• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE EFFECT OF PERSON ORGANIZATION FIT (PO-FIT) AND WORK ENVIRONMENT ON NURSES WORK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "THE EFFECT OF PERSON ORGANIZATION FIT (PO-FIT) AND WORK ENVIRONMENT ON NURSES WORK "

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

THE EFFECT OF PERSON ORGANIZATION FIT (PO-FIT) AND WORK ENVIRONMENT ON NURSES WORK

SATISFACTION IN LAMADDUKKELLENG REGIONAL PUBLIC HOSPITAL OF

SENGKANG HALAMAN JUDUL

NURPADLIANI MUHIDDIN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(2)

PENGARUH PERSON ORGANIZATION FIT (PO-FIT) DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA

PERAWAT DI RSUD LAMADDUKKELLENG SENGKANG

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

NURPADLIANI MUHIDDIN

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(3)
(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nurpadliani Muhiddin Nomor Mahasiswa : P1806215027

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesisi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 7 Agustus 2017 Yang menyatakan

Nurpadliani Muhiddin

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Pengaruh Person Organization Fit (PO-Fit) dan Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Keberhasilan penulis sampai ke tahap penulisan tesis ini tidak lepas dari motivasi dan bantuan berbagai pihak selama proses penelitian hingga penyelesaian tesis ini sebagai tugak akhir. Karena itu, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan terima kasih yang sangat mendalam dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. H.

Noer Bahry Noor,M.Sc dan Sukri Palutturi, SKM.M.Kes.MSc.PH.Ph.D selaku Pembimbing I dan Pembimbing II, yang penuh kesabaran memberikan bimbingan, masukan dalam proses penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi- tingginya kepada yang terhormat: juga penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA selaku Rektor Universitas Hasanuddin

2. Prof. Dr. Muhammad Ali, SE.,MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin

3. Prof. Dr. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar

4. Dr. Ridwan Mochtar Thaha, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin

(6)

5. Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS selaku Ketua Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit.

6. Prof. Dr. dr. H. M. Alimin Maidin, MPH; Dr. dr. Hj. A. Indahwaty Sidin, MHSM; dan Prof. Dr. Rahman Kadir, MS, selaku Tim Penguji yang telah memberikan saran, arahan dan kritikan yang bermanfaat selama penyusunan tesis ini.

7. dr. H. Muhammad Nur Tangsi, S.Ked selaku Direktur RSUD Lamaddukkelleng Sengkang serta seluruh pegawai yang terlibat dalam proses penyusunan tesis ini.

8. Segenap dosen pengajar Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana khususnya Bagian Manajemen Rumah Sakit atas segala ilmu yang dicurahkan.

9. Teman-teman seperjuangan Bagian Magister Administrasi Rumah Sakit “ MarsMatte 16”. Terima kasih kerjasama dan motivasinya.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, yang telah memberikan dukungan dalam proses penyusunan tesis ini.

Terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga besar saya, suami tercinta Sabaruddin, S.Pd, anak tersayang M.Naufal Shafwaan, orang tua tercinta Ibunda Hj. Marwah dan Hj. Zaenab Bandu, Ayahanda Drs. Muhiddin dan H.Nurdin Wadeng, kakak dan adik tersayang dr.

Muliana Muhiddin, Syurawasti Muhiddin, S.Psi, dan Khairun Nisa Muhiddin atas segala pengorbanan, kesabaran, doa, dan dukungan yang tak ternilai hingga penulis dapat menyelesaikan studi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini, akan diterima dengan segala kerendahan hati.

Makassar, Agustus 2017

Nurpadliani Muhiddin

(7)
(8)
(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ...II PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ...iv

PRAKATA ...v

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Kajian Masalah...9

C. Rumusan Masalah ...15

D. Tujuan Penelitian ...17

E. Manfaat Penelitian ...18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...19

A. Kepuasan Kerja...19

1. Pengertian Kepuasan Kerja ...19

2. Teori Kepuasan Kerja...20

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ...23

4. Dimensi-Dimensi Kepuasan Kerja ...28

5. Pengukuran Kepuasan Kerja...29

B. Person Organization Fit (PO-Fit) ...30

1. Pengertian Person Organization Fit (PO-Fit) ...30

2. Dimensi Person Organization Fit (PO-Fit) ...32

3. Kriteria dan Alat Ukur Untuk Menilai Person Organization Fit ...35

(10)

C. Lingkungan Kerja ...37

1. Definisi Lingkungan Kerja ...37

2. Jenis Lingkungan Kerja ...39

3. Komponen Lingkungan Kerja ...40

4. Model Magnet Hospitals dalam Lingkungan Kerja Positif ...42

D. Matriks Penelitian Terdahulu ...61

E. Mapping Teori ...72

F. Kerangka Teori Penelitian ...73

G. Kerangka Konsep Penelitian ...74

H. Hipotesis ...75

3. Definisi Operasional ...78

BAB III METODE PENELITIAN ...83

A. Rancangan Penelitian ...83

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...83

C. Populasi dan Sampel ...84

D. Jenis dan Sumber Data ...87

E. Instrumen Penelitian ...87

F. Uji Validitas Instrumen...89

G. Uji Reliabilitas Instrumen ...90

H. Pengolahan dan Analisis Data ...92

I. Analisis Data ...93

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...95

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...95

1. Sejarah ...95

2. Visi & Misi ...97

3. Jenis Pelayanan ...98

B. Hasil Penelitian ...99

1. Analisis Univariat ... 100

2. Analisis Bivariat ... 127

C. Pembahasan ... 137

1. Pengaruh Value Gongruence terhadap Kepuasan Kerja ... 139

(11)

2. Pengaruh Goal Congruence terhadap Kepuasan Kerja ... 144

3. Pengaruh Otonomi terhadap Kepuasan Kerja ... 147

4. Pengaruh Hubungan Interdisiplin terhadap Kepuasan Kerja ... 152

5. Pengaruh Pengembangan Profesional terhadap Kepuasan Kerja ... 155

D. Keterbatasan Penelitian ... 159

E. Implikasi Penelitian ... 160

BAB V PENUTUP ... 162

A. Kesimpulan ... 162

B. Saran ... 163

DAFTAR PUSTAKA ... 167

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1

2

3 4

5

6

7

8

9

10

Dimensi-Dimensi Person Organization Fit Menurut Autry & Daugherty (2003)

Matriks Penelitian Terdahulu mengenai Person Organization Fit (Po-Fit), Lingkungan Kerja, dan Kepuasan Kerja

Definisi Operasional

Jumlah Populasi dari Setiap Bagian/Instalasi di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017

Jumlah Sampel Penelitian Berdasarkan Proporsi Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017 Distribusi Responden Menurut Karakteristik Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Tingkat Pendidikan, Status Kepegawaian, Status Perkawinan, dan Penghasilan di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Jawaban Responden Tentang Value Congruence Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Frekuensi Value Congruence Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017 Distribusi Jawaban Responden Tentang Goal Congruence Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Frekuensi Value Congruence Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

36

62

79

85

87

102

103

106

107

110

(13)

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

Distribusi Jawaban Responden Tentang Otonomi Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Frekuensi Otonomi Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Jawaban Responden Tentang Hubungan Interdisiplin di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Frekuensi Tentang Hubungan Interdisiplin di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengembangan Profesional Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Frekuensi Tentang Pengembangan Profesional Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Jawaban Responden Tentang Dimensi Pay (gaji/Insentif) Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Jawaban Responden Tentang Dimensi Promotion (Promosi) Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Jawaban Responden Tentang Dimensi Co- Workers (Rekan Kerja) Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Jawaban Responden Tentang Dimensi Work It Self (Pekerjaan Itu Sendiri) Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Jawaban Responden Tentang Dimensi Supervision (Supervisi) Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

111

113

114

115

116

119

120

121

123

124

125

(14)

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

Distribusi Frekuensi Tentang Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Distribusi Frekuensi Tentang Indikator-Indikator Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017

Tabulasi Silang Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dengan Kepuasan Kerja di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017

Tabulasi Silang Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dengan Kepuasan Kerja di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017

Tabulasi Silang Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dengan Kepuasan Kerja di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017

Tabulasi Silang Value Congruence dengan Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017

Tabulasi Silang Goal Congruence dengan Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017

Tabulasi Silang Otonomi dengan Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017 Tabulasi Silang Hubungan Interdisiplin dengan Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017

Tabulasi Silang Pengembangan Profesional dengan Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017

127

127

129

130

131

132

132

133

134

134

(15)

32

33

Hubungan Person Organization Fit, Value Congruence, Goal Congruence dengan Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017

Hubungan Lingkungan Kerja, Otonomi, Hubungan Interdisiplin, dan Pengembangan Profesional dengan Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Lamaddukkelleng Tahun 2017

135

136

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1

2

3

4 5 6 7

Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja menurut Harold. E. Burt (2003)

Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja menurut Kristoff (1996)

Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja menurut Hariandja, 2005 & American Nurses Credentialing Center (ANCC) 2008

Kerangka Kajian Masalah Mapping Teori Penelitian Kerangka Teori Penelitian Kerangka Konsep Penelitian

11

12

14 16 73 74 75

(17)

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Lambang/ Singkatan Arti/ Keterangan

ANCC ANA AAN BLUD BPJS

BPS

Culture Personality Congruence

D3 D4 Depkes

Employee Need Fullfilment Goal Congruence

IGD ICU JDI JSS

Magnet Hospital

Menkes MRA MSQ NICU

Need supplies

American Nurses Credentialing Center American Nurses Assosiation

American Academi of Nurses Badan Layanan Umum Daerah

Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan

Badan Pusat Statistik

Kesesuaian Karakteristik Kultur- Kepribadian

Diploma Tiga Diploma Empat

Departemen Kesehatan

Pemenuhan Kebutuhan Karyawan Kesesuai Tujuan

Instalasi Gawat Darurat Insentive Care Unit Job Description Indeks Job Satisfaction Survey

Rumah Sakit Yang Mampu Menarik Dan Mempertahankan Staf Keperawatan Yang Berkualitas Dan Secara Konsisten

Menteri Kesehatan

Mutual Recognition Arrangement Minnesota Satisfaction Questionnaire Neonate Intensive Care Unit

Pemuasan kebutuhan, keinginan, dan

(18)

Lambang/ Singkatan Arti/ Keterangan

Demand abilities

Desentralisasi

Patient Safety Pemda

PO-Fit PPK-BLUD

RI RSUD Retensi

S1 S2 SDM SK SPK SPSS

Turnover

Transformasi

UGD

Value Congruence WCO

WHO

preferensi individu

Individu dapat memenuhi permintaan organisasi

Penyerahan kewenangan dari tingkat pusat ke tingkat yang lebih rendah Keselamatan Pasien

Pemerintah Daerah Person Organization Fit

Panitia Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

Republik Indonesia

Rumah Sakit Umum Daerah

Mempertahankan karyawan di dalam organisasi

Strata Satu Strata Dua

Sumber Daya Manusia Surat Keterangan

Sekolah Perawat Kesehatan

Statistical Package for the Social Science

Tingkat pekerja yang meninggalkan pekerjaan atau perusahaan

Gaya kepemimpinan yang menginspirasi dan memberdayakan individu

Unit Gawat Darurat Kesesuaian Nilai Word Class Operator World Health Organization

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 2 3 4 5 6 7 8

Kuesioner Penelitian

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Master Tabel

Ouput Analisis Univariat Output Analisis Bivariat Surat Izin Penelitian Dokumentasi

Currilum Vitae

175 185 187 214 218 224 227 229

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, perkembangan industri rumah sakit juga semakin pesat. Semua rumah sakit baik milik pemerintah maupun swasta dituntut untuk mampu memenuhi kepentingan dan keinginan konsumennya (Zeithaml, 2013).

Setelah diberlakukannya Mutual Recognition Arrangement (MRA) pada tanggal 1 Januari 2010, diramalkan akan terjadi peningkatan persaingan dengan rumah sakit asing karena dampak perjanjian tersebut terjadi kemudahan migrasi tenaga kesehatan dari satu negara ke negara lain, termasuk perawat. Oleh karena itu rumah sakit harus mampu memberikan pelayanan bermutu dan profesional sesuai kebutuhan masyarakat. Salah satu faktor yang paling menentukan adalah sumber daya manusia (Ilyas, 2004).

Sumber daya manusia yang ada di dalam rumah sakit meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga non kesehatan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit).

(21)

Tenaga perawat merupakan salah satu peran yang mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual merupakan pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan. Hal ini merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya (Depkes, 2001).

Menurut Baumann (2007) sumber daya manusia keperawatan merupakan faktor penting dalam melakukan pelayanan di rumah sakit, karena hampir setiap negara, hingga 80 % pelayanan kesehatan diberikan oleh perawat. Swansburg (2000) mengatakan bahwa 40%- 60% sumber daya manusia di rumah sakit adalah tenaga keperawatan.

Menurut Depkes (2006) sebanyak 40% pemberi pelayanan kesehatan di Indonesia adalah tenaga keperawatan. Oleh karena itu pelayanan keperawatan merupakan indikator baik buruknya kualitas pelayanan rumah sakit (Aditama , 2010)

Namun demikian, saat ini rumah sakit justru mengalami berbagai masalah yang berhubungan dengan tenaga keperawatan dan pelayanan keperawatan. Masalah-masalah tersebut berhubungan dengan kekurangan jumlah perawat, ketidakpuasan kerja perawat dan buruknya lingkungan kerja perawat. World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 melaporkan telah terjadi krisis tenaga kesehatan secara global, termasuk kekurangan tenaga perawat (Baumann, 2007).

(22)

Salah satu penyebab utama masalah-masalah tenaga keperawatan, pelayanan keperawatan dan kekurangan perawat adalah rendahnya kepuasan kerja perawat. Berbagai penelitian yang dilakukan tentang kepuasan kerja perawat menunjukkan bahwa perawat banyak mengalami ketidakpuasan kerja. Penelitian di berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa lebih dari 40% perawat mengalami ketidakpuasan kerja dan 33% perawat berumur kurang dari 30 tahun bermaksud keluar dari pekerjaan mereka (Aiken, 2002). Di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman menunjukkan bahwa 41% perawat di rumah sakit mengalami ketidakpuasan dengan pekerjaannya dan 22%

diantaranya merencanakan meninggalkan pekerjaannya dalam satu tahun (Baumann, 2007). Penelitian di Indonesia oleh Setyawan (2002) menemukan bahwa kebanyakan perawat berada pada kepuasan kerja yang rendah. Sementara itu, Ningtyas (2002) menemukan sebesar 55,8% perawat di rumah sakit pemerintah mengalami kepuasan kerja rendah.

Ruslan (2002) menjelaskan bahwa memperhatikan dan meningkatkan kepuasan kerja perawat sangat penting demi meningkatnya kualitas perawat, karena perawat yang merasa puas dan memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya akan menunjukkan produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi dalam proses perawatan.

Menurut Crose (199) (dalam Noor, 2013) mengatakan bahwa perawat yang merasa puas dalam pekerjaannya akan memberikan pelayanan

(23)

lebih baik dan bermutu kepada pasien rumah sakit sehingga kepuasan pasien dan keluarga pasien juga terpenuhi, yang pada akhirnya meningkatkan citra dan pendapatan rumah sakit.

Memelihara dan mempertahankan kepuasan kerja dan komitmen karyawan sangat diperlukan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif (Bowen & Ledford, 2002). Tingkat kesesuaian individu dengan nilai organisasi atau person-organization fit (PO-Fit) adalah kunci utamanya. Inti dari kesesuaian PO-Fit adalah situasi di mana nilai-nilai individu, tujuan, atau karakteristik kongruen dengan lingkungan organisasi, yang mengarah ke sikap kerja yang positif, niat untuk tetap tinggal, dan kinerja organisasi yang tinggi (Iplik, 2010).

Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa PO- Fit memiliki efek yang positif bagi pekerjaan. Penelitian yang dilakukan Siska (2012) menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan Person Organization Fit (PO-Fit) terhadap kepuasan kerja. Selain itu Ruslaini (2012) menunjukkan bahwa Person Organization Fit (PO-Fit) berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja pada karyawan PT Ramsin Raya .

Value Congruence digunakan sebagai operasionalisasi utama untuk PO-Fit, dengan mayoritas penelitian menggunakan pendekatan ini (Hoffman & Woehr, 2006; Verquer et al, 2003). Value Congruence telah terbukti memiliki hubungan yang lebih kuat dengan sikap kerja

(24)

dan perilaku seperti kepuasan kerja dan komitmen karyawan daripada dimensi PO-Fit lainnya (Kristof-Brown & Jansen, 2007).

Goal Congruence merupakan kesepakatan bersama antara harapan karyawan dan pimpinan mereka. Harapan karyawan dapat disimpulkan dengan harapan promosi, pekerjaan yang menantang, dan lain-lain. Jika harapan mereka dapat terpenuhi, dapat dihitung sebagai faktor motivasi dari Teori Dua Faktor Herzberg yang dapat menghasilkan kepuasan kerja (Amstrong, 2011).

Menurut Weisman & Natashon (1985) (dalam Ivana, 2009) mengatakan bahwa kepuasan kerja juga berhubungan dengan lingkungan kerja yang positif (positive practice environment). Gillies (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor- faktor yang erat kaitannya dengan lingkungan kerja seperti kebijakan organisasi, hubungan dengan atasan dan rekan kerja, imbalan, kualitas atasan langsung, dan kondisi lingkungan kerja.

American Nurses Credentialing Center (2008) mengembangkan Magnet Recognition Program yang dibentuk dari 14 kekuatan (force of magnetism) antara lain :1) otonomi; 2) hubungan interdisiplin; dan 3) pengembangan profesional keperawatan.

Otonomi adalah kebebasan, inisiatif dan kemandirian yang berhubungan dengan pekerjaan secara penuh dalam melaksanakan aktifitas rutin (Curtis, 2007). Chen (2008) menemukan bahwa semakin

(25)

tinggi otonomi yang diterima oleh perawat semakin tinggi kepuasan kerja perawat.

Hubungan interdisiplin adalah hubungan perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain yang merupakan hubungan kolektif di tempat kerja yang mempengaruhi konflik hubungan interpersonal dan kepuasan kerja. Curtis (2007) menyatakan bahwa interaksi profesional, baik formal maupun informal selama jam kerja merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

Rumah sakit harus serius dalam mengembangkan program pembelajaran seumur hidup, pengembangan peran dan peningkatan karier keperawatan. Chen (2008) menemukan bahwa pengembangan keperawatan yang baik yang diterima oleh perawat meningkatkan kepuasan secara individu.

Mukti (2014) dalam penelitiannya “ Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Studi pada Karyawan PT.Telekomunikasi Indonesia Tbk. Kandatel Malang) membuktikan bahwa seluruh variabel lingkungan kerja non fisik (struktur tugas, desain pekerjaan, pola kerjasama, pola kepemimpinan, dan budaya organisasi ) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja). Wuryanto (2010) membuktikan bahwa terdapat hubungan antara dimensi lingkungan kerja positif (kualitas kepemimpinan, gaya manajemen, program dan kebijakan ketenagaan,

(26)

otonomi, hubungan interdisiplin dan pengembangan profesional) dengan kepuasan kerja perawat di RSUD Tugurejo Semarang.

RSUD Lamaddukkelleng Sengkang merupakan salah satu instansi daerah di Kabupaten Wajo dengan status sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). RSUD Lamaddukkelleng adalah Rumah Sakit Kelas C yang memiliki visi “sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan yang unggul, berkarakter dan berkompeten”.

Dalam menjalankan usaha pelayanan kesehatan RSUD Lamaddukkelleng Sengkang berusaha menempatkan kualitas pelayanan dari sumber daya manusia yang ada sebagai suatu hal yang penting dan utama yang dapat dilihat dari visi dan misi RSUD Lamaddukkelleng.

Berdasarkan hasil survei kepuasan kerja yang dilakukan rumah sakit, diperoleh kepuasan kerja petugas pada tahun 2015 sebesar 61,5

% sedangkan tahun 2016 sebesar 59,1%. Pencapaian tersebut menunjukkan adanya gap antara data rumah sakit dengan target kepuasan provider menurut BPJS yaitu 80%. Hasil survei pada tahun 2015 menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan dalam menimbulkan ketidakpuasan adalah gaji (73,5 %). Sedangkan aspek yang memberikan kontribusi kepuasan paling tinggi adalah rekan kerja 91,7 %, pekerjaan itu sendiri sebesar 83,7% dan supervisi sebesar 80,0% dan yang terakhir adalah promosi 59,3%.

(27)

Sedangkan pada 2016, dilihat dari kelima aspek tersebut di RSUD Lamaddukkeleng menunjukkan bahwa aspek gaji memberikan kontribusi ketidakpuasan paling tinggi yaitu 72,0% perawat tidak puas dengan gaji. Sedangkan aspek yang memberikan kontribusi kepuasan paling tinggi adalah rekan kerja 90,0%, pekerjaan itu sendiri sebesar 83,5% dan supervisi sebesar 82,3% dan yang terakhir adalah promosi 59,3%.

Robbins (2003), mengemukakan bahwa ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Respon-respon tersebut dapat dilihat dari perilaku ketidakpuasan yang ditunjukkan untuk meniggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri (Exit), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktifitas serikat kerja (Voice), secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar” (Loyaty), dan secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan (Neglect).

(28)

Kepuasan kerja yang rendah dari pegawai di RSUD Lamaddukkelleng ditunjukkan dengan angka turnover pegawai yang meningkat selama 2 tahun terakhir. Berdasarkan data dari Bagian Administrasi Kepegawaian Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukkelleng yaitu pada tahun 2015 sebesar 1,27 % (8 orang) dan tahun 2016 sebesar 1,91 % ( 12 orang). Selain itu, ketidakpuasan kerja ditunjukkan dari hasil rekapan absensi Rumah Sakit Lamaddukkelleng Sengkang tahun 2015 rata-rata tingkat kemangkiran pegawai adalah 0,73 % (83 hari mangkir) dan tahun 2016 rata-rata tingkat kemangkiran 1,32 % (284 hari mangkir). Angka ini di atas standar kemangkiran karyawan menurut Word Class Operator (WCO) yaitu sebesar < 1 % per tahunnya.

Mengetahui permasalahan di atas, maka diperlukan untuk menganalisis apakah variabel person organization fit (PO-Fit) dan lingkungan kerja mempengaruhi kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang.

B. Kajian Masalah

Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya (Hasibuan, 2007). Jadi perawat yang mempunyai emosi positif dalam suatu pekerjaan menjadi lebih baik.

Perawat yang tidak puas dalam berkerja memiliki perasaan negatif menimbulkan banyak permasalahan di rumah sakit.

(29)

Berdasarkan data awal dari RSUD Lamaddukkelleng diperoleh kepuasan kerja perawat yang rendah (61,5 % dan 59,1 %). Terdapat banyak hal yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan dalam suatu organisasi. Menurut Harold E Burt (dalam As'ad, 2003) mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.

Faktor pertama yaitu faktor hubungan antar karyawan (hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial di antara karyawan, dan emosi dan situasi kerja). Faktor kedua yaitu faktor individual ( sikap orang terhadap pekerjaan, umur orang sewaktu bekerja, dan jenis kelamin). Faktor ketiga yaitu faktor luar (keadaan keluarga karyawan, rekreasi, dan pendidikan/training).

FAKTOR HUBUNGAN ANTAR KARYAWAN

FAKTOR INDIVIDU

FAKTOR LUAR Hubungan antara Manajer

dengan Karyawan

Faktor Fisik dan Kondisi Kerja (Lingkungan Kerja)

Hubungan Sosial diantara Karyawan

Emosi dan Situasi Kerja

Sikap individu terhadap pekerjaan Umur saat bekerja

Jenis kelamin

Keadaan keluarga karyawan

Rekreasi

Pendidikan /Training KEPUASAN KERJA

Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja menurut Harold E. Burt (2003)

(30)

Kristof (1996) membuktikan secara empiris bahwa PO-Fit adalah prediktor kuat kepuasan kerja. Penelitian oleh Cable & DeRue, 2002; Kim et al., 2013; McCulloch & Turban, 2007; Vancouver &

Schmitt, 1991; dan Wang et al., 2001, juga menemukan bahwa PO-Fit berhubungan positif dan kuat terhadap kepuasan kerja. Konstruk variabel person organization fit (PO-Fit) dibentuk oleh Kristof (1996) yang terdiri dari dimensi-dimensi Employee Need Fullfilment, Value Congruence, Goal Congruence, dan Culture Personality Congruence.

Namun, Chuang (2005) menyatakan bahwa penelitian-penelitian sebelumnya hanya menggunakan dua dimensi PO-Fit yaitu value congruence dan goal congruence.

Value Congruence (kesesuaian nilai) adalah kesesuaian antara nilai instrinsik individu dengan organisasi (Boxx, Odom,& Dunn, 1991; Chatman,1989,1991;Judge & Bretz,1992;Posner, 1992 ; Sekiguchi, 2004). Sedangkan Goal Congruence (kesesuaian tujuan) adalah kesesuaian antara tujuan individu dengan organisasi dalam hal ini adalah pemimpin dan rekan sekerja (Vancouver-Schmitt, 1991;

Sekiguchi, 2004).

Khalida (2014) menunjukkan korelasi yang positif dan kuat antara PO-Fit dengan kepuasan kerja, PO-Fit dengan dimensi value congruence dan goal congruence merupakan prediktor kepuasan kerja yang signifikan. Selain itu, (Nazir, 2014) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara person organization fit (PO-Fit) dan berbagai variabel

(31)

outcomes organisasi seperti kepuasan kerja, komitmen karyawan, turnover, dan kinerja.

PERSON ORGANIZATION FIT VALUE CONGRUENCE

GOAL CONGRUENCE

KEPUASAN KERJA EMPLOYEE NEED

FULLFILMENT CULTURE PERSONALITY

CONGRUENCE

Gambar 2. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut

Kristoff (1996)

Selain itu Hariandja (2005) menambahkan lingkungan kerja sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang dalam bekerja, yaitu lingkungan fisik dan psikologis. Hasil analisis lingkungan kerja perawat oleh WHO (2003) di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, menemukan bahwa lingkungan kerja perawat belum optimal. Hal ini disebabkan pendapatan perawat yang rendah, fasilitas kesehatan yang buruk dan tidak aman bagi staf perawat, rasio perawat pasien yang tidak optimal, hubungan tim kerja yang perlu penguatan, beberapa perawat mengalami kekerasan fisik, kurang perlindungan dalam pekerjaan dan beberapa fasilitas yang tidak memuaskan. Penelitian lain di Indonesia yang mendukung adalah oleh Lumbatorium (2005) yang menemukan bahwa di RSUP H. Adam Malik lingkungan kerja perawat kurang baik sebesar 48,2%.

(32)

American Nurses Credentialing Center (ANCC) mengembangkan Magnet Recognition Program yang dibentuk dari 14 kekuatan (force of magnetism) antara lain otonomi, hubungan interdisiplin, dan pengembangan profesional.

LINGKUNGAN KERJA

KEPUASAN KERJA Kualitas Kepemimpinan

Keperawatan Struktur Organisasi

Gaya Manajemen Program dan Kebijakan

Ketenagaan Model Asuhan Profesional

Kualitas Keperawatan

Perbaikan Kualitas Sumber-sumber dan

Konsultasi Otonomi Komunitas dan Organisasi

Pelayanan Kesehatan Perawat sebagai Pendidik

Hubungan Interdisiplin Pengembangan Profesional

Gambar 3. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja menurut Hariandja , 2005 & American Nurses Credentialing Center, 2008

Otonomi dalam bekerja sangat penting karena menurut Curtis (2007) mengatakan bahwa otonomi adalah kebebasan, inisiatif dan kemandirian yang berhubungan dengan pekerjaan secara penuh dalam melaksanakan aktifitas rutin. Demikian juga karyawan yang memiliki otonomi yang dirasakan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas

(33)

akan membuat karyawan memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan tugasnya (Hariandja, 2003).

ANCC (2008) menekanka dalam magnet hospital perawat diijinkan dan diharapkan untuk praktek secara otonom, konsisten dengan standar profesional, menggunakan keputusan independen dalam pendekatan tim multidisiplin.

Hubungan interdisiplin ditandai oleh hubungan yang positif, saling menghormati diantara semua disiplin ilmu dan profesi kesehatan (ANCC, 2008). Menurut Nawawi (2001), hubungan yang harmonis antara semua disiplin ilmu dan profesi kesehatan akan menciptakan komunikasi yang harmonis diantara karyawan sehingga memudahkan mekanisme kerja sama secara tim serta dapat mewujudkan suasana kerja yang nyaman dan kondusif dan mewujudkan kepuasan dalam bekerja.

ANCC (2008) menekankan bahwa rumah sakit harus serius dalam mengembangkan program pembelajaran seumur hidup, pengembangan peran dan peningkatan karier keperawatan. Oleh karena itu, rumah sakit menyediakan program-program orientasi, pendidikan dalam pelayanan, pendidikan berkelanjutan, pendidikan formal, dan pengembangan karier perawat.Sehingga perawat akan memiliki harapan yang lebih tinggi akan karier mereka sehingga mereka bekerja optimal dan kepuasan kerja akan tercapai.

(34)

FAKTOR HUBUNGAN ANTAR KARYAWAN

FAKTOR INDIVIDU

FAKTOR LUAR Hubungan antara Manajer

dengan Karyawan Lingkungan Kerja

1. Otonomi 2. Hubungan Interdisiplin

3. Pengembangan Profesional Hubungan Sosial diantara

Karyawan Emosi dan Situasi Kerja

Person Organization Fit (PO-Fit)

1. Value Congruence 2. Goal Congruence Umur saat bekerja

Jenis kelamin

Keadaan keluarga karyawan

Rekreasi Pendidikan /Training

KEPUASAN KERJA PERAWAT YANG

RENDAH (61,5 % DAN 59,1 %)

Gambar 4. Kerangka Kajian Masalah

Modifikasi Teori Harold E Burt dalam As’ad (2003); Hariandja (2005);

American Nurses Credentialing Center (2008); dan Kristof (1996)

C. Rumusan Masalah

Berbagai upaya dilakukan oleh RSUD Lamaddukkelleng Sengkang untuk meningkatkan kepuasan kerja perawat dengan peningkatan kualifikasi akademik perawat dan memberikan insentif.

Namun demikian upaya-upaya tersebut belum mampu meningkatkan kepuasan kerja perawat. Hal ini terlihat dari data-data ketidakpuasan perawat, khususnya berhubungan dengan ketidakpuasan perawat

(35)

terhadap gaji. Person Organization Fit dengan variabel value congruence (kesesuaian nilai) dan goal congruence (kesesuaian tujuan) merupakan salah satu faktor yang mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja. Perawat yang bekerja di lingkungan kerja yang baik juga akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi.

Lingkungan kerja menggunakan variabel antara lain program dan kebijakan ketenagaan, otonomi, hubungan interdisiplin, dan pengembangan profesional yang merupakan 14 kekuatan (force of magnetism) yang dikembangkan oleh American Nurses Credentialing Center (ANCC) tahun 2008. Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada hubungan Value Congruence (kesesuaian nilai) terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017?

2. Apakah ada hubungan Goal Congruence (kesesuaian tujuan) terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017?

3. Apakah ada hubungan otonomi terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017?

4. Apakah ada hubungan interdisiplin terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017?

(36)

5. Apakah ada hubungan pengembangan profesional terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis hubungan Person Organization Fit (PO-Fit) dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis hubungan Value Congruence (Kesesuaian Nilai) terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017.

b. Menganalisis hubungan Goal Congruence (Kesesuaian Tujuan) terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017.

c. Menganalisis hubungan otonomi terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017.

d. Menganalisis hubungan interdisiplin terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017.

e. Menganalisis hubungan pengembangan profesional terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2017.

(37)

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Keilmuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang manajemen/ rumah sakit.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan bagi RSUD Lamaddukkelleng Sengkang dalam mengelola sumber daya manusia sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi pimpinan rumah sakit untuk melakukan perbaikan /pengelolaan SDM guna meningkatkan produktivitas organisasi.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini menjadi pengalaman yang berharga dalam memperkaya dan wawasan penulis serta sebagai salah satu cara untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh di bangku perkuliahan.

(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepuasan Kerja

1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan evaluasi seseorang terhadap kerja dan pekerjaannya. Termasuk juga di dalamnya penilaian terhadap karakteristik pekerjaan yang dirasakan serta pengalaman emosional ketika bekerja. Oleh karena itu, karyawan yang merasa puas akan cenderung membuat penilaian yang lebih positif terhadap pekerjaannya dibandingkan yang kurang puas (McShane, 2003).

Hasibuan (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Robbins (2013) mendefisinikan kepuasan kerja adalah sikap karyawan yang menggambarkan perasaan postif tentang pekerjaannya yang dihasilkan dari evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan tinggi terhadap pekerjaannya akan memiliki perasaan-perasaan yang positif terhadap pekerjaannya. Sementara seseorang yang tidak

(39)

puas terhadap pekerjaannya akan memiliki perasaan-perasaan negatif.

Kepuasan kerja juga dimaknai sebagai keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya (Kreitner, 2008).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi seseorang terhadap kerja dan pekerjaannya berupa perasaan mendukung atau tidak mendukung dirinya yang dialami karyawan dalam bekerja.

2. Teori Kepuasan Kerja

Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teori yang dikemukakan oleh Edward Lawyer yang dikenal dengan equity model theory/teori kesetaraan. Intinya teori ini menjelaskan kepuasan dan ketidakpuasan dengan pembayaran perbedaan antara jumlah yang diterima dengan jumlah yang dipersepsikan oleh karyawan lain merupakan penyebab utama terjadinya ketidakpuasan. Untuk itu pada dasarnya ada 3 tingkatan karyawan, yaitu :

(40)

a. Memenuhi kebutuhan dasar karyawan.

b. Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga tidak mungkin mau pindah ke tempat lain.

c. Memenuhi keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa yang diharapkan.

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan suatu hal yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian pada kegiatan didasarkan sesuai dengan keinginan individu maka semakin tinggi kepuasannya terhadap kepuasan tersebut. Dengan demikian kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikap senang/tidak senang, puas/tidak puas dalam bekerja.

Menurut Rivai (2004), teori kepuasan kerja antara lain : 1. Teori Ketidaksetaraan (Discrepancy Theory)

Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi yang diterimanya maka orang akan lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung

(41)

pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

2. Teori Keadilan (Equety Theory)

Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas/tidak puas, tergantung pada ada/tidak adanya keadilan (equity)dalam suatu sistem, khususnya sistem kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan, dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi pegawai yang dianggap mendukung pekerjaannya seperti, pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas &

peralatan/perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperolehnya dari pekerjaannya, seperti : upah/gaji, keuntungan sampingan, symbol, status, penghargaan,&kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri.

3. Teori 2 faktor (Two Factor Theory)

Menurut teori ini kepuasan kerja&ketidak puasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan & ketidakpuasan itu bukan satu variabel yang continue. Teori ini menunjukkan karakteristik pekerjaan menjadi 2 kelompok yaitu satisfieas/motivator & dissatisfieas. Satisfieas adalah faktor- faktor/ situasi yang dibutuhkan sebagai sumber yang dibutuhkan.

Kepuasan kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik,

(42)

penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan untuk memperoleh penghargaan & promosi.

Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfieas (Hygien Factor) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari gaji/upah pengawasan, hubungan antara pribadi, kondisi kerja & status.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Harold E.Burt mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: (As'ad, 2003)

a. Faktor hubungan antar karyawan

1) Hubungan antara manajer dengan karyawan

Para manajer yang juga pemimpin mengembangkan hubungan antar pribadi yang efektif dengan para pegawai mereka mampu memancarkan suatu rasa peduli dan kegairahan antar pribadi yang dihargai oleh para pekerja.

2) Faktor fisik dan kondisi kerja

Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat memengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja ini, meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-

(43)

orang yang ada di tempat tersebut. Lingkungan kerja yang baik dan bersih, mendapat cahaya yang cukup, bebas dari kebisingan dan gangguan, jelas akan memotivasi tersendiri bagi para karyawan dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Namun lingkungan kerja yang buruk, kotor, gelap, pengap, lembab, dan sebagainya akan menimbulkan cepat lelah dan menurunkan kreativitas. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan yang mempunyai kreativitas tinggi akan dapat menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi para karyawan.

3) Hubungan sosial di antara karyawan

Kebutuhan untuk diterima dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai dan mencintai.

4) Sugesti dari teman kerja

Pendapat yang dikemukakan (untuk dipertimbangkan), anjuran dan saran. Pengaruh yang dapat menggerakkan hati orang dsb; dorongan.

5) Emosi dan situasi kerja

Keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini nampak pada

(44)

sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya

b. Faktor individual, hubungan dengan : 1) Sikap orang terhadap pekerjaan:

Kepuasan pada pekerjaan yang dilakukan dapat dinikmati atau tidak.

2) Usia orang dengan pekerjaan

Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada pegawai yang berumur relative muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan pegawai yang usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas.

3) Jenis kelamin

Wanita memiliki harapan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki sehingga mereka puas dengan kurang, perempuan mungkin disosialisasikan untuk tidak mengungkapkan ketidakpuasan mereka, dan perempuan dan laki-laki dapat menghargai karakteristik yang berbeda dalam pekerjaan.

(45)

c. Faktor luar (external), yang berhubungan dengan : 1) Keadaan keluarga karyawan

Karyawan yang menikah lebih sedikit absensinya, pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaannya.

2) Rekreasi

Program khusus yang sengaja dirancang diluar pekerjaan sehari-hari misalnya menghadapi event ulang tahun perusahaan, kegiatan piknik bersama, dan lain-lain. Dengan maksud untuk menumbuhkan rasa keakraban bersama diantara sesama karyawan dan pimpinan.

3) Pendidikan (Training, up grading, dan sebagainya)

Latihan digunakan untuk menstabilisasi pegawai atau untuk mengurangi employee turnover. Para pegawai yang mendapatkan pendidikan secara berencana dan yang memberikan kemungkinan untuk mengembangkan diri sendiri dan memangku jabatan yang lebih tinggi. Pada umumnya cenderung lebih lama bekerja dalam perusahaan yang memberikan kesempatan demikian. Jika dibandingkan dengan pegawai pada perusahaan yang tidak memberikan kesempatan seperti itu. Pendidikan, yang tidak menyebabkan penghargaan ekstrinsik (uang, kekuasaan, dan otonomi), akan menyebabkan ketidakpuasan dengan

(46)

pekerjaan dengan memproduksi harapan yang tak terpenuhi dan aspirasi.

Menurut Hariandja (2005) faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah :

a. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.

b. Isi pekerjaan itu sendiri, yaitu Isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang memuaskan seperti tugas dan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian, pekerjaan menarik, serta diberi tanggung jawab pekerjaan yang sesuai.

c. Rekan kerja, yaitu teman kerja yang sering berinteraksi dalam melakukan pekerjaan, seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan/tidak menyenangkan.

d. Atasan, yaitu seseorang yang senantiasa memberi perintah/

petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan bagi seseorang karyawan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.Rasa puas karyawan terhadap pengawasan dari atasan dan perlakuan atasan selama bekerja dapat meliputi : pengawasan dari atasan baik, dan perlakuan atasan yang menyenangkan.

e. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya

(47)

kemungkinan yang besar untuk naik jabatan/ tidak. Proses kenaikan jabatan kurang terbuka, ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja karyawan.

f. Lingkungan kerja, yaitu lingkungan fisik dan psikologis, dimana dikatakan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan, perusahaan harus merespon kebutuhan pegawai dan hal ini sekali lagi secara tidak langsung telah dilakukan pada berbagai kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti dijelaskan sebelumnya. Namun demikian, tindakan lain masih perlu dilakukan dengan cara yang disebut peningkatan kualitas kehidupan kerja.

4. Dimensi-Dimensi Kepuasan Kerja

Smith, Kendall & Hulin (1969) mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu :

a. Pekerjaan itu sendiri (Work It self), yaitu evaluasi karyawan terhadap tingkat kesulitan yang harus dihadapi oleh seorang karyawan ketika menyelesaikan tugas dari pekerjaannya.

b. Penyelia (Supervision) merupakan bentuk evaluasi karyawan terhadap sikap yang ditunjukkan oleh atasannya kepada karyawan tersebut.

c. Teman sekerja (Coworkers) adalah evaluasi karyawan terhadap karyawan lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.

(48)

d. Promosi (Promotion) yaitu evaluasi karyawan terhadap ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.

e. Gaji/Upah (Pay) merupakan evaluasi karyawan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup karyawan serta kesesuaian antara jumlah gaji dengan pekerjaan yang dilakukan.

5. Pengukuran Kepuasan Kerja a. Job Description Indeks

Job Descriptive Index (JDI) dikembangkan pada tahun 1965 oleh Patricia Cain Smith dan kolega-koleganya di Universitas Cornell. Pada pengukuran ini indikator yang digunakan ialah gaji, promosi, supervisi, kerjasama dan pekerjaan itu sendiri.

b. Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ)

Skala MSQ ini dikembangkan oleh sebuah tim peneliti yang berasal dari University of Minnesota pada waktu hampir sama dengan pengembangan skala JDI. Form panjang dari skala MSQ terdiri dari 100 item yang didesain untuk mengukur 20 macam aspek kerja. Adapula form pendek dari skala MSQ, terdiri dari 20 item. Aspek kerja tersebut antara lain : Ability Utilization, Co-workers, Achievement, Activity, Advancement, Authority, Company Policies, Moral Values, Creativity, Independen, Recognition, Compensation, Security, Social

(49)

Service, Social Status, Responsibility, Supervision—Human Relations, Supervision—Technical, Variety, dan Working Conditions

c. Job Satisfaction Survey (JSS)

Skala ini dikembangkan pertama kali oleh Spector pada tahun 1977 sebagai insturmen untuk mengukur kepuasan kerja pada karyawan Human Sercive. JSS terdiri dari 36 item yang didesain untuk mengukur sembilan macam aspek pekerjaan dan lingkungan kerja (Jayatri & Samian, 2010). Aspek tersebut antara lain : Pay, Promotion, Benefit, Co-worker, Communication, Supervisor, Rewards, Operating conditions, dan Nature of work.

B. Person Organization Fit (PO-Fit)

1. Pengertian Person Organization Fit (PO-Fit)

Person organization Fit (PO-Fit) secara luas didefinisikan sebagai kesesuaian antara nilai-nilai organisasi dengan nilai-nilai individu (Kristof, 1996; Netemeyer et al., 1999; Vancouver et al., 1994). Pada penelitian tentang seleksi karyawan, PO-Fit dapat diartikan sebagai kecocokan atau kesesuaian antara calon karyawan dengan atribut-atribut organisasi (Kristof, 1996). PO-Fit didasarkan pada asumsi keinginan individu untuk memelihara

(50)

kesesuaian mereka dengan nilai-nilai organisasi (Schneider, Goldstein, & Smith, 1995).

Person organization Fit secara umum didefinisikan sebagai kesesuaian antara nilai-nilai organisasi dengan nilai-nilai individu.

Sementara Donald dan Pandey (dalam Darmi, 2010) mendefinisikan Person-Organization Fit adalah adanya kesesuaian/kecocokan antara individu dengan organisasi, ketika:

a. Setidak-tidaknya ada kesungguhan untuk memenuhi kebutuhan pihak lain, atau

b. Mereka memiliki karakteristik dasar yang serupa.

Person organization fit sebagai kesesuaian antara keyakinan dan nilai-nilai individu dengan budaya organisasi (Handler, 2004). Person organization fit diartikan sebagai kesesuaian antara kepribadian individu dengan karakteristik organisasi (Bowen et al, 1991). Beberapa peneliti berpendapat bahwa individu dan organisasi saling tertarik manakala terdapat kesesuaian (compatibility) antara satu dengan yang lain, hal ini sangat berpengaruh terhadap organisasi dalam merekrut karyawan dan juga sikap karyawan untuk memilih pekerjaan tersebut.

Beberapa bukti empiris mendukung pernyataan ini (Boxx et al., 1991; Chatman, 1991; O’ Reilly, Chatman & Caldwell, 1991;

Vancouver & Smitt, 1991).

(51)

2. Dimensi Person Organization Fit (PO-Fit)

Menurut definisi Kristof-Brown et.al (2005), ada tiga komponen untuk person organization fit yaitu;

a. Kesesuaian kepribadian karyawan dengan karakteristik organisasi

b. Kesesuaian tujuan antara karyawan dan organisasi ;dan c. Konsistensi antara nilai-nilai karyawan dan budaya organisasi.

Westerman dan Cyr (2004) menggambarkan person- organization fit sebagai bangunan multidimensional yang terdiri dari tiga jenis yaitu: nilai-nilai, kepribadian, dan lingkungan kerja. Dalam person-organization fit, kesesuaian antara karyawan dengan organisasi sangat ditekankan (Barrick dan Stevens, 2005). Menurut Kristof (1996) ada dua bentuk person-organization fit yaitu:

a. Supplementary fit yaitu terjadi jika seseorang “melengkapi, menarik dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lain” di dalam lingkungan.

b. Complementary fit yaitu terjadi jika karakteristik seseorang menciptakan lingkungan atau menambah sesuatu yang kurang dalam lingkungan tersebut.

Berdasarkan asalnya, person organization fit juga dapat dibedakan menjadi need-supplies dan demand-ablities. Perspektif need supplies perspective: person organization fit terjadi jika organisasi mampu memuaskan kebutuhan, keinginan dan

(52)

preferensi individu. Sebaliknya berdasarkan perspektif demand- abilities menyatakan bahwa kesesuaian itu terjadi jika individu dapat memenuhi permintaan organisasi (Siska, 2012).

Menurut Kristof (1996) Person Organization Fit dapat dibagi dalam dalam empat dimensi sebagai berikut :

a. Kesesuaian nilai (Value Congruence)

Kesesuaian antara nilai instrinsik individu dengan organisasi (Sekiguchi, 2004). Selanjutnya, menyatakan bahwa untuk menghubungkan kepribadian dan nilai seorang individu didasarkan pada kesesuaian antara karakteristik kepribadian individu dengan organisasi, dan dalam kesesuaian individu–

organisasi, kesesuaian itu harus setarakan antara individu dengan organisasi serta dengan pekerjaan.

b. Kesesuaian tujuan (Goal Congruence)

Kesesuaian antara tujuan individu dengan organisasi dalam hal ini adalah pemimpin dan rekan sekerja (Sekiguchi, 2004). Organisasi memiliki tujuan tertentu,begitu pula orang- orang yang ada dalam organisasi juga memiliki tujuan tertentu.

Apabila tujuan organisasi dan tujuan individu saling bertentangan, kecil kemungkinannya tujuan-tujuan berbeda itu bisa tercapai. Kesesuaian tujuan yaitu suatu keadaan dimana tujuan individu sesuai dengan tujuan organisasi.

(53)

c. Pemenuhan kebutuhan karyawan (Employee Need Fullfilment) Pemenuhan kebutuhan karyawan merupakan kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan karyawan dan kekuatan yang terdapat dalam lingkungan kerja dengan sistem dan struktur organisasi (Cable dan Judge,1994; Turban dan Keon, 1994).

Lingkungan kerja yang dimaksud menurut Nitisemito (2002) adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sehari-hari, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, dan lain-lain.

d. Kesesuaian karakteristik kultur-kepribadian (Culture Personality Congruence)

Kesesuaian karakteristik kultur-kepribadian adalah kesesuaian antara kepribadian (non nilai) dari setiap individu dan iklim atau kultur organisasi (Bowen, 1991). Kultur atau budaya organisasi menurut Wirawan (2007) adalah norma, nilai, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi dan sebagainya yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota.

Sedangkan menurut Autry (2003) dimensionalitas dari Person Organization Fit adalah adanya kesesuaian dengan tujuan

(54)

perusahaan, kesesuaian dengan rekan kerja, dan kesesuaian dengan supervisor, berikut ini:

Tabel 1. Dimensi-Dimensi Person Organization Fit Menurut Auntry & Daugherty (2003)

Elemen-Elemen Organisasi Komponen

Sikap Individual

Kebijakan dan Prosedur Perusahaan

Supervisor atau Manager

Rekan Kerja

Cognition Kesesuaian Cognitive Perusahaan

Kesesuaian Cognitive Supervisor

Kesesuaian Cognitive rekan kerja Affect Kesesuaian

Affective Perusahaan

Kesesuaian Affective Supervisor

Kesesuaian Affective rekan kerja

3. Kriteria dan Alat Ukur Untuk Menilai Person Organization Fit

Teknik yang dapat digunakan untuk menilai person- organization fit harus memenuhi kriteria komprehensif, memiliki ukuran yang seimbang dalam mengukur individu dan organisasi, bebas dari kesalahan sistematik dan unsistematik, serta mendukung pengembangan teori Karlen dan Graves (1994) (dalam Autry, 2003). Adapun teknik yang dapat digunakan tersebut meliputi:

a. Wawancara (Interview)

Kesesuaian antara individu dan organisasi pada dasarnya dapat dinilai dari wawancara. Bentuk wawancara yang bisa digunakan adalah wawancara yang tidak terstruktur dan wawancara terstruktur. Namun penggunaan teknik wawancara, yang tidak terstruktur memiliki berbagai kelemahan.

(55)

b. Pengukuran karakteristik kepribadian (Personality Measures) Sebelum menggunakan ukuran ini untuk menilai kesesuaian individu dan organsasi terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap lingkungan organisasi, kemudian baru dilakukan identifikasi terhadap karakteristik pribadi yang berkaitan dengan kesuksesan . Namun penggunaan karakteristik pribadi sebagai ukuran tidak memenuhi kriteria ukuran yang seimbang, dan agar bebas dari kesalahan sistematik, reliabilitas skala kepribadian tergantung pada jumlah skala yang tersedia.

c. Skala pemaksaan pilihan (Force-choice scales)

Penggunaan teknik ini dilakukan dengan mengembangkan sekumpulan pernyataan yang mungkin mencerminkan karakteristik organisasi, kemudian sejumlah sampel dari anggota organisasi menentukan setiap pernyataan yang diinginkan dan merupakan ciri dari organisasi yang bersangkutan, lalu item skala dibangun berdasarkan pemyataan tersebut Biasanya setiap item skala terdiri dari empat pernyataan yang sama-sama baik, tetapi dua dari pemyataan tersebut mencerminkan karakteristik organisasi dan dua lainnya tidak. Pelamar di instruksikan untuk memilih dua item yang paling diinginkan dalam sebuah situasi kerja,tingkat kesesuaian individu dan organisasi dinilai berdasarkan pilihan

(56)

pelamar terhadap karakteristik yang berhubungan dengan organisasi.

d. Metode Q (Q Methodology)

Metode ini dilakukan dengan mengembangkan sekumpulan pernyataan yang menggambarkan profil lingkungan organisasi, kemudian sejumlah karyawan sebagai sampel diminta untuk memilah-milah penyataan tersebut berdasarkan suatu tingkat yang menggambarkan karakteristik mereka terhadap organisasi. Profil lingkungan organisasi dikembangkan berdasarkan respon dari sampel pekerja yang dipilih tersebut, selanjutnya pelamar kerja diminta untuk menyortir item-item penyataan berdasarkan apa yang diinginkan. Korelasi antara respon pelamar dan profil organisasi dianggap sebagai sebuah ukuran kesesuaian antara individu dan organsasi.

C. Lingkungan Kerja

1. Definisi Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok (Sedarmayanti, 2009).

Subroto (2005) menjelaskan bahwa “lingkungan kerja merupakan keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun

(57)

non fisik yang dapat memberikan kesan yang menyenangkan, mengamankan, menentramkan, dan betah kerja.

Sedangkan menurut Schultz & Schultz (2006) mengatakan bahwa lingkungan kerja diartikan sebagai suatu kondisi yang berkaitan dengan ciri – ciri tempat bekerja terhadap perilaku dan sikap pegawai dimana hal tersebut berhubungan dengan terjadinya perubahan – perubahan psikologis karena hal – hal yang dialami dalam pekerjaaanya atau dalam keadaan tertentu yang harus terus diperhatikan oleh organisasi yang mencakup kebosanan kerja, pekerjaan yang monoton dan kelelahan.

Lingkungan kerja adalah segala suatu hal yang berdampak secara langsung terhadapkesejahteraan perawat, serta kenyamanan terhadap perawatan pasien terkait dengan kualitas lingkungan kerja perawat, lingkungan kerja yang sehat sangat mendukung dalam pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas, meningkatkan rekrutmen staf dan memelihara kelangsungan keuangan organisasi (Vollers et al, 2009).

Lingkungan kerja yang positif adalah suatu pengaturan praktek yang dapat memaksimalkan kesehatan dan kesejahteraan perawat, meningkatkan kualitas hasil pasien dan kinerja organisasi (Baumann, 2007). Lingkungan kerja positif menunjukkan bahwa karyawan tetap mengarah pada kerja tim yang lebih baik, peningkatan kontinuitas perawatan dan perbaikan hasil pasien.

(58)

Para pimpinan telah mulai menyadari bahwa perubahan lingkungan kerja positif mengakibatkan karyawan tetap tinggal dan memiliki komitmen yang tinggi dalam organisasi.

Bedasarkan uraian lingkungan kerja tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan keseluruhan alat kerja dan bahan yang ada di lingkungan perawat dimana para perawat tersebut melaksanakan tugas dan pekerjaannya sehari- hari.

2. Jenis Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2005) mengemukakan bahwa lingkungan kerja fisik dibagi menjadi dua yaitu :

a. Lingkungan Kerja Fisik

Menurut Suyonto (2012), Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi perawat baik secara langsung maupun scara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu :

1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan perawat (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya).

2) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :temperatur, kelembaban, sirkulasi

(59)

udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

Supaya dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap perawat, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.

b. Lingkungan kerja non-fisik

Menurut Sedarmayanti (2005) menyatakan bahwa lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan”. Lingkungan kerja non fisik ini merupakan lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.

3. Komponen Lingkungan Kerja

a. Lingkungan Kerja Fisik 1) Suhu

Pegawai bekerja di suatu lingkungan dimana suhu diatu sedemikian rupa sehingga berada diantara rentang kerja yang dapat diterima oleh individu

2) Kebisingan

Pegawai bekerja di lingkungan dimana suara – suara yang ada dilingkungan tidak akan memberikan efek bagi yang

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 7, admin dapat melihat apakah student labor tersebut sudah terdaftar atau belum, dan pada halaman itu juga terdapat tombol hapus yang berfungsi untuk menghapus

Dari hasil uji t pada tabel diatas, diperoleh nilai t hitung sebesar 12,025 dan t tabel sebesar 1,992 dan Pvalue sebesar 0,000, karena thitung &gt; ttabel dan nilai Pvalue

Dalam upaya menyelenggarakan pembangunan dan penerapan tatakelola pemerintahan yang baik (good govermance) Ditjen Cipta Karya Kementerian PU telah melaksanakan Program

berbentuk tepung. Bahan lain selain limbah rajungan yaitu ikan kering yang dibuat tepung sebagai sumber protein tambahan. Semua bahan yang terdiri dari tepung limbah

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktu

Berdasarkan hasil review HAZOP yang dilakukan pada hydrofinishing plant high pressure , potensi bahaya yang memiliki risiko tertinggi yaitu berupa pelepasan gas

Pad a hari ……… tanggal …… bulan ……… tahun ……… bertempat di ………… telah diselenggarakan musrenbang dokumen rencana daerah kabupaten yang dihadiri pemangku

Perlakuan penurunan pH cangkang memberikan pengaruh yang negatif terhadap daya serap air papan partikel dengan perekat urea formaldehida dimana nilainya lebih