• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Biologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Biologi"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

13

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran Biologi

a. Hakikat Belajar Biologi

Belajar sering diartikan sebagian orang sama dengan menstransfer ilmu, menghafal isi pelajaran, mengumpulkan fakta-fakta dari informasi yang terdapat pada suatu mata pelajaran. Menurut Kimbel dalam Hargenmen dan Olson (2010), belajar adalah perubahan yang relatif, permanen di dalam behavior potentiality (potensi behavior) yang terjadi sebagai akibat dari reinforcet practice (praktik yang diperkuat). Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubahantingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (Balai pustaka, 1996). Sementara menurut Sanjaya (2008), belajar adalah suatu proses aktivitas mental sesorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun psikomotor.

Belajar biologi mempunyai arti yang berbeda pengertian belajar secara umum. Menurut Rustaman (2005), belajar sains khususnya biologi adalah mengupayakan mengenali diri sendiri sebagai makhluk, atau belajar biologi dari aspek evalusi (purpose in human institution). Belajar biologi diharapkan bermanfaat untuk peningkatan kualitas dan kelulusan hidup manusia dan lingkungannya atau belajar biologi dari aspek sintas (purpose in human life).

Biologi mempelajari tentang struktur fisik dan fungsi-fungsi alat-alat tubuh manusia dengan segala keingintahuannya. Biologi memiliki kekhasan dalam berpikirnya. Di dalam fisiologi dan biologi fungsi, siswa dituntut mengembangkan pemikiran sibermetik, sementara dalam sistematika biologi atau taksonomi dikembangkan keterampilan berpikir kritis melalui klasifikasi atau klasifikasi logis, di dalam genetika diperlukan berpikir peluang atau

(2)

probabilitas (khususnya untuk genetika populasi) dan kombinatorial. Akan tetapi hal tersebut kurang disadari oleh siswa, mahasiswa, guru-guru sains khususnya biologi pemula. Di dalam studi sains khususnya biologi sering dan banyak digunakan istilah-istilah yang pada umumnya berupa istilah latin atau kata yang dilatinkan. Banyaknya istilah latin tersebut menyebabkan kurangnya minat para siswa sekolah menengah memasuki jurusan biologi dan jurusan-jurusan lain yang menggunakan biologi sebagai ilmu dasarnya.

Sebenarnya istilah tersebut bukan sekedar istilah namun konsep yang sudah disepakati diantara biologiwan, dan istilah-istilah tersebut dapat dikembangkan atau dikombinasi dengan membentuk pengertian yang lebih kompleks atau lebih spesifik.

Menurut Hungerford et al. (dalam Wenno, 2008), belajar sains khususnya biologi adalah upaya atau proses yang disengaja atau sistematis tentang makhluk hidup, cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah di dalamnya mengandung aspek proses (scientific process), produk (scientific product), dan sikap ilmiah (scientific attitude). Sains adalah ilmu yang pokok konsepnya adalah alam beseta isinya. Objek yang dipelajari dalam sains adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian di alam. Biologi bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda tau makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah (problem solving). Sains sebagai suatu proses merupakan rangkaian kegiatan ilmiah atau hasil-hasil observasi terhadap fenomena alam untuk menghasilkan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) yang lazim disebut produk sains. Scince as a way of knowing artinya bahwa sains dapat meninmbulkan sikap keingintahuan, kebiasaan berpikir dan seperangkat prosedur. Sementara nilai-nilai sains yang berhubungan dengan tanggung jawab moral, nilai-nilai sosial, manfaat sains untuk kehidupan manusia, serta sikap dan tindakan misalnya keingintahuan, kejujuran, ketelitian, ketekunan, hati-hati, toleran, hemat, dan pengambilan keputusan.

(3)

Menurut Carin dan Evans (1990), ssains mengandung empat hal yaitu konten atau produk, proses atau metode, sikap dan teknologi. Sains sebagai konten atau produk berarti bahwa dalam sains terdapat fakta-fakta, hukum- hukum, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang sudah diterima kebenarannya.

Sains sebagai proses atau metode berarti bahwa sains merupakan suatu proses atau metode untuk mendapatkan pengetahuan. Selain sebagai produk dan proses, sains juga merupakan sikap, artinya bahwa dalam sains terkandung sikap seperti tekun, terbuka, jujur, dan objektif. Sains sebagai teknologi mengandung pengertian bahwa sains mempunyai keterkaitan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara menurut Trowbridge (1981), sains merupakan suatu tubuh pengetahuan, yang dibentuk oleh proses penyelidikan terus-menerus dan mencakup orang-orang yang terlibat dalam permasalah ilmiah. Jenis pengetahuan, proses penyelidikan, empiris dan individu dalam sains semua berkontribusi dalam berbagai cara untuk membentuk sebuah sistem unik yang disebut sains. Faktor-faktor inilah yang membedakan sains dari sistem lain seperti filsafat, seni, dan sejarah yang juga menyambungkan pengetahuan.

Pengetahuan bidang subjek yang terorganisir dalam berbagai skema, seperti teori evolusi, teori atum, atau teori sel. Oleh karena itu kesadaran dari fenomena ditemukan dengan menggunakan proses ilmiah seperti pengamatan, pengukuran, eksperimen, prosedur eksperimen, dan pengetahuan ilmiah.

Produk dari proses penyelidikan yang terus menerus adalah pengetahuan ilmiah. Produk pengetahuan itu bukan proses yang ditandai pengajaran sains pengetahuan. Tetapi ilmu sains lebih dari sekedar pengethauan. Sains adalah kegiatan manusia yang melibatkan operasi mental, keterampilan manipulatif dan komputasi dan strategi, keingintahuan, keberanian, dan ketekunan, dirancang oleh individu-individu untuk menemukan sifat alam semesta.

(4)

b. Pembelajaran Biologi

Pembelajaran biologi berbeda dengan pembelajaran disiplin ilmu lain, bahkan pembelajaran biologi akan berbeda dengan pembelajaran fisika, kimia, dan matematika walaupun masih dalam satu domain yaitu sains (IPA).

Menurut Suciati, dkk. (2011), pembelajaran sains menekankan pada keterampilan proses sains, pembelajaran yang melibatkan aspek kognitif (minds on), aspek psikomotorik (hands on) serta sikap ilmiah (hearts on).

Sains adalah ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena dialam semesta.

Sains memperoleh kebenaran fakta dan fenomena alam melalui kegaiatan empirik. Sains berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip dan juga penemuan itu sendiri. Penemuan diperoleh melalui eksperimen yang dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam bebas. Berpijak dari hakikat sains, maka pembelajaran sains haruslah dirancang untuk memupuk tumbuhnya sikap ilmiah, disamping itu juga untuk meningkatkan pola pikir logis yang menjadi landasan dalam proses ilmiah untuk menghasilkan produk ilmiah.

Pembelajaran sains mempunyai tujuan antara lain: 1) kemampuan untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan tentang alam dan mencari jawaban dari observasi dan interpretasi fenomena alam; 2) pengembangan kapasitas siswa untuk memecahkan masalah dan berpikir kritis dalam semua bidang pembelajaran; 3) pengembangan bakat tertentu untuk berpikir yang inovatif dan kreatif; 4) kesadaran alam dan lingkup berbagai pembawa sains dan tekonologi yang terkait terbuka bagi mahasiswa dari berbagi bakat dan minat;

5) pengetahuan akademis dasar yang diperlukan untuk studi lanjut oleh siswa yang cenderung mengajar sains profesional; 6) ilmiah dan pengetahuan teknis yang diperlukan untuk memenuhi tanggung jawab sipil, meningkatkan kesehatan sendiri dan kehidupan siswa dan kemampuan untuk menghadapi dunia yang semakin teknologi; dan 7) sarana untuk menilai nilai artikel menyajikan kesimpulan ilmiah (Trowbridge, 1981).

(5)

Berdasarkan pengertian hakikat sains dapat disarikan suatu definisi yang lebih komprehensif yang paling mengaitkan dimensi sains sebagai pengetahuan, proses dan produk, penerapan dan sarana pengembangan nilai dan sikap tertentu seperti berikut ini: 1) sains adalah pengetahuan yang mempelajari, menjelaskan, dan menginvestigasi fenomena alam dengan segala aspeknya yang bersifat empiris; 2) sains sebagai proses atau metode dan produk. Melalui penggunaan metode ilmiah yang syarat keterampilan proses, mengamati, mengajukan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis serta mengevaluasi data, dan menarik kesimpulan terhadap fenomena alam akan diperoleh produk sains, misalnya: fakta, konsep, prinsip dan generalisasi yang kebenarannya bersifat tentatif; 3) sains dapat dianggap sebagai aplikasi, melalui penguasaan pengetahuan dan produk sains dapat dipergunakan untuk menjelaskan, mengolah dan memanfaatkan, memprediksi fenomena alam serta mengembangkan disiplin imu lainnya dan teknologi; 4) sains dapat dianggap sebagai sarana untuk mengembangkan sikap dan nilai- nilai tertentu, misalnya nilai, religius, skeptisme, objektivitas, keteraturan, sikap keterbukaan, nilai praktis, ekonomis, dan nilai etika atau etestika.

Hal tersebut sangat relevan dengan makna proses pembelajaran yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Bab IV Pasal 19 tentang Strandar Proses yang menyatakan “bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.

(6)

2. Teori Belajar

Pembahasan tentang proses belajar terus berkembang, dari pandangan yang mengangap siswa hanya berperan sebagai penerima dan bersikap pasif dalam proses belajar, sampai pandangan yang beranggapan bahwa siswa dapat membangun pengetahuannya dengan ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Pandangan-pandangan tentang belajar memunculkan berbagai teori belajar. Sejalan dengan perkembangan pola pikir dan pengalaman manusia, aliran teori belajar mengalami perkembangan sehingga paradigma belajar ini mengalami pergeseran sudut pandang dari teori belajar yang satu ke teori belajar selanjutnya.

a. Teori Kognitif Jean Piaget

Jean Piaget mengungkapkan tentang teori pembelajaran kognitif.

Menurut Piaget (dalam Sagala, 2008), pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak mengalami dua proses yaitu proses asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi merupakan proses saat anak menyesuaikan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya. Akomodasi adalah anak menyusun, membangun pengetahuan lama yang semula tidak sesuai kemudian dibandingkan dan kemudian disesuaikan dengan pengetahuan baru, sehingga terbentuklah pengetahuan baru. Proses akomodasi terjadi bila antara pengetahuan baru dan pengetahuan lama yang semula tidak sesuai kemudian disesuaikan. Pada akhirnya mencapai keadaan ekuilibrium yang merupakan keadaan tercapainya keseimbangan atau penyesuaian kembali antara proses asimilasi dan akomodasi secara terus menerus.

Teori Piaget tersebut relevan dengan model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping yaitu pada sintaks inisiasi masalah, siswa diminta untuk mengamati gambar dan wacana yang terdapat pada LKS, kemudian siswa akan membuat Collaborative Mind Mapping. Ketika siswa mengamati gambar dan membaca wacana, siswa akan mendapatkan pengetahuan baru, dan siswa akan melakukan asimilasi dan ketika siswa membuat Collaborative Mind Mappingdengan cara mengaitkan unsur sosial,

(7)

sains, lingkungan, teknologi dan kesehatan, maka siswa akan menyesuaikan pengetahuan baru yang diperoleh dari hasil mengamati gambar dan membaca wacana tersebut dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.

Selanjutnya siswa akan melakukan proses akomodasi pada tahap kegiatan praktikum, dan siswa akan membandingkan pengetahuan lama yang semula tidak sesuai untuk disesuaikan dengan pengetahuan baru, sehingga terbentuklah pengetahuan baru, sehingga mencapai tahapan ekuilibrium yang menunjukkan tahap keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi secara terus menerus.

Piaget juga mengemukakan teori tentang perkembangan kognitif anak.

Tahap perkembangan kognitif merupakan perubahan bertahap menuju proses mental yang kompleks. Siswa tingkat SMA berada pada tahap masa transisi dari tahap operasional konkrit menuju ke arah operaional formal (11 tahun sampai dewasa). Pada tahap tersebut siswa telah mampu mengembangkan kemampuan terlibat dalam aktivitas yang berkaitan dengan situasi hipotesis dan berpikir abstrak.

Teori belajar Piaget tersebut sangat relevan dengan model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping yaitu pada tahap menyusun hipotesis, karena siswa tidak hanya mampu berpikir tentang hal-hal yang sudah dialami, tetapi juga berpikir dan memprediksi hal-hal yang belum terjadi dengan berhipotesis.

b. Teori Penemuan Jerome Bruner

Belajar menurut Bruner adalah belajar penemuan. Menurut Bruner (dalam Dahar, 1989), belajar penemuan sesuai dengan pengetahuan secara aktif oleh manusia dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.

Siswa berusaha sendiri mencari pemecahan masalah untuk menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Belajar penemuan terjadi apabila siswa terlibat aktif dalam menggunakan proses mentalnya agar memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan siswa menemukan konsep atau prinsip tersebut.

(8)

Belajar penemuan dilakukan dengan langkah menghadapkan siswa pada suatu situasi yang membingungkan atau masalah tentang alam. Melalui masalah tersebut siswa berusaha membandingkan fakta tentang alam dengan konsep yang telah dimilikinya tersebut dengan berbagai keterampilan ilmiah.

Siswa akan menccoba membandingkan, menyesuaikan konsepnya dengan fakta untuk memperoleh pengetahuan baru.

Teori belajar penemuan Bruner tersebut sangat relevan dengan model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping, karena pada tahap inisiasi masalah siswa dihadapkan pada suatu fenomena alam, dimana siswa dituntut untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Melalui masalah tersebut siswa berusaha membandingkan fakta tentang alam dengan konsep yang telah dimilikinya dengan berbagai keterampilan ilmiah, yaitu melalui kegiatan praktikum untuk memperoleh data. Melalui kegiatan praktikum, siswa akan terlibat secara aktif dalam menggunakan proses mentalnya agar memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan siswa untuk menemukan konsep baru.

c. Teori Bermakna David Ausubel

Teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1989), belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

Belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau penyajian materi pelajaran pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.

Belajar bermakna memerlukan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif pada diri siswa. Konsep tersebut terbentuk dari belajar penemuan yang berhubungan dengan pembentukan hipotesis dan pengujian hipotesis,

(9)

maupun pembentukan generalisasi. Inti dari belajar bermakna adalah bahwa apa yang telah diketahui siswa adalah faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar.

Teori belajar bermakna Ausubel tersebut sangat relevan dengan model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping yaitu pada sintaks pembentukan konsep, pada tahap ini siswa akan membuat hipotesis dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Hipotesis tersebut dapat dibuktikan melalui serangkaian kegiatan ilmiah melalui kegiatan praktikum, sehingga diperoleh konsep baru yang harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah dimiliki sebelumnya. Kegiatan observasi akan membuat siswa lebih mudah dalam memahami konsep atau materi pelajaran karena dialami sendiri melalui pengalaman nyata, sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi lebih bermakna.

d. Teori Susiokultural Vygotsky

Vygotsky (dalam Dahar, 1989) menyatakan bahwa pengetahuan dibangun secara sosial (social constructivism). Vygotsky menekankan pada pentingnya keterlibatan siswa dalam suatu interaksi sosial untuk membangun bersama makna suatu pengetahuan. Salah satu catatan Vygotsky bahwa penerapan pembelajaran yang sesuai dengan social constructivism theory adalah peer collaboration. Siswa diharapkan berkolaborasi dan berdiskusi untuk menyelesaikan tugas secara bersama.

Teori belajar Vygotsky tersebut sangat relevan dengan model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping yaitu pada tahap pembuatan Collaborative Mind Mapping, siswa berdiskusi secara berkelompok untuk mengaitkan unsur sains, masyarakat, lingkungan, teknologi dan kesehatan. Melalui kegiatan berdiskusi untuk mengaitkan antar kelima unsur tersebut diharapkan dapat melatih siswa untuk berinteraksi secara sosial dan bekerja sama untuk saling membantu dalam belajar. Karena setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda.

(10)

Teori belajar Vygotsky juga relevan dengan model pembelajaran SETS yang dilengkapi dengan Collaborative Mind Mapping yang terdapat pada sintaks aplikasi konsep, pada tahap ini siswa diberikan tugas oleh guru secara berkelompok untuk membuat dan menerapkan suatu teknologi sederhana sebagai alternatif solusi untuk mengatasi masalah dari hasil praktikum yang telah mereka lakukan. Melalui kegiatan pembuatan dan penerapan teknologi sederhana diharapkan siswa dapat membangun pengetahuan secara sosial dan dapat saling berkolaborasi serta berdiskusi untuk menyelesaikan tugas secara bersama.

3. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran

Arends (2012) menjelaskan bahwa model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaks pembelajaranya, lingkungan belajar, dan sistem pengelolaannya. Istilah model pembelajaran memiliki makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Sukamto (2000) menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang mencerminkan prosedur yang sistematis dan mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Pengertian model pembelajaran juga diungkapkan oleh Ibrahim (2012) bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka berpikir yang menuntun seseorang untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan susunan pembelajaran yang memiliki tahapan pembelajaran dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran dan disajikan oleh pengajar.

(11)

b. Kriteria Model Pembelajaran yang Baik

Nieeven cit Trianto (2011) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat dikatagorikan baik apabila memenuhi kriteria yaitu: 1) Sahih (Valid).

Validasi model pembelajaran berhubungan dengan model pembelajaran yang rasional teoritis kuat dan model pembelajaran yang memiliki konsistensi internal; 2) Praktis. Model pembelajaran yang praktis menurut para ahli dan praktisi yaitu model pembelajaran yang dikembangkan dapat diterapkan, selain itu juga kenyataan bahwa model pembelajaran dapat diterapkan; 3) Efektif. Model pembelajaran secara efektif dapat diterapkan dan memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Khabibah (2006) menyatakan bahwa dalam mengetahui tingkat kelayakan model pembelajaran untuk aspek validitas dibutuhkan ahli dan praktisi untuk memvalidasi model pembelajaran yang dikembangkan. Aspek kepraktisan dan keefektifan model pembelajaran diperlukan perangkat pembelajaran untuk melaksanakan model pembelajaran yang dikembangkan.

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan topik tertentu sesuai dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Instrumen penelitian juga dikembangkan untuk mengetahui ketercapaian tujuan yang diinginkan dalam pengembangan model pembelajaran.

c. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Joyce dan Weil (1986) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut : a) sintaks (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata; b) sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan; c) prinsip reaksi (principles of reaction) yang

(12)

menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula guru merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas; d) sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.

Lebih lanjut Joyce, Weil dan Calhoun (2009) mengelompokkan model-model pembelajaran menjadi empat kelompok besar yaitu: a) model pemrosesan informasi (the information-processing family); b) model interaksi social (the social family); c) model pengembangan personal (the personal family); dan d) model pembelajaran sistem perilaku (the behavioral family).

Sementara itu, menurut Arends (2008) terdapat dua bagian model-model pembelajaran yaitu bagian pertama adalah model-model pembelajaran interaktif yang berpusat pada guru yang meliputi: a) model presentasi dan penjelasan; b) model pengajaran langsung; c) model pengajaran konsep.

Bagian kedua adalah model-model pembelajaran interaktif yang berpusat pada siswa, meliputi: a) cooperative learning; b) problem base learning; dan c) model diskusi kelas.

Samani (2000) menjelaskan bahwa untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek proses dan produk.

Aspek proses mengacu pada apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu pada apakah pembelajaran mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan.

(13)

d. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Model Pembelajaran

Menurut Iriani (2013) ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam pemilihan model pembelajaran antara lain: faktor siswa, dinamika kelas, ketersediaan fasilitas pembelajaran, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, materi pembelajaran, dan alokasi waktu yang tersedia. Penjelasan dari faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1) Faktor Siswa

a) Perbedaan Jenjang Pendidikan

Pemilihan suatu model pembelajaran harus menyesuaikan tingkatan jenjang pendidikan siswa. Pertimbangan yag menekankan pada perbedaan jenjang pendidikan ini adalah pada kemampuan siswa, apakah sudah mampu untuk berpikir abstrak belum. Penerapan suatu model yang sederhana dan yang kompleks tentu sangat berbeda, dan keduanya berkaitan dengan tingkatan kemampuan berpikir dan berperilaku siswa pada setiap jenjangnya.

Semakin tinggi tingkatan berpikirnya, maka pemilihan model pembelajaran yang diterapkan dapat semakin kompleks. Ini berkaitan dengan pemahaman siswa pengetahuan, dan pengalaman yang telah dimilki sebelumnya, serta kebutuhan akan aktualisasi diri yang bersifat lebih kompleks.

b) Tingkat Intelektualitas

Pada bagian ini yang dimaksud dengan tingkat intelektualitas, mencakup gaya belajar dan daya serap siswa dalam mengolah informasi dan menyerap substansi pembelajaran yang dilakukan. Haryanto (2011) menyatakan bahwa gaya belajar adalah melalui apa siswa mampu menangkap dan memahami pembelajaran. Katagorinya antara lain gaya belajar audiotori, visual, atau audio visual. Daya serap adalah seberapa cepat dan seberapa besar kemampuan siswa dalam menyerap informasi, dan proses pembelajaran secara keseluruhan. Apakah siswa termasuk cepat, lambat, atau tengah-tengah, dalam menyerap pembelajaran.

(14)

Satu kelas tidak menutup kemungkinan terdapat rentang yang terlalu lebar terkait gaya belajar dan daya serap siswa. Rentang yang terlalu lebar tersebut akan menimbulkan suatu gap dalam pelaksanaan pembelajaran. Sebagian siswa mungkin terlalu cepat menangkap informasi namun sebagian yang lain justru sulit dan lambat dalam menangkap informasi. Oleh karenanya, pemilihan model belajar yang mampu mengatsi gap dan menyatukan perbedaan dengan bentangan yang luas menjadi suatu keharusan bagi guru, dalam menentukan model pembelajaran yang efektif dan efisien.

2) Faktor Dinamika Kelas a) Jumlah Siswa

Menurut iriani (2013) jumlah siswa dalam satu kelas perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan model pembelajaran yang tepat. Pemerintah telah mengeluarkan aturan baku mengenai struktur jumlah siswa dalam satu kelas, namun kenyataannya aturan tersebut masih belum dapat dilaksankan sebagaimana mestinya. Kekurangan jumlah siswa dalam satu kelas disebabkan karena minat dan berbagai alasan lain, sehingga terjadi kekurangan siswa. Lain halnya dengan kelas yang jumlah siswanya justru over capacity. Masih banyak sekolah-sekolah yang menerima murid dalam jumlah yang besar namun tidak memiliki kapasitas ruang yang memadai, sehingga dalam satu ruangan kelas dipenuhi oleh jumlah siswa yang melebihi 32 orang.

Kelas yang jumlah siswanya malampaui batas, guru akan kuwalahan mengampu pembelajaran. Pencapaian tujuan belajar akan menjadi lebih sulit karena tidak seimbang antara porsi maksimal perhatian dan penanganan yang dapat diberikan guru, dengan kondisi besarnya jumlah siswa yang akan menimbulkan berbagai keruwetan. Kelas yang over capacity, cenderung sulit diatur, gaduh, dan siswa sulit untuk memfokuskan perhatian secara konsisten terhadap pelaksanaan

(15)

pembelajaran dan berbagai masalah lainnya. Pemilihan model yang tepat akan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang memberdayakan.

Artinya, dengan penggunaan model tersebut setiap siswa tidak luput dari perolehan peran dan porsi keterlibatan dalam pembelajaran.

b) Karakter Kelas

Pemilihan model pembelajaran harus memperhatikan karakter kelas. Arifin (2013) menyebutkan bahwa karakter kelas menyangkut sifat dan sikap siswa dalam tataran umum untuk ruang lingkup kelas. Guru harus memiliki ketajaman pandangan dan mampu menilai karakter yang dimiliki oleh kelas-kelas yang diampunya. Setiap kelas memiliki karakter masing-masing. Salah satu keterampilan wajib seorang guru adalah dalam hal penguasaan kelas. Penguasaan kelas bukan diartikan guru dominan dan dikratoris, tapi guru sangat mengenali dan memahami secara mendalam karakter kelas yang diampunya.

3) Faktor Ketersediaan Fasilitas Pembelajaran

Iriani (2013) berpendapat bahwa fasilitas pembelajaran berfungsi untuk memudahkan proses pembelajaran dan pemenuhan kebutuhan proses pembelajaran. Bagi sekolah yang telah memiliki fasilitas pembelajaran yang lengkap, ketersediaan fasilitas belajar bukan lagi suatu kendala.

Namun demikian tidak semua sekolah memillki fasiitas pembelajaran dengan standar yang diharapkan. Keadaan tersebut hendaknya tidak menjadi suatu hambatan bagi guru dalam merancang pembelajaran yang tetap mampu menjangkau tujuan pembelajaran. Kondisi tertentu, guru-guru yang memiliki semangat dan komitmen yang kuat tetap mampu menyelenggarakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

(16)

4) Faktor Tujuan Pembelajaran yang Hendak Dicapai

Abdul (2013) menyatakan bahwa setiap pelaksanaan pembelajaran tertentu memiliki tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penyelenggara pembelajaran bertujuan agar peserta didik sebagai warga belajar akan memperoleh pengalaman belajar dan menunjukkan perubahan perilaku, dimana perubahan tersebut bersifat positif dan bertahan lama. Kalimat tersebut dapat dimaknai bahwa pembelajaran yang berhasil adalah pembelajarn yang tidak hanya akan menambah pengetahuan siswa tetapi juga berpengaruh terhadap sikap dan cara pandang siswa terhadap realita kehidupan. Penggunaan model yang tepat, tujuan pembelajaran yang mencakup pembangunan individu pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor data dicapai dengan hasil yang memuaskan.

5) Faktor Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran dapat dikelompokkan atas mata pelajaran vokasional yaitu mata pelajaran yang membina kecakapan tertentu yang menjabat suatu jabatan dan mata pelajarannya yang bersifat non vokasional atau mata pelajaran yang membina pengetahuan umum. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian materi pembelajaran adalah apa materinya (what), seberapa banyak (how much), dan bagaimana tingkat kesulitan (how hard) materi yang hendak dipelajari.

6) Faktor Alokasi Waktu Pembelajaran

Pemilihan model pembelajaran yang tepat juga harus memperhitungkan ketersediaan waktu yang dihitung secara terperinci, agar pembelajaran berjalan dengan dinamis, tidak ada waktu terbuang tanpa arti.

Kegiatan pembukaan, inti, dan penutup disusun secara sistematis. Kegiatan inti meliputi tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi mengambil bagian waktu dengan porsi terbesar dibandingkan dengan kegiatan pembuka dan penutup (Arifin, 2013).

(17)

4. Model Pembelajaran SETS a. Pengertian Model Pembelajaran SETS

Yoruk, Morgil, dan Secken (2010) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan akan mempengaruhi teknologi, lingkungan, dan masyarakat secara positif dan negatif. Ilmu akan berkembang seiring dengan kebutuhan masyarakat dan teknologi, hal ini merupakan penerapan ilmu pengetahuan secara teoritis. Dampak dari perkembangan ini mempengaruhi cara menyampaikan pengetahuan pada proses belajar mengajar. Filosofi pendidikan yang paling tepat bisa dijelaskan melalui pendekatan sains, teknologi, masyarakat, dan lingkungan.

Pendekatan ini berpusat pada siswa. Berbeda dengan pembelajaran tradisonal, peran aktif siswa sangat diperlukan. Kajian ini memungkinkan siswa untuk berlatih, mengadakan penelitian, mengkaji dan mengamati.

Selain itu menurut Aikenhead (dalam Yoruk, Morgil, dan Secken, 2010) kajian ini menggunakan pengalaman siswa di luar sekolah yang berkaitan ilmu pengetahuan, teknologi, dan menarik siswa untuk lebih memperhatikan, meningkatkan sikap mereka terhadap tokoh-tokoh sains, memotivasi mereka terhadap topik sains dan memberdayakan harapan masa depannya.

Rosario (2009) dalam jurnalnya juga mengemukakan bahwa pendekatan SETS (Science, Enviroment, Technology, and Society) adalah suatu pendekatan yang melibatkan interaksi empat faktor penting yaitu: ilmu pengetahuan, teknologi, lingkungan, dan masyarakat. Pendekatan SETS ini memiliki tiga implikasi pada kurikulum sains. Pertama, kerangka untuk isu- isu penting dan relevan disajikan dimana masalah menjadi dasar kurikulum.

Kedua, model SETS dapat digunakan dalam kaitannya dengan kurikulum yang ada dimana masalah yang relevan dan menarik dapat diatasi tanpa merusak kurikulum secara keseluruhan. Implikasi ketiga yang paling penting adalah bahwa model ini dapat berfungsi sebagai alat refleksi untuk analisis kritis dan evaluasi. Model SETS mampu memberikan iklim yang unik untuk

(18)

penggunaan metodologi yang mempengaruhi pada kinerja akademik, penguasaan ilmu lingkungan dan dan perspektif sosial budaya siswa.

Di Indonesia pendekatan ini dikenal dengan pendekatan „Salingtemas‟

(Binadja, 1996). Istilah Salingtemas (SETS) pertama kali diperkenalkan oleh Binadja (1996). SETS akan membawa kita untuk memiliki kemampuan mengintegrasikan informasi sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat dalam kesatuan yang utuh. Salah satu upaya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan digunakanlah pendekatan SETS yang sekaligus sebagai visi pembelajaran. Pembelajaran biologi bervisi dan pendekatan SETS karena beberapa kelebihan berikut: 1) visi dan pendekatan SETS memberi peluang kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan sekaligus kemampuan berpikir dan bertindak berdasarkan hasil analisis dan sintesis yang bersifat komprehensif dengan memperhitungkan aspek sains; 2) visi dan pendekatan SETS memberi wadah secara mencukupi kepada para pendidik dan siswa untuk menuangkan kemampuan berkreasi dan berinovasi dibidang minatnya dengan landasan SETS secara kuat; 3) visi dan pendekatan SETS memberi kesempatan pendidik dan siswa untuk mengaktualisasikan diri dengan keistimewaan atau kelebihan SETS.

Pendekatan salingtemas harus memberikan kepada siswa pengetahuan yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Hubungan yang tepat antara salingtemas dalam pembahasannya adalah keterkaitan antara topik dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa bahasan yang berkaitan dengan kehidupan siswa harus lebih diutamakan. Sasaran pengajaran salingtemas adalah cara membuat siswa agar dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang berkaitan. Dengan kata lain, siswa dibawa pada suasana yang dekat dengan kehidupan nyata siswa, sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah mereka miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan timbul disekitar kehidupannya.

(19)

Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan yang berwawasan SETS diperlukan kemauan kuat untuk mengubah paradigma pembelajaran yang dinamis, adaptif, inovatif, kreatif, menyenangkan, dan bermakna, sehingga diperlukan komitmen tinggi untuk terus-menerus memperbaiki proses pembelajaran. Pengintegrasian pembelajaran berwawasan SETS memerlukan kesediaan guru untuk memiliki cara pandang terbuka dan selalu mengikuti perkembangan terkait dengan subyek IPA. Banyaknya guru yang jarang melakukan pembelajaran dengan wawasan SETS dengan alasan klasik yaitu keterbatasan waktu dan sarana. Secara umum hubungan antara elemen salingtemas dalam pembelajaran tercermin pada skema dibawah ini:

Gambar. 2.1 Hubungan Antar Unsur dalam SETS

b. Sintaks Model Pembelajaran SETS

Berikut akan dijelaskan langkah-langkah dari model Sains Teknoogi Masyarakat yang dikembangkan oleh (Poedjiadi, 2005).

1) Tahap 1 (Pendahuluan/Inisiasi/Apersepsi Terhadap Siswa)

Pada tahap pertaman ini siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat mereka tentang sebab-sebab yang terjadi dari timbulnya sebuah isu atau masalah yang ada di masyarakat atau lingkungan di sekitar siswa. Pada tahap inisiasi terjadi proses interaksi

LINGKUNGAN TEKNOLOGI

SAINS

MASYARAKAT

(20)

antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa lainnya. Pada proses ini siswa dituntut untuk berpikir tentang ide-ide analisis yang dikemukakan atau cara mempertahankan pandangan tentang isu-isu tersebut.

2) Tahap 2 (Pembentukan/Pengembangan Konsep)

Dilakukan proses pembentukan konsep, pada tahap ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di laboratorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Tahap pembentukan konsep mempunyai tujuan untuk mengharapakan siswa telah dapat memahami apakah analisis terhadap isu-isu atau penyelesaian terhadap masalah yang dikemukakan di awal pembelajaran telah menggunakan konsep-konsep yang diikuti oleh para ilmuan.

3) Tahap 3 (Aplikasi Konsep dalam Kehidupan atau Penyelesaian Masalah/Analisis Isu).

Pada tahap aplikasi konsep dengan berbekal konsep yang benar siswa dituntut untuk melakukan analisis isu atau penyelesaian masalah.

Adapun konsep-konsep yang telah dipahami oleh siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi konsep berupa teknologi yang diturunkan dari konsep sains dan upaya pemeliharaan produk teknologi yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif bagi kehidupan dan masyarakat.

4) Tahap 4 (Pemantapan Konsep)

Pada tahap ini guru melakukan pengamatan secara seksama dari proses tahap kedua dan ketiga dikhawatirkan akan terjadinya miskonsepsi

(21)

yang dihadapi siswa terhadap analsis yang dilakukannya. Tujuan dari tahap ini adalah guru dapat memberikan penjelasan dan pemahaman yang benar terkait dari miskonsepsi pada saat kegiatan belajar berlangsung.

5) Tahap 5 (Penilaian)

Guru melakukan penilaian, penelitian yang dilakukan dapat berupa tes yang dilakukan terkait materi pelajaran ataupun hasil pengamatan dan analisis yang telah siswa lakukan.

c. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran SETS

Kelebihan Model pembelajaran SETS yaitu: 1) siswa memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegrasi dengan memperhatikan keempat unsur SETS, sehingga dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pengetahuan yang telah dimiliki; 2) melatih siswa peka terhadap masalah yang sedang berkembang di lingkungan mereka; 3) siswa memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau sistem kehidupan dengan mengetahui sains, perkembangannya dan bagaimana perkembangan sains dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi dan masyarakat secara timbal balik (Sutarno, 2007). Kelemahan diterapkan pendekatan SETS antara lain :1) siswa mengalami kesulitan dalam manghubungkaitkan antar unsur-unsur dalam pembelajaran; 2) membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam pembelajaran; dan 3) pendekatan SETS hanya dapat diterapkan di kelas atas (Sutarno, 2007).

5. Mind Mapping (Peta Pikiran)

a. Pengertian Mind Mapping

Mind Mapping atau peta pikiran adalah suatu metode untuk mempelajari konsep yang ditemukan oleh Tony Buzan. Konsep ini didasarkan pada cara kerja otak dalam menyiapkan informasi. Mind

(22)

Mapping menurut Buzan (2004) adalah “suatu cara atau teknik yang digunakan untuk mencatat materi pelajaran secara kreatif, efektif, dan sistematis”.

Pembuatan Mind Mapping melibatkan adanya kombinasi warna, gambar, dan cabang-cabang melengkung yang akan merangsang secara visual, sehingga informasi dari Mind Mapping dapat mudah diingat. Jika seseorang menggunakan kemampuan otak pada ranah visual, maka akan mendapatkan hasil yang optimal” (Buzan, 2004). Windura (2008) juga menambahkan bahwa Mind Mapping merupakan suatu teknik grafis yang berfungsi sebagai alat untuk mengeksplorasi seluruh kemampuan otak dalam belajar. Penggunaan Mind Mapping juga dapat mengaktifkan kedua belah otak (otak kanan dan otak kiri) secara bersama-sama dan seimbang.

Jika otak kanan dan otak kiri seimbang maka akan meningkatkan konsentrasi siswa.

b. Langkah-langkah Pembuatan Mind Mapping

Menurut Buzan (2004), membuat Mind Mapping membutuhkan imajinasi atau pemikiran, adapun cara pembuatan Mind Mapping adalah:

1) mulailah dari tengah kertas kosong; 2) gunakan gambar (simbol) untuk ide utama; 3) gunakan berbagai warna; 4) hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat; 5) buatlah garis hubung yang melengkung; 6) gunakan satu kata kunci untuk setiap garis; dan 7) gunakan gambar.

Contoh Mind Mapping dapat disajikan pada Gambar 2.2.

(23)

Gambar 2.2 Mind Mapping.

Sumber : http // trigoesema.wordpress.com. 16 April 2015.

c. Manfaat Mind Mapping

Menurut De Porter et al. (1999), Manfaat Mind Mapping bagi siswa antara lain: 1) memudahkan siswa dalam menerima informasi dari guru; 2) memudahkan dalam menghafal dan mengingat suatu materi pelajaran; 3) menghemat buku catatan karena tidak terlalu banyak dalam mencatat; 4) merangsang kreatifitas siswa, menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri; 5) mudah menemukan materi yang akan dicari; dan 6) mempresentasikan materi dengan mudah. Manfaat Mind Mapping bagi guru yaitu: 1) mempermudah dalam penyampaian hal-hal yang penting dan detail pada siswa; 2) mempermudah dalam dokumentasi; 3) menghemat waktu; dan 4) mengorganisasikan informasi yang kompleks dengan cepat dan efektif.

(24)

6. Kesehatan (Healthy) a. Pengertian Kesehatan

Undang Undang No. 23 Tahun 1992 menjelaskan bahwa pengertian kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Sedangkan kesehatan pribadi adalah segala usaha dan tindakan seseorang untuk menjaga, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatannya sendiri dalam batas-batas kemampuannya, agar mendapatkan kesenangan hidup dan mempunyai tenaga kerja yang sebaik-baiknya. Konstitusi World Healthy Organization (WHO) menyatakan bahwa kesehatan itu meliputi kesehatan fisik (jasmani), mental (rohani) dan sosial serta tidak adanya penyakit atau kelemahan (Sri, 2000).

Ditinjau dari sudut pandang kesehatan, komponen lingkungan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kesehatan seseorang manusia, apabila komponen lingkungan bertambah baik kualitasnya, maka manusia menjadi lebih sehat, dan penyebab penyakit menjadi kalah;

apabila komponen lingkungan menjadi buruk kualitasnya maka manusia menjadi lemah dan penyebab penyakit menang. Peranan lingkungan dalam menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia ada dua kemungkinan yaitu: 1) dapat bersifat aktif, artinya apabila terdapat faktor lingkungan (terutama faktor lingkungan biologis) yang kurang menguntungkan akan segera terjadi penyakit infeksi atau intoksitasi; 2) dapat bersifat khronis, dimana faktor lingkungan (terutama faktor lingkungan kimia dan fisik) secara terus menerus dalam waktu yang lama baru menimbulkan gejala penyakit yang nyata seperti teratogenetis, mutagenesis, ataupun kanker (Keman, 2004).

Raung lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup:

perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, kebersihan badan, sanitasi dan pengolahan makanan dan minuman (Notoatmodjo, 2004).

(25)

b. Aspek Kesehatan

Menurut Undang Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yaitu: fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. 1) kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak terlihat sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan; 2) kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yaitu pikiran, emosional, dan spiritual; (a) pikiran, sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran; (b) emosional, sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, khawatir, sedih dan sebagainya; (c) spiritual, sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam), sehingga sehat spiritual dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya; (3) kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai; dan (4) kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku, oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yaitu mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.

(26)

7. Collaborative Mind Mapping

a. Pengertian Collaborative Mind Mapping

Collaborative Mind Mapping adalah kolaborasi dari beberapa Mind mapping yang saling berhubungan satu sama lain. Menurut De Porter (1999), Mind Mapping merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berpikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal, sehingga membuka potensi otak.

Proses belajar siswa selalu dituntut untuk mempergunakan belahan otak kiri ketika menerima pelajaran. Materi pelajaran akan diubah dan diolah dalam bentuk ingatan. Terkadang siswa tidak dapat mempertahankan ingatan tersebut dalam jangka waktu yang lama. Hal itu disebabkan karena tidak adanya keseimbangan antara kedua belahan otak yang akhirnya dapat menimbulkan terganggunya kesehatan fisik dan mental seseorang.

Penggunaan Collaborative Mind Mapping diharapkan siswa dapat berkreativitas dengan kelompoknya masing-masing agar mudah memahami materi pelajaran yang dipelajari. Hal itu di dukung oleh penelitian Correia et al. (2009) yang menggunakan Collaborative Concept Maps untuk memungkinkan siswa mengeksplorasi keragaman pendapat dari kelompok yang heterogen.

b. Langkah-langkah Membuat Collaborative Mind Mapping

Langkah-langkah membuat Collaborative Mind Mapping adalah:

1) mulailah dari unsur masyarakat; 2) gunakan gambar (simbol) untuk ide utama; 3) gunakan berbagai warna; 4) hubungkan cabang-cabang utama dari unsur masyarakat ke unsur sains, kemudian ke unsur teknologi, unsur lingkungan dan unsur kesehatan; 5) buatlah garis hubung yang melengkung; 6) gunakan satu warna untuk garis penghubung antara unsur sains, masyarakat, teknologi, lingkungan dan kesehatan; 7) gunakan satu

(27)

kata kunci untuk setiap garis; dan 8) gunakan gambar. Contoh Collaborative Concept Maps dapat disajikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Contoh Collaborative Concept Maps Sumber: Correia et al. (2009)

8. Literasi Lingkungan

a. Pengertian Literasi Lingkungan

Literasi Lingkungan adalah kemampuan yang dimiliki setiap individu untuk berperilaku baik dalam kesehariannya, dengan menggunakan pemahamannya terhadap kondisi lingkungan. Literasi lingkungan memberikan pengetahuan agar dapat menggunakan pengetahuan untuk mengambil keputusan yang tepat tentang permasalahan lingkungan (Hollweg, 2011).

Aspek-aspek literasi lingkungan antara lain aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkah laku (Simmons, 1995).

(28)

b. Konteks Literasi Lingkungan.

Konteks literasi lingkungan diambil dari kerangka literasi lingkungan PISA dan digunakan untuk pengembangan soal dalam AELIEES (Assesing the Environmental Literacy of Intro Environmental Science Students) (Hogden, 2012). Konteks literasi lingkungan dapat disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Konteks Literasi Lingkungan

Lokal Regional Global

Keanekaragaman Tumbuhan dan hewan

Spesies yang terancam punah, hilangnya habitat, spesies invasif eksotik

Kelestarian ekologi, pemanfaatan yang berkelanjutan dari spesies

Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan, kelahiran/kemat ian, emigrasi, imigrasi

Mempertahankan populasi manusia, distribusi penduduk, kelebihan penduduk

Pertumbuhan penduduk, kemasyarakatan, ekonomi, dan konsekuensinya terhadap lingkungan Sumber Alam Bahan

pemakaian pribadi

Produksi dan distribusi makanan, air, energi

Pemanfaatan sumber daya terbarukan dan tidak terbarukan Kualitas

Lingkungan dan Kesehatan

Dampak dari pemakaian dan pembuangan bahan-bahan di udara dan kualitas air

Pembuangan limbah dan sampah, dampak terhadap lingkungan

Kelestarian ekosistem

Bencana Alam dan Cuaca Ekstrim

Keputusan tentang perumahan di daerah rawan banjir, pasang surut dan kerusakan akibat angin

Perubahan yang sangat cepat (misalnya: gempa bumi) perubahan yang lambat (misalnya: erosi pantai), resiko dan manfaat

Perubahan iklim, peristiwa cuaca ekstrim

Penggunaan Lahan Konservasi lahan pertanian dan daerah alam

Dampak pembangunan dan pengalihan air, daerah aliran sungai dan dataran yang banjir

Produksi dan

hilangnya lapisan atas tanah, hilangnya lahan

Sumber: Hogden (2012).

(29)

9. Karakteristik Materi Pencemaran Lingkungan

a. Pengertian Pencemaran

Pencemaran adalah masuknya atau dimasukkanya makhluk, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia oleh proses alam, sehigga kualitas turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukaknya. Zat yang menyebabkan polusi atau pencemaraan dinamakan polutan atau zat pencemar (Undang Undang RI No.32 Tahun 2009).

b. Macam-macam Pencemaran Lingkungan 1) Pencemaran air

Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001).

Pencemaran air merupakan keadaan air yang tidak sehat, air yang sudah tercemar dapat di lihat dari kondisi fisik air seperti air bewarna keruh, air berbau, air kotor. Air yag telah tercemar mengakibatkan air tidak dapat dimanfaatkan dan menjadi penyebab timbulnya penyakit. Secara garis besar dikenal tipe polutan yang masuk ke dalam perairan, yaitu zat yang memperkaya perairan, sehingga merangsang pertumbuhan mikroorganisme dan materi-materi yang bersifat racun, sehingga membunuh organisme yang hidup dalam perairan. Sumber pencemaran air antara lain:

a) Infection Agent

Infection Agent merupakan bahan pencemar yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia (penyakit). Bahan pencemar ini berupa mikroorganisme patogen yang berasal dari eksreta manusia dan hewan

(30)

yang tidak dikelola dengan baik, untuk mendeteksi keberadaan mikroorganisme patogen di dalam air, dapat digunakan bakteri E-Coli sebagai bakteri petunjuk (bioindikator). Jika dalam sampel air ditemui E- Coli, air tersebut sudah tercemar oleh tinja.

b) Zat Zat Pengikat Oksigen

Dissolved Oxygen (DO) atau jumlah oksigen terlarut adalah indikator yang baik untuk menentukan kualitasair. Kandungan oksigen dalam air antara di atas 6 ppm dapat mendukung kehidupan tumbuhan, ikan, dan makhluk hidup dalam air. Kandungan oksigen kurang dari 2 ppm hanya dapat mendukung kehidupan cacing, bakteri, jamur, dan mikroorganisme pengurai. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen dan proses fotosintesis fitoplankton.

c) Sedimen

Sedimen terdiri atas tanah dan pasir yang masuk ke air dari erosi atau banjir dan dapat menimbulkan pendangkalan sungai (tanah aluvial). Selain itu, sedimentasi dapat menimbulkan kekeruhan air yang menghalangi penetrasi cahaya matahari, sehingga mengganggu proses fotosintesis fitoplankton yang berarti pula berkurangnya pasokan oksigen dalam air.

d) Nutrisi atau Unsur Hara

Nutrisi atau unsur hara dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer yang ditimbulkan oleh adanya penyaringan air dengan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan yang dikenal dengan istilah eutrofikasi atau kesuburan perairan. Keadaan ini dapat meningkatkan populasi ganggang dan bakteri dalam perairan tersebut. Akibatnya, air menjadi keruh dan bau. Selian itu, juga menghambat proses masuknya oksigen ke perairan yang secara tidak langsung dapat menurunkan kadar oksigen di dalam air.

e) Pencemar Anorganik

Bahan pencemar anorganik adalah logam, garam, asam, dan basa. Merkuri, kadmium, dan nikel adalah logam berat dengan kadar yang relatif kecil

(31)

sudah dapat mengakibatkan pencemaran. Asam dapat masuk ke dalam air dari produk samping proses industri dan pelapisan logam. Asam dan basa ini dapat menyebabkan perubahan pH air yang dapat mengganggu kehidupan di dalam air.

f) Zat Kimia Organik

Banyak zat kimia organik yang mempunyai toksisitas yang tinggi.

Kontaminasi antara zat kimia organik dengan air dapat mengancam kesehatan. Zat kimia organik digunkan dalam industri kimia, misalnya untuk pembuatan pestisida,plastik, produk farmasi, dan produk lainnya (Sulistyorini, 2009).

Tanda terjadinya gangguan kualitas didasarkan pada pengamatan secara fisik, kimia , dan biologis. Pencemaran air dapat mempengaruhi kelangsungan makhluk hidup. Banyak makhuk hidup yang irugikan akibat terjadinya pencemaran air misalnya: (1) kehidupan organisme laut terganngu, banyak ikan yang mati, biota laut menurun; (2) terjadi banjir akibat aktivitas mausia yang membuang sampah ke sungai; (3) kondisi air yang tidak sehat, air kotor, berbau, keruh; (4) air yang tidak sehat dapat menyebabkan datangnya penyakit.

Upaya untuk mengurangi terjadinya pencemaran air, dapat dilakukan usaha-usaha pencegahan antara lain: (1) menyediakan tempat sampah organik dan anorganik; (2) pemanfaatan/pengolahan sampah rumah tangga secara sederhana misalnya dibuat kompos; (3) tidak membuang limbah sembarangan; dan (4) tidak menggunkaan pupuk pertanian dan detergen secara berlebihan.

2) Pencemaran Tanah

Pencemaran tanah adalah pencemaran yang disebabkan oleh masuknya polutan yang berupa zat cair atau zat padat ke dalam tanah. Pencemaran tanah pada umumnya berasal dari pembunagan sampah yang mengundang bahan- bahan yang sukar terurai dalam tanah seperti plastik, kaca, dan kaleng. Hal

(32)

tersebut mengakibatkan produktivitas tanah akan berkurang. Pencemaran tanah juga berasal dari limbah rumah tangga, kegiatan pertanian dan pertambangan. Limbah rumah tangga misalnya: plastik, logam, dan botol bekas. Sampah dalam jumlah besar berpengaruh besar dalam pencemaran tanah. Limbah pertanian: berasal dari penggunaan pupuk, pestisida dan herbisida. Penggunaan pupuk buatan secara berlebihan menyebabkan tanah menjadi asam yang selanjutnya berpenaruh terhadap produktivitas tanaman.

Limbah pertambangan: Hg (merkuri). Aktivitas pertambangan bahan galian juga dapat menimbulkan pencemaran tanah. Salah satu kegiatan penambangan yang memiliki pengaruh besar mencemarkan tanah adalah penambangan emas (Mulia, 2005).

Dampak negatif pertambangan dapat berupa rusaknya permukaan bekas penambangan yang tidak teratur, hilangnya lapisan tanah yang subur, dan sisa ekstrasi yang akan berpengaruh pada reaksi tanah dan komposisi tanah. Sisa ekstrasi ini bisa bereaksi sangat asam atau sangat basa, sehingga akan berpengaruh pada degradasi kesuburan tanah. Penggunaan Hg dalam proses pemisahan emas dengan bijinya dapat mencemari tanah karena Hg bersifat racun yang dapat mematikan tumbuhan, organisme tanah, dan mengganggu kesehatan manusia.

Adapun bahan yang mudah teruarai lebih menguntungkan karena setelah diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang mudah menyatu dengan tanah tanpa menimbulkan pencemaran. Dampak langsung akibat limbah yang dirasakan manusia adalah timbulnya bau yang tdak sedap dan kotor. Dampak yang tidak langsung di antaranya tempat pembuangan limbah dapat menjadi tempat berkembangnya organisme penyebab penyakit seperti pes, kaki gajah, malaria dan demam berdarah. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mananggulangi pencemaran tanah antara lain: (1) membuang sampah pada tempatnya serta memisahkan antara sampah organik dan anorganik; (2) mendaur ulang sampah; dan (3) menggunakan pupuk sesuai dosis/tidak berlebihan.

(33)

3) Pencemaran Udara

Jumlah polutan yang dikeluarkan ke udara dalam satuan waktu dinamakan emisi. Emisi dapat disebabkan oleh biogenik emissions (proses alam), misalnya, CH4 hasil aktivitas penguraian bahan organik oleh mikroba, dan anthropogenik emissions (kegiatan manusia), misalnya, asap kendaraan bermotor, asap pabrik dan sisa pembakaran. Beberapa jenis polutan pencemar udara, antara lain sebagai berikut:

a) Karbon Monoksida (CO)

Karbon monoksida (CO) merupakan gas pencemar udara yang beracun dan berbahaya bagi tubuh. Gas ini dapat berikatan dengan hemoglobin dalam tubuh, sehingga pengikatan oksigen oleh darah menjadi terganggu. Keadaan ini dapat menimbulkan sakit kepala (pusing), mual- mual, mata berkunang-kunang, lemas dan bahkan kematian. Efek dari karbon monoksida dapat menyebabkan kematian. Enger dan Smith (2008) menyatakan bahwa dalam beberapa jam udara yang mengandung 0,0001%

karbon monoksida dapat menyebabkan kematian karena melekat pada hemoglobin sehingga akan menumpuk pada waktu yang lama.

b) Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida (CO2) diperlukan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis, tetapi jika jumlah CO2 di udara terlalu banyak, CO2 akan naik ke atmosfer dan menghalangi pemancaran panas dari bumi, sehingga panas dipantulkan kembali ke bumi. Akibatnya, bumi menjadi sangat panas.

Peristiwa ini disebut efek rumah kaca (pemanasan global). Pemanasan global dapat mengakibatkan bahaya kekeringan hebat yang mengganggu kehidupan manusia dan mencairnya lapisan es di daerah kutub. Gas CO2

berasal dari asap pabrik, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan asap kendaraan bermotor. Selain itu, efek rumah kaca juga dipicu oleh hasil pembakaran fosil (batu bara dan minyak bumi) yang berupa hasil buangan bentuk CO2 dan sulfur belerang.

(34)

c) Hidrokarbon (HC) dan Nitrogen Oksida (NO)

HC dan NO yang dipengaruhi oleh sinar matahari akan membentuk smog yang berupa gas yang sangat pedih jika mengenai mata dan juga sebagai penyebabpenyakit kanker.

d) Sulfur Oksigen (SO)

SO yang bereaksi dengan uap air di udara dapat menyebabkan hujan asam. Asam bersama air hujan akan jatuh ke bumi sebagai hujan asam yang dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian hewan dan tumbuhan serta dapat merusak bangunan, khususnya yang terbuat dari kayu dan besi (memicu terjadinya perkaratan). Selain itu, SO juga dapat mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan yang menyebabkan batuk, gangguan pernapasan, dan bronkitis.

e) Chloroflourocarbon (CFC)

Gas CFC merupakan gas yang sukar terurai sehingga sulit dihilangkan dari udara. Gas CFC banyak digunakan sebagai bahan pengembang busa, pendingin (lemari es dan AC), aerosol, serta bahan penyemprot (hair spray dan parfum). Gas CFC bereaksi dengan lapisan ozon akan membentuk lubang ozon, di lapisan atas atmosfer, gas ini bereaksi dengan ozon. Lapisan ozon adalah lapisan yang melindungi bumi dari sinar ultraviolet. Reaksi antara CFC dan ozon akan membentuk lubang ozon, dari lubang ini, sinar ultraviolet akan menembus bumi. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan penyakit kanker kulit, berkurangnya kekebalan tubuh, dan matinya algae yang dapat merusak ekosistem laut.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya pencemaran udara adalah: a) mengurangi atau mengganti bahan bakar rumah tangga yang berasal dari fosil dengan bahan bakar yang ramah lingkungan; b) tidak menggunakan barang-barang rumah tangga yang mengandung CFC; c) tidak merokok di dalam ruangan; d) mencegah terjadinya kebakaran hutan, perusakan hutan, dan penggundulan hutan e) menanam tumbuhan hijau di sekitar rumah dan berpartisipasi dalam

(35)

penghijauan dan reboisasi; f) adanya peraturan yang mengahruskan membuat cerobong asap bagi industri dan pabrik.

10. Penelitian yang Relevan

1. Ajib (2011), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran SETS pada materi fotosistesis sangat bermakna untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran dan menumbuhkan kepeduluan terhadap lingkungan.

2. Chaterine et al. (2007), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan penerapan kurikulum di suatu sekolah disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana sekolah tersebut berada yang bertujuan untuk mempermudah dalam pelaksanaan program pembelajaran.

3. Bernadete (2009), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa STSE efektif untuk peningkatan prestasi akademik, keterlibatan siswa di dunia nyata memberikan pengalaman yang lebih luas dan memberikan informasi baru untuk ilmu pendidikan.

4. Correia et al. (2009), hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Colaborative Concept Maps dapat memungkinkan siswa mengeksplorasi keragaman pendapat dari kelompok yang heterogen.

5. Istiqomah (2011), hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi peran sebagai anggota keluarga mata pelajaran IPS. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Karyati (2013), hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran SETS dapat meningkatkan pemahaman konsep pesewat sederhana.

7. Mustami (2007), hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran synectics dipadu Mind Mapping memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif, sikap kreatif, dan penguasaan materi biologi.

(36)

8. Ozgul (2012), hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Mind Mapping dapat membantu guru-guru di dalam memberikan instruksi pada saat pembelajaran, merencanakan pembelajaran, mengevaluasi pembelajaran, dan membuat pembelajaran lebih menarik.

9. Sutrisno (2012), hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluhan kesehatan sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) siswa.

10. Yudhastuti (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa lingkungan memberikan dampak terhadap kesehatan, melalui komponen lingkungan yang bertindak sebagai media atau perantara terjadinya penyakit di masyarakat.

11. Yoruk et al. (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa STSE produktif sebagai suatu metodologi pengajaran untuk peningkatan prestasi dan siswa dapat belajar lebih bermakna dari pada siswa yang menerima pengajaran secara tradisional.

11. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran biologi yang mengacu pada tiga aspek (proses, produk, dan sikap ilmiah) sangat relevan dengan isi Kurikulum 2013 yaitu menekankan pada aspek sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. Aspek proses memiliki peranan penting dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Aspek proses dalam kegiatan belajar mengajar menuntut siswa untuk mengkonstruk konsep pengetahuan secara mandiri dan kegiatan belajar mengajar berfokus pada siswa.

Model pembelajaran merupakan kerangka perencanaan pembelajaran yang menggambarkan bagaimana suatu prosedur sistematis yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Model pembelajaran mencakup pada pendekatan pembelajaran yang digunakan, tujuan yang ingin dicapai, tahapan pembelajaran, lingkungan belajar, dan pengelolaannya. Setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda.

(37)

Keadaan di lapangan model pembelajaran biologi pada materi Pencemaran di sekolah cenderung teoritis karena menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab. Siswa memerlukan pengalaman dalam belajar dan penekanan pada proses tidak hanya produk sehingga dapat sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.

Berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan permasalahan terletak pada proses kegiatan belajar mengajar dan literasi lingkungan siswa yang kurang diberdayakan. Salah satu usaha untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar dan memberdayakan literasi lingkungan siswa yaitu melalui penggunaan strategi/model yang sesuai. Strategi/model yang diterapkan saat kegiatan belajar mengajar disekolah kurang memberdayakan literasi lingkungan siswa, oleh karena itu perlu adanya pengembangan model pembelajaran yang dapat memperbaiki kegiatan belajar mengajar dan dapat memberdayakan potensi literasi lingkungan siswa. Model pembelajaran yang dikembangkan adalah model SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping.

Model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping adalah model SETS yang merupakan model pembelajaran terpadu yang melibatkan unsur sains, teknologi, lingkungan, dan masyarakat, kemudian di lengkapi dengan Collaborative Mind Mapping yaitu kumpulan beberapa Mind Mapping yang saling berhubungan satu sama lain dalam cabang-cabangnya, yang berfungsi untuk membantu siswa mengaitkan unsur dalam SETS. Sintaks model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping yaitu: 1) tahap inisiasi masalah melalui Collaborative Mind Mapping; 2) pembentukan konsep; 3) aplikasi konsep; 4) pemantapan konsep; dan 5) penilaian.

Gambar

Gambar 2.2 Mind Mapping.
Gambar 2.3 Contoh Collaborative Concept Maps  Sumber: Correia et al. (2009)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Bila ditetapkan pada taraf signifikansi 0,05 maka pH, C_Organik, N_Total, P-Tersedia, K_dd, Na_dd, Ca_dd, Mg_dd, KTK, Ec dan Alkalinitas memiliki nilai F yang tidak signifikan

Pada tahun Pada 16 Januari 1995 bapak Notodiharjo telah meninggal dunia, 63 tetapi sejak meninggal pada tahun 1995 hingga tahun 2001 64 tanah tersebut belum dilakukan eksekusi

Ceritakan tentang waktu Saudara terlibat dalam aktivitas / kegiatan lintas unit kerja / organisasi untuk mengembangkan hubungan kerja yang lebih baik dengan mereka

(2000), “Timeliness of corporate financial reporting in emerging capital markets: empirical evidence from the Zimbabwe Stock Exchange”, Accounting & Business Research,

Adanya komunikasi yang baik antara Anda dengan staf Alfamart Kapten Muslim 2 Medan. Tersedianya fasilitas dan perlengkapan yang baik dan memadai di Alfamart Kapten Muslim

Hasil analisis of variance (ANOVA) dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk daun masing-masing memberikan pengaruh berbeda nyata