• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK : Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK : Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

(Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta)

T E S I S

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Departemen Pendidikan Luar Sekolah

Oleh:

Leonard Pitjumarfor, S.Pd NIM : 1204579

(2)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(3)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pelatihan Pemuda Pelopor Dalam

Meningkatkan Wawasan Kesatuan Pemuda

Di Daerah Rawan Konflik

(Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Provinsi DKI Jakarta)

Oleh

Leonard Pitjumarfor

S.Pd Universitas Negeri Jakarta, 2005

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana UPI

© Leonard Pitjumarfor 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

(4)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

(5)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “PELATIHAN PEMUDA

PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK (Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta)” ini dan seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang

tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan

tersebut, saya siap menanggung resiko yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari

pihak lain terhadap karya saya.

Bandung, Agustus 2015

Yang membuat pernyataan,

Leonard Pitjumarfor

(6)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LEMBAR PENGESAHAN

LEONARD PITJUMARFOR

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESATUAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

(Studi Deskriptif Pada Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta)

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing : Pembimbing I

Prof. Dr. Hj. Ihat Hatimah, M. Pd NIP. 19540402 198001 2 001

Pembimbing II

Dr. Asep Saepudin, M. Pd NIP. 19600926 198503 1 003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana

(7)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dr. Jajat S Ardiwinata, M.Pd

(8)

[Type text]

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Sebagian besar konflik sosial yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta melibatkan pemuda. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman pemuda tentang wawasan kesatuan. Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta memiliki peran dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya konflik sosial adalah meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor Provinsi DKI Jakarta, oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk meneliti peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor DKI Jakarta. Tujuanya yaitu: (1) Untuk mengetahui peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda, (2) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor, (3) Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor dalam meningkatkan wawasan kesatuan bagi pemuda di kawasan rawan konflik, (4) Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan penelitian campuran yakni suatu metode penelitian yang mengkombinasikan antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif. Subyek dalam penelitian ini terdiri dari Aparatur Pemerintah dan Peserta Pelatihan yang berjumlah 30 orang.

(9)

[Type text]

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Most of the social conflicts that occurred in Jakarta involving youth. This is caused by a lack of understanding of the unity of the youth of insight. Personnel Government of National Unity and the Politics of Jakarta had a role in tackling the problem of social conflicts that occur in the community. One of the government's efforts in anticipation of social conflict is to improve the knowledge of unity youth in conflict-prone areas through youth training pioneer Jakarta, therefore the researchers felt the need to examine the role of the Government Apparatus Vigilance Division of National Unity and the Politics of Jakarta in improving insight unity of youth in conflict-prone areas through youth training pioneer Jakarta. The goal is to: (1) To determine the role of the Government Apparatus Vigilance Division of National Unity political and Jakarta in enhancing unity insight youth, (2) To determine the level of knowledge of youth on the insight of unity before and after training Pioneer Youth, (3) To know how pioneer youth training event enhance the insight of unity for youth in conflict-prone region, (4) To determine the factors supporting and training administration Youth Pioneers.

This study was conducted using a mix methods approaches that a research method that combines quantitative methods with qualitative methods. The subjects in this study consisted of Government Personnel and Training Participants numbering 30 people.

(10)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian 7

C. Rumusan Masalah Penelitian 7

D. Tujuan Penelitian 8

E. Manfaat Penelitian 9

F. Struktur Organisasi Tesis 9

BAB II KERANGKA TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN 11

A. KERANGKA TEORI 11

1. Hakekat Peran Aparatur Pemerintah 11

2. Hakekat Wawasan Kesatuan 13

3. Hakekat Pemuda 16

4. Hakekat Konflik 18

5. Hakekat Pelatihan 22

6. Hakekat Pemuda Pelopor 31

7. Hakekat Pendidikan Luar Sekolah 31

B. KERANGKA PEMIKIRAN 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38

A. Metode Penelitian 38

B. Subjek Penelitian 39

C. Definisi Operasional 39

(11)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ix

E. Teknik Pengumpulan Data 43

F. Keabsahan Data 47

G. Teknik Analisis Data 48

H. Instrumen Penelitian 49

BAB IV TEMUAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 59

A. TEMUAN 59

1. Gambaran Umum 59

2. Gambaran Responden 63

B. HASIL PENELITIAN 66

1. Peran Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan Wawasan Kesatuan Pemuda

66

2. Pengetahuan Pemuda Tentang Wawasan Kesatuan Sebelum Mengikuti Pelatihan Pemuda Pelopor

76

3. Penyelenggaraan Pelatihan Pemuda Pelopor Dalam Meningkatkan Wawasan Kesatuan

77

4. Pengetahuan Pemuda Tentang Wawasan Kesatuan Setelah Mengikuti Pelatihan Pemuda Pelopor

109

5. Faktor Pendukung dan Penghambat Penyelenggaraan Pelatihan Pemuda Pelopor

113

C. PEMBAHASAN 115

D. KETERBATASAN PENELITIAN 120

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 115

A. SIMPULAN 121

B. REKOMENDASI 123

DAFTAR PUSTAKA 124

(12)

[Type text]

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas

lapisan-lapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya

sebagai struktur sosial di masyarakat. Indonesia merupakan negara yang

heterogen sehingga muncul keberagaman dalam berbagai hal serta terjadi

pelapisan sosial yang beragam.

Indonesia merupakan negara yang memiliki struktur sosial masyarakat

yang heterogen. Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan dua cirinya yang

bersifat unik (Nasikun, 1995: 28). Dua jenis pelapisan masyarakat Indonesia

adalah pelapisan secara horizontal dan pelapisan secara vertikal. Perbedaan

horizontal ditandai dengan perbedaan ras, agama, serta adat istiadat yang ada

dalam masyarakat Indonesia. Sedangkan perbedaan secara vertikal ditandai

dengan adanya lapisan atas dan lapisan bawah berdasarkan tingkatan ekonomi dan

tingkatan lain misalnya pekerjaan, dan sebagainya. Adanya lapisan atas dan

lapisan bawah dalam masyarakat Indonesia dinilai berpotensi adanya gap antara

lapisan atas dan lapisan bawah.

Indonesia sebagai negara dengan struktur masyarakat yang majemuk

sebagaimana yang diungkapkan oleh Furnivall (Nasikun, 1994: 29) bahwasanya

Indonesia merupakan masyarakat majemuk, dimana masyarakatnya terdiri atas

dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama

lain di dalam suatu kesatuan politik. Struktur masyarakat Indonesia yang

majemuk dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya, keadaan geografis

yang membagi Indonesia menjadi banyak pulau menjadikan Indonesia kaya akan

kelompok etnik. Ada sekitar 300 kelompok etnik di Indonesia yang tersebar dalam

6000 pulau (Hefner, 2005: 79). Letak Indonesia yang strategis juga menyebabkan

beragamnya agama yang berkembang di Indonesia. Indonesia menjadi sasaran

penyebaran berbagai agama besar di dunia sehingga masyarakat Indonesia

(13)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2

memeluk agama yang beragam. Iklim juga merupakan faktor kemajemukan

struktur masyarakat Indonesia. Perbedaan curah hujan menyebabkan kesuburan

lahan berbeda-beda sehingga mempengaruhi tingkat ekonomi masyarakat

Indonesia (Nasikun, 1995).

Struktur majemuk masyarakat Indonesia cenderung akan menimbulkan

konflik. Konflik justru berpotensi terjadi dalam kemajemukan di Indonesia.

Konflik yang dapat terjadi dalam dua macam yaitu konflik yang bersifat ideologis

dan konflik yang bersifat politis (Nasikun, 1995: 63). Pada tingkat konflik

ideologis, konflik terwujud dalam perbedaan presepsi dari masing masing

golongan masyarakat dalam melihat dan menilai suatu hal. Seperti misalnya

perbedaan pandangan umat Muslim dan umat selain Muslim menilai tentang

terorisme akhir-akhir ini. Sementara dari tingkatan politis, konflik terjadi karena

pertentangan dalam pembagian sumber-sumber kekuasaan. Seperti misalnya

penyebaran pendidikan yang tidak merata karena masalah ekonomi.

Menurut Lewis A. Coser Konflik sosial adalah perselisihan mengenai

nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber

kekayaan yang persediaannya terbatas. Pihak-pihak yang sedang berselisih tidak

hanya bermaksud untuk memperoleh sumber-sumber yang diinginkan, tetapi juga

memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka.

Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia, memiliki karakteristik kekhususan

tersendiri dibandingkan dengan daerah provinsi lainnya. Kompleksitas Jakarta

selalu berkaitan erat dengan keberadaan sebagai pusat pemerintahan, faktor luas

wilayah yang terbatas dan populasi penduduk yang tinggi.

Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk yang cukup besar dan

heterogen. Hal ini dikarenakan Jakarta memiliki daya tarik dalam aspek ekonomi,

politik, pendidikan, dan lain-lain, sehingga tingkat urbanisasi di Provinsi DKI

Jakarta menjadi sangat tinggi. Tingginya urbanisasi dan heterogenitas penduduk

DKI Jakarta mampu menciptakan kontribusi positif berupa pembangunan dan

(14)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3

kondisi ini adalah munculnya berbagai potensi kerawanan maupun konflik sosial

di DKI Jakarta. Kerawanan dan konflik sosial tersebut dapat mengakibatkan

hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut, kerusakan lingkungan, kerugian harta

benda, korban jiwa dan trauma psikologis masyarakat (dendam, benci, anti pati,

dan sebagainya), sehingga pada gilirannya menghambat pembangunan secara

keseluruhan.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta dalam Indeks Potensi

Kerawanan Sosial (IPKS) di DKI Jakarta tahun 2013 memperoleh data sebagai

berikut :

Grafik. I.1

Presentase Kelurahan Menurut Kelompok Kriteria Indeks Potensi Kerawanan

Sosial (IPKS) dan Kabupaten/Kota Di DKI Jakarta Tahun 2013

Krisis multi dimensi yang kompleks sekarang ini, membawa implikasi

(15)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

yang diwarnai kekerasan, sehingga masyarakat cenderung mencari jalan pintas

dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi. Kondisi sosial tersebut

seringkali terjadi tindak pelanggaran diluar koridor hukum yang ada, baik yang

dilakukan oleh perorangan maupun kelompok masyarakat. Oleh karena itu, upaya

menanggulangi masalah tersebut diperlukan metode penanganan melalui

kelembagaan secara tepat dan terencana dengan baik.

Jakarta merupakan daerah yang berpotensi terjadinya konflik sosial.

Beragam suku, agama, ras dan kepentingan menjadi potensi utama dalam

terjadinya konflik di Jakarta. Kehidupan sosial yang menuntut untuk bertahan

hidup menjadi dasar dimana semua orang rela melakukan apa saja untuk

mempertahankan sumber daya yang ada disekitarnya.

Setiap kelompok masyarakat di Jakarta saat ini terdapat potensi-potensi

konflik. Setiap warga mempunyai kepentingan yang harus dipenuhi yang dalam

pemenuhannya dapat mengorbankan kepentingan warga lainnya. Bila dilakukan

tanpa mengikuti aturan hukum atau konvensi sosial yang dianggap adil dan

beradab, akan menjadi potensi konflik. Potensi konflik juga diakibatkan adanya

perasaan tertekan. Selain itu juga diakibatkan ketidakadilan dan

kesewenang-wenangan terhadap harta benda, jatidiri, kehormatan, keselamatan, dan nyawa.

Pemuda merupakan elemen terpenting dari pondasi bagi setiap Negara, tak

terkecuali di Indonesia. Banyak sudah sejarah besar bangsa Indonesia merupakan

hasil dari kontribusi dan peran serta pemuda. Kondisi yang terjadi saat ini di

Jakarta justru berbanding terbalik dengan pada masa kejayaan pemuda dimasa

lampau. Pemuda di Jakarta kini sudah mulai mengkotak-kotakkan diri satu dengan

yang lainnya yang pada akhirnya terjadi konflik dalam mempertahankan

kepentingan masing-masing.

Konflik sosial yang terjadi diakibatkan kurangnya pengetahuan dan

wawasan mengenai kesatuan bangsa. Jiwa nasionalis pemuda perlu dibangun

kembali sehingga pemuda dapat lebih memandang bahwa jika bersatu lebih kuat

dibandingkan terpecah belah menjadi organisasi yang memiliki kepentingan

(16)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

Munculnya berbagai jenis Organisasi Massa (Ormas) di Jakarta dinilai

menjadi salah satu pemicu awal terjadinya konflik. Berdasarkan data POLDA

Metro Jaya melalui survey tahun 2012, sebagian besar konflik yang terjadi di

Jakarta dilakukan oleh ormas-ormas yang rata-rata pelakunya adalah pemuda.

Oleh karena itu, perlu sebuah solusi yang dapat meminimalisir terjadinya konflik

di Jakarta.

Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik tahun 2013, Jakarta

Timur memiliki tiga daerah kecamatan teratas yang terindikasi menjadi lokasi

rawan konflik. Tiga daerah tersebut diantaranya adalah kecamatan jatinegara,

kecamatan cakung dan kecamatan pulogadung.

Lemahnya wawasan kesatuan yang dimiliki masyarakat menjadi penyebab

meningkatnya konflik horizontal. Padahal dengan wawasan kesatuan, berfungsi

menjadi perekat dalam kehidupan masyarakat. Sehingga masalah yang menjadi

pemicu konflik dapat diminimalisir serta diatasi lebih dini. Kosongnya wawasan

kesatuan membuat masyarakat menjadi sangat mudah marah dan cenderung

menyelesaikan masalah dengan cara berkonflik antar sesama. Makna wawasan

kesatuan dan implementasinya pada masa sekarang ini tentu telah berbeda dengan

apa yang terjadi pada zaman menjelang dan mempertahankan kemerdekaan pada

tahun 1945. Kondisi dan situasi telah berubah dengan segala tantangannya dan

dalam kaitan itulah rekonstruksi kesatuan harus dilakukan.

Aparatur Pemerintah merupakan ujung tombak yang menjadi penopang

dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan. Strategi yang digunakan harus terus

berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Aparatur

pemerintah diharapkan dapat benar-benar memahami dan menindaklanjuti arti dan

makna wawasan kesatuan dalam upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan

bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aparatur pemerintah

memegang peranan strategis untuk mencegah timbulnya disintegrasi bangsa.

Untuk itu, diharapkan dapat terwujudnya aparatur pemerintah yang berwawasan

kesatuan sebagai pedoman masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

(17)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6

kebersamaan di kalangan masyarakat dalam melanjutkan estafet pembangunan

dan perjuangan bangsa.

Konflik sosial di masyarakat menjadi ancaman yang berpotensi

mengganggu keutuhan dan mengikis semangat nasionalisme bangsa.

Kemajemukan masyarakat Indonesia bukan lagi dianggap sebagai kekayaan

namun bisa menjelma menjadi bibit permusuhan yang dapat memecah belah

bangsa. Dalam hal ini konflik sosial diartikan sebagai perkelahian antar

masyarakat atau perkelahian yang melibatkan massa yang besar dan melibatkan

antar kelompok, golongan maupun suku bangsa. Konflik sosial ini dapat dipahami

sebagai akibat adanya upaya-upaya untuk menguasai sumber-sumber daya atau

kekuasaan yang berkenaan dengan kepentingan umum. Upaya-upaya untuk

menguasai kekuasaan tersebut antara lain memperebutkan atau

mempertahankannya dengan cara konflik dan saling menghancurkan. Konflik ini

umumnya didahului dengan konflik pribadi dan aksi premanisme.

Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Provinsi DKI Jakarta merupakan lembaga kepemerintahan daerah yang

memiliki tugas dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI). Oleh karena itu, perlu segera diadakannya berbagai alternatif solusi yang

dapat memecahkan masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat.

Pendidikan nonformal atau yang juga disebut dengan pendidikan luar

sekolah merupakan suatu lingkup pendidikan yang kepemilikannya terfokus pada

masyarakat, menyangkut kemandirian, pendanaan, pengelolaan dan aspek-aspek

lainnya, yang kegiatannya dari, oleh dan untuk masyarakat. (UU Sisdiknas No. 20

Tahun 2003) Pendidikan luar sekolah itu sendiri dikatakan sebagai pelengkap,

penambah, serta pengganti jalur pendidikan formal.

Berbagai satuan pendidikan nonformal saat ini telah banyak diterapkan di

Indonesia, baik oleh masyarakat, swasta, maupun perorangan. Pendirian berbagai

satuan pendidikan nonformal tersebut tidak hanya didasari oleh filosofi

pendidikan nonformal di atas, tetapi lebih karena kebutuhan yang dirasakan (felt

(18)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

Pelatihan merupakan salah satu alternatif solusi Pendidikan Non Formal

dalam upaya pencegahan terjadinya konflik. Pelatihan merupakan bentuk

penerapan peran Pendidikan Luar Sekolah sebagai Penambah (Suplement) jalur

Pendidikan Formal Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk

menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan

sekolah.

Pelatihan menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di

masyarakat. Setiap tahun, Pemerintah khususnya Pemerintah Bidang

Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta

merancang program pelatihan dalam rangka menanggulangi konflik sosial di

Provinsi DKI Jakarta. Pelatihan dianggap dapat mengurangi dan mengantisipasi

terjadinya konflik sosial di masyarakat.

Pelatihan pemuda pelopor merupakan salah satu alternatif solusi dalam

meredam konflik sosial terutama yang dilakukan oleh berbagai ormas yang ada di

Jakarta timur. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan

pemahaman pemuda dalam hal wawasan kesatuan bangsa sehingga dapat

meredam perpecahan yang berujung pada konflik sosial.

Sasaran pada pelatihan pemuda pelopor adalah pemuda yang memiliki

peran strategis di masyarakat, sehingga pemuda yang sudah mengikuti pelatihan

menjadi agen bagi pemerintah untuk mensosialisasikan isu perdamaian di

masyarakat. Biasanya pemuda di rekrut dari berbagai ormas yang ada di wilayah

Provinsi DKI Jakarta, strategi ini dinilai efektif mengingat data konflik sosial

yang terjadi di masyarakat sebagian besar dilakukan oleh pemuda yang berasal

dari ormas.

Pelatihan pemuda pelopor merupakan produk baru dari Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial, oleh karena

itu program ini perlu dikaji untuk mendapatkan gambaran mengenai peran

Aparatur Pemerintah sebagai fasilitator kegiatan pelatihan, perubahan tingkat

pengetahuan peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan serta faktor pendukung

(19)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti

mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Indonesia adalah negera yang struktur masyarakatnya majemuk, kemajemukan

tersebut sangat berpotensi terjadinya konflik.

2. Berdasarkan data POLDA Metro Jaya melalui survey tahun 2012, sebagian

besar konflik yang terjadi di Jakarta dilakukan oleh ormas-ormas yang

rata-rata pelakunya adalah pemuda.

3. Berdasarkan data statistik yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun 2013,

Kecamatan Pulogadung menduduki peringkat ketiga di wilayah Jakarta Timur

yang merupakan lokasi terindikasi rawan konflik sosial.

4. Kurangnya pembekalan dan pemahaman wawasan kesatuan bagi pemuda yang

mengakibatkan memudarnya rasa toleransi antar pemuda sehingga

menimbulkan konflik.

5. Pelatihan merupakan salah satu alternatif solusi bagi Pemerintah dalam

menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat.

6. Pelatihan Pemuda Pelopor merupakan produk Pemerintah Badan Kesatuan

Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah

konflik sosial yang terjadi di Masyarakat.

7. Sasaran program pelatihan Pemuda Pelopor adalah pemuda dari ormas yang

diharapkan dapat menjadi agen bagi Pemerintah dalam mensosialisasikan isu

perdamaian dalam menanggulangi masalah konflik sosial di masyarakat.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang, dan identifikasi tersebut di atas, diajukan

(20)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

9

Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan

Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam merancang program pelatihan

pemuda pelopor untuk meningkatkan wawasan kesatuan pemuda?

2. Bagaimana perubahan tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan

sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor?

3. Bagaimana penyelenggaraan Pelatihan Pemuda Pelopor dalam meningkatkan

wawasan kesatuan?

4. Bagaiamana faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan

Pemuda Pelopor?

D.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian Penerapan Pelatihan Pemuda Pelopor sebagai upaya

penanggulangan konflik sosial di kecamatan Pulo gadung adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis peran Aparatur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada fungsi

manajemen dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda.

2. Menganalisis tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum

dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor.

3. Menganalisis bagaimana penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor dalam

meningkatkan wawasan kesatuan bagi pemuda di kawasan rawan konflik.

4. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan

Pemuda Pelopor.

E. Manfaat Penelitian 1. Teoritik

Dari temuan di lapangan yang diperoleh, diharapkan dapat memberikan

sumbangan terhadap pengembangan teori ilmu pendidikan terutama tentang

konsep penyelenggaraan pelatihan dan konsep wawasan Kesatuan bagi pemuda

khususnya di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

(21)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

10

a. Sebagai bahan kajian instansi dan lembaga terkait, fungsinya untuk

mengelola berbagai kegiatan kepemudaan.

b. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu terutama dalam konsep

pengembangan masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas sumber

daya manusia di Indonesia, serta memperkaya dan menunjang konsep

pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah.

c. Sebagai pengalaman praktis bagi peneliti dalam mengaplikasikan konsep

dan teori yang diperoleh selama perkuliahan pada Program Studi

Pendidikan Luar Sekolah UPI.

F. Struktur Organisasi Tesis

BAB I : Pendahuluan, yang didalamnya membahas latar belakang

masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka

berpikir, serta sistematika penulisan terkait dengan topik bahasan penelitian.

BAB II : Kerangka Teori & Kerangka Berpikir merupakan landasan teori,

gambaran umum mengenai dasar penelitian atau teori yang melandasi

penelitian.

BAB III : Metodologi penelitian, membahas tentang prosedur penelitian

yang menjelaskan tentang metode dan pendekatan penelitian, teknik

pengumpulan data, subjek penelitian serta teknik analisa data.

BAB IV : Pembahasan masalah, berisi tentang hasil penelitian yang

meliputi jawaban dari setiap pertanyaan penelitian yang diajukan melalui

proses pengumpulan data.

BAB V : Penutup, berisi tentang kesimpulan dan Rekomendasi yang

merupakan penjelasan akhir dari keseluruhan penelitian serta mengemukakan

(22)

38

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Permasalahan yang dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang bersifat

sosial dan dinamis. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode penelitian

kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan

menganalisis data hasil penelitian. Menurut Nasution (2003:5), penelitian

kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,

berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka

tentang dunia sekitarnya.

Format desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu format

deskriptif, format verifikasi, dan format grounded research. Dalam penelitian ini

digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang

memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu

tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89).

Selanjutnya peneliti akan memberikan gambaran secara cermat tentang

fenomena yang terjadi mengenai bagaimana pelatihan pemuda pelopor dapat

meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di Provinsi DKI Jakarta yang

diselenggarakan oleh aparatur pemerintah bidang kewaspdaan Badan Kesatuan

Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta.

Selanjutnya penelitian kualitatif menurut Moleong (2007:6) adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara

holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai

(23)

39

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti

dan kesemuanya tidak hanya diukur dengan angka.

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi

sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian.

Sampel dalam penelitian kualitatif disebut sampel teoritis, karena tujuan

penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori.

Sesuai dengan hakekat kualitatif, subjek dalam penelitian ini ditentukan

secara purposive, artinya subjek penelitian sebagai sumber data dipilih dengan

pertimbangan tertentu. Sugiyono (2012:303) dengan mengutip pendapat Spradley

mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan suatu

situasi sosial yang didalamnya menjadi semacam muara dari banyak domain

lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai

informan sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi,

sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya

b) Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada

kegiatan yang tengah diteliti

c) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi

d) Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya”

sendiri.

e) Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga

lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.

Berdasarkan kriteria di atas maka peneliti menentukan lokasi dalam

melakukan penelitian ini yaitu di Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.

Sedangkan subjek dari penelitian ini terdiri dari Aparatur Pemerintah Badan

Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sebanyak 1 (satu) orang dan

(24)

40

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Definisi Operasional

1. Peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta

Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Provinsi DKI Jakarta mempunyai tugas melaksanakan

pengoordinasian kegiatan penyusunan rencana dan program kewaspadaan

daerah di bidang ideologi dan politik, pemantauan dan evaluasi, kerawanan

sosial dan informasi dini. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Bidang

Hubungan Kelembagaan mempunyai fungsi:

a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Kewaspadaan.

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang

Kewaspadaan.

c. Penyusunan bahan kebijakan teknis di Bidang Kewaspadaan.

d. Pengoordinasian dan evaluasi data informasi dini.

e. Peningkatan kewaspadaan, ideologi dan politik.

f. Pemantauan dan evaluasi kerawanan sosial.

g. Pemberian dan rekomendasi perizinan riset/penelitian.

h. Fasilitasi penyelenggaraan pendidikan politik di bidang kewaspadaan.

i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang kewaspadaan.

j. Penyusunan bahan kebijakan teknis penyelenggaraan pembinaan dan

pengembangan Kesbangpol yang berkaitan dengan tugas dan fungsi

Bidang Kewaspadaan.

k. Penyiapan bahan laporan badan yang terkait dengan tugas dan fungsi

Bidang Kewaspadaan.

l. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi

(25)

41

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Bakesbangpol Provinsi

DKI Jakarta dalam penelitian ini adalah menjalankan fungsi lembaga dalam

meningkatkan kewaspadaan, ideologi dan politik kepada para pemuda di

daerah rawan konflik dengan menyelenggarakan pelatihan pemuda pelopor.

2. Wawasan Kesatuan

Secara Etimologi kata wawasan berasal dari kata wawas (bahasa Jawa)

yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi, ditambahkan

akhiran (an) bermakna cara pandang, cara tincau atau cara melihat. Dari kata

wawas muncul kata mawas yang berarti; memandang, meninjau atau melihat.

Wawasan artinya; pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi, atau

cara pandang atau cara melihat.

Persatuan/kesatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau tidak

terpecah-belah. Persatuan/kesatuan mengandung arti “ bersatunya macam

-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan yang utuh dan

serasi.”

Wawasan menurut Djuju Sudjana dalam buku Teori dan Konsep

Pendidikan Luar Sekolah merupakan kemampuan kognitif seseorang. Kognitif

atau pengetahuan merupakan serangkaian informasi yang dimiliki sesorang

yang didapat dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan.

Wawasan Kesatuan merupakan konsep yang lebih luas dari sekedar

Bhineka Tunggal Ika. Pada dasarnya konsep ini memandang perbedaan

sebagai sebuah anugerah yang seharusnya menjadi warna bagi kehidupan

bermasyarakat. Perbedaan suku, agama, kebiasaan, budaya dan lainnya

menjadi hal yang biasa dalam kehidupan.

Wawasan Kesatuan dalam penelitian ini menitikberatkan pada pembekalan

kepada pemuda tentang arti persatuan dan kesatuan dalam mengantisipasi

terjadinya konflik di lingkungan tempat tinggalnya.

(26)

42

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pelatihan mengandung beberapa arti. Pertama pelatihan adalah suatu

proses penyampaian dan kepemilikan keterampilan, pengetahuan dan

nilai-nilai. Kedua, pelatihan adalah produk (hasil) dari proses tersebut, yaitu

pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam pelatihan. Ketiga,

pelatihan adalah suatu disiplin akademik, yaitu kegiatan terorganisasi untuk

mempelajari proses, produk, dan profesi pelatihan dengan menggunakan

kajian sejarah, filsafat dan ilmu pengetahuan tentang manusia atau kajian

keilmuan tentang manusia yang bermasyarakat.

Pemuda Pelopor merupakan produk dari Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Provinsi DKI Jakarta dalam rangka menanggulangi konflik

kepemudaan yang ada di Jakarta. Konsep pemuda pelopor pada dasarnya

menjadi payung pemersatu berbagai jenis organisasi kepemudaan yang ada di

Provinsi DKI Jakarta. Pemuda pelopor diharapkan menjadi wadah bagi

aspirasi organisasi-organisasi kepemudaan yang ada di Jakarta agar tidak

terjadi konflik antar organisasi tersebut.

Pelatihan Pemuda Pelopor dalam penelitian ini adalah bentuk pemberian

pengetahuan bagi pemuda di daerah rawan konflik tentang wawasan kesatuan.

Dalam pelatihan ini akan dilihat Peran instruktur, keterlibatan peserta dan

situasi komunikasi yang terjadi dalam pelatihan.

D. Langkah-langkah Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua tahap penelitian, yaitu :

a. Penyusunan Kisi-kisi penelitian

Kegiatan penyusunan kisi-kisi penelitian dilakukan sebagai acuan dalam

pembuatan alat pengumpul data berupa pedoman wawancara dan pedoman

observasi sesuai dengan pertanyaan penelitian yang sudah ditetapkan.

Kisi-kisi instrumen penelitian ini berisikan kolom-kolom, judul, tujuan penelitian,

pertanyaan penelitian, aspek yang diteliti beserta indikatornya, sumber data

dan jenis alat pengumpul data.

(27)

43

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Alat pengumpul data yang digunakan adalah pedoman wawancara,

pedoman observasi, angket, lembar evaluasi dan studi dokumentasi dengan

langkah-langkah penyusunannya sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan Penelitian

Merumuskan masalah penelitian dengan aspek-aspek yang akan diteliti

disertai indikator-indikator dan sub indikatornya, Kemudian mempersiapkan

pedoman wawancara yang akan ditanyakan kepada responden, melakukan

pengamatan, menyebarkan angket, melakukan tes evaluasi sebelum dan sesudah

pelatihan berdasarkan pada aspek-aspek yang akan diteliti agar proses

pengumpulan data dapat berlangsung secra efektif dan efisien.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap persiapan meruapakan tahap penggalian data yang lebih spesifik

dengan melakukan wawancara, mengadakan observasi, menyebarkan angket dan

melakukan tes evaluasi pada proses kegiatan pemuda pelopor Provinsi DKI

Jakarta.

Kegiatan-kegiatan tersebut diatas dimaksudkan untuk memudahkan dalam

tahap pelaksanaanya, disamping agar data yang dibutuhkan dapat terungkap

sesuai dengan tujuan yang akan dicapai oleh peneliti.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang peneliti lakukan

antara lain :

a. Observasi

Nasution (1988) dalam Sugyono (2010:310) menyatakan bahwa observasi

adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja

berdasarkan data , yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang di peroleh

melalui observasi. Melakukan observasi, yakni pengumpulan data dengan

mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang di teliti untuk

(28)

44

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Guba dan Lincoln (1981:191-193) dalam Moleong (2010: 174-175)

menyatakan bahwa terdapat enam alasan mengapa penelitian kualitatif

menggunakan teknik pengamatan (observation) untuk mengumpulkan data,

yaitu: (1) teknik pengamatan ini di dasarkan atas teknik pengamatan secara

langsung; (2) teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati

sendiri, kemudian mencatata perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi

pada keadaaan sebenarnya; (3) pengamatan memungkinkan peneliti mencatat

peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional

maupun pengetahuan yang langsung di peroleh dari data; (4) sering terjadi

ada keraguan pada peneliti, jangan – jangan pada data yang di jaringnya ada

yang keliru atau bias; (5) teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu

memahami situasi-situasi yang rumit; dan (6) dalam kasus-kasus teretentu

dimana teknik komunikasi lainnya tidak di mungkinkan, pengamatan dapat

menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Dalam teknik pengumpulan data ini, peneliti mengamati dan mencatat

tentang kejadian yang berlangsung sesuai dengan fokus masalah yang di teliti

yaitu :

Tabel

Jadwal Observasi

No Aspek Yang diamati

(29)

45

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3 Pelaksanaan

Sugyono (2010:72) wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih

untuk bertukar informasi dan ide melalu tanya jawab, sehingga dapat di

konstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara adalah teknik

pengumpulan data melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara pihak

pewawancara dengan pihak yang di wawancara. Wawancara dilakukan oleh

pewawancara dengan mengunakan pedoman wawancara.

Wawancara merupakan cara yang penting untuk memeriksa keakuratan

data hasil observasi. Wawancara dapat di gunakan untuk mengumpulkan

informasi yang tidak mungkin di peroleh lewat observasi. Tujuan

mewawancarai seseorang adalah untuk mengetahui apa yang di pikirkan

mereka, apa yang mereka pikirkan ,atau bagaiman perasaan mereka tentang

sesuatu hal, dikarenakan hal-hal tersebut tidak dapat di observasi.

Wawancara dilakukan untuk memeperoleh data dan informasi yang di

butuhkan dalam penelitian ini. Data dan informasi ini di peroleh langsung

dari warga belajar, sumber belajar/ tutor/ penyelenggara,dan pengelola yang

terlibat dalam hal ini.

Wawancara dilakukan kepada Aparatur Pemerintah terkait dengan

penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor. Sumber informan dalam

wawancara adalah Kepala Sub Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa

dan Politik Provinsi DKI Jakarta yang menjadi penanggung jawab

penyelenggaraan kegiatan pelatihan pemuda pelopor. Aspek yang digali dalam

(30)

46

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pemerintah dalam kegiatan pelatihan Pemuda Pelopor dari mulai perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian. Wawancara dilakukan beberapa

kali sampai data yang dibutuhkan telah didapat dengan menggunakan

pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti.

c. Angket

Menurut Sugiyono (2010 : 19) angket atau kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada respoden untuk dijawab. Angket

dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan

pelatihan pemuda pelopor. Lembar uji hasil penyelenggaraan pelatihan

pemuda pelopor, dengan menggunakan angket tertutup, dimana peneliti dapat

memperoleh gambaran kesesuaian antara proses pelatihan yang direncanakan

dengan proses pelatihan yang terjadi berdasarkan sudut pandang peserta

pelatihan sebagai subyek dari pelatihan pemuda pelopor.

d. Tes evaluasi

Digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pemuda tentang

wawasan kesatuan. Tes evaluasi menggunakan tes awal (pre test) dan tes akhir

(post test). Tes evaluasi ini merupakan data mengenai pengetahuan pemuda

tentang wawasan kesatuan yang diperoleh melalui format evaluasi materi yang

diberikan sebelum proses pelatihan dan pada akhir proses pelatihan pemuda

pelopor. Format evaluasi terhadap tingkat pengetahuan pemuda tentang

wawasan kesatuan setelah mengikuti proses pelatihan pemuda pelopor

menggunakan tes evaluasi soal materi untuk mengukur akan tingkat

pengetahuan di ranah kognitif.

Tingkat keberhasilan berupa pencapaian standar kompetensi yang

(31)

47

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang mengikuti proses pelatihan pemuda pelopor, maka ditetapkan kriteria

ketuntasan minimum yang dirancang oleh peneliti dengan nilai minimum 70.

e. Triangulasi data

Menurut Surgiyono (2013:330) dalam teknik pengumpulan data.

triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada. Triangulasi bertujuan untuk mengumpulkan data sekaligus menguji

kreadibiitas data, yaitu mengecek kreadibilitas data dengan berbagai teknik

pengumpulan data berbagai sumber data. Adappun menurut Nasution

(2003:10) berpendapat bahwa triangulasi merupakan cara mendapatkan data

atau informasi sari satu pihak hars di chek kebenarannya dengan cara

memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua dan ketiga

dan seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya

ialah membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari

berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data.

Triangulasi teknik, bearti peneliti menggunakan teknik pengumpulan daya

yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti

menggunakan observasi, wawancara, menyebar angket dan melakukan tes

evaluasi untuk sumber daya yang sama. Sedangkan triangulasi sumber

dilakukan dengan cara membandingkan hasil data dari setiap informan yaitu,

aparatur pemerintah bidang kewaspadaan Badan kesatuan Bangsa dan Politik

Provinsi DKI Jakarta dan Peserta pelatihan pemuda pelopor Provinsi DKI

Jakarta.

F. Keabsahan Data

Keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

memperoleh kebenaran dari hasil penelitian ini. Satori & Komariah (2010:164)

(32)

48

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(dependenbility), dan kepastian (confilmability).“ Oleh karena itu, uji keabsahan data penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

a. Kepercayaan (Credinility)

Untuk memperoleh kepercayaan data penelitian ini dilakukan dengan cara

(1) Perpanjangan waktu pengamatan, tujuannya agar penelitian dengan

informan menjadi akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai. (2)

Peningkatan ketekunan dilakukan agar dapat memperhatikan sesuatu dengan

lebih cermat, terinci dan mendalam. (3) Triangulasi merupakan cara

memperoleh kepercayaan dengan menggabungkan beberapa teknik

pengumpulan data. (4) Diskusi dengan teman sejawat, yaitu dengan

mendiskusikan hasil temuan yang didapat dengan orang lain yang paham

tentang kajian penelitian ini. (5) Menggunakan bahan referensi, dalam hal ini

digunakan foto dokumentasi terkait fokus penelitian untuk mendukung

membuktikan data yang dikumpulkan selama penelitian. (6) Member chek

dilakukan dengan cara mengkonfirmasi ulang hasil wawancara kepada

informan yang bersangkutan.

b. Keteralihan (Transferability)

“Bagi penelitian naturalistik transferability bergantung pada si pemakai,

yakni hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam

konteks dan situasi tertentu“ Nasution, (1988, 118-119). Oleh karena itu,

peneliti tidak dapat menjamin hasil penelitian ini dapat diterapkan pada

konteks dan situasi lain, Namun, peneliti berusaha untuk mencoba membuat

laporan penelitian ini dengan rinci, jelas, lengkap, dan sistematis, sehingga

kemungkinan besar dapat memahami hasil penelitian ini.

c. Ketergantungan (Dependendability)

“Ketergantungan disebut juga audit kebergantungan menunjukkna bahwa

peneliti memiliki sifat ketaatan dengan menunjukkan konsisten dan stabilitas

(33)

49

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian ini, yang melakukan audit adalah pembimbing. Peneliti

melaksanakan kegiatan bimbingan yang intensif dengan pembimbing. dan

meminta untuk mereview seluruh aktivitas penelitian dimulai dari awal

pembuatan desain penelitian sampai akhir pelaporan.

d. Kepastian (Confirmability)

Sebagaimana dikemukanan oleh Satori & Komariah (2010:167)

menjelaskan “Uji konfirmasbilitas bearti menguji hasil penelitian dikaitkan

dengan proses yang dilakukan“. Dalam penelitian ini, proses penelitian yang

dilakukan berdasarkan tahapan yang telah ditentukan, dengan cara mengikuti

tahapan ujian yang telah dijadwalkan.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

data kualitatif, yaitu diinterprestasikan dan dianalisis secara terus menerus sejak

awal hingga akhir penelitian. Nasution (2003:129) mengemukakan cara yang

dianjurkan mengkikuti langkah-langkah berikut:

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau

penelitian yang terinci. Penelitian ini harus di reduksi, dirangkum, dipilih

hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, disusun lebih sistematis

sehingga lebih mudah dikendaikan. Data yang direduksi memberi gambaran

yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti dalam

mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Dalam hal ini, peneliti

menemukan komponen-komponen yang terdapat pada peran kader posyandu

untuk membekali pemahaman orangtua tentang kesehatan dan gizi melalui

penyuluhan, yakni pemahaman awal dan akhir orangtua tentang kesehatan

gizi, kondisi objektif anak sebelum dan sesudah penyuluhan, serta upaya kader

untuk memberi pembekalan pada orangtua di Posyandu Melati XI Jayagiri

(34)

50

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Display Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dengan bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori. Dalam tahapan ini, peneliti

melakukan urutan sistematis pada kategori-kategori pada peran kader

posyandu untuk membekali pemahaman orangtua tentang kesehatan gizi

tersebut, dan dihubungkan. Dalam hal ini peneliti membuat hubungan dan

narasi, sehingga akan ditemukan kesimpulannya.

c. Mengambil Kesimpuan dan Verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada

tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi jika tahap awal, didukung oleh

bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa

deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang

sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau

interaktif, hipotesis atau teori.

H. Instrumen Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto ( 2002:136 ) Instrumen penelitian adalah

alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar

pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,

lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen penelitian

digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti, salah satu tujuan dibuatnya

instrumen adalah untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai

hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian. Instrumen pengumpul data yang

(35)

51

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Pedoman Observasi digunakan untuk melihat apakah aparatur pemerintah

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta sebagai

penyelenggara pelatihan pemuda pelopor mempunyai kontribusi terhadap

peningkatan wawasan kesatuan pemuda.

2. Pedoman Wawancara digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian

bagaimana peran aparatur pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan

Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan

kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor

dan juga pertanyaan penelitian faktor pendukung dan faktor penghambat

penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor. Wawancara memberikan

keleluasaan bagi responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan

oleh peneliti.

3. Angket digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimana

penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor. angket bertujuan untuk

mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pelatihan pemuda pelopor.

4. Tes evaluasi (Pre test-Post test) digunakan untuk menjawab pertanyaan

penelitian bagaimana pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan

(36)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Simpulan

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dilapangan dan telah

dijabarkan pada bab sebelumnya, kemudian disesuaikan dengan pertanyaan

penelitian, maka diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Pada penyelenggraan pelatihan pemuda pelopor, peran Aparatur Pemerintah

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta terdiri dari empat

bagian, diantaranya fungsi perencanaan (Planning) yaitu menetapkan tujuan

pelatihan, merumuskan strategi pelatihan, menentukan sumber daya yang

dibutuhkan dalam pelatihan dan menetapkan standar indikator keberhasilan

pelatihan. Pada fungsi pengorganisasian (Organizing) yaitu mengalokasikan

sumber daya pelatihan, merumuskan dan menetapkan tugas, menetapkan

prosedur dalam pelatihan, dan melakukan perekrutan peserta pelatihan. Fungsi

pelaksanaan (Actuating) yaitu mengimplementasikan program pelatihan,

melakukan pembimbingan/ motivasi untuk mencapai tujuan, dan menjelaskan

kebijakan yang telah ditetapkan. Fungsi penilaian (Controlling) yaitu

mengevaluasi keberhasilan dalam mencapai tujuan pelatihan, mengambil

langkah klarifikasi dan koreksi atas kendala yang ditemukan selama pelatihan

dan melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait

dengan pencapaian tujuan pelatihan.

2. Pelatihan Pemuda Pelopor mampu memberikan perubahan pengetahuan

kepada peserta pelatihan. Besarnya perubahan tersebut diukur dengan

membandingkan hasil nilai pre test dan post test diketahui melalui rata-rata

nilai pre test 51,17 dan post test sebesar 80,17 atau meningkat 29 poin.

Perubahan pengetahuan terbesar berasal dari unsur organisasi karang taruna

dan terendah berasal dari unsur organisasi Pemuda Pancasila.

3. Penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor oleh Aparatur pemerintah Badan

(37)

111

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajaran orang dewasa yang lebih melibatkan peserta dalam memperoleh

pengetahuan tentang wawasan kesatuan. Pelatihan Pemuda Pelopor

mendapatkan reaksi positif dari peserta pelatihan yang tergambarkan oleh data

instrumen angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Komponen dalam

penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor diantaranya peran fasilitator dalam

melaksanakan pelatihan, keterlibatan peserta dan situasi komunikasi selama

pelatihan berlangsung.

4. Kekuatan pada pelatihan pemuda pelopor yakni keinginan dan tekad yang kuat

dari masyarakat serta kesamaan pandangan dari organisasi kepemudaan dalam

menciptakan perdamaian di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Tindak lanjut

kegiatan pelatihan Pemuda Pelopor adalah dibentuknya sebuah wadah bagi

seluruh organisasi kepemudaan di wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagai

tempat komunikasi antar pemuda dalam menciptakan perdamaian di wilayah

Provinsi DKI Jakarta. faktor penghambat ditemukan data bahwa dari segi

kepersertaan, perwakilan yang dikirim dari masing-masing organisasi

kepemudaan cenderung kurang kooperatif, hal ini disebabkan oleh tidak

diseleksinya calon peserta yang dikirim untuk mengikuti pelatihan Pemuda

Pelopor. Hal ini mengindikasikan bahwa Aparatur Pemerintah Badan

Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta telah menjalankan

perannya dengan baik dalam mengatasi kendala dan mengantisipasi ancaman

yang mungkin terjadi selama pelatihan pemuda pelopor.

B. Rekomendasi

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka dapat

direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pemerintah memiliki peran strategis dalam menjaga keamanan dan

kedamainan masyarakat, oleh sebab itu perlu dilakukan sosialisasi kebijakan

tentang kewaspadaan dini dalam mencegah terjadinya konflik social salah

satunya dengan mengadakan pelatihan sejenis yang dapat memberikan bekal

(38)

112

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI

Jakarta sebaiknya menyusun strategi dan prosedur yang lebih efektif dan

efisien dalam merekrut peserta pelatihan. Hal ini dilakukan agar tujuan dari

pelatihan akan benar-benar sampai kepada masyarakat.

3. Organisasi kepemudaan sebagai wadah dalam pengembangan kompetensi

pemuda harus memiliki visi dan misi yang jelas yang didasarkan pada paham

Ideologi Negara Indonesia yaitu Pancasila. Organisasi pemuda sebaiknya

memiliki prosedur perekrutan yang terstruktur agar dalam menjalankan visi

(39)

LEONARD PITJUMARFOR, 2015

PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Creswell.J. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed. Third ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta Bandung

Margono. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta .

Moleong, L. J. (2007). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya

Nasution, S (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Leonard, C.D. (2002). Learning theories. California: Greenwood publishing group.

Pont, Tony. (1996). Developing Effecitve Training Skills. Berkshire, GB: McGraw Hill.

Soedomo, M. (2000). Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pengembangan Sistem

Belajar Masyarakat, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,

Departemen pendidikan dan kebudayaan.

Sudjana, H.D, Pendidikan Non Formal, Bandung: Falah Production, 2004.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wikipedia. (2009). Teori belajar. [Online]. Tersedia:

Gambar

Grafik. I.1
Tabel

Referensi

Dokumen terkait

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Manajemen Pada Program Studi Magister Manajemen

sekuen primer yang didesain dengan metode simulasi insiliko menggunakan blast primer pada NCBI, maka profil suhu prediksi amplifikasi gen COI untuk PCR dari

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan

Rencana penanganan sampah DKI Jakarta yang termuat dalam Master Plan 1987 atau rencana induk pengelolaan sampah DKI Jakarta direview pada tahun 2005 dan disusun dalam rencana

Bojonegoro, 14 November 2014. Kantor Kementerian

Apakah saudara bertugas dalam menjaga keamanan obat dan alat kesehatan yang ada

Dengan didasarkan pada cara pandang ekofeminisme tersebut tulis- an ini mengajukan beberapa aksi yang dapat dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap politisasi tubuh

Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting karena di sinilah praktikan mengimplementasikan kemampuan mengajarkan pengetahuan yang selama ini diperoleh di