ISBN : 978-602-50946-7-5
92 Evaluasi Sifat Fisik Wafer Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi Menggunakan Onggok Sebagai Binder
Kardia Lailih Awaliah
1, Yatno
2*), Rasmi Murni
2, Suparjo
2, Akmal
21 Mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi
2 Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi
ABSTRAK
* Korespondensi Penulis e-mail:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level terbaik penggunaan onggok pada wafer ransum komplit berbasis jerami padi (WRKJP) dinilai dari kualitas fisik.
Bahan yang digunakan adalah jerami padi sebagai sumber serat dan konsentrat yaitu jagung giling, dedak, onggok, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, mineral mix, urea, dan NaCl. Bahan tersebut dicampur menjadi wafer ransum komplit dengan perbandingan sumber serat dan konsentrat (50:50). Bahan yang telah dicampur dicetak dalam bentuk wafer. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu: WRKJP-3 (ransum komplit menggunakan 3%
onggok), WRKJP-6 (ransum komplit menggunakan 6% onggok), WRKJP-9 (ransum komplit menggunakan 9% onggok), WRKJP-12 (ransum komplit menggunakan 12% onggok), masing-masing diulang sebanyak 5 kali. Peubah yang diamati yaitu: kadar air, berat jenis, kerapatan bahan, dan daya serap air. Data dianalisis menggunakan Analisis Ragam (ANOVA) dan diuji Polinomial Orthogonal (PO) untuk mengetahui level optimal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok berpengaruh nyata (P<0,05) menaikkan secara linier kerapatan bahan WRKJP (0,2-0,26 g/cmᵌ) dengan persamaan Y= 0,175 + 0,019X, akan tetapi penggunaan berbagai level onggok pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air sebesar (38,15-41,67 %), berat jenis sebesar (0,77-0,83 g/ml) dan daya serap air sebesar (235-258 %). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan level onggok sebesar 10% mampu mempertahankan kualitas fisik wafer ransum komplit berbasis jerami padi.
Kata kunci: level onggok, kualitas fisik, wafer ransum komplit, jerami padi
PENDAHULUAN
Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha peternakan.
Upaya pengembangan produksi ternak ruminansia menuntut adanya ketersediaan pakan yang stabil dan berkualitas. Oleh karena itu pemberian pakan harus diperhatikan dari segi jumlah (kuantitas), mutu (kualitas), kontinyuitas dan tidak bersaing dengan manusia. Salah satu sumber daya pakan yang memenuhi kriteria tersebut adalah limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara maksimum seperti jerami padi. Limbah pertanian seperti jerami padi berpotensi sebagai pakan ternak, akan tetapi limbah tersebut akan cepat mengalami kerusakan jika tidak segera dilakukan penangan dengan tepat, sehingga perlu dilakukan teknologi pengolahan untuk memperpanjang masa simpan. Salah satu cara teknologi pengolahan limbah adalah dengan cara pembuatan wafer (Pratama et al.,2015).
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi produksi tanaman padi pada tahun 2019 sebesar 309.933 ton gabah kering giling (GKG) dengan luas areal 69.536 hektar (BPS, 2020).
Diasumsikan bahwa setiap 1 ton GKG dihasilkan sebanyak 1,5 ton jerami padi (Makarim et al., 2007), maka, produksi jerami padi di Provinsi Jambi pada tahun 2019 diperkirakan sebesar 464.899,5 ton. Menurut (Yusriani et al., 2015) jerami padi memiliki kandungan nutrient yaitu: 40,78% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), (Nuraini et al., 2016) 90% bahan kering (BK); 0,92% lemak kasar (LK); 27,5% serat kasar (SK); 0,08% kalsium (Ca);
0,2% fospor (P) (Hartadi et al., 1980) 19,05% abu, (Mulijanti, 2014) 6,44% protein kasar (PK), (Antonius, 2009) 51,47% total digestible nutrient (TDN).
Dibalik ketersediaannya yang berlimpah, jerami padi juga memiliki kelemahan yaitu
93
kandungan protein yang rendah serta cepat mengalami kerusakan jika hanya ditumpuk saja, selain itu juga tingginya silika dan lignin mengakibatkan rendahnya kecernaan pada ruminansia sehingga perlu dilakukan teknologi pengolahan untuk mengatasi hal tersebut (Yanuartono et al., 2017).
Wafer merupakan produk pakan ternak memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi dengan proses pembuatannya menggunakan teknologi pemanasan dan pengepresan sehingga membutuhkan adanya penambahan binder sebagai perekat untuk memperbaiki kualitas fisik wafer (Syahri et al., 2018). Kelebihan wafer ransum komplit (WRK) dari beberapa hasil penelitian yaitu lebih efisien dan ternak tidak lagi memilih-milih, sehingga sangat mungkin ternak memperoleh asupan zat makanan yang komplit. Dibalik kelebihan wafer ransum komplit didukung dengan kualitas fisik yang baik sehingga sifat fisik dari wafer tersebut sangat perlu diperhatikan. Oleh karenanya diperlukan pengukuran atau uji sifat fisik wafer untuk mengetahui kualitas dari wafer tersebut. Uji kualitas fisik tersebut dapat berupa:
kerapatan tumpukan, ketahanan benturan, kadar air, dan berat jenis.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas fisik wafer ransum komplit (WRK) adalah jenis binder atau bahan perekat yang digunakan.
Bahan yang biasa digunakan sebagai binder adalah bahan sumber energi atau readily available carbohydrate atau bahan yang memiliki kandungan pati, salah satu bahan yang dapat dijadikan sebagai binder atau bahan perekat yaitu onggok (Syahri et al., 2018). Onggok merupakan limbah padat pada industri tapioka yang masih mengandung serat dan pati. Onggok memiliki kandungan pati sebesar 59,40% sehingga dengan kandungan patinya yang tinggi dan banyak tersedia onggok sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan perekat (Sutikno et al., 2016). Menurut (Hadijah et al., 2019) penggunaan onggok 5%
dalam pembuatan wafer ransum komplit berbasis limbah kol sudah menghasilkan sifat fisik yang baik.
Mengingat penggunaannya yang masih relatif rendah sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan level onggok sebagai binder atau bahan perekat terhadap sifat fisik wafer ransum komplit berbasis jerami padi.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: jerami padi dan konsentrat jagung giling, dedak, onggok, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, mineral mix, urea, dan NaCl, air, aquades.
Sedangkan peralatan yang digunakan adalah mesin giling, pisau, gunting, dandang pengukus, kompor gas, baskom, plastik ukuran ½ kg dan 1 kg,
kain serbet, alat pencetak wafer, kardus, neraca analitik, saringan, penggaris, oven 60⁰C, gelas ukur, spidol, pena, buku tulis untuk mencatat berat wafer, kertas label, oven 105⁰C, cawan porselin, tisu, eksikator, dan penjepit.
Metode Pembuatan Wafer
Jerami padi diperoleh dari lahan pertanian di desa Sri Agung kecamatan Batang Asam Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
Jerami padi yang diperoleh selanjutnya diseleksi dengan cara dipisahkan antara jerami dengan butir- butir padi yang masih tertinggal, selanjutnya jerami padi dijemur dibawah sinar matahari hingga kadar air bahan tersisa 15% lalu dicacah dan kemudian digiling namun tidak menjadi tepung.
Selanjutnya disiapkan konsentrat yang digunakan dalam pembuatan wafer lalu ditimbang berdasarkan formulasi yang telah disusun, kemudian dicampur dengan perekat yang berupa onggok sesuai dengan perlakuan. Pencampuran bahan dimulai dari berat bahan terkecil hingga bahan yang persentase berat lebih besar agar pencampuran merata. Bahan pakan yang telah homogen kemudian ditambahkan air dengan perbandingan 3:1 (3 ransum dan 1 air) lalu dikukus menggunakan tempat kukus selama 20 menit dan selanjutnya dicetak di mesin pencetak yang telah disiapkan setelah dicetak dikeringkan pada oven 60⁰C selama 24 jam. Setelah itu dilakukan pengamatan/pengujian fisik dan analisis data.
Wafer disusun berdasarkan kebutuhan nutrien kambing PE dengan bobot badan 20 kg dengan pertambahan bobot badan (PBB) rata-rata 50 gram/ekor/hari, konsumsi bahan kering 3% dari bobot badan dengan protein kasar (PK) 9,3% dan TDN 60% (Kearl,1982). Komposisi bahan penyusun, proporsi bahan penyusun dan kandungan nutrisi WRKJP dapat dilihat pada tabel 1, 2, dan 3.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini sebagai berikut:
WRKJP-3 : Wafer Ransum Komplit Jerami padi menggunakan 3% onggok
WRKJP-6 : Wafer Ransum Komplit Jerami padi menggunakan 6% onggok
WRKJP-9 : Wafer Ransum Komplit Jerami padi menggunakan 9% onggok
WRKJP-12: Wafer Ransum Komplit Jerami padi menggunakan 12% 0nggok
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: kadar air (AOAC, 2006), berat jenis (Nafisah, 2018), kerapatan bahan (Riswandi et al., 2017) dan (Trisyulianti et al., 2003), dan daya serap air (Yana et al., 2018).
94
Analisis Data
Data yang diperoleh setiap peubah yang diamati dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) sesuai rancangan penelitian. Apabila
terdapat pengaruh nyata perlakuan terhadap peubah yang diamati, maka dilanjutkan dengan Uji Polinomoal Ortogona
Tabel 1. Komposisi kimia bahan penyusun wafer ransum komplit jerami padi (WRKJP) (%)
Bahan Pakan Kandungan Zat Makanan
BK Abu PK LK SK TDN Ca P Na Cl
Jerami padi 90,00a 19,05c 6,44b 0,92a 27,50a 51,47 0,08a 0,02a - - Jagung giling 89,10d 1,70c 10,80d 4,70d 3,10d 90,00d 0,31c 0,23c 0,03c 0,02c B. Kelapa
BIS
91,96e 88,60d
5,50c -
22,86e 16,50d
15,74e 2,50d
11,59e 15,60d
87,95e 70,00d
0,16c -
0,57c -
0.04c -
- - Dedak padi 91,00f 12,30f 12,80f 13,90f 11,60f 68,00f 0,20c 1,10c - -
Mineral mix - - - - - - 20,00g 12,00g 1,50g -
Urea - - 287,00h - - - - - - -
NaCl 100,00g - - - - - - - 60,66g 39,34g
Onggok 88,45h 4,13h 5,81h 0,15h 8,13h 85,00d - - - -
Sumber: * diolah dari berbagai sumber
aNuraini et al., (2016), bMulijanti et al., (2014), cHartadi, et al., (1980), dSiregar (2014), eWaldi, et al., (2017),
fEnsminger dan Olentine (1978), g Astuti, et al., (2009), h Hambakodu danIna (2019)
Tabel 2. Proporsi penggunaan bahan penyusun wafer ransum komplit jerami padi (WRKJP) (%)
Bahan Perlakuan
WRKJP-3 WRKJP-6 WRKJP-9 WRKJP-12
Sumber serat:
Jerami Padi 50,00 50,00 50,00 50,00
Konsentrat:
Jagung Giling 3,00 3,00 3,00 3,00
Bungkil kelapa
BIS
3,00 36,00
9,00 27,00
16,00 17,00
24,00 6,00
Dedak padi 3,00 3,00 3,00 3,00
Mineral mix 1,00 1,00 1,00 1,00
Urea 0,50 0,50 0,50 0,50
NaCl 0,50 0,50 0,50 0,50
Onggok 3,00 6,00 9,00 12,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Tabel 1. Kandungan nutrisi wafer ransum komplit jerami padi (WRKJP) (%)
Zat Makanan Perlakuan
WRKJP-3 WRKJP-6 WRKJP-9 WRKJP-12
Bahan Kering 88,211 88,408 88,639 88,903
Abu 9,281 9,735 10,244 10,808
Protein Kasar 9,495 9,556 9,680 9,868
Lemak Kasar 2,384 3,118 3,974 4,963
Serat Kasar 20,398 19,933 19,429 18,884
TDN 60,863 62,390 64,097 65,983
Ca 0,260 0,269 0,280 0,293
P 0,277 0,311 0,351 0,396
Na 0,320 0,322 0,325 0,328
Cl 0,197 0,196 0,197 0,197
Keterangan : Hasil perhitungan Tabel 1 dan 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Wafer merupakan produk pakan ternak memiliki dimensi panjang, lebar dan tinggi yang pembuatannya menggunakan teknologi pemanasan dan pengepresan sehingga dibutuhkan penambahan binder sebagai perekat untuk memperbaiki kualitas fisik wafer (Syahri et al., 2018).
Pengukuran atau uji sifat fisik wafer perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas dari wafer tersebut.
Setelah dilakukan penelitian mengenai penggunaan level onggok terhadap kualitas fisik wafer ransum komplit berbasis jerami padi, diperoleh hasil rataan peubah yang dapat dilihat pada tabel 4.
95
Tabel 4. Rataan Kadar Air, Berat Jenis, Kerapatan Bahan, dan Daya Serap Air WRKJP
Perlakuan level onggok KA (%) BJ (g/ml) KB (g/cm3) DSA(%) WRKJP-3 41,65 ± 3,24 0,77 ± 0,04 0,20 ± 0,01 251 ± 36,30 WRKJP-6 39,07 ± 1,35 0,83 ± 0,13 0,21 ± 0,02 258 ± 45,77 WRKJP-9 38,15 ± 1,50 0,80 ± 0,04 0,22 ± 0,01 251 ± 15,57 WRKJP-12 38,43 ± 1,68 0,80 ± 0,90 0,26 ± 0,02 235 ± 15,81
Kadar Air
Kadar air merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan kualitas pakan, karena terkait dengan nilai nutrisi dan daya simpan. Kadar air wafer adalah jumlah air yang masih tinggal di dalam rongga sel, rongga intraseluler dan antar partikel selama proses pengerasan perekat. Bahan pakan yang memiliki kadar air tinggi, maka persentase nilai nutrisinya semakin rendah dan daya simpannya relatif lebih singkat, hal ini dikarenakan bahan pakan tersebut akan mudah terserang jamur, sehingga kualitas pakan menurun dan dapat mengakibatkan keracunan bagi ternak.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air wafer ransum komplit. Nilai kadar air wafer ransum komplit dapat dilihat pada tabel 4. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa penggunaan level onggok menghasilkan kadar air yang relatif sama.
Hal ini terjadi karena bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan wafer tersebut sama, baik dari sumber serat maupun konsentrat serta kemudian dalam proses pembuatan juga terjadi penambahan air yang ukurannya. Hal ini sejalan dengan pendapat (Trisyulianti et al., 2003) yang mengatakan bahwa kadar air wafer ditentukan oleh kadar air partikel sebelum kempa panas, jumlah air yang terkandung dalam jumlah perekat serta jumlah air yang keluar dari system perekat sewaktu memperoleh energy panas pada proses pengerasan yang berupa tekanan dan suhu pada alat kempa panas. Menurut (Pratama et al., 2015) kadar air pada wafer yakni kurang dari 14%
sehingga tidak mudah rusak serta memiliki kualitas nutrisi yang lengkap. Syahri et al., (2018) juga mengatakan hal yang sama bahwa nilai kadar air ini masih berada dalam kisaran aman untuk penyimpanan yaitu kadar air dibawah 14%.
Wafer dengan kadar air tinggi akan terserang jamur lebih cepat sehingga tidak akan bertahan lama jika dilakukan penyimpanan.
Trisyulianti et al., (2003) mengatakan aktivitas mikroorganisme dapat ditekan pada kadar air 12% - 14%, sehingga bahan pakan tidak mudah berjamur dan membusuk. Retnani, (2017) mengatakan kenaikan atau penurunan kadar air juga dapat terjadi akibat pengaruh kelembaban dan suhu ruangan.
Berat Jenis
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap berat jenis
wafer ransum komplit. Nilai berat jenis wafer ransum komplit pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4. Penggunaan level onggok pada penelitian ini memberikan nilai berat jenis yang sama. Berdasarkan hasil penelitian (Mulyani et al., 2019) ransum yang mengandung 5% onggok berbasis limbah kol memiliki nilai berat jenis sebesar 1,22±0,04 g/ml, nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai berat jenis pada penelitian ini. Islami et al., (2018) mengatakan wafer yang mempunyai berat jenis besar cenderung akan mudah terpisah atau kurang merekat.
Perbedaan nilai tersebut dapat terjadi dikarenakan ukuran partikel dari wafer ransum komplit berbasis jerami padi relatif sama sehingga mengakibatkan campuran bahan saling mengikat dengan baik. Menurut (Hadijah et al., 2019) ukuran partikel yang tidak sama menyebabkan partikel bahan tidak mengikat dengan baik maka partikel bahan mudah terpisah antara satu dengan yang lain. Selain itu, pemadatan yang terjadi di dalam mesin sama sehingga ruang antar partikel tidak berbeda.
Salam, (2017) mengatakan bahan dengan ukuran partikel yang sama atau tidaknya sangat mempengaruhi nilai dari berat jenis wafer, dengan pencampuran ukuran partikel yang sama antara kedua bahan yang digunakan dapat saling mengikat dengan baik sehingga nilai berat jenisnya tinggi. Menurut (Krisnan, 2008), berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan, disamping itu pula akan menentukan terhadap kerapatan tumpukan pakan.
Kerapatan Bahan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kerapatan bahan wafer ransum komplit. Nilai kerapatan bahan wafer ransum komplit pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4. Kerapatan wafer adalah suatu ukuran kekompakan ukuran partikel dalam lembaran dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran wafer. Kerapatan wafer menentukan stabilitas dimensi dan penampilan fisik wafer pakan komplit.
Secara sistematis kerapatan merupakan suatu ukuran berat partikel per satuan luas. Peningkatan kerapatan wafer akan mengakibatkan semakin luasnya kontak antar partikel dan pemakaian perekat semakin efisien, juga akan mengefisienkan
96
ruang penyimpanan dan memudahkan transportasi (Trisyulianti et al., 2003).
Pada uji lanjut Polinomial Ortoghonal (PO) menunjukkan bahwa persamaan yang didapat menggambarkan pengaruh tersebut berada pada
persamaan linier yaitu Y= 0,175 + 0,019X dan Koefisien determinasi R²= 0,8699 dimana X adalah level onggok dan Y adalah nilai kerapatan. Berikut grafik menunjukkan nilai kerapatan pada gambar 1.
Gambar 1. Hubungan level onggok terhadap kerapatan Pemberian level onggok yang berbeda pada
setiap perlakuan memberikan nilai kerapatan yang berbeda, semakin tinggi level onggok maka akan menghasilkan nilai kerapatan yang semakin tinggi.
Hal ini dikarenakan kandungan pati onggok yang cukup tinggi sehingga dengan penggunaan onggok yang semakin tinggi mengakibatkan nilai kerapatan yang tinggi pula.
Menurut (Sutikno et al., 2016) kandungan pati onggok sebesar 59,40%. Selain itu, pada pembuatan wafer juga terjadi proses pemanasan dengan cara pengukusan sehingga pati pada onggok akan meleleh dan membentuk gelatin lalu saling mengikat dengan bahan lain, hal ini didukung oleh pendapat (Hadijah et al., 2019) dimana proses pemanasan dengan pengukusan membuat pati yang terdapat pada perekat meleleh membentuk gelatin yang akan menjadi perekat dan mengikat bahan lain, dan dipres dengan tekanan yang kuat sehingga menghasilkan wafer dengan kerapatan yang hampir sama.
Pada gambar 1. dapat dilihat bahwa penggunaan onggok sebanyak 12% menghasilkan nilai kerapatan yang paling tinggi yaitu sebesar 0,26 ±0,02 g/cm3. Menurut (Daud et al.,2013) dengan tingkat kerapatan wafer yang tinggi secara fisik memudahkan dalam penanganan baik penyimpanan ataupun goncangan pada saat transportasi dan diperkirakan akan lebih tahan lama dalam penyimpanan karena bentuk fisiknya yang padat dan keras. Sebaliknya, kerapatan wafer yang rendah akan memperlikatkan bentuk fisik yang tidak terlalu padat, sehingga menyebabkan terjadinya sirkulasi udara dalam tumpukan selama penyimpanan dan diperkirakan hanya dapat bertahan dalam penyimpanan beberapa waktu saja, namun pendapat lain menyatakkan bahwa wafer dengan kerapatan tinggi tidak begitu disukai oleh ternak karena terlalu padat sehingga ternak sulit untuk mengonsumsinya (Jayusmar et al., 2002).
Daya Serap Air
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya serap air wafer ransum komplit. Nilai daya serap air wafer ransum komplit pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4. Daya serap air wafer merupakan suatu kemampuan wafer dalam mengikat air atau kelembaban yang ada di sekitarnya.
Nilai Pada hasil penelitian diperoleh nilai daya serap air wafer menggunakan level onggok relatif sama. Nilai daya serap air berbanding terbalik dengan nilai kerapatan, semakin tinggi nilai kerapatan maka nilai daya serap air akan semakin rendah, didukung dengan pendapat (Syahri et al., 2018) yang menyatakan bahwa nilai daya serap air ini berbanding terbalik dengan kerapatan wafer, ini berarti bahwa semakin tinggi nilai kerapatan maka semakin rendah nilai daya serap air mineral wafer.
Selain itu (Islami et al., 2018) juga berpendapat bahwa semakin tinggi kerapatan dan kadar air maka kemampuan daya serap air akan semakin rendah. Hal ini diduga karena penggunaan level onggok sebagai binder berpengaruh terhadap nilai kerapatan, semakin tinggi level onggok maka akan semakin tinggi nilai kerapatan dimana tingginya nilai kerapatan bahan dapat mengurangi nilai keambaan dalam suatu bahan pakan yang mengakibatkan daya serap air akan semakin meningkat. Menurut (Toharmat et al., 2006).
Pakan dengan tingkat keambaan yang lebih tinggi dapat menimbulkan regangan lebih besar.
Trisyulianti et al., (2003) mengatakan semakin tinggi daya serap suatu bahan maka akan semakin besar nilai pengembangan volume, hal ini disebabkan oleh mengembangnya partikel-partikel bahan karena berinteraksi dengan air. Islami et al., (2018) mengatakan Daya ikat air akan berpengaruh terhadap mudah tidaknya wafer dikonsumsi ternak dan lama penyimpanannya.
97 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan level onggok sebesar 10% mampu mempertahankan kualitas fisik wafer ransum komplit berbasis jerami padi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu serta memberi dukungan secara finansial terhadap penelitian ini sehingga dapat mencapai tujuan dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Antonius, 2009. Pemanfaatan Jerami Padi Fermentasi sebagai Subtitusi Rumput Gajah dalam Ransum Sapi. Jitv 14, 270–277.
AOAC, 2006. Official Methods of Analysis of AOAC International, 1st ed, AOAC Internasional.
Gaithersburg, Maryland, USA.
Astuti, A., Agus, A., Budhi, S.P., 2009. Pengaruh Penggunaan High Quality Feed Supplement Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Sapi Perah Awal Laktasi. Buletin Peternakan.
Vol.33 (2).p. 81–87.
BPS Provinsi Jambi, 2020. Luas Produksi Dan Luas Produktivitas Padi Provinsi Jambi. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, Jambi.
Daud, M., Fuadi, Z., Azwis, 2013. Uji Sifat Fisik Dan Daya Simpan Wafer Ransum Komplit Berbasis Kulit Buah Kako. Jurnal Ilmiah Peternakan.Vol.
1 (1). p.18–24.
Ensminger, M. E. and C. G. Olentine Jr. 1978. Feed and Nutrition Complete. 1st Edition. The Ensminger Publishing Co, California
Hadijah, S., Murni, R., Yatno, Suparjo, Akmal, 2019. Kualitas Fisik Wafer Ransum Komplit Dari Limbah Kol (Brassica Oleracea) Dengan Ukuran Partikel Dan Bahan Perekat Yang Berbeda, in:
Seminar BKS PTN Wilayah Barat. p. 1269–
1281.
Hambakodu, M., Yessy Tamu Ina, D., 2019.
Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Pakan Hasil Samping Agro Industri. J. Agripet . Vol 19 (1), p:7–12.
Hartadi, H., Reksohadiprodjo, S., Lebdosukojo, S., Tillman, A.D., Kearl, L.C., Harris, L.E., 1980.
Tabel-Tabel Dari Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Internatonal Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Logan, Utah.
Islami, R.Z., Nurjannah, S., Susilawati, I., Mustafa, H.K., Rochana, A., 2018. Kualitas Fisik Wafer Turiang Padi Yang Dicampur Dengan Rumput lapang. J. Ilmu Ternak Universitas Padjadjaran Vol.18 (2). p 126–130.
Jayusmar, Trisyulianti, Jacja, J., E, 2002. Pengaruh Suhu dan Tekanan Pengempaan Terhadap Sifat Fisik Wafer Ransum dari Limbah Pertanian Sumber Serat dan Leguminose untuk Ternak Ruminansia. Media Peternak. Vol 24(3).p76–82.
Krisnan, R., 2008. Perubahan Karakteristik Fisik Konsentrat Domba Selama Penyimpanan, In:
Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner. pp. 491–497.
Makarim, A.K., Sumarno, Suyamto, 2007. Jerami Padi: Pengelolaan dan Pemanfaatannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
Mulijanti S.L., N.S.T., 2014. Pemanfaatan Dedak Padi dan Jerami Fermentasi pada Usaha Penggemukan Sapi Potong di Jawa Barat Using Rice Bran and Fermented Rice Straw for Fattening Beef Cattle in West Java S.L.
Mulijanti, S. Tedy, Nurnayetti. J. Peternak.
Indones. (Indonesian J. Anim. Sci. Vol.16, 179–
187.
Nafisah, A., 2018. Sifat Fisik Dan Kimia Pollard Dan Dedak Padi Hasil Fraksinasi Menggunakan Pendekatan Bobot Molekul. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nuraini, Hafid, H., Inderawati, 2016. Karakteristik Bahan Pakan Lokal Di Sulawesi Tenggara.
J.Agrisains 17(2). p.70–77.
Pratama, T., Fathul, F., Muhtarudin, 2015.
Organoleptik wafer Dengan Berbagai Komposisi Limbah Pertanian Di Desa Bandar Baru Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol.3 (2) 92–
97.
Retnani, Y., 2017. Pemanfaatan Klobot Jagung Sebagai Wafer Ransum Komplit.
Riswandi, Imsya, A., Sandi, S., Putra, A.S.S., 2017.
Evaluasi Kualitas Fisik Biskuit Berbahan Dasar Rumput Kumpai Minyak Dengan Level Legum Lawa (Neptunia Oleracea Lour) Yang Berbeda.
J. Peternak. Sriwij. 6, 1–11.
Salam, R.M., 2017. Sifat Fisik Wafer Dari Bahan Baku Lokal Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. J. Ilm. Peternak. 5, 108–114.
Siregar.S.B., 1978. Penggemukan Sapi. Edisi ke 4.
PT.Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutikno, Marniza, Selviana, Musita, N., 2016.
Pengaruh Konsetrasi Enzim Selulase, Α–
Amilase Dan Glukoamilase Terhadap Kadar Gula Reduksi Dari Onggok. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 21, 1–12.
Syahri, M., Retnani, Y., Khotijah, L., 2018. Evaluasi Penambahan Binder Berbeda Terhadap Kualitas Fisik Mineral Wafer. Buletin Makanan Ternak 16, 24–35.
Toharmat, T., Nursasih, E., Nazilah, R., Hotimah, N., Noerzihad, T.Q., Sigit, N.A., Retnani, Y., 2006. Sifat Fisik Pakan Kaya Serat Dan Pengaruhnya Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Ransum Pada Kambing.
Media Peternak. 29, 146–154.
98
Trisyulianti, E, Suryahadi, Rakhma, V., 2003.
Pengaruh Penggunaan Dan Tepung Tapioka Sebagai Bahan Perekat Terhadap Sifat Fisik Wafer Ransum Komplit. Media Peternak. 26, 35–40.
Waldi, L., Suryapratama, W., Suhartati, F.M., 2017.
Pengaruh Penggunaan Bungkil Kedelai Dan Bungkil Kelapa Dalam Ransum Berbasis Indeks Sinkronisasi Energi dan Protein Terhadap Sintesis Protein Mikroba Rumen Sapi Perah.
Journal Livestcok. Science Production. 1, 1–12.
Yana, S., Zairiful, Priabudiman, Y., Panjaitan, I., 2018. Karakteristik Fisik Pakan Wafer Berbasis Bungkil Inti Sawit, in: Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian.
Politeknik Negeri Lampung, Lampung, p:401–
404.
Yanuartono, Purnamaningsih, H., Indarjulianto, S., Nururrozi, A., 2017. Potensi Jerami Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternak. 27, 40–62.
Yusriani, Y., Elviwirda, Sabri, M., 2015. Kajian Pemanfaatan Limbah Jerami Sebagai Pakan Ternak Sapi Di Provinsi Aceh. Jurnal Peternakan Indonesia. 17, 163–169.