LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
(Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta)
T E S I S
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Departemen Pendidikan Luar Sekolah
Oleh:
Leonard Pitjumarfor, S.Pd NIM : 1204579
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pelatihan Pemuda Pelopor Dalam
Meningkatkan Wawasan Kesatuan Pemuda
Di Daerah Rawan Konflik
(Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Provinsi DKI Jakarta)
Oleh
Leonard Pitjumarfor
S.Pd Universitas Negeri Jakarta, 2005
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana UPI
© Leonard Pitjumarfor 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “PELATIHAN PEMUDA
PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK (Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta)” ini dan seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang
tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan
tersebut, saya siap menanggung resiko yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari
pihak lain terhadap karya saya.
Bandung, Agustus 2015
Yang membuat pernyataan,
Leonard Pitjumarfor
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LEMBAR PENGESAHAN
LEONARD PITJUMARFOR
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
(Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta)
Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing : Pembimbing I
Prof. Dr. Hj. Ihat Hatimah, M. Pd NIP. 19540402 198001 2 001
Pembimbing II
Dr. Asep Saepudin, M. Pd NIP. 19600926 198503 1 003
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dr. Jajat S Ardiwinata, M.Pd
[Type text]
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Sebagian besar konflik sosial yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta melibatkan pemuda. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman pemuda tentang wawasan kesatuan. Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta memiliki peran dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya konflik sosial adalah meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor Provinsi DKI Jakarta, oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk meneliti peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor DKI Jakarta. Tujuanya yaitu: (1) Untuk mengetahui peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda, (2) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor, (3) Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor dalam meningkatkan wawasan kesatuan bagi pemuda di kawasan rawan konflik, (4) Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan penelitian campuran yakni suatu metode penelitian yang mengkombinasikan antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif. Subyek dalam penelitian ini terdiri dari Aparatur Pemerintah dan Peserta Pelatihan yang berjumlah 30 orang.
[Type text]
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
Most of the social conflicts that occurred in Jakarta involving youth. This is caused by a lack of understanding of the unity of the youth of insight. Personnel Government of National Unity and the Politics of Jakarta had a role in tackling the problem of social conflicts that occur in the community. One of the government's efforts in anticipation of social conflict is to improve the knowledge of unity youth in conflict-prone areas through youth training pioneer Jakarta, therefore the researchers felt the need to examine the role of the Government Apparatus Vigilance Division of National Unity and the Politics of Jakarta in improving insight unity of youth in conflict-prone areas through youth training pioneer Jakarta. The goal is to: (1) To determine the role of the Government Apparatus Vigilance Division of National Unity political and Jakarta in enhancing unity insight youth, (2) To determine the level of knowledge of youth on the insight of unity before and after training Pioneer Youth, (3) To know how pioneer youth training event enhance the insight of unity for youth in conflict-prone region, (4) To determine the factors supporting and training administration Youth Pioneers.
This study was conducted using a mix methods approaches that a research method that combines quantitative methods with qualitative methods. The subjects in this study consisted of Government Personnel and Training Participants numbering 30 people.
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Identifikasi Masalah Penelitian 7
C. Rumusan Masalah Penelitian 7
D. Tujuan Penelitian 8
E. Manfaat Penelitian 9
F. Struktur Organisasi Tesis 9
BAB II KERANGKA TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN 11
A. KERANGKA TEORI 11
1. Hakekat Peran Aparatur Pemerintah 11
2. Hakekat Wawasan Kesatuan 13
3. Hakekat Pemuda 16
4. Hakekat Konflik 18
5. Hakekat Pelatihan 22
6. Hakekat Pemuda Pelopor 31
7. Hakekat Pendidikan Luar Sekolah 31
B. KERANGKA PEMIKIRAN 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
A. Metode Penelitian 38
B. Subjek Penelitian 39
C. Definisi Operasional 39
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ix
E. Teknik Pengumpulan Data 43
F. Keabsahan Data 47
G. Teknik Analisis Data 48
H. Instrumen Penelitian 49
BAB IV TEMUAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 59
A. TEMUAN 59
1. Gambaran Umum 59
2. Gambaran Responden 63
B. HASIL PENELITIAN 66
1. Peran Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan Wawasan Kesatuan Pemuda
66
2. Pengetahuan Pemuda Tentang Wawasan Kesatuan Sebelum Mengikuti Pelatihan Pemuda Pelopor
76
3. Penyelenggaraan Pelatihan Pemuda Pelopor Dalam Meningkatkan Wawasan Kesatuan
77
4. Pengetahuan Pemuda Tentang Wawasan Kesatuan Setelah Mengikuti Pelatihan Pemuda Pelopor
109
5. Faktor Pendukung dan Penghambat Penyelenggaraan Pelatihan Pemuda Pelopor
113
C. PEMBAHASAN 115
D. KETERBATASAN PENELITIAN 120
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 115
A. SIMPULAN 121
B. REKOMENDASI 123
DAFTAR PUSTAKA 124
[Type text]
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas
lapisan-lapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya
sebagai struktur sosial di masyarakat. Indonesia merupakan negara yang
heterogen sehingga muncul keberagaman dalam berbagai hal serta terjadi
pelapisan sosial yang beragam.
Indonesia merupakan negara yang memiliki struktur sosial masyarakat
yang heterogen. Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan dua cirinya yang
bersifat unik (Nasikun, 1995: 28). Dua jenis pelapisan masyarakat Indonesia
adalah pelapisan secara horizontal dan pelapisan secara vertikal. Perbedaan
horizontal ditandai dengan perbedaan ras, agama, serta adat istiadat yang ada
dalam masyarakat Indonesia. Sedangkan perbedaan secara vertikal ditandai
dengan adanya lapisan atas dan lapisan bawah berdasarkan tingkatan ekonomi dan
tingkatan lain misalnya pekerjaan, dan sebagainya. Adanya lapisan atas dan
lapisan bawah dalam masyarakat Indonesia dinilai berpotensi adanya gap antara
lapisan atas dan lapisan bawah.
Indonesia sebagai negara dengan struktur masyarakat yang majemuk
sebagaimana yang diungkapkan oleh Furnivall (Nasikun, 1994: 29) bahwasanya
Indonesia merupakan masyarakat majemuk, dimana masyarakatnya terdiri atas
dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama
lain di dalam suatu kesatuan politik. Struktur masyarakat Indonesia yang
majemuk dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya, keadaan geografis
yang membagi Indonesia menjadi banyak pulau menjadikan Indonesia kaya akan
kelompok etnik. Ada sekitar 300 kelompok etnik di Indonesia yang tersebar dalam
6000 pulau (Hefner, 2005: 79). Letak Indonesia yang strategis juga menyebabkan
beragamnya agama yang berkembang di Indonesia. Indonesia menjadi sasaran
penyebaran berbagai agama besar di dunia sehingga masyarakat Indonesia
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
memeluk agama yang beragam. Iklim juga merupakan faktor kemajemukan
struktur masyarakat Indonesia. Perbedaan curah hujan menyebabkan kesuburan
lahan berbeda-beda sehingga mempengaruhi tingkat ekonomi masyarakat
Indonesia (Nasikun, 1995).
Struktur majemuk masyarakat Indonesia cenderung akan menimbulkan
konflik. Konflik justru berpotensi terjadi dalam kemajemukan di Indonesia.
Konflik yang dapat terjadi dalam dua macam yaitu konflik yang bersifat ideologis
dan konflik yang bersifat politis (Nasikun, 1995: 63). Pada tingkat konflik
ideologis, konflik terwujud dalam perbedaan presepsi dari masing masing
golongan masyarakat dalam melihat dan menilai suatu hal. Seperti misalnya
perbedaan pandangan umat Muslim dan umat selain Muslim menilai tentang
terorisme akhir-akhir ini. Sementara dari tingkatan politis, konflik terjadi karena
pertentangan dalam pembagian sumber-sumber kekuasaan. Seperti misalnya
penyebaran pendidikan yang tidak merata karena masalah ekonomi.
Menurut Lewis A. Coser Konflik sosial adalah perselisihan mengenai
nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber
kekayaan yang persediaannya terbatas. Pihak-pihak yang sedang berselisih tidak
hanya bermaksud untuk memperoleh sumber-sumber yang diinginkan, tetapi juga
memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka.
Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia, memiliki karakteristik kekhususan
tersendiri dibandingkan dengan daerah provinsi lainnya. Kompleksitas Jakarta
selalu berkaitan erat dengan keberadaan sebagai pusat pemerintahan, faktor luas
wilayah yang terbatas dan populasi penduduk yang tinggi.
Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk yang cukup besar dan
heterogen. Hal ini dikarenakan Jakarta memiliki daya tarik dalam aspek ekonomi,
politik, pendidikan, dan lain-lain, sehingga tingkat urbanisasi di Provinsi DKI
Jakarta menjadi sangat tinggi. Tingginya urbanisasi dan heterogenitas penduduk
DKI Jakarta mampu menciptakan kontribusi positif berupa pembangunan dan
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
kondisi ini adalah munculnya berbagai potensi kerawanan maupun konflik sosial
di DKI Jakarta. Kerawanan dan konflik sosial tersebut dapat mengakibatkan
hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, korban jiwa dan trauma psikologis masyarakat (dendam, benci, anti pati,
dan sebagainya), sehingga pada gilirannya menghambat pembangunan secara
keseluruhan.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta dalam Indeks Potensi
Kerawanan Sosial (IPKS) di DKI Jakarta tahun 2013 memperoleh data sebagai
berikut :
Grafik. I.1
Presentase Kelurahan Menurut Kelompok Kriteria Indeks Potensi Kerawanan
Sosial (IPKS) dan Kabupaten/Kota Di DKI Jakarta Tahun 2013
Krisis multi dimensi yang kompleks sekarang ini, membawa implikasi
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
yang diwarnai kekerasan, sehingga masyarakat cenderung mencari jalan pintas
dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi. Kondisi sosial tersebut
seringkali terjadi tindak pelanggaran diluar koridor hukum yang ada, baik yang
dilakukan oleh perorangan maupun kelompok masyarakat. Oleh karena itu, upaya
menanggulangi masalah tersebut diperlukan metode penanganan melalui
kelembagaan secara tepat dan terencana dengan baik.
Jakarta merupakan daerah yang berpotensi terjadinya konflik sosial.
Beragam suku, agama, ras dan kepentingan menjadi potensi utama dalam
terjadinya konflik di Jakarta. Kehidupan sosial yang menuntut untuk bertahan
hidup menjadi dasar dimana semua orang rela melakukan apa saja untuk
mempertahankan sumber daya yang ada disekitarnya.
Setiap kelompok masyarakat di Jakarta saat ini terdapat potensi-potensi
konflik. Setiap warga mempunyai kepentingan yang harus dipenuhi yang dalam
pemenuhannya dapat mengorbankan kepentingan warga lainnya. Bila dilakukan
tanpa mengikuti aturan hukum atau konvensi sosial yang dianggap adil dan
beradab, akan menjadi potensi konflik. Potensi konflik juga diakibatkan adanya
perasaan tertekan. Selain itu juga diakibatkan ketidakadilan dan
kesewenang-wenangan terhadap harta benda, jatidiri, kehormatan, keselamatan, dan nyawa.
Pemuda merupakan elemen terpenting dari pondasi bagi setiap Negara, tak
terkecuali di Indonesia. Banyak sudah sejarah besar bangsa Indonesia merupakan
hasil dari kontribusi dan peran serta pemuda. Kondisi yang terjadi saat ini di
Jakarta justru berbanding terbalik dengan pada masa kejayaan pemuda dimasa
lampau. Pemuda di Jakarta kini sudah mulai mengkotak-kotakkan diri satu dengan
yang lainnya yang pada akhirnya terjadi konflik dalam mempertahankan
kepentingan masing-masing.
Konflik sosial yang terjadi diakibatkan kurangnya pengetahuan dan
wawasan mengenai kesatuan bangsa. Jiwa nasionalis pemuda perlu dibangun
kembali sehingga pemuda dapat lebih memandang bahwa jika bersatu lebih kuat
dibandingkan terpecah belah menjadi organisasi yang memiliki kepentingan
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
Munculnya berbagai jenis Organisasi Massa (Ormas) di Jakarta dinilai
menjadi salah satu pemicu awal terjadinya konflik. Berdasarkan data POLDA
Metro Jaya melalui survey tahun 2012, sebagian besar konflik yang terjadi di
Jakarta dilakukan oleh ormas-ormas yang rata-rata pelakunya adalah pemuda.
Oleh karena itu, perlu sebuah solusi yang dapat meminimalisir terjadinya konflik
di Jakarta.
Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik tahun 2013, Jakarta
Timur memiliki tiga daerah kecamatan teratas yang terindikasi menjadi lokasi
rawan konflik. Tiga daerah tersebut diantaranya adalah kecamatan jatinegara,
kecamatan cakung dan kecamatan pulogadung.
Lemahnya wawasan kesatuan yang dimiliki masyarakat menjadi penyebab
meningkatnya konflik horizontal. Padahal dengan wawasan kesatuan, berfungsi
menjadi perekat dalam kehidupan masyarakat. Sehingga masalah yang menjadi
pemicu konflik dapat diminimalisir serta diatasi lebih dini. Kosongnya wawasan
kesatuan membuat masyarakat menjadi sangat mudah marah dan cenderung
menyelesaikan masalah dengan cara berkonflik antar sesama. Makna wawasan
kesatuan dan implementasinya pada masa sekarang ini tentu telah berbeda dengan
apa yang terjadi pada zaman menjelang dan mempertahankan kemerdekaan pada
tahun 1945. Kondisi dan situasi telah berubah dengan segala tantangannya dan
dalam kaitan itulah rekonstruksi kesatuan harus dilakukan.
Aparatur Pemerintah merupakan ujung tombak yang menjadi penopang
dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan. Strategi yang digunakan harus terus
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Aparatur
pemerintah diharapkan dapat benar-benar memahami dan menindaklanjuti arti dan
makna wawasan kesatuan dalam upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan
bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aparatur pemerintah
memegang peranan strategis untuk mencegah timbulnya disintegrasi bangsa.
Untuk itu, diharapkan dapat terwujudnya aparatur pemerintah yang berwawasan
kesatuan sebagai pedoman masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
kebersamaan di kalangan masyarakat dalam melanjutkan estafet pembangunan
dan perjuangan bangsa.
Konflik sosial di masyarakat menjadi ancaman yang berpotensi
mengganggu keutuhan dan mengikis semangat nasionalisme bangsa.
Kemajemukan masyarakat Indonesia bukan lagi dianggap sebagai kekayaan
namun bisa menjelma menjadi bibit permusuhan yang dapat memecah belah
bangsa. Dalam hal ini konflik sosial diartikan sebagai perkelahian antar
masyarakat atau perkelahian yang melibatkan massa yang besar dan melibatkan
antar kelompok, golongan maupun suku bangsa. Konflik sosial ini dapat dipahami
sebagai akibat adanya upaya-upaya untuk menguasai sumber-sumber daya atau
kekuasaan yang berkenaan dengan kepentingan umum. Upaya-upaya untuk
menguasai kekuasaan tersebut antara lain memperebutkan atau
mempertahankannya dengan cara konflik dan saling menghancurkan. Konflik ini
umumnya didahului dengan konflik pribadi dan aksi premanisme.
Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Provinsi DKI Jakarta merupakan lembaga kepemerintahan daerah yang
memiliki tugas dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Oleh karena itu, perlu segera diadakannya berbagai alternatif solusi yang
dapat memecahkan masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat.
Pendidikan nonformal atau yang juga disebut dengan pendidikan luar
sekolah merupakan suatu lingkup pendidikan yang kepemilikannya terfokus pada
masyarakat, menyangkut kemandirian, pendanaan, pengelolaan dan aspek-aspek
lainnya, yang kegiatannya dari, oleh dan untuk masyarakat. (UU Sisdiknas No. 20
Tahun 2003) Pendidikan luar sekolah itu sendiri dikatakan sebagai pelengkap,
penambah, serta pengganti jalur pendidikan formal.
Berbagai satuan pendidikan nonformal saat ini telah banyak diterapkan di
Indonesia, baik oleh masyarakat, swasta, maupun perorangan. Pendirian berbagai
satuan pendidikan nonformal tersebut tidak hanya didasari oleh filosofi
pendidikan nonformal di atas, tetapi lebih karena kebutuhan yang dirasakan (felt
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Pelatihan merupakan salah satu alternatif solusi Pendidikan Non Formal
dalam upaya pencegahan terjadinya konflik. Pelatihan merupakan bentuk
penerapan peran Pendidikan Luar Sekolah sebagai Penambah (Suplement) jalur
Pendidikan Formal Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk
menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan
sekolah.
Pelatihan menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di
masyarakat. Setiap tahun, Pemerintah khususnya Pemerintah Bidang
Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta
merancang program pelatihan dalam rangka menanggulangi konflik sosial di
Provinsi DKI Jakarta. Pelatihan dianggap dapat mengurangi dan mengantisipasi
terjadinya konflik sosial di masyarakat.
Pelatihan pemuda pelopor merupakan salah satu alternatif solusi dalam
meredam konflik sosial terutama yang dilakukan oleh berbagai ormas yang ada di
Jakarta timur. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman pemuda dalam hal wawasan kesatuan bangsa sehingga dapat
meredam perpecahan yang berujung pada konflik sosial.
Sasaran pada pelatihan pemuda pelopor adalah pemuda yang memiliki
peran strategis di masyarakat, sehingga pemuda yang sudah mengikuti pelatihan
menjadi agen bagi pemerintah untuk mensosialisasikan isu perdamaian di
masyarakat. Biasanya pemuda di rekrut dari berbagai ormas yang ada di wilayah
Provinsi DKI Jakarta, strategi ini dinilai efektif mengingat data konflik sosial
yang terjadi di masyarakat sebagian besar dilakukan oleh pemuda yang berasal
dari ormas.
Pelatihan pemuda pelopor merupakan produk baru dari Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial, oleh karena
itu program ini perlu dikaji untuk mendapatkan gambaran mengenai peran
Aparatur Pemerintah sebagai fasilitator kegiatan pelatihan, perubahan tingkat
pengetahuan peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan serta faktor pendukung
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti
mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Indonesia adalah negera yang struktur masyarakatnya majemuk, kemajemukan
tersebut sangat berpotensi terjadinya konflik.
2. Berdasarkan data POLDA Metro Jaya melalui survey tahun 2012, sebagian
besar konflik yang terjadi di Jakarta dilakukan oleh ormas-ormas yang
rata-rata pelakunya adalah pemuda.
3. Berdasarkan data statistik yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun 2013,
Kecamatan Pulogadung menduduki peringkat ketiga di wilayah Jakarta Timur
yang merupakan lokasi terindikasi rawan konflik sosial.
4. Kurangnya pembekalan dan pemahaman wawasan kesatuan bagi pemuda yang
mengakibatkan memudarnya rasa toleransi antar pemuda sehingga
menimbulkan konflik.
5. Pelatihan merupakan salah satu alternatif solusi bagi Pemerintah dalam
menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat.
6. Pelatihan Pemuda Pelopor merupakan produk Pemerintah Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah
konflik sosial yang terjadi di Masyarakat.
7. Sasaran program pelatihan Pemuda Pelopor adalah pemuda dari ormas yang
diharapkan dapat menjadi agen bagi Pemerintah dalam mensosialisasikan isu
perdamaian dalam menanggulangi masalah konflik sosial di masyarakat.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang, dan identifikasi tersebut di atas, diajukan
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam merancang program pelatihan
pemuda pelopor untuk meningkatkan wawasan kesatuan pemuda?
2. Bagaimana perubahan tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan
sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor?
3. Bagaimana penyelenggaraan Pelatihan Pemuda Pelopor dalam meningkatkan
wawasan kesatuan?
4. Bagaiamana faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan
Pemuda Pelopor?
D.
Tujuan PenelitianTujuan penelitian Penerapan Pelatihan Pemuda Pelopor sebagai upaya
penanggulangan konflik sosial di kecamatan Pulo gadung adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis peran Aparatur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada fungsi
manajemen dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda.
2. Menganalisis tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum
dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor.
3. Menganalisis bagaimana penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor dalam
meningkatkan wawasan kesatuan bagi pemuda di kawasan rawan konflik.
4. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan
Pemuda Pelopor.
E. Manfaat Penelitian 1. Teoritik
Dari temuan di lapangan yang diperoleh, diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap pengembangan teori ilmu pendidikan terutama tentang
konsep penyelenggaraan pelatihan dan konsep wawasan Kesatuan bagi pemuda
khususnya di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
a. Sebagai bahan kajian instansi dan lembaga terkait, fungsinya untuk
mengelola berbagai kegiatan kepemudaan.
b. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu terutama dalam konsep
pengembangan masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas sumber
daya manusia di Indonesia, serta memperkaya dan menunjang konsep
pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah.
c. Sebagai pengalaman praktis bagi peneliti dalam mengaplikasikan konsep
dan teori yang diperoleh selama perkuliahan pada Program Studi
Pendidikan Luar Sekolah UPI.
F. Struktur Organisasi Tesis
BAB I : Pendahuluan, yang didalamnya membahas latar belakang
masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka
berpikir, serta sistematika penulisan terkait dengan topik bahasan penelitian.
BAB II : Kerangka Teori & Kerangka Berpikir merupakan landasan teori,
gambaran umum mengenai dasar penelitian atau teori yang melandasi
penelitian.
BAB III : Metodologi penelitian, membahas tentang prosedur penelitian
yang menjelaskan tentang metode dan pendekatan penelitian, teknik
pengumpulan data, subjek penelitian serta teknik analisa data.
BAB IV : Pembahasan masalah, berisi tentang hasil penelitian yang
meliputi jawaban dari setiap pertanyaan penelitian yang diajukan melalui
proses pengumpulan data.
BAB V : Penutup, berisi tentang kesimpulan dan Rekomendasi yang
merupakan penjelasan akhir dari keseluruhan penelitian serta mengemukakan
38
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Permasalahan yang dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang bersifat
sosial dan dinamis. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan
menganalisis data hasil penelitian. Menurut Nasution (2003:5), penelitian
kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,
berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka
tentang dunia sekitarnya.
Format desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu format
deskriptif, format verifikasi, dan format grounded research. Dalam penelitian ini
digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang
memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu
tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89).
Selanjutnya peneliti akan memberikan gambaran secara cermat tentang
fenomena yang terjadi mengenai bagaimana pelatihan pemuda pelopor dapat
meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di Provinsi DKI Jakarta yang
diselenggarakan oleh aparatur pemerintah bidang kewaspdaan Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta.
Selanjutnya penelitian kualitatif menurut Moleong (2007:6) adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai
39
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti
dan kesemuanya tidak hanya diukur dengan angka.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi
sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian.
Sampel dalam penelitian kualitatif disebut sampel teoritis, karena tujuan
penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori.
Sesuai dengan hakekat kualitatif, subjek dalam penelitian ini ditentukan
secara purposive, artinya subjek penelitian sebagai sumber data dipilih dengan
pertimbangan tertentu. Sugiyono (2012:303) dengan mengutip pendapat Spradley
mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan suatu
situasi sosial yang didalamnya menjadi semacam muara dari banyak domain
lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai
informan sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi,
sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya
b) Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada
kegiatan yang tengah diteliti
c) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi
d) Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya”
sendiri.
e) Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga
lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.
Berdasarkan kriteria di atas maka peneliti menentukan lokasi dalam
melakukan penelitian ini yaitu di Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.
Sedangkan subjek dari penelitian ini terdiri dari Aparatur Pemerintah Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sebanyak 1 (satu) orang dan
40
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Definisi Operasional
1. Peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta
Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Provinsi DKI Jakarta mempunyai tugas melaksanakan
pengoordinasian kegiatan penyusunan rencana dan program kewaspadaan
daerah di bidang ideologi dan politik, pemantauan dan evaluasi, kerawanan
sosial dan informasi dini. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Bidang
Hubungan Kelembagaan mempunyai fungsi:
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Kewaspadaan.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang
Kewaspadaan.
c. Penyusunan bahan kebijakan teknis di Bidang Kewaspadaan.
d. Pengoordinasian dan evaluasi data informasi dini.
e. Peningkatan kewaspadaan, ideologi dan politik.
f. Pemantauan dan evaluasi kerawanan sosial.
g. Pemberian dan rekomendasi perizinan riset/penelitian.
h. Fasilitasi penyelenggaraan pendidikan politik di bidang kewaspadaan.
i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang kewaspadaan.
j. Penyusunan bahan kebijakan teknis penyelenggaraan pembinaan dan
pengembangan Kesbangpol yang berkaitan dengan tugas dan fungsi
Bidang Kewaspadaan.
k. Penyiapan bahan laporan badan yang terkait dengan tugas dan fungsi
Bidang Kewaspadaan.
l. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
41
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Bakesbangpol Provinsi
DKI Jakarta dalam penelitian ini adalah menjalankan fungsi lembaga dalam
meningkatkan kewaspadaan, ideologi dan politik kepada para pemuda di
daerah rawan konflik dengan menyelenggarakan pelatihan pemuda pelopor.
2. Wawasan Kesatuan
Secara Etimologi kata wawasan berasal dari kata wawas (bahasa Jawa)
yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi, ditambahkan
akhiran (an) bermakna cara pandang, cara tincau atau cara melihat. Dari kata
wawas muncul kata mawas yang berarti; memandang, meninjau atau melihat.
Wawasan artinya; pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi, atau
cara pandang atau cara melihat.
Persatuan/kesatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau tidak
terpecah-belah. Persatuan/kesatuan mengandung arti “ bersatunya macam
-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan yang utuh dan
serasi.”
Wawasan menurut Djuju Sudjana dalam buku Teori dan Konsep
Pendidikan Luar Sekolah merupakan kemampuan kognitif seseorang. Kognitif
atau pengetahuan merupakan serangkaian informasi yang dimiliki sesorang
yang didapat dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan.
Wawasan Kesatuan merupakan konsep yang lebih luas dari sekedar
Bhineka Tunggal Ika. Pada dasarnya konsep ini memandang perbedaan
sebagai sebuah anugerah yang seharusnya menjadi warna bagi kehidupan
bermasyarakat. Perbedaan suku, agama, kebiasaan, budaya dan lainnya
menjadi hal yang biasa dalam kehidupan.
Wawasan Kesatuan dalam penelitian ini menitikberatkan pada pembekalan
kepada pemuda tentang arti persatuan dan kesatuan dalam mengantisipasi
terjadinya konflik di lingkungan tempat tinggalnya.
42
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pelatihan mengandung beberapa arti. Pertama pelatihan adalah suatu
proses penyampaian dan kepemilikan keterampilan, pengetahuan dan
nilai-nilai. Kedua, pelatihan adalah produk (hasil) dari proses tersebut, yaitu
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam pelatihan. Ketiga,
pelatihan adalah suatu disiplin akademik, yaitu kegiatan terorganisasi untuk
mempelajari proses, produk, dan profesi pelatihan dengan menggunakan
kajian sejarah, filsafat dan ilmu pengetahuan tentang manusia atau kajian
keilmuan tentang manusia yang bermasyarakat.
Pemuda Pelopor merupakan produk dari Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Provinsi DKI Jakarta dalam rangka menanggulangi konflik
kepemudaan yang ada di Jakarta. Konsep pemuda pelopor pada dasarnya
menjadi payung pemersatu berbagai jenis organisasi kepemudaan yang ada di
Provinsi DKI Jakarta. Pemuda pelopor diharapkan menjadi wadah bagi
aspirasi organisasi-organisasi kepemudaan yang ada di Jakarta agar tidak
terjadi konflik antar organisasi tersebut.
Pelatihan Pemuda Pelopor dalam penelitian ini adalah bentuk pemberian
pengetahuan bagi pemuda di daerah rawan konflik tentang wawasan kesatuan.
Dalam pelatihan ini akan dilihat Peran instruktur, keterlibatan peserta dan
situasi komunikasi yang terjadi dalam pelatihan.
D. Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua tahap penelitian, yaitu :
a. Penyusunan Kisi-kisi penelitian
Kegiatan penyusunan kisi-kisi penelitian dilakukan sebagai acuan dalam
pembuatan alat pengumpul data berupa pedoman wawancara dan pedoman
observasi sesuai dengan pertanyaan penelitian yang sudah ditetapkan.
Kisi-kisi instrumen penelitian ini berisikan kolom-kolom, judul, tujuan penelitian,
pertanyaan penelitian, aspek yang diteliti beserta indikatornya, sumber data
dan jenis alat pengumpul data.
43
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Alat pengumpul data yang digunakan adalah pedoman wawancara,
pedoman observasi, angket, lembar evaluasi dan studi dokumentasi dengan
langkah-langkah penyusunannya sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan Penelitian
Merumuskan masalah penelitian dengan aspek-aspek yang akan diteliti
disertai indikator-indikator dan sub indikatornya, Kemudian mempersiapkan
pedoman wawancara yang akan ditanyakan kepada responden, melakukan
pengamatan, menyebarkan angket, melakukan tes evaluasi sebelum dan sesudah
pelatihan berdasarkan pada aspek-aspek yang akan diteliti agar proses
pengumpulan data dapat berlangsung secra efektif dan efisien.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap persiapan meruapakan tahap penggalian data yang lebih spesifik
dengan melakukan wawancara, mengadakan observasi, menyebarkan angket dan
melakukan tes evaluasi pada proses kegiatan pemuda pelopor Provinsi DKI
Jakarta.
Kegiatan-kegiatan tersebut diatas dimaksudkan untuk memudahkan dalam
tahap pelaksanaanya, disamping agar data yang dibutuhkan dapat terungkap
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai oleh peneliti.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang peneliti lakukan
antara lain :
a. Observasi
Nasution (1988) dalam Sugyono (2010:310) menyatakan bahwa observasi
adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja
berdasarkan data , yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang di peroleh
melalui observasi. Melakukan observasi, yakni pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang di teliti untuk
44
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Guba dan Lincoln (1981:191-193) dalam Moleong (2010: 174-175)
menyatakan bahwa terdapat enam alasan mengapa penelitian kualitatif
menggunakan teknik pengamatan (observation) untuk mengumpulkan data,
yaitu: (1) teknik pengamatan ini di dasarkan atas teknik pengamatan secara
langsung; (2) teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati
sendiri, kemudian mencatata perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi
pada keadaaan sebenarnya; (3) pengamatan memungkinkan peneliti mencatat
peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional
maupun pengetahuan yang langsung di peroleh dari data; (4) sering terjadi
ada keraguan pada peneliti, jangan – jangan pada data yang di jaringnya ada
yang keliru atau bias; (5) teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu
memahami situasi-situasi yang rumit; dan (6) dalam kasus-kasus teretentu
dimana teknik komunikasi lainnya tidak di mungkinkan, pengamatan dapat
menjadi alat yang sangat bermanfaat.
Dalam teknik pengumpulan data ini, peneliti mengamati dan mencatat
tentang kejadian yang berlangsung sesuai dengan fokus masalah yang di teliti
yaitu :
Tabel
Jadwal Observasi
No Aspek Yang diamati
45
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3 Pelaksanaan
Sugyono (2010:72) wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih
untuk bertukar informasi dan ide melalu tanya jawab, sehingga dapat di
konstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara adalah teknik
pengumpulan data melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara pihak
pewawancara dengan pihak yang di wawancara. Wawancara dilakukan oleh
pewawancara dengan mengunakan pedoman wawancara.
Wawancara merupakan cara yang penting untuk memeriksa keakuratan
data hasil observasi. Wawancara dapat di gunakan untuk mengumpulkan
informasi yang tidak mungkin di peroleh lewat observasi. Tujuan
mewawancarai seseorang adalah untuk mengetahui apa yang di pikirkan
mereka, apa yang mereka pikirkan ,atau bagaiman perasaan mereka tentang
sesuatu hal, dikarenakan hal-hal tersebut tidak dapat di observasi.
Wawancara dilakukan untuk memeperoleh data dan informasi yang di
butuhkan dalam penelitian ini. Data dan informasi ini di peroleh langsung
dari warga belajar, sumber belajar/ tutor/ penyelenggara,dan pengelola yang
terlibat dalam hal ini.
Wawancara dilakukan kepada Aparatur Pemerintah terkait dengan
penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor. Sumber informan dalam
wawancara adalah Kepala Sub Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa
dan Politik Provinsi DKI Jakarta yang menjadi penanggung jawab
penyelenggaraan kegiatan pelatihan pemuda pelopor. Aspek yang digali dalam
46
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pemerintah dalam kegiatan pelatihan Pemuda Pelopor dari mulai perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian. Wawancara dilakukan beberapa
kali sampai data yang dibutuhkan telah didapat dengan menggunakan
pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti.
c. Angket
Menurut Sugiyono (2010 : 19) angket atau kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada respoden untuk dijawab. Angket
dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan
pelatihan pemuda pelopor. Lembar uji hasil penyelenggaraan pelatihan
pemuda pelopor, dengan menggunakan angket tertutup, dimana peneliti dapat
memperoleh gambaran kesesuaian antara proses pelatihan yang direncanakan
dengan proses pelatihan yang terjadi berdasarkan sudut pandang peserta
pelatihan sebagai subyek dari pelatihan pemuda pelopor.
d. Tes evaluasi
Digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pemuda tentang
wawasan kesatuan. Tes evaluasi menggunakan tes awal (pre test) dan tes akhir
(post test). Tes evaluasi ini merupakan data mengenai pengetahuan pemuda
tentang wawasan kesatuan yang diperoleh melalui format evaluasi materi yang
diberikan sebelum proses pelatihan dan pada akhir proses pelatihan pemuda
pelopor. Format evaluasi terhadap tingkat pengetahuan pemuda tentang
wawasan kesatuan setelah mengikuti proses pelatihan pemuda pelopor
menggunakan tes evaluasi soal materi untuk mengukur akan tingkat
pengetahuan di ranah kognitif.
Tingkat keberhasilan berupa pencapaian standar kompetensi yang
47
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang mengikuti proses pelatihan pemuda pelopor, maka ditetapkan kriteria
ketuntasan minimum yang dirancang oleh peneliti dengan nilai minimum 70.
e. Triangulasi data
Menurut Surgiyono (2013:330) dalam teknik pengumpulan data.
triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Triangulasi bertujuan untuk mengumpulkan data sekaligus menguji
kreadibiitas data, yaitu mengecek kreadibilitas data dengan berbagai teknik
pengumpulan data berbagai sumber data. Adappun menurut Nasution
(2003:10) berpendapat bahwa triangulasi merupakan cara mendapatkan data
atau informasi sari satu pihak hars di chek kebenarannya dengan cara
memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua dan ketiga
dan seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya
ialah membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari
berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data.
Triangulasi teknik, bearti peneliti menggunakan teknik pengumpulan daya
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti
menggunakan observasi, wawancara, menyebar angket dan melakukan tes
evaluasi untuk sumber daya yang sama. Sedangkan triangulasi sumber
dilakukan dengan cara membandingkan hasil data dari setiap informan yaitu,
aparatur pemerintah bidang kewaspadaan Badan kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi DKI Jakarta dan Peserta pelatihan pemuda pelopor Provinsi DKI
Jakarta.
F. Keabsahan Data
Keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh kebenaran dari hasil penelitian ini. Satori & Komariah (2010:164)
48
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(dependenbility), dan kepastian (confilmability).“ Oleh karena itu, uji keabsahan data penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
a. Kepercayaan (Credinility)
Untuk memperoleh kepercayaan data penelitian ini dilakukan dengan cara
(1) Perpanjangan waktu pengamatan, tujuannya agar penelitian dengan
informan menjadi akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai. (2)
Peningkatan ketekunan dilakukan agar dapat memperhatikan sesuatu dengan
lebih cermat, terinci dan mendalam. (3) Triangulasi merupakan cara
memperoleh kepercayaan dengan menggabungkan beberapa teknik
pengumpulan data. (4) Diskusi dengan teman sejawat, yaitu dengan
mendiskusikan hasil temuan yang didapat dengan orang lain yang paham
tentang kajian penelitian ini. (5) Menggunakan bahan referensi, dalam hal ini
digunakan foto dokumentasi terkait fokus penelitian untuk mendukung
membuktikan data yang dikumpulkan selama penelitian. (6) Member chek
dilakukan dengan cara mengkonfirmasi ulang hasil wawancara kepada
informan yang bersangkutan.
b. Keteralihan (Transferability)
“Bagi penelitian naturalistik transferability bergantung pada si pemakai,
yakni hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam
konteks dan situasi tertentu“ Nasution, (1988, 118-119). Oleh karena itu,
peneliti tidak dapat menjamin hasil penelitian ini dapat diterapkan pada
konteks dan situasi lain, Namun, peneliti berusaha untuk mencoba membuat
laporan penelitian ini dengan rinci, jelas, lengkap, dan sistematis, sehingga
kemungkinan besar dapat memahami hasil penelitian ini.
c. Ketergantungan (Dependendability)
“Ketergantungan disebut juga audit kebergantungan menunjukkna bahwa
peneliti memiliki sifat ketaatan dengan menunjukkan konsisten dan stabilitas
49
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penelitian ini, yang melakukan audit adalah pembimbing. Peneliti
melaksanakan kegiatan bimbingan yang intensif dengan pembimbing. dan
meminta untuk mereview seluruh aktivitas penelitian dimulai dari awal
pembuatan desain penelitian sampai akhir pelaporan.
d. Kepastian (Confirmability)
Sebagaimana dikemukanan oleh Satori & Komariah (2010:167)
menjelaskan “Uji konfirmasbilitas bearti menguji hasil penelitian dikaitkan
dengan proses yang dilakukan“. Dalam penelitian ini, proses penelitian yang
dilakukan berdasarkan tahapan yang telah ditentukan, dengan cara mengikuti
tahapan ujian yang telah dijadwalkan.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kualitatif, yaitu diinterprestasikan dan dianalisis secara terus menerus sejak
awal hingga akhir penelitian. Nasution (2003:129) mengemukakan cara yang
dianjurkan mengkikuti langkah-langkah berikut:
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau
penelitian yang terinci. Penelitian ini harus di reduksi, dirangkum, dipilih
hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, disusun lebih sistematis
sehingga lebih mudah dikendaikan. Data yang direduksi memberi gambaran
yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti dalam
mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Dalam hal ini, peneliti
menemukan komponen-komponen yang terdapat pada peran kader posyandu
untuk membekali pemahaman orangtua tentang kesehatan dan gizi melalui
penyuluhan, yakni pemahaman awal dan akhir orangtua tentang kesehatan
gizi, kondisi objektif anak sebelum dan sesudah penyuluhan, serta upaya kader
untuk memberi pembekalan pada orangtua di Posyandu Melati XI Jayagiri
50
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Display Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dengan bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori. Dalam tahapan ini, peneliti
melakukan urutan sistematis pada kategori-kategori pada peran kader
posyandu untuk membekali pemahaman orangtua tentang kesehatan gizi
tersebut, dan dihubungkan. Dalam hal ini peneliti membuat hubungan dan
narasi, sehingga akan ditemukan kesimpulannya.
c. Mengambil Kesimpuan dan Verifikasi
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi jika tahap awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa
deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang
sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau
interaktif, hipotesis atau teori.
H. Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto ( 2002:136 ) Instrumen penelitian adalah
alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen penelitian
digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti, salah satu tujuan dibuatnya
instrumen adalah untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai
hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian. Instrumen pengumpul data yang
51
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Pedoman Observasi digunakan untuk melihat apakah aparatur pemerintah
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sebagai
penyelenggara pelatihan pemuda pelopor mempunyai kontribusi terhadap
peningkatan wawasan kesatuan pemuda.
2. Pedoman Wawancara digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian
bagaimana peran aparatur pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan
kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor
dan juga pertanyaan penelitian faktor pendukung dan faktor penghambat
penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor. Wawancara memberikan
keleluasaan bagi responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan
oleh peneliti.
3. Angket digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimana
penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor. angket bertujuan untuk
mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pelatihan pemuda pelopor.
4. Tes evaluasi (Pre test-Post test) digunakan untuk menjawab pertanyaan
penelitian bagaimana pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Simpulan
Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dilapangan dan telah
dijabarkan pada bab sebelumnya, kemudian disesuaikan dengan pertanyaan
penelitian, maka diperoleh simpulan sebagai berikut :
1. Pada penyelenggraan pelatihan pemuda pelopor, peran Aparatur Pemerintah
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta terdiri dari empat
bagian, diantaranya fungsi perencanaan (Planning) yaitu menetapkan tujuan
pelatihan, merumuskan strategi pelatihan, menentukan sumber daya yang
dibutuhkan dalam pelatihan dan menetapkan standar indikator keberhasilan
pelatihan. Pada fungsi pengorganisasian (Organizing) yaitu mengalokasikan
sumber daya pelatihan, merumuskan dan menetapkan tugas, menetapkan
prosedur dalam pelatihan, dan melakukan perekrutan peserta pelatihan. Fungsi
pelaksanaan (Actuating) yaitu mengimplementasikan program pelatihan,
melakukan pembimbingan/ motivasi untuk mencapai tujuan, dan menjelaskan
kebijakan yang telah ditetapkan. Fungsi penilaian (Controlling) yaitu
mengevaluasi keberhasilan dalam mencapai tujuan pelatihan, mengambil
langkah klarifikasi dan koreksi atas kendala yang ditemukan selama pelatihan
dan melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait
dengan pencapaian tujuan pelatihan.
2. Pelatihan Pemuda Pelopor mampu memberikan perubahan pengetahuan
kepada peserta pelatihan. Besarnya perubahan tersebut diukur dengan
membandingkan hasil nilai pre test dan post test diketahui melalui rata-rata
nilai pre test 51,17 dan post test sebesar 80,17 atau meningkat 29 poin.
Perubahan pengetahuan terbesar berasal dari unsur organisasi karang taruna
dan terendah berasal dari unsur organisasi Pemuda Pancasila.
3. Penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor oleh Aparatur pemerintah Badan
111
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembelajaran orang dewasa yang lebih melibatkan peserta dalam memperoleh
pengetahuan tentang wawasan kesatuan. Pelatihan Pemuda Pelopor
mendapatkan reaksi positif dari peserta pelatihan yang tergambarkan oleh data
instrumen angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Komponen dalam
penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor diantaranya peran fasilitator dalam
melaksanakan pelatihan, keterlibatan peserta dan situasi komunikasi selama
pelatihan berlangsung.
4. Kekuatan pada pelatihan pemuda pelopor yakni keinginan dan tekad yang kuat
dari masyarakat serta kesamaan pandangan dari organisasi kepemudaan dalam
menciptakan perdamaian di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Tindak lanjut
kegiatan pelatihan Pemuda Pelopor adalah dibentuknya sebuah wadah bagi
seluruh organisasi kepemudaan di wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagai
tempat komunikasi antar pemuda dalam menciptakan perdamaian di wilayah
Provinsi DKI Jakarta. faktor penghambat ditemukan data bahwa dari segi
kepersertaan, perwakilan yang dikirim dari masing-masing organisasi
kepemudaan cenderung kurang kooperatif, hal ini disebabkan oleh tidak
diseleksinya calon peserta yang dikirim untuk mengikuti pelatihan Pemuda
Pelopor. Hal ini mengindikasikan bahwa Aparatur Pemerintah Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta telah menjalankan
perannya dengan baik dalam mengatasi kendala dan mengantisipasi ancaman
yang mungkin terjadi selama pelatihan pemuda pelopor.
B. Rekomendasi
Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka dapat
direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pemerintah memiliki peran strategis dalam menjaga keamanan dan
kedamainan masyarakat, oleh sebab itu perlu dilakukan sosialisasi kebijakan
tentang kewaspadaan dini dalam mencegah terjadinya konflik social salah
satunya dengan mengadakan pelatihan sejenis yang dapat memberikan bekal
112
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI
Jakarta sebaiknya menyusun strategi dan prosedur yang lebih efektif dan
efisien dalam merekrut peserta pelatihan. Hal ini dilakukan agar tujuan dari
pelatihan akan benar-benar sampai kepada masyarakat.
3. Organisasi kepemudaan sebagai wadah dalam pengembangan kompetensi
pemuda harus memiliki visi dan misi yang jelas yang didasarkan pada paham
Ideologi Negara Indonesia yaitu Pancasila. Organisasi pemuda sebaiknya
memiliki prosedur perekrutan yang terstruktur agar dalam menjalankan visi
LEONARD PITJUMARFOR, 2015
PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Creswell.J. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Third ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta Bandung
Margono. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta .
Moleong, L. J. (2007). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya
Nasution, S (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Leonard, C.D. (2002). Learning theories. California: Greenwood publishing group.
Pont, Tony. (1996). Developing Effecitve Training Skills. Berkshire, GB: McGraw Hill.
Soedomo, M. (2000). Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pengembangan Sistem
Belajar Masyarakat, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen pendidikan dan kebudayaan.
Sudjana, H.D, Pendidikan Non Formal, Bandung: Falah Production, 2004.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wikipedia. (2009). Teori belajar. [Online]. Tersedia: