• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN FUNDAMENTAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN FUNDAMENTAL"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN FUNDAMENTAL. MEKANISME REAKSI PEMBENTUKAN PLATINA (Pt) SUB-NANO NANO KLUSTER DI DALAM GRAFENA Tahun ke 1 (satu) dari rencana 2 (dua) tahun. Rikson A. F. Siburian, Ph.D. NIDN: 0004097404 Minsyahril Bukit, S.Si, M.Si NIDN: 0017017706. UNIVERSITAS NUSA CENDANA Nopember 2015.

(2) RINGKASAN Sintesis grafena telah dilakukan dengan menggunakan modifikasi metode Hummer. Grafit digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan grafena. Grafit dioksidasi untuk menghasilkan oksida grafit dan dieksfoliasi dengan ultrasonifikasi menghasilkan oksida grafena. Okida grafena selanjutnya direduksi masing-masing dengan menggunakan amoniak, asam sitrat dan hidrazin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan reduktor amoniak, asam sitrat dan hidrazin untuk mereduksi oksida grafena menjadi grafena (sintesis grafena) serta mengkarakterisasi grafena hasil sintesis dari grafit dengan reduktor yang berbeda (ammonia, asam sitrat dan hidrazin). Analisis terhadap grafena dilakukan dengan menggunakan Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR), Difraksi Sinar-X (XRD), Mikroskop Elektron Payaran (MEP) dan Konduktometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: i) Untuk reduktor amoniak. Data FTIR memperlihatkan bahwa gugus fungsi oksigen khususnya gugus epoksi (C–O) pada grafena tergantikan dengan kehadiran gugus C–N pada panjang gelombang 956,69 cm-1. Hal ini terjadi akibat proses de-oksigenasi. Hasil analisis XRD menunjukkan munculnya peak C(002) yang lemah dan lebar pada pada 2θ = 26, 5° dengan jarak antar bidangadalah 3,35 Å, yang merupakan struktur khas dari pembentukan grafena. Analisis menggunakan SEM-EDX menunjukkan bahwa grafena memiliki ukuran partikel dan ukuran pori yang lebih kecil dan seragam serta agregat yang tersusun secara acak dengan lapisan yang tipis dan terkait erat satu sama lain. Serta hasil analisis menggunakan konduktometer menunjukkan bahwa daya konduktivitas dari grafena (0,230 μs/cm) lebih tinggi dibandingkan daya konduktivitas grafit (0,013 μs/cm); ii) Untuk asam sitrat. Hasil analisis grafena dengan menggunakan konduktometer menunjukan peningkatan daya hantar listrik pada grafena sebesar (105,8 μs/cm) dibandingkan dengan oksida grafena (50,8 μs/cm). Hasil karakterisasi grafena menggunakan FT-IR menunjukan berkurangnya gugus–gugus fungsi oksigen berupa (C=O, O-H, C-O, C-OH/C-O) dari struktur oksida grafena akibat penambahan reduktor asam sitrat. Hasil XRD menunjukan terdapatnya puncak yang lebih rendah dan luas pada grafena dibandingkan dengan grafit dan oksida grafena. Hasil SEM-EDX menunjukan ukuran permukaan dan bentuk struktur yang lebih kecil, tipis serta berkurangnya penumpukan pada struktur grafena; serta iii) Untuk reduktor hidrazin. Hasil penelitian menujukkan bahwa gugus fungsional oksida grafena berkurang setelah direduksi dengan hidrazin (data FT-IR). Pengukuran dengan XRD menunjukkan bahwa puncak C(002) grafena berbeda signifikan dengan grafit dan oksida grafena. Hasil SEM juga menunjukkan permukaan grafena adalah tipis dan plat. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa grafena dapat disintesis dari grafit dengan menggunakan reduktor amoniak, asam sitrat dan hidrazin. Asam sitrat dan amoniak diharapkan mampu menggantikan hidrazin yang bersifat sangat beracun, serta harus terus dilakukan upaya untuk menghasilkan grafena yang berlapis tunggal dan penelitian lebih lanjut untuk deposit logam kedalam grafena. Kata kunci : Grafit, oksida grafena, grafena, amonia, asam sitrat, hidrazin. 1.

(3) PRAKATA Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan pertolonganNya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan laporan tahunan penelitian dengan judul “MEKANISME REAKSI PEMBENTUKAN PLATINA (Pt) SUB-NANO KLUSTER DI DALAM GRAFENA“. Grafena merupakan karbon dua dimensi yang memiliki sifat yang unik yakni luas permukaan yang besar dan daya hantar listrik yang tinggi serta permukaan yang flat. Oleh karena itu, sintesis grafena yang murah dan berskala besar sangat dibutuhkan. Pada penelitian ini dilakukan sintesis grafena dengan menggunakan bahan baku grafit, dioksidasi dengan asam kuat dan oksidator untuk menghasilkan oksida grafit lalu direduksi dengan berbagai reduktor yakni amoniak, asam sitrat dan hidrazin, sehingga dapat diketahui cara dan reduktor terbaik untuk menghasilkan grafena. Karakterisasi grafena dilakukan dengan menggunakan Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR), X-ray powder diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray (SEMEDX) dan Konduktometer. Penelitian ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan DP2M Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia. Akhirnya, sebagai manusia yang tidak sempurna dengan penuh kerendahan hati peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih penuh dengan kekurangan. Saran yang konstruktif diharapkan demi perbaikan di kemudian hari.. Salam hormat, Peneliti. 2.

(4) DAFTAR ISI. JUDUL. Halaman. RINGKASAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grafit 2.2 Oksida Grafena 2.3 Grafena 2.3.1 Sintesis grafena 2.3.2 Aplikasi grafena untuk sel bahan bakar 2.4 Sel Bahan Bakar 2.4.1 Aplikasi dari sel bahan bakar 2.5 Amonia 2.6 Asam Sitrat 2.7 Hidrazin 2.8 Skema Pendepositan Katalis 2.9 Karakterisasi Material 2.9.1 Konduktometer 2.9.2 Difraksi sinar X (X-Ray Difraction) 2.9.3 Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier 2.9.4 Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX) BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian 3.2 Manfaat Penelitian BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Sintesis Grafena BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) 5.1.1 Spektra FTIR Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Amonia) 5.1.2 Spektra FTIR dari Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Asam Sitrat) 5.1.3 Spektra FTIR dari Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Hidrazin) 5.2 Analisis Difraksi Sinar X 5.2.1 Pola XRD Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Amonia) 5.2.2 Pola XRD Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Asam Sitrat) 5.2.3 Pola XRD Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Hidrazin) 5.3 Analisis SEM-EDX. 1 2 3 4 5 6 7 7 10 10 10 11 14 16 17 18 18 20 21 23 23 24 26 27 29 31 31 31 32 32 34 34 34 36. 3. 41 44 44 45 48 49 49.

(5) 5.3.1 Karakterisasi SEM-EDX Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Amonia) 5.3.2 Karakterisasi SEM-EDX Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Asam Sitrat) 5.4 Analisis Konduktivitas 5.4.1 Konduktivitas Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Amonia) 5.4.2 Konduktivitas Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Asam Sitrat) 5.4.3 Konduktivitas Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Hidrazin) BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A. Instrumen Penelitian B. Bagan alir penelitian C. Data Pendukung Penelitian D. Personalia Tenaga Peneliti dan Kualifikasinya E. Artikel Ilmiah F. Draf Paten. 4. 53 59 59 60 60. 62 63 63 63 64 69 69 75 78.

(6) DAFTAR TABEL. NO. JUDUL. HALAMAN. 1 2 3 4 5 6 7 8. Tabel 1. Sifat – sifat grafena dan karbon lainnya Tabel 2. Aplikasi grafena untuk sel bahan bakar Tabel 3. Aplikasi grafena untuk piranti elektronik Tabel 4. Perbandingan dari berbagai sel bahan bakar Tabel 5. Sifat-sifat Fisik Amonia Tabel 6. Sifat Fisika-Kimia dari Asam Sitrat Tabel 7. Sifat fisika hidrazin Tabel 8. Nilai frekwensi spesifik sinar infra merah pada gugus fungsional ikatan kimia Tabel 9. Nilai frekuensi spesifik sinar infra merah pada gugus fungsional ikatan kimia. Tabel 10. Nilai frekuensi spesifik infra merah pada gugus fungsional ikatan kimia. Tabel 11. Perbandingan elemen dari Grafit, Oksida Grafena dan Grafena dalam % atom. Tabel 12. Perbandingan Elemen C dan O Tabel 13. Daya konduktivitas grafit, oksida grafena dan grafena. Tabel 14. Hasil pengukuran Daya Hantar Listrik grafit, oksida grafena dana grafena. 14 16 16 17 19 20 22 28. 9 10 11 12 13 14. 5. 36 40 52 56 59 61.

(7) DAFTAR GAMBAR NO. JUDUL. HALAMAN. 1 2. Gambar 1. Struktur Grafit Gambar 2. Struktur oksida grafena dengan gugus fungsional. A: Gugus Epoksi, B: Gugus Hidroksil, C: Gugus Karboksil Gambar 3. Ibu dari semua bentuk grafitik. Grafena adalah struktur 2D material penyusun dasar untuk material karbon dari semua dimensi karbon. Grafena dapat dibungkus menghasilkan (a) 0D buckyballs, digulung (b) 1D nanotube, dan ditumpuk (c) 3D grafit (A. K. Geim, K.S. Novoselov, Nature Materials, 2007). Gambar 4. Skema sederhana dari sel bahan bakar Gambar 5. Struktur ammonia Gambar 6. Struktur Hidrazin Gambar 7. Skema ilustrasi dalam pendepositan katalis (a) impregnasi, (b) presipitasi, (c) koloid, dan (d) metode pertukaran ion. Gambar 8. Diagram Difraksi Sinar-X Gambar 9. Diagram spektroskopi inframerah transformasi fourier. Gambar 10. Skema SEM Gambar 11. Spektra FTIR Grafit (a), Oksida Grafena (b) dan Grafena (c). Gambar 12. Mekanisme de-epoksidasi dari Oksida Grafena (OG) menggunakan reduktor NH3. Gambar 13. Spektra FTIR Grafit Gambar 14. Spektra FT-IR Oksida Grafena Gambar 15. Spektra FT-IR Grafena Gambar 16. Spektra FT-IR (a) grafit; (b) OG; (c) grafena. Gambar 17. Pola XRD Grafit (a), Oksida Grafena (b) dan Grafena (c). Gambar 18. Spektra XRD dari Grafit Gambar 19. Spektra XRD Oksida Grafena Gambar 20. Spektra XRD Grafena Gambar 21. Difraktogram dari a) Grafit; b) OG; c) Grafena Gambar 22. Hasil SEM Grafit, Oksida Grafena dan Grafena dengan 1000x (a), 2500x (b) dan 5000x (c) Perbesaran. Gambar 23. Spektra EDX Grafit (a), Oksida Grafena (b) dan Grafena (c). Gambar 24. Hasil SEM Grafit 1000x(A), 2500x(B) dan 5000x(C) Gambar 25. Spektra EDX Grafit Gambar 26. Hasil SEM Oksida Grafena 1000x(A), 2500x(B) dan 5000x(C) Gambar 27. Spektra EDX Oksida Grafena Gambar 28. SEM Grafena 1000x (A), 2500x (B) dan 5000x (C) Gambar 29. Spektra EDX Grafena Gambar 30 A. Gambar MEP hasil penelitian S. Wang (2011). B. 10 12. 3. 4 5 6 7. 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30. 6. 13. 18 19 22 23. 27 28 30 34 35 37 39 40 44 44 46 46 47 49 50 52 54 54 55 55 56 57 58.

(8) Gambar MEP hasil analisis penelitian ini a) grafit; b) OG; dan c) grafena dengan perbesaran 1000x. 7.

(9) BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk dunia diestimasi akan bertumbuh hingga mencapai sembilan miliar pada tahun 2050, dan akan terus bertambah mencapai sebelas miliar pada 2100 (R. Lee, 2011). Peningkatan. jumlah. penduduk. dan. perkembangan. ekonomi. yang. begitu. cepat. mengakibatkan kebutuhan energi semakin tinggi (Y. Cheng, C. dan H. Wang, 2012). Energi merupakan urat nadi teknologi dan pengembangan ekonomi. Oleh karena itu, keamanan, ketersediaan dan kemampuan penyediaan energi sangat fundamental bagi kestabilan dan pengembangan ekonomi. Konsumsi energi dunia, 86 % bersumber dari bahan bakar fosil, yaitu minyak (33 %), gas (23 %), dan batubara (30 %) (International Energy Agency in World Energy Outlook, 2011). Bahan bakar fosil berkontribusi penuh bagi ketersediaan energi listrik dan total kebutuhan energi dunia. Contoh: penyediaan energi listrik dunia (18.000 TWH (Terawatt-jam) per tahun, setara dengan 40 % dari kebutuhan total energi manusia (Q. Schiermeier, J. Tollefson, T. Scully, A. Witze, O. Morton, 2008) diperoleh dari bahan fosil. Namun demikian, ada beberapa kelemahan dari bahan bakar fosil (i) polusi, penyumbang karbon dioksida (efek rumah kaca). Emisi karbon dioksida diestimasi akan meningkat dari 29 menjadi 43 giga ton (Gt) per tahun (S. Chu, A. Majundar, 2012). Hal ini juga penyumbang pemanasan global saat ini, dan (ii) bahan bakar fosil merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, satu saat bahan bakar fosil akan habis dan ketersediaannya semakin terbatas (G. Fischer, L. Schrattenholzer, 2001). Dengan demikian, alternatif energi yang murah serta dapat mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fosil khususnya untuk kendaraan menjadi penting, sehingga emisi gas rumah kaca dapat dikurangi (F. Veld, 2012), contohnya gas hidrogen (H2). Hidrogen dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif dikarenakan ramah lingkungan, ketersediannya besar, dapat diperoleh dari berbagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui serta dapat langsung dikonversi menjadi energi pada kendaraan maupun untuk keperluan rumah tangga (M. J. Prather, 2003). Saat ini, sel bahan bakar membran polimer telah menarik perhatian dunia dikarenakan dapat diaplikasikan untuk berbagai bidang, misalnya transportasi, perumahan, perkantoran dan peralatan elektronik. Komersialisasi sel bahan bakar akan diterima pasar apabila kinerjanya dapat ditingkatkan, harga yang ekonomis serta keuletan produk tersebut 8.

(10) (dapat digunakan dalam waktu yang lama) (H. Zhang dan P. K. Shen, 2012). Keunggulan lainnya i) hasil akhirnya adalah air dan prosesnya bersih serta ramah lingkungan; ii) lebih efisien dalam hal mengkonversi energi kimia menjadi energi listrik dibandingkan dengan teknologi saat ini. Sehingga, persoalan polusi udara, gas emisi rumah kaca dan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dapat dikurangi. Oleh karenanya, pengembangan sel bahan bakar sangat penting untuk dikembangkan. Pengembangan sel bahan bakar sangat bergantung terhadap teknologi bahan yang akan digunakan dalam piranti – piranti sel bahan bakar tersebut. Sistem sel bahan bakar berkorelasi langsung dengan sifat – sifat bahan yang digunakan (R. Borup, et.al. 2007). Oleh karena itu, teknologi pengembangan material baru sangat berperan krusial dalam pengembangan sistem penyimpanan energi dan konversi energi elektrokimia. Dari sejumlah material yang diinvestigasi dalam piranti elektrokimia, material karbon sangat menarik untuk dikembangkan dikarenakan ketersediaannya yang besar, stabil secara kimia dan fisika (dapat digunakan di berbagai temperatur, media asam maupun basa) serta ramah lingkungan. Hal – hal tersebut menyebabkan karbon sangat menarik untuk digunakan sebagai elektoda didalam piranti energi elektrokimia (J. B. Hou, Y.Y. Shao, M. W. Ellis, R. B. Moore, B. L. Yi, 2011). Grafena sebagai salah satu material karbon telah menarik perhatian banyak peneliti, khususnya material untuk sel bahan bakar dan kapasitor. Grafena adalah karbon dua dimensi dengan satu lapisan (K. S. Novoselov, et.al., 2004). Grafena memiliki struktur yang unik, yakni dua dimensi (2D) tersusun oleh sp2-atom karbon dengan lapisan flat. Grafena memiliki sifat – sifat yang unggul diantarannya sifat elektronik yang unik, dikarenakan daya mobilitas elektronnya yang tinggi (K. S. Novoselov, A. K. Geim, 2007), ketahanan secara mekanik (C. Lee, X. Wei, J. W. Kysar, J. Hone, 2008), sifat termal yang tinggi (A. A. Balandin, et.al., 2008) dan luas permukaan sentuhan yang besar (2630 m2g-1) (M. D. Stoller, S. Y. Park, J. An. Zhu, R. S. Ruoff, 2008). Penggunaan grafena dalam bidang elektrokatalis untuk sel bahan bakar telah banyak dilaporkan (B. Seger, V. P. Kamat, 2009; E. J. Yoo, T. Okata, T. Akita, M. Kohyama, J. Nakamura, I. Honma, 2009; S. Zhang, Y. Shao, H. Liao, M. H. Engelhard, G. Y. Geping, Y. L. Yuehe, 2011). Katalis platina (Pt) didalam grafena telah diaplikasikan untuk oksidasi metanol (MOR) (S. M. Choi, M. H. Seo, H. J. Kim, W. B. Kim, 2011; Y. Li, L. Tang, J. Li, 2009; Y. Xin, J. Liu, Y. Zhou, W. Liu, J. Gao, Y. Xie, Y. Yin, Z. Zou, 2011), oksidasi hidrogen (HOR) (E. J. Yoo, T. Okada, T. Akita, M. Kohyama, 9.

(11) I. Honma, J. Nakamura, 2011), dan reduksi oksigen (ORR) (H. W. Ha, Y. I. Kim, S. J. Hwang, R. S. Ruoff, 2011; M. H. Seo, S. M. Choi, H. J. Kim, W. B. Kim, 2011; Y. S. Yun, D. Kim, Y. Tak, H. J. Jin, 2011). Pada kasus MOR, HOR dan ORR, katalis Pt/grafena menunjukkan aktivitas katalis yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pt/karbon hitam (CB) (katalis komersial) (E. J. Yoo, T. Okada, T. Akita, M. Kohyama, I. Honma, J. Nakamura, 2011). Peningkatan aktivitas katalis Pt/grafena disebabkan oleh adanya interaksi kimia antara grafena dan Pt (hibridisasi π–d) (S. Marchini, S. Gunther, J. Wintterlin, 2007). Selain itu, perlu dicatat bahwa Pt sub-nano kluster hanya terbentuk dan ditemukan di dalam grafena, yang tidak akan pernah dijumpai pada bahan pendukung karbon lainnya (katalis komersial (Pt/CB), ukuran dari partikel platina dari kisaran 1 – 10 nm) (E. J. Yoo, T. Okata, T. Akita, M. Kohyama, J. Nakamura, I. Honma, 2009). Artinya pembentukan Pt sub-nano kluster lebih cenderung berinteraksi kimia dengan grafena dibandingkan dengan karbon hitam. Oleh karena itu, mekanisme pembentukan Pt sub-nano kluster didalam grafena penting untuk diklarifikasi. Konsep penting dalam penelitian ini adalah memanfaatkan keuntungan adanya interaksi yang kuat antara platina dengan grafena (interaksi kimia, hidridisasi π – d). Sehingga, penggunaan platina dapat dikurangi, dengan demikian biaya produksi sel bahan bakar menjadi lebih murah. Permasalahannya adalah proses pembentukan Pt sub-nano kluster didalam grafena belum diketahui dengan baik serta sintesis grafena sangat menentukan keberhasilan proses pendepositan Pt didalam grafena. Oleh karena itu, sintesis grafena dan deposit Pt didalam grafena sangat penting untuk diteliti sehingga bisa dihasilkan informasi tentang produksi grafena dan mekanisme pembentukan Pt didalam grafena.. 10.

(12) BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Grafit Grafit adalah bentuk alotrop karbon yang memiliki sifat penghantar listrik dan panas yang baik. Sifat daya hantar listrik yang dimiliki oleh grafit dipengaruhi oleh elektronelektron yang tidak digunakan untuk membentuk ikatan kovalen. Elektron-elektron ini tersebar secara merata pada setiap atom C karena terjadi tumpang tindih orbital seperti pada ikatan logam yang membentuk awan elektron. Ketika diberi beda potensial, elektronelektron yang terdelokalisasi sebagian besar akan mengalir menuju anoda (kutub positif), aliran elektron inilah yang menyebabkan arus listrik dapat mengalir (A. Rahmandari et al, 2010). Grafit memiliki struktur berlapis (Gambar 1).. Gambar 1. Struktur Grafit (R. E. Smallman dan R. J. Bishop, 2000) Ada tiga jenis grafit alam yaitu: . Serpihan kristal grafit, timbul sebagai yang terisolasi, datar, dengan tepi heksagonal jika tidak terputus dan ketika rusak bagian tepi dapat membentuk sudut.. . Grafi tamorf timbul sebagai partikel halus dan merupakan hasil metamorfosis termal batubara, tahap terakhir dari pengarangan, dan kadang-kadang disebut meta-antrasit. Serpihan grafit ini sangat halus kadang-kadang disebut amorf (Sutphin et al. 1990).. . Gumpalan grafit, muncul sebagai plat besar berserat atau lancip dengan agregat kristal, dan hidrotermal.. Menurut B. Yen dan B. Schwickert, 2004, sifat dan kegunaan grafit adalah sebagai berikut: 1. Memiliki titik leleh tinggi, sama seperti intan. Hal ini disebabkan ikatan kovalen yang terbentuk sangat kuat sehingga diperlukan energi yang tinggi untuk memutuskannya.. 11.

(13) 2. Memiliki sifat lunak, terasa licin dan digunakan pada pensil setelah dicampur tanah liat. 3. Tidak larut dalam air dan pelarut organik, karena tidak mampu melarutkan molekul grafit yang sangat besar. 4. Dibanding intan, grafit memiliki massa jenis yang lebih kecil, karena pada strukturnya terdapat ruang-ruang kosong antar lipatannya. 5. Berupa konduktor listrik dan panas yang baik. Karena sifat ini grafit digunakan sebagai anoda pada baterai (sel Leclanche) dan sebagai elektroda pada sel elektrolisis. Bubuk grafit dan grafit, dalam aplikasi industri digunakan sebagai pelumas kering. Penggunaan grafit dibatasi oleh kecenderungannya untuk memfasilitasi terjadinya korosi dalam beberapa stainless steel, dan korosi galvanis antara logam yang berbeda (karena konduktivitas listriknya). Grafit juga korosif terhadap alumunium dalam kondisi udara yang lembab. Untuk alasan ini, angkatan udara (AU) Amerika Serikat melarang penggunaannya sebagai pelumas dalam pesawat aluminium dan dalam senjata otomatis berbahan aluminium (V. Lavrakas, 1957).. 2.2 Oksida Grafena Oksida grafena atau biasa disebut oksida grafit atau asam grafitik, adalah sebuah senyawa campuran karbon, hidrogen, dan oksigen yang diperoleh melalui proses oksidasi yang kuat dari grafit. Oksida grafena mempunyai struktur berlapis seperti grafit (Gambar 2) hanya posisi atom karbon dalam oksida grafena ditambah dengan kehadiran kelompok atom oksigen yang tidak hanya memperluas jarak antar lapisan tapi juga membuat lapisan atom yang tebal dan bersifat hidrofilik. Sebagai hasilnya, oksida lapisan ini dapat berinteraksi dengan air dibawah perlakuan ultrasonifikasi (K. S. Novoselov et al, 2004).. 12.

(14) Gambar 2. Struktur oksida grafena dengan gugus fungsional. A: Gugus Epoksi, B: Gugus Hidroksil, C: Gugus Karboksil (A. Lerf et al, 1998). Sifat yang menarik dari oksida grafena (OG) adalah dapat tereduksi menjadi grafena, oleh pemindahan atau penghilangan kelompok oksigen, yang mana diperolehnya kembali struktur grafena melalui penghubungan struktur. Reduksi lapisan oksida grafena pada umumnya mempertimbangkan metode kimia untuk memperoleh grafena (Eda dan Chhowalla, 2010). Sasaran langsung yang ingin dicapai dari reduksi ini adalah menghasilkan material grafena yang hampir serupa dengan grafena murni yang diperoleh melalui pengelupasan mekanik langsung (metode Scotch Tape) dari grafit, baik kesamaan dalam struktur maupun sifat (S. Pei dan H. M. Cheng, 2011). Saat ini grafena dapat diproduksi melalui pengelupasan kulit secara mikro-mekanik dari grafit pirolitik (Novoselov et al, 2004), pertumbuhan epitaksial (C. Berger et al, 2006), dan deposisi uap kimia (chemical vapour deposition/ CVD) (K. S. Kim et al, 2009). Tiga metode ini dapat menghasilkan grafena dengan struktur dan sifat yang sempurna. Sebagai perbandingan, OG mempunyai dua karakteristik penting: (1) dapat diproduksi menggunakan bahan baku grafit yang relatif murah, melalui metode kimia yang hemat biaya dengan suatu hasil yang tinggi, dan (2) OG sangat hidrofil dan dapat membentuk koloid yang stabil dalam air sehingga memudahkan pembentukan struktur makroskopik yang sederhana dan proses pelarutan yang mudah, yang mana kedua karakteristik ini menjadi penting dalam produksi grafena dalam skala yang besar. Sebagai hasilnya oksida grafena (OG) dan reduksi oksida grafena (rOG) menjadi topik hangat dalam penelitian dan pengembangan grafena.Meskipun target akhir adalah grafena berlapis tunggal yang susah untuk dicapai, namun para peneliti berusaha terus-menerus agar membuatnya menjadi semakin dekat dengan grafena berlapis tunggal (S. Pei dan H. M. Cheng, 2011). 13.

(15) Oksida grafena pertama diperkenalkan oleh kimiawan Oxford, Benjamin C. Brodie pada tahun 1859, dengan memperlakukan grafit dengan campuran kalium klorat dan asam nitrat. Pada tahun 1957 Hummer dan Offeman mengembangkan proses yang lebih aman, lebih cepat, dan lebih efisien, dengan menggunakan campuran asam sulfat H2SO4,natrium nitrat (NaNO3), dan kalium permanganat (KMnO4), yang sampai saat ini masih tetap digunakan. Metode ini dinamakan metode modifikasi Hummer (M. Hirata et al, 2004).. 2.3 Grafena Grafena adalah flat lapis tunggal atom karbon sp2 dengan struktur dua dimensi (2D) (K. S. Novoselov, et.al., 2004). Grafena adalah induk dari sistem “grafitik” material seperti fuleren (0D), karbon nanotub (1D) dan grafit (3D) (Gambar 3). Grafena terdiri dari suatu atom karbon yang terhibridisasi sp2, dimana setiap atom karbon terikat dengan tiga atom karbon lainnya, kerangka struktur heksagonal dengan panjang ikatan 1.42 Å. Struktur planar 2D dari lapisan karbon mengijinkan struktur dasar dan tepi dari grafena dapat berinteraksi dengan katalis nanopartikel. Struktur flat dari grafena menyebabkan grafena memiliki luas permukaan sentuhan yang luas yang memungkinkan katalis nanopartikel dapat terdeposit (S. Sharma, B. G. Pollet (2012).. a. b. c. Gambar 3. Ibu dari semua bentuk grafitik. Grafena adalah struktur 2D material penyusun dasar untuk material karbon dari semua dimensi karbon. Grafena dapat dibungkus menghasilkan (a) 0D buckyballs, digulung (b) 1D nanotube, dan ditumpuk (c) 3D grafit (A. K. Geim, K.S. Novoselov, Nature Materials, 2007). 14.

(16) Faktanya, karbon 2D seperti grafena tidak tersedia dialam, sehingga perlu disintesis. Sifat – sifat grafena dan jenis karbon lainnya ditunjukkan pada Tabel-1 (H. J. Choi, S. M. Jung, J. M. Seo, D. W. Chang,L. Dai, J. B. Baek, 2012) Tabel 1. Sifat – sifat grafena dan karbon lainnya Tipe dari bahan karbon Grafena Grafit Karbon aktif Karbon nanotube Fulerena. Luas Permukaan Sentuhan (m2 g-1) 2630. Konduktivitas termal (Wm-1 K-1). ∼10 1200 1315. ∼3000 0.15–0.5 >3000. 5. 0.4. Sifat – Sifat Mobilitas Intrinsik (cm2V-1 s-1). ∼5000. ∼15,000 ∼200,000 13,000 – ∼100,000 0.56. Modulus Young (TPa). Transparansi Optik (%). ∼1.0. ∼97.7. 0.01. –. 1.06 0.138 0.64. – – –. Tabel 1 menunjukkan bahwa grafena merupakan material karbon yang baik dikarenakan konduktivitas elektrik yang baik dan luas permukaan yang besar. Grafena memiliki sifat konduktif dan pembawa muatan yang baik. 2.3.1. Sintesis grafena Grafena dapat disintesis dengan dua cara, yaitu i) oksidasi grafit menjadi oksida. grafit dan diultrasonikasi menjadi oksida grafena selanjutnya direduksi menghasilkan grafena. Metode ini menghasilkan grafena dalam skala besar dan biaya produksi yang murah, namun kekurangannya adalah belum menghasilkan grafena dengan lapisan tunggal serta ii) pertumbuhan langsung grafena dengan menggunakan prekursor metana dan sumber hidrokarbon lainnya (M. J. Allen, V. C. Tung, R. B. Kaner, 2010). Metode ini menghasilkan kualitas grafena yang tinggi dan satu lapisan, namun biaya produksinya mahal serta produksi yang dihasilkan sedikit. Metode yang telah dikembangkan untuk membuat grafena terbagi menjadi dua, yaitu pembelahan grafit menjadi lapisan-lapisan grafena (top down) dan penumbuhan grafena secara langsung dari atom-atom karbon (bottom up). 1) Pengelupasan Dalam metode pengelupasan (exfoliation), kristal grafit dibelah-belah menjadi lapisanlapisan grafena. Cara yang paling awal adalah dengan selotip yang ditempelkan pada grafit 15.

(17) lalu dikelupas. Sebagian material yang terambil kemudian ditempel selotip lagi dan dikelupas, demikian seterusnya sampai didapatkan lapisan yang sangat tipis yang mungkin hanya terdiri dari satu lapisan grafena (K. S. Novoselov et al, 2004). Cara lain untuk membelah grafit adalah dengan pelarutan atau dispersi dalam cairan. Salah satu metode adalah pelarutan dalam larutan surfaktan SDBS (Sodium Dodecylbenzene Sulfonate) (Lotya et al, 2009). Dalam larutan ini, grafit yang hidrofobik dibasahi oleh air dan lapisan-lapisan grafena terlepas dengan sendirinya. Setelah itu dilakukan pengendapan dan pengeringan sehingga grafena dapat dikumpulkan. Cara inidapat menurunkan konduktivitas, namum memiliki keunggulan yakni memerlukan biaya yang murah. 2) Penumbuhan dari Silikon Karbida Grafena telah berhasil ditumbuhkan dari silikon karbida (SiC). Dalam metode ini, substrat SiC dipoles sampai sangat rata lalu dipanaskan dalam vakum tingkat ultra (Ultra High Vacuum, 10-10 torr) sehingga atom-atom Si menyublim (V. Y. Aristov et al, 2009).. Cara lain adalah dengan membiarkan sedikit gas (O2, H2O, CO2) tersisa dalam vakum tingkat sedang (10-5 torr). Ternyata sedikit gas ini bereaksi dengan SiC menyisakan atom karbon yang membentuk grafena (Z. M. Song, 2006). Hasil-hasil penumbuhan tersebut biasanya menghasilkan beberapa lapisan grafena. Keunggulan dari metode ini adalah bahwa substrat SiC dapat langsung digunakan sebagai substrat untuk membuat rangkaian elektronik dengan grafena. 3) Penumbuhan dengan Chemical Vapor Deposition (CVD) pada logam Penumbuhan dengan CVD telah dilakukan pada substrat logam seperti Ni dan Cu. Logam-logam ini dipilih karena dapat dikikis sehingga grafena yang dihasilkan tidak terikat pada substrat logam. Gas yang bisa digunakan adalah metana dan hidrogen. Grafena dapat ditumbuhkan pada nikel yang mencapai lebar beberapa sentimeter yang seluruhnya bersambungan (A. Reina et al, 2009). Jika menggunakan substrat Cu, dihasilkan grafena yang jumlah lapisannya lebih sedikit dan sebagian besar merupakan lapisan tunggal (X. Li et al, 2009). Mekanisme penumbuhan grafena pada logam adalah sebagai berikut: atom karbon yang berasal dari gas larut ke dalam substrat logam pada suhu 1000ºC. Ketika suhu diturunkan, kelarutan karbon berkurang sehingga atom-atom karbon mengendap di permukaan logam menjadi grafena. Grafena berlapis lebih dari satu ditemukan pada perbatasan kristal (grain boundary) logam (A. Reina et al, 2009). 16.

(18) Berdasarkan sifat yang dimiliki grafena yaitu ukurannya yang tipis dan kemampuan transport elektronnya maka grafena cocok untuk dibuat menjadi beberapa alat seperti kapasitor dan transistor. Kapasitor dari grafena memiliki keunggulan berupa perbandingan luas permukaan terhadap massa yang besar, sehingga menghasilkan nilai kapasitansi persatuan massa mencapai 205 F/gram dan rapat energi 28,5 Wh/kg. Dihubungkan dengan kecepatan mengalirkan muatan listrik, kapasitor grafena mencapai nilai rapat daya 10 kW/kg (Y. Wang et al, 2010). 2.3.2. Aplikasi grafena untuk sel bahan bakar Grafena dapat digunakan untuk bahan pendukung katalis maupun sebagai katalis. bebas logam dalam sel bahan bakar. Aplikasi grafena untuk sel bahan bakar di tunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Aplikasi grafena untuk sel bahan bakar Aplikasi Bahan dan Kondisi Sifat – Sifat Pendukung Fungsionalisasi grafena Luas permukaan dan aktivitas ORR lebih tinggi katalis dari katalis komersial E-TEK atau Pt/MWCNT Poli(dialil-dimetilMeningkatkan durabilitas dan aktivitas ORR amonium klorida) Katalis CVD menggunakan Aktivitas elektrokatalis lebih baik, stabilitas bebas NH3 (N-doped grafena) operasinya lebih panjang, dan ketahanan logam terhadap CO lebih tinggi dari katalis komersial Peran utama dari grafena sebagai bahan pendukung adalah sebagai jangkar dan pendistribusi homogen partikel logam dengan ukuran nanopartikel (B. Seger, V. P. Kamat, 2009). Aplikasi lainnya untuk grafena ditunjukkan pada Tabel 3 (K. S. Novoselov, V. I. Fal’ko, L. Colombo, P. R. Gellert, M. G. Schwab, K. Kim, 2012). Tabel 3. Aplikasi grafena untuk piranti elektronik Aplikasi Fungsinya E-paper Transmitansi yang tinggi OLEDs Mencegah hubungan singkat listrik Transistor berfrekuensi tinggi Transistor bermobilitas electron tinggi (rendah gangguan) Transistor logika Mobilitas tinggi Layar sentuh Grafena mempunyai jaminan yang lebih baik dari material komersial. 17.

(19) 2.4 Sel Bahan Bakar Sel bahan bakar adalah suatu piranti elektrokimia yang mengkonversi secara langsung energi kimia dari bahan bakar (contohnya hidrogen, metanol, dan sebagainya) bereaksi dengan oksidator (udara atau oksigen) dengan adanya katalis menjadi listrik, panas dan air (S. Sharma, B. G. Pollet, 2012). Sasaran utama dalam teknologi sel bahan bakar adalah pengembangan sel bahan bakar dengan biaya rendah, kinerja yang tinggi dan bahan yang ulet. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mereduksi biaya dan meningkatkan kinerja dari sel bahan bakar, seperti: (i) pengurangan penggunaan katalis di dalam elektroda sel bahan bakar, (ii) pengurangan ukuran nanopartikel elektrokatalis, (iii) peningkatan kinerja dari bahan pendukung elektrokatalis baik bahan karbon maupun berbahan non-karbon, (iv) peningkatan dispersi elektrokatalis dengan penggunaan metode fabrikasi terbaru, (v) pengembangan elektroda membran (MEA) untuk menghasilkan dispersi dan penggunaan katalis lebih baik, dan (vi) peningkatan transpor massa pada permukaan elektroda sel bahan bakar (A. Hermann, T. Chaudhuri, P. Spagnol, 2005). Saat ini, ada enam tipe sel bahan bakar, yakni: (i) polymer elektrolite membrane fuel cell (PEMFC) termasuk direct methanol fuel cell (DMFC), (ii) alkaline fuel cell (AFC), (iii) phosphoric acid fuel cell (PAFC), (iv) molten carbonate fuel cell (MCFC), (v) solid oxide fuel cell (SOFC) dan (vi) microbial fuel cell (MFC). PEMFC, DMFC, AFC, PAFC, dan MFC dapat dioperasikan pada temperatur yang rendah (50–200 °C) dan MCFC serta SOFC dioperasikan pada temperatur yang tinggi (650– 1000 °C) (M. T. Gencoglu, Z. Ural, 2009). PEMFCs dan DMFCs paling banyak digunakan untuk kendaraan umum, generator, pitanti – piranti elektronik, seperti charger, laptop, dan mobile phone. Tabel 4. Perbandingan dari berbagai sel bahan bakar Tipe sel Temperatur Elektrolit Efisiensi (%) Aplikasi bahan bakar operasi ( oC) AFC 660–250 Cair 50–70 Transportasi, militer, sistem penyimpanan DMFC 50–90 Padatan 35–40 energi, sistem energi PEMFC 80–100 Padatan 35–60 yang dinamis MCFC ≈ 650 Cair 40–55 Kombinasi energi dan panas untuk sistem PAFC 160–250 Cair 35–50 transportasi SOFC 750–1000 Padatan 45–60. 18.

(20) 2.4.1. Aplikasi dari sel bahan bakar Sel bahan bakar dapat digunakan dalam berbagai sektor seperti militer, industri,. ruang angkasa, elektronik jinjing, kediaman, transportasi dan perdagangan dikarenakan kualitas energi yang dihasilkan lebih baik, ulet dan ramah lingkungan. Pada masa akan datang hidrogen akan digunakan sebagai bahan bakar untuk sistem sel bahan bakar. Dalam hal ini, hidrogen dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil (M. Momirlan, T. N. Veziroglu, 2005). Gambar 4 menunjukkan skema sederhana dari sel bahan bakar.. Gambar 4. Skema sederhana dari sel bahan bakar Sel bahan bakar terdiri dari sumber bahan bakar dan membran. Sel bahan bakar menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar dan menghasilkan arus searah.. 2.5 Amonia Amonia (NH3) merupakan gas yang tidak berwarna dengan titik didih -33ºC. Gas amonia lebih ringan dibandingkan udara, dengan densitas kira-kira 0,6 kali densitas udara pada suhu yang sama. Bau yang tajam dari amonia dapat dideteksi pada konsentrasi yang rendah 1-5 ppm (K. Brigden dan R. Stringer, 2000). Amonia sangat beracun bagi hampir semua organisme. Pada manusia, resiko terbesar adalah dari penghirupan uap amonia yang berakibat beberapa efek diantaranya iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Pada tingkat yang sangat tinggi, penghirupan uap amonia sangat bersifat fatal. Jika terlarut di perairan akan meningkatkan konsentrasi amonia yang menyebabkan keracunan bagi hampir semua organisme perairan (P. Valupadas, 1999).. 19.

(21) Amonia merupakan basa lemah. Pembentukan ion hidroksida akan meningkatkan pH larutan, sehingga larutan menjadi alkali. Jika ion-ion hidroksida atau amonium bereaksi lebih lanjut dengan senyawa lain yang ada di dalam air, maka amonia akan terkonversi lebih banyak lagi untuk menjaga kesetimbangan reaksi (M. Appl, 1999). Amonia memiliki struktur seperti ditunjukkan pada Gambar 5:. N. H. H H. Gambar 5. Struktur amonia Amonia memiliki rumus kimia NH3, massa molar 17.01 g mol-1, tidak berwarna, keasaman (pKa) 9.25, kebasaan (pKb) 4.75, dan momen dipol 1.42 D. Sifat-sifat fisik amonia dapat ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Sifat-sifat Fisik Amonia Berat molekul. 17,03. Titik didihºC. -33 sampai dengan -35. Titik beku ºC. -77,7. Suhu kritis ºC. 133. Tekanan kritis bar. 112,8. Kalor jenis kj/ (kg K) 0ºC. 2,0972. 100ºC. 2,2262. 200ºC. 2,1056. Panas pembentukan standar (ΔHf) kJ/kmol. -46,222. Kelarutan dalam air (% berat) 0ºC. 42,8. 20ºC. 33,1. 40ºC. 23,4. Berat jenis ammonia bebas air 20.

(22) -40ºC. 0,69. 0ºC. 0,639. 40ºC. 0,580. Sumber: I. Riwayati, 2010 Sebagian besar produksi amonia dipergunakan oleh industri pupuk. Amonia diubah menjadi pupuk padat (urea, amonium nitrat, amonium pospat dan ammonium sulfat), hanya sebagian kecil yang dipergunakan dalam industri kimia yang lain. Setiap atom nitrogen yang diproduksi dalam industri senyawa kimia secara langsung maupun tidak langsung berasal dari amonia. Salah satu kegunaan penting dari nitrogen yang ada dalam amonia setelah dikonversi menjadi asam nitrat adalah untuk memproduksi plastik dan serat, contohnya poliamida, resin–resin urea-formaldehid–.fenol, resin-resin berbahan dasar melamin, poliuretan dan poliakrilonitril (M. Appl, 1999). Amonia (NH3) adalah persenyawaan nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas (PEB) yang dapat didonorkan terhadap atom pusat, sehingga persenyawaan nitrogen ini dapat membentuk kompleks, yaitu sebagai ligan. Pada umumnya, amonia bertindak sebagai reduktor dimana nitrogen mengalami oksidasi dengan peningkatan bilangan oksidasi. Nitrogen dapat membentuk senyawa kovalen dengan banyak unsur non logam. Senyawa terpenting dengan hidrogen dan oksigen dapat dijumpai pada nitrogen mulai dari bilangan oksidasi -3 sampai +5 seperti amonia memiliki bilangan oksidasi -3 (Cotton dan Wikinson, 1989).. 2.6. Asam Sitrat Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, Selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8 % bobot kering pada jeruk. Secara umum rumus umum asam sitrat adalah (C6H8O7) (Anonim II, 2009). Sifat umum asam sitrat ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Sifat Fisika-Kimia dari Asam Sitrat Nama umum. Asam Sitrat 21.

(23) O. OH. O. O. HO. OH OH. Rumus Umum Nama Lain Titik Lebur Temperature penguraian ternal. C6H8O7 Asam 2 – hidroksil – 1,2,3 propanatrikarboksilat 426 K ( 1530C ) 448 K (1750C ). Densitas 1,665 × 103 Kg / m3 Kelarutan dalam air 339 / 100 ml Δf 40 - 1543,8 Kj / mol So 252,1 J / (mol K ) Sumber : Anonim II, 2009 Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil – COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat (C 6H5O73-). Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan ion logam membentuk garam sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan, sehingga dapat digunakan sebagai pengawet dan reduktor. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam dengan pengkhelatan karena adanya anion karboksilat sebagai ligan polidental yang mampu membentuk cincin kelat dengan ion logam, sehingga digunakan sebagai bahan sabun dan deterjen. Asam sitrat juga digunakan untuk memulihkan bahan penukar ion yang digunakan pada alat penghilang kesadahan dengan menghilangkan ion-ion logam yang terakumulasi pada bahan penukar ion tersebut sebagai kompleks sitrat. Asam sitrat dalam industri digunakan sebagai bioteknologi dan obat–obatan untuk melapisi (passivate) pipa mesin dalam proses kemurnian tinggi sebagai ganti asam nitrat, karena asam sitrat dapat menjadi zat berbahaya setelah digunakan untuk keperluan tersebut.. 2.7 Hidrazin Hidrazin merupakan campuran bahan anorganik dengan rumus kimia N2H4. Hidrazin adalah.cairan tak berwarna dengan bau seperti amonia, dan memiliki sifat mudah terbakar. Hidrazin dapat dianggap sebagai turunan dari amonia dengan mengganti satu 22.

(24) atom hidrogen oleh gugus NH2. Pembakaran hidrazin sangat eksotermik, maka hidrazin banyak dipakai sebagai bahan bakar roket. Bahan yang dipakai merupakan campuran 1,1dimetil-hidrazin yang bereaksi secara energetika dengan oksida yang kuat seperti asam nitrat. Hidrazin terbentuk dari dua atom nitrogen yang berikatan dengan empat atom hidrogen dengan memiliki ikatan kovalen seperti terlihat pada Gambar 6.. Gambar 6. Struktur Hidrazin. Hidrazin sangat baik digunakan sebagai zat pereduksi karena produk yang dihasilkan berupa gas nitrogen dan air. Kelemahan dari hidrazin adalah sifat toksisitasnya yang tinggi dan mudah menguap pada temperatur kamar. Hidrazin memiliki rumus kimia N2H4, massa molar 32,04 g mol-1, tidak berwarna, masa jenis 1,021 g cm-3, titik leleh 2 oC; 275 K; 35 o. F, titik didih 114 oC; 378 K; 237 oF, tekanan uap 1 kP (30.7 oC), visikositas 0,876 cP,. bentuk molekul triangular piramida, momen dipole 1.85 D, seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat fisika hidrazin Nama kimia Hidrazin Massa molar 32,04 g mol-1 Rumus kimia N2H4 Warna Tidak berwarna Massa jenis 1,021 g cm-3 Titik leleh 2 oC; 275 K; 35 oF Titik didih 114 oC; 378 K; 237 oF Tekanan uap 1 kP (30.7 oC) Visikositas 0,876 cP Bentuk molekul Triangular piramida Momen dipole 1,85 D Entalpi pembentukkan 50,63 KJ mol-1 Entropi 121,52 J K-1 mol-1 Sumber: A. B. Bourlinos (2003). 23.

(25) Skema Pendepositan Katalis. 2.10. Tahapan penting dalam pengembangan katalis dalam sel bahan bakar adalah metode untuk mendepositkan platina didalam grafena. Ada berbagai metode untuk mendepositkan katalis (Gambar 7).. Gambar 7. Skema ilustrasi dalam pendepositan katalis (a) impregnasi, (b) presipitasi, (c) koloid, dan (d) metode pertukaran ion. Pada studi pendahuluan, metode impregnasi merupakan metode yang terbaik, dikarenakan dispersi katalis didalam bahan pendukung terdispersi secara homogen dan permukaan sentuhan katalis sangat besar, sehingga bisa meningkatkan kinerja dan aktivitas katalis. 2.11. Karakterisasi Material Metode yang umum untuk mengkarakterisasi katalis sel bahan bakar secara kimia. adalah menggunakan difraksi sinar-X (XRD), mikroskop elektron payaran (SEM), dan spektrofotometer infra merah (FTIR). Metode tersebut dapat digunakan untuk menentukan ukuran partikel platina dan morfologinya dengan menggunakan SEM. Pada sisi lain, FTIR. 24.

(26) dapat membantu untuk mengetahui perubahan fungsional setiap tahapan reaksi, sehingga dapat diprediksi gugus – gugus fungsional yang berubah akibat setiap perlakuan.. 2.9.1 Konduktometer Konduktivitas atau keterhantaran termal k, adalah suatu besaran intensif bahan yang menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan panas. konduktivitas termal adalah suatu fenomena transport di mana perbedaan temperatur menyebabkan transfer energi termal dari satu daerah benda panas ke daerah yang sama pada temperatur yang lebih rendah. Panas yang ditransfer dari satu titik ke titik lain melalui salah satu dari tiga metoda yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduktivitas termal = laju aliran panas × jarak / ( luas × perbedaan suhu ) =. ×. 1 ×∆. Besaran ini didefinisikan sebagai panas Q, yang dihantarkan selama waktu t melalui ketebalan L, dengan arah normal ke permukaan dengan luas A yang disebabkan oleh perbedaan suhu ΔT dalam kondisi. yang terus berlanjut perpindahan panas dan jika. perpindahan panas hanya tergantung dengan perbedaan suhu tersebut (Anam, 2010). Konduktometer adalah alat yang digunakan untuk menentukan daya hantar suatu larutan dan mengukur derajat ionisasi suatu larutan elektrolit dalam air dengan cara menetapkan hambatan suatu kolom cairan. Selain itu konduktometer memiliki kegunaan yang lain yaitu mengukur daya hantar listrik yang diakibatkan oleh gerakan partikel di dalam sebuah larutan. Prinsip kerja dari konduktometer adalah sel hantaran dicelupkan kedalam larutan ion positif dan negatif yang ada dalam larutan menuju sel hantaran menghasilkan signal listrik berupa hambatan listrik larutan. Hambatan listrik dikonversikan oleh alat menjadi hantaran listrik larutan. Konduktometri adalah suatu metoda analisis yang berdasarkan kepada pengukuran daya hantar listrik yang dihasilkan oleh sepasang elektroda inert yang mempunyai luas penampang (A) dan jarak tertentu (d). Daya hantar listrik tersebut merupakan fungsi konsentrasi dari larutan elektrolit yang diukur. Daya hantar listrik berhubungan dengan 25.

(27) pergerakan suatu ion di dalam larutan ion yang mudah bergerak mempunyai daya hantar listrik yang besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya hantar adalah perubahan suhu dan konsentrasi di mana jika semakin besar suhunya maka daya hantar juga akan semakin besar dan apabila semakin kecil suhu yang digunakan maka semakin kecil daya hantar yang dihasilkan, begitu juga antara konsentrasi dan daya hantar. Oleh sebab itu pengaruh suhu dan konsentrasi dapat mempengaruhi daya hantar. Daya hantar listrik (G) merupakan kebalikan dari tahanan (R), sehingga daya hantar listrik mempunyai satuan ohm-1 . Bila arus listrik dialirkan dalam suatu larutan mempunyai dua elektroda, maka daya hantar listrik (G) berbanding lurus dengan luas permukaan elektroda (A) dan berbanding terbalik dengan jarak kedua elektroda (l). G = l/R = k (A / l) dimana k adalah daya hantar jenis dalam satuan ohm -1 cm -1. Pengukuran daya hantar memerlukan sumber listrik, sel untuk menyimpan larutan dan jembatan (rangkaian elektronik) untuk mengukur tahanan larutan. a. Sumber Listrik Hantaran arus DC melalui larutan merupakan proses faradai, yaitu oksidasi dan reduksi terjadi pada kedua elektroda. Sedangkan arus AC tidak memerlukan reaksi elektro kimia pada elektroda- elektrodanya, dalam hal ini aliran arus listrik bukan akibat proses faradai. b. Tahanan Jembatan Jembatan Wheatstone merupakan jenis alat yang digunakan untuk pengukuran daya hantar. c. Sel Salah satu bagian konduktometer adalah sel yang terdiri dari sepasang elektroda yang terbuat dari bahan yang sama. Biasanya elektroda berupa logam yang dilapisi logam platina untuk menambah efektifitas permukaan elektroda. Aplikasi konduktometer telah digunakan untuk mengukur daya hantar listrik atau konduktivitas berbagai macam mineral seperti grafena. Grafenadiperoleh dari reduksi oksida grafena menggunakan natrium boronhidrida (NaBH4) dan hidrazin (N2H4). Konduktivitas. 26.

(28) grafena yang direduksi menggunakan NaBH4 jauh lebih rendah daripada yang direduksi menggunakan N2H4 (H.J. Sin et al, 2009). 2.9.5. Difraksi sinar X (X-Ray Difraction) Difraksi sinar–X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan. dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Sinar–X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakkan logam dengan elektron berenergi tinggi. Melalui analisis XRD diketahui dimensi kisi (d = jarak antar kisi) dalam struktur mineral, sehingga dapat ditentukan apakah suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak, dan difraksimaterial tersebut. Hal ini dapat diketahui dari persamaan Bragg yaitu nilai sudut difraksi Ө yang berband ing terbalik dengan nilai jarak d (jarak antar kisi) dalam kristal. Sesuai dengan persamaan Bragg (W.D. Callister, 2003). 2d sin θ = nλ dimana : d θ λ. = jarak antar bidang dalam Kristal = sudut deviasi n = orde (0,1,2,3,...) = panjang gelombang. Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif (menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi inilah yang digunakan untuk analisis. Karakterisasi XRD bertujuan untuk menentukan sistem kristal. Metode difraksi sinar-X dapat menerangkan parameter kisi, jenis struktur, susunan atom yang berbeda pada kristal, adanya ketidaksempurnaan pada kristal, orientasi, butir-butir dan ukuran butir (R.E. Smallman, 1991). Prinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut : XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang diteliti, dan detektor sinar X. Sinar X dihasilkan di tabung sinar X yang berisi katoda memanaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron. Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan elektron akan menembaki obyek. Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang tinggi dan menabrak elektron dalam obyek sehingga dihasilkan pancaran sinar X. Objek dan detektor berputar 27.

(29) untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar X. Detektor merekam dan memproses sinyal sinar X dan mengolahnya dalam bentuk grafik. Diagram Difraksi Sinar-X dapat ditunjukkan pada Gambar 8. Tabung Sinar-X. Celah divergen. kolimator. sampel. Detektor. Gambar 8. Diagram Difraksi Sinar-X Aplikasi XRD telah banyak digunakan untuk menganalisis berbagai macam mineral, salah satudiantaranya adalah analisis grafit dan oksida grafena. Pola XRD yang diperoleh menyebutkan bahwa puncak serapan yang khas dari grafit yaitu pada 2θ = 26,5° dengan jarak antar bidang adalah 3,36 Å dan puncak serapan yang khas dari oksida grafena pada 2θ = 10,7° dengan jarak antar bidang adalah 8,3 Å yang disebabkan karena kehadiran gugusgugus fungsi oksigen (H. J. Sin et al, 2009).. 2.9.6. Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier FTIR adalah teknik analisis IR yang seringkali menggunakan daerah IR pertengahan. (4000 sampai 200 cm-1). FTIR memiliki beberapa keuntungan di antaranya non-destruktif, dapat menganalisis multikomponen secara cepat, tidak perlu penyiapan contoh, dan gangguan dapat diminimumkan selama penentuan suatu senyawa. Monokromator pada spektrometer dispersif klasik mempunyai celah yang kecil untuk jalan keluar dan masuknya sinar sehingga membatasi panjang gelombang radiasi mencapai detektor. Berbeda dengan spektrometer klasik, FTIR tidak mengukur panjang gelombang satu demi satu, melainkan dapat mengukur intensitas transmitans pada berbagai panjang gelombang secara serempak (D. A. Skoog et al, 1998). Pada FTIR, monokromator digantikan dengan interferometer. Interferometer ini mengatur intensitas sumber sinar inframerah dengan mengubah dari posisi cermin pemantul yang memantulkan sinar dari sumber sinar ke contoh. Jadi, keberadaan interferometer membuat spektrometer mampu mengukur semua frekuensi optik secara serempak dengan mengatur intensitas dari semua frekuensi tunggal sebelum sinyal mencapaidetektor. Hasil scanning interferometer yang berupa interferogram (pengaluran antara intensitas dan posisi cermin) ini tidak dapat 28.

(30) diinterpretasikan dalam bentuk aslinya. Proses matematika transformasi fourier akan mengubah interferogram menjadi spektrum antara intensitas dan frekuensi. Nilai frekwensi spesifik sinar infra merah dapat ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai frekwensi spesifik sinar infra merah pada gugus fungsional ikatan kimia Jenis ikatan C–H. O–H. N–H. Daerah frekwensi (cm-1) 2700-3300 5600-6300 8300-9000 4200-5000 1300-1500 800-830 600-900 3000-3700 6700-7100 1200-1500 3000-3700 6300-7100 9000-10000 4800-5300. Jenis ikatan C–C C–O C–N C=C C=O. Intensitas kuat sedang lemah sedang sedang-kuat lemah lemah kuat kuat sedang-lemah kuat lemah sedang kuat-sedang. C=N C≡C C≡N C–F C–Cl C–Br C–I. Daerah frekwensi (cm-1) 800-1200 900-1300 900-1300 1600-1700 1600-1900 3300-3600 5000-5300 1600-1700 2100-2400 2100-2400 1000-1350 710-770 500-670 480-600. Intensitas sedang-kuat sedang-kuat sedang Kuat sedang lemah sedang-kuat sedang-lemah sedang Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat. Sumber: G. W. Ewing, 1975. Diagram spektroskopi FTIR dapat ditunjukkan pada Gambar 9. Lampu infrared. inteferometer. Tempat sampel. detektor. Gelombang interferensi. absorbsi. komputer. SPEKTRUM IR. Gambar 9. Diagram spektroskopi inframerah transformasi fourier. Aplikasi FTIR telah banyak digunakan dalam menganalisis gugus fungsi pada serbuk grafit dan grafena. Salah satu diantaranya adalah analisis grafena yang diperoleh dari proses pengelupasan langsung grafit dengan metode pemanasan. Hasil FTIR menyebutkan bahwa puncak serapan dari grafena mempunyai kemiripan dengan grafit. Meskipun masih terdapat sejumlah kecil gugus hidroksil pada panjang gelombang ~ 3450 cm -1dalam grafena (Z. Tang et al, 2009). 29.

(31) 2.9.7. Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX). Prinsip Kerja SEM-EDX SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar elektron berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel dan kemudian mendeteksi “secondary electron” dan “backscattered electron” yang dikeluarkan. ‘Secondary electron’ berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan memberikan informasi topografi dan variasi unsur dalam sampel. ‘Backscattered electron’ terlepas dari daerah sampel yang lebih dalam dan memberikan informasi terutama pada jumlah rata-rata atom dari sampel. Peristiwa tumbukan dari berkas sinar elektron terjadi ketika energi yang diberikan pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-X yang merupakan karakteristik dari atom-atom dalam sampel. Energi dari sinar-X digolongkan dalam suatu tebaran spektrometer energi dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel. Berkas elektron primer berinteraksi dengan sampel dalam sejumlah cara: a) Elektron primer menghasilkan energi elektron yang rendah, yang cenderung menekankan pada sifat topografi spesimen. b) Elektron primer daribackscattered electronmenghasilkan gambar dengan nomor atom yang khas. c) Atom terionisasi yang mengakibatkan terjadi emisi X-ray. Sinar-X yang dipancarkan merupakan karakteristik dari unsur-unsur dalam beberapa sampel (M. Martinez, 2010). Energi elektron dari kulit terluar yang lebih tinggi akan mengisi lubang, dan kelebihan energi elektron tersebut dilepaskan dalam bentuk foton sinar-X. Pelepasan ini sinar-X menciptakan garis spektrum yangsangat spesifik untuk setiap elemen. Dengan cara ini data X-ray dapat dianalisis dan dikarakterisasi. Analisa SEM-EDX dilakukan untuk memproleh gambaran permukaan atau fitur material dengan resolusi yang sangat tinggi hingga memperoleh suatu tampilan dari permukaan sampel yang kemudian dikomputasikan dengan software untuk menganalisis komponen materialnya baik dari kuantitatif maupun dari kualitatifnya. SEM-EDX umumnya dipakai dalam eksplorasi dan produksi migas, termasuk didalamnya, evaluasi kualitas batuan melalui studi diagnosa yang meliputi identifikasi dan interpretasi keberadaan mineral dan distribusinya pada sistem porositas batuan. Investigasi 30.

(32) permasalahan produksi migas seperti efek clay minerals, steamfloods dan chemical treatments yang terjadi pada peralatan pemboran, gravelpackspada reservoir serta identifikasi mikrofosil untuk penentuan umur dan lingkungan pengendapan (Gambar 10) (Liani, 2012). SEM telah banyak dipakai dalam menganalisis grafit, oksida grafena dan grafena. Struktur permukaan, ukuran partikel dan bentuk partkel dari grafit, oksida grafena dan grafena dapat diketahui menggunakan analisis SEM (V. Loryuenyong et al, 2013).. Gambar 10. Skema SEM (Liani, 2012). 31.

(33) BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mensintesis grafena dari berbagai reduktor (ammonia, asam sitrat dan hidrazin). 2. Memberikan model mekanisme reaksi pembentukan Pt sub-nano kluster didalam grafena berdasarkan data eksperimen.. 3.2 Manfaat Penelitian 1. Memproduksi grafena dalam skala besar dengan berbagai reduktor (ammonia, asam sitrat dan hidrazin). 2. Mengurangi biaya opearasi sel bahan bakar. 3. Menghasilkan alternatif energi yang dapat diperbaharui.. 32.

(34) BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Sintesis Grafena Sintesis grafena dilakukan dengan menggunakan bahan baku grafit. Grafit dioksidasi dengan menggunakan asam kuat dan oksidator untuk menghasilkan oksida grafit. Selanjutnya, oksida grafit di sentrifugasi dan di ultrasonikasi untuk menghasilkan oksida grafena. Selanjutnya oksida grafena direduksi dengan menggunakan reduktor yakni ammonia, asam sitrat dan hidrazin. Ada dua tahapan penting dalam penelitian ini, yakni: a. Sintesis grafena a.1 ALAT DAN BAHAN a.1.1 Alat-alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan analitik, labu erlenmeyer, gelas ukur, pengaduk, gelas kimia, pipet, Shaker, konduktometer, Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FTIR), X-Ray Difraction (XRD) dan Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX). a.1.2 Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: aquades, grafit, asam sulfat (H2SO4), kalium permanganat (KMnO4), natrium nitrat (NaNO3), hidrogen peroksida (H2O2), amonia (NH3), hidrazin (N2H4), asam sitrat (C6H8O7) dan larutan piranha (3% v/v H2SO4 : 0.5% v/v H2O2). a.1.3 Prosedur Kerja Dalam tahap ini, grafit dioksidasi dengan menggunakan asam kuat (H2SO4) dengan menggunakan oksidator (NaNO3, KMnO4, dan H2O2), untuk menghasilkan oksida grafit. Selanjutnya oksida grafit disentrifugasi untuk memisahkan filtrat dan supernatan serta distabilisasi dalam air melalui proses shaker sehingga diperoleh larutan oksida grafena, kemudian oksida grafena direduksi menggunakan ammonia (NH3), asam sitrat (C6H8O7) dan hidrazin (N2H4) untuk menghasilkan grafena.. a.1.4 Analisis grafit Grafit tanpa dimodifikasi Konduktometer dan SEM-EDX.. dianalisis. a.1.5 Sintesis oksida grafena. 33. dengan. menggunakan. XRD,. FTIR,.

(35) a) Sebanyak 0.2 g serbuk grafit dimasukan ke dalam erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan 0.2 g NaNO3 dan 15 mL H2SO4 96%. b) Larutan distirer selama 2 jam. c) Erlenmeyer yang berisi campuran, ditempatkan dalam wadah es (ice waterbath) dan ditambahkan secara bertahap 1 g KMnO4 kemudian distirer selama 24 jam. d) Setelah distirer selama 24 jam, ke dalam larutan tersebut ditambahkan 20 mL H2SO4 5% dan 1 mL H2O2 30% dan distirer selama 1 jam. Larutan tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 3000 Rotor per Minute (RPM) selama 20 menit untuk memisahkan filtrat dan supernatan. e) Selanjutnya ke dalam larutan ditambahkan aquades 25 ml dan disentrifius dengan kecepatan 3000 RPM selama 20 menit. Larutan dipindahkan ke dalam gelas beker dan ditambahkan aquades 100 mL kemudian di-shaker selama 5 jam. f) Larutan disaring dan residu dikeringkan pada suhu 80ºC kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, SEM-EDX, FTIR, dan Konduktometer. a.1.6 Sintesis grafena Larutan oksida grafena ditambahkan masing-masing 10 ml reduktor NH3, asam sitrat dan hidrazin 10M kemudian distirer selama 48 jam. Larutan disaring dan residu dikeringkan pada suhu 80ºC selama 24 jam, lalu dikarakterisasi dengan mengunakan XRD, SEM-EDX, FTIR dan Konduktometer. a.1.7 Karakterisasi Karakterisasi dilakukan dengan cara: N o 1 2 3. Analisis Data Kontrol (A0): grafit Oksida grafena (A1) Grafena (A2). Tujuan/ Standar data yang dicapai Konduktometer. XRD. FTIR. SEM-EDX. Mengukur daya hantar sampel (grafit, oksida grafena, grafena) yang dianalisis. Data yang diperoleh adalah daya hantar listrik (G). Mengidentifikas i struktur kristal padatan dengan membandingka n nilai jarak d dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Mengukur vibrasi dominan dari gugus fungsi dan ikatan yang memiliki kepolaran yang tinggi. Mengamati morfologi permukaan dengan resolusi tunggi yang dikomputasikan untuk menganalisis komponen material. 34.

(36) BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) 5.1.1 Spektra FTIR dari Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Amonia) Hasil analisis spektra FTIR dari grafit, oksida grafena dan grafena ditunjukkan pada Gambar 11. C=C (~ 1500 cm-1). C–C (~ 1041 cm-1). (a). C–OH / C–O (epoksi) (1242,16 cm-1). O–H (3417,86 cm-1). C=O (1705,07 cm-1). C–O (karboksilat) (~1400 cm-1). (b). C-N (956,69 cm-1). C–O (~ 1400 cm-1). O–H (3464,15 cm-1). (c). Gambar 11. Spektra FTIR Grafit (a), Oksida Grafena (b) dan Grafena (c). Gambar 11. menunjukkan bahwa terjadi pergeseran bilangan gelombang FTIR pada grafit, oksida grafena dan grafena. Spektra FTIR grafit (Gambar 11a) menunjukkan adanya 35.

(37) puncak pada panjang gelombang 1581,63 cm-1 yang identik dengan gugus aromatic C=C. Hal tersebut juga didukung dengan adanya puncak lain pada 1041,56 cm-1 yang menunjukkan vibrasi ulur C‒C (M. Choucair et al, 2009). Berdasarkan data FTIR (Gambar 11a) dapat diketahui bahwa grafit memiliki struktur C=C (ikatan π); C‒C dan tidak terdapat gugus fungsi lain, misalnya karbonil, hidroksil dan amonia. Spektra FTIR oksida grafena (Gambar 11b) menunjukkan hadirnya berbagai jenis gugus fungsi oksigen dalam oksida grafena (OG) yaitu pada panjang gelombang 3417,86 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus hidroksil dari vibrasi ulur O‒H , spektra serapan yang lemah pada 1705,07 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C=O dari gugus ‒COOH , pada bilangan gelombang ~1400 cm-1 yang menunjukkan vibrasi ulur C‒O dari gugus karboksilat dan spektra serapan yang lemah pada 1242,16 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C‒OH yang tumpang tindih dengan gugus epoksi, C‒O (900-1300 cm-1) (M. Choucair et al, 2009). Berdasarkan data FTIR (Gambar 11b) dapat diketahui bahwa pengaruh penambahan oksidator kuat (NaNO3, H2SO4, KMnO4 dan H2O2) ke dalam grafit akan menimbulkan terjadinya reaksi oksidasi terhadap grafit untuk menghasilkan OG. Gugus-gugus fungsi yang dihasilkan akibat oksidasi grafit adalah C=O; O–H; C–O dan C–OH. Spektra FTIR grafena (Gambar 11c) menunjukkan munculnya puncak serapan pada panjang gelombang 956,69 cm-1 yang menunjukkan vibrasi ulur C‒N. Rentang panjang gelombang ~900,00 cm-1 adalah rentang panjang gelombang untuk gugus epoksi (C‒O) (X. Li, et al, 2008). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa telah terjadi proses deepoksidasi. Namun, vibrasi ulur dari O‒H pada ~3400 cm-1 dan vibrasi ulur C‒O pada ~1400 cm-1 masih teramati yang disebabkan oleh masih adanya gugus hidroksil dan gugus karboksilat bahkan setelah direduksi dengan amonia. Amonia tidak mempunyai peranan yang penting dalam dehidroksilasi, dekarbonilasi atau dekarboksilasi dari OG. Hal ini terjadi karena proses dehidroksilasi, dekarbonilasi dan dekarboksilasi lebih dipengaruhi oleh suhu reaksi. Jika suhu ditingkatkan jauh di atas suhu kamar, maka amonia tidak akan bisa mereduksi oksigen dalam gugus epoksi akibat peningkatan hambatan energi bebas Gibbs (X. J. Gao et al, 2009), sehingga pada data FTIR masih dapat teramati gugus-gugus oksigen seperti hidroksil, karboksil, dan karbonil. Proses de-epoksidasi pada Oksida Grafena (OG) menggunakan reduktor NH3 dapat dilihat pada Gambar 12. 36.

(38) H H. N. H. H. O. H. N. H. N. H. O. -H20 produk Gambar 12. Mekanisme de-epoksidasi dari Oksida Grafena (OG) menggunakan reduktor NH3. Mekanisme de-epoksidasi yang ditunjukkan pada Gambar 12 dapat dijelaskan bahwa amonia (NH3) menyerang atom karbon sp2 yang terdekat dengan kelompok epoksida dari sisi depan cincin epoksida. Salah satu atom H ditransfer dari NH3 ke gugus epoksi menghasilkan gugus hidroksil. Kemudian atom H yang lain ditransfer ke kelompok hiroksil (‒OH) dan atom N akan berikatan dengan atom C lain. Proses ini membentuk sebuah molekul air dan produk terdeoksigenasi. Frekuensi spesifik inframerah untuk ikatan kimia gugus fungsional dapat ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai frekuensi spesifik sinar infra merah pada gugus fungsional ikatan kimia. Gugus Fungsi. Bilangan Gelombang (cm-1). Bilangan Gelombang Grafit (cm-1). ‒OH. 3000-37000. C‒C. 2300-3000 1300-1500 600-900. C=O. 1600-1900. C=C. 1500-1700. C‒O (epoksi). 900-1300. 1242,16. C‒OH (karboksilat). 1400-1500. 1404,18 1442,75 1473,62. 2337,72 1404,18 1041,56 694,37. 1581,63 1635,64. Sumber: G. W. Ewing, 1975. 37. Bilangan Gelombang Oksida Grafena(cm-1) 3417,86. Bilangan Gelombang Grafena (cm-1). 2337,72 2854.65 2924,09. 2337,72 2931,80. 1705,07 1851,66 1581,63. 1851,66. 3487,3. 1527,62 1581,63 956,69 (C–N) 1404,18 1473,62.

(39) 5.1.2 Spektra FTIR dari Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Asam Sitrat) Pola spektra grafit diperoleh dengan menggunakan spektrofotometer FTIR ditunjukan pada Gambar 13.. Gambar 13. Spektra FTIR Grafit Gambar 13 menunjukan adanya spektra serapan khas dari grafit yang dihasilkan dari vibrasi ulur aromatik C=C yang terdapat pada panjang gelombang 1581,63 cm-1, dengan puncak pendukung grafit dari vibrasi ulur C-C pada panjang gelombang 1041,56 cm-1 (Choucair et al, 2009). Berdasarkan data FT-IR dapat diketahui bahwa grafit memiliki ikatan π C=C dan C-C yang merupakan gugus khas dari grafit. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa grafena tidak dapat diperoleh secara langsung di alam, oleh karena itu dilakukan sintesis dari bubuk grafit dengan menggunakan metode kimia yakni modifikasi metode Hammers (W.S.Hummers, 1958). Untuk menghasilkan oksida grafena, grafit direaksikan dengan H2SO4 96%, NaNO2, dan KMnO4. Proses penambahan asam-asam kuat dan lamanya waktu dalam pembuatan oksida grafena bertujuan untuk menghomogenkan dan membantu proses pemutusan ikatan antara lapisan-lapisan dalam karbon dimana grafit tersusun atas lembaran-lembaran grafena dengan memiliki sruktur ikatan yang kuat. Selain dilakukann penambahan H2SO4 96%, NaNO3, dan KMnO4 serta dilakukan pula penambahan H2O2 sebagai zat pengoksidasi dan berperan penting untuk membantu pemutusan ikatan menjadi satu lapisan atom. Menurut (A. Fan, 2011) reaksi yang diperoleh dari penambahan KMnO4 dan H2O2 adalah sebagai berikut: 38.

(40) KMnO4 + 3C + H2O. 2H2O2. M nO 2. 4MnO2 + CO32- + 2HCO3-. O2 + 2H2O. Pada perlakuan penambahan H2O2 seharusnya menghasilkan perubahan warna dari hitam kecoklatan menjadi warna kuning kenari, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan tidak terjadi perubahan warna, disebabkan oleh pengaruh suhu dimana semakin tinggi suhu maka proses oksidasi yang berlangsung juga akan semakin cepat sehingga warna yang dihasilkan menjadi tidak tampak. Sentrifius dilakukan dengan menggunakan larutan piranta dan H 2O untuk pencucian bertujuan untuk menghilangkan zat pengoksida dan menstabilkan tingkat keasaman dari ion-ion sulfat, KMnO4, H2O2 dan senyawa-senyawa yang terdapat di dalam larutan grafena oksida (B. Thelman, 2004). Ultrasonikasi dilakukan pada sampel hasil sentrifugasi berupa suspensi yang telah dihasilkan dengan penambahan 100 mL H2O. Ultrasonikasi bertujuan untuk menghilangkan, menetralkan padatan yang masih bersifat asam dari oksida grafena yang mana apabila tidak dinetralkan maka reaksi oksidasi akan terus berlangsung dan dengan penambahan H 2O membantu pengelupasan kulit dari lembaran grafena oksida sehingga menghasilkan suspensi stabil dalam H2O (O. Paredas, 2010). Hasil sheker berupa larutan berwarna coklat kehitaman disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC, pemanasan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam oksida grafena (X. Li, 2012). Oksida grafena yang dihasilkan berupa sampel padatan kemudian dianalisis dengan menggunakan FT-IR. Spektra FT-IR yang menggambarkan gugus–gugus fungsional khas oksida grafena dapat dilihat pada Gambar 14 dibawah ini:. 39.

(41) Gambar 14. Spektra FT-IR Oksida Grafena Gambar 14 menunjukkan adanya gugus hidroksil dari vibrasi ulur O-H yang terlihat berupa pita melebar pada panjang gelombag 3417,86 cm-1, serapan khas ini mengindikasikan adanya gugus O-H yang membentuk ikatan hidrogen. Pada oksida grafena terdapat pula spektra berupa puncak yang melebar disekitar (1750 cm-1–1500 cm-1) dengan puncak serapan pada panjang gelombang 1581,63 cm-1, ini disebabkan adanya senyawa aromatik C=C, spektra serapan yang lemah pada 1705,07 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C=O dari gugus ‒COOH, pada bilangan gelombang ~1400 cm-1yang menunjukkan vibrasi ulur C‒O dari gugus karboksilat dan spektra serapan yang lemah pada 1242,16 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C‒OH yang tumpang tindih dengan gugus epoksi, C‒O (900-1300 cm-1) (M. Choucair et al, 2009). Pada oksida grafena terdapat gugus – gugus fungsi C=O, O-H, C-O, dan C-OH keberadaan gugus fungsi tersebut karena dipengaruh oleh penambahan oksidator kuat (H2SO4, NaNO3, H2O2 dan KMnO4) pada grafit sehingga menimbulkan terjadinya reaksi oksidasi terhadap grafit menghasilkan gugus-gugus fungsi C-O, C-OH, C=O dan OH. Spektra FTIR dari grafena ditunjukkan pada Gambar 15.. 40.

(42) Gambar 15. Spektra FT-IR Grafena Pada spektra FT-IR dari grafena menunjukkan masih terdapat gugus–gugus O-H (hidroksil), C=C, dan gugus epoksil, akan tetapi dibandingkan dengan oksida grafena pada gugus O-H mengalami penurunan dari (640.700cm-1) menjadi (587.541cm-1), sedangkan untuk gugus C=O, C=C, C-OH/C-O tidak mengalami penurunan karena proses oksidasi belum sempurna oleh asam sitrat sehingga masih terdapat kelompok–kelompok fungsional pada oksida grafena. Frekuensi spesifik inframerah untuk ikatan kimia gugus fungsional dapat ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai frekuensi spesifik infra merah pada gugus fungsional ikatan kimia. Gugus Bilangan Bilangan Bilangan Bilangan Gelombang Fungsi Gelombang Gelombang Gelombang Grafena (cm-1) (cm-1) Grafit (cm-1) Oksida Grafena(cm-1) 3000-37000 3417,86 3487,3 ‒OH ‒C 2300-3000 2337,72 2337,72 2337,72 C 1300-1500 1404,18 2854.65 2931,80 600-900 1041,56 2924,09 694,37 C=O. 1600-1900. C=C. 1500-1700. C‒O (epoksi). 900-1300. 1705,07 1851,66 1581,63. 1581,63 1635,64. 1242,16. 41. 1851,66 1527,62 1581,63 956,69.

(43) C‒OH (karboksilat). 1400-1500. 1404,18 1442,75 1473,62. 1404,18 1473,62. Sumber: G. W. Ewing, 1975. Faktor adanya asam sitrat tidak mempunyai peranan pasti dalam dehidroksilasi, dekarboksilasi dari oksida grafena karena dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi asam sitrat yang rendah (10M), sehingga berpengaruh pada interaksi antara gugus–gugus fungsional lemah (X. J. Gao, 2009).. 5.1.3 Spektra FTIR dari Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Hidrazin) Hasil analisis grafit, oksida grafena dan grafena dengan FT-IR terdapat pada Gambar 16. Grafit memiliki serapan khas ikatan rangkap C=C aromatik pada bilangan gelombang 1475 – 1600 cm-1 (Gambar 16a). Oksida grafena memiliki serapan khas gugus fungsional berupa gugus karbonil, hidroksil dan epoksida. Gugus ini dihasilkan dari oksidasi grafit. Vibrasi ulur dari gugus C=O terlihat adanya pita pada daerah 1700 – 1725 dengan puncak serapan 1705,0 cm-1.. 42.

(44) Vibrasi ulur dari gugus O–H terlihat pita melebar pada daerah 3200 – 3500 dengan puncak serapan 3417.66 cm-1. Vibrasi ulur dari gugus C–O–C muncul pada daerah 1000 - 1300 cm-1, dengan puncak serapan 1241,16 cm-1. Adanya gugus fungsional C=O, O–H dan C–O –C (gambar 11b) ini menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi oksidasi pada grafit. Pada spektra FT-IR. grafena (gambar 11c) selain gugus C=C, muncul gugus C–O–C pada. bilangan gelombang 1234,44 cm-1, gugus O–H pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1, gugus C–N muncul pada bilangan gelombang 1381,03 cm-1, gugus C=N muncul pada bilangan gelombang 1851,66 cm-1 dan gugus C–H muncul pada bilangan gelombang 2931,80 cm-1. Gugus C=O karbonil tidak muncul lagi pada spektra grafena. Hal ini menunjukkan telah terjadi proses reduksi. Pengurangan intensitas pada gugus C–O–C grafena dengan intensitas 18,91 dari oksida grafena dengan intensitas 6,119 juga menunjukkan telah terjadi proses reduksi. Adanya gugus C–N dan C=N menunjukkan grafena yang dihasilkan masih memiliki gugus hidrazin (S. Das et al, 2011).. 43.

(45) %T. a. Grafit C=C. b. Oksida Grafena C=O C=C. C-O-C. O-H. c. Grafena C-O-C. C=C. C=N C-H O-H. Bilangan Gelombang (cm-1). 44.

(46) Gambar 16. Spektra FT-IR (a) grafit; (b) OG; (c) grafena.. 5.2 Analisis Difraksi Sinar X 5.2.1 Pola XRD Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Amonia) Hasil analisis pola XRD dari grafit, oksida grafena dan grafena ditunjukkan pada Gambar 17.. C (002). C (002). Gambar 17. Pola XRD Grafit (a), Oksida Grafena (b) dan Grafena (c).. 45.

(47) Pola XRD grafit (Gambar 17a) menunjukkan adanya puncak yang tajam dan rapat, teramati pada 2θ = 26,5° dan 2θ = 23,88° yang sesuai garis difraksi C(002) dengan jarak antar bidang dalam kristal (d) berturut-turut adalah 3,36 Å dan 3,72 Å. Data tersebut menunjukkan struktur kristal khas dari grafit. Pola XRD oksida grafena (Gambar 17b) menunjukkan adanya puncak difraksi yang terlihat lebar yaitu pada 2θ = 11,6° dengan jarak antar bidang (d) adalah 7,5 Å. Peningkatan jarak antar bidang pada OG disebabkan karena kehadiran gugus-gugus fungsi oksigen dan molekul air ke dalam struktur lapisan karbon. Data tersebut merupakan puncak khas oksida grafena/ oksida grafit (R. Siburian, 2012). Puncak yang kecil yang masih teramati pada 2θ = 20,1°; 2θ = 23,9° dan 2θ = 26, 4° yang menunjukkan bahwa OG tidaklah secara penuh terinterkalasi dengan atom oksigen (C. Hsiao et al, 2010). Pola XRD grafena (Gambar 17c) menunjukkan bahwa reduksi kimia OG menjadi grafena menggunakan NH3, mengembalikan struktur kristal grafena menjadi lebih teratur. Namun, NH3 belum mampu membuat struktur grafena yang dihasilkan berlapis tunggal. Grafena yang dihasilkan mempunyai struktur antara yaitu struktur kristalin dan amorf. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kembali garis difraksi C(002) yang terlihat lebih lebar dan intensitasnya lebih rendah dibanding puncak yang diperoleh dalam bubuk grafit yaitu pada 2θ = 26,5° dengan jarak antar bidang adalah 3,35 Å serta penghilangan puncak difraksi pada 2θ = 11° yang terlihat lebih rata dibanding pada OG (C. Hsiao et al, 2010). Proses reduksi yang terjadi harus melibatkan penghilangan gugus fungsi oksigen karena struktur konjugasi grafena yaitu ikatan karbon sp2 harus dibangun kembali selama proses reduksi, dalam hal ini yang berperan adalah pembukaan cincin epoksida.. 5.2.2 Pola XRD Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Asam Sitrat) Hasil analisis dengan menggunakan XRD pada Grafit dapat diperoleh seperti gambar 18 dibawah ini :. 46.

(48) Gambar 18. Spektra XRD dari Grafit Seperti yang ditunjukkan Gambar 18, grafit memperlihatkan puncak khas tajam dan rapat C (002) dari bubuk grafit yang teramati pada 2θ = 26,5° dan pada 2θ = 23,88° yang sesuai garis difraksi C(002) dengan jarak antar partikel berturut-turut adalah 3,36 Å dan 3,72 Å. C(002) merupakan kharakteristik dari intensitas atom karbon yang masih di dominasi oleh fase heksagonal. Data yang di peroleh ini merupakan ciri-khas struktur kristal dari grafit (W. Chen dan Yan, 2009). Pengukuran XRD dilakukan pada analisis sampel oksida grafena dijelaskan pada Gambar 19 dibawah ini:. 11,60. Gambar Gambar 19. Spektra XRD Oksida Grafena 47.

(49) Pola XRD khas untuk oksida grafena memberikan data difaktogram yang menampilkan puncak C(002) disekitar sudut difraksi (2Ɵ) 26,4 0 dengan jarak antar partikel sebesar 3,37Å dengan intensitas 712 counts . Terlihat juga pada Gambar 19. puncak grafit bergeser kebawah menjadi 11,60, dengan jarak antar partikel adalah 7,5Å sesuai dengan d-spacing dari 0,885 nm-1. Peningkatan jarak antar partikel pada oksida grafena disebabkan karena kehadiran gugus-gugus fungsi oksigen dan molekul air ke dalam struktur lapisan karbon. (M. Quntana et al, 2012). Karena penambahan oksidator untuk mempercepat terjadinya poses oksidasi maka muncul puncak kecil yang terlihat disekitar 11,60, 20,10, 22,60, 23,90 yang menunjukan bahwa sebagian kecil oksida grafena tidak secarah penuh terinterkalasi dengan atom oksigen (C. Hsiao et al, 2010). Puncak 11,60 yang terlihat pada spektra XRD merupakan puncak khas dari oksida grafena (R. Siburian, 2012). Analisis grafena menggunakan XRD dapat dilihat pada Gambar 20. C(002). Gambar 20. Spektra XRD Grafena Penggunaan asam sitrat sebagai reduktor mengalami proses pengelupasan kimia sehingga mengembalikan struktur kristal grafena menjadi lebih teratur. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kembali garis difraksi C(002) yang terlihat lebih lebar dan sedikit lebih rendah dibanding puncak yang diperoleh dalam bubuk grafit yaitu pada 2θ = 26,4° dengan jarak antar 48.

(50) partikel adalah 3,36 Å serta penghilangan puncak difraksi pada 2 θ = 11,6° yang terlihat lebih rata dibanding pada oksida grafena (C. Hsiao et al, 2010). Grafena biasanya menunjukkan puncak sedikit lebih luas dan lebih rendah dari puncak yang diperoleh oleh grafit sekitar 23,8 0 dengan d-spacing dari 0,3720 nm (R. Siburian, 2012). Puncak lembaran grafena yang lemah dibandingkan dengan oksida grafena dikarenakan masih terdapatnya gugus–gugus fungsional dari oksida grafena pada grafena yang dihasilkan. Proses reduksi yang terjadi harus melibatkan penghilangan gugus fungsi oksigen karena struktur konjugasi grafena yaitu ikatan karbon sp 2 harus dibangun kembali selama proses reduksi, dalam hal ini yang berperan adalah pembukaan cincin epoksida.. 5.2.3 Pola XRD Grafit, Oksida Grafena dan Grafena (Reduktor Hidrazin) Hasil analisis Pola difraksi XRD grafit, oksida grafena dan grafena dapat dilihat pada Gambar 21.. C (002). D. a. Grafit. 11,66° D. b. Oksida Grafena. T. 11,76°. D. c. Grafena. T. 2θ 49.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, keterampilan penanganan awal tanda gejala penyakit ISPA yang diajarkan pada saat demonstrasi dapat dilakukan dengan baik oleh peserta, adapun

memiliki sertifikat (tiga orang dari enam hakim mediator), namun belum mampu menjamin kualitas mediasi yang dilakukan, sebagai bukti berdasarkan data laporan mediasi

Berdasarkan data dari Tabel 1, maka dapat kita ketahui bahwa dari penyelesaian soal yang telah dilakukan oleh siswa pada Ujian Akhir Semester Genap Mata Pelajaran

買収企業 稲畑フランス 小林製薬 小林製薬 武田薬品工業 エーザイ タカラバイオ ファイザー中央研究所

Judul : Perencanaan Penghijauan Dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) (Studi Kasus di Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara).. Nama

Pengurus Komisi Beasiswa mengucapkan terimakasih kepada seluruh jemaat/Donatur HKBP Kebayoran Baru yang telah bersama-sama mengumpulkan dana memperjuangkan bantuan dana

a) Bagi perbankan alangkah lebih baik lagi apabila segala macam cara untuk meningkatkan preferensi menabung lebih ditingkatkan lagi. Seperti dalam melakukan