Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
pada Departemen Psikologi
Oleh Suci Saka Rahayu
1003523
DEPARTEMEN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Oleh:
Suci Saka Rahayu
NIM. 1003523
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Departemen Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
© Suci Saka Rahayu
Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2015
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1 A.Latar Belakang Penelitian
Peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap pengemudi angkutan kota
(angkot) karena peneliti sadar bahwa peranan pengemudi angkot dalam
kehidupan sehari-hari khususnya untuk orang-orang yang tidak menggunakan
kendaraan pribadi sangatlah berjasa. Angkot dibutuhkan masyarakat untuk
menjalani mobilitas kegiatan-kegiatan seperti bekerja, berbelanja, berwisata,
sekolah, kuliah dan lain sebagainya (Klavert, 2007). Kota Bandung merupakan
salah satu kota besar di Indonesia yang menjadikan angkot sebagai alat
transportasi umum yang populer bagi masyarakatnya (angkotday.info, 2013).
Berdasarkan sumber dari dinas perhubungan kota Bandung terdapat 5521
armada angkot di kota Bandung pada tahun 2012 yang tersebar dalam 39
trayek (BPS kota Bandung, 2013).
Berjalannya sistem transportasi umum khususnya angkot tidak lepas dari
peranan pengemudi angkot sendiri. Menurut Rudiono (2000), menjadi
pengemudi angkot merupakan sebuah pekerjaan yang penting untuk kestabilan
mekanisme sistem transportasi umum. Pekerjaan sebagai pengemudi angkot
merupakan sebuah pekerjaan informal. Karakteristik pekerjaan informal
diantaranya ialah tidak memiliki jam kerja yang tetap (tidak terikat dengan
waktu) dan tidak memerlukan jenjang pendidikan (Risantoro, 2007). Risantoro
(2007) mengungkapkan bahwa jenis pekerjaan yang masih dipilih oleh
masyarakat yang memiliki jenjang pendidikan rendah salah satunya ialah
menjadi pengemudi angkot.
Pengalaman kerja sebagai pengemudi angkot sangat berpengaruh
terhadap pengetahuan mengenai karakteristik kehidupan di jalan raya, kondisi
jalan dan kendaraan, aturan-aturan maupun kendala-kendala yang dihadapinya
(Maemuna & Kasnawi, 2011). Lebih lanjut Suprani (2010) mengungkapkan
bahwa lamanya pengalaman kerja sebagai pengemudi angkot akan membentuk
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
akan mencegah risiko pada sebuah bahaya. Terdapat beberapa tuntutan dan
kendala yang dirasakan pengemudi angkot yang disebabkan oleh faktor
tekanan internal dan tekanan eksternal (Rudiono, 2000). Tekanan internal
berupa sulitnya pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan pribadi, sedangkan
tekanan eksternal berupa kemacetan, biaya setoran, biaya retribusi, persaingan
antar pengemudi dan lain sebagainya. Lingkungan pekerjaan di jalan raya
dengan adanya kebisingan dan suhu yang tidak menentu akan memicu
terjadinya stress pada pengemudi (Sarafino & Smith, 2010). Pekerjaan sebagai
pengemudi angkutan umum pun mempunyai nilai stres psikososial yang tinggi
karena kurangnya hubungan interpersonal, kurangnya pengakuan dan
dukungan sosial terhadap pekerjaan tersebut.
Hisyamudin (2013) menyatakan banyaknya angkot yang beroperasi
dalam satu trayek serta banyaknya pengendara motor menyebabkan kurangnya
mendapatkan penumpang. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga
berdampak pada biaya operasional kebutuhan sehari-hari dan perawatan mobil.
Sulitnya mendapat uang setoran dan persaingan di jalan sangat berpengaruh
buruk terhadap penghasilan pengemudi angkot. Secara sosial ekonomi kondisi
ini sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan pengemudi angkot. Bahkan
salah seorang pengemudi angkot mengungkapkan bahwa mendapatkan uang
untuk biaya setoran saja sudah membuatnya bahagia (Hisyamudin, 2013).
Berdasarkan penuturan Kurniasih (dalam Hisyamudin, 2013) salah satu
masyarakat pengguna angkot menyatakan bahwa kesejahteraan pengemudi
angkot perlu ditingkatkan dengan mendapatkan perhatian khusus dari
pemerintah. Budi Riyadi kepala urusan pembinaan operasional satuan lalu
lintas Polres Cilacap (dalam tabloidaspirasi.com, 2014) menegaskan bahwa
pengemudi angkot harus siap secara fisik dan psikis dalam menjalankan
pekerjaannya. Berdasarkan berita media online jamsosindonesia.com pada tanggal 17 Juli 2012 jaminan kesehatan untuk pengemudi angkot telah ada
namun masih membebani pada pengemudi angkot melalui iuran kesehatan
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Peneliti melakukan studi pendahuluan kepada dua orang pengemudi
angkot trayek Kalapa-Ledeng yang bernama SA dan IS. Studi pendahuluan
pertama peneliti pada pengemudi yang bernama SA dilakukan pada tanggal 23
Desember 2013. SA telah bekerja sebagai pengemudi angkot selama 6 tahun
dan memiliki latar belakang pekerjaan sebelumnya sebagai pengemudi pribadi.
Studi pendahuluan kedua pada pengemudi bernama IS yang dilakukan pada
tanggal 7 Januari 2014. IS telah bekerja sebagai pengemudi angkot selama 10
tahun dan ia memiliki angkot sendiri sehingga tidak bekerja pada pengusaha
angkot. Sebelumnya, IS merupakan seorang pegawai yang di PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja) dari salah satu perusahaan di kota Bandung.
Secara umum kedua pengemudi menceritakan mengenai kondisi
kesejahteraan hidupannya serta tuntutan dan kendala yang dialami oleh
pengemudi angkot. Dilihat dari kondisi tuntutan dan kendala yang dialami
pengemudi angkot relatif sama namun dapat dimaknai berbeda oleh kedua
pengemudi angkot. Hal tersebut terjadi karena setiap pengemudi memiliki latar
belakang dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai dan menilai setiap
kejadian yang dialaminya. Cara pandang seseorang menilai kesejahteraan
hidupnya berbeda karena kesejahteraan bersifat subjektif yang berada dalam
pengalaman hidup (Diener, 1984). Lebih lanjut Diener (1984) menyebutnya
dengan kesejahteraan subjektif atau subjective well-being.
Diener, Lucas dan Oishi (2009) mendefiniskan subjective well-being sebagai evaluasi kognitif dan evaluasi afektif individu terhadap kehidupannya
secara keseluruhan. Evaluasi kognitif meliputi kepuasan dan pemenuhan hidup
dalam diri sedangkan evaluasi afektif meliputi reaksi emosi individu terhadap
peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Schimmack (2008) menyebutkan evaluasi
kognitif dan evaluasi afektif sebagai komponen subjective well-being.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti terhadap salah seorang
pengemudi yang bernama SA diperoleh gambaran bahwa pekerjaan SA sebagai
pengemudi angkot memiliki jam kerja yang bebas dan memiliki penghasilan
setiap harinya. Kondisi tersebut dirasakan lebih puas bila dibandingkan dengan
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dari “majikan” dan hanya memiliki penghasilan bulanan yang secukupnya.
Sedangkan pengemudi lain menyebutkan bahwa kondisi sebagai pengemudi
angkot masih belum sejahtera dalam hal pendapatan ekonomi namun dari
kedua pengemudi menyatakan bahwa mereka merasa cukup puas dan
bersyukur atas segala pemberian Tuhan padanya.
Pekerjaan sebagai pengemudi angkot dirasa memiliki banyak
pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangkan seperti banyaknya
tuntutan dan kendala. Di satu sisi pengemudi angkot dihadapkan oleh tuntutan
dan kendalanya namun di sisi lain para pengemudi merasakan pengalaman
yang dapat menyenangkan hatinya. Adanya dukungan keluarga membuat
pengemudi semangat dalam mencari penghasilan. Neve, Diener, Tay dan
Xuereb (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa memiliki dukungan
dari keluarga atau orang lain akan meningkatkan subjective well-being.
Memiliki subjective well-being akan menciptakan hubungan sosial yang lebih baik. Hubungan sosial yang baik akan membuat individu merasa bahagia
dan memiliki afek positif dalam hidupnya. Salah satu pengemudi angkot
menyatakan bahwa bekerja sebagai pengemudi angkot ini membuat ia merasa
senang dapat membantu orang lain. Ia dapat membantu orang lain yang
tiba-tiba terjadi kecelakaan di jalan dan ia merasa senang dapat membantu orang
yang cacat fisik menaiki angkotnya dan tidak memungut ongkos.
Compton (2005) menyatakan bahwa individu yang memiliki subjective
well-being yang diperoleh dengan adanya dukungan sosial dapat membuat
harga diri yang lebih tinggi, keberhasilan mengatasi stres, kesehatan yang lebih
baik dan lebih sedikit mengalami masalah psikologis. Lebih lanjut Page (2005)
dalam penelitiannya menerangkan bahwa memiliki kontrol kerja, optimisme
dan self esteem memberikan sumber daya dalam mengatasi tekanan dalam
kehidupan sehari-hari.
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B.Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah gambaran subjective well-being pengemudi angkot yang masih aktif bekerja dan memiliki pengalaman kerja
minimal 6 tahun di kota Bandung. Subjective well-being yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komponen evaluasi kognitif dan afektif pengemudi angkot
terhadap pengalaman hidupnya secara keseluruhan. Komponen evaluasi
kognitif meliputi kepuasan hidup secara keseluruhan dan kepuasan
domain-domain dalam hidup yang didasarkan pada keyakinan evaluatif (sikap) tentang
kehidupan pengemudi angkot, sedangkan komponen evaluasi afektif meliputi
afek positif dan afek negatif untuk menilai sejumlah perasaan menyenangkan
dan tidak menyenangkan terhadap pengalaman hidup pengemudi angkot.
C.Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana gambaran
subjective well-being pengemudi angkot di kota Bandung?”.
D.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran subjective
well-being pengemudi angkot di kota Bandung.
E.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat secara teoritis
maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan
dalam pengembangan ilmu psikologi sosial dan psikologi positif mengenai
gambaran subjective well-being pada pengemudi angkot.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a. Bagi pengemudi angkot, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan gambaran mengenai subjective well-being dalam memaknai dan menilai setiap kejadian dalam kehidupan
pengemudi angkot.
b. Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan referensi dalam penelitiannya yang berkaitan
dengan pembahasan subjective well-being khususnya subjective
well-being pada pengemudi angkot.
F. Struktur Organisasi Skripsi
BAB I PENDAHULUAN
Bab I ini berisi mengenai latar belakang penelitian, fokus penelitian,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur
organisasi skripsi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab II ini berisi mengenai uraian kajian pustaka yang menjadi
pembahasan dalam penelitian. Kajian pustaka berupa teori-teori subjective
well-being danpengemudi angkutan kota.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab III ini berisi mengenai uraian metode penelitian berupa desain
penelitian, partisipan dan tempat penelitian, penjelasan konsep, instrumen
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan uji keabsahan
data.
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Bab IV ini berisi mengenai temuan penelitian berdasarkan hasil analisis
data penelitian dan pembahasanya mengenai gambaran subjective well-being pengemudi angkot. Adapun pada bab ini berisikan analisis micro skill interview dan keterbatasan penelitian.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
Bab V ini berisi mengenai simpulan, implikasi dan rekomendasi yang
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dan menggunakan metode naratif. Creswell (2007) mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai suatu proses inquiry atau penelitian secara mendalam pada individu maupun kelompok dalam permasalahan sosial atau
manusia yang disajikan sebagai gambaran menyeluruh dan kompleks
berbentuk kata-kata, melaporkan informasi dari sumbernya langsung secara
terperinci dan dilakukan dengan alamiah tanpa adanya intervensi dari peneliti.
Metode naratif menurut Creswell (2007) yaitu penelitian yang dipahami
sebagai bentuk teks mengenai penjelasan suatu peristiwa atau tindakan maupun
serangkaian peristiwa atau tindakan yang terhubung secara kronologis. Peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif dan metode naratif bertujuan untuk
mengetahui pengalaman dan pemahaman pengemudi angkot dalam kehidupan
yang dialaminya secara langsung secara mendalam terhadap segala peristiwa
atau tindakan berkaitan dengan subjective well-being.
B.Partisipan dan Tempat Penelitian
Partisipan atau subjek penelitian yaitu pengemudi angkot dan penelitian
ini dilakukan di kota Bandung. Pengambilan sumber data atau subjek
penelitian menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan pengemudi angkot yang dijadikan subjek penelitian sesuai dengan kriteria
penelitian.
Dalam penelitian ini, subjek penelitiannya adalah pengemudi angkot
yang memiliki kriteria sebagai berikut :
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Telah bekerja atau memiliki pengalaman kerja minimal 6 tahun.
Pengalaman kerja minimal 6 tahun dirasa memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang cukup terkait karakteristik jalan dan kehidupan
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pengemudi di jalan raya (Maemuna & Kasnawi, 2011).
3. Memiliki Kartu Pengenal Pengemudi (KPP).
C.Penjelasan Konsep
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan subjective well-being adalah komponen evaluasi kognitif dan evaluasi afektif individu terhadap kehidupan
secara keseluruhan. Komponen evaluasi kognitif meliputi life satisfaction (kepuasaan hidup secara umum) dan domain satisfaction (kepuasaan hidup terhadap domain tertentu). Life satisfaction (kepuasaan hidup secara umum) merupakan cara individu mengevaluasi atau menilai kehidupnya secara
keseluruhan. Domain satisfaction (kepuasaan hidup terhadap domain tertentu) merupakan penilaian individu dalam mengevaluasi domain besar dalam
hidupnya seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, waktu luang, hubungan
sosial dan keluarga.
Komponen evaluasi afektif meliputi afek positif dan afek negatif. Afek
positif menunjukkan suasana hati yang menyenangkan dan emosi-emosi seperti
sukacita dan kasih sayang dalam pengalaman hidup. Afek negatif menunjukkan
suasana hati dan emosi yang tidak menyenangkan dan menggambarkan respon
negatif pengalaman hidup individu.
D.Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah
peneliti itu sendiri (human instrument). Sebagai human intrument, dalam proses pengambilan data peneliti menggunakan bantuan pedoman wawancara.
Pedoman wawancara yang dibuat berupa kisi-kisi dari peristiwa atau kejadian
yang akan diungkap. Dalam proses pelaksanaannya kisi-kisi pertanyaan akan
dikembangkan lebih lanjut sesuai pemaparan yang diungkapkan oleh subjek
penelitian. Adapun kisi-kisi pedoman wawancara yang akan digunakan sebagai
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Komponen Sub Komponen Kisi-kisi Pertanyaan
Evaluasi Kognitif
Life satisfaction (kepuasaan hidup): evaluasi atau penilaian individu terhadap kehidupannya
- Bagaimana penilaian Anda terhadap kehidupan sebagai pengemudi angkot? Apakah Anda puas dengan kehidupan Anda selama ini?
Domain satisfaction (kepuasaan hidup terhadap domain tertentu) meliputi:
- Kepuasan terhadap kesehatan fisik dan mental
- Bagaimana penilaian Anda terhadap kondisi kesehatan Anda? Apakah Anda merasa puas dengan kondisi kesehatan Anda?
- Apakah kondisi kesehatan Anda mendukung dalam menjalani aktivitas pekerjaan Anda?Jelaskan
-Kepuasan terhadap pekerjaan
-Pandangan tentang pekerjaan yang ideal
-Keinginan mengubah pekerjaan
- Bagaimana penilaian mengenai pekerjaan Anda sebagai pengemudi angkot? Apakah Anda sudah merasa puas dengan pekerjaan Anda sebagai pengemudi angkot?
- Jenis pekerjaan yang bagaimana yang menurut Anda ideal?
- Apakah Anda ingin mengubah pekerjaan Anda sebagai pengemudi angkot? Jelaskan
-Kepuasan terhadap waktu luang
- Berapa banyak Anda dapat memiliki waktu luang? Apa saja hal yang biasa Anda lakukan di saat waktu luang tersebut? - Seberapa sering Anda memanfaatkan waktu
luang Anda? Apakah Anda puas dengan waktu luang yang Anda miliki?
-Kepuasan terhadap hubungan sosial
- Bagaimana hubungan dengan tetangga di lingkungan tempat tinggal Anda?
- Bagaimana hubungan Anda dengan penumpang angkot?
- Bagaimana hubungan Anda dengan rekan pengemudi angkot yang lain?
- Bagaimana hubungan Anda dengan pemilik mobil angkot?
-Kepuasan terhadap keluarga
- Bagaimana hubungan Anda dengan anggota keluarga Anda?
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
apakah Anda merasa puas dengan kehidupan keluarga Anda?
Evaluasi Afektif
Afek Positif :
menunjukkan suasana hati dan emosi positif dalam hidup
- Selama kehidupan Anda sebagai pengemudi Angkot, pengalaman-pengalaman atau hal-hal menyenangkan apa saja yang pernah Anda alami?
- Hal apa yang paling mengesankan dalam kehidupan Anda?
- Apa saja perasaan positif yang Anda alami selama Anda bekerja sebagai pengemudi angkot?
Afek Negatif:
menunjukkan suasana hati dan emosi negatif dalam hidup
- Selama kehidupan Anda sebagai pengemudi Angkot, pengalaman-pengalaman atau hal-hal yang tidak menyenangkan apa saja yang pernah Anda alami?
- Apa saja perasaan negatif yang Anda alami selama bekerja sebagai pengemudi angkot?
E.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah wawancara
mendalam (in depth interview) dan observasi tidak terstruktur. Pada proses wawancara, peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur (semistructure
interview), dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan
wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka dan pihak yang diajak wawancara diminta
pendapat dan ide-idenya (Sugiyono, 2008:233). Keunggulan pada wawancara
semistruktur pun yaitu mampu memfasilitasi hubungan baik atau empati,
memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam hal cakupan wilayah
wawancara dan memungkinkan wawancara masuk ke dalam wilayah yang
benar-benar baru dan cenderung dapat menghasilkan data yang lebih kaya
(Smith, 2009).
Pengumpulan data pada subjek satu (AK), wawancara dilakukan
sebanyak tiga kali. Wawancara dilakukan di terminal angkot Kebon Kalapa
sebanyak dua kali dan di dalam angkot yang terparkir di pinggir jalan Dewi
Sartika satu kali. Pada subjek dua (PO) wawancara dilakukan sebanyak tiga
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Panyileukan-Sekemirung. Pada subjek tiga (AE) wawancara dilakukan
sebanyak dua kali. Wawancara pertama dilakukan di terminal angkot Kebon
Kalapa dan wawancara kedua dilakukan di halaman rumah pa RT (rumah
tangga) tempat tinggal subjek di Palasari
Selain wawancara, peneliti juga melakukan observasi tidak terstruktur.
Observasi tidak terstruktur adalah pengamatan dengan menggunakan latar
alamiah atau terjadi secara spontan terhadap segala sesuatu maupun gejala
tertentu tanpa adanya kontrol dari peneliti (Moleong, 2013). Peneliti
melakukan observasi untuk mengamati beberapa hal meliputi penampilan fisik
subjek, situasi tempat wawancara berlangsung, orang yang terlibat dalam
situasi wawancara dan emosi maupun perilaku yang ditampilkan oleh subjek.
Dalam penelitian ini, hasil observasi yang telah diperoleh disajikan dalam
bentuk deskriptif. Pada pelaksanaan pengumpulan data, peneliti menggunakan
alat bantu perekam suara, buku catatan dan alat dokumentasi.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif menurut
Miles & Huberman (dalam Sugiyono, 2011). Pada teknik analisis data tersebut
terdapat tiga tahapan yang dilakukan yaitu:
1. Reduksi data
Reduksi data ialah merangkum, memilih hal-hal yang pokok
memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Pada reduksi data dilakukan
pemberian kode pada aspek-aspek tertentu.
2. Display data atau penyajian data
Setelah data direduksi, maka tahapan selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Display data dalam penelitian ini berupa uraian text dan tersusun sesuai tema yang disajikan dalam bentuk tabel sehingga mudah
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. Kesimpulan atau verifikasi
Tahapan terakhir adalah kesimpulan atau verifikasi data yang
mengarah pada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan.
G.Uji Keabsahan Data
Moleong (2013) mengemukakan bahwa untuk menetapkan keabsahan
data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan
didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu dan salah satu kriteria yang
digunakan adalah derajat kepercayaan atau uji kredibilitas.
Dalam uji kredibilitas, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber
dan member check. Teknik triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
berbagai sumber (Patton dalam Moleong, 2013). Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan triangulasi sumber pada rekan pengemudi angkot dan tetangga di
sekitar tempat tinggal subjek.
Selanjutnya peneliti menggunakan member check. Menurut Sugiyono (2008:276) member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Dalam penelitian ini peneliti membawa kembali
hasil laporan akhir atau deskripsi-deskripsi yang telah diproses ke hadapan
subjek penelitian untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai
dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Creswell (2010) menerapkan
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 109
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A.Simpulan
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, berikut gambaran subjective
well-being pada masing-masing subjek:
1. Subjek AK merasa belum puas terhadap kehidupannya sebagai pengemudi
angkot. Subjek AK merasa puas terhadap sebagian besar domain
kehidupannya yaitu kesehatan fisik dan mental, waktu luang, hubungan
sosial dan keluarga, namun dalam domain kepuasan terhadap pekerjaannya
subjek AK merasa biasa saja. Dengan kata lain subjek AK tidak merasa
puas maupun tidak puas terhadap pekerjaannya sebagai pengemudi angkot.
Afek positif yang dirasakan subjek AK adalah ia merasa senang dan
semangat, sedangkan afek negatif yang dirasakan subjek AK adalah rasa
sedih dan khawatir.
2. Subjek PO merasa puas dan bersyukur terhadap kehidupannya sebagai
pengemudi angkot. Subjek PO pun merasa puas terhadap 5 domain besar
dalam kehidupannya yaitu kesehatan fisik dan mental, waktu luang,
pekerjaan, hubungan sosial dan keluarga. Afek positif yang dirasakan oleh
subjek PO adalah rasa senang dan semangat, sedangkan afek negatif yang
dirasakan subjek PO adalah rasa sedih, khawatir, dan penghinaan.
3. Subjek AE merasa puas terhadap kehidupannya selama ini sebagai
pengemudi angkot. Subjek AE pun merasa puas terhadap 5 domain besar
dalam kehidupannya yaitu kesehatan fisik dan mental, waktu luang,
pekerjaan, hubungan sosial dan keluarga. Afek positif yang dirasakan oleh
subjek AE adalah ia merasa senang atau bahagia, sedangkan afek negatif
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
jumlah pengguna sepeda motor, subjek AK dan subjek AE pun menambahkan
bahwa adanya bus sekolah gratis yang dikeluarkan oleh pemerintah kota
Bandung saat ini menurunkan jumlah penumpang angkot pelajar. Selain itu
subjek AK mengungkapkan bahwa penertiban PKL di jalan mempengaruhi
sulitnya ia mencari tempat untuk mendapatkan penumpang. Sedangkan hal lain
yang diungkapkan oleh subjek PO ialah kemajuan alat teknologi seperti
banyaknya pengguna HP (handphone) pun mempengaruhi tingkat orang menggunakan angkot. Oleh karena itu, HP memudahkan orang untuk saling
berkomunikasi sehingga orang tidak perlu lagi pergi menggunakan alat
transportasi seperti angkot untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ketiga subjek memiliki hubungan
sosial yang baik dengan keluarga, teman dan lingkungannya. Adanya
dukungan sosial (social support) yang berasal dari keluarga. Rasa syukur
(gratitude) pada Tuhan terhadap keadaan dan segala yang diperolehnya
ditunjukkan oleh ketiga subjek. Ketiga subjek pun memiliki perilaku altruisme
atau perilaku menolong.
B.Implikasi dan Rekomendasi
Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut
terdapat rekomendasi yang dapat dipertimbangkan bagi beberapa pihak yang
terkait, diantaranya:
1. Bagi ketiga subjek diharapkan dapat mempertahankan kondisi yang
dirasakannya telah baik. Bagi subjek yang belum merasa baik atau belum
merasa puas terhadap kondisi yang dirasakannya saat ini diharapkan dapat
meningkatkan kondisi tersebut dengan selalu bersyukur kepada Tuhan atas
segala yang telah diperolehnya dan selalu semangat bekerja dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
2. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk melanjutkan atau melakukan
penelitian dengan tema yang serupa direkomendasikan untuk dapat
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
subjective well-being seperti hubungan sosial dan dukungan sosial, rasa
syukur (gratitude) dan prilaku altruisme atau perilaku menolong. Pada saat melakukan proses wawancara direkomendasikan untuk memilih tempat
yang mendukung. Bagi peneliti selanjutnya yang menggunakan wawancara
dalam proses pengambilan datanya pun disarankan untuk perlu
memanfaatkan micro skill interview seperti direct leading, paraphrasing,
perception checking dan lain-lain dalam pelaksanaannya sehingga proses
pengambilan data berlangsung dengan baik. Sebaiknya peneliti pun
menghindari penggunaan leading question atau closed ended question karena hal tersebut akan membuat subjek memberikan jawaban tertutup
atau bias.
3. Bagi masyarakat hendaknya dapat memanfaatkan alat transportasi umum
seperti angkot dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu,
masyarakat pun diharapkan dapat memahami dan menghargai terhadap
pekerjaan sebagai pengemudi angkot. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
membayar biaya ongkos yang sesuai, masyarakat pun hendaknya dapat
berperilaku baik seperti tidak menghina serta menasehati dengan cara yang
baik dan sopan bila terjadi suatu hal kurang menyenangkan yang dilakukan
oleh pengemudi angkot. Hal tersebut dilakukan agar dapat meningkatkan
subjective well-being pada pengemudi angkot.
4. Bagi pemerintah disarankan untuk meninjau kembali peraturan, kebijakan
maupun program baru yang berdampak langsung terhadap pekerjaan
sebagai pengemudi angkot agar dapat meningkatkan subjective well-being pengemudi angkot tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meninjau
kembali program diadakannya bus sekolah gratis serta meninjau kembali
tarif angkot yang sesuai dengan kondisi saat ini agar pengemudi dapat
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 112
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, Y. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 1992
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta: Visimedia.
Anonim. (2012). Sopir Angkot Dapat Jaminan Kesehatan. Jamsosindonesia.com.
Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari:
http://www.jamsosindonesia.com/newsgroup/selengkapnya/sopir-angkot-dapat-jaminan-kesehatan-_3712
Anonim. (2013). Tentang Macet di Bandung. Riset Indie: Angkot day. Diakses tanggal 10 Desember 2013 dari: http://angkotday.info/
Anonim. (2013). Polres Cilacap Gelar Operasi Gabungan-Razia 35 Sopir Bus dan Angkot. Aspirasi. Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari: http://tabloidaspirasi.com/polres-cilacap-gelar-operasi-gabungan-razia-35-sopir-bus-dan-angkot.html
Badan Pusat Statistik kota Bandung. (2013). Kota Bandung dalam Angka 2013, Bandung: BPS. Diakses tanggal 12 Desember 2013 dari : http://bandungkota.bps.go.id/publikasi/kota-bandung-dalam-angka-2013
Chang, W. (2009). Religious Attendance and Subjective Well-Being in an Eastern-Culture Country: Empirical Evidence from Taiwan. Marburg
Journal of Religion, 14 (1), 1-30
Compton,W.C. (2005). Introduction to Positive Psikologi. Belmont, CA: Thomson Wadsworth.
Creswell, J, W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design Choosing Among
Five Approaches Second Edition. California: Sage Publications, inc.
Creswell, J. W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Alih Bahasa: Achmad F. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Diener, E. (1984). Subjective Well-Being. Psychological Bulletin, 95 (3), 542-575
Diener, E. (2006). Guidelines for National Indicators of Subjective Well-Being and Ill-Being. Quality of Life, 1, 151-157.
Suci Saka Rahayu, 2015
SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 113
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2009). Subjective well-being: The science of happiness and life satisfaction. In S. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds. ),
Handbook of positive psychology. Oxford: Oxford University Press.
Eddington, N., & Shuman, R. (2006). Subjective Well-Being (Happiness). CA: Continuing Psychology Education
Eid, M., & Larsen, R. J. (2008). The Science of Subjective Well Being. New York: The Guilford Pres.
Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2003). Counting Blessings Versus Burdens, An Experimental Investigation of Gratitude and Subjective Well-Being in Daily Life. Journal of Personality and Social Psychology, 84 (2), 377–389
Eurobarometer. (2011). Eurobarometer Qualitative Studies Well-Being Aggregate
Report September 2011. European Commission.
Froh, J. J., Yurkewicz, C., & Kashdan, T, B. (2009). Gratitute and Subjective Well-Being in Early Adolescence: Examining Gender Differences. Journal
of Adolescence, 32, 633-650
Hisyamudin, F. (2013). Pertengahan Puasa Penumpang Masih Sepi.
Inilahkoran.com. Diakses tanggal 20 Agustus 2014 dari:
http://m.inilah.com/read/detail/2012900/pertengahan-puasa-penumpang-angkot-masih-sepi
Hurlock, E.B. (1974). Personality Development. New York: Mc.Graw Hill Book Company.
Klavert, I. (2007). Kedisiplinan Berlalu Lintas Pengemudi Angkutan Kota Di Kota Semarang Ditinjau dari Persepsi Terhadap Penegakan Hukum Lalu Lintas. Skripsi, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang: tidak diterbitkan.
Kobanter Baru. (2013). Laporan Pertanggung Jawaban Kobanter Baru tahun 2013. Bandung: Kobanter baru
Maemuna, M. A., & Kasnawi, T. (2011). Perilaku Pengemudi Angkutan Umum (Pete-Pete) Terhadap Penerapan Eco Drive di Makassar, Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar: tidak diterbitkan.
Moleong, L. J. (2013). Metodelogi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Neve, J. E. D., Diener, E., Tay. L., & Xuereb, C. (2013). The Objective Benefits of
Page, K. (2005). Subjective Well-being in the Workplace. Tesis. Deakin University, Melbourne: tidak diterbitkan.
Pemerintah Kota Bandung. (2012). Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16. Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan,
Bandung. Diterima dari: http://www.bandung.go.id/
Risantoro, P. D. (2007). Coping Terhadap Stres Pada Sopir Angkutan Kota Semarang. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang: tidak diterbitkan.
Rudiono, P. (2000). Kehidupan Sopir Angkutan Kota Mikrolet M-20: Studi Kasus Koperasi Mikrolet Purimas Jaya. Abstrak Tesis
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2010). Health Psychology: Biopsychosocial
Interaction, Seventh Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Schimmack, U. (2008). The Structure of Subjective Well-Being. In Eid, M., & Larsen, J. R. (Eds). The Science of Subjective Well Being. New York: The Guilford Press.
Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Rinehart and Winston
Seligman, M. E. P. (2005). Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan
dengan Psikologi Positif. Alih Bahasa: Eva Yulia Nukman. Bandung: PT.
Mizan Pustaka.
Smith, J. A. (2009). Psikologi Kualitatif, Panduan Praktis Metode Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
Suprani, B. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Supir Angkot (Angkutan Kota) Jurusan Parung-Bogor Tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Tidak diterbitkan.
Taylor. S, E., Peplau. L, A., & Sears. D, O. (2009). Psikologi Sosial (edisi kedua
belas). Jakarta: Kencana
Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988). Development and Validation of Brief Measures of Positive and Negative Affect: The PANAS Scales.