• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis fiqih muamalah terhadap perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas (Studi di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis fiqih muamalah terhadap perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas (Studi di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

i

(Studi di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah)

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Mataram Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

DEWI ASNITA NIM: 170201074

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM MATARAM

2022

(2)

ii

ANALISIS FIQIH MUAMALAH TERHADAP PERJANJIAN ANTARA PEMILIK BERAS DENGAN PENGAMPAS (Studi di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten

Lombok Tengah)

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Mataram Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

DEWI ASNITA NIM: 170201074

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM MATARAM

2022

(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi oleh: Dewi Asnita NIM: 170201074 dengan judul: “Analisis Fiqih Muamalah Terhadap Perjanjian Antara Pemilik Beras Dengan Pengampas (Studi Di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah)”, telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.

Disetujui pada tanggal 05 Juli 2022

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Zaenudin Mansyur. M. Ag. Dr. Gazali. M.H.

NIP. 197708142005011003 NIP. 197608122009011012

(4)

iv

Mataram, 05 Juli 2022 Hal : Ujian Skripsi

Yang terhormat

Dekan Fakultas syari’ah di Mataram

Assalamu‟alaikum, Wr. Wb

Dengan hormat, setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi, kami berpendapat bahwa Skripsi saudarara :

Nama : Dewi Asnita

NIM : 170201074

Jurusan/Prodi : Hukum Ekonomi Syariah

Judul : “Analisis Fiqih Muamalah Terhadap Perjanjian Antara Pemilik Beras Dengan Pengampas (Studi Di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah)”.

Telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam Sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah UIN Mataram. Oleh karena itu, kami berharap agar skripsi ini dapat segera di-munaqasyah-kan.

Wassalamm u‟alaikum, Wr. Wb.

Pembimbing I Pembimbing II,

Dr.Zainudin Mansyur, M.Ag. Dr.Gazali, M.H.

NIP. 197708142005011003 NIP. 197608122009011012

(5)

vi

(6)

vii MOTTO

ٍَْع ًة َسبَجِت ٌَُٕكَت ٌَْأ َّلَِإ ِم ِغبَبْنبِب ْىُكَُْيَب ْىُكَنا َْٕيَأ إُهُكْؤَت َلَ إَُُيآ ٍَيِزَّنا بَُّٓيَأ بَي بًًي ِح َس ْىُكِب ٌَبَك َ َّاللَّ ٌَِّإ ۚ ْىُكَسُفََْأ إُهُتْمَت َلَ َٔ ۚ ْىُكُِْي ٍضا َشَت

Artinya: " Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;

sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

(7)

viii

PERSEMBAHAN

“ Kupersembahkan Skripsi ini untuk kedua orang tua, Bapak Rusli, Ibu Nuriah, dan suami atas segala do‟a dan dorongan serta motivasi, sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi

ini“.

(8)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabil‟alamin, segala puji syukur tiada hentinya peneliti haturkan kehadirat Allah swt., yang maha pemberi petunjuk, anugrah dan nikmat yang diberikannya sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Analisis Fiqih Muamalah Terhadap Perjanjian Antara Pemilik Beras Dengan Pengampas di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah “.

Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan Sarjana Hukum (S.H). Jurusan Mu‟amalah Fakultas Syari‟ah Universitas Isalm Negeri (UIN) Mataram.

Ucapan terimakasih sedalam-dalamnya peneliti ucapkan kepada pihak yang sudah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

1. Bapak Dr. Zaenudin Mansyur, M. Ag, selaku dosen pembimbing I, dan Bapak Dr. Gazali, M.H., selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing , mengarahkan, serta memberikan motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

2. Bapak Dr. Moh. Asyik Amrulloh, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah.

3. Bapak Prof. Dr. H. Masnun Tahir , M. Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.

4. Kepala Desa Semoyang beserta jajaran yang telah bersedia memberikan izin sebagai tempat penelitian sekaligus telah membantu memberikan data-data yang kongkrit demi kelancaran penulisan skripsi ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Syariah yang telah benyak berbagi serta memberikan ilmu kepada penulis. Beserta staf dan keryawan Fakultas Syariah.

6. Untuk kedua orang tua yang selalu sabar dan terus mendo‟akan serta memberikan dorongan moril dan materil selama masa pendidikan sehingga sampai pasa saat ini.

(9)

x

(10)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

NOTA DINAS PEMBIMBING ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Dan Manfaat ... 4

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ... 5

E. Telaah Pustaka ... 5

F. Kerangka Teori ... 9

G. Metodelogi Penelitian ... 23

H. Sistematika Pembahsan ... 28

I. Rencana Jadwal Penelitian ... 29

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ... 30

A. Gambaran Umum Desa Semoyang ... 30

B. Praktek Perjanjian Antara Pemilik Beras Dengan Pengampas ... 34

1. Perjanjian Lisan Antara Pemilik Beras Dengan Pengampas ... 34

2. Pembayaran Beras Dilakukan Setelah Laku Terjual ... 36

3. Upah Pengampas Yang Diambil Dari Selisih Harga Beras ... 37

4. Resiko Yang Ditanggung Oleh Pihak Pengampas ... 39

5. Laku Atau Tidaknya Beras Tetap Harus Dikembalikan ... 41

BAB III PEMBAHASAN ... 43

A. Analisis Praktek Perjanjian Antara Pemilik Beras Dengan Pengampas Di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah ... 43

(11)

xii

B. Analisis Fiqih Muamalah Terhadap Perjanjian antara Pemilik Beras Dengan Pengampas Di Desa Semoyang Kecamatan

Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah ... 47

BAB IV PENUTUP ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN

(12)

xiii

ANALISIS FIQIH MUAMALAH TERHADAP PERJANJIAN ANTARA PEMILIK BERAS DENGAN PENGAMPAS DI DESA

SEMOYANG KECAMATAN PRAYA TIMUR KABUPATEN LOMBOK TENGAH

Oleh:

Dewi Asnita NIM: 170201074

ABSTRAK

Perjanjian merupakan suatu perikatan antara dua orang atau lebih yang dilakukan dengan ucapan (shigat) ijab dan qabul yang berlandaskan ketetapan syara‟ yang dapat berdampak pada objek akad tersebut. Seperti halnya praktek perjanjian yang dilakukan antara pemilik beras dengan pengampas, dimana pada saat melakukan perjanjian, kedua belah pihak harus menetapkan secara jelas jumlah beras yang akan dijadikan sebagai objek perjanjian.Oleh sebab itu penelitian ini mengungkapkan lebih lanjut pertanyaan penelitian dengan fokus sebagai berikut : a). Bagaimana Praktek perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas. b). Bagaimana analisis fiqih muamalah terhadap perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis data berupa data primer dan data sekunder. Proses pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan mencakup rangkaian tiga kegiatan utama, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek perjanjian yang dilakukan antara pemilik beras dengan pengampas dapat peneliti uraikan sebagai berikut: Bentuk perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas dilakukan secara lisan tidak dilakukan secara tulisan, pembayaran beras dilakukan setelah beras tersebut laku terjual oleh pengampas, upah pengampas diambil dari selisih harga beras, resiko ditanggung oleh pihak pengampas sendiri, laku atau tidaknya beras harus tetap dikembalikan kepada pemilik beras. Alasan pemilik beras dengan pengampas melakukan perjanjian karna rasa kemanusiaan yang ingin saling tolong-menolong satu sama lain.

Kata Kunci : Perjanjian, pemilik beras, pengampas.

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perjanjian berkembang pesat saat ini sebagai koneksi logis dari berkembangnya kerjasama antar pelaku bisnis. Banyak kerjasama bisnis yang dilakukan oleh pelaku bisnis dalam bentuk perjanjian tertulis bahkan dalam praktik bisnis telah berkembang pemahaman bahwa kontrak atau perjanjian tertulis adalah dasar bagi para pihak (pelaku bisnis), untuk melakukan penuntutan jika ada salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang dijanjikan dalam perjanjian.1

Islam menjelaskan perjanjian (aqad) secara harfiah yaitu ikatan atau peraturan yang dipergunakan dalam arti janji dan juga segala yang menunjukkan ikatan untuk melakukan atau untuk tidak melakukan sesuatu baik sesuai dengan hukum maupun tidak. Perjanjian dipergunakan untuk mewujudkan hubungan yang sah antara para pihak, perjanjian juga diartikan sebagai kesepakatan dua belah pihak yang mengharuskan masing-masing yang bersepakat untuk melaksanakan sesuatu ketetapan yang telah disepakatinya.

Hukum Islam memiliki ketentuan yang mendasar dalam masalah perikatan dan perjanjian yaitu memberi kebebasan kepada orang-orang yang terlibat melakukan berbagai macam akad (perjanjian) macam-macam akad yang dipilihnya tersebut sesuai dengan keinginan para pelaku perjanjian (akad). Oleh sebab itu, segala macam cara yang menunjukkan adanya ijab dan qabul sudah dapat dianggap sebagai akad (perjanjian). Dalam kaidah syariat Islam suatu akad dapat dilakukan dengan cara apa saja, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan maksud akad-akad tersebut.2

Akad (perjanjian) sangat berpengaruh dan berguna bagi mereka yang mengadakan akad (perjanjian). Karena dengan akad mereka merasa terikat antara yang satu dengan lainya. Akad dalam hukum islam harus memenuhi rukun dan syaratnya. Salah satu bentuk rukun akad adalah ijab dan qabul, maka selanjutnya hukum Islam menganjurkan akad perjanjian itu dilakukan

1 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hlm. 68

2 Ahmad Muhammad Al-Assal, al-Nizam al-Iqtisadi fi al-Islam Mabadi‟uhu Wahdafuhu, Alih bahar abu Ahmadi, (Surabaya:Bina Ilmu, 1980), hlm. 184

(14)

2

dengan tulisan dan saksi dengan tujuan agar hak masing-masing dapat terjamin.3

Firman Allah Al-Baqarah 282

ِب ْىُتَُْياَذَت اَرِا ا َُُْٰٕٓيٰا ٍَْيِزَّنا بَُّٓيَبٰٰٓي ُِ ُْٕبُتْكبَف ىًًَّسُّي ٍمَجَا ىٰٰٓنِا ٍٍْيَذ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya".

Setiap perjanjian wajib dilakukan dengan baik dan jujur serta bersih dari unsur pemalsuan dan pelanggaran. Sehingga praktek muamalah dalam Islam menjadi jalan terang yang jauh dari hal yang cacat setelah dibuatnya suatu perjanjian.

Pelajaran yang dapat diambil dari penjelasan di atas bahwa setiap subyek hukum yang hendak membuat perjanjian tidak cukup hanya dengan kata sepakat tapi juga dianjurkan untuk dibuat secara tertulis. Hal ini sangat penting, karena dalam perjanjian tertulis pula biasanya disebutkan mengenai mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa yang terjadi.4

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah, seperti halnya perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pemilik beras dengan pengampas di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah, pemilik beras akan menjual berasnya melalui jasa pengampas tanpa harus menerima pembayaran dari pengampas terlebih dahulu atau bisa disebut perjanjian yang terjadi antara pemilik beras dengan pengampas, yang didasari dengan rasa ingin saling membantu dan saling memberikan keuntungan satu sama lain, dimana disini pengampas akan memperoleh upah dari harga lebih hasil penjualan beras pemilik beras.5

Seperti yang terjadi dalam praktek, pemilik beras akan memberi pengampas harga beras/kg seharga Rp. 9,000 dan harga yang diperoleh dari setiap karung beras adalah Rp.225,000, dan dari harga tersebut pengampas biasanya akan menjual beras milik pemilik beras mulai dari kisaran harga Rp.

3 Ibid, hlm. 184

4 Syamsul Anwar, Kontrak Dalam Islam. (Yogyakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm.37.

5 Observasi, Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah, 4 s/d 21 February 2021.

(15)

3

230,000 sampai dengan harga Rp. 250,000. Dari selisih harga yang didapat oleh pengampas dengan harga yang diberikan oleh pemilik beras itulah, pengampas akan memperoleh keuntungan mulai dari Rp.5000-Rp.20,000 setiap karungnya, tanpa harus membagi hasil dengan pemilik beras, karena keuntungan yang diperoleh tersebut secara tidak langsung adalah upah pengampas dari pemilik beras tersebut.6

Dalam sekali jalan, pengampas bisa membawa 40-60 karung beras pengepul, dengan cacatan bila beras tidak laku tejual pada hari itu, maka pengampas tetap harus mengembalikan beras pemilik beras tersebut. 7Tapi dalam praktek banyak dari pengampas yang tidak menjalankan seperti apa yang telah disepakati saat melansungkan perjanjian awal yang dari kedua belah pihak telah sama-sama menyanggupi, ada beberapa dari pengampas yang tidak langsung mengembalikan beras meski telah dijelaskan oleh pemilik beras bahwa apabila beras pemilik beras tidak laku pada hari itu harus tetap dikembalikan. Selain itu beberapa dari mereka juga tidak melakukan penyetoran penuh meski beras pemilik beras laku terjual semua dengan alasan bahwa pengampas tersebut menghutangkan beras pemilik beras, tanpa adanya persetujuan dari pemilik beras dan tanpa adanya kejelasan kapan akan dilakukan pelunasan pembayaran beras oleh pihak pengampas. Hal inilah yang menyebabkan pemilik beras tidak bisa memutar modalnya dan terancam merugi. Di sisi lain pihak pemilik beras sering mengeluh karena wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pengampas.

Oleh sebab itu berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Fiqih Muamalah Terhadap Perjanjian Antara Pemilik Beras Dengan Pengampas Studi di Desa .Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah ”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana praktek perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah.?

2. Bagaimana analisis fiqih muamalah terhadap perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah.?

6Hery,(Pengampas), wawancara. Desa Semoyang. 26 April 2021.Jam 10:56.

7 Jumrah, (Pemilik Beras), wawancara. Desa Semoyang. 20 April 2021. Jam 14:10.

(16)

4 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui praktik perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah.

b. Untuk mendeskripsikan analisis fiqih muamalah terhadap perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan wawasan untuk mengembangkan pengetahuan khususnya bagi para mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah.

2) Penelitian ini diaharapkan bisa memberikan sumbangan pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan khususnya bagi masyarakat Desa Semoyang dalam membuat suatu perjanjian.

b. Manfaat Praktis 1) Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan terhadap masyarakat tentang bagaimana cara melakukan transaksi yang sesuai dengan prinsip muamalah yang baik dan benar.

2) Bagi Pengampas

Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pengampas tentang cara kerja seorang mitra yang sesuai dengan prinsip Islam.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

Sesuai dengan tujuan dan manfaat di atas, maka ruang lingkup dan setting penelitian ini adalah:

1. Ruang Lingkup

Untuk efektifnya penelitian yang dilakukan, peneliti membatasi ruang lingkup yang diteliti yaitu fokus pada bagaimana praktik perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah serta analisis fiqih muamalah.

2. Setting Penelitian

Setting penelitian ini dilakukan di salah satu pemilik beras di Desa Semoyang, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah.

(17)

5

Adapun alasan peneliti memilih meneliti di Desa Semoyang, Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah, sebagai lokasi penelitian, karena disana terdapat banyak masalah terkait penelitian yang dilakukan peneliti.

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka adalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk menjelaskan posisi penelitian yang dilaksanakan di antara hasil-hasil penelitian atau buku-buku terdahulu yang bertopik senada. Telaah pustaka bukan merupakan sebuah koreksi terhadap pustaka yang ada, melainkan untuk melihat ada atau tidak adanya kesamaan baik dari segi isi, metode, maupun pokok permasalahan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini layak atau tidak dilakukan.8

Namun yang diteliti dari peneliti sebelumnya berbeda dengan isi atau konsep permasalahan dari penulis sekarang. Oleh karena itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka penulis mempertegas perbedaan antara masing-masing fokus masalah yang dibahas pada skripsi- skripsi sebelumnya dengan fokus masalah yang diteliti.

1. Sri Ayu Lestari, judul skripsi “ Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Perjanjian Antara Petani Dan Pedagang Studi Kasus Di Desa Kangga Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima “.

Perjanjian al-qardh antara petani dan pedagang, dalam hal ini sudah terjadi kesepakatan yang mewajibkan menjual kembali hasil panen kepada muqridh (pemberi pinjaman) dengan harga dibawah harga pasar.

Ketentuan harga Rp. 17.000/kg yng diberikan oleh muqridh kepada muqtaridh yang sebenarnya harga pasar ialah Rp. 20.000/kg dan tidak diperbolehkan menjual kepada orang lain, selain kepada muqridh (pemberi pinjaman). Keuntungan yang didapatkan oleh pihak muqridh (pemberi pinjaman) diambil Rp.3.000/kg kacang, sehingga perjanjian yang seperti ini tidak sah secara hukum, karna keadaan kecacatan hukum sesuai yang diterapkan dalam syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang salah satunya berbunyi “ sepakat mereka yang mengikatkan diri “, artinya ialah adanya kesepakatan para pihak tanpa adanya keterpaksaan, adanya penipuan tanpa kekeliruan, dan

8 Muhammad, Metodelogi Penelitian Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 74.

(18)

6

adanya penyalahgunaan keadaan. Sedingga dalam hal ini sudah jelas habwa perjanjian yang diterapakn tidak sah secara hukum.

Apabila ditinjau dari fiqh muamalah, yang berkaitan dengan perjanjian al-qardh di Desa Kangga bahwa telah terjadi kezoliman, karena apablia dilihat dari fiqh muamalah sendiri adalah adanya kebebasan dalam memperjualbelikan hak milik tanpa terkait oleh perjanjian apapun. Terkait dengan harga yang seharusnya dalam hal ini memperjualbelikan sesuai dengan harga pasar, kemudian bertransaksi sesuai ketentuan Islam merupakan syarat sah dalam bedagang, sehingga sudah jelas bahwa perjanjian yang diterapkan tersebut terdapat ketidak adilan dan telah menzolimi pihak muqtaridh (peminjam).9

Letak persamaan penelitian yang dilakukan oleh Saudari Sri Ayu Lestari dengan peneliti adalah sama-sama mengambil topik akad atau perjanjian dan sama-sama menggunakan tinjauan fiqh muamalah dengan jenis penelitian kualitatif dan teknik pengumpulan datanya sama-sama menggunakan tiga teknik yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Sedangkan letak perbedaan penelitian yang dilakukan saudari Sri Ayu Lestari fokus kepada akad perjanjian al-qardh antara petani dan pedagang, sedangkan peneliti fokus pada akad perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas.

2. Khairunnisa Lutfiasari, judul skripsi “ Perjanjian Antara Pengusaha Batik Dengan Pemasok Bahan Baku Di Kota Pekalongan”.

Praktek perjanjian antara pengusaha batik dengan pemasok bahan baku di kota pekalongan dilakukan dengan cara lisan atau tidak secara tertulis, atau bisa dikatakan bahwa perjanjian yang dilakukan oleh pengusaha batik dengan pemasok bahan baku tersebut didasari oleh rasa kepercayaan antara para pihak saja. Perjanjian tersebut juga merupakan perjanjian obligator yang artinya sejak adanya perjanjian, maka timbulah hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Sedangkan seringkali bantuk prestasinya yaitu memberikan sesuatu dan perjanjian kedua pihak ini termasuk dalam perjanjian konsensuil, yaitu perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Pada perjanjian ini asas itikad baik para pihak sangat dibutuhkan. Selain itu, apabila terjadi wanprestasi oleh

9 Lihat Skripsi : Sri Ayu Lestari “ Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Perjanjian Al- Qardh Antara Petani Dengan Pedagang Studi kasus Di Desa Kangga Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima” Fakultas Syariah, Universiats Islam Negeri Mataram.

(19)

7

salah satu pihak maka cara penyelesaiannya sendiri tanpa bantuan pihak ketiga dan yang pastinya menguntungkan kedua belah pihak.10

Letak persamaan penelitian yang dilakukan oleh saudari Khairunnisa Lutfiasari dengan peneliti adalah sama-sama mengambil topik akad perjanjian dengan jenis penelitian kualitatif dan teknik pengumpulan datanya sama-sama menggunakan tiga teknik yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Sedangkan letak perbedaan penelitian yang dilakukan saudari Khairunnisa Lutfiasari fokus kepada perjanjian antara pengusaha batik dengan pemasok bahan baku sedangkan peneliti fokus pada akad perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas.

3. Tiyas Widyaningsih, judul skripsi “Pelaksanaan Perjanjian Tanah Pertanian Antara Pemilik Tanah Dengan Penggarap Tanah di Desa Kebonagung Kecamatan Siduarjo Kabupaten Wonogiri”.11

Bentuk perjanjian yang dilakukan di Desa Kebonagung Kecamatan Siduarjo Kabupaten Wonogiri, dalam pelaksanaannya dilakukan secara tidak tertulis atau dilakukan tidak dalam bentuk tulisan.

Bentuk perjanjian yang dilakukan antara pemilik tanah dengan penngarap dilakukan atas dasar rasa saling percaya dan atas kesepakatan bersama.Hak dan kewajiban bagi pemilik dan penggarap tanah yaitu, mendapatkan hasil yang sesuai dengan kesepakatan bersama bagi penggarap ia berhak untuk mengelola tanah. Apabila terjadi gagal panen maka kerugian ditanggung oleh kedua belah piha, yaitu pemilik tanah dan penggarap. Jangka waktu perjanjian di Desa Kebonagung, Kecamatan Siduarjo, Kabupaten Wonogiri tidak ada batasan dalam jangka waktu perjanjiannya, apabila masih ada kesepaktan maka dalam pelaksanaan perjanjian itu masih dapat dilaksanakan. Perjanjian yang dilakukan oleh pemilik tanah dengan penggarap ini lebih didasarkan pada adat kebiasaan setempat yang telah berlangsung lama, yang dimana perjanjian tersebut dilaksanakan atas dasar

10 Lihat Skripsi: Khairunnisa Lutfiasari. Dengan judul “Perjanjian Antara Pengusaha Batik Dengan Pemasok Bahan Baku Di Kota Pekalongan “ Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

11 Lihat Skripsi: Tyas Widyaningsih “ Pelaksanaan Perjanjian Tanah Pertanian Antara Pemilik Tanah Dengan Penggarap Tanah di Desa Kebonagung Kecamatan Siduarjo Kabupaten Wonogiri “ Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

(20)

8

rasa saling percaya antara pemilik dan penggarap tanh, selain itu karna faktor kekeluargaan dan rasa tolong-menolong juga menjadi faktor terjadinya pelaksanaan perjanjian tersebut.

Letak persamaan penelitian yang dilakukan saudari Tyas Widyaningsih dengan peneliti adalah sama-sama menggunakan topik perjanjian dengan jenis penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya sama-sama menggunakan tiga teknik yaitu observasi, wawancara, dan dokumtasi. Sedangkan letak perbedaan penelitian yang dilakukan saudari Tyas Widyaningsih fokus pada pelaksanaan perjanjian tanah pertanian antara pemilik tanah dengan penggarap, sedangkan peneliti fokus pada akad perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas.

F. Kerangka Teoritik

1. Teori Perjanjian Menurut Hukum Islam

Perjanjian merupakan suatu perikatan antara dua orang atau lebih yang dilakukan dengan ucapan (shigat) ijab dan qabul berlandaskan ketetapan syara‟ yang dapat berdampak pada objek akad tersebut. Oleh sebab itu suatu transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak tersebut tidak boleh menyimpang dengan ketentuan syari‟at, tidak boleh ada persetujuan untuk menipu orang lain, dan tidak boleh melakukan transaksi barang-barang yang diharamkan.12

Melakukan suatu transaksi atau bermuamalah tentu saja dalam hal ini kita membutuhkan suatu akad (perjanjian) agar tidak ada pihak yang dirugikan. Dalam realitas kehidupan terdapat berbagai bentuk transaksi yang dijalankan dengan berbagai macam prosedur.

Oleh karenannya, untuk dalam melakukan suatu akad tentu saja kita akan melakukan kesepakatan sebagai peraturan yang wajib dipatuhi oleh kedua belah pihak yang berakad..13

Akad secara etimologi, kata akad berasal dari kata - ُذِمْعَي- َذَمَع اًذْمَع yang berarti membangun atau mendirikan, memegang, perjanjian, percampuran, menyatukan. Bisa juga diartikan kontrak (perjanjian yang tercatat).14 Menurut Sayyid al-Sabiq, akad berarti ikatan atau kesepakatan (al-ittifaq). Dikatakan ikatan karena memiliki maksud

12 Muhammad Harfin Zuhdi, Muqaranah Fiqh Mu‟amalah (Mataram: Sanabil ,2018), hlm.

37 13

Ibid, hlm 38

14 Hendi Suhendi,Fiqih muamalah(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007),hlm. 46

(21)

9

menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali yang satu. Menurut Wahbah al-Zuhaily akad adalah sebagai berikut:

“Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi.”

Sementara secara terminology, akad dalam perspektif fuqaha dilihat dari dua aspek, yaitu:15

a. Pengertian Umum

Pengertian akad dalam arti umum hampir sama dengan pengertian akad secara bahasa. Hal ini dikemukakan oleh ulama Syafi‟iyah, Malikiyah dan Hanabilah, yaitu: Segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan kinginan dua orang seperti jual-beli, perwakilan, dan gadai.

b. Pengertian Khusus

Pengertian akad dalam arti khusus seperti yang dikemukakan oleh al-Kamal Ibnu al-Humam, yaitu: Perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan yang berdampak pada objeknya. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat dipahami bahwa akad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih berdasarkan keridhaan masing-masing pihak yang melakukan akad dan memiliki akibat hukum baru bagi mereka yang berakad. Dengan demikian, persoalan akad adalah terpenuhinya hak dan kewajiban setiap pihak tanpa adanya pihak yang terlanggar haknya.16Oleh sebab itu, maka penting untuk membuat batasan- batasan yang dapat menjamin tidak terjadinya pelanggaran hak antar para pihak yang sedang melakukan akad tersebut.

15 Ibid.

16 Ibid, hlm. 39

(22)

10 2. Landasan Hukum Perjanjian

Landasan hukum perjanjian bersumber dari al-quran, hadis, dan ijma, Kata al-„aqdu sebagaimana terdapat dalam surat al-Maidah ayat 1:

بَي َّلَِإ ِوبَعََْ ْلْا ُتًَيَِٓب ْىُكَن ْتَّه ِحُأ ۚ ِدُٕمُعْنبِب إُف َْٔأ إَُُيآ ٍَيِزَّنا بَُّٓيَأ بَي ُذي ِشُي بَي ُىُكْحَي َ َّاللَّ ٌَِّإ ٌو ُشُح ْىُتََْأ َٔ ِذْيَّصنا يِّه ِحُي َشْيَغ ْىُكْيَهَع ٰىَهْتُي

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu,dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah:57).”17

Dasar kedua adalah firman Allah dalam al-Qur‟an Surat an- Nisa‟ ayat 29:

ٌَُٕكَت ٌَْأ َّلَِإ ِم ِغبَبْنبِب ْىُكَُْيَب ْىُكَنا َْٕيَأ إُهُكْؤَت َلَ إَُُيآ ٍَيِزَّنا بَُّٓيَأ بَي بًًي ِح َس ْىُكِب ٌَبَك َ َّاللَّ ٌَِّإ ۚ ْىُكَسُفََْأ إُهُتْمَت َلَ َٔ ۚ ْىُكُِْي ٍضا َشَت ٍَْع ًة َسبَجِت

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sungguh Allah Maha penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa (4): 29).18

Sedangkan landasan akad dalam kaidah fiqh yang berbunyi :

بَعَتًُْنا ىَظ ِسِذْمَعْنا ىِف ُمْصَ ْلََا ٍِْيَذِل

ِذُلبَعَّتنبِب ُِبَي َزِتْنِإبَي ُُّتَجْيِتََ َٔ

“Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasinya adalah berlaku sahnya yang diakadkan”.19

17 QS. al-Maidah [5]:1

18 QS. an-Nisa [4]:29

19 Iwan Permana, “Penerapan Kaidah-Kaidah Fiqih dalam Transaksi Ekonomi Lembaga Keuangan Syari‟ah”.dalam https://ejournal.unisba.ac.id , diakses tanggal 4 Maret 2022, pukul 11.31.

(23)

11 3. Rukun dan Syarat Perjanjian

Rukun perjanjian ialah unsur-unsur yang membentuk terjadinya akad, tidak adanya rukun menjadikan tidak adanya akad. Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad terdiri dari:

a. Al-‟aqidain ( pihak-pihak yang berakad ) b. Ma‟qud‟alaih ( objek akad )

c. Sighat al-„aqd ( pernyataan untuk mengikatkan diri ) d. Tujuan akad.

Berdasarkan sebagian rukun di atas, agar akad dapat terbentuk dan mengikat antara para pihak, maka diperlukan beberapa syarat akad. Oleh sebab itu rukun dan syarat akad tersebut akan diuraikan sebagai berikut:20

1) Al-„aqidain (orang yang melakukan transaksi)

Terkait dengan ini, ulama fiqh memberikan syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh para pihak yang berakad, yaitu ia harus memiliki ahliyah dan wilayah.Ahliyah memiliki pengertian bahwa keduanya memiliki kecakapan dan kepatutan untuk melakukan transaksi, seperti baligh dan berakal. .21

2) Al-ma‟qud‟alaih ( obyek akad).

Al-ma‟qud‟alaih (obyek akad), objek yang dimaksud ialah telah memiliki persyaratan yang sempurna seperti yang telah ditegaskan oleh Mustafa Muhammad Zarqa, yaitu :

Pertama, objek akad telah ada pada waktu akad diadakan, objek akad disyaratkan telah ada pada saat akad dilangsungkan serta sesuatu yang belum berwujud tidak boleh dijadikan objek akad.

Kedua, bisa menerima hukum akad atau dibenarkan oleh syariah, objek akad dari perikatan ialah barang atau jasa yang telah dibenarkan oleh syariah untuk ditransaksikan. Ketiga, dapat ditentukan dan diketahui, objek akad harus diketahui oleh para pihak yang berakad.

Keempat, Bisa diserahkan pada saat akad terjadi, objek akad akad harus bisa diserahterimakan secara nyata atau langsung untuk objek akad yang berupa benda dan dapat dirasakan manfaatnya untuk objek

20 Muhammad Harfin Zuhdi, Muqaranah Fiqh Mu‟amalah (Mataram: Sanabil , 2018),hlm..43-44.

21 Ibid., hlm..44-46.

(24)

12

akad yang berupa jasa, serta objek tersebut benar-benar di bawah kekuasaan yang sah dari pihak yang berakad.22

3) Sighat al-„aqd (pernyataan untuk mengikatkan diri)

Sighat ak-„aqd adalah ungkapan yang memperlihatkan kerelaan atau kesepakatan antara para pihak yang melangsungkan akad atau perjanjian. Dalam hal ini, adanya kesesuaian ijab dan Kabul serta dilakukan dalam satu majelis akad. Satu majelis di sini diartikan sebagai suatu keadaan yang mengharuskan para pihak untuk melakukan kesepakatan, atau pertemuan pembicaraan dalam satu obyek bisnis.23Dalam hal ini disyaratkan adanya kesepakatan antara kedua pihak, serta tidak memperlihatkan adanya penolakan atau pembatalan dari keduanya.

4) Tujuan Akad

Tujuan akad adalah pilar terbangunnya suatu akad ,sehingga dengan adanya akad yang dijalankan maka tujuan tersebut tercapai. Oleh sebab itu, tujuan adalah hal penting sebab itu akan berpengaruh pada implikasi tertentu.24 Tujuan akad memiliki implikasi yang berbeda sesuai dengan esensi akadnya. Untuk akad jual beli, tujuan akadnya ialah perpindahan hak milik, atas barang kepada pembeli dengan adanya penyerahan harga jual. Dalam akad ijarah (sewa-menyewa), yang bertujuan untuk memindahkan kepemilikan nilai manfaat barang dengan adanya upah sewa.

4. Asas Perjanjian Dalam Hukum Islam

Sebagaimana diketahui bahwa akad merupakan bagian dari fiqh mu‟amalah. Jika fiqh mu‟amalah mengatur hubungan manusia dengan sesamanya secara umum, maka transaksi mengatur hubungan manusia dengan sesama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan ekonominya.

Dalam perspektif fiqh mu‟amalah, maka akad yang dilakukan oleh para pihak memiliki asas-asas tertentu, asas-asas tersebut merupakan prinsip yang menjadi landasan dalam suatu akad bagi para pihak yang berkepentingan.25

22 Zaenudin Mansyur, “Dominasi Subjek Akad Dalam Istinbat Hukum Transaksi Muamalah”, Istinbat, Vol. 14, Nomor 2, Desember 2015, hlm.212-213.

23 Muhammad Harfin Zuhdi, Muqaranah...,hlm. 49.

24 Ibid., hlm. 51.

25 Ibid., hlm. 56.

(25)

13

Adapun asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:

a. Asas Ibadah

Asas ibadah adalah asas umum dalam hukum Islam. Kaidah ini memberikan ruang dan peluang yang seluas-luasnya dalam fiqh mu‟amalah untuk menciptakan berbagai kreatifitas akad baru selama tidak bertentangan dengan larangan universal dalam hukum Islam.26

b. Asas Kebebasan

Asas ini meniscayakan setiap orang yang memenuhi syarat tertentu, memiliki kebebasan untuk melakukan akad, sepanjang tidak melanggar ketertiban umum. Asas kebebasan dalam Islam bukan berarti bebas secara mutlak, akan tetapi bebas dengan suatu persyaratan tertentu.

Asas ini didasarkan pada firman Allah dalam Surat an-Nisa‟ ayat 29, dalam ayat tersebut terdapat dua pesan yang perlu diperhatikan, pertama, hendaklah perdagangan dilakukan atas dasar sukarela, dan yang kedua, hendaklah keuntungan satu pihak tidak berdiri di atas kerugian orang lain.27

c. Asas Konsensualisme

Asas ini menjelaskan bahwa, agar tercapainya suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara kedua pihak tanpa perlu terpenuhinya aspek formalitas tertentu. Artinya, bahwa asas ini lebih mengutamakan substansi daripada format, sehingga kerelaan kedua belah pihak yang berakad sebagai substansi dan ijab qabul sebagai format yang memanifestasikan kerelaan dalam melakukan akad.28

d. Asas Keseimbangan

Hukum perjanjian Islam memandang bahwa asas keseimbangan sangat diperlukan dan dengan asas keseimbangan tentu saja kedua belah pihak yang berakad, akan merasa seimbang baik antara apa yang diberikannya dan apa yang diterima ataupun keseimbangan dalam menanggung suatu resiko.29 Dalam hal ini asas keseimbangan dapat diartikan bahwa, seseorang yang melakukan transaksi harus menghindari adanya unsur riba dan merugikan salah satu pihak.

26 Ibid.

27 Ibid.

28 Ibid.

29Ibid. hlm. 58.

(26)

14 e. Asas Kemaslahatan

Asas Kemaslahatan dapat di artikan bahwa akad yang dibuat oleh kedaua belah pihak atau lebih. Asas ini dimaksudkan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi kedua belah pihak yang sedang melakukan perjanjian.

Maslahat di sini berarti setaip hal yang baik dan bermanfaat.30

Dengan demikian, asas ini dapat dijadikan alasan untuk melarang setiap transaksi yang mendatangkan mudharat, baik kepada kedua belah pihak yang bertransaksi atau kepada orang lain, masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.

f. Asas Amanah

Asas amanah dapat diartiakn bahwa kedua belah pihak yang melakukan akad haruslah beritikad baik dalam melakukan akad transaksi dan tidak dibenarkan mengambil keuntungan dari ketidaktahuan mitranya.31 Dalam hukum perjanjian Islam dikatakan perjanjian amanah karena salah satu pihak hanya bergantung informasi jujur dari pihak lain untuk mengambil suatu keputusan dalam melakukan akad (perjanjian).

g. Asas Keadilan

Keadilan adalah suatu sendi yang hendak diwujudkan oleh para pihak yang melakukan akad. Dalam dunia modern kadang-kadang ditemukan sebuah keterpaksaan salah satu pihak dalam melakukan perjanjian oleh pihak lain, oleh sebab itu dibakukan asas keadilan dalam klausul akad tanpa bisa dinegosiasi. Keterpaksaan tersebut bisa didorong oleh kebutuhan ekonomi atau yang lainnya. Maka dari asas ini orang- orang yang melakukan perjanjian haruslah dengan dasar kerelaan yaitu sama-sama rela dalam melakukan akad32

5. Berakhirnya Suatu Akad

Fuqaha menyatakan bahwa akad berakhir apabila terjadi hal-hal seperti berikut:

a. Berakhir masa berlaku akad itu, jika dalam akad tersebut memiliki tenggang waktu yang telah ditentukan.

b. Pihak-pihak yang berakad membatalkan akad tesebut.

30 Ibid.

31 Sabiq Dalam Bukunya Lukman Al-Hakim & Muslihun Muslim, Mukaranah Fi- Muamalah, hlm. 142.

32 Ibid.

(27)

15

c. Akad dapat berakhir apabila: Akad itu fasid, berlaku khiyar syarat, akad itu tidak dilaksanakan oleh satu pihak, dan telah tercapai tujuan akad itu secara sempurna

d. Wafatnya salah satu pihak yang berakad.33 6. Macam-Macam Akad

a. Murabahah

Murabahah Ialah akad jual beli barang tertentu, dimana dalam transaksi jual beli tersebut penjual memaparkan dengan jelas barang yang akan diperjualbelikan, termasuk harga pembelian serta keuntungan yang diambil.34 Murabahah juga dapat diartikan sebagai jual beli barang pada harga asal, dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara kedua pihak.

b. Salam

Salam ialah akad jual beli dimana, barang yang diperjualbelikan belum ada, oleh sebab itu barang akan diserahkan secara tangguh.

Sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli dan nasabah sebagai penjual, sekilas akad ini mirip dengan jual beli ijon namun dalam akad salam kuantitas, kualitas, harga serta waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.35

c. Istishna

Istishna Ialah kontrak jual beli dimana harga atas barang tersebut dibayar terlebih dahulu, namun dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati kedua pihak.36 Sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian.

d. Mudharabah

Mudharabah ialah akad yang dilakukan antara dua belah pihak, dimana salah satu pihak menyerahkan modal kepada pihak yang lain, agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.37

33 Rahmat Syafe‟I, Fiqih Mu‟amalah, hlm. 130.

34 Isnawati, Rais Hasanudin, Fiqih Muamalah Dan Aplikasinya Pada Lembaga Keuagan Syariah ( Jakarta: Lembaga UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hlm. 89.

35 Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah kontemporer (Sumatra Utara: Febi UIN-Su Press, 2018), hlm. 90.

36 Isnawati, Rais Hasanudin, Fiqih Muamalah Dan…,hlm.89.

37 Ibid., hlm. 117

(28)

16 e. Musyarakah

Musyarakah ialah akad kerjasama antara dua orang atau lebih, untuk melakukan usaha tertentu.38Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan, bahwa keuntungan atau resiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

f. Wadiah

Wadiah menurut istilah, wadiah dapat diartikan dengan memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya, dengan cara terang-terangan atau dengan isyarat yang menunjukkan hal itu. Sedangkan menurut peraturan Bank Indonesia, wadiah diartikan sebagai penitipan dana atau barang pada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima titipan, untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.39

g. Wakalah

Wakalah merupakan pelimpahan kekuasaan oleh seseorang yang disebut sebagai pihak pertama, kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam melakukan sesuatu berdasarkan kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama.40 Namun apabila kuasa itu sudah dilaksanakan sesuai denga yang disyaratkan atau ditentukan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas perintah itu, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak pemberi kuasa atau pihak pertama.

h. Ijarah

Ijarah menurut Ulama Hanabilah ijarah ialah akad atas suatu manfaat yang mubah, dalam waktu tertentu dari bentuk, sifat tanggungan dan dengan pengganti tertentu.41Sedangkan dalam peraturan Bank Indonesia, ijarah diartikan sebagai transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan upah-mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.

38 Hariman Surya Siregar, Koko Khoerudin, Fiqih Muamalah Teori Dan Implementasi (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 221.

39 Isnawati Rais, Hasanudin, Fiqih Muamalah Dan Aplikasinya

PadaLembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Lembaga UIN Syarif Hidatullah, 2011), hlm.

187.

40 Hariman Surya Siregar, Koko Khoerudin, Fiqih Muamalah Teori…,hlm.244.

41 Isnawati Rais, Hasanudin, Fiqih Muamalah Dan Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Lembaga UIN Syarif Hidatullah, 2011), h.156.

(29)

17 i. Kafalah

Kafalah ialah jaminan, beban, atau tanggungan yang diberikan oleh penanggung (kafil) pada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua yang ditanggung (makful), kafalah juga berarti mengalihkam tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin atas jasanya, penjamin dapat meminta imbalan tertentu dari orang yang dijamin.42

j. Hiwalah

Hiwalah adalah pengalihan utang, baik berupa hak untuk mengalihkan pembayaran atau kewajiban, untuk mendapatkan pembayaran utang, dari orang yang memiliki utang dan piutang dengan rasa percaya dan atas kesekapatan bersama.43

k. Rahn

Syekh al-Bassam mendefinisikan, rahn dengan jaminan hutang dengan barang yang memungkinkan pelunasan hutang dengan barang tersebut, atau dari nilai barang tersebut apabila orang yang berhutang tidak mampu melunasinya.44

l. Qardh

Secara terminology, golongan Hanafiyah mendefinisikan qardh sebagai harta yang memiliki kesepadanan, yang anda berikan untuk anda tagih kembali, atau bisa disebut suatu transaksi yang ditujukan untuk, memberikan harta yang memiliki kesepadanan pada orang lain untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu.45

7. Konsep Umum Tentang Sewa Menyewa Dalam Islam a. Pengertian Sewa

Secara etimologi al-ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti al-„Iwadh/penggantian, dari sebab itulah ats-Tsawabu dalam konteks pahala dinamai juga al-Ajru/upah.46

Adapun secara terminology, para ulama fiqh berbeda pendapatnya, antara lain:

42 Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah kontemporer (Sumatra Utara: Febi UIN-Su Press, 2018), hlm. 201.

43 Ibid. hlm.175

44 Isnawati Rais, Hasanudin, Fiqih Muamalah Dan Aplikasinya PadaLembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Lembaga UIN Syarif Hidatullah, 2011), hlm. 215.

45 Ibid., hlm. 149

46 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Muamalah,(Jakarta:Kencana,2010),hlm.277

(30)

18

1) Menurut Sayyib Sabiq, al-ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi untuk mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.

2) Menurut Ulama Syafi‟iyah, al-ijarah adalah suatujenis akad atau transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, yang bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan cara memberi imbalab tertentu.

3) Menurut amir Syarifuddin, al-ijarah secara sederhana dapat diartikan dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu.

Al-ijarah dalam bentuk sewa-menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum asalnya menurut Jumhur Ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakam sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara‟ berdasarkan ayat al-qur‟an, Al-Sunah, dan ketetapan Ijma Ulama.47

Adapun dasar hukum tentang kebolehan al-ijarah sebagai berikut:

ٍُّْ َسُٕجُأ ٍَُُّْٕتآَف ْىُكَن ٍَْعَظ ْسَأ ٌِْإَف ََ

48

Artinya: ”Jika mereka telah menyusukan (anak-anakmu) untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya”.

Tujuan disyariatkannya al-ijarah itu adalah untuk membneri keringanan kepada umat dalam pergaulan hidup. Banyak orang yang mempunyai uang, tetapi tidak dapat bekerja. Dipihak lain banyak orang yang mempunyai tenaga atau keahlian yang membutuhkan uang, dengan adanya al-ijarah keduanya saling memdapatkan keuntungan dan kedua belah pihak saling mendapatkan manfaat.49 b. Macam-Macam Sewa

Dilihat dari segi obyeknya para Ulama Fiqih membagi akad ijarah menjadi dua macam, yaitu:

1) Ijarah‟ala al-manafi

Yaitu ijarah yang objeknya adalah manfaat, seperti menyewakan rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju

47 Ibid.hlm.277

48 Qs.Thalaq (65):6

49 Sahrani Sohari, Fikih Muamalah,(Bogor:Ghalia Indonesia,2011).hlm.169

(31)

19

untuk dipakai dan lain-lain, dalam akad ijarah tidak dibolekan menjadi objeknya sebagai tempat yang dimanfaatkan untuk kegiatan yang dilarang oleh syara‟. Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan akad ijarah ini dinyatakan ada. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah,akad ijarah dapat ditetapkan sesuai dengan perkembangan manfaat yang dipakai. Konsekuensi dari pendapat ini adalah bahwa sewa tidak dapat dimiliki oleh pemilik barang ketika akad ini berlangsung, melainkan harus dilihat dahulu perkembangan penggunaan manfaat tersebut. Sementara itu ulama safi‟iyah dan hanabilah berpendapat bahwa ijarah ini sudah tetap dengan sendirinya sejak akad ijarah terjadi.50

2) Ijarah „ala al-„amaal ijarah

Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti ini menurut ulama fiqh hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, buruh pabrik dan lain- lain. Ijarah atas pekerjaan ini dibagi menjadi dua macam yautu, ada yang bersifat pribadi (ijarah khas), da nada yang bersifat serikat (ijarah musytarak).

a) Ijarah Khas

Ijarah khas adalah ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukum orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberinya upah. Contohnya pembantu rumah tangga.

b) Ijarah Musytarak

Ijarah musytarak adalah seorang atau kelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak, seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan tukang jahit.51

c. Rukun dan Syarat Ijarah (Sewa-Menyewa)

Pada dasarnya akad ijarah harus memiliki rukun dam syarat.

Rukun adalah sesuatu yang harus terpenuhi dalam sebuah transaksi, sedangkan syarat adalah sesuatu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan rukun tersebut. Rukun dan syarat harus terpenuhi sehingga

50 Ibid,hlm.278

51 Qomarul Huda,Fikih Muamalah,(Yogyakarta:Teres,2011).hlm.86

(32)

20

ijarah tersebut dapat dikatakan sah menurut syara‟. Dalam kompilasi Hukum Ekonomi syariah rukun ijarah disebutkan dalam pasal 195,diantaranya terdapat mu‟jir (pihak yang menyewa) dan muajir (pihak yang menyewakan).

1) Rukun sewa (ijarah) adalah sebagai berikut:

a) Mu„jir dan musta‟jir yaitu orang yang melakukan akad sewa- menyewa atau upah-mengupah, mujir adalah yang memberikan upah dan yang menyewakan, mustajir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu, disyaratkan pada mu‟jir dan mustajir adalah balighm berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta) dan saling meridhai.

b) Shigat ijab qabul antara mu‟jir dan munt‟ajir, ijab qabul sewa- menyewa dan upah-mengupah,ijab qabul sewa-menyewa misalnya,”

aku sewakan mobil ini padamu setiap hari Rp.5.000, maka musta‟jir menjawab “aku menerima sewa mobil tersebut dengan harga demikian setiap hari”. Ijab dan qabul upah-mengupah misalnya , seseorang berkata “kuserahkan kebun ini kepadamu untuk dicangkuli dengan upah setiap hari Rp.5.000”, kemudian must‟ajir menjawab

“aku akan kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau ucapkan”.

c) Ujrah disyariatkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah.

d. Syarat Ijarah adalah sebagai berikut:

1) Yang terkait dengan dua orang yang berakad. Menurut ulama syafi‟iyah dan hanabilah disyariatkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal seperti anak kecil dan oranf gila ijarahnya tidak sah. Akan tetapi ulama hanafiyah dan malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia balig. Oleh karenannya, anak yang baru mumayiz boleh melakukan akad al-ijarahnya hanya pengesahannya perlu persetujuan walinya.

2) Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya melakukan akad al-ijarah,apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad ini,maka akad al-ijarah tersebut tidak sah.

3) Manfaat yang menjadi objek al-ijarah harus diketahui, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang menjadi

(33)

21

objek akad tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat dan penjelasan berapa lama manfaat itu ditangan penyewa.

4) Objek al-ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, para ulama fiqh sepakat, bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Misalnya seseorang menyewakan rumah, maka rumah itu dapat langsung diambil kuncinya dan dapat langsung boleh dimanfaatkan.

5) Objek al-ijarah itu sesuatu yang dibolehkan oleh syara‟ oleh sebab itu, para ulama fiqh sepakat mengatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk menyantet orang lain, demikian juga tidak boleh menyewakan rumah untuk dijadikan tempat-tempat maksiat.

6) Onjek al-ijarah itu merupakan sesuatu yang bisa disewakan seperti, rumah, kendaraan dan alat-alat perkantoran. Oleh sebab itu tidak boleh dilakukan akad sewa-menyewa terhadap sebatang pohon yang akan dimanfaatkan penyewanya sebagai sarana penjemur pakaian. Karena pada dasarnya akad untuk sebatang pohon bukan dimaksudkan seperti itu.

7) Upah atau sewa-menyewa dalam al-ijarah harus jelas , tertentu, dan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.52

e. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah (sewa-menyewa)

Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh.

Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut:

1) Terjadinya cacat pada barang sewaan yang kejadian itu terjadi pada tangan penyewa.

2) Usaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya.

3) Rusaknya barang yang diupahkan (ma‟jur „alaih) seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan.

4) Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.

52 Ibid., hlm. 279-280

(34)

22 8. Konsep Umum Tentang Wanprestasi

a. Pengertian wanprestasi

Berdasarkan Kamus Hukum, wanprestasi merupakan kelalaian, cidera janji, dan tidak memenuhi tanggungannya dalam perjanjian.53 Dengan demikian, wanprestasi ialah suatu kondisi di mana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi atau melakukan seperti yang sudah ditentukan dalam suatu perjanjian. Penyebab timbulnya wanprestasi yaitu:

1) Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.

2) Adanya keadaan memaksa (overmacht).54 b. Macam-macam wanprestasi

Menurut R.Subekti, ia memaparkan ada 4 (empat) macam wanprestasi atau kelalaian seorang debitur yaitu:55

1) Tidak menjalankan apa yang telah disanggupinya untuk dilakukan.

2) Menjalankan yang telah dijanjikannya, namun tidak seperti yang diperjanjikan.

3) Menjalankan yang diperjanjikan, namun terlambat atau tidak tepat waktu.

4) Melaksanakan sesuatu yang berdasarkan perjanjian tidak dibolehkan untuk dilakukannya.

c. Mulai terjadinya wanprestasi

Lazimnya, suatu wanprestasi atau kelalaian baru bisa terjadi jika debitur dikatakan sudah lalai untuk pemenuhan prestasinya, atau wanprestasi ada kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia sudah melakukan wanprestasi itu di luar kesalahan atau atas keadaan memaksa (overmacht).

Dalam hal jangka waktu suatu pelaksanaan pemenuhan prestasi sudah ditetapkan, berdasarkan Pasal 1238 KUHperdata debitur dinyatakan lalai karena lewatnya jangka waktu yang telah ditetapkan.56

53 Simanjutak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia (Jakarta: Djambatan, 209), hlm. 339.

54 Ibid., hlm. 340.

55 Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata (Bandung:Pustaka Setia, 2015), hlm.237.

56 Ibid.

(35)

23 d. Akibat wanprestasi

Terdapat empat (4) macam akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, yang dapat menyebabkan kerugian bagi kreditur. Serta sanksi atau akibat hukum bagi debitur, yakni:57

1) Pasal 1243 KUHPerdata, seorang debitur diwajibkan membayar ganti rugi yang sudah dialami oleh kreditur.

2) Pasal 1267 KUHPerdata,pemutusan perjanjian atau kontrak disertai dengan pembayaran ganti rugi.

3) Pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata, pemindahan Resiko kepada debitur pada saat terjadinya wanprestasi.

4) Pasal 181 ayat 1 HIR, pembayaran biaya perkara bilamana diperkarakan di muka hakim.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata,dalam hal debitur melakukan wanprestasi, maka kreditur bisa memilih tuntutan-tuntutan haknya seperti:

a) Pemenuhan perjanjian

b) Pemenuhan perjanjian disertai ganti-rugi.

c) Ganti-rugi saja.

d) Pemutusan perjanjian.

e) Pemutusan perjanjian disertai ganti-rugi.58

Keharusan bagi debitur untuk membayar ganti rugi baru bisa dilakukan apabila kreditur sudah memenuhi empat syarat yakni:

Pertama, debitur benar telah lalai melakukan wanprestasi. Kedua, debitur tidak dalam keadaan memaksa.Ketiga, tidak ada tangkisan dari debitur untuk melumpuhkan tuntutan ganti rugi.Keempat, kreditur pernah melakukan somasi ( teguran).59

e. Pembelaan debitur yang wanprestasi

Seorang debitur yang dituduh telah lalai dan dimintai agar kepadanya diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia bisa membela dirinya dengan mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman. Pembelaan itu terdiri dari 3 macam, yakni:60

57 Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2009), hlm. 341.

58 Ibid., hlm.341-342.

59 Ibid.342.

60 Ibid.

(36)

24

1) Menjelaskan adanya keadaan memaksa (overmacht).

2) Menjelaskan bahwa kreditur sudah lalai.

3) Menyatakan bahwa kreditur sudah melepaskan haknya.

f. Ganti rugi dalam wanprestasi 1) Pengertian ganti rugi

Ganti rugi adalah ganti-rugi yang timbul atas debitur yang melakukan wanprestasi.

2) Unsusr-unsur ganti-kerugian

Berdasarkan Pasal 1246 KUHPerdata, ganti rugi terdiri dari tiga unsur, yakni:

a) Biaya, ialah seluruh pengeluaran atau ongkos yang jelas-jelas sudah dekeluarkan.

b) Rugi, ialah kerugian atas kerusakan barang milik kreditur yang disebabkan oleh kelalaian debitur.

c) Bunga, ialah laba yang semestinya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur seandainya debitur tidak lalai.61

g. Batasan-batasan tentang ganti rugi

Pada hakikatnya tidak semua kerugian yang bisa dimintai penggantian. Undang-undang menetapkan, bahwa kerugian yang wajib dibayar oleh debitur terhadap kreditur atas akibat dari wanprestasi, ialah:

1) Kerugian yang bisa diperkirakan saat perjanjian dibuat.

Berdasarkan Pasal 1247 KUHPerdata, debitur sekedar diharuskan membayar ganti-rugi yang nyata telah atau mulanya harus bisa diperkirakan salama perjanjian dibuat, Melainkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian yang diakibatkan karena tipu daya yang dilakukan olehnya.62

2) Kerugian menjadi akibat langsung dari wanprestasi.

Berdasarkan Pasal 1248 KUHPerdata, bila tidak dipenuhinya perjanjian yang diakibatkan atas tipu daya debitur, pembayaran ganti-kerugian hanya mengenai kerugian yang dialami oleh kreditur

61 Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2009), hlm..342.

62 Ibid., hlm.343.

(37)

25

dan keuntungan yang hilang atasnya, hanya terdiri dari apa yang merupakan akibat langsung dari tidak terpenuhinya perjanjian.63 G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif, kualitatif merupakan penelitian lapangan (field research ) yang menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan pemahaman, serta penyajian yang dilakukan dengan cara menggambarkan obyek yang diteliti secara apa adanya sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya kualitatif.

Sedangkan deskriptif merupakan uraian dgn kata-kata menurut pendapat informan sesuai dengan pertanyaan penelitian, kemudian dianalisis dengan kata-kata yang melatar belakangi informan berprilaku.64

Jadi disini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif untuk meneliti atau sebagai bahan untuk mencari informasi mengenai Perjanjian antara pemilik beras dengan pengampas di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah.

2. Kehadiran Peneliti

Dalam tahap ini peneliti melakukan survei awal di lokasi penelitian yang dimana penelitian dilakukan di tempat pengepul beras yang terletak di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah.

3. Lokasi Penelitian

Cara paling ideal yang harus ditempuh dalam menentukan bidang pemeriksaan adalah dengan memikirkan hipotesis yang cukup besar dan dengan merenungkan dan mengembangkan konsentrasi dan definisi masalah eksplorasi. Untuk itu dilanjutkan dengan investigasi

63Ibi

64 Elvinaro Ardianto, Metodelogi Penelitian Hukum, (Bandung:Simbiosa Rekatama Media, 2003), hlm. 180

(38)

26

lapangan untuk mengecek apakah ada kcocokan dengan kebenaran di lapangan.65

Lokasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah, dengan alasan bahwa daerah tersebut tersedia secara efektif dan selanjutnya mendapatkan informasi yang tepat, membahas masalah yang terjadi sesuai dengan fokus masalah yang yang disajikan.

4. Sumber Data

Data merupakan suatu keterangan atau objek yang akan dijadikan sebagai bahan referensi atau bahan pertimbangan dalam penulisan penelitian ini. Maka, peneliti menggunakan dua jenis data yaitu:

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, dan dokumentasi berupa pengambilan gambar atau foto ketika melakukan penelitian di lapangan.66

Adapun sumber data primer pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Observasi atau pengamatan langsung di lapangan 2. Wawancara dengan pemilik beras

3. Wawancara dengan pengampas

4. Dokumentasi (pengambilan gambar di lokasi penelitian)

Sumber data primer di atas didapatkan dengan terjun langsung di lokasi penelitian yaitu dengan menemui pihak-pihak terkait yang terkait dalam penelitian peneliti.

b. Sumber Data Sekunder

Data yang diperoleh dari pihak lain, tidak diperoleh langsung dari objek penelitiannya. Peneliti mengambil sumber dari buku, sumber-sumber pustaka atau literature ilmiah, seperti buku, jurnal, undang-undang, skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain.

65 Ibid…,hlm 125

66 Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian,(Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015), hlm.58

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa kelemahan tafsir pada masa klasik, antara lain: (1) belum mencakup keseluruhan penafsiran ayat Al Qur’an, sehinga masih banyak ayat-ayat Al Qur’an yang

Jika pada permasalahan muncul kurangnya SDM maka sebaiknya pihak Bank atau bahkan pihak Pemerintah lebihaktif lagi untuk menggali kompetensi – kompetensi yang dimiliki

Hal tersebut perlu diperjelas, sebelum orang dapat menentukan tentang bilamana seseorang dapat dikatakan telah omkopen orang lain agar tidak menjalankan haknya

Selain dari itu, sejumlah fotografer yang tergabung dalam Komunitas Evolution dan Fotografer juga mengalami beberapa hambatan dalam mempublikasikan konsep foto

Dan di atas panggung dunia ini dan dengan seluruh permainan ini dipertaruhkan dan Indonesia pada posisi untuk memukul bola [baseball], anda dapat secara jelas melihat

Akan tetapi, setelah lebih dari dua abad berkuasa sejak zaman VOC, baru pada tahun 1853 Belanda mendirikan sekolah kejuruan, yaitu Ambachts School van

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan software