BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja
Kinerja adalah upaya melakukan kewajiban kerja sehingga tecapai oleh suatu organisasi ataupun perusahaan dalam memberikan jasa atau produknya kepada pelanggan (Echols, 1984). (Indra Bastian, 2006) menyatakan bahwa kinerja adalah keseluruhan tentang pencapaian suatu aktivitas dengan merealisasilan tujuan, visi dan misi perusahaan. Dapat juga dikatakan sebagai hasil yang dicapai oleh perusahaan dalam beberapa waktu tertentu.
Faktor penting pengukuran kinerja bagi perusahaan adalah sebagai langkah dasar dalam mengambil suatu keputusan dan juga untuk bahan evaluasi kinerja dari manajemen, sehingga nantinya bisa menghasilkan kemajuan serta pencapaian suatu perusahaan mencapai target yang diinginkan.
Moeheriono (2012) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaiian kemajuan kerja terhadap sasaran maupun tujuan dalam manajemen sumber daya manusia untuk menghasilkan suatu produk ataupun jasa, termasuk juga informasi pencapaian tujuan perusahaan baik itu tindakan secara efisiensi dan efektivitas, serta aktivitas didalamnya mengumpulkan informasi dan data dengan target serta tujuan evaluasi.
2.2 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Purwantini (1998) pokok tujuan dari penilaian kinerja yaitu:
a. Menentukan ukuran kontribusi keuntungan perusahaan dalam pencapaiannya secara keseluruhan.
b. Mengidentifikasi sebab selisih pelaksanaan dari rencana sesuai dengan ukuran presentasi manajer yang telah ditentukan.
c. Memotivasi manajer dan karyawan untuk meningkatkan prestasi hingga perusahaan mencapai tujuan dan sasarannya.
d. Menentukan perbandingan dari prestasi antar divisi dalam perusahaan.
2.3 Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah factor yang sangat penting untuk perusahaan karena manfaatnya antara lain untuk (Mulyadi & Setiawan, 1999:228):
a. Membantu mengelola sistem keorganisasi secara efektif dan efisien melalui motivasi karyawan secara merata.
b. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan.
c. Membantu pengambilan suatu keputusan yang mempunyai hubungan dengan penghargaan karyawan.
2.4 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kinerja dari Karyawan
Berikut merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seoranf karyawan, antara lain yaitu:
1. Faktor diri internal
Faktor dalam diri internal karyawan yaitu meliputi faktor psikologi yaitu terkait dengan kepribadian, kecerdasan, serta kemampuan yang dimiliki. sedangkan faktor fisik yaitu meliputi gender, umur, kondisi kesehatan, dan lain sebagainya.
2. Faktor diri eksternal
Adapun faktor eksternal karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja yaitu gaji, insentif, kondisi dan hubungan kerja antar karyawan atau atasan, serta kebijakan pemerintah mengenai kenaikan gaji atau pangkat (Handoko, 1993).
2.5 Sistem Pengukuran dan Indikator Penilaian Kinerja
Vanany (2009) menjelaskan bahwa definisi sistem pengukuran kinerja adalah ebagai seperangkat metrik yang dignakan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas tindakan. Sistem pengukuran kinerja terintegrasi dengan menggunakan keseimbangan antar indikator kinerja keuangan dan non keuangan. rasio keuangannya adalah dipicu oleh indikator non-keuangan. Tidak ada kinerja non- keuangan yang baik. Kinerja keuangan yang baik bisa sangat sulit. Berdasarkan model pengukuran sistem pengukuran kinerja Karena integrasinya, model pengukuran kinerja memiliki beberapa karakteristik.
Evaluasi pekerjaan karyawan didasarkan oleh aspek penting untuk kinerja pekerjaan. Adapun aspek yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja karyawan sebagai berikut:
a. Kuantitas dan kualitas karyawan
Menurut Mangkunegara (2009) kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan secara kualitas dan kuantitas dan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Pengukuran kualitas kerja seorang karyawan mengacu pada kualitas kerja karyawan yang berkaitan dengan hasil kerja fisik atau tidak. Pengukuran kuantitas berkaitan dengan kuantitas yang dihasilkan yang dicapai oleh seorang karyawan dengan jumlah unit tertentu.
b. Keterampilan
Keterampilan kerja terkait pendidikan dan pengalaman seorang karyawan.
Apabila pendidikan dan pengalaman pegawai sepadan, maka kinerjanya akan baik.
c. Kerjasama
Dalam hal ini, kinerja seorang pegawai didasarkan pada kemampuannya dalam melaksanakan pekerjaan. Ketika bekerja dalam kelompok, jika seorang karyawan dapat berkontribusi pada kelompok, karyawan tersebut dikatakan berkinerja baik.
Karyawan juga dievaluasi berdasarkan hubungan kerjanya dengan karyawan lain.
Kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor kerjasama, lingkungan kerja, fasilitas dan penghargaan.
d. Tanggung jawab Kerja
Tanggung jawab atas suatu jabatan merupakan kewajiban khusus yang harus dipenuhi oleh semua orang yang memegang jabatan tersebut (Amstrong, 1998).
Dalam hal ini ukuran pegawai dievaluasi berdasarkan tanggung jawab pegawai kepada atasannya atas hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugas yang diberikan.
Dikatakan bahwa seorang pekerja mengambil tanggung jawab yang baik hanya jika dia dapat menerima kesalahan yang telah dia buat.
2.6 Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton menggunakan Balanced Scorecard sebagai alat untuk organisasi agar bisa mengelola tuntutan pemanku kepentinngan yang relevan dan untuk mengartikan strategi ke dalam suatu tindakan (“dari strategi ke tindakan”).
Ketika menyusun Balanced Scorecard (BSC), Kaplan dan Norton, menyatakan bahwa perusahaan kekurangan alat canggih untuk pengelolaan aset tidak berwujud (misalnya kepuasan pelanggan, kualitas proses, infrastruktur, pengetahuan). Aset
tidak berwujud bagaimanapun sangat penting untuk tetap kompetitif. Kerangka Balanced Scorecard terdiri dari empat perspektif dan setiap perspektif terdiri dari tujuan, indikator, dan ukuran yang relevan untuk mencapainya.
Balanced Scorecard ini bertujuan untuk membuat kontribusi dan transformasi faktor lunak dan aset tidak berwujud menjadi kesuksesan finansial jangka panjang secara eksplisit dan dengan demikian dapat dikendalikan. Empat perspektif Balanced Scorecard dapat dicirikan secara singkat sebagai berikut (Kaplan dan Norton, 1997):
1. Perspektif keuangan menunjukkan apakah transformasi strategi mengarah pada peningkatan keberhasilan ekonomi. Dengan demikian, ukuran keuangan mengambil peran ganda. Di satu sisi, mereka menentukan kinerja keuangan yang diharapkan dapat dicapai oleh suatu strategi. Di sisi lain, mereka adalah titik penghubungan sebab dan akibat yang mengacu pada perspektif BSC lainnya.
2. Perspektif pelanggan diartikan pelanggan/segmen pasar di mana persaingan bisnis terjadi. Melalui tujuan strategis yang tepat, ukuran, serta inisiatif proposisi nilai pelanggan akan diwakili dalam perspektif ini melalui mana perusahaan / unit bisnis ingin meraih keunggulan yang kompetitif di dalam segmen pasar.
3. Perspektif proses bisnis internal mengidentifikasi proses internal yang memungkinkan perusahaan agar memenuhi harapan pelanggan di pasar sasaran dan juga pemegang saham.
4. Perspektif belajar dan tumbuh menggambarkan kebutuhan yang perlu untuk pencapaian tujuan dari tiga perspektif lainnya. Dimana bidang yang penting adalah kualifikasi, motivasi, sistem informasi, serta tujuan karyawan.
2.7 Keunggulan Balanced Scorecard
Menurut Mulyadi (2007), menyatakan bahwa beberapa keunggulan dari metode Balanced Scorecard sebagai berikut:
1. Komprehensiff
Dalam metode Balancce Scorcard tidak hanya menekan suatu pengukuran kinerja dalam aspek kuantitatif atau keuangan saja, tetapi meluas dengan penambahan aspek kualitatif juga yaitu pelanggan, proses tumbuh dan
berkembang, serta proses internal perusahaan.
2. Koheren
Metode Balanced Scorecard padasetiap perspektifnya diwajibkan membangun hubungan sebab akibat baik itu secara langsung atau tidak langsung. Sasaran dari strategi yang dipatokan dalam perspektif keuangan dan harus memiliki hubungan yang kasual dengan perspektif non-keuangan.
3. Fokus terhadap keseluruhan tujuan dari perusahaan.
4. Terukur
Artinya setiap perspektif di Balanced Scorecard mempunyai tolak ukur masing- masing sehingga nantinya dapat menjadi bahan pengukuran kinerja untuk dikelola perusahaan serta untuk evaluasi kinerja perusahaan kedepannya.
2.8 Perspektif Balanced Scorecard
Dasar dari penggunaan metode Balanced Scorecard adalah empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, proses belajar dan tumbuh. Penjelasan empat perspektif tersebut menurut Kaplan dan Norton (2002) yaitu:
1. Perspektif Keuangan -
Ukuran suatu kinerja dari sisi financial akan memberikan petuunjuk dari strategi perusahaan, implementasi, dan pelaksanannya memberikan kontribusi atau tidak terhadap tingkat profit perusahaan. Tolak ukur yang adalah:
a. Return On Investment (ROI)
Adalah suatu bentuk rasio profitabilitas untuk mengukurr keampuan suatu perusahaan dengan total data yang ada dalam aktiva dan digunakan untuk operasional perusahaan agar menghasilkan untung atau profit (Munawir, 1983 : 89).
Rumus Return On Investment:
𝑅𝑂𝐼 = 𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑋 100% (1) b. Net Profit Margin
Net Profit Margin adalah hasil banding antara laba bersih dengan penjualan bersih yang nilainya dalam bentuk presentase. Kegunaan NPM adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi perusahaan dengan memperlihatkan besar kecilnya
laba (dalam persen) dan hubungan dengan proses penjualan (Riyanto, 1999:37).
Rumus NPM:
𝑁𝑃𝑀 = 𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑋 100% (2)
c. Return On Equity
Adalah kemampuan modal perusahaan agar menghasilkan keuntungan (Riyanto 1999 : 44)
𝑅𝑂𝐸 = 𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛 𝑋 100% (3)
2. Perspektif Pelanggan
Kepuasan pelanggan adalah salah satu kinerja penting yang harus dimiliki perusahaan karena di dunia bisnis persaingan untuk mempertahnkan pelanggan dan mendapatkan planggan baru merupakan persaingan perusahaan yang bisa dibilang wajar. Pada perspektif pelanggan, para manajer mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar dimana unit bisnis tersebut akan bersaing dan berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasaran. Perspektif pelanggan mempunyai ukuran utama yaitu:
1. Pangsa pasar, gunaknya untuk mengukur kecil atau besarnya proporsi pada segmen pasar tertentu saja.
2. Tingkat retensi pelannggan yaitu suatu pengukuran yang digunakan agar mengetahui presentasi pertumbuhan dari bisnis perusahaan dengan pelanggan yang dimiliki perusahaan.
3. Tingkat kepuasan pelanggan, berguna untuk mengukur kualitas pelayanan pada suatu perusahaan. Apabila tingkat kepuasan pelanggan tinggi terhadap perusahaan, artinya semakin baik kualitas pelayanan dari suatu perusahaan tersebut.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Pada perspektif bisnis internal, mengidentifikasi kegiatan atau suatu proses
yang sifatnya kritikal untuk mencapai sasaran keuangan juga pelanggan. Prinsip dasar dari perspektif ini menurut Kaplan dan Norton:
1. Proses Inovasi
Adalah proses perusahaan mencari kebutuhan utama customer yang nantinya diciptakan baik itu produk ataupun jasa agar memenuhi kebutuhan perusahaan (Mirza dan Juni, 1997:17). Tolak ukur yang dapat dilakukan perusahaan dalam perspektif ini antara lain : (Soetjipto dan Juni,1997:23)
a. Produk baru hasil perkembangan dari perusahaan.
b. waktu yang dibuutuhkan mengembangkan satu produk atau jasa.
c. Tingginya harga penjualan produk baru serta lama waktu yang digunakan untuk memjual suatu produk baru..
2. Proses Operasi
Yaitu kegiatan perusahaan mulai dari penerimaan suatu order dari pelanggan hingga produk atau jasa dikirimkan kepada pelanggan Terdapat dua bagian kegiatan pada proses operasi, yaitu proses pembuatan produk atau jasa, dimana proses ini menghasilkan sesuatu yang mempunyai sifat repetitive, sehingga banyak cara dalam manajemen yang dapat diterapkan. Pengukurannya dibagi menjadi 3 bagian yaitu kualitas, biaya, dan waktu.Proses penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan, dimana pada proses ini disebut dengan kegiatan pemasaran yang dilakukan untuk menyedaikan sarana serta prasara sehingga pelanggan bisa membeli produk ataupun jasa pada perusahaan.
4. Perspektif Balajar dan Tumbuh
Pada perspektif ini, mengindentifikasi infrasturktur yang dibangun perusahaan untuk menciptakan tumbuh dan tingkat kinerja untuk jangka lama.
sumber utama dari pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan asalnya dari manusia, sistem dan SOP perusahaan. Pada perspektif belajar dan tumbuh ada beberapa patokan utamanya yaitu:
a. Tingkat produktivitas seorang karyawan, yang gunanya untuk mengetahui produktifitas karyawan dalam beberapa waktu tertentu. Apabila produktivitas karyawan esmakin tinggi, maka akan tinggi pula output yang dihasilkan.
b. Tingkat retensi karyawan, apabila tingkat dari retensi karyawan semakin tinggi, maka semakin tinggi pila tingkat perputaran untuk karyawan.
c. Dan tingkat kepuasan karyawan, adalah penentu untuk pengukuran tingkat produktifitas juga retensi dari seorang karyawan.
2.9 Sustainability Balanced Scorecard
Sustainability Balanced Scorecard (SBSC) merupakan pengembangan konsep dari metode Balanced Scorecard (BSC) dimana ada penambahan indikator, yaitu aspek lingkungan dan sosial. Pada dasarnya ada dua kemungkinan pendekatan dalam mengintegrasi aspek lingkungan dan sosial dalam Sustainability Balanced Scorecard. Yang pertama adalah dengan mempertahankan empat standar perspektif BSC dan menambahkan indikator lingkungan dan sosial ke dalam masing-masing perspektif (Ferreira, dkk. 2016) Pendekatan yang kedua yaitu dengan menambahkan satu perspektif untuk dipertimbangkan ke dalam BSC yaitu
“perspektif lingkungan dan sosial”. Pendekatan kedua ini juga didukung oleh Moro Prieto & Fernández Rodriguez (2003) (dalam Monteiro & Ribeiro, 2014) dimana di dalam jurnal tersebut dikatakan bahwa dengan ditambahnya perspektif lingkungan dan sosial secara langsung akan membantu menentukan tujuan dari lingkungan yang lebih baik juga bisa melakukan perbaikan kinerja dan analisis yang lebih baik kedepannya. Kinerja aspek sosial perusahaan akan berpengaruh besar terhadap peningkatan kinerja dari sisi keuangan, misalkan return on asset dan apresiasai harga saham dari perusahaan (Orlitzky & Benjamin, 2001). Menurut (Orlitzky & Benjamin, 2001) dengan kinerja sosial akan meningkatkan tingkat efisiensi dan pengelolaan dari suatu perusahaan dan hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa kinerja sosial suatu perusahaan bisa menurunkan resiko bisnis dan resiko pasar dari perusahaan.
Seperti hal nya Balanced Scorecard, pada Sustainability Balanced Scorecard setiap kinerja pada satu perspektif adalah saling terikat dengan perspektif lainnya.
Dengan fakta penambahan perspektif lingkungan dan sosial sangat berdampak positif pada perusahaan maka pendekatan kedua lebih masuk akal dalam pengukuran kinerja perusahaan. Aspek dan perspektif lingkungan dan sosial belum sepenuhnya terintegrasi dalam proses pertukaran pasar, karena pada dasarnya aspek
lingkungan dan sosial berasal dari sistem nonpasar sebagi konstruksi sosial. Dengan demikian banyak aspek lingkungan dan sosial yang masih belum terintegrasi ke dalam koordinasi pasar. Namun menurut Hill (1985) menunjukan bahwa perusahaan tidak dapat beroperas secara ekslusif di bidang ekonomi-komersial saja, karena sebagai lembaga kuasipublik, perusahaan juga harus berinteraksi dengan ranah lain misalnya ranah sosial (Hill,1985). Aspek lingkungan dan sosial sebagai konstruksi sosial dapat muncul di semua bidang dan dapat menjadi relevan secara strategis bagi perusahan melalui mekanisme-mekanisme selain proses pertukaran pasar.
Mengingat dari karakteristik aspek lingkungan dan sosial ini, menjadi jelas bahwa untuk mengintegrasi aspek lingkungan dan sosial yang begitu relevan juga strategis maka harus diperluas dengan perspektif tambahan. (Figge et al., 2002) mengusulkan pengenalan tambahan yang disebut perspektif non-pasar untuk mengintegrasikan aspek lingkungan dan sosial. Kaplan dan Norton juga menunjukan bahwa perumusan perspektif perusahaan dari Balanced Scorecard memungkinkan untuk melibatkan pergantian nama atau penambahan perspektif (Kaplan dan Norton, 1997, hal 33). Untuk membenarkan pengenalan perspektif non-pasar tambahan, aspek lingkungan dan sosial dari luar sistem pasar harus secara eksplisit mewakili aspek inti strategis untuk keberhasilan pelaksanaan strategi perusahaan yang dipertimbangkan. Jadi Aspek lingkungan/ sosial yang relevan secara strategis dari luar sistem pasar dapat memengaruhi kinerja perusahaan dalam keempat perspektif Balance Scorecard. Artinya perspektif lingkungan dan sosial dapat relevan baik secara langsung (berkenaan dengan perspektif keuangan) dan tidak langsung (berkenaan dengan perspektif lain).
Dengan demikian, perspektif non-pasar tambahan dapat mempengaruhi keempat perspektif. Analog dengan proses perumusan Balanced Scorecard, aspek inti strategis dan indikator utama dari perspektif non-pasar juga harus diidentifikasi dan direproduksi melalui ukuran masing-masing. Langkah-langkah ini kemudian dihubungkan ke arah perspektif keuangan melalui rantai sebab-akibat yang hierarkis. Nantinya, manajemen terkait strategi dijamin untuk aspek non-pasar yang relevan secara strategis juga. Seperti yang akan ditunjukkan nanti, keputusan
apakah perspektif non-pasar tambahan diperlukan untuk merumuskan Sustainability Balanced Scorecard untuk strategi bisnis tertentu tidak dapat diambil sebelumnya tetapi hanya dalam proses perumusan.
2.10 Perspektif Lingkungan dan Sosial
Perspektif lingkungan dan sosial adalah satu perspektif tambahan dalam metode Sustainability Balanced Scorecard. Dimana pada penambahan perspektif ini sangat berkaitan dengan proses berkelanjutan bisnis yaitu penyeimbangan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dari sudut pandang ini, perusahaan diharapkan untuk dapat menjalankan proses bisnis tanpa efek buruk pada lingkungan seperti kerusakan asap dan limbah pabrik.
Metodologi Sustainability Balanced Scorecard memiliki satu perspektif yaitu dimana perspektif penting yang memungkinkan pengguna membuat keputusan tentang penerapan dan penerapan metodologi Sustainability Balanced Scorecard.
Prosesnya dapat dilihat pada gambar 2.1
Sumber : (Rabbani et al., 2014)
Gambar 2.1 Framework Sustainability Balanced Scorecard
2.11 Indikator Pengukuran Sustainability Balanced Scorecard
Indikator Sustainability Balanced Scorecard berfokus pada berbagai aspek yang dipertimbangkan untuk masa yang akan datang, konservasi, serta pengelolaan sumber daya, kesejahteraan finansial, dan hubungan antar perusahaan dan pemerintah. Sustainability Balanced Scorecard mencerminkan strategi dan operasi masing-masing perusahaan dan menyarankan pengukuran oleh setiap perusahaan akan mendapatkan hasil yang berbeda. Beberapa indikator yang perlu diingat ketika menghitung dan menetapkan tujuan dan sasaran dari semua perspektif, yaitu:
1. Dapat dihitung dan dapat diukur
2. Dapaat dikelola pemangku kepentingan
3. Pengukurannya bersifat multidimensi dan mencakup semua aspek yang relevan Pengukuran sampel didasarkan pada beberapa aspek utama, termasuk konsep, struktur, lingkungan, masyarakat, dan ekonomi. Aspek-aspeknya memiliki parameter sendiri, dapat dilihat pada dibawah ini;
Tabel 2.1 Perspektif dari Sustainability Balanced Scorecard Perspektif dari Sustainability Balanced Scorecard
Tujuan Indikator
Pengurangan Konsumsi
Energii
Persentase dari Konsumsi Energi Sumber Daya
Pengurangan Konsumsi Rata-Rata Dari Solar/Water Energy Pengurangan Konsumsi Rata-Rata Dari Setiap Energi
Pengurangan Konsumsi Rata-Rata Dari Bahan Bakar Yang Digunakan Pengurangan
Komsumsi Air
Pengurangan Konsumsi Rata-Rata dari Air PAM Yang Digunakan Pengurangan Konsumsi Rata-Rata Air Panas
Proses Pengolahan Air Kotor
Pengurangan Sampah
Jumlah Tempat Sampah
Persentase Sampah Yang Bisa Di Daur Ulang Persentase Sampah Organis, Anorganik Biaya Pembuangan Sampah
Pemeliharaan Lingkungan
Investasi Dari Pelestarian & Pemeliharaan Lingkungan Perusahaan Jumlah Biaya Perlindungan Lingkungan
Jumlah Perusahaan Pemasokan Daur Ulang
Kesejahteraan Sosial
Jumlah Dana Untuk Proses Daur Ulang Jumlah Karyawan Lokal (Masyarakat Sekitar) Jumlah Karyawan Wanita Dalam Perusahaan Jumlah Material Saat Pemasokan
Bahan Pemasokan Terserfitikasi Total Proyek K3
Pengurangan Kebisingan
dan Emisi
Emissi Udara
Emisi Gas Hasil Dari Rumah Kaca
Rata-Rata Jumlah Jam Kerja Perminggu Dalam Bulan Atau Tahun Rata-Rata Jam Kerja Lembur Dalam Bulan Atau Tahun
Sumber : (Zavodna, 2013)
2.12 Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja Menggunakan Metode Sustainability Balanced Scorecard
Perancangan dari sistem pengukuran suatu kinerja merupakan output rancangan yang sistematis berdasarkan seperangkat indiktaor kinerja berupa input, output, hasil, keuntungan dan dampak. Perancangan dari sistem pengukuran kinerja pada lingkungan adalah dasar untuk merancang keberhasilan pelaksanaan sesuai dari tujuan serta sasaran yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan juga sasaran visi dan misi. Proses perancangan sistem pengukuran kinerja menggunakan metode Sustainability Balanced Scorecard mempertimbangkan beberapa aspek yaitu meliputi:
a. Penetapan strategis dari semua perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, belajar dan tumbuh, serta perspektif lingkungan dan sosial)
b. Menentukan Key Performance Indicator
c. Pembobotan dengan metode Analytic Network Process (ANP)
2.13 Pembobotan Dengan Menggunakan Metode Analytic Network Process (ANP)
Analytic Network Process merupakan metode kualitatif pengembangan metode Analytical Hierarchi Process (AHP) dimana mempunyai kelebihan yaitu bisa melakukan pengukuran dari beberapa faktor dalam sebuah jaringan dengan beberapa tahapan.
Analytic Network Process adalah salah satu metode logis yang dapat digunakan menangani masalah ynag mempunyai unsur ketergantungan yang tinggi karena model dari Analytic Network Process yaitu jaringan yang dijadikan sebagai
pengidentifikasian hubungan keterkaitan antara elemen pada satu kriteria dengan elemen pada kriteria yang lain (Kaluku & pakaya, 2017).
Menurut (Fitriyani, et.al, (2017) dan (Pungkasanti & Handayani, 2017) tahapan dalam penyelesaian dengan metode Analytic Network Process yaitu:
1. Mendifinisikan setiap masalah/ indikator dan menentukan kriteria solusinya 2. Menentukan pembobotan komponen
3. Membuat matriks hasil perbandingan berpasangan untuk melihat pengaruh atau kontribusi dari tiap elemen dan tiap kriteria berdasarkan penilaian dari pengambilan keputusan melalui nilai tingkat kepentingan suatu elemen.
4. Menghitung eigenvector pembobotan
𝐸 = [
𝑒1 = 𝑏1/ ∑𝑛𝑖=1𝑏𝑖 𝑒2 = 𝑏1/ ∑𝑛𝑖=1𝑏𝑖
…
𝑒𝑖 = 𝑏1/ ∑𝑛𝑖=1𝑏𝑖
] (4)
Keterangan : ei = elemen maktriks E pada baris ke-i
5. Menghitung nilai konsistensi yang telah didapatkan, nilai dikatakan konsisten jika kurang dari 10%.
𝐶𝐼 =𝜆𝑚𝑎𝑥−𝑛
𝑛−1 (5)
𝐶𝑅 = 𝐶𝐼/𝑅𝐶𝐼 (6)
Keterangan :
CI = Consistensi index n = orde dari matriks
𝜆𝑚𝑎𝑥 = nilai eigenvetor terbesar dari matriks ber-ordo n 𝑅𝐼 = random index untuk setip matrix n
6. Mengulangi Langkah 4 dan 5 untuk keseluruhan kriteria yang ada.
7. Membuat unweighted supermatrik dngan memasukan semua eigenvectror yang sudah dihitung sebelumnya kedalam supermatriks.
8. Membuat weighted supermatrik dengan perkalian tiap unweighted supermatrik dengan matriks perbandingan kriteria.
𝑊𝑤 = 𝑇𝑧 . 𝑊 (7) Keterangan :
𝑊𝑤 = Weighted supermatrik 𝑇𝑧 = Weighted supermatrik 𝑊 = Unweighted supermatrik
9. Membuat limiting supermatrik caranya yaitu memangkatkan supermatriks terus menerus hingga nilai atau angka disetiap kolom sama besar dengan baris. Dan melakukan normalisasi terhadap limiting supermatriks.
𝑙𝑖𝑚𝑘 → ∞ 𝑤𝑘 (8) 10. Memilih nilai dari beberapa alternatif yang telah dibandingkan dan melakukan
normalisasi agar mengetahui hasil atau nilai akhirnya.
2.14 Metode Objective Matrix (OMAX)
Metode OMAX atau Objective Matrix adalah suatu metode yang dikembangkan untuk mengukur tingkat produktivitas secara keseluruhan agar produktivitas di perusahaan terpantau pada setiap bagiannya. Dikembangkan oleh James l.Riggs,PE., pada tahun 1980an yang merupakan seorang professor Teknik Industri Oregon State University, Amerika Serikat.
Menurut Agustina dan Riana (2011), pada dasarnya konsep dari pengukuran metode ini yaitu penggabungan dari kriteria kinerja kedalam matrix. Tiap indikator kinerja mempunyai bobot sesuai tingkat kepentingan perusahaa terhadap tujuan produktifitas secara keseluruhan. Dalam metode OMAX harapnannya untuk aktifitas dari seluruh pemangku kepentingan dalam perusahaan untuk ikut serta menilai, mempertahankan ataupun membenarkan, karena pada metode OMAX sistem pengukuran langsung diserahkan kepada bagian dari proses industri.
Metode OMAX dapat dikombinasikan pendekatan kunatitatif dan kualitatif, juga digunakan untuk pengukruan seluruh aspek kinerja yang harus menjadi pertimbangan, mendefinisikan dengan jelas input dan output pada indikator kinerja dan memasukan beberapa hasil pertimbangan dari manajemen untuk menetukan
skor hingga bisa lebih fleksibel. Interpolasi performnasi skor dari bahan Objective Matrix berada di skala 0-10, artinya ada 11 tingkat pencapaian setiap indikator.
2.15 Traffic Light System (TLS)
Traffic Light System adalah metode yang memiliki hubungan erat dengan pemberian skor. Berfungsi sebagai penanda dari skor indikator kinerja apakah perlu perbaikan atau tidak. Tiga warna pada metode TLS yaitu warna hijau, warrna kunig, dan warna merah.
Pemberian warna berdasarkan nilai KPI dari masing-masing strategi, artinya merah untuk nilai KPI yang berada antara level 0-3 artinya pencapaian indikator kinerja berada dibawah taregt yang tetap dan perlu dilakukan perbaikan. Warna kuning untuk nilai KPI yang berada antara level 4-7 artinya pencapaian pada indikator kinerja berada diatas rata-rata meski nilai KPI mendekati target. Pada level ini perusahaan harus berhati-hati terhadap kemungkinan masalah yang akan terjadi. Sedangkan warna hijau duntuk nilai KPI yang berada antara level 8-10 yang artinya pencapaian pada indikator kinerja tercapai, atau sama, bahkan sudah melebihi target.
2.16 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No Peneliti / Tahun Judul Penelitian Ringkasan Penelitian
1 Anastasia Anjani / 2020
Pengukuran Kinerja pada PT. Warna Indah Natural Mengguankan Metode Sustainable Balanced Scorecard
Pada penelitian ini melakukan pengukuran
kinerja dengan
mengidentifikasi faktor internal dan eksternal serta matriks SWOT dan dikombinasikan dengan metode SBSC dengan objek penelitiannya yaitu di perusahaan percetakan.
2
Gemilang Mustika Utami / 2021
Merancang fan mengukur kinerja keberlanjutan menggunakan pendekatan Sustainability Balanced Scorecard (SBSC) pada PT Pelabuhan Indonesia II
Menganalisis dengan pendekatan matriks IFE juga EFE yang dilanjutkan dengan perbndingan matriks SWOT dan diintegrasikan dengan metode SBSC .dengan objek penelitian yaitu jasa kepelabuhan yang bertempat di Tanjung Priok.
3
Eric G. Hansen, Stefan
Schaltegger / 2018
Sustainabliity Balanced Scorecads and their Architectures : Irelevant or Misundrstood?
Penelitian ini mengembangan arsitektur pasa desain SBSC, impelementasi, serta evolusi.
SBSC sangat berperan penting dalam perusahaan dengan berkelanjutan dan melihat potensi SBSC seperti perubahan output pengukuran kinerja dengan kaitannya terhadap aktivitas manusia
4
Susanna Falle, , Sabrina Engert, and Rupert J.
Baumgartner / 2016
Sustainability Management with the Sustainablity Balanced Scorecard in SMEs: Findings from an Austrian Case Study
Pada penelitian ini melakukan pemeriksaan konsep SBSC dengan mementingkan ekonomi di UMKM kecil dan menengah,
serta menjlaskan
perkembangan dari metode SBSC
5
Lupi, Silvia, Adriano, Gianni Carandiina, Manuella Salani, Paola Antonioli, and Pasquale Gregoriio/ 2011
Multidimnsional evaluation performance with experimental application of balanced scorecard: a two year experience.
Penggunaan metode Balanced Scorecard sebagai perbandingan dari kinerja Operatif Unit Level dan kerangka udsulan apat dengan baik mendapatkan hasil efektif untuk meningkatkan kualitas.
6
Ivo Hrristov, et al/
2019
Sustainabiility Value Creation, Surviival, and Growth of the Compny : A Critical Perspectiv in the Sustainablity Balanced Scorcard (SBSC)
Pada penelitian ini mengkategorikan SBSC untuk masuk dalam strategi dari perusahaan dengan isu yang crusial. Implementasi manajemen strategi sustainable dilakukan menggunakan metode BSC dan dihadirkan satu tambahan perspektif yaitu perspektif lingkungan dan jadilah metode Sustainability Balanced Scorecard
7
Adhi Nugraha, Muhammad Abdillah Arif, Dr
Pengukuran Kinerja Menggunakan Metode Balanced Scorcard dan Analytical Network Process
Pada penelitian ini menggunakan metode Balanced Scorecard untuk merancang kinerja
Ahmad Mubin/
2020
perudahaan dan ANP sebagai pembobotan ditambah dengan metode OMAX dan Traffic Light Sistem dan didapatkan hasil yaitu beberapa KPI dianggap kurang diantaranya yaitu kepuasan pelanggan, jumlah pelatihan karyawan, tingkat dan efisiensi produksi
8
Andreeas Tri Panudju, Andi Hasryiningsih Asfar, Fitri Fauziah/ 2016
Pengukuran Kinerja Perusahaan Menggunakan Metode Balanced Scorecard (BSC) Dengan Pembobotan Analytical Hierarchy Process (AHP) Di PT. ABC, Tbk
Metode Balanced Scorecard digunakan sebagai pengukuran kinerja perusahaan dengan objeknya yaitu di PT. ABC,Tbk dengan hasil pespektif yang terpenting yaitu di perspektif bisnis internal dengan hasil pembobotan terbesar yaitu 0,350 yang artinya PT.ABC, Tbk harus lebih meingkatkan dan menfokuskan pada bisnis internalnya, meningkatkan produksi dan pengembangan jaringan rantai pasok.
9
Nashrullah Setiawan , Andang
Farmansyah/ 2014
Desain Key Performance Indicator Untuk Pengukuran Kinerja Industri Jasa Berdasarkan Budaya Organisasi Dengan Menggunakan Metode BSC-AHP
Membuatan KPI dengan metode Balanced Scorecard dengan objek industri jasa yaitu pada Hotel Grasia
Semarang. Yang
membedakan disini adalah seluruh tujuan strategis mengacu pada budaya
organisasi dan mendapatkan hasil pembobotan tertinggi dengan AHP yaitu pada perspektif 51,9 dari skala 100 dan termasuk BSC dengan skor akhir 0 yang artinya kinerja pada perusahaan tegolong dalam kriteria cukup.
10
Lestari Retnawati/
2017
Perancangan Kinerja Sistem Informasi Dengan Metode Balanced Scorecard Dan Analytical Hierarchy Process
Penelitian dengan menggunakan metode BSC dengan latar belakang keberadan sistem informasi pada UPT TIK di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang ada belum terintegrasi sepenuhnya dengan pihak terkait dan kendala yang terjadi yaitu karyawan yang kurang memahami sistem dan tidak adanya pengukuran kinerja yang komprehensif.
11
Kalender, Z. T., &
Vayvay, Ö./ 2016
The Fifth Pillar Of The Balanced Scorecard:
Sustainability. Procedia- Social and Behavioral Sciences
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat lebih dekat isu keberlanjutan sebagai pilar kelima dari balanced scorecard dengan menggabungkan isu keuangan dan non keuangan ke dalam system menejamen kinerja yang komprehensif 12 Marimin, M.,
Wibisono, A., &
Decision Support System For Natural Rubber Supply
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis model
Darmawan, M. A./
2017
Chain Management Performance Measurement:
A Sustainable Balanced Scorecard Approach
pengambilan keputusan rantai pasok karet alam, dan untuk merumuskan kinerja model pengukuran dengan menggunakan Sustainability Balanced Scorecard, serta untuk mengembangkan keputusan prototipe sistem pendukung menggunakan pendekatan system model DSS. Dan hasilnya sangat menjanjikan dalam meningkatkan rantai pasok industri karet alam dalam kinerja manajemennya.
Sumber : (Data yang diolah)
Beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu dari segi objek atau populasi yang dipilih. Dimana objek yang dipilih peneliti adalah taman wisata yang belum pernah dilakukan pengukuran kinerja secara berkelanjutan sebelumnya. Cara menyatakan kinerja di penelitian ini dengan penambahan aspek lingkungan dan sosial juga menjadi pembeda daripada penelitian sebelumnya.