabilitas hukum menjamin ditegakkannya supremasi hukum, sedangkan akuntabnilitas kejujuran menjamin adanya praktik organisasi yang sehat.
2. Akuntabilitas manajerial. Artinya akuntabilitas kinerja yang merupakan pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif da efisien.
3. Akuntabilitas program. Artinya bahwa program-program organisasi adalah program bermutu dan mendukung styrategi dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Lembaga publik harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan program.
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 4. Akuntabilitas kebijakan. Lembaga - lembaga publik hendaknya dapat mempertanggung
jawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak dimasa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu dilakukan.
5. Akuntabilitas financial. Ini merupakan pertanggungjawaban lembaga publik dalam hal ini Dispenda Kota Makassar untuk menggunakan dana publik secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas financial sangat penting karena menjadi sorotan utama masyrakat. Akuntabilitas financial mengharuskan Dispenda Kota Makassar untuk membuat laporan keuangan.
Akuntabilitas Stakeholder/ Masyarakat
Akuntabilitas stakeholders disebut sebagai akuntabilitas masyarakat, disini masyarakat sebagai pembayar pajak dan sekaligus oleh pemerintah dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan infra struktur. Pertanggungjawaban masyarakat dalam hal membayar pajak hotel dan restoran jikalau masyarakat menikmati fasilitas hotel dan restoran.
Akuntabilitas stakeholder merupakan suatu kewajiban dari masyarakat untuk membayar pajak hotel dan restoran dan merupakan kontrak anatar masyarakat dengan pemerintah. Disini masyarakat menyadari bahwa membayar pajak hotel dan restoran merupakan suatu kewajiban jika menikmati hotel dan restoran. Dan menyadari bahwa hasil dari pajak ini dipergunakan untuk pembangunan infra struktur masyarakat.
Masyarakat juga memahami dan memerlukan bahwa pajak yang telah dibayar, perlu ada laporan dari dinas pengelolaan pajak hotel dan restoran. Dengan demikian timbul suatu kesadaran dalam masyrakat mengenai pentingnya pajak untuk pembangunan. Dengan demikian timbul tanggung jawab dari masyarakat dan tanggung jawab ini mengindikasikan kewajiban dan bersamaan adanya konsekuensi.
Akuntabilitas stakeholders dalam hal ini masyarakat adalah untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan, bukan untuk diluar pembangunan. Dengan kata lain pajak dari masyarakat benar - benar dikembalikan kembali untuk kepentingan masyarakat.
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Akuntabilitas administrasi dapat meningkatkan pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran karena adanya akuntabilitas individu, akuntabilitas tim,akuntabilitas organisasi dan akuntabilitas stakeholders.
2. Akuntabilitas administrasi dapat meningkatkan pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran karena adanya akuntabilitas hukum dan kejujuran, manajerial, program, kebijakan dan financial.
Saran
1. Diperlukan adanya diklat untuk meningkatkan kesadaran individu, tim dan perumusan kembali struktur organisasi Dispenda Kota Makassar untuk meningkatkan pengelolaan penerimaan pajak hotel dan restoran.
2. Perlunya penyluluhan akan pentingnya pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan untuk masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Andreson, James E.,1984. Public Policy Making. Dalam Peterson, S.A.,2003. Public policy.
Dalam Encyclopedia of Public Administration and Public Policy. Diedit oleh Jack Rabin, New York: Marcel Dekker.
BPKP, 2009. Sistem pengendalian manajemen. Edisi V. Pusat diklat Jakarta.
Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu
^osial Lainnya : Kencana : Jakarta
Chander, R. C and J. C. Piano, 1988. The Public Administration Dictionary, Second Edition.
Santa Barbara, CA : ABC-CLIO Inc.
Denhardt, Janet V. dan Robert B Denhardt. 2003. The New Public Service: Serving, not Steering. Armonk, New York : M.E Sharpe
Dunn, William N., 2003. Pengantar Analisis Kebijikan Publik, Edisi Kedua, Yogyakarta:
Gajah Mada Univesity Prees
Dunsire, A. 1991. Administration. The word and the science. Oxford.
Dye, Thomas R., 1984. Understanding Public Policy, Seven edition. Englewood Cliffs, Prentice Hall, Inc.
Grindle, Marilee S., 1981. Implementation as A Palitical And Administrative Process Princeton University Press
ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 3 (Juli – September) Tahun 2021 Guba E. G Dan Lincel Y. S. 1991. Effective Evaluation. San Francisco : JosseyBass Publisher
Hakim, J. 2003. Pengantar Administrasi Pembangunan, AR. Ruzz. Media Yogyakarta.
Henry, Nicholas., 1995. Public Administration and Public Affairs. Jersey : Prentice-Hall, Inc.
Ibrahim, Amir. 2007. Pokok Pokok Administrasi Public & Implementasinya. Jakarta: Refika Aditama
Jenkins, W. I. 1978. Policy Analisis A political and organisation perspektife. London : Martin Robert Soon
Jones, CO. 19984. An Introduction to the Study of Public Policy, Belmont CA. Wadssworth.
Keban Y. T. 2008. Enam Dimensi Strategic Administrasi Public. Konsep Teori dan Isi.
Yogyakarta : Gava Media dan A. C. Hyde.
King, C.S. and C. Stiver, 1998. Government is us . Public Administration In Art Governtment Era. (Thousand, California Publication).
Lemary, MC. 2002. Public Administration: Clashing Value in the administration of Public Policy. Belmont C.A. : Wordsworth / Thompson Learning.
Maleong. J. Lexy. 2007 Metodology Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Miles, B.M and A. M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. (Tedemahan oleh Tjetjep Rohendi Rahidi). Jakarta: Ul-Press
Nasution. S. 1992. Metodology Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung Trasite
Rasyid, Ryaas., 1998. Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi Di Indonesia. PT.Pustaka LP3ES, Jakarta.
Sudarmayanti., 2003. Good Governance: Kepemerintahan Yang Baik Dalam Rangka Otonomi Daerah Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan . Bandung: Mandar Maju.
Simon, A. Herbert., 2004. Administrative Behavior: Perilaku Administrasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Sugiyono, 2009, Memahami Penelitian Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung.
Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia., Edisi ke III. STIE YPKN. Yogyakartas.
Starling.G. 1988. Strategic Far Policy Making The Dorsey Press Chicago, Illinois.
Thoha, M. 2011. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta Kencana Prenada Media Group.
Turner, Mark & Hulme, David, 1997. Governance, Administration and Development, London : MacMillan Press Ltd.
Udoji, C.J.O. 1981, The African public Servant Is a Public Policy Maker, Public Policyan Africa, African Assosiation For Public Administration & Management, Addis Abeba.
Vigoda, E.(Ed)., 2002. From Responsiveness to Collaboration: Governance, Citi-zens, and the Next Generation of Public Administration. Public Adminis-tration Review. 62, 527-540.
Widodo, Joko., 2006. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Bayumedia Publi- shing, Malang.