• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MARJIN PEMASARAN POHON SUREN (Toona sureni Merr) DI SEKITAR DANAU TOBA, KECAMATAN PEMATANG SIDAMANIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS MARJIN PEMASARAN POHON SUREN (Toona sureni Merr) DI SEKITAR DANAU TOBA, KECAMATAN PEMATANG SIDAMANIK"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MARJIN PEMASARAN POHON SUREN (Toona sureni Merr) DI SEKITAR DANAU TOBA,

KECAMATAN PEMATANG SIDAMANIK

SKRIPSI

FAHRUL ROZI PANJAITAN 131201065

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

ANALISIS MARJIN PEMASARAN POHON SUREN (Toona sureni Merr) DI SEKITAR DANAU TOBA,

KECAMATAN PEMATANG SIDAMANIK

SKRIPSI

OLEH:

FAHRUL ROZI PANJAITAN 131201065

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ANALISIS MARJIN PEMASARAN POHON SUREN (Toona sureni Merr) DI SEKITAR DANAU TOBA,

KECAMATAN PEMATANG SIDAMANIK

SKRIPSI

Oleh :

FAHRUL ROZI PANJAITAN 131201065

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(4)
(5)

ABSTRAK

FAHRUL ROZI PANJAITAN : Analisis Marjin Pemasaran Pohon Suren (Toona sureni Merr) di Sekitar Danau Toba, Kecamatan Pematang Sidamanik.

Dibimbing oleh AGUS PURWOKO.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis marjin pemasaran pohon suren (Toona sureni Merr) di sekitar Danau Toba, Kecamatan Pematang Sidamanik.

Penelitian ini dilaksanakan di daerah sekitar Danau Toba, Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis deskriftip kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil yaitu: marjin pemasaran pohon Suren diketahui besarnya persentase harga beli pedagang pengumpul sebesar 64.49%. Marjin pemasaran sebesar Rp.3.195.000 (35.51%), dan keuntungan pemasaran sebesar Rp.1.195.652 (13.29%).

Kata kunci : Suren (Toona Sureni Merr.), Marjin Pemasaran, Sekitar Danau Toba.

(6)

ABSTARCT

FAHRUL ROZI PANJAITAN : Margin Analysis Marketing of Suren Tree

(Toona sureni Merr) Around Lake Toba Pematang Sidamanik District. Guided by AGUS PURWOKO.

The research aims to analyze the margin of marketing of Suren tree around Danau Toba, in Pematang Sidamanik District. The research was done around Danau Toba, in Sipolha Horison Village, Pematang Sidamanik District, Simalungun region, in province of Sumatera Utara. The method used in this research is analytical-descriptive method. The result of this research is : margin of marketing of Suren tree is found out 64,49%, the amount of percentage of reseller . Margin of marketing is Rp. 3.195.000 ( 35,51) and the profit of the marketing is Rp. 1.195.652 (13,29%).

Keywords : Suren (Toona Sureni Merr.), Marketing Margin, Around Lake Toba.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Sei Kepayang Tengah, Kecamatan Sei Kepayang, Kabupaten Asahan , Sumatera Utara, pada tanggal 19 April 1994 anak dari Bapak Damlin Panjaitan dan Ibu (almh) Umi Kalsum Br. Saragih. Penulis merupakan anak ke sembilan dari sepuluh bersaudara.

Penulis memulai pendidikan formal dari Sekolah Dasar di SD Negeri 015914 Sei Kepayang Tengah, Asahan pada tahun 2001 sampai tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di MTs Swasta Nur Hasanah Medan pada tahun 2007 sampai tahun 2010. Kemudian ditahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di MAN Tanjungbalai pada tahun 2010 hingga tahun 2013.

Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan dipergururan tinggi di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kehutanan, Program Studi Kehutanan melalui jalur SNMPTN. Kemudian pada semester tujuh penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli, Simalungun, Sumatera Utara pada tahun 2015. Kegiatan P2EH dilakukan selama sepuluh hari. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) pada tahun 2017 selama satu bulan.

(8)

Selama mengikuti perkuliahan penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di kawasan ekowisata mangrove Desa Nagalawan, Perbaungan, Serdang Bedagai pada tahun 2016 dan di Balai Diklat Kehutanan (BDK) Hutan Diklat Pondok Buluh, Pematang Siantar pada tahun 2017.

Selain mengikuti kegiatan perkuliahan penulis juga aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan, intra dan ekstra kampus, baik yang ada di Fakultas Kehutanan maupun di Universitas Sumatera Utara. Pada tahun 2013 penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI) BKM Baytul Asyjar sebagai anggota. Pada tahun 2014 penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa RIMBAPALA sebagai anggota biasa dan pada tahun yang sama penulis juga bergabung di UKM Jaringan Intelektual Mahasiswa Muslim Kehutanan (JIMMKI) cabang Kehutanan Usu sebagai anggota. Penulis juga pernah menjadi komisioner di Komisi Pemilihan Umum Universitas Sumatera Utara (KPU USU) pada tahun 2016. Kemudian pada tahun 2017 penulis bergabung di Pemerintahan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (PEMA USU) di Kementerian Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) sebagai menteri. Penulis juga aktif diorganisasi ektra kampus, di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat Nusantara USU pada tahun 2014.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Marjin Pemasaran Pohon Suren (Toona sureni Merr) di Sekitar Danau Toba, Kecamatan Pematang Sidamanik”. Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis marjin pemasaran pohon suren (Toona sureni Merr) di sekitar Danau Toba, Kecamatan Pematang Sidamanik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua penulis, Bapak Damlin Panjaitan yang telah memberikan doa dan kasih sayang serta dorongan materi kepada penulis selama kuliah. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

2. Bapak Dr. H. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, sehingga penelitian ini selesai dengan baik.

3. Bapak Misto Manik selaku Lurah Sipolha Horison dan seluruh masyarakat Kelurahan Sipolha Horison yang sudah mendukung dalam kegiatan wawancara dalam pengumpulan data dan informasi dalam melakukan penelitian.

4. Rekan – rekan satu tim bimbingan (Togi Nasib R. Tamba, Jawanri Saragih, Mastiur Tinambunan) dan terkhusus kepada Muhammad Evin Bustami teman seperjuangan melakukan penelitian hingga selesai bersama-sama serta telah membantu dalam menyelesaiakan penulisan.

(10)

5. Teman-teman di Martel Family (Ifras, Ardi, Wiwik, Hasan, Hamdu, Rizky, Pandu, Amri, Indri, Saadah, Efi, Irma, Priska dan Noriana).

6. Kepada Seluruh teman teman satu stambuk 2013 Fakultas Kehutanan, Hut B dan MNH 2013 yang sudah memberikan dukungan kepada penulis.

7. Rekan seperjuangan Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Wira Putra dan Hendra Boang Manalu serta seluruh pengurus PEMA USU periode 2017-2018 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang sudah banyak membantu dan memeberikan dukungan kepada penulis sewaktu menyelesaikan penelitian ini.

8. Seluruh teman-teman, Abang, Kakak, Adek yang sudah memberikan banyak dukungan bantuan selama ini yang tak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Dan akhir kata Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat yang kemudian menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Februari 2019

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... .1

Tujuan Penelitian ... .3

Manfaat Penelitian ... ..3

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Suren (T. sureni) ... ..4

Morfologi Suren (T. sureni) ... ..5

Penyebaran Suren (T. sureni) ... ..7

Jenis-jenis Suren Suren (T. sureni) ... ..7

Teknik Pemanfaatan Tanaman Suren (T.sureni) ... ..8

Pemasaran ... 10

Margin Pemasaran ... 10

Distribusi ... 12

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 13

Alat dan Bahan ... 13

Prosedur Penelitian ... 13

Metode Pengumpulan Data ... 13

Jenis Data yang Diperlukan ... 14

Pengolahan Data ... 14

Analisis Data ... 15

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 18

Karakteristik Narasumber Petani Suren ... 20

Agama dan Suku Narasumber ... 20

Umur Narasumber ... 20

Tingkat Pendidikan Narasumber ... 21

Status Pekerjaan Narasumber ... 22

Pendapatan Narasumber ... 23

Karakteristik Budidaya Pohon Suren ... 25

Teknik Budidaya Suren ... 25

Sejarah Pohon Suren ... 28

Penyebaran Pohon Suren ... 28

Lama Mengusahakan Pohon Suren ... 29

Teknik Pemanfaatan Pohon Suren ... 29

Teknik Pemanfaatan Batang Suren ... 29

Teknik Pemanfaatan Daun Suren ... 31

Teknik Pemanfaatan Buah Suren ... 33

Pola Agroforestri dengan Tanaman Kehutanan Pohon Suren ... 34

Pemasaran Kayu Suren ... 38

Lembaga dan Saluran Pemasaran ... 40

Karakteristik Pedagang Pengumpul ... 40

Biaya Keuntungan dan Marjin Pemasaran ... 40

Teknik Perdagangan dan Distribusi Pohon Suren ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Narasumber Menurut Umur... 20

Tabel 2. Tingkat Pendidikan Narasumber ... 21

Tabel 3. Status Pekerjaan Petani Suren ... 23

Tabel 4.Total Pendapatan Narasumber ... 23

Tabel 5. Analisis Biaya, Keuntungan dan Marjin Pemasaran Pertama ... 41

Tabel 6. Keuntungan dan Marjin Pemasaran pada Saluran Kedua ... 41

Tabel 7. Identifikasi dan Karakteristik Narasumber ... 42

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pohon Suren ... ...4

Gambar 2. Peta Administrasi Kecamatan Pematang Sidamanik ... 18

Gambar 3. Lahan yang Ditanami dengan Pola Agroforestri Suren dan Kopi ... 35

Gambar 4. Pola Penanaman Agroforestri Suren dan Kopi...35

Gambar 5. Lahan dengan Pola Agroforestri Suren, Kopi dan Cengkeh...36

Gambar 6. Pola Penanaman Agroforestri Suren Cengkeh dan Kopi...37

Gambar 7. Lahan dengan Pola Agroforestri Suren, Kopi dan Kemiri ...37

Gambar 8. Pola Penanaman Agroforestri Suren, Kopi dan Kemiri...38

Gambar 9. Skema Saluran Pemasaran Kayu Suren...38

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Tabel Identitas Karakteristik Narasumber...49

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pohon suren merupakan salah satu jenis pohon yang cepat tumbuh. Suren juga termasuk salah satu jenis kayu yang teringan. Suren merupakan salah satu sumber pestisida botani yang cukup potensial untuk mengendalikan hama.

Masyarakat memanfaatkan kayu suren untuk membuat lemari, mebel, interior ruangan, panel dekoratif, kerajinan tangan, alat musik, kotak cerutu, finir, peti kemas dan konstruksi. Beberapa bagian pohon seperti kulit dan akar sering digunakan untuk ramuan obat yaitu diare. Kulit dan buahnya digunakan untuk minyak atsiri (Djam’an, 2002).

Suren merupakan jenis tanaman kehutanan yang memiliki banyak manfaat. Pohon suren tergolong pohon besar dengan bentuk batang lurus bisa mencapai tinggi 40-60 m dengan tinggi bebas cabang 25 m dan diameter 100 cm.

Suren merupakan salah satu komoditi kehutanan yang menghasilkan kayu yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki sifat kayu yang baik. Kayu suren termasuk kedalam kelas sedang yaitu IV-V. Kebutuhan akan kayu jenis ini semakin meningkat, dikarenakan semakin berkurangnya jenis kayu yang berasal dari hutan alam. Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan industri perkayuan dibutuhkan jenis tanaman yang cepat tumbuh dan memiliki daya jual yang tinggi. Salah satunya adalah suren (Toona sureni Merr). Suren merupakan kayu yang cepat tumbuh dan dapat hidup dilahan yang memiliki pH rendah, memiliki potensi untuk digunakan sebagai salah satu jenis tanaman rehabilitasi lahan terdegradasi, memiliki banyak kegunaan dan memiliki daya jual yang tinggi (Kholibrina, 2009).

(17)

Perkembangan kehutanan yang pesat belakangan ini membutuhkan jenis tanaman yang dinilai jarang digunakan sebelum dikenal untuk dikembangkan.

Jenis tanaman ini diharapkan dapat menggantikan jenis tanaman yang dipakai selama ini dan sudah dikenal untuk program agroforestry. Dengan demikian, pengembangan kehutanan yang berorientasi terhadap kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi (Pandiangan, 2000).

Tanaman ini tumbuh pada daerah bertebing dengan ketinggian mencapai 600-2.700 mdpl dengan temperature 22ºC. Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan selain kayunya sebagai bahan bangunan, furniture, veneer, panel kayu. Selain itu kulit dan akarnya dimanfaatkan untuk bahan baku obat diare dan ekstrak daunnya dipakai sebagai antibiotik dan bioinsektisida. Sedangkan kulit batang dan buahnya dapat disuling untuk menghasilkan minyak esensial (aromatik). Mengingat banyaknya kegunaan dari jenis kayu suren ini, tidak tertutup kemungkinan untuk dikembangkan secara luas di masa mendatang. Suren juga memiliki potensi untuk digunakan sebagai salah satu jenis tanaman rehabilitasi lahan terdegradasi (Sofyan dan Islam, 2006).

Spesies ini menghasilkan kayu yang baik. Kulit kayunya dimanfaatkan sebagai astringent dan sebagai obat pencahar. Di Indo-Cina, spesies ini digunakan sebagai tonik, sebagai antiperiodik, dan anti rematik. Sementara di Indonesia jenis ini digunakan sebagai tonik untuk mengatasi diare, disentri, dan infeksi usus lainnya. Ekstrak daunnya memiliki aktivitas antibiotik terhadap Staphylococcus, dengan cara melaburkan ramuan ujung daun pada luka bengkak (Hua dan Edmond, 2008).

(18)

Masyarakat merupakan bagian dari ekosistem lingkungan hidup yang secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dan mempengaruhi manfaat yang diperoleh dari program pelestarian dan peningkatan sumberdaya, interaksi yang dilakukan oleh masyarakat dalam pengelolaan tanaman dapat memberikan pengaruh peningkatan sosial ekonomi. Masyarakat desa sekitar Danau Toba, Kecamatan Pematang Sidamanik sebagian besar berkerja sebagai petani. Suren merupakan tanaman kehutanan yang dipergunakan masyarakat sebagai tanaman agroforestri yang memiliki nilai ekonomi sehingga dapat memberikan pengaruh peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat tersebut.

Marjin pemasaran merupakan selisih harga ditingkat konsumen dan harga ditingkat produsen (Widiastuti dan Harisudin, 2013). Marjin pemasaran di hitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pemhelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya meupakan penjumlahan dari biaya-biaya dan laba yang diperoleh tiap lembaga pemasaran (Syamsuri, 2006).

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis marjin pemasaran pohon suren (Toona sureni Merr) di sekitaran Danau Toba, Kecamatan Pematang Sidamanik.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan merumuskan kebijakan mengenai pemasaran pohon suren (Toona sureni Merr).

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi Suren (Toona sureni Merr)

Suren (Toona sinensis Merr) adalah salah satu jenis pohon kehutanan dari kelompok Dicotyledone yang termasuk ke dalam divisi Angiospermae, ordo Archichlamydae dan family Meliaceae yang mempunyai ciri khas : daun besar dan bersirip, tersusun spiral, sering mengelompok di ujung ranting. Bunga kecil dan biasanya bunga bagian ujung berkelamin betina sedangkan yang lainnya jantan (Rustika, 2008).

Subdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae Genus : Toona

Spesies :Toona sureni (Blume) Merr Gambar1. Pohon suren (Toonasurenimerr)

Pohon Suren dikenal memiliki 6 jenis yaitu : T. sureni, T. sinensis, T.

febribuga, T. ciliata, T. australis, dan T. calanthas. Di Indonesia di kenal dua jenis yaitu Toona sureni dan Toona sinensis. Pohon Suren menyebar secara alami di Sumatera, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Papua. Sifat pohon Suren dapat tumbuh baik di tempat- tempat terbuka dan mendapatkan cahaya langsung (<1200 mdpl). Jenis tanah yang dikehendaki meliputi tanah-tanah berlempung yang dalam, subur, berdrainase baik serta menyenangi tanah basah. Pohon Suren termasuk jenis yang tumbuh

(20)

cepat, dengan batang lurus, bertajuk ringan, berakar tunggang dalam, dan berakar cabang banyak. (Departemen Kehutanan, 2002).

Pohon ini berbatang besar dan berbanir dibagian bawahnya. Pohonnya dapat mencapai tinggi 40 m dan diameter sampai 200 cm. Kulit batangnya beralur dangkal, berwarna merah, berbau seperti kayu cendana. Batangnya mengeluarkan getah yang berbau seperti bawang putih dan merica. Tajuknya agak ramping setengah kerucut dan berdaun lebat. Perakarannya bercabang dan terdapat dekat permukaan tanah (Heyne 1987).

Menurut Djam’an (2002), bahwa pohon suren memiliki karakter khusus seperti harum yang khas apabila bagian daun atau buah diremas dan bila bagian batang dilukai atau ditebang. Bentuk batang suren lurus dan umumnya tidak bercabang hingga ketinggiannya mencapai 25 m dan tinggi pohon dapat mencapai 40-60 m. Kulit batangnya kasar dan pecah-pecah dan berwarna coklat. Daun suren berbentuk oval dengan panjang 10-15 cm, menyirip tunggal dengan 8-30 pasang daun pada pohon berdiameter 1-2 m. Musim bunga tanaman ini dua kali dalam setahun yaitu sekitar bulan Februari hingga Maret dan September hingga Oktober.

Menurut Martawijaya et al. (1989) suren dapat tumbuh pada tanah kering dan tanah yang lembab dan subur, umumnya di daerah pegunungan pada ketinggian 1200 m dari permukaan laut. Jenis ini hidup pada iklim yang agak kering dengan tipe curah hujan A – C (Schimdt-Ferguson).

Morfologi Suren (Toona sureni Merr)

Suren merupakan jenis pohon intoleran yaitu suatu jenis pohon yang tidak mampu bertahan dibawah naungan (Siahaan et al, 2015).

(21)

Menurut Djam’an (2002), ada ciri lain yang dapat membedakan secara sekilas, yaitu:

1. Batang

Bentuk batang lurus dengan bebas cabang mencapai 25 m dan tinggi pohon dapat mencapai 40 sampai 60 m. Kulit batang kasar dan pecah-pecah seperti kulit buaya berwarna coklat. Batang berbanir mencapai 2 m.

2. Daun

Daun suren berbentuk oval dengan panjang 10-15 cm, duduk menyirip tunggal dengan 8-30 pasang daun pada pohon berdiameter 1-2 m.

3. Bunga

Kedudukan bunga adalah terminal dimana keluar dari ujung batang pohon.Susunan bunga membentuk malai sampai 1 m.

4. Buah

Musim buah 2 kali dalam setahun yaitu bulan Desember-Februari dan April - September, dihasilkan dalam bentuk rangkaian (malai) seperti rangkaian bunganya dengan jumlah lebih dari 100 buah pada setiap malai. Buah berbentuk oval, terbagi menjadi 5 ruang secara vertikal, setiap ruang berisi 6-9 benih. Buah masak ditandai dengan warna kulit buah berubah dari hijau menjadi coklat tua kusam dan kasar, apabila pecahakan terlihat seperti bintang.

5. Benih

Warna benih coklat, panjang benih 3-6 mm dan 2-4 mm lebarnya dan pipih, bersayap pada satu sisi sehingga benihnya akan terbang terbawa angin.

Berbunga 2 kali dalam setahun yaitu bulan Februari – Maret dan September - Oktober.

(22)

Penyebaran Suren (Toona sureni Merr)

Pohon suren memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, diantaranya di daerah sunda disebut Kibeureum atau Suren, di daerah Kerinci disebut Ingu, di Madura disebut Soren, di Sumba disebut Horeni atau Linu (Rustika, 2008).

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (2008), bahwa penyebaran suren mencapai seluruh Sumtera (kecuali Jambi), seluruh Jawa, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya.

Di penjuru dunia, penyebaran alami jenis ini selain di Indonesia terdapat juga di regional Asia Tenggara dan Asia Selatan seperti di Srilanka, India, Myanmar, Malaysia, Laos, Pakistan, Nepal dan Pilipina. Selain itu juga terdapat di bagian timur Australia dan di Pasifik yaitu di Hawai (Edmonds, 1993).

Jenis Suren di Indonesia

Dalam Darmawanti (2002) menyatakan di Indonesia dikenal dua jenis genus Toona yaitu Toona sinensis dan Toona sureni. Kedua jenis tersebut sangat sulit untuk dibedakan, tetapi jika dilihat secara jeli terdapat perbedaan pada daun dan buahnya. Tulang daun pada T. sinensis terdapat bulu-bulu halus dan ujung daun muda berwarna merah, sedangkan pada T. sureni tidak terdapat bulu-bulu halus dan daun muda berwarna hijau. Buah dari T. sinensis terdapat pada ujung ranting, sedangkan T. sinensis terdapat pada batangnya. Putri (2012) menyampaikan jarak antar nodul pada T. sureni adalah anatara 0,2-0,5 cm sedangkan jarak antar nodul pada T. sureni adalah antara 5-10 cm.

(23)

Teknik Pemanfaatan Tanaman Suren (Toona sureni Merr)

Tanaman suren dapat dimanfaatkan hasil kayu maupun non kayunya, banyak literatur yang menjelaskan berbagai pemanfaatan tanaman suren, diantaranya:

1. Pengolahan kayu sebagai bahan baku pertukangan, Kholibrina (2009) menyatakan di Danau Toba kayu suren digunakan untuk bahan baku kapal kayu, perumahan, perabotan dan peti mati.

2. Penyulingan, (Sutisna et al, 1998) menyatakan kulit batang dan buah Suren dapat disulingkan menjadi minyak essensial.

3. Bahan baku obat obatan, kulit dan akar Suren dapat dimanfaatkan untuk bahan baku obat diare, ekstrak daunnya dipakai sebagai antibiotik dan bioinsektisida, (Sutisna et al, 1998).

4. Dalam Hua (2008) menjelaskan bahwa Pohon Suren secara luas telah digunakan sebagai obat, kulit batangnya dijadikan obat kelat dan penjernih, tepung dari akarnya digunakan sebagai penyegar dan diuretik, dan daun mudanya digunakan sebagai obat kembung.

5. Kulit batang suren sering digunakan petani di Jawa Barat untuk mengendalikan walang sangit pada tanaman padi (Prijono, 1999). Pohon suren ini juga digolongkan ke dalam tanaman obat.

6. Suren telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai tumbuhan yang berkhasiat obat. Bagian kulitnya digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit, misalnya oleh suku Rejang Lebong (Bengkulu) untuk mules, suku Jawa untuk demam, suku Bali untuk kencing manis (diabetes

(24)

mellitus) dan oleh suku Samawa (NTB) untuk menyembuhkan penyakit gondok (Sangat et al. 2000).

Di Indonesia jenis ini digunakan sebagai tonik untuk mengatasi diare, disentri, dan infeksi usus lainnya. Ekstrak daunnya memiliki aktivitas antibiotik terhadap Staphylococcus, dengan cara melaburkan ramuan ujung daun pada luka bengkak (Hua et al,2008).

Pemanfaatan kayu suren secara efektif disamping sebagai tanaman agroforestri dapat memberikan nilai guna yang dapat menambah mata pencaharian masyarakat. Bahruni (1999) menjelaskan bahwa Nilai merupakan persepsi manusia, tentang makna sesuatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang (individu) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Persepsi ini sendiri merupakan ungkapan, pandangan, perspektif seseorang (individu) tentang atau terhadap sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran, dan disini berpadu dengan norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut.

Dalam Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa Suren merupakan jenis tanaman kehutanan yang memiliki berbagai manfaat. Pohon suren tergolong pohon besar dengan bentuk batang lurus bisa mencapai tinggi 40-60 m dengan tinggi bebas cabang 25 m dan diameter 100 cm. Suren merupakan salah satu komoditi kehutanan yang menghasilkan kayu yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki sifat kayu yang baik. Kayu suren termasuk ke dalam kelas sedang yaitu dalam kelas IV-V.

Dengan pemanfaatan suren yang efektif sebagai agroforestri maka akan memberikan manfaat terhadap sumber daya alam, lingkungan dan ekonomi

(25)

masyarakat. Menurut Fauzi (1999) bahwa Sumber daya alam dan lingkungan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Sumber daya alam, selain menyediakan barang dan jasa, juga menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi dan sumber penghasilan masyarakat serta sebagai aset bangsa yang penting. Oleh karena itu, ketersediaan dan kesinambungan dari sumber daya alam ini menjadi sangat penting bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan akan sangat penting bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan akan sangat bergantung pada pengelolaan yang baik oleh setiap stakeholder yakni masyarakat dan pemerintah.

Pemasaran

a. Marjin Pemasaran

Margin pemasaran merupakan perbedaan jarak vertikal antar kurva permintaan dan penawaran tingkat produsen dengan tingkat lembaga pemasaran yang terlibat atau tingkat pengecer pada pesaing sempurna, yang terdiri alas biaya dan keuntungan pemasaran. Marjin pemasaran terdapat dua komponen, yaitu komponen biaya dan komponen keuntungan lembaga pemasaran, maka efisiensi pemasaran pada setiap komponen pemasaran (Jumiati et al, 2013).

Pemasaran merupakan suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke konsumen. Biaya pemasaran adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem pemasaran suatu komoditas dalam proses peyampaian barang atau komoditas mulai dari titik produsen ke titik konsumen (Muflihah, 2006).

(26)

Marjin pemasaran sering digunakan sebagai indikator efisiensi, pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada berbagai saluran pemasaran dapat berbeda, karena tergantung pada panjang pendeknya saluran pemasaran dan aktivitas aktivitas yang telah dilaksanakan serta keuntungan yang diharapkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran (Jumiati et al, 2013).

Untuk mendapatkan pemasaran yang lebih efisien menurut Mubyarto (1985) ada dua persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: (a) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah- murahnya, dan (b) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta didalam kegiatan produksi dan pemasaran barang itu.

Faktor-faktor yang dapat sebagai ukuran efisiensi pemasaran adalah sebagai berikut: a). Keuntungan pemasaran (b). Harga yang diterima konsumen (c). Tersedianya fasilitas fisik pemasaran yang memadai untuk malancarkan transaksi jual beli barang, penyimpanan, transportasi, dan (d). Kompetisi pasar, persaingan diantara pelaku pemasaran (Soekartawi, 1993).

Standarisasi adalah suatu ukuran tingkat mutu produk dengan menggunakan standar warna, ukuran atau volume, bentuk, susunan, ukuran jumlah dan jenis unsur-unsur kandungan (zat-zat kandungan), kekuatan atau ketahanan, kadar air, rasa, tingkat kematangan, dan berbagai kriteria lainnya yang dapat dijadikan standar dasar mutu produk. Pemiihan kriteria dasar standarisasi tergantung pada permintaan pembeli, konsumen atau pengguna, dan disesuaikan dengan jenis komoditas yang akan distandarisasi (Syamsuri, 2006).

(27)

b. Distribusi

Pencapaian tujuan perusahaan dibidang pemasaran salah satu kegiatan yang sangat penting adalah saluran distribusi. Saluran distribusi akan berjalan baik atau berhasil jika menerapkan suatu strategi distribusi yang tepat, efektif dan efisien. Strategi distribusi ini sangatlah penting karena semakin cepat saluran distribusi maka barang akan cepat sampai di tujuan/konsumen (Ardiyanta, 2013).

Karakteristik produk berkaitan erat dengan strategi distribusi produk.

Easingwood dan Storey (1991) menyebutkan bahwa kesesuaian antara produk dengan sistem pengirimannya adalah variabel yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan produk baru.

Dalam perekonomian yang telah maju, para produsen tidak menjual hasil produksi mereka secara langsung kepada pemakai akhir. Banyak cara yang dapat digunakan untuk mendistribusikan barang dan juga kepada pembeli. Sebuah perusahaan mungkin mendistribusikan barangnya secara langsung kepada konsumen meskipun jumlahnya cukup besar, sedangkan perusahaan lain mendistribusikan produknya lewat perantara. Dan tidak sedikit perusahaan yang menggunakan beberapa kombinasi saluran distribusi untuk mencapai segmen pasar yang berbeda (Lubis, 2004).

(28)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2017 sampai Januari 2018. Rangkaian kegiatan penelitian ini dilaksanakan di daerah sekitar Danau Toba, Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang diperlukan pada penelitian ini adalah kamera yang digunakan sebagai dokumentasi, alat tulis yang digunakan mencatat informasi penting dari para narasumber yang memberikan penjelasan tentang pengolahan suren, kuisoner yang akan diisi guna mendapatkan data dan informasi.

Prosedur Penelitian

1. Metode pengumpulan data a. Teknik observasi

Data dikumpulkan dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, baik kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat maupun bentuk bentuk interaksi masyarakat terhadap hutan.

b. Teknik wawancara

Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara kepada masyarakat sekitar Danau Toba, Kecamatan Pematang Sidamanik. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisoner) yang telah disiapkan sebelumnmya.

(29)

Pengambilan narasumber dilakukan dilokasi penelitian dengan cara melakukan pertanyaan kepada masyarakat yang melakukan penjualan pohon suren dengan mengambil narasumber sejumlah 23 orang narasumber, hal ini dikarenakan jumlah tersebut sudah mewakili pelaku usaha pohon suren yang ada.

3. Jenis Data yang Diperlukan a. Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan dari hasil penelitian yang terkait dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data primer yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Harga jual Pohon Suren dari masyarakat kepada Pembeli dan harga jual kembali dari pedagang ke produsen.

2. Karakteristik pemanfaat suren (Toona sureni Merr): umur, bagian tanaman yang dimanfaatkan, tujuan pemanfaatan.

3. Jenis jenis pemanfaatan yang digunakan dari suren (Toona sureni Merr).

4. Volume pemanfaatan ( jumlah, waktu pengambilan).

b. Data Sekunder

Selain data primer, untuk kepentingan analisis marjin pemasaran pohon suren (Toona sureni Merr) di perlukan juga data sekunder. Data sekunder adalah data yang menyangkut keadaan lingkungan baik fisik, sosial, ekonomi, masyarakat, dan data lain yang berhubungan dengan penelitian yang meliputi:

1. Keadaan umum lokasi penelitian yang meliputi letak dan keadaan fisik lingkungan, keadaan sosial ekonomi masyarakat.

2. Keadaan penduduk: umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan, jumlah penduduk, kesehatan, komunikasi, dan sebagainya.

(30)

4. Pengolahan Data

Penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara dan kuisoner yang bertujuan untuk menganalisis marjin pemasaran suren sehingga bentuk pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriptif kualitatif dengan pendekatan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan dalam menghubungkan karakteristik data yang terkumpul dari hasil quisioner, dan wawancara. Data yang terkumpul dari hasil quisioner akan disajikan dalam bentuk tabel yaitu:

1. Data karakterisitk Narasumber yang berupa umur, mata pencaharian, jumlah anggota keluarga dan pendidikan serta data pengolahan, berapa luas lahan, dan sistem kepemilikan lahan.

2. Jenis teknik pemanfaatan Pohon Suren yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Danau Toba, Kecamatan Pematang Sidamanik dan menghubungkan katrakteristik tanaman (umur, tinggi tanaman), bagian bagian tanaman yang dimanfaatkan, dan teknik pemanfaatannya.

5. Analisis Data

a. Analisis Margin Pemasaran

Untuk menghitung margin pemasaran digunakan formula dengan rumus sebagai berikut (Azzaino, 1981):

Mi = Pri - Pfi-1 ...(1) dimana:

Mi = Margin pemasaran pada setiap kelembagaan pemasaran.

Pri = Harga yang diterima oleh lembaga pemasaran yang terakhir.

Pfi-1 = Harga yang diterima oleh lembaga sebelumnya.

(31)

Dengan demikian untuk menghitung keuntungan pada setiap kelembagaan pemasaran digunakan formula sebagai berikut:

KLP= Mi - Bp- Bt ………...(2) dimana:

KLP= Keuntungan pada setiap kelembagaan pemasaran Mi = Margin pemasaran pada setiap kelembagaan pemasaran Bp= Biaya pemasaran pada setiap kelembagaan pemasaran

Bt= Biaya transaksi (biaya negosiasi dan lainnya)pada setiap kelembagaan pemasaran

b. Analisis Distribusi

Selanjutnya untuk mengetahui distribusi margin pemasaran dan besarnya bagian (share) petani pada setiap pola saluran pemasaran digunakan rumus menurut Utami (2007), sebagai berikut:

Sbi = ×100% ………(3)

Ski = ×100% ………...(4)

Farmer share = Pf / Pr × 100%...(5) Keterangan:

Sbi = bagian (share) biaya lembaga pemasaran ke-i, Ski = bagian (share)keuntungan lembaga pemasaran ke-i, Bi = biaya lembaga pemasaran ke-i,

Ki = keuntungan lembaga pemasaran ke-i, Fs = bagian (share) petani,

Pr = harga di tingkat pengecer,

Pf = harga di tingkat petani (produsen).

(32)

Menurut Masyrofie (1994) untuk mengetahui marjin pemasaran, distribusi, share dan seluruh keuntungan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat terhadap marjin total dari berbagai saluran pemasaran digunakan analisis marjin pemasaran". Besarnya marjin pemasaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Untuk satu level Pedagang marjin pemasaran dihitung dengan rumus :

……….(6) Keterangan :

MP = Margin Pemasaran

Pr = Harga di tingkat konsumen yang diambil dari harga rata-rata Pf = Harga di tingkat produsen yang diambil dari harga jual rata-rata

KP = MP – BP ………...(7)

BP = MP – KP ………...(8) KP = Keuntungan Pemasaran

BP = Biaya Pemasaran

Untuk menghitung share (bagian) harga yang diterima Petani dihitung dengan rumus :

Sf = × 100% ………..(9) Keterangan :

Sf = Share (bagian) harga yang diterima Petani Pf = Harga ditingkat petani

Pr = Harga ditingkat pengecer Indikator efisien pemasaran dapat diukur dengan kriteria sebagai berikut :

MP = Pr – Pf

(33)

a. Jika share yang diterima petani lebih besar dari share marjin pemasarannya maka saluran pemasaran tersebut dikatagorikan efisien.

b. Jika share harga yang diterima petani lebih kecil dari share marjin pemasarannya, maka saluran pemasaran tersebut dikatagorikan tidak efisien.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pematang Sidamanik. Pada penelitian ini, yang menjadi obyek penelitian adalah pohon suren. Secara administratif, Sipolha Horison merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Letaknya diapit oleh lima kecamatan, yaitu sebelah Timur dengan Kecamatan Jorlang Hataran dan Girsang Sipangan Bolon, sebelah Barat dengan Kecamatan Dolok Pardamean, Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sidamanik dan Kecamatan Panei, serta sebelah Selatan dengan Danau Toba.

Gambar 2. Peta Administrasi Kecamatan Pematang Sidamanik (BPS, 2015) Menurut topografi, Kecamatan Pematang Sidamanik dapat dibagi dalam dua bagian pada ketinggian di atas permukaan laut, yaitu 5 01-1000 m dan 1001- 1500 m masing-masing dengan luas 2.352 ha. Kecamatan Pematang Sidamanik

(35)

mencakup satu kelurahan dan sembilan Nagori, dengan jumlah penduduk 16.436 jiwa sebanyak 4.414 Kepala Keluarga (KK).

Kelurahan Sipolha Horison memiliki batas – batas wilayah yang mengelilingi daerah tersebut , yaitu disebelah utara ada Jorlang Huluan/Lahan Kehutanan, disebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, disebelah selatan berbatasan langsung dengan Danau Toba, sedangkan disebelah barat berbatasan dengan Desa/Nagori Tambun Raya.

Secara letak geografis Keluran Sipolha Horison berada pada ketinggian 400 – 600 meter dari permukaan laut dan memiliki karakteristik topografi berombak dengan kemiringan 10-45o.

Iklim di Kelurahan Sipolha Horison termasuk iklim tropis. Curah hujan rata-rata mencapai 2083 mm per tahun, yaitu memiliki kondisi iklim yang selalu basah tanpa musim kering yang jelas. Bulan terkering adalah Juli, yaitu dengan 71 mm hujan. Presipitasi paling besar terlihat pada November, dengan rata-rata hujan 249 mm. Suhu rata-ratanya adalah 19.5°C per tahunnya. Menurut Köppen dan Geiger, iklim ini diklasifikasikan sebagai Af.

Berdasarkan dari data statistik 2017, Kelurahan Sipolha Horison memiliki jumlah penduduk total sebesar 1180 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 356 KK. Perbandingan jumlah penduduk wanita dan pria di Kelurahan Sipolha Horison adalah 585 jiwa jumlah penduduk pria dan 595 jiwa jumlah penduduk wanita.

Hasil penelitian karakteristik narasumber, karakteristik pedagang pengumpul, biaya, keuntungan dan marjin pemasaran.

B. Karakteristik Narasumber Petani Pohon Suren di Kecamatan Pematang Sidamanik

(36)

Pada penelitian pemasaran suren ini analisis data yang dilakukan meliputi agama narasumber, umur narasumber, tingkat pendidikan narasumber dan status pekerjaan narasumber.

a. Agama dan Suku Narasumber

Seluruh narasumber di Kelurahan Sipolha Horisan, Kecamatan Pematang Sidamanik mayoritas beragama Kristen Protestan dan Katolik. Suku masyarakat yang menjadi narasumber terdiri dari Batak Simalungun, Batak Toba, dan Batak Karo.

b. Umur Narasumber

Usia produktif merupakan usia ideal untuk bekerja dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan produktivitas kerja serta memiliki kemampuan yang besar dalam menyerap informasi dan teknologi yang inovatif di bidang pertanian. Umur menjadi data yang penting karena umur dapat memberikan gambaran kondisi seseorang. Secara umum, kelompok umur 15-64 tahun merupakan kelompok usia produktif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data jumlah narasumber berdasarkan kelompok umur seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Karakteristik Narasumber menurut umur

No Kelompok Umur Jumlah Narasumber

1 21-30 1

2 31-40 6

3 41-50 6

4 51-60 4

5 61-70 5

6 71-80 1

Jumlah 23

Sumber: Hasil Pengolahan Data

(37)

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa dari 23 narasumber, sebagian besar narasumber berada pada usia produktif yaitu sebanyak 22 orang, sedangkan narasumber yang berada pada usia nonproduktif sebanyak 1 orang, yaitu pada rentang umur 71-80. Pada umumnya, petani yang berusia produktif lebih mudah menerima informasi dan lebih cepat mengambil keputusan dalam penerapan teknologi baru yang berhubungan dengan usahataninya, sehingga diharapkan produsen mampu membaca pasar dan memanfaatkan peluang untuk meningkatkan penerimaan usahataninya.

c. Tingkat Pendidikan Narasumber

Tingkat pendidikan berperan penting dalam menunjukkan pola pikir seseorang dan mempengaruhi pengetahuan petani dalam menerapkan ilmu

pertanian. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh para narasumber. Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi umumnya memiliki motivasi yang tinggi dan pola pikir yang berbeda dari petani yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Jumlah petani suren berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Tingkat Pendidikan Narasumber

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 SD 2 8,7

2 SMP 8 34,79

3 SMA 12 52,17

5 Perguruan Tinggi 1 4,34

Jumlah 23 100

Sumber: Hasil pengolahan Data

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan narasumber dengan frekuensi terbesar terdapat pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 12 orang dengan persentase 52,17%. Narasumber pada tingkat pendidikan SMP sebanyak 8 orang dengan persentase 34,79%, SD sebanyak 2

(38)

orang dengan persentase 8,7% dan Perguruan Tinggi sebanyak 1 orang dengan persentase 3,43%. Hal ini dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan narasumber terendah terdapat pada tingkat pendidikan SD dengan frekuensi 3,43% dan tertinggi tingkat pendidikan SMA dengan frekuensi 52,17%. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan pada Kecamatan Pematang Sidamanik dikatakan cukup baik.

Widiarti (2010) mengatakan bahwa tingkat pendidikan formal maupun nonformal sangat mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan mengenai pelaksanaan usahatani maupun dalam kegiatan pemasaran produksinya.

Pendidikan yang dimiliki diharapkan dapat menjadi modal bagi petani untuk mempehatikan keadaan pasar, harga yang terjadi dan pemilihan pedagang untuk membeli surennya dengan harga tinggi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

d. Status Pekerjaan Narasumber

Status pekerjaan terbagi menjadi dua, yaitu pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan. Usaha suren dilakukan oleh narasumber dengan tujuan menambah pendapatan keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Masyarakat Kecamatan Pematang Sidamanik menjadikan usaha tani suren sebagai usaha sampingan. Hal ini dikarenakan pohon suren yang tidak perlu tempat khusus dan tanpa perlakuan khusus untuk dapat tumbuh dan bertahan hidup. Pohon suren juga dapat tumbuh di antara tanaman pertanian sehingga tidak menggangu pertumbuhan suren dan tanaman pertanian di sekitarnya. Status pekerjaan narasumber suren dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

(39)

Tabel 3. Status Pekerjaan Petani Suren di Kecamatan Pematang Sidamanik No Status Pekerjaan Jumlah Narasumber Persentase (%)

1 Pekerjaan Pokok 0 0

2 Pekerjaan Sampingan 23 100

Jumlah 23 100

Sumber : Hasil Pengolahan Data

C. Karakteristik Budidaya Pohon Suren di Kecamatan Pematang Sidamanik a. Teknik Budidaya Suren

Saat ini suren belum banyak dibudidayakan secara luas. Namun demikian, mengingat kegunaan dari jenis kayu ini, tidak tertutup kemungkinan untuk dikembangkan secara luas di masa mendatang.

Teknik budidaya pohon suren yang dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Sipolha Horisan, Kecamatan Pematang Sidamanik meliputi penyediaan bibit, pemeliharaan dan pemanenan suren. Berikut ini dijelaskan teknik budidaya Pohon Suren yang dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Sipolha Horison , Kecamatan Pematang Sidamanik:

a. Penyediaan bibit Suren

Dalam upaya untuk penyediaan bibit suren, masyarakat di Kelurahan Sipolha Horison melakukan dengan 2 cara, yaitu :

1.Bibit diambil dari bawah pohon suren

Bibit suren yang akan ditanam diambil langsung dari bawah pohon suren yang tingginya belum mencapai sekitar 10 cm. Hal ini dilakukan agar saat pencabutan tidak merusak akar bibit. Jika bibit suren yang putus atau rusak pengakarannya dapat mengakibatkan pertumbuhan menjadi lambat bahkan mati.

Selain itu jika proses pengambilan bibit tidak baik dapat mengakibatkan suren mengalami busuk dibagian tengah. Bibit yang diambil dapat dipindahkan terlebih dahulu kedalam polybag atau langsung ditanam ketempat penanaman.

(40)

2. Persemaian

Untuk persemaian bibit suren tidak ada perlakuan khusus. Biji yang telah matang dilakukan penyortiran dengan menampi terlebih dahulu, untuk membuang biji yang kurang baik/rusak. Setelah itu disebarkan pada tempat persemaian yang telah disiapkan. Setelah tumbuh dengan tinggi mencapai ≥ 5 cm, maka dipindahkan kedalam polybag yang telah diisi dengan tanah, menunggu ukurannya 10-20 cm dan ditanam ke lokasi yang ingin ditanam. Irianto (2014) mengatakan bahwa bibit suren dengan ketinggian > 25 cm dapat dicapai dalam waktu tiga bulan di persemaian.

Dari kedua teknik tersebut, masyarakat lebih banyak menggunakan cara pertama yaitu mengambil langsung bibit yang tumbuh dari bawah pohon suren.

Alasan masyarakat lebih banyak melakukannya karena sifat bibit yang lebih tahan. Bibit tersebut sudah sesuai dengan lokasi penanaman yang tidak jauh dari tempat pengambilan bibit, sehingga memperbesar peluang pertumbuhan yang optimal.

b. Pemeliharaan

Dalam melakukan pemeliharaan pohon suren masyarakat tidak terlalu melakukan pemeliharaan yang cukup berarti , masyarakat tidak melakukan seperti penjarangan, wiwil, maupun penyiangan. Pemeliharaan pohon suren yang dilakukan oleh masyarakat hanya sekedarnya saja seperti pemantauan agar pohon suren tidak terkenak api ataupun benda tajam seperti parang ataupun cangkul yang dapat melukai batang pohon suren sehingga bisa mengakibatkan terjadinya pembusukan pada batang pohon suren. Dalam hal pemangkasan daun pohon suren, masyarakat melakukannya hanya sekedarnya saja, apabila telah dilihat

(41)

cabang pohon suren sudah menutupi tanaman pertanian disekitarnya baik itu tanaman kopi, cengkeh ataupun tanaman pertanian lainnya yang dapat menggangu pertumbuhan dari tanaman tersebut. Untuk pemeliharaan lainnya seperti pemupukan masyarakat juga tidak melakukannya , masyarakat hanya melakukan pemupukan kepada tanaman pertanian yang ada disekitar pohon surennya saja.

c. Pemanenan

Dalam melakukan pemanenan pohon suren, masyarakat tidak mengeluarkan biaya apapun, hal ini dikarenakan pembeli pohon suren yang langsung melakukan pemanenan atau penebangan pohon suren yang akan di panen. Ini sangat memudahkan masyarakat sehingga mereka tidak perlu lagi memikirkan cara memanennya, seperti harus menyediakan peralatan tebangnya.

Hal ini juga dapat menghemat biaya pengeluaran yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pemanenan pohon suren.

Namun, waktu pemanenan adalah yang menjadi paling penting untuk diperhatikan oleh masyarakat saat melakukan pemanenan. Waktu pemanenan pohon suren dilakukan pada saat pohon gugur daun ataupun pada saat pergantian daun. Hal ini dikarenakan agar batang pohon suren tidak bengkok setelah dilakukan pemanenan dan pengolahannya menjadi papan, broti maupun bahan pembuatan kapal.

Keberhasilan kegiatan penanaman sangat berkaitan erat dengan keberhasilan pada tingkat pembibitan di persemaian.

b. Sejarah Pohon Suren

Pohon Suren merupakan salah satu jenis yang berasal dari Indonesia.

Daerah penyebarannya sangat luas, penyebarannya yaitu di Sumatera, Jawa,

(42)

Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Pohon Suren ini biasa tumbuh pada tanah kering dan tanah lembab yang subur, umumnya di daerah yang memiliki ketinggian di bawah 1.200 meter dari permukaan laut (Wandi, 2012). Sedangkan di Kelurahan Sipolha Horizon sendiri tanaman pohon suren sudah ada sejak lama tumbuh di daerah ini. Mengenai sejak tahun berapa pohon suren ini mulai tumbuh disini diperkirakan sekitar sejak tahun 1930 hal ini dikarenakan pohon suren ini sudah menjadi turun menurun bagi warga di Kelurahan Sipolha Horizon.

c. Penyebaran Pohon Suren

Untuk dapat tumbuh dengan baik, tanaman suren memerlukan media alami berupa tanah yang kaya dengan unsur hara, tetapi tidak semua tanah memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, salah satu contohnya adalah tanah ultisol.

Komponen genetik juga berkontribusi sangat besar terhadap total keragaman untuk parameter morfo-fisiologi buah dan benih suren yang memberi indikasi adanya adaptasi yang berlangsung terus menerus yang menciptakan ras lahan. Pengelompokan populasi dengan menggunakan analisis komponen utama dalam hubungannya dengan jarak geografis menunjukkan bahwa sebagian besar populasi yang berdekatan secara geografis memiliki kedekatan genetik berdasarkan morfo-fisiologi buah dan benih.

d. Lama Mengusahakan Pohon Suren

Petani suren memiliki waktu yang cukup lama untuk mengusahakan pohon suren. Petani harus menungu jadinya pohon suren yang layak untuk dipanen sekitar 15-20 tahun lamanya. Sehingga pohon suren ini hanyalah pekerjaan sampingan petani. Petani yang berpengalaman dan didukung oleh sarana produksi

(43)

yang lengkap akan lebih mampu meningkatkan produktivitas dibandingkan dengan petani yang baru memulai usahatani.

C. Teknik Pemanfaatan pohon Suren

Pemanfaatan pohon suren yang efektif dapat menambah pendapatan maupun nilai guna dari pohon suren tersebut, disamping fungsinya sebagai pengoptimalan penggunaan lahan. Teknik pemanfaatan bagian-bagian pohon suren yang dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Siolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik, memanfaatkan bagian batang pohon suren, daun suren dan buah pohon suren.

a. Teknik pemanfaatan dari batang pohon suren

Masyarakat di Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik pada umumnya memanfaatkan batang pohon Suren menjdi bahan baku bangunan rumah, seperti : papan, broti dan kusen dan juga diolah sebagai bahan baku kapal dan sampan.

1. Sebagai bahan baku rumah (papan dan broti)

Masyarakat setempat secara umum memakai hasil kayu ataupun panen batang suren untuk diolah menjadi papan dan broti. Dan dibentuk sebagai pintu, jendela, tiang rumah, dinding rumah untuk pembangunan rumah sendiri. Pemanenan dilakukan dengan mesin gergaji pohon pada saat musim gugur atau pergantian daun. Setelah pemanenan, kayu langsung diolah menjadi papan atau broti. Hampir seluruh rumah yang ada di Kelurahan Sipolha Horisan, Kecamatan Pematang Sidamanik menggunakan kayu Suren sebagai bahan bakunya. Hal ini dikarenakan sifat dari kayu pohon suren yang tahan terhadap air dan serangan rayap, yang dapat meningkatkan nilai guna dan ketahanannya. Jayusman (2006) menyatakan

(44)

bahwa suren memiliki kandungan bahan surenon, surenin dan surenolakton yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan terhadap larva serangga. Bahan-bahan tersebut juga terbukti merupakan repellant (pengusir atau penolak) serangga, termasuk nyamuk. Selain itu motif dari kayu suren pun bagus, sehingga masyarakat hanya perlu menambah vernis dalam pembuatannya.

2. Sebagai bahan baku kapal dan sampan

Selain dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan rumah, pohon suren juga digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan kapal dan sampan. Masyarakat menjual pohon suren mereka kepada pembuat kapal yang akan digunakan sebagai bahan baku kapal dan sampan. Bapak Manatar Silalahi merupakan pelaku usaha kapal yang membeli pohon suren dari masyarakat di kelurahan Sipolha Horison, beliau menyampaikan bahwa alasan untuk memilih menggunakan kayu suren sebagai bahan baku untuk pembuatan kapal dan sampan karena sifatnya yang tahan terhadap air dan tidak mudah membusuk. Disamping itu, juga dikarenakan pohon suren merupakan pohon yang umum ditanam oleh masyarakat Kelurahan Sipolha Horison sehingga penyediaannya pun mudah didapatkan.

b. Teknik Pemanfaatan Daun Suren

Selain dari batang pohon suren masyarakat juga memanfaatkan daun dari pohon suren, meskipun pemanfaatannya masih tergolong sedikit dan baru, adapun daun dimanfaatkan sebagai: obat gatal-gatal, pestisida/insektisida organik dan lalapan. Berikut dijelaskan teknik pemanfaatannya:

1. Obat Gatal-gatal

Daun dimanfaatkan masyarakat Di Kelurahan Sipolha Horison sebagai obat tradisional alami untuk menyembuhkan penyakit gatal-gatal. Daun suren yang

(45)

berwarna hijau direbus hingga mendidih, didinginkan hingga hangat kuku lalu kemudian dimandikan. Obat ini dipakai selain untuk manusia, masyarakat

juga memakainya untuk hewan ternak masyarakat .

2. Pestisida/insektisida Organik

Pemanfaatan ini masih tergolong baru dan masyarakat yang memanfaatkannya pun masih tegolong sedikit. Dalam pemanfaatannya teknik yang digunakan masih sederhana dan menggunakan alat-alat sederhana. Daun suren dicampur dengan daun mindi dan daun jihor dengan perbandingan 1:1:1. Lalu direndam didalam sebuah ember berukuran sedang selama 2 hari. Setelah perendaman, air disiram disekitar tanaman.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Suhaendah et al., (2007) dijelaskan bahwa perlakuan larutan daun suren terhadap ulat kantong menunjukkan tingkat kematian 100%, hal ini menunjukkan bahwa daun suren mempunyai sifat insektisida. Dalam Kurniawan, 2013 dijelaskan bahwa larutan daun suren tidak sepenuhnya langsung dapat membunuh, tetapi mempunyai sifat menghambat daya makan ulat kantong yang pada akhirnya berakibat pada kematian.

Dalam Lestari (2014) menyampaikan bahwa mortalitas dan kematian pada larva yang disemprot ekstrak suren, ditandai dengan perubahan warna ulat yaitu dari hijau segar menjadi kekuning kuningan. Perubahan warna tersebut seiring dengan perubahan perilaku ulat, yaitu ulat cenderung tidak aktif / tidak bergerak, sehingga aktivitas makan pun mulai menurun.

Ekstrak daun suren terdapat senyawa – senyawa metabolit sekunder yang beracun bagi serangga, yaitu alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, dan saponin.

(46)

Proses pembuatan larutan daun suren mudah dilakukan serta tidak memiliki dampak negatif berupa pencemaran lingkungan (Kurniawan, 2013).

3. Lalapan

Selain untuk obat daun pohon suren juga dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lalapan, dimana daun yang dipergunakan adalah daun yang masih muda, yang berada pada ujung cabang pohon suren. Dalam pemanfaatan ini, yang melakukannya adalah masyarakat pendatang yang memang telah mengetahui dari daerah Tanah Karo. Daun yang akan dikonsumsi dapat direndam air panas dahulu ataupun dapat dikonsumsi langsung. Berdasarkan informasi narasumber, rasa daun suren sama seperti jengkol.

Komponen fitokimia yang terdapat dalam daun pohon suren di antaranya adalah alkaloid, triterpenoid, flavonoid, tanin, fenol, dan steroid. Asam galat adalah salah satu komponen fenolik yang merupakan senyawa bioaktif terbesar yang ada ddalam daun suren. Senyawa ini memiliki aktivitas anti kanker dan antioksidan.(Falah, 2015).

c. Teknik Pemanfaatan Buah Suren

Selain batang dan daun pohon suren, buah pohon suren juga dapat digunakan, yaitu sebagai bibit. Buah pohon suren dimanfaatkan dalam proses pembibitan/perbanyakan baik oleh masyarakat sebagai perbanyakan dalam penanaman dilahan sendiri ataupun pengusaha pembibitan. Buah suren dimanfaatkan oleh Bapak Manontu Damanik dalam usaha pembibitannya, dimana bibit akan dijual ke luar daerah dan kepada pihak kehutanan Aek Nauli.

Persemaian bibit suren dilakukan oleh beliau di halaman/pekarangan rumah. Petak semai yang digunakan berukuran 1x5 m. Beliau menyampaikan

(47)

bahwa, pada saat musim kemarau benih untuk persemaian diambil dari buah yang telah masak di pohon suren. Karena buah suren ringan dan mudah diterbangkan angin, sehingga sulit mengumpulkan buah dari bawah pohon pilihan, yaitu pohon suren yang pertumbuhannya cepat dengan batang lurus.

Beliau menyampaikan ciri ciri buah suren masak, yaitu warnanya coklat tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jayusman (2006) yang menyampaikan bahwa buah suren yang telah masak ditandai dengan warna kulit buah berubah dari hijau menjadi coklat tua kusam dan kasar, apabila pecah akan terlihat seperti bintang. Jika pohon suren beliau tidak memiliki buah saat ada pemesanan bibit.

Buah akan dibeli oleh beliau dari masyarakat pemilik pohon suren, dengan harga Rp. 50.000/karung dan diambil sendiri oleh beliau.

D. Pola Agroforestri dengan Tanaman Kehutanan Pohon Suren

Masyarakat di Kelurahan Sipolha Horisan menanam pohon suren di setiap pinggir ladang dan di tengah-tengah ladang. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan naungan pada tanaman pertanian/tanaman semusim yang ditanami.

Selain itu, juga menghasilkan unsur hara bagi tanaman semusim. Di saat pemupukan tanaman semusim, pohon suren juga akan mendapat asupan unsur hara, di mana pupuk yang diberikan akan dapat pula diserap pohon suren, sehingga mempercepat pertumbuhan. Dalam Yuliprianto (2010), menyatakan bahwa keberadaan pohon dalam pola tanam agroforestri berpengaruh terhadap produktivitas tanaman bawah. Pengembalian serasah bekas pangkasan tanaman kayu, daun, dan batang sisa panentanaman bawah dapat dikembalikan ke tanah agar terdekomposisi menjadi humus untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Ashari dan Maryowani (2011), menyatakan sistem agroforestri yang diatur

(48)

dengan baik dapat meningkatkan kesuburan lahan yang akan berdampak pada peningkatan kualitas tanaman.

Besarnya pengaruh naungan pohon dalam agroforestri manyebabkan tidak semua jenis tanaman dapat ditanam bersama pepohonan. Oleh karena itu, pemilihan jenis tanaman yang toleran terhadap naungan dalam agroforestri sangat diperlukan. Pohon yang pertumbuhannya cepat memberikan serasah yang banyak sebagai mulsa (Triwanto et al, 2012).

Para petani menerapkan model agroforestri yang mencampurkan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian (agrosilvikultural) seperti kemiri, jati, mangga, coklat, dan tanaman semusim seperti jagung, cabai merah, tomat, dan lain-lain yang nilai finansialnya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, di mana tanaman pertanian dan semusim yang mendominasi. Berikut pola agroforestri suren yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Sipolha Horisan.

A. Suren dan kopi

Rata-rata petani di Kelurahan Sipolha Horisan, bermata pencaharian dari bertani kopi. Panen kopi cukup menambah perekonomian para petani, karena pemanenan yang dapat dilakukan secara intens tiap minggunya. Harga kopi juga cukup menjanjikan sebagai sumber mata pencaharian petani. Suren dipergunakan sebagai pemberi naungan kepada kopi, dan jika tajuk suren sudah terlalu lebar maka akan dilakukan pemangkasan.

(49)

Gambar 3. Lahan yang ditanami dengan Pola Agroforestri Suren dan Kopi Struktur dan Jarak Penanaman Agroforestri Suren dan Kopi

Dalam pola agroforestri yang dilakukan oleh masyarakat, pohon suren ditanam di pinggir dan di tengah tengah lahan. Untuk pohon suren yang ditanam di pinggiran lahan jarak penanamannya 4x4 m, dan untuk yang di tengah lahan penanamannya ada yang tidak teratur dan yang teratur dengan jarak tanam 4x4 m.

Gambar 4.Pola penanaman agroforestri suren dan kopi B. Suren, Kopi, dan Cengkeh

Selain kopi, petani juga menanam cengkeh sebagai sumber mata pencahariaannya, proses pemanenan cengkeh yang mudah yaitu memetik, menyortir dan menjemur menjadi alasan cengkeh adalah komoditi jitu yang menambah sumber pendapatan.

Lahan pertanian dikelola dengan pola agroforestri yang menggabungkan tanaman pertanian yaitu: kopi dan cengkeh dengan tanaman kehutanan yaitu suren. Dimana untuk pemanenan intens pada komoditi kopi sambil menunggu rotasi pemanenan cengkeh. Suren dimanfaatkan sebagai pohon naungan, untuk pemanfaatan bagian-bagian tanaman saat masih muda, dan juga pemanenan kayu.

(50)

Gambar 5. Lahan yang ditanami dengan Pola Agroforestri Suren, Kopi dan Cengkeh

Struktur dan jarak penanaman agroforestri suren, kopi dan cengkeh Pohon suren ditanam di pinggiran dan di tengah tengah lahan, namun diselangi dengan pohon cengkeh. Jarak penanaman untuk suren dan cengkeh adalah 4x4 atau 5x5 m dan untuk yang di tengah jarak penanamannya 5x5 m .

Gambar 6.Pola penanaman agroforestri suren cengkeh dan kopi C. Pola Suren, Kopi dan Kemiri

Pola agroforestri yang menggabungkan suren, kopi, dan kemiri terbilang

(51)

efisien dalam pengembalian unsur hara pada tanah dan mempercepat pertumbuhan kopi. Memanfaatkan suren sebagai pengusir serangga/hama pada kopi. Untuk pemanfaatan bagian-bagian tanaman saat masih muda, dan juga pemanenan kayu.

Gambar 7. Lahan yang ditanami dengan Pola Agroforestri Suren, Kopi dan Kemiri

Struktur dan Jarak Penanaman Agroforestri Suren, Kopi, dan Kemiri Suren dan kemiri ditanami pada bagian luar lahan. Jarak penanaman antar pohon 5 x 5 m. Pada pola ini, pohon kemiri lebih mendominasi dibandingkan pohon suren. Kopi ditanam dibagian dalam lahan dengan jarak penanaman 3 x 3 atau 4 x 4 m.

Gambar 8. Pola Penanaman Agroforestri Suren, Kopi dan Kemiri E. Pemasaran Kayu Suren (Toona sureni Merr.)

1. Lembaga dan Saluran Pemasaran

Kegiatan pendistribusian kayu suren dari petani ke konsumen harus memerlukan pedagang perantara atau disebut juga sebagai lembaga pemasaran dalam kegiatan pemasaran. Lembaga pemasaran berperan agar fungsi pemasaran dapat terlaksana dengan baik. Saluran pemasaran merupakan jalur dari lembaga pemasaran yang dilalui dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen.

Dalam pemasaran kayu suren, petani umumnya didatangi oleh pembeli kayu suren yang ada di desa untuk menjual hasil panen kayu surennya. Hal

(52)

tersebut akan memberikan harga yang lebih murah kepada pedagang pengepul dan menjual kembali dengan harga yang lebih tinggi dari harga beli.

Gambar 9. Skema saluran pemasaran kayu suren

Pada bentuk saluran pemasaran, petani lokal menjual kayu suren kepada pedagang pengumpul di tingkat desa. Pedagang pengepul desa ini merupakan pedagang yang membeli kayu suren dari petani dan mendatangi rumah petani secara langsung. Petani lebih mempercayakan produksi kayu suren kepada pedagang pengumpul. Hal ini dikarenakan petani mengambil langkah mudah untuk menjual kayu suren kepada pedagang pengumpul. Adanya ketidaktahuan petani mengenai permasaran kayu suren dan harga kayu suren di tempat lain juga menjadi salah satu sebab petani menjual langsung kepada pedagang pengepul.

Cara pembayaran yang dilakukan dari pedagang pengepul ke petani adalah dengan cara membayar tunai setelah menerima kayu suren. Oleh karena itu, pedagang pengumpulan harus mempunyai modal yang besar dan tempat penampungan kayu suren yang luas untuk dijadikan sebagai tempat pengumpulan kayu suren tersebut sebelum dijual ke pengolah kayu.

Proses jual beli yang dilakukan antara pembeli dan penjual dilakukan secara langsung tanpa adanya perantara sehingga petani dan pedagang mendapatkan keuntungan tersendiri. Petani hanya menerima hasil bersih tanpa ada biaya transportasi, biaya panen, biaya upah dan biaya perawatan tanaman pohon

Peta ni Sure

n

Peng olah kayu suren Pedangan pengepul

pohon suren

(53)

suren. Bahkan sebagian petani mengatakan bahwa pohon suren yang mereka hasilkan adalah pohon yang tumbuh tersendiri tanpa ada perawatan yang berarti..

Sedangkan untuk biaya transportasi, biaya penggergajian dan biaya sarad ditanggung oleh pedagang pengumpul sendiri. Untuk harga yang harus dikeluarkan oleh pedagang untuk pemebelian kayu dipastikan lebih murah dan setiap lokasi mempengaruhi penentuan harga kayu suren.

Bentuk kayu yang dibeli pedagang dari petani masih dalam bentuk kayu bulat. Kemudian pedagang pengumpul menjualnya kepada pengolah kayu untuk mengolah kayu tersebut menjadi bahan baku untuk mebuat kapal, kusen dan bahan bangunan. Kayu suren banyak dijadikan sebagai bahan dasar untuk membuat kapal. Hal ini dikarenakan kayu suren yang tahan lama direndam didalam air dan kayu suren berbau harum sehingga tahan terhadap serangan rayap.

2. Karakteristik Pedagang Pengepul

Pada kegiatan pendistribusian pohon suren, terdapat pedagang perantara atau disebut juga sebagai lembaga pemasaran. Pedagang pengumpul merupakan orang yang berada di Kecamatan Pematang Sidamanik tersebut dan hanya satu pedagang pengumpul saja yang melakukan pembelian pohon suren dilokasi tersebut.

3. Biaya Keuntungan dan Marjin Pemasaran

Saluran pemasaran pertama merupakan saluran yang tidak melibatkan banyak pelaku pemasaran. Pelaku yang terlibat terdiri dari petani yang langsung menjual kayu suren kepada pedagan pengepul. Tingkat saluran pemasaran pada kegiatan ini termasuk saluran nol tingkat. Hal tersebut, konsumen tidak terbebani dengan biaya yang tinggi sebab dari petani langsung dijual kepada pedagang

Gambar

Gambar 2. Peta Administrasi Kecamatan Pematang Sidamanik (BPS, 2015)  Menurut  topografi,  Kecamatan  Pematang  Sidamanik  dapat  dibagi  dalam  dua bagian pada ketinggian di atas permukaan laut, yaitu 5 01-1000 m dan  1001-1500  m  masing-masing  dengan
Gambar 3. Lahan yang ditanami dengan Pola Agroforestri Suren dan Kopi    Struktur dan Jarak Penanaman Agroforestri Suren dan Kopi
Gambar  5. Lahan   yang   ditanami  dengan  Pola  Agroforestri  Suren,  Kopi  dan         Cengkeh
Gambar 7.  Lahan   yang   ditanami  dengan  Pola   Agroforestri  Suren,  Kopi  dan                       Kemiri
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

tertentu yang berasal dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tata cara pengisian jabatan ASN sebagaimana

POKJA PEMBANGUNAN GEDUNG LABORATORIUM MAN SUMBEROTO

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Pembina Kepariwisataan Kabupaten

[r]

KESATU : Mengubah Atas Keputusan Bupati Bantul Nomor 128 Tahun 2015 tentang Pembentukan Tim Penyelenggara Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ( Corporate Social

 Sebagai Hub/Switch yang bertindak untuk menghubungkan jaringan lokal dengan