1 KUALITAS FISIK WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI
PADI MENGGUNAKAN ONGGOK SEBAGAI PEREKAT
SKRIPSI
KARDIA LAILIH AWALIAH E10017045
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI
2020
2 KUALITAS FISIK WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI
PADI MENGGUNAKAN ONGGOK SEBAGAI PEREKAT Kardia Lailih Awaliah (E10017045), Dibawah Bimbingan:
Yatno1) dan Rasmi Murni2)
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Jambi Jl. Jambi-Ma Bulian KM 15 Mendalo Indah Jambi 36361
email: [email protected]
RINGKASAN
Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha peternakan. Upaya pengembangan produksi ternak ruminansia menuntut adanya ketersediaan pakan yang stabil dan berkualitas. Oleh karena itu pemberian pakan harus diperhatikan dari segi jumlah (kuantitas), mutu (kualitas), kontinyuitas dan tidak bersaing dengan manusia. Salah satu sumber daya pakan yang memenuhi kriteria tersebut adalah limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara maksimum seperti jerami padi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level terbaik penggunaan onggok pada wafer ransum komplit berbasis jerami padi (WRKJP) dinilai dari kualitas fisik. Bahan yang digunakan adalah jerami padi sebagai sumber serat dan konsentrat yaitu jagung giling, dedak, onggok, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, mineral mix, urea, dan NaCl. Bahan tersebut dicampur menjadi wafer ransum komplit dengan perbandingan sumber serat dan konsentrat (50:50). Bahan yang telah dicampur dicetak dalam bentuk wafer. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu: WRKJP-3 (Ransum komplit menggunakan 3% onggok), WRKJP-6 (Ransum komplit menggunakan 6% onggok), WRKJP-9 (Ransum komplit menggunakan 9% onggok), WRKJP-12 (Ransum komplit menggunakan 12% onggok) masing-masing diulang sebanyak 5 kali. Peubah yang diamati yaitu kadar air, berat jenis, kerapatan wafer, daya serap air, dan wafer durability indeks. Data dianalisis menggunakan Analisis Ragam (ANOVA) dan diuji Polinomial Orthogonal (PO) untuk mengetahui level optimal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok berpengaruh nyata (P<0,05) menaikkan secara linier pada kerapatan wafer WRKJP (0,2 - 0,26 g/cmᵌ) dengan persamaan Y= 0,175 + 0,019X dan menaikkan secara linier pada wafer durability indeks WRKJP (42,71 – 97,90 %) dengan persamaan Y= 23,664 + 6,3941X, akan tetapi penggunaan berbagai level onggok pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air sebesar (38,15 - 41,67 %), berat jenis sebesar (0,77 - 0,83 g/ml) dan daya serap air sebesar (235 - 258 %). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan level onggok sebesar 10% mampu mempertahankan kualitas fisik wafer ransum komplit berbasis jerami padi.
Kata kunci: Level Onggok, Kualitas Fisik, Wafer Ransum Komplit, Jerami Padi Keterangan 1)Pembimbing Utama
2)Pembimbing Pendamping
3
4 PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Kualitas Fisik Wafer Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi Menggunakan Onggok Sebagai Perekat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini sesuai dengan kaidah penulisan yang berlaku.
Jambi, Juni 2021
Kardia Lailih Awaliah
5 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 19 Maret 2000, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Karsono.S dan Ibu Sakdiah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 133/VI Rejosari II pada tahun 2011, pendidikan menengah pertama di SMPN 19 Merangin pada tahun 2014, dan pendidikan menengah atas di SMAN 6 Merangin pada tahun 2017. Penulis mengambil Jurusan MIA dan menamatkan SMA pada tahun 2017. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi pada tahun 2017 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan memilih minat Nutrisi Ternak. Penulis merupakan penerima beasiswa Bidikmisi selama delapan semester terhitung mulai dari semester Ganjil 2017/2018 s/d semester Genap 2020/2021. Selama studi penulis dipercaya oleh Dosen sebagai asisten matakuliah Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Penulis melaksanakan Farm Experience pada bulan Februari 2021 sampai Maret 2021, yang bertempat di Peternakan Milik Pak Karsono Desa Rejosari Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin. Penulis mengikuti Magang Pengganti KKN Pada bulan November 2020 sampai Januari 2021, yang bertempat di UPTD PUSKESWAN Kabupaten tanjung Jabung Timur.
i PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah SWT berkat, rahmat dan nikmat kesehatan serta kesempatan yang telah dianugrahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Skripsi ini merupakan persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Program Studi Peternakan Universitas Jambi.
Pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua, ayah tercinta Karsono dan ibu tercinta Sakdiah yang selama ini telah memberikan cinta dan kasih sayangnya melalui segala usaha, upaya dan doa yang senantiasa mereka panjatkan tiada henti, nasehat, serta semangat yang selalu diberikan sehingga membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi.
2. Kepada adikku Ravid Prasetyo serta keluarga besar dari ayah dan ibukku yang telah senantiasa memberikan nasehat, semangat serta supportnya sehingga penulis dapat melewati segala hambatan dalam menyelesaikan skripsi.
3. Dr. Yatno, S.Pt., M.Si. selaku pembimbing utama penulis yang selama ini sudah menjadi teman berdiskusi, selalu memberikan saran, pengarahan, nasehat, bimbingan dan motivasi kepada penulis, serta kepercayaan kepada penulis untuk menjadi asisten dosen pada mata kuliah pilihan selama menempuh proses perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.
4. Ir. Rasmi Murni, M.S. selaku pembimbing pendamping yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan berdiskusi membuka wawasan penulis, serta arahan dan saran yang senantiasa beliau berikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Ir. Darmawan, M. P. selaku pembimbing akademik penulis yang sudah selalu memberikan arahan serta nasehat kepada penulis mengenai kontrak mata kuliah.
6. Ir. Saitul Fakhri, M.Sc, Ph.D., Dr. Ir. Suparjo, M. P. dan Dr. Ir. Akmal, M.Si.
sebagai tim evaluator yang selama ini sudah memberikan saran dan perhatian yang sangat luar biasa, sehingga memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
ii 7. Prof. Dr. Ir. Hj. Nurhayati, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing lapangan (Farm Experience) dan magang pengganti KKN yang penulis anggap sebagai orangtua sendiri, memberikan nasehat serta bimbingan kepada penulis.
8. Dr. Ir. Agus Budiansyah, M. S. selaku Dekan Fakultas Peternakan, Dr. Ir.
Syafwan, M. Sc. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Kerjasama dan Sistem Informasi, Dr. Ir. Suparjo, M. P. selaku Wakil Dekan Bidang Umum, Perencanaan dan Keuangan, Dr. Yatno, S.Pt, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Dr. Ir. Endri Musnandar, M.S. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Peternakan, Ir. Eko Wiyanto, M.Si selaku pengelola bagian Kesarjanaan serta seluruh staf pengajar Fakultas Peternakan Universitas Jambi yang telah banyak memberi ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis selama masa studi.
9. Terimakasih kepada Ibu Elfitri, Ibu Veni dan Bang Rada selaku Teknisi Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan Universitas Jambi yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian serta memberikan nasehat dalam pelaksanaan studi.
10. Teman-teman dari tim WRK’20 Jupriadi, Yuni Prasetyani, Irmawaddah, Anita Yuliasari, Asima Maranata Simatupang, Oga Parawansa, Triami Lestari, M.Qismullah Sa’ad, Aria Mastur Ramadhan, Agusti Yudistira, Hanapi Muslim yang telah membantu menyelesaikan penelitian penulis.
11. Teman seperjuangan Magang Pengganti KKN Dewi Setiowati, Ika Armita Sari, Ahmat Khambali, Padilah Anggun Pratiwi. Serta seluruh staf dan paramedis di UPTD PUSKESWAN Tanjung Jabung Timur.
12. Drh. Abdul Roni selaku pendamping lapang selama melakukan kegiatan Magang Pengganti KKN di UPTD PUSKESWAN Tanjung Jabung Timur yang telah banyak memberikan arahan, ilmu, pengetahuan, serta motivasi kepada penulis.
13. Bang Bayu Harja, S.Pt dan kak Titik Paramita Sari, S.Pt yang telah membantu penulis dalam pengolahan data hasil penelitian.
14. Rekan-rekan Calon Mantu Idaman Rada Yamerbuke, Padilah Anggun Pratiwi, Yuni Prasetyani, Irmawaddah, serta teman akrab penulis Yayi Gamma Mari Bonawati, Nelvi Eka Trizuyani, Rizky Wulandari, M.Hari Setia Budi yang
iii banyak membantu dan disusahkan oleh penulis serta canda tawa yang selalu dibangun selama ini baik didalam maupun diluar bangku perkuliahan.
15. Teman disegala hal Riki Adhi Saputra yang selalu siap siaga menjadi pendengar keluh kesah penulis sejak penerimaan mahasiswa baru tahun 2017 sampai sekarang, yang selalu memberi nasehat kepada penulis, selalu mengingatkan penulis, dan teman pulang kampung bagi penulis.
16. Teman-teman Fapet A 2017 yang sudah bersama-sama dan selalu kompak dalam setiap matakuliah, baik teori maupun praktikum serta teman-teman fakultas peternakan angkatan 2017 yang tidak bias disebutkan satu persatu.
17. Penghuni Rumah Istimewa Kak Rita Apriana dan Mbak Wahyu Mujiasih atas kebersamaannya selama ini dan sudah penulis anggap seperti kakak sendiri.
18. Yang terkasih Doni Aditya, yang selama ini sudah menjadi support sistem bagi penulis selama penulisan sekripsi serta tidak pernah lelah untuk mengingatkan penulis agar tidak bermalas-malasan, dan selalu menjadi pendengar setia segala keluh kesah penulis.
19. Ibu Marsinah dan adik Nelsa Maulina yang sudah selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis ketika penulis sedang jenuh.
Data penelitian ini telah disampaikan pada Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat dengan tema “Sistem Produksi Peternakan & Perikanan yang Berkelanjutan”, secara Daring pada 7 November 2020. Laporan penelitian ini adalah hasil upaya maksimal penulis dengan bantuan berbagai pihak. Kritik atas kekurangan laporan ini mudah-mudahan dapat diperbaiki oleh peneliti-peneliti berikutnya untuk topik penelitian lain. Akhir kata penulis banyak mengucapkan ribuan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal kepada kita semua.
Jambi, Juni 2021
Kardia Lailih Awaliah
iv DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
1.3. Manfaat ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Jerami Padi dan Potensinya Sebagai Pakan Ternak ... 4
2.2. Onggok Sebagai Bahan Perekat ... 4
2.3. Wafer Ransum Komplit ... 5
2.4. Sifat Fisik Wafer ... 6
2.4.1. Kadar Air ... 6
2.4.2. Kerapatan Wafer ... 7
2.4.3. Berat Jenis ... 8
2.4.4. Daya Serap Air ... 9
2.4.5. Wafer Durability Indeks ... 10
BAB III. MATERI METODA ... 11
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11
3.2. Materi dan Peralatan Penelitian ... 11
3.3. Metode Penelitian ... 11
3.3.1. Persiapan Bahan ... 11
3.3.2. Pembuatan Wafer Ransum Komplit ... 12
3.4. Rancangan Penelitian ... 15
3.5. Peubah Yang Diamati ... 16
3.5.1. Kadar Air ... 16
3.5.2. Kerapatan Bahan ... 16
v
3.5.3. Berat Jenis ... 16
3.5.4. Daya Serap Air ... 17
3.5.5. Wafer Durability Indeks ... 17
3.6. Analisis Data ... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
4.1. Keadaan Wafer Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi ... 18
4.2. Kualitas Fisik Wafer Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi . 19 4.2.1. Kadar Air ... 19
4.2.2. Berat Jenis ... 20
4.2.3. Kerapatan Wafer ... 21
4.2.4. Daya Serap Air ... 23
4.2.5. Wafer Durability Indeks ... 24
4.3. Hubungan Antar Peubah ... 25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
5.1. Kesimpulan ... 27
5.2. Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA. ... 28
LAMPIRAN ... 32
vi DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi Kimia Bahan Penyusun Wafer Ransum Komplit Jerami Padi 13 2. Proporsi Penggunaan Bahan Penyusun Wafer Ransum Komplit Jerami Padi 13 3. Kandungan Nutrien Wafer Ransum Komplit Jerami Padi ... 14 4. Rataan Kadar Air, Berat Jenis, Kerapatan Wafer, Daya Serap Air, dan
Wafer Durability Indeks WRKJP ... 19
vii DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Alur Proses Dalam Memperoleh Onggok ... 12
2. Alur Proses Pembuatan WRKJP ... 15
3. Wafer Dengan Berbagai Level Onggok ... 18
4. Hubungan Level Onggok Dengan Nilai Kerapatan ... 22
5. Hubungan Level Onggok Dengan Nilai WDI ... 24
viii DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Perhitungan dan Analisis Kadar Air WRKJP (%) ... 32
2. Perhitungan dan Analisis Berat Jenis WRKJP (g/ml) ... 34
3. Perhitungan dan Analisis Kerapatan WRKJP (g/cm³) ... 36
4. Perhitungan dan Analisis Daya Serap Air WRKJP (%)... 39
5. Perhitungan dan Analisis Wafer Durability Indeks WRKJP (%) ... 41
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha peternakan. Upaya pengembangan produksi ternak ruminansia menuntut adanya ketersediaan pakan yang stabil dan berkualitas. Oleh karena itu pemberian pakan harus diperhatikan dari segi jumlah (kuantitas), mutu (kualitas), kontinyuitas dan tidak bersaing dengan manusia. Salah satu sumber daya pakan yang memenuhi kriteria tersebut adalah limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara maksimum seperti jerami padi. Limbah pertanian seperti jerami padi berpotensi sebagai pakan ternak, akan tetapi limbah tersebut akan cepat mengalami kerusakan jika tidak segera dilakukan penangan dengan tepat, sehingga perlu dilakukan teknologi pengolahan untuk memperpanjang masa simpan. Salah satu cara teknologi pengolahan limbah adalah dengan cara pembuatan wafer (Pratama et al.,2015).
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi produksi tanaman padi pada tahun 2019 sebesar 309.933 ton gabah kering giling (GKG) dengan luas areal 69.536 hektar (BPS, 2020). Diasumsikan bahwa setiap 1 ton gabah kering giling (GKG) dihasilkan sebanyak 1,5 ton jerami padi (Makarim et al., 2007). Maka, produksi jerami padi di Provinsi Jambi pada tahun 2019 diperkirakan sebesar 464.899,5 ton. Menurut (Yusriani et al., 2015) jerami padi memiliki kandungan nutrient yaitu 40,78% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), (Nuraini et al., 2016) 90% bahan kering (BK), 0,92% lemak kasar (LK), 27,5% serat kasar (SK), 0,08%
kalsium (Ca), 0,2% fospor (P), (Hartadi et al., 1980) 19,05% abu, (Mulijanti, 2014) 6,44% protein kasar (PK), (Antonius, 2009) 51,47% total digestible nutrient (TDN). Dibalik ketersediaannya yang berlimpah, jerami padi juga memiliki kelemahan yaitu kandungan protein yang rendah serta cepat mengalami kerusakan jika hanya ditumpuk saja, selain itu juga tingginya silika dan lignin mengakibatkan rendahnya kecernaan pada ruminansia sehingga perlu dilakukan teknologi pengolahan untuk mengatasi hal tersebut (Yanuartono et al., 2017).
2 Wafer merupakan produk pakan ternak memiliki dimensi panjang, lebar, tinggi yang pembuatannya menggunakan teknologi pemanasan dan pengepresan sehingga membutuhkan penambahan binder sebagai perekat untuk memperbaiki kualitas fisik wafer (Syahri et al., 2018). Kelebihan wafer ransum komplit (WRK) dari beberapa hasil penelitian yaitu lebih efesien dan ternak tidak lagi memilih- milih, sehingga sangat mungkin ternak memperoleh asupan zat makanan yang komplit. Dibalik kelebihan wafer ransum komplit didukung dengan kualitas fisik yang baik sehingga sifat fisik dari wafer tersebut sangat perlu diperhatikan. Oleh karenanya diperlukan pengukuran atau uji sifat fisik wafer untuk mengetahui kualitas dari wafer tersebut. Uji kualitas fisik tersebut dapat berupa: kadar air, berat jenis, kerapatan wafer, daya serap air, dan wafer durability indeks.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas fisik wafer ransum komplit (WRK) adalah jenis binder atau bahan perekat yang digunakan. Bahan yang biasa digunakan sebagai binder adalah bahan sumber energi atau readily available carbohydrate atau bahan yang memiliki kandungan pati, salah satu bahan yang dapat dijadikan sebagai binder atau bahan perekat yaitu onggok (Syahri et al., 2018). Onggok merupakan limbah padat pada industri tapioka yang masih mengandung serat dan pati. Onggok memiliki kandungan pati sebesar 59,40%
sehingga dengan kandungan patinya yang tinggi dan banyak tersedia onggok sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan perekat (Sutikno et al., 2016).
Menurut (Hadijah et al., 2019) penggunaan onggok 5% dalam pembuatan wafer ransum komplit berbasis limbah kol sudah menghasilkan sifat fisik yang baik.
Mengingat penggunaannya yang masih relatif rendah sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kualitas fisik wafer ransum komplit berbasis jerami padi menggunakan onggok sebagai perekat.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui level terbaik penggunaan onggok sebagai binder dalam pembuatan wafer ransum komplit berbasis jerami padi yang ditinjau dari sifat fisik wafer.
3 1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang penggunaan level terbaik onggok sebagai binder dalam pembuatan wafer ransum komplit berbasis jerami padi yang ditinjau dari sifat fisik wafer serta dapat dijadikan sebagai landasan untuk peneliti berikutnya.
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jerami Padi dan Potensinya Sebagai Pakan Ternak
Jerami padi adalah hasil samping dari tanaman padi dan digunakan sebagai sumber pakan untuk ternak ruminansia terutama oleh petani skala kecil di negara- negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, jerami banyak dimanfaatkan sebagai pakan basal ternak ruminansia, pupuk tanaman produksi, karena sangat melimpah serta murah (Yanuartono et al., 2017). Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang tersedia melimpah sepanjang tahun, namun kualitas jerami padi sangat rendah karena tingginya kadar serat kasar serta rendahnya kadar protein.(Samadi et al., 2010)
Kandungan nutrient jerami padi yaitu 87,58% bahan kering (BK), 4,21%
protein kasar (PK), 10,60% lemak Kasar (LK), 24,76% serat kasar (SK), 19,05%
abu, 40,78 bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), dan 41,68% total digestible nutrient (TDN) (Yusriani et al., 2015). Untuk menggantikan rumput segar, jerami padi dapat digunakan sampai sekitar 10%, tetapi apabila digunakan bersamaan dengan konsentrat, jerami padi dapat menggantikan rumput sampai sekitar 30%
untuk kambing dan domba (Puastuti et al., 2003). Salah satu metode pengolahan jerami sebagai pakan ternak yang sederhana, murah dan dapat dilakukan adalah fermentasi. Secara umum, fermentasi jerami padi dapat meningkatkan nilai nutrisinya sehingga jika diberikan sebagai pakan akan mampu meningkatkan produktivitasnya (Yanuartono et al., 2019).
2.2. Onggok Sebagai Bahan Perekat
Onggok adalah salah satu limbah pertanian dan agroindustri yang dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Onggok tersedia dalam jumlah yang berlimpah sehingga mudah didapat, harganya murah, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Pemanfaatan onggok sebagai pakan ternak dapat mengatasi penyediaan bahan pakan dan menanggulangi dampak negatifnya terhadap lingkungan (Vidyana et al., 2013). Onggok merupakan limbah padat pada industri tapioka yang masih mengandung serat dan pati yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Serat onggok dapat dihidrolisis dengan enzim selulase,
5 sedangkan pati onggok dapat dihidrolisis dengan enzim α–amilase dan enzim glukoamilase. Onggok memiliki kandungan pati sebesar 59,40% sehingga dengan kandungan patinya yang tinggi dan banyak tersedia onggok sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan perekat (Sutikno et al., 2016). Pati sendiri tersusun atas amilosa dan amilopektin. Perbedaan amilosa dan amilopektin dalam pati berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia pati. Pati dengan kandungan amilosa tinggi bersifat kurang rekat dan kering, sedangkan pati yang mengandung amilopektin yang tinggi bersifat rekat dan basah (Hidayat et al., 2007).
Kandungan nutrient onggok yaitu 88,45% bahan kering (BK), 5,81% protein kasar (PK), 0,51% lemak kasar (LK), 8,13% serat kasar (SK), 4,13% abu, dan 81,66% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Hambakodu & Yessy Tamu Ina, 2019). Penambahan onggok sebagai perekat nyata mempengaruhi sifat fisik pellet, yaitu mengingkatkan kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, kadar kehalusan bahan, ukuran partikel dan ketahanan benturan, tetapi menurunkan sudut tumpukan, kadar air, berat jenis dan aktivitas air. Penambahan perekat onggok sebanyak 4% dengan penyemprotan air 5% sudah dapat dikatakan mempunyai sifat fisik yang baik (Retnani et al., 2010).
2.3. Wafer Ransum Komplit
Wafer merupakan produk pakan ternak memiliki dimensi panjang, lebar, tinggi yang pembuatannya menggunakan teknologi pemanasan dan pengepresan sehingga membutuhkan penambahan binder sebagai perekat untuk memperbaiki kualitas fisik wafer (Syahri et al., 2018). Bahan baku yang digunakan terdiri dari sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak (Salam, 2017). Ransum komplit yang baik memiliki sifat palatabel atau disukai ternak, tidak mudah rusak selama penyimpanan, kandungan nutrisi yang baik, mudah dicerna, menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi dan harga terjangkau (Sandi et al., 2015).
Wafer merupakan salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami proses pencampuran, pemadatan dan pemanasan. Kadar air pada wafer yakni kurang dari 14% sehingga tidak mudah rusak serta memiliki kualitas nutrisi yang lengkap. Wafer limbah pertanian dibuat dengan menggunakan mesin pengepres dengan bantuan panas
6 dan tekanan. Komposisi bahan yang dibuat menyerupai komposisi hijauan pakan sehingga diharapkan dapat disukai ternak dan mengatasi kelangkaan dan kurangnya hijauan saat musim kemarau (Pratama et al., 2015).
Prosedur pembuatan wafer ransum komplit dari masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut: (a) semua bahan baku pakan digiling menggunakan mesin hammer mill hingga berukuran mash, (b) kemudian semua bahan baku pakan dicampur dengan bahan perekat sampai homogen, hingga menjadi ransum komplit, (c) ransum komplit dimasukkan ke dalam cetakan wafer berbentuk empat persegi berukuran 20 cm x 20 cm x 5 cm. Setelah itu dilakukan pengempaan panas pada suhu 150 oC dengan tekanan 200-300 kg/cm2 selama 5-10 menit,(d) selanjutnya pendinginan lembaran wafer dilakukan dengan menempatkan wafer di udara terbuka selama minimal 24 jam sampai kadar air dan bobotnya konstan,(e) kemudian wafer ransum komplit dimasukkan ke dalam karung dan siap diberikan kepada ternak (Daud et al., 2017).
2.4. Sifat Fisik Wafer
Kualitas pakan yang disimpan akan turun jika melebihi batas waktu tertentu.
Oleh sebab itu, uji kualitas fisik pakan sangat penting untuk diketahui. Uji kualitas fisik tersebut meliputi: kadar air, berat jenis, aktivitas air, sudut tumpukan, kehalusan bahan, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan bahan. Sifat fisik pakan merupakan sifat dasar pakan, sehingga dengan mengetahui sifat fisik dari pakan maka dapat mengetahui batas maksimal penyimpanan pakan pada gudang industri, sehingga pakan yang akan didistribusikan hingga sampai berada ditangan peternak masih memiliki kualitas nutrisi yang baik (Jaelani et al., 2016).
2.4.1. Kadar Air
Kadar air pakan pellet penting untuk diketahui dalam menentukan masa simpan suatu bahan pakan atau pakan pellet. Fungsi lain dari adanya nilai kadar air adalah untuk mengetahui kualitas dari pakan pellet (Akbar et al., 2017). Nilai kadar air ini masih berada dalam kisaran aman untuk penyimpanan yaitu kadar air dibawah 14%. Aktivitas mikroorganisme dapat ditekan pada kadar air 12-14%, kadar air yang lebih tinggi dapat menyebabkan pakan mudah ditumbuhi jamur dan membusuk (Syahri et al., 2018).
7 Penurunan Kadar air pellet disebabkan oleh penambahan onggok. Semakin besar penambahan onggok, kadar air pellet semakin rendah. Hal ini diduga dengan adanya penetrasi air dan panas secara bersamaan ke dalam granula pati menyebabkan pengembangan volume dari granula (Retnani et al., 2010).
Kenaikan atau penurunan kadar air juga dapat terjadi akibat pengaruh kelembaban dan suhu ruangan Perubahan kadar air sangat dipengaruhi kondisi lingkungan di sekitar penyimpanan dan biasanya peningkatan kadar air tersebut akan diikuti juga dengan peningkatan aktivitas air (Aw) (Krisnan, 2008).
Kadar air merupakan jumlah partikel air yang tertinggal di dalam wafer yang bergantung pada penyimpanan dan kelembaban udara sekelilingnya. Faktor yang mempengaruhi KA adalah penyimpanan dan kelembaban. KA akan semakin meningkat apabila wafer disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama. Wafer yang disimpan pada tempat yang lembab akan mengalami proses penyerapan uap air yang mengakibatkan kadar airnya menjadi tinggi dan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri akan semakin mudah untuk tumbuh dan berkembang. Apabila kadar air bahan rendah sedangkan kelembaban sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga kadar air menjadi lebih tinggi dan hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas pakan akibat tumbuhnya jamur atau perkembangan bakteri (Islami et al., 2018).
2.4.2. Kerapatan Wafer
Kerapatan wafer mencerminkan ukuran kekompakan partikel penyusun bahan yang dibentuk. Kerapatan akan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan, jumlah perekat serta besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan wafer. Kerapatan wafer akan menentukan tampilan fisik dan stabilitasnya (Syahrir et al., 2017). Kerapatan wafer yang tinggi secara fisik memudahkan dalam penanganan baik penyimpanan maupun goncangan pada saat transportasi dan diperkirakan akan lebih tahan lama dalam penyimpanan karena bentuk fisiknya yang padat dan keras. Sebaliknya, kerapatan wafer yang rendah akan memperlikatkan bentuk fisik yang tidak terlalu padat, sehingga menyebabkan terjadinya sirkulasi udara dalam tumpukan selama penyimpanan dan diperkirakan hanya dapat bertahan dalam penyimpanan beberapa waktu saja (Daud et al., 2013a).
8 Tekanan pada proses pembuatan wafer sangat berpengaruh pada sifat fisik wafer yang dihasilkan pada saat pembuatannya, semakin tinggi tekanan yang di berikan maka semakin tinggi juga tingkat ikatan antara partikel bahan yang di gunakan, sehingga semakin tinggi tekanan yang di berikan pada bahan proses pembuatan wafer maka semakin rapat juga wafer yang di hasilkan. Selain itu, ukuran partikel yang tidak sesuai antara partikel yang satu dan lainya membuat bahan tidak saling merekat sempurna pada saat diberi tekanan pada bahan baku yang menyebabkan sifat fisik wafer mudah rusak pada saat penyimpanan (Salam, 2017).
Sifat kerapatan bahan banyak terkait dengan kadar serat dalam bahan, semakin tinggi kadar serat maka semakin rendah kerapatannya atau bahan tersebut semakin amba. Pakan dengan tingkat keambaan yang lebih tinggi dapat menimbulkan regangan lebih besar dan memberikan sensasi kenyang lebih cepat pada saat dikonsumsi ternak, sehingga sifat amba tersebut dapat membatasi konsumsi pada ternak. Namun dampak negatif keambaan terhadap konsumsi setiap bahan dapat berbeda tergantung pada tingkat kecernaan komponen seratnya sepertihalnya ditunjukan oleh pakan yang mengandung rumput gajah dan jerami. Nilai kerapatan langsung sekitar 190 dan kerapatan curah sekitar 290 mempunyai pengaruh yang jelas dalam menurunkan konsumsi bahan kering ransum (Toharmat et al., 2006).
2.4.3. Berat Jenis
Mengukur berat jenis dilakukan dengan cara menimbang gelas ukur kosong dan menimbang sampel yang dimasukan kedalam gelas ukur 100 ml tanpa dipadatkan. Berat jenis dapat dihitung dengan selisih berat gelas ukur yang berisi sampel dan berat gelas ukur yang kosong dibagi dengan voume berat sampel (Salam, 2017). Bahan yang mempunyai berat jenis besar diduga akan mudah kontak dengan mikroba rumen dan enzim yang berada dalam cairan rumen sebaliknya bahan yang mempunyai berat jenis lebih kecil memerlukan waktu lebih lama untuk kontak dengan mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kecernaan bahan dengan berat jenis tinggi tersebut menjadi besar (Toharmat et al., 2006).
Pemadatan yang terjadi didalam mesin sama sehingga ruang antar partikel di dalam pellet tidak berbeda. Hasil pengujian pakan komersil menghasilkan berat
9 jenis 1,37 (Retnani et al., 2010). Berat jenis suatu pellet penting untuk diketahui.
Berat jenis menjadi salah satu penentu dalam ukuran kemasan pakan pellet serta lama proses pengemasan secara otomatis. Penurunan berat jenis dapat disebabkan oleh adanya peningkatan kadar air bebas yang terdapat pada pakan pellet (Akbar et al., 2017).
Berat jenis wafer merupakan perbandingan berat wafer terhadap volume dan merupakan salah satu penentu kerapatan tumpukan. Wafer yang mempunyai berat jenis besar cenderung akan mudah terpisah atau kurang merekat. Faktor lain yang berpengaruh adalah adanya perbedaan berat jenis yang cukup besar diantara partikel penyusun wafer (Islami et al., 2018).
2.4.4. Daya Serap Air
Daya serap air merupakan peubah yang menunjukkan besarnya kemampuan pakan wafer menarik air disekelilingnya (kelembaban udara) yang berikatan dengan partikel bahan atau tertahan pada pori antara partikel bahan (Yana et al., 2018). Penggunaan perekat berupa molasses yang lebih tinggi cenderung mengurangi daya serap air dari wafer. Berkurangnya daya serap air oleh pakan lengkap berbentuk wafer akan berdampak tingkat kerenyahan yang semakin kecil, dan pada akhirnya akan sulit untuk dikonsumsi oleh ternak (Syahrir et al., 2017).
Daya serap air berhubungan dengan kadar air yang dihasilkan. Wafer ransum komplit yang memiliki daya serap air yang tinggi akan membuat stabilitas dimensi wafer menjadi lunak dan cepat hancur jika terkena air sehingga disinyalir tidak tahan terhadap penyimpanan dalam kurun waktu yang lama (Islami et al., 2018). Tingginya kandungan serat menunjukkan bahwa biskuit mampu mengikat air karena adanya ikatan OH dalam air dengan serat pada biskuit (Riswandi et al., 2017).
Wafer ransum komplit dengan sumber serat rumput lapang diduga memiliki ikatan yang paling kuat dan memiliki luasan kontak antar partikel yang paling kecil yang dipengaruhi oleh kerapatan wafer yang tinggi. Kekuatan ikatan antar partikel akan melemah pada saat perendaman, yang menyebabkan wafer ransum komplit akan mudah hancur. Hal ini menandakan bahwa wafer jika terkena saliva ternak akan mudah mengembang bahkan hancur karena mampu membebaskan tekanan sehingga penampilannya tidak dapat kembali ke kondisi semula (Retnani,
10 2017). Tingkat daya ikat air bahan tergantung pada jenis polisakarida komponen seratnya. Penyerapan cairan rumen terjadi lebih cepat pada bahan dengan daya ikat air yang tinggi (Toharmat et al., 2006).
2.4.5. Wafer Durability Indeks
Durabilitas atau uji ketahanan terhadap benturan dilakukan untuk mengetahui apakah pellet yang dibuat mampu bertahan terhadap benturan, gesekan, terjatuh dan tertimpa pada saat proses penyimpanan maupun distribusi (Krisnan dan Ginting, 2009). Triyanto et al., (2013) mengatakan belum ada ketentuan baku durabilitas untuk wafer pakan komplit, karena selama ini baru disebutkan standar durabilitas untuk pelet, yaitu diatas 90%. Pelet yang baik mempunyai durabilitas di atas 90 % atau kandungan tepung di bawah 10%. Menurut Ismi et al., (2017) Pengukuran nilai durabilitas pellet dilakukan dengan menggunakan metode pfost tumbling, yaitu memasukkan sampel sebanyak 100 gram ke dalam sebuah kotak yang berputar selama 15 menit, kemudian disaring dan pellet yang tertinggal pada saringan ditimbang. Penentuan pellet durability index (PDI) dilakukan dengan membandingkan berat pellet awal dengan berat setelah diputar dalam tumbler dikalikan 100% sedangkan Wulansari et al., (2016) mengatakan durabilitas diperoleh dengan membagi berat pakan setelah perlakuan fisik dalam alat ditimbang dibagi berat pakan sebelumnya dikali 100%.
Nilai Pellet Durability Indeks penting untuk diketahui untuk mengevalusi karakteristik bahan pakan pada saat proses pemeletan (Akbar et al., 2017).
Menurut Syahri et al., (2018) wafer dengan binder onggok, tapioca, dan pollard memiliki nilai durability yang baik dengan penambahan molases 15%
dibandingan dengan penambahan molases 5%.
Pellet yang baik adalah pellet yang memiliki index ketahanan (pellet durability index) yang baik sehingga dalam proses penanganan dan transportasi pellet tidak mengalami kerusakan secara fisik, tetap kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh. Pellet Durability Index juga dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel pellet. Makin kecil ukuran pellet maka semakin menunjang kekerasan dan ketahanan pellet yang dihasilkan, karena semakin banyak pati yang diubah oleh uap panas menjadi perekat maka dapat membantu proses perekatan partikel- partikel dalam bahan baku (Jaelani et al., 2016).
11 BAB III
MATERI DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yakni di Fapet Farm dan Unit Bisnis untuk pembuatan wafer ransum komplit dan untuk analisis sifat fisik dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi tanggal 14 Juli 2020 sampai dengan tanggal 17 Oktober 2020.
3.2. Materi dan Peralatan Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah pertanian berupa jerami padi sebagai sumber serat dan konsentrat terdiri dari tepung jagung, dedak, bungkil kelapa, mineral mix, NaCl dan onggok. Peralatan yang digunakan untuk membuat wafer meliputi mesin giling, alat pencetak wafer, oven 60ºC, nampan, timbangan kapasitas 10 kg, pisau, plastik, tisu, spidol, gunting, piring steroform dan dongkrak. Peralatan untuk analisis sifat fisik wafer meliputi timbangan analitik kapasitas 200 gram, gelas ukur, oven 105ºC, stopwatch, pengaduk, penggaris, cawan porselin, eksikator dan penjepit.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan beberapa tahapan kegiatan yang saling berkaitan yakni berupa persiapan bahan, formulasi ransum dan pembuatan wafer ransum komplit, serta analisis sifat fisik wafer ransum komplit.
3.3.1. Persiapan bahan
Jerami padi sebagai sumber serat diperoleh dari lahan petani padi di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batang Hari. Jerami padi yang diambil berupa jerami yang baru dipanen padinya dan selanjutnya diseleksi dengan cara dipisahkan antara jerami dengan butir-butir padi yang masih tertinggal, kemudian hasil seleksi jerami padi di cacah dengan ukuran
±0,5-1cm, setelah di cacah jerami dicuci bersih kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari atau oven 60ºC kurang lebih 24 jam hingga kadar air mencapai
±15%. Konsentrat yang didapat di beberapa tempat seperti tepung jagung, dedak
12 padi, mineral mix didapat dari Poultry shop, bungkil kelapa di Kandang Percobaan Fapet Unja, NaCl di toko sembako, onggok dibuat sendiri dan air.
Bahan konsentrat berbentuk butiran digiling terlebih dahulu hingga halus berbentuk tepung (mash) dan seragam. Berikut alur proses pembuatan onggok.
Dikupas Digiling/diparut dan diperas
Diendapkan
Gambar 1. Alur proses dalam memperoleh onggok 3.3.2. Pembuatan Wafer Ransum Komplit
Wafer disusun berdasarkan kebutuhan nutrien kambing Peranakan Etawah dengan bobot badan 20 kg dengan pertambahan bobot badan (PBB) rata-rata 50 gram/ekor/hari, konsumsi bahan kering 3% dari bobot badan dengan protein kasar (PK) 9,3% dan TDN 60% (Kearl, 1982). Perbandingan antara sumber serat dan konsentrat untuk membuat wafer ransum komplit pada penelitian ini adalah 50:50.
Komposisi kimia bahan penyusun wafer ransum komplit, komposisi bahan penyusun wafer ransum komplit dan kandungan nutrient wafer ransum komplit dapat dilihat masing-masing pada Tabel 1, 2 dan 3.
Umbi kayu
Singkong tanpa
kulit
Kulit ubi kayu
Onggok
Cairan
Tepung tapioka Air sisa
endapan
13 Tabel 1. Komposisi kimia bahan penyusun wafer ransum komplit jerami padi
(WRKJP) (%)
Bahan Pakan
Kandungan Zat Makanan
BK Abu PK LK SK TDN Ca P Na Cl
Jerami Padi 90a 19,05
c
6,44b 0,92a 27,5a 51,47a 0,08a 0,02a - -
Jagung giling
89,1d 1,7c 10,8d 4,7d 3,1d 90d 0,31c 0,23c 0,03c 0,02
c
B.Kelapa 91,96e 5,5c 22,86e 15,74e 11,59e 87,95e 0,16c 0,57c 0,04c -
BIS 88,6d - 16,5d 2,5d 15,6d 70d - - - -
Dedak padi 91f 12,3f 12,8f 13,9f 11,6f 68f 0,2c 1,1c - -
Mineral mix
- - - - - - 20g 12g 1,5g -
Urea - - 278h - - - - - - -
NaCl 100g - - - - - - - 60,66g 39,3
4g
Onggok 88,45h 4,13h 5,81h 0,15h 8,13h 85d - - - -
Sumber: * diolah dari berbagai sumber
a) Nuraini, et al (2016), b) Mulijanti, et al (2014), c) Hartadi, et al (1980), d) Siregar (2014), e) Waldi, et al (2017), f) Ensminger and Olentine (1978), g) Astuti, et al (2009), h) Hambakodu and Ina (2019)
Tabel 2. Proporsi penggunaan bahan penyusun wafer ransum komplit jerami padi (WRKJP) (%)
Bahan Perlakuan
WRKJP-3 WRKJP-6 WRKJP-9 WRKJP-12 Sumber serat:
o Jerami Padi 50 50 50 50
Konsentrat:
o Jagung
Giling 3 3 3 3
o Bungkil kelapa o BIS
3 36
9 27
16 17
24 6
o Dedak padi 3 3 3 3
o Mineral mix 1 1 1 1
o Urea 0,5 0,5 0,5 0,5
o NaCl 0,5 0,5 0,5 0,5
o Onggok 3 6 9 12
Jumlah 100 100 100 100
Ket : WRKJP-3 = Ransum Wafer Ransum Komplit Jerami padi + 3% Onggok, WRKJP-6
= Ransum Wafer Ransum Komplit Jerami Padi + 6% Onggok, WRKJP-9 = Ransum Wafer Ransum Komplit Jerami Padi + 9% Onggok dan WRKJP-12 = Ransum Wafer Ransum Komplit Jerami Padi + 3% Onggok.
14 Tabel 3. Kandungan nutrisi wafer ransum komplit jerami padi (WRKJP) (%)
Zat Makanan Perlakuan
WRKJP-3 WRKJP-6 WRKJP-9 WRKJP-12
Bahan Kering 88,2113 88,4084 88,6391 88,9034
Abu 9,2814 9,7353 10,2442 10,8081
Protein Kasar 9,49517 9,55607 9,68057 9,86867
Lemak Kasar 2,3847 3,1186 3,9749 4,9636
Serat Kasar 20,3986 19,9339 19,4291 18,8842
TDN 60,8635 62,3905 64,097 65,983
Ca 0,2601 0,2697 0,2809 0,2937
P 0,277 0,3112 0,3511 0,3967
Na 0,3204 0,3228 0,3256 0,3288
Cl 0,1975 0,1967 0,1973 0,1973
Keterangan : Hasil perhitungan Tabel 1 dan 2
Wafer ransum komplit disusun sesuai dengan formulasi yang sebagaimana tertera pada Tabel 1, 2 dan 3. Pencampuran bahan penyusun wafer ransum komplit dilakukan dengan cara mencampurkan persentase bahan yang sedikit dan tekstur lebih halus, kemudian mencampurkan bahan yang persentase berat lebih besar sedikit demi sedikit agar pencampuran merata terakhir bahan berbentuk cairan dicampurkan. Wafer ransum komplit yang telah homogen selanjutnya dicetak dimesin pencetak dan dipadatkan. Setelah dipadatkan wafer dikeringkan didalam oven suhu 60oC hingga ±24 jam. Selanjutnya wafer ransum komplit jerami padi siap dianalisis.
15 Gambar 2. Alur proses pembuatan WRKJP
3.4. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga unit percobaan berjumlah 20 unit. Wafer pada setiap unit percobaan dibuat 2 buah, sehingga jumlah wafer keseluruhan sebanyak 40 buah. Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
WRKJP-3 : Wafer Ransum Komplit Jerami padi menggunakan 3% Onggok WRKJP-6 : Wafer Ransum Komplit Jerami padi menggunakan 6% Onggok WRKJP-9 : Wafer Ransum Komplit Jerami padi menggunakan 9% Onggok WRKJP-12 : Wafer Ransum Komplit Jerami padi menggunakan 12% Onggok
Jerami padi Disortir Dicacah Dijemur
Ditimbang Dicampur dengan
konsentrat dan perekat sesuai
perlakuan Dikukus
selama 15 menit dan air
4:1
Cetak menggunakan
alat pencetak
Keringkan pada oven 600C selama 24 jam
Pengamatan/
pengujian fisik
Analisis data
16 3.5. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sifat fisik wafer ransum komplit yaitu kadar air, kerapatan bahan, berat jenis, daya serap air, wafer durability indeks, serta hubungan antar peubah.
3.5.1. Kadar Air (AOAC, 2006)
Kadar air diukur dengan metode pemanasan. Cawan porselin ditimbang (x gram). Sampel sebanyak 5 gram (y gram) dimasukkan ke dalam cawan paorselin, kemudian dimasukkan ke dalam oven 105ºC selama 24 jam. Setelah itu sampel dalam cawan porselin ditimbang (z gram). Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar air = × 100%
3.5.2. Kerapatan Wafer (Riswandi et al., 2017 ) dan (Trisyulianti et al., 2003) Prosedur pengukuran kerapatan biscuit dilakukan dengan menimbang berat (g), mengukur jari-jari (cm) dan tebal biskuit (cm). Nilai kerapatan biskuit dapat dihitung dengan rumus:
K =
Keterangan :
K = kerapatan (g/cm3) W = berat uji contoh (g)
r = jari-jari contoh uji (cm) = 3,14 T = tebal contoh uji (cm)
3.5.3. Berat Jenis (Nafisah, 2018)
Berat jenis merupakan perbandingan antara berat suatu bahan terhadap volumenya. Berat jenis diukur dengan menggunakan prinsip Hukum Archimedes.
Sampel 20 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 ml yang telah diisi aquades sebanyak 100 ml. Selanjutnya, dilakukan pengadukan untuk mempercepat hilangnya udara antar partikel. Pengukuran volume akhir dilakukan setelah volume menjadi konstan.
17 Berat jenis dihitung dengan rumus:
BJ (gr/ml) =
3.5.4. Daya Serap Air (Yana et al., 2018)
Penentuan daya serap air, contoh uji ditimbang beratnya sebelum dan sesudah perendaman selama 5 menit. Perhitungannya dengan rumus :
Daya serap air (%) =
X 100%
Keterangan :
W1 = Berat sebelum perendaman (g) W2 = Berat setelah perendaman (g)
3.5.5. Wafer Durability Indeks (Syahri et al., 2018)
Wafer dimasukkan kedalam sebuah kotak yang dilengkapi dengan alat pemutar yang diputar selama 10 menit dengan kecepatan 50 rpm, kemudian dihitung perbandingan antara berat wafer setelah diputar terhadap berat wafer utuh sebelum diputar. Wafer durability indeks dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
WDI (%) = × 100 3.6. Analisis Data
Data yang diperoleh setiap peubah yang diamati dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) sesuai rancangan penelitian. Apabila terdapat pengaruh nyata perlakuan terhadap peubah yang diamati, maka dilanjutkan dengan Uji Polinomoal Ortogonal.
18 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Wafer Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi (WRKJP)
Pada awalnya untuk memperoleh wafer yang baik dilakukan uji coba terlebih dahulu dengan cara menimbang ransum komplit sebanyak 250 gram dan ditambah 63 ml air (4:1) selanjutnya ransum dikukus selama 10 menit lalu dicetak menggunakan alat pencetak wafer dan dimasukkan kedalam oven 600 C selama 24 jam. Wafer yang diperoleh dari uji coba ini ternyata mudah hancur dan tidak kompak hal ini diduga karena wafer terlalu tebal, kurang lama dalam proses pengukusan, dan kurang volume air.
Selanjutnya pembuatan wafer dilakukan dengan merubah perbandingan ransum dan air yaitu 100 gram ransum ditambah dengan 34 ml air (3:1) dengan waktu pengukusan 20 menit dan dilanjutkan dengan proses yang sama. Hasil uji coba menunjukkan setruktur wafer yang kompak dan dinilai cukup baik dan berwarna coklat. Wafer yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Wafer dengan berbagai level onggok WRKJP1
WRKJP2
WRKJP4 WRKJP3
19 4.2. Kualitas Fisik Wafer Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi (WRKJP)
Sifat fisik bermanfaat dalam menentukan kualitas pakan termasuk wafer ransum komplit. Uji kualitas fisik dalam penelitian ini yang diamati yaitu meliputi kadar air, berat jenis, kerapatan bahan, daya serap air dan wafer durability indeks.
Nilai rataan hasil uji fisik dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Kadar Air, Berat Jenis, Kerapatan Wafer, Daya Serap Air, dan Wafer Durability Indeks WRKJP
Perlakuan level onggok
KA (%) (P>0,05)
BJ (g/ml) (P>0,05)
Kw (g/cm3) (P<0,05)
DSA(%) (P>0,05)
WDI(%) (P<0,05) WRKJP-3 41,67±3,42 0,77±0,04 0,20±0,01 251±36,30 42,73±5,27 WRKJP-6 39,07±1,35 0,83±0,13 0,21±0,02 258±45,77 59,77±6,25 WRKJP-9 38,15±1,50 0,80±0,04 0,22±0,01 251±15,57 86,08±7,14 WRKJP-12 38,43±1,68 0,80±0,90 0,26±0,02 235±15,81 97,90±1,48 Keterangan: KA: Kadar Air, BJ: Berat Jenis, KW: Kerapatan Wafer, DSA: Daya Serap
Air, WDI: Wafer Durability Indeks, WRKJP-3: Wafer ransum komplit menggunakan 3% onggok, WRKJP-6: Wafer ransum komplit menggunakan 6% onggok, WRKJP-9: Wafer ransum komplit menggunakan 9% onggok, WRKJP-12: Wafer ransum komplit menggunakan 12% onggok.
(P>0,05): Tidak berpengaruh nyata (P<0,05): Berpengaruh nyata 4.2.1. Kadar Air
Kadar air merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan kualitas pakan, karena terkait dengan nilai nutrisi dan daya simpan. Kadar air wafer adalah jumlah air yang masih tinggal di dalam rongga sel, rongga intraseluler dan antar partikel selama proses pengerasan perekat Bahan pakan yang memiliki kadar air tinggi, maka persentase nilai nutrisinya semakin rendah dan daya simpannya relatif lebih singkat, hal ini dikarenakan bahan pakan tersebut akan mudah terserang jamur, sehingga kualitas pakan menurun dan dapat mengakibatkan keracunan bagi ternak. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air wafer ransum komplit. Nilai kadar air wafer ransum komplit pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
20 Hasil penelitian memberikan informasi bahwa penggunaan level onggok menghasilkan kadar air yang relatif sama. Hal ini terjadi karena bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan wafer tersebut sama, baik dari sumber serat maupun konsentrat serta kemudian dalam proses pembuatan juga terjadi penambahan air yang ukurannya. Hal ini sejalan dengan pendapat (Trisyulianti et al., 2003) yang mengatakan bahwa kadar air wafer ditentukan oleh kadar air partikel sebelum kempa panas, jumlah air yang terkandung dalam jumlah perekat serta jumlah air yang keluar dari system perekat sewaktu memperoleh energy panas pada proses pengerasan yang berupa tekanan dan suhu pada alat kempa panas. Menurut (Pratama et al., 2015) kadar air pada wafer yakni kurang dari 14%
sehingga tidak mudah rusak serta memiliki kualitas nutrisi yang lengkap. Syahri et al., (2018) juga mengatakan hal yang sama bahwa nilai kadar air ini masih berada dalam kisaran aman untuk penyimpanan yaitu kadar air dibawah 14%.
Wafer dengan kadar air tinggi akan terserang jamur lebih cepat sehingga tidak akan bertahan lama jika dilakukan penyimpanan. Trisyulianti et al., (2003) mengatakan aktivitas mikroorganisme dapat ditekan pada kadar air 12% - 14%, sehingga bahan pakan tidak mudah berjamur dan membusuk. Retnani, (2017) mengatakan kenaikan atau penurunan kadar air juga dapat terjadi akibat pengaruh kelembaban dan suhu ruangan.
4.2.2. Berat Jenis
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap berat jenis wafer ransum komplit.
Nilai berat jenis wafer ransum komplit pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Penggunaan level onggok pada penelitian ini memberikan nilai berat jenis yang sama. Berdasarkan hasil penelitian (Mulyani et al., 2019) ransum yang mengandung 5% onggok berbasis limbah kol memiliki nilai berat jenis sebesar 1,22±0,04 g/ml, nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai berat jenis pada penelitian ini. Islami et al., (2018) mengatakan wafer yang mempunyai berat jenis besar cenderung akan mudah terpisah atau kurang merekat. Perbedaan nilai tersebut dapat terjadi dikarenakan ukuran partikel dari wafer ransum komplit berbasis jerami padi relatif sama sehingga mengakibatkan campuran bahan saling mengikat dengan baik. Menurut (Hadijah et al., 2019) ukuran partikel yang tidak
21 sama menyebabkan partikel bahan tidak mengikat dengan baik maka partikel bahan mudah terpisah antara satu dengan yang lain. Selain itu, pemadatan yang terjadi di dalam mesin sama sehingga ruang antar partikel tidak berbeda. Salam, (2017) mengatakan bahan dengan ukuran partikel yang sama atau tidaknya sangat mempengaruhi nilai dari berat jenis wafer, dengan pencampuran ukuran partikel yang sama antara kedua bahan yang digunakan dapat saling mengikat dengan baik sehingga nilai berat jenisnya tinggi. Menurut (Krisnan, 2008) Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan, disamping itu pula akan menentukan terhadap kerapatan tumpukan pakan.
4.2.3. Kerapatan Wafer
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kerapatan bahan wafer ransum komplit.
Nilai kerapatan bahan wafer ransum komplit pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Kerapatan wafer adalah suatu ukuran kekompakan ukuran partikel dalam lembaran dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran wafer. Kerapatan wafer menentukan stabilitas dimensi dan penampilan fisik wafer pakan komplit. Secara sistematis kerapatan merupakan suatu ukuran berat partikel per satuan luas. Peningkatan kerapatan wafer akan mengakibatkan semakin luasnya kontak antar partikel dan pemakaian perekat semakin efisien, juga akan mengefisienkan ruang penyimpanan dan memudahkan transportasi (Trisyulianti et al., 2003).
Pada uji lanjut Polinomial Ortoghonal (PO) menunjukkan bahwa persamaan yang didapat menggambarkan pengaruh tersebut berada pada persamaan linier yaitu Y= 0,175 + 0,019X dan Koefisien determinasi R²= 0,8699 dimana X adalah level onggok dan Y adalah nilai kerapatan. Berikut grafik menunjukkan nilai kerapatan pada Gambar 4.
22 Gambar 4. Hubungan level onggok terhadap kerapatan wafer
Pemberian level onggok yang berbeda pada setiap perlakuan memberikan nilai kerapatan yang berbeda, semakin tinggi level onggok maka akan menghasilkan nilai kerapatan yang semakin tinggi. Hal ini dikarenakan kandungan pati onggok yang cukup tinggi sehingga dengan penggunaan onggok yang semakin tinggi mengakibatkan nilai kerapatan yang tinggi pula. Menurut (Sutikno et al., 2016) kandungan pati onggok sebesar 59,40%. Selain itu, pada pembuatan wafer juga terjadi proses pemanasan dengan cara pengukusan sehingga pati pada onggok akan meleleh dan membentuk gelatin lalu saling mengikat dengan bahan lain, hal ini didukung oleh pendapat (Hadijah et al., 2019) dimana proses pemanasan dengan pengukusan membuat pati yang terdapat pada perekat meleleh membentuk gelatin yang akan menjadi perekat dan mengikat bahan lain, dan dipres dengan tekanan yang kuat sehingga menghasilkan wafer dengan kerapatan yang hampir sama.
Pada Gambar 4. dapat dilihat bahwa penggunaan onggok sebanyak 12%
menghasilkan nilai kerapatan yang paling tinggi sebesar 0,26 ±0,02 g/cm3. Menurut (Daud et al., 2013b) Kerapatan wafer yang tinggi secara fisik memudahkan dalam penanganan baik penyimpanan maupun goncangan pada saat transportasi dan diperkirakan akan lebih tahan lama dalam penyimpanan karena bentuk fisiknya yang padat dan keras. Sebaliknya, kerapatan wafer yang rendah akan memperlikatkan bentuk fisik yang tidak terlalu padat, sehingga
0.2 0.21 0.22
0.26 y = 0.019x + 0.175
R² = 0.8699
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
3 6 9 1 2
KERAPATAN
LEVEL ONGGOK
KERAPATAN WAFER
Series1 Linear (Series1)
23 menyebabkan terjadinya sirkulasi udara dalam tumpukan selama penyimpanan dan diperkirakan hanya dapat bertahan dalam penyimpanan beberapa waktu saja, namun pendapat lain menyatakkan bahwa wafer dengan kerapatan tinggi tidak begitu disukai oleh ternak karena terlalu padat sehingga ternak sulit untuk mengonsumsinya (Jayusmar et al., 2002).
4.2.4. Daya Serap Air
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya serap air wafer ransum komplit.
Nilai daya serap air wafer ransum komplit pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Daya serap air wafer merupakan suatu kemampuan wafer dalam mengikat air atau kelembaban yang ada di sekitarnya. Nilai Pada hasil penelitian diperoleh nilai daya serap air wafer menggunakan level onggok relatif sama.
Nilai daya serap air berbanding terbalik dengan nilai kerapatan, semakin tinggi nilai kerapatan maka nilai daya serap air akan semakin rendah, didukung dengan pendapat (Syahri et al., 2018) yang menyatakan bahwa nilai daya serap air ini berbanding terbalik dengan kerapatan wafer, ini berarti bahwa semakin tinggi nilai kerapatan maka semakin rendah nilai daya serap air mineral wafer. Selain itu (Islami et al., 2018) juga berpendapat bahwa semakin tinggi kerapatan dan kadar air maka kemampuan daya serap air akan semakin rendah. Hal ini diduga karena penggunaan level onggok sebagai binder berpengaruh terhadap nilai kerapatan, semakin tinggi level onggok maka akan semakin tinggi nilai kerapatan dimana tingginya nilai kerapatan bahan dapat mengurangi nilai keambaan dalam suatu bahan pakan yang mengakibatkan daya serap air akan semakin meningkat.
Toharmat et al., (2006) mengatakan pakan dengan tingkat keambaan yang lebih tinggi dapat menimbulkan regangan lebih besar. Trisyulianti et al., (2003) mengatakan semakin tinggi daya serap suatu bahan maka akan semakin besar nilai pengembangan volume, hal ini disebabkan oleh mengembangnya partikel- partikel bahan karena berinteraksi dengan air. Islami et al., (2018) mengatakan Daya ikat air akan berpengaruh terhadap mudah tidaknya wafer dikonsumsi ternak dan lama penyimpanannya.
24 4.2.5. Wafer Durability Indeks
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai level onggok berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap wafer durability indeks(WDI). Nilai WDI pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Perbedaan nilai WDI pada penelitian ini diduga karena pengaruh penggunaan level onggok, semakin tinggi penggunaan level onggok maka semakin tinggi nilai WDI.
Pada uji lanjut Polinomial Ortoghonal (PO) menunjukkan bahwa persamaan yang didapat menggambarkan pengaruh tersebut berada pada persamaan linier yaitu Y= 23,664 + 6,3941X dan Koefisien determinasi R²= 0,9813 dimana X adalah level onggok dan Y adalah nilai WDI. Berikut grafik menunjukkan nilai WDI pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan level onggok terhadap nilai WDI
Pemberian level onggok yang berbeda pada setiap perlakuan memberikan nilai WDI yang berbeda, semakin tinggi level onggok maka akan menghasilkan nilai WDI yang semakin tinggi. Hal ini dikarenakan kandungan pati onggok yang cukup tinggi sehingga dengan penggunaan onggok yang semakin tinggi mengakibatkan nilai kerapatan yang tinggi pula. Menurut (Retnani et al., 2020) Pati yang biasa digunakan dalam pembuatan wafer adalah pollard, dedak padi, onggok, dan jagung. Penggunaan pati dalam wafer berpengaruh terhadap ketahanan benturan dan wafer durability index (WDI). Onggok memiliki
25 kandungan pati sebesar 59,40% sehingga dengan kandungan patinya yang tinggi dan banyak tersedia onggok sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan perekat (Sutikno et al., 2016). Onggok memiliki kandungan amilopektin 84% dan amilosa 16% (Kurniadi, 2010). Diduga amilosa tersebut akan mempengaruhi proses retrogradasi gel sehingga menghasilkan struktur yang kuat. Ramadhani (2017) menyatakan bahwa tingginya jumlah amilosa terlarut akan saling berikatan satu sama lain dan akan berikatan dengan cabang amilopektin pada luar granula membentuk jaringan sehingga menyebabkan perubahan tekstur dimana amilosa mudah mengalami retrogradasi menghasilkan tekstur yang kuat akibat kekerasan dan kekakuan. Saleh (2013) menambahkan bahwa pati dengan kadar amilosa tinggi mempunyai kekuatan hydrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sedangkan amilopektin mempengaruhi bentukan daya lengket yang kuat dan pembentukan sifat kekenyalan.
4.3. Hubungan Antar Peubah
Semakin rendah nilai kadar air maka kerapatan dan berat jenis semakin baik dikarenakan semakin kecilnya volume wafer sehingga bentuk WRKJP semakin baik, kerapatan yang tinggi membuat rongga antar partikel semakin kecil sehingga semakin tahan akan benturan dan memperkecil penyusutan berat yang diakibatkan dari proses penanganan. Semakin tinggi nilai kadar air maka nilai kerapatannya akan semakin berkurang.
Daya serap air berhubungan dengan kadar air yang dihasilkan. Kadar air berbanding terbalik dengan daya serap airnya. Semakin tinggi kerapatan dan kadar air maka kemampuan daya serap air akan semakin rendah. Wafer ransum komplit yang memiliki daya serap air yang tinggi akan membuat stabilitas dimensi wafer menjadi lunak dan cepat hancur jika terkena air sehingga disinyalir tidak tahan terhadap penyimpanan dalam kurun waktu yang lama. Hal ini menandakan bahwa wafer jika terkena saliva ternak akan mudah mengembang bahkan hancur karena mampu membebaskan tekanan sehingga penampilannya tidak dapat kembali ke kondisi semula. Umumnya kadar air ransum pakan ternak akan meningkat seiring dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Daya ikat air akan berpengaruh terhadap mudah tidaknya wafer dikonsumsi ternak dan lama penyimpanannya.
26 Hubungan antara kerapatan wafer dan wafer durability indeks (WDI) yaitu semakin tinggi nilai kerapatan maka semakin tinggi pula nilai WDI, hal ini disebabkan karena penggunaan level onggok yang semakin meningkat pada setiap perlakuan yang mengakibatkan daya rekat semakin kuat dan wafer menjadi lebih kompak. Wafer pakan yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras sehingga mudah dalam penanganan baik penyimpanan maupun goncangan pada saat transportasi dan diperkirakan akan lebih tahan lama dalam penyimpanan.
27 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan level onggok sebesar 10% mampu mempertahankan kualitas fisik wafer ransum komplit berbasis jerami padi.
5.2. Saran
Adapun saran sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat analisis proksimat, invitro dan invivo dari wafer ransum komplit berbasis jerami padi, selain itu jika dilakukan penelitian yang sama sebaiknya penggunaan air serta waktu pengukusan juga dikurangi agar kadar air pada wafer ransum komplit berbasis jerami padi menggunakan onggok sebagai perekat tidak terlalu tinggi sehingga ketika dilakukan penyimpanan dapat bertahan dalam waktu yang lama.