• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI KYAI-SANTRI DI PONDOK PESANTREN MIFTAHUL HUDA MANONJAYA TASIKMALAYA DALAM MEMBINA KEPRIBADIAN : Suatu Upaya Pengembangan Pola Komunikasi Guru-Murid Dalam Pendidikan Umum.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KOMUNIKASI KYAI-SANTRI DI PONDOK PESANTREN MIFTAHUL HUDA MANONJAYA TASIKMALAYA DALAM MEMBINA KEPRIBADIAN : Suatu Upaya Pengembangan Pola Komunikasi Guru-Murid Dalam Pendidikan Umum."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI KYAI-SANTRI DI PONDOK PESANTREN

MIFTAHUL HUDA MANONJAYA TASIKMALAYA

DALAM MEMBINA KEPRIBADIAN

(Suatu Upaya Pengembangan Pola Komunikasi Guru-Murid

Dalam Pendidikan Umum)

TESIS

Diajukan kepada Panitia Ujian Tens

Program Pascasarjana IK3P Bandung

Untuk Memenuhi Syarat Penyelesaian

Studi pada Program S2 Pendidikan Umum

Oleh

SYAHIDIN

9132389/XXHI-15

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM PASCASARJANA IKIP BANDUNG

(2)

Disetujui untuk ujian tahap II

O l e h :

KrofT^R^_H^wFT^^awad_Dahlan

Pembimbing I
(3)

Disetujui dan Disahkan

O l e h :

L_DRL_H^_M^_Djawad_Dahlan

Direktur Pascasarjana

IKIP Bandung

DR. H. M* I sa Sul aeman

Ketua Program Pendidikan Umum

(4)

DAFTAR PENGUJI

1. PROF. DR. H. MOH. DJAWAD DAHLAN

2. PROF. DR. ROCHMAN NATAATMADJA

3. PROF. DR. H. DJAMARI

4. PROF. DR. NURSID SUAATMADJA

(5)

MUQODIMAH ,..,,.,,,,,... i

UCAPAN TERIMAKASIH iv

DAFTAR ISI X

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I

PENDAHULUAN

..."

1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 9

D. Definisi Oprasional 11

E. Lokasi Penelitian 13

BAB II KONSEP PENDIDIKAN UMUM DAN KONSEP

PENDIDIKAN PONDOK PESNTREN 16

A. Konsep Pendidikan Umum 16

1. Pengertian Pendidikan Umum 16

2. Tujuan Pendidikan Umum 22

3. Situasi Pendidikan dalam Pendidikan Umum 28

4. Komunikasi dalam Pendidikan Umum 31

B. Konsep Pendidikan Pondok Pesantren 38

1. Latar Belakang Sejarah Lahirnya Pesantren .... 38

2. Pengertian Pondok Pesantren 43

3. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren 46

4. Tipologi Pondok Pesantren 49

(6)

A. Metode Kualitatif 54

B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian 59

C. Teknik Pengumpulan Data 81

D. Langkah-langkah pengumpulan data 64

E. Instrumen Penelitian 67

F. Pelaksanaan Penelitian 68

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 71

A. Pembinaan Kepribadian di Pesantren Miftahul Huda....71

1. Letak Geografis Pesantren Miftahul Huda 71

2. Riwayat Singkat Pendiri dan Berdirinya

Pesantren Miftahul Huda 74

3. Tujuan Pendidikan Pesantren Miftahul Huda 79

4. Sistem Pendidikan Pesantren Miftahul Huda 84

5. Suasana di Pesantren Miftahul Huda 95

B. Komunikasi Kyai-Santri di Miftahul Huda 100

1. Komunikasi Kyai dengan Santri 100 2. Komunikasi Kyai de'ngan Anggota Dewan Kyai

dan Keluarga 110

3. Komunikasi Kyai dengan Alumni 117

4. Komunikasi Kyai dengan Orang Tua Santri 120

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 122

1. Penataan Situasi Pendidikan di Pesantren

Miftahul Huda 122

1. 1 Penataan lingkungan Fisik 125

1.2 Penataan lingkungan non Fisik 130

1.3 Ketauladanan Kyai 133

(7)

2. 1 Momen Fisik 139

2.2 Momen Psikologis 141

2 .3 Momen Sosio Budaya 142

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 144

A. Kesimpulan 144

1. Pendidikan Umum di Pondok Pesantren 144

2. Pembinaan Kepribadian di Pondok Pesantren

Miftahul Huda 149

2.1 Pola Pembinaan Kepribadian 149

2.2 Pola Peng ajar an 153

2.3 Pola Pengkaderan Calon Kyai , . . . . 154

3. Komunikasi Kyai- Santri di Minfahul Huda ... 156

3.1 Prinsip Komunikasi Kyai-Santri 156

3.2 Pola Komunikasi Kyai-Santri 161

B. Rekomendasi 16o

1. Rekomendasi Bagi Pengembangan Pendidikan

Umum 165

2. Rekomendasi Bagi Pengembangan Pondok

Pesantren 170

3. Rekomendasi Bagi Penelitian Selanjutnya .... 178

Dafiar Pustaka 180

(8)

LAMPIRAN No 1

LAMPIRAN No 2

LAMPIRAN No 3

LAMPIRAN No 4

DAFTAR LAMPIRAN

Peta lokasi desa Kalimanggis

Peta Lokasi Pesantren Miftahul Huda

SK Pembimbing dan idzin Penelitian

Foto-foto situasi, kondisi, dan aktivitas

di Pesantren Miftahul Huda Manonjaya

(9)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam

penyusunan

kebijakan-kebijakan

yang

berkenaan

dengan masalah pendidikan di Indonesia,

pendidikan

cenderung

diartikan sebagai usaha yang disadari untuk membantu

perkembangan peserta didik ke arah kedewasaan melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang diberikan secara

sengaj a oleh pendidik kepada peserta didik, seperti dinyatakan

dalam Undang-Undang Sistern Pendidikan Nasional pasal 1 sebagai

berikut :

"Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk

menyiapkan peserta

didik melalui

kegiatan

bimbingan,

pengajaran, dan/atau latihan agar mereka mampu berperan pada jamannya.

Rumusan di atas mengandung pengertian bahwa usaha

pendidikan senantiasa mengarahkan tujuannya kepada suatu

perubahan yang terjadi pada peserta didik berupa pengetahuan,

keterampilan, kebiasaan, dan sikap, agar peserta didik mampu

hidup mandiri.

Upaya mencapai tujuan tersebut dilakukan melalui

(10)

nilai-nilai tertentu yang berlandaskan keimanan dan ketaqwaan

Kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Karena pendidikan itu dilakukan oleh dan ditujukan

kepada

manusia,

maka

penjelasan

hakekat

perbuatan

pembimbingan}

cara membimbing,

materi

yang

disaj ikan

dalam

pembimbingan,

apa tujuannya,

dan

bagaimana

hakekat

pendidik

dan

peserta didik;

itu semua mengacu pada pandangan dasar para

perancang pendidikan tentang manusia.

Para perancang. pendidikan di Indonesia menempatkan

manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan

yang

memiliki

potensi

untuk berkembang

secara

optimal.

Maka

pendidikan

di

sini

berperan

sebagai

upaya

untuk

mengarahkan

dan

membimbing

potensi manusia tersebut ke arah terbinanya kepribadian

secara

utuh agar mencapai predikat manusia seutuhnya.

Sekaitan dengan definisi, tujuan, dan upaya pendidikan

dalam mencapai predikat manusia seutuhnya, M.I.Soelaiman

(1988:5) mengatakan:

Salah satu upaya untuk mencapai manusia seutuhnya adalah melalui pendidikan yang tidak hanya menyangkut salah satu aspek kepribadiannya, melainkan yang menyentuh keseluruhannya secara merata dan umum

Suatu Pendidikan Umum.

Pernyataan di atas mengandung pengertian bahwa program

Pendidikan Umum

merupakan

bagian

daripada

pendidikan

pada

(11)

pendidikan yang membina salah satu aspek kepribadian yang

mengarah kepada kemampuan spesialisasi.

Oleh karena itu garapan Pendidikan Umum ada1ah

persoalan-persoalan mendasar yang bersifat umum, bertujuan

untuk membina peserta didik ke arah terjadinya

perubahan-perubahan dalam diri mereka berupa pengertian,

sikap, perilaku yang semestinya dimiliki oleh setiap warga

negara Indonesia.

Melalui program Pendidikan Umum inilah diharapkan

seluruh aspek kepribadian peserta didik dapat terbina secara

optimal sehingga mereka tampil sabagai pribadi utuh yang

beriman dan bertaqwa, mampu hidup mandiri, karena mereka

memiliki pengetahuan, keterampilan dan kualitas sikap yang

positif.

Upaya untuk mencapai tujuan Pendidikan Umum di atas,

diselenggarakan dalam situasi pendidikan tertentu, di ' mana

komunikasi guru murid berlangsung secara intensif dan

konsisten, karena pendidikan pada dasarnya adalah suatu

tindakan komunikasi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi

perkembangan pribadi peserta didik secara optimal.

Komunikasi yang intensif dan konsisten akan menghasilkan

sikap mandiri dan disiplin, seperti dikatakan oleh Mary Lee

G-risanti, et al. (1990:86), bahwa tidak ada pendisiplinan yang

(12)

konsisten.

Oleh karena itu esensi dari keberhasilan tindakan

pendidikan terletak pada seberapa jauh komunikasi pendidik

dengan peserta didik dapat berlangsung secara intensif dan

konsisten dalam suasana yang harmonis, dinamis, dan penuh

tanggung jawab, sehingga pesan-pesan pendidikan dapat dicerna

oleh peserta didik dengan penuh kesadaran dan keinsyafan.

Dalam pembinaan pribadi anak, keluarga yang baik dan

sehat dapat berfungsi sebagai suatu lembaga pendidikan, sebab

lingkungan keluarga mempunyai peran yang cukup dominan dalam

mempengaruhi pribadi. Keluarga merupakan lembaga paling

pertama dan utama dalam membina kepribadian anak sebelum

lembaga pendidikan formal ataupun non formal.

Selain keluarga banyak lembaga pendidikan yang membina

dan mengembangkan kepribadian anak secara optimal, di

antaranya adalah lembaga pendidikan Pondok Pesantren.

Lembaga pendidikan pondok pesantren yang kita kenal

sekarang ini, merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di

Indonesia yang lahir jauh sebelum sistern persekolahan

bereksistensi di Bumi Nusantara (Djamari,1985:85) . Lembaga ini

telah lama mengembangkan suatu tindakan komunikasi guru murid

yang intensif, konsisten dalam suatu situasi pendidikan yang

(13)

berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.

Pada umumnya pendidikan Pondok Pesantren tidak

mencantumkan

rumusan tujuannya secara terlulis,

hal ini dapat

kita fahami karena pesantren sebagai lembaga pendidikan

tradisional memang tidak memerlukan legalitas secara formal.

Oleh karena itu berdirinya pesantren pada mulanya tidak pernah

dihubungkan dengan tujuan-tujuan tertentu dalam suatu lapangan

kerja atau untuk meraih tingkat jabatan tertentu dalam

hirarhis sosial atau birokrasi kepegawaian.

Untuk mengetahui tujuan pendidikan pesantren secara

pasti, salah satu jalan yang dapat ditempuh ada1ah dengan cara

bagaimana memahami fungsi-fungsi yang diperankan dan aktivitas

yang dilakukan kyai dalam membina pesantren. Sehubungan dengan

fungsi yang diperankan kyai di pesantren, Kafrawi (1984:43 )

menyebutkan, bahwa tujuan ideal dari pendidikan pesantren

adalah terbinanya kepribadian santri agar menjadi pribadi

muslim yang utuh berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada

Allah Swt. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk menyiapkan

insan-insan yang Tafaquh Fiddin. yaitu suatu kelompok pemuda

muslim yang memiliki pengetahuan agama yang luas serta

memiliki semangat pengabdian yang tinggi sebagai pencerminan

pribadi yang utuh pendukung utama ajaran Islam.

Sementara itu Abdurahman Shaleh dkk, (1982:35) menyimak

(14)

untuk membina kepribadian santri secara utuh agar menjadi

seorang muslim yang mengamalkan ajaran Islam serta menanamkan

rasa keagamaan dalam setiap aspek kehidupannya.

Untuk mencapai tujuan di atas, maka program pendidikan

pesantren dilakukan dalam suatu sistem asrama. Hal ini

dilakukan, karena sistem asrama memberikan kesempatan lebih

besar untuk membina komunikasi yang intensif dan konsisten

antara guru dengan murid. Dalam sistem asrama selama 24 jam

mereka hidup di suatu situasi tertentu, di mana proses

pendidikan dan pengajaran dapat dilakukan secara terus menerus

dan terpadu.

Keterpaduan antara proses pendidikan dan pengajaran,

sangat penting artinya dalam upaya mewujudkan kepribadian

peserta didik, seperti dikatakan Presiden RI Bapak Soeharto

dalam sambutannya pada acara pembukaan Musyawarah Nasional ke

IV Ikatan Pondok Pesantren NU di Jakarta 31 Januari 1994,

bahwa :

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang

sangat ideal. Di sini peserta didik tidak hanya

mengikuti kegiatan pengajaran pada jam-jam be 1ajar

saja, tapi juga mengalami proses pendidikan di luar jam-jam belajar. Bahkan dalam pondok pesantren, pendidikan sekolah dan luar sekolah benar benar menyatu. Keterpaduan proses mengajar dan mendidik

sangat penting untuk membina generasi bangsa yang

berilmu sekaligus berakhlak. (Republika 1 Februari

1994).

(15)

sistem pendidikan pesantren, di mana proses pendidikan

dilakukan dalam suatu situsi yang utuh, di dalamnya

berlangsung komunikasi antara kyai dengan santri secara utuh

pula, karena pendidikan di pesantren merupakan proses hidup

itu sendiri bagi para santri.

Situasi semacam itu memungkinkan proses komunikasi guru

murid dapat berjalan secara intensif dan efektif, sehingga

dapat mempercepat penghayatan dan pengamalan nilai-nilai

pendidikan yang ditanamkan oleh kyai kepada santri.

Upaya pendidikan yang terjadi saat ini, pada umumnya

guru hanya dirasakan hadir dalam kontek kehidupan muridnya

apabila fisiknya hadir (present in present), bahkan ada yang

lebih parah lagi di mana guru seolah-olah dirasakan tidak

hadir oleh muridnya dalam proses belajar mengajar padaha1

fisiknya hadir.

Sementara itu dalam dunia pendidikan pesantren,

khususnya di pondok pesantren Salafiyah Miftahul Huda

Manonjaya Tasikmalaya, pengaruh kyai sangat dominan dalam

kehidupan santrinya, di mana kyai mampu selalu hadir dalam

kontek kehidupan santri sekalipun fisiknya tidak hadir

(present in absent).

Melihat fenomena di atas, maka timbul suatu permasalahan

(16)

hadir dalam semua kontek kehidupan santrinya ? ".

Berdasarkan permasalahan

di

atas

maka

studi

tentang

komunikasi Kyai-Santri di pesantren Miftahul Huda dalam

membina kepribadian merupakan

suatu

hal

yang

perlu

dikaji

dalam

rangka

mengembangkan

komunikasi

guru

murid

dalam

Pendidikan Umum.

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian

Untuk mempertegas

masalah

penelitian

ini,

diperlukan

suatu fokus kajian yang lebih terarah dan pembatasan masalah

yang

jelas,

sehingga

diharapkan

penelitian

ini

dapat

menghasilkan suatu kajian yang mendalam, bukan hanya melihat

fenomena yang tampak saja namun ingin melihat lebih jauh dari

itu. Untuk itu penelitian ini difokuskan pada upava-npavR vang

dilakukan kyai dalam membina kepribadian santri di pondok

pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalava.

Oleh karena pembahasan masalah upaya pembinaan

kepribadian itu masih sangat luas, maka penelitian ini

dibatasi pada aspek Komunikasi kvai-santri daiam. rangka

membina kepribadian.

Sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, fokus dan

pembatasan masalah dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan pokok

(17)

pesantren Miftahul Huda ?,

2. Komunikasi kyai-santri yang bagaimana yang terjadi di

pesantren Miftahul Huda dalam membina kepribadian santri ?

3. Bagaimana keterkaitan konsep Pendidikan Umum dengan konsep

Pendidikan Pesantren dalam upaya pembinaan kepribadian ?.

Pertanyaan-pertanyaan pokok penelitian di atas

dijabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan berikut ini :

a. Bagaimana cara kyai menata situasi pendidikan di pesantren

Miftahul Huda dalam membina kepribadian santri ?,

b. Komunikasi kyai-santri yang bagaimana yang terj adi di

pesantren Miftahul Huda dalam membina kepribadian ?,

c. Di mana keterkaitan konsep pendidikan pesantren dengan

konsep Pendidikan Umum ?,

d. Bagaimana kaitan komunikasi kyai-santri di pesantren dengan

komunikasi guru murid dalam rangka Pendidikan Umum ?.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah yang telah

diuraikan di atas, bahwa tujuan utama dari penelitian ini

diharapkan:

1. Mendapatkan informasi yang jelas tentang Pondok Pesantren

(18)

2. Mendapatkan gambaran yang jelas tentang pola pembinaan

kepribadian di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya,

3. Mendapatkan gambaran yang jelas tentang penataan situasi

pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya,

4. Menemukan prinsip-prinsip dasar komunikasi pendidikan di

Pondok Pesantren,

5. Menemukan karakteristik komunikasi guru-murid dalam membina

kepribadian,

6. Menemukan gagasan-gagasan baru tentang pola komunikasi

pendidikan dalam membina kepribadian,

Untuk mencapai tujuan utama penelitian ini, peneliti

berusaha mengungkap:

a. sejarah pendiri dan berdirinya Pondok Pesantren Miftahul

Huda Manonj aya,

b. tujuan pendidikan Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya,

c. letak geografis, penataan lingkungan fisik dan non fisik di

Pesantren Miftahul Huda,

d. suasana kegiatan rutin di pesantren Miftahul Huda,

e. landasan pemikiran kyai dalam menata situasi pendidikan,

f. pola komunikasi kyai dengan santri dalam membina

kepribadian.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi pengembangan, pengayaan dan perluasan konsep

Pendidikan Umum di Indonesia, berkenaan dengan:

(19)

b.

kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaan Pendidikan Umum,

c. pengembangan kurikulum Pendidikan Umum,

d. pengayaan metodologi dalam Pendidikan Umum,

dan

e. pola komunikasi edukatif dalam Pendidikan Umum.

Di samping itu,

manfaat lain yang

akan

diperoleh

dari

penelitian ini adalah perluasan konsep

pembinaan

kepribadian

yang digali dari budaya bangsa Indondesia berlandaskan

nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan

kepada

Allah

SWT,

serta

akan terjalin hubungan

harmonis antara kaum santri dengan kaum

akademisi sehingga terjadi interaksi

positif

antara

lembaga

pendidikan formal dengan

lembaga pendidikan

yang

tumbuh

dan

berkembang di tengah-tengah masyarakat pedesaan.

D. Def i ni s i Oper as i onal

Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti dalam thesis

ini, ada beberapa istilah yang dapat ditafsirkan ke dalam

beberapa pengertian, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan

penafsiran yang salah.

Untuk menghindari kesalah fahaman dalam menginterpretasi

istilah-istilah yang digunakan, dan untuk menata konstruk

penelitian

ini,

istilah-istilah tersebut

perlu

didefinisikan

secara operasional, yaitu sebagai berikut:

1.

Komunikasi

Pendidikan Umum,

adalah

suatu

hubungan

timbal

balik antara

guru

dengan

murid

dalam

bentuk

perilaku.

(20)

pembicaraan atau nasehat-nasehat guru kepada muridnya dalam

upaya

membina

seluruh

aspek

kepribadian,

dengan

cara

mendidikkan nilai-nilai esensial yang sangat mendasar

yang

ada pada diri manusia agar

nilai

tersebut

menyatu

dalam

semua kontek kehidupan peserta didik.

2. Komunikasi Kyai-Santri, adalah suatu hubungan timbal

balik

antara kyai

dengan

santri

baik

dalam

bentuk

perilaku,

pembicaraan,

atau

nasehat-nasehat

kyai

kepada

santri

sebagai upaya dalam

menyampaikan

pesan-pesan

pendidikan.

Upaya tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan

tingkah

laku

santri

ke

arah

terbinanya

kepribadian.

Upaya-upaya yang dilakukan Kyai tersebut bisa dalam

bentuk

penataan situasi pendidikan,

lingkungan

fisik,

perilaku

Kyai

terhadap

segenap

sivitas

pesantren,

kebijakan-kebijakan

yang dibuatnya, dan

bisa

pula

dalam

bentuk kata-kata yang dilontarkannya baik

secara

langsung

maupun tidak langsung.

3. Pendidikan

umum,

adalah

suatu

program

pendidikan

yang

mengarahkan

tujuannya

kepada

pembinaan

seluruh

aspek

kepribadian

siswa

secara

merata

dan

umum

(MI.Soeliman

:1988:5), bukan

program

pendidikan

yang

diarahkan

pada

kemampuan spesialisasi. Pembinaannya dilakukan dengan

cara

mengembangkan makna-makna

esensial

yang

ada

pada

diri

manusia, seperti dikatakan oleh Philip H. Phenix,

(1984:5)

(21)

meanings". Menurut Phenix, ada enam bentuk makna yang

esensial pada diri manusia yaitu makna symbolics, empirics.

esthetics., synnoetics, ethics, dan synoptics.

4. Pola Komunikasi, adalah suatu kerangka yang memuat

langkah-langkah dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan

komunikasi,

5. Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, adalah Lembaga

Pendidikan Islam yang berpola pada pemikiran-pemikiran para

ulama salaf, karena itu pesantren ini disebut pula pondok

pesantren salafiyah. Salah satu kekhususan yang dimilikinya

adalah mempertahankan nilai-nilai lama yang baik, dan

mengambil nilai-nilai yang baru yang lebih baik. Sedangkan

Miftahul Huda adalah sebagai nama lembaga dan Manonj aya

merupakan nama kecamatan yang terletak di Kabupaten

Tasikmalaya Jawa Barat.

E. Lokasi Penelitian

Di antara sekian banyak pondok pesantren yang tersebar

di seluruh peloksok tanah air Indonesia, Miftahul Huda

Manonjaya merupakan salah satu pondok pesantren Salafiyah yang

dikatagorikan sebagai pesantren salafiyah terbesar saat ini di

Jawa Barat. Lembaga ini berdiri pada tanggal 7 Agustus 1967,

didirikan oleh seorang Kyai bernama K.H.Khoer Affandi, yang

(22)

bahasa sunda sebagai kakak bapak, dan Aj engan sebagai

panggilan terhadap orang yang dipandang banyak mengetahui

tentang ajaran agama Islam. Lembaga ini secara yuridis berada

di bawah sebuah Yayasan bernama Yayasan Miftahul Huda yang

berbadan hukum NO.34/PN/67/AN dengan Notaris Ryono Ruslan.

Berdasarkan hasil kaj ian dari penelitian terdahulu dan

hasil pengamatan peneliti terhadap fenomena

yang

terjadi

di

dunia pendidikan pondok pesantren dewasa ini, serta hasil

pengamatan langsung ke pondok-pondok pesantren tradisional

sebagai observasi awal, maka lokasi penelitian ditentukan di

pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya dengan

pertimbangan sebagai berikut :

a. Miftahul Huda merupakan Pondok Pesantren Salafiyah terbesar

saat ini di Jawa Barat. Dalam usianya yang relatif masih

muda, telah mampu bekembang pesat sehingga jumlah santrinya

mencapai 3000 orang, terdiri atas santri pria dan wan ita.

Para lulusannya sudah banyak yang mampu mendirikan pondok

pesantren.

b. Belum pernah ada yang meneliti tentang komunikasi

kyai-santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya

dalam membina kepribadian santrinya.

c. Pondok Pesantren Miftahul Huda memiliki suatu pola

komunikasi edukatif kyai-santri dalam membina kepribadian.

Salah satu langkah dari pola komunikasi kyai-santri, mereka

(23)

sunda). Akan tetapi di balik keakraban itu, kewibawaan kyai

tetap terjaga, apapun yang dikatakan Ua ajengan seperti

tidak ada pilihan lain kecuali mentaatinya.

d. Pondok Pesantren Miftahul Huda memiliki suatu pola

pembinaan dan penyebaran kader-kadernya sehingga sampai

saat ini telah memiliki tidak kurang dari 600 buah cabang

yang dikelola oleh para alumninya dan tersebar di pelosok

tanah air Indonesia, terutama di wilayah Jawa Barat.

e. Di tengah-tengah derasnya perkembangan budaya masyarakat,

dan kemajuan IPTEK, pondok pesantren Miftahul Huda masih

(24)

METODE PENELITIAN

A» Metode K u a l i t a t i f

Keberhasilan suatu penelitian banyak ditentukan oleh

metodologi yang digunakannya. Karena itu metodologi penelitian

perlu ditetapkan berdasarkan sifat masalah, kegunaan dan hasil

yang hendak dicapai.

Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti, maka

penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

naturalistik.

Ada beberapa ungkapan yang dihubungkan dengan istilah

penelitian kualitatif, seperti dikatakan oleh Bogdan dan

Bilken (1982:3) sebagai berikut:

Other phrases are associated with qualitative research. They include symbol ic int&rac tionist , inner perspective,

the "Chicago School"t phenomenological, case st-uciy,

interpretive, ethnomethodological , ecological f and.

descriptive.

Pernyataan di atas ada yang menyimak maknanya bahwa

penelitian kualitatif memiliki beberapa jenis yaitu interaksi

simbul, perspektif ke dalam, "the Chicago School",

fenomenologi, studi kasus, interpretatif, etnometodologi,

ecologi dan metode deskriptif analisis.

Namun demikian penelitian kualitatif ini ada juga yang

(25)

Dalam

dunia

Pendidikan,

penelitian

kualitatif

sering

disebut

inkuiri

naturalistik,

karena

peneliti

mengamati,

mencatat,

mewawancarai secara bebas di tempat kejadian di

mana

peneliti tertarik

pada

suatu

kejadian

atau

objek

tertentu

secara alami (wajar). Yang disebut data

penelitian

adalah

1)

hasil pengamatan langsung peneliti sendiri

terhadap

peristiwa

yang terjadi saat itu, 2) hasil

wawancara

dengan

orang-orang

yang dimintai keterangannya dalam suasana

dan

kebiasaan

yang

wajar,

dan 3) dokumen-dokumen tertulis

yang

dikumpulkan

oleh

peneliti.

Pengumpulan

data

tersebut

dilakukan

secara

alami

(wajar)

seperti

dalam

percakapan

sehari-hari,

mengunjungi,

makan-makan, dan melihat serta mengamati

perilaku

yang

wajar

tidak dibuat-buat dari objektif yang diteliti.

Secara lebih rinci S.

Nasution

(1988:9,11)

menjabarkan

ciri-ciri pendekatan penelitian naturalistik sebagai berikut:

(1) Sumber data

ialah situasi yang wajar atau

"natural

setting",(2) Peneliti sebagai instrumen penelitian, (3)

Sangat

deskriptif,

(4)

Mementingkan

proses

maupun

produk,

artinya

memperhatikan

bagaimana

perkembangan

terjadinya

sesuatu,

(5)

Mencari

makna

di

belakang

kelakuan

atau

perbuatan,

sehingga

dapat

memahami

masalah atau situasi,

(6)

Mengutamakan

data

langsung

atau "first hand", (7) Triangulasi: data atau informasi

dari satu

pihak harus diteliti kebenarannya dengan cara

memperoleh data itu dari sumber lain,

(8)

Menonjolkan

rincian

konstexstual,

(9)

Subyek

yang

diteliti

dipandang

berkedudukan

sama

dengan

peneliti,

(10)

Mengutamakan

perspektif

emic,

artinya

mementingkan

pandangan responden,

yakni bagaimana ia

memandang

dan

menafsirkan

dunia

dari

segi

pendiriannya,

(11)

Verifikasi,

antara lain melalui

kasus yang bertentangan

(26)

sampelnya cukup

sedikit

dan

dipilih

menurut

tujuan

penelitian, (13) Mengutamakan "audit trail"

(mengikuti

jejak atau

melacak)

untuk

mengetahui apakah

laporan

penelitian

sesuai

dengan

yang

dikumpulkan,

(14)

Partisipasi tanpa mengganggu,

untuk memperoleh

situasi

yang "natural" atau

wajar,

(15)

Mengadakan

analisis

sejak awal penelitian.

Berdasarkan

permasalahan

yang

akan

diteliti,

serta

merujuk pada pandangan

Bogdan,

Bilken,

Egom

Guba,

dan

S.

Nasution,

tentang penelitian kualitatif dan ciri-cirinya, maka

penelitian ini menggunakan suatu

strategi

kualitatif

dengan

pendekatan

inkuiri

naturalistik,

pendekatan

ini

menuntut

pemahaman yang lebih mendalam terhadap subyek

yang

diteliti,

tidak

sekedar

mencari

jawaban

atas

pertanyaan

"apa"

dan

"bagaimana",

tetapi

juga

mencari

jawaban

atas

pertanyaan

"mengapa".

Studi kasus

adalah metoda yang

lebih

berorientasi

untuk menggali secara

lebih

mendalam

tentang

gejala-gejala

kehidupan

saat

sekarang

di

suatu

objek

tertentu

melalui

pertanyaan "apa", "bagaimana" dan "mengapa".

Oleh

karena

itu

penelitian

ini

tidak

hanya

mendeskripsikan data, akan tetapi peneliti

mencoba

mengangkat

makna-makna dan prinsip-prinsip

mendasar

yang

terdapat

pada

data-data penelitian.

Dalam penelitian kualitatif, analisis

dan

interpretasi

peneliti sudah dilakukan sejak mengumpulkan data

di

lapangan

(27)

2. Mengamati dan mencatat peristiwa-peristiwa yang terkait

dengan data-data yang diperlukan seperti dalam peristiwa

proses ijab qobul orang tua santri dengan Ua Ajengan,

proses belajar mengajar di kelas dan sebagainya.

3. Mengumpulkan dokumen-dokumen tertulis seperti akte yayasan,

kurikulum pengajaran, peraturan-peraturan pesantren yang

tertulis, dan pemotoan terhadap peristiwa atau lokasi-lokasi

yang dianggap menunjang,

4. Memasukkan data-data yang telah diperoleh ke dalam

bagian-bagian tertentu sesuai dengan sub permasalahan,

5. Mengembangkan pertanyaan penelitian untuk mempertajam

analisis dan penafsiran data,

6. Membuat penafsiran secara umum terhadap data yang diperolah

sesuai dengan gagasannya,

7. Hasil analisis dan penafsiran, kemudian dibuat suatu

kesimpulan sebagai temuan dari penelitian ini.

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah masalah

komunikasi antara Kyai dengan Santri dalam rangka pembinaan

kepribadian di pesantren Salafiyah Miftahul Huda Manonjaya.

Sesuai dengan fokus penelitian ini, maka data-data objektif

yang telah dideskripsikan itu selanjutnya dianalisis dengan

cara mengangkat makna-makna esensial dari gejala-gejala yang

bersifat alami (wajar).

Dengan cara di atas berarti pengolahan data itu tidak

berhenti sampai pedeskripsian data saja, akan tetapi dilakukan

(28)

wajar untuk diangkat maknanya dengan mempertimbangkan berbagai

aspek yang melatar-belakangi munculnya data tersebut.

Untuk mengetahui falsafah hidup seseorang tidak dapat

diambil hanya dari satu sudut penampilannya saja, umpamanya

dari penampilan fisik dalam satu situasi tertentu, melainkan

harus diambil dari aspek-aspek

lain dalam perilaku yang

wajar

dari berbagai ruang dan waktu.

Sebagai ilustrasi, penampilan fisik yang lugu dan polos

dengan pakaian yang sederhana ditampilkan oleh seseorang

dalam ruang dan waktu ter.tentu, tidak bisa disimpulkan dan

ditafsirkan secara sepintas-kilas bahwa dia sebagai orang

bodoh, miskin atau tidak sopan, akan tetapi harus ditelusuri

dari berbagai sudut, umpamanya sudut sosial budaya, sosial

ekonomi, dan nilai-nilai yang diyakininya.

Demikian halnya dengan penelitian ini, dalam mengambil

nilai-nilai esensial, peneliti melakukan penelusuran

makna-makna yang terkandung pada gejala-gejala alami

(wajar)

dengan

mempertimbangkan

aspek ^udaya,

historis,

geografis,

dan

nilai-nilai yang berlaku serta diyakini oleh objek penelitian.

B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian

1. Sumber data penelitian

Sumber data penelian ini terdiri dari dua bagian yaitu

:

(29)

(1)

situasi

alami

(wajar)

yang

terjadi

di

lingkungan

pesantren itu sendiri baik situasi fisik maupun non

fisik,

(2)

KH.

Choer

Affandi

sebagai

pendiri,

pimpinan,

dan

sebagai nara sumber di pesantren Miftahul

Huda,

(3)

para

anggota dewan kyai, para santri atau alumni Miftahul huda.

Data-data

yang

diperoleh

dari

mereka

berupa

hasil

pengamatan peneliti terhadap peristiwa-peristiwa pendidikan

yang terjadi saat

itu,

hasil

wawancara

dengan

berbagai

pihak dalam berbagai situasi dan kondisi.

1.2 Sumber data sekunder (penunjang),

yaitu segala sesuatu yang

dianggap menunjang data-data primer di

atas,

antara

lain

(1) dokumen-dokumen resmi secara tertulis tentang pesantren

Miftahul Huda seperti Akte Notaris Yayasan, AD ART Yayasan,

Kebijakan-kebijakan

pesantren

secara

tertulis,

(2)

dokumen-dokumen tidak

resmi,

seperti

peraturan-peraturan

pesantren yang tertulis dan dipampangkan untuk

dibaca

dan

diketahui oleh semua santri, maupun yang tidak dipampangkan

namun para santri harus mengetahuinya,

(3) wawancara dengan

masyarakat setempat yang

tidak

secara

langsung

terlibat

dalam pesantrenT dan (4) sosio budaya masyarakat setempat.

2. Lokasi Penelitia n

Sebagai hasil observasi

awal

ke

beberapa

pesantren,

pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya

Tasikmalaya

dipilih

(30)

sebagai berikut:

2.1 Pesantren Miftahul Huda merupakan Pondok Pesantren

salafiyah terbesar saat ini di Jawa Barat yang memiliki

kekhususan dalam pola pembinaan dan penyebaran kadernya,

2.2 Pesantren Miftahul Huda merupakan salah satu pondok

pesantren Salafiyah terbesar di Jawa Barat yang masih

mempertahankan sistem salafiyah yang relatif masih asli,

2.3 Pesantren Miftahul Huda belum lama berdiri tetapi telah

banyak menghasilkan para alumni yang mampu mandiri,

sebagai indikasinya.secara tercatat Miftahul Huda sudah

memiliki 600 cabang pondok peantren yang didirikan oleh

para alumninya,

2.4 Belum ada peneliti yang melakukan penelitian di Pesantren

Miftahul Huda berkenaan dengan masalah komunikasi

Kayai-Santri dalam rangka membina kepribadian,

2.5 Adanya kesediaan dari pihak pimpinan pesantren untuk

dijadikan lokasi penelitian,

2.6 Adanya surat idzin dari pihak Lembaga PPS IKIP Bandung,

dan dari fihak Sospol propinsi Jawa Barat.

2.7 Lokasi penelitian ini mudah dijangkau sekalipun jauh dari

tempat tinggal peneliti.

C* Teknik Pengumpulan Data

(31)

ini adalah sebagai berikut :

1. Pengamatan Langsung, yang dimaksud pengamatan langsung

adalah peneliti memperhatikan secara seksama atau merekam

secara langsung peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat

itu ditempat tertentu, kemudian peneliti mencatat peristiwa

itu secara utuh. Peristiwa-peristiwa yang dicatat itu

adalah peristiwa yang berkaitan dengan data-data yang

diperlukan dalam penelitian ini seperti megamati peristiwa

penyerahan santri dari orang tua santri kepada kyai (proses

Ijab Qobul), proses belajar mengajar di kelas, dan

sebagainya.

2. Wawancara Mendalam, wawancara ini ditujukan pada

perorangan. Ciri khas wawancara ini adalah penekanannya

pada hubungan perorangan yang kuat antara pewawancara dan

yang diwawancarai, sehingga hal-hal yang sifatnya pribadi

sekalipun dapat terungkap (Winarno Surakhmad. 1976:63).

Dalam wawancara diusahakan mengungkapkan data yang

obyektif dan menghindarkan diri dari bias. sebagaimana

dianjurkan oleh J.Allen William Jr. dalam Ikhsan Bunyamin :

1983:79), bahwa :

"Sumber bias ini dapat dikurangi bila pewawancara tidak membiarkan responden merasakan seperti ia melihat pendapatnya sendiri ke arah materi pokok. Hal ini tidak mencegah responden untuk menduga pendapat

pewawancara, tetapi setidak-tidaknya ia tidak akan

(32)

untuk

menciptakan

rapport

yang

baik

dan

juga

mempertahankan objektivitas".

Dalam

penelitian

ini

yang

diwawancarai

meliputi;

pimpinan

pesantren,

santri

dan

para

alumni

pesantren,

keluarga kyai,

para dewan kyai,

dan orang tua santri.

3.

Observasi

partisipasi,

artinya

peneliti

mengikuti

kegiatan-kegiatan tertentu

yang

dianggap

menunjang

pada

data yang ingin diungkap,

seperti pada acara pengaj ian umum

atau pengaj ian di kelas tertentu, atau pada situasi di luar

pengajian,

untuk

melihat

langsung

bagaimana

perilaku

komunikasi Kyai dengan para santri.

4* Studi literatur dan dokumentasi, studi ini dilakukan untuk

memperoleh data teoritis sekaligus memperoleh data kongkrit

berupa dokumen-dokumen tertulis, photo-photo dan hasil

rekaman.

Adapun perlengkapan yang

dibutuhkan

dalam

pengumpulan

data ini di antaranya adalah (1) pedoman wawancara untuk semua

responden,

meliputi

pimpinan

pesantren,

para

santri

dan

alumni, keluarga kyai dan lain lain. (2) pedoman observasi

atau lembar pengamatan, Lembar pengamatan yang diberi nama

catatan untuk data kasar, dan catatan lapangan untuk data yang

sudah disusun, gunanya untuk menuliskan situasi dan kondisi

lingkungan yang terjadi pada saat

peristiwa

berlangsung.

(3)

kodak, dan (4) tape corder.

(33)

mewawancarai beberapa responden pilihan (informant) juga

peneliti harus mengikuti beberapa kegiatan tertentu secara

langsung seperti mengikuti pengajian di kelas, gunanya untuk

mengetahui bagaimana komunikasi kyai dengan santri berlangsung

dalam

suasana

formal

dan

atau

mengamati

secara

langsung

perilaku Kyai sehari-hari dalam berkomunikasi dengan

santrinya.

D. Langkah-langkah Pengumpulan data

Secara garis besarnya langkah-langkah pengumpulan data

dalam penelitian kualitatif akan dapat diperoleh melalui

tahapan-tahapan berikut ini:

1. Tahap, Qrientasi

Tergolong dalam tahap orientasi ini adalah

kegiatan-kegiatan berikut ini :

1.1 Mencari

informasi tentang pondok pesantren

yang

sifatnya

masih umum, caranya membaca literatur tentang pesantren,

membaca rekomendasi dari hasil penelitian terdahulu,

mengamati suasana pesantren, dan mewawancarai beberapa

orang pengasuh pondok pesantren dengan maksud untuk

memperoleh fokus penelitian.

1.2 Mengadakan pra survey ke beberapa pesantren salafiyah

(34)

2. Tahap

Tahap

eksplorasi

adalah

tahap

penggalian

data-data

penelitian dari lapangan. Kegiatan yang dilakukan

dalam

tahap

eksplorasi adalah:

2.1 Mencari data yang sesuai dengan fokus penelitian,

2.2 Memilih sumber data yang terandalkan,

2.3 Menyusun pedoman umum (tentatif) cara memperoleh data,

2.4 Memperoleh data sesuai dengan fokus,

2. 5 Mendokumentasikan data yang

diperoleh

dalam

bentuk

:

2.5.1 Catatan,

yaitu catatan yang dibuat secara singkat dan

padat waktu berada di lapangan. Catatan ini untuk

membantu

ingatan peneliti pada waktu menulis

laporan

lapangan.

Disamping

buku

catatan,

peneliti

menggunakan alat bantu seperti tape recorder dan

Kodak.

2.5.2 Catatan Lapangan. yaitu suatu tulisan lengkap sebagai

hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

Laporan

ini

dibuat

segera

setelah

pulang

dari

lapangan, dan data inilah yang dijadikan data pokok

penelitian.

3. Mengadakan Trianguiasi

Tahap ini merupakan

tahap

pemeriksaan

keabsahan

data

(35)

untuk keperluan pengecekan

atau

sebagi

pembanding

terhadap

data itu (Lexy Moleong,

1988:195).

Trianguiasi yang dilakukan dalam studi ini melalui

teknik sebagi berikut:

3.1

Membandingkan

hasil

wawancara

dengan

hasil

obsevasi/pengamatan dan dokumentasi yang terkait.

3.2

Membandingkan

hasil

wawancara

pada

waktu

diwawancara

tatkala dengan orang

lain

dengan

hasil

wawancara

pada

waktu sendirian (pembicaraan empat mata).

3.3

Membandingkan keabsahan data yang diperoleh dari hasil

wawancaa pengamatan

langsung dengan pendapat dan pandangan

orang-orang lain di luar pesantren seperti pendapat tokoh

masyarakat, dan pemerintah daerah.

3.4 Membandingkan data-data yang diperoleh

dari

sumber

yang

sama dan pendekatan yang sama

dalam

rentang

waktu

yang

cukup lama.

4. Tahap Audit Trail

Tahap ini sengaja dipersiapkan untuk membuktikan

kebenaran data yang disajikan dalam

laporan

penelitian

ini.

Setiap data yang ditampilkan

disertakan

sumbernya,

hal

ini

dilakukan untuk memudahkan penelusuran kebenaran data

tersebut.

Untuk menjaga etika

penelitian

dan

untuk

menjaga

hal-hal yang dapat merugikan

lembaga ataupun

individu tertentu

(36)

keberatan untuk mengungkapkannya,

maka peneliti tidak mengejar

data tersebut,

seperti masalah keuangan.

E* Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif

instrumen

penelitian

yang

utama adalah peneliti itu sendiri (Nasution 1988:34),

artinya

peranan dan keterlibatan langsung peneliti di lapangan

sangat

menentukan hasil penelitian, karena dalam penelitian

kualitatif

data-data

yang

sifatnya

primer

harus

langsung

didapatkan oleh peneliti sendiri tidak boleh diwakilkan kepada

orang lain. Hal

ini sangat

penting

artinya,

karena

hal-hal

yang barkenaan dengan

pengamatan

situasi

dan

suasana

yang

terjadi dilapangan akan sulit untuk dianalisis secara mendalam

oleh peneliti bila

data-data

pokok

penelitiannya

diperoleh

dari tangan ke dua atau ke tiga,

karena

dalam

analisis

data

diperlukan penghayatan

langsung

dari

pihak

peneliti.

Akan

tetapi bila penelitian berlangsung selama waktu tertentu,

dan

telah diperoleh fokus yang lebih jelas,

pengumpulan

data-data

yang sifatnya penunjang

yang

dijaring

melalui

angket

atau

mencari dokumen-dokumen tertulis,

dan

wawancara

yang

lebih

terstuktur,

untuk

mempercepat

perolehan

data

bisa

saja

peneliti meminta bantuan pada pihak lain.

(37)

prinsip-prinsip dasar sebagi berikut:

1. Peneliti berusaha menyesuaikan diri terhadap semua situasi;

2. Peneliti memperhatikan

setiap

situasi

secara

totalitas,

respons

yang

sepontan

dari

objek

peneliti

dapat

mempertinggi tingkat kredibilitas penelitian;

3.

Peneliti harus peka

dan

dapat

bereaksi

terhadap

segala

stimulus dari lingkungan;

4.

Peneliti berusaha memahami dan menyelami objek penelitian.

Dalam penelitian kualitatif,

analisis

dan

interpretasi

peneliti sudah dilakukan

sejak

pengumpulan

data

awal

dari

lapangan.

Tahap akhir dari

analisis

data

ini

ialah

mengadakan

pemeriksaan

keabsahan

data.

Setelah

selesai

tahap

ini,

mulailah tahap penafsiran data,

hasil sementara menjadi

teori

substantif dengan menggunakan metode tertentu.

F. Pelaksanaan Penelitian

Secara garis besarnya penelitian ini dilaksanakan dalam

tiga tahap sebagai berikut :

1. Tahap

orientasi meliputi;

1.1 Orientasi pendahuluan,

yakni

sebelum

disain

penelitian

disusun,

peneliti mengupulkan informasi

tetang

pesantren

(38)

1.2 Penjajagan ke beberapa pesantren salafiyah untuk beIanja

masalah,

1.3 Menyelesaikan persyaratan administratif meliputi

penyelesaian surat idzin kepada pihak-pihak yang terkait.

2. Mengumpulkan data di lapangan,

Setelah peridzinan keluar, secara maraton selama dua

bulan peneliti berada di lapangan. Dua minggu pertama peneliti

tinggal di dalam komplek pesantren bersama-sama santri.

Setelah peneliti mengenal dari dekat kehidupan di pesantren

Miftahul Huda, maka pada minggu ke tiga sampai minggu ke

delapan, peneliti tinggal di luar komplek pesantren yang

jaraknya sangat berdekatan dengan komplek pesantren. Hal ini

dilakukan dengan alasan untuk menghindari bias dan ketenangan

dalam menyusun kembali data-data yang telah dikumpulkan,

karena bila peneliti terus berada di dalam komplek dan bergaul

dengan para santri dihawatirkan peneliti terpengaruh oleh

situasi dan kondisi lingkungan pesantren dan data-data yang

telah' terkumpul hilang atau tercecer. Selama dua bulan

peneliti berada di lapangan, data-data yang dibutuhkan dalam

(39)

3.

Pengolahan

data penelitian

Pengolahan

data

penelitian

meliputi

langkah-langkah

berikut ini:

3.1 Display data

3.2 Mendeskripsikan data

3.3 Menganalisis data

3.4 Menafsirkan data

3.5 Menarik kesimpulan

3.6 Memberikan rekomendasi penelitian

3.7 Penyusu*s(nan laporan akhir penelitian.

Sistimatika penyusunan hasil penelitian

dan

pengolahan

data tersebut disesuaikan

dengan

langkah-langkah

penyusunan

(40)

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini, peneliti mencoba menafsirkan data-data

erapirik hasil observasi lapangan, dengan merujuk pada hasil

penelaahan dari berbagai literatur sebagai landasan teoritis

dalam pembahasan hasil penelitian ini.

Penelaahan tentang komunikasi Kyai-Santri di pesantren

Miftahul Huda Manonjaya tidak bisa terlepas dari pembahasan

tentang situasi pendidikan dan nila-nilai religi yang

melandasi

tujuan dan konten,

serta budaya masyarakat

setempat

yang dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan tindakan

pendidikan khususnya dalam perilaku komunikasi antara Kyai

dengan Santri.

1* Penataan Situasi Pendidikan di Pesantren Miftahul Huda

Pelaksanaan pendidikan di pondok pesantren Miftahul Huda

Manonjaya, berangkat dari suatu kerangka landasan ideal yaitu

iman dan taqwa, bertujuan membina kepribadian santri agar

menjadi pribadi muslim yang muttaqin, Imamal Muttaqin, dan

Ulamaul 'Amilin, sehingga mereka memperoleh kebahagiaan di

dunia dan di akhirat.

(41)

Dalam mencapai tujuan finalnya, pendidikan pesantren

memiliki tujuan antara yaitu membina santri agar mampu mandiri

dalam menjalani kehidupanya.

Untuk mencapai kemandirian, santri dibekali dengan

berbagai kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman

tertentu sebagai modal dasar dalam mengembangkan

kepribadiannya secara optimal. Semua aspek kepribadian santri

dibina secara merata dan konsisten dalam situasi tertentu yang

mendorong tumbuh dan berkembangnya kepribadian santri.

Jika kita ingin memahami lebih jauh tentang pembinaan

kepribadian di suatu lembaga, maka hendaknya kita melihat

seluruh konteks situasi pendidikan itu dengan seluruh latar

belakang pengalaman pendidik dan peserta didiknya*01eh karena

itu untuk memahami komunikasi pendidikan di suatu lembaga

tidak cukup hanya melihat perilaku pendidik dan peserta didik

yang nampak saja seperti disebutkan di atas, melainkan dengan

memahami apa yang mereka alami, sehingga ia melakukan suatu

t indakan tertentu.

Jadi keseluruhan pengamalan seseorang akan melatar

belakangi tindakan yang dilakukannya. Kita akan memahami

tingkah laku seseorang, manakala kita memahami pula apa yang

dialaminya dengan latar belakang seluruh pengalaman saat ia

melakukan perbuatan.

Demikian halnya bila kita ingin melihat dari dekat

(42)

Manonjaya, tidak cukup hanya melihat perilaku Kyai Choer

Affandi yang tampak, melainkan harus melihat pula latar

belakang pengalaman hidup Kyai Choer Affandi sebagai pendiri,

pimpinan, dan sebagai guru. Oleh karena itu penataan situasi

pendidikan yang dilakukan di pondok pesantren Miftahul Huda

tidak terlepas dari pengaruh pendidikan dan pengalam hidup KH.

Choer Affandi.

Sebagai mantan Bupati di Ciamis selatan dalam

pemerintahan darurat DI, tampak dominan dalam mewarnai

penataan manajemen, organisasi dan administrasi pesantren.

Pola kepemimpinan yang diterapkan di Miftahul Huda

disentralisir dalam suatu komando tunggal, di mana dalam

usianya yang sudah senja, KH. Choer Affandi masih banyak

terlibat langsung di lapangan, terutama dalam hal-hal yang

sifatnya kaderisasi dan pembinaan terhadap para santri maupun

para anggota Dewan Kyai. Sebagai contoh dalam pelaksanaan

penataan bangunan fisik pesantren, KH. Choer terkadang

berperan langsung sebagai pimpinan proyek, sekaligus sebagai

arsitek dan mandor, dibantu oleh KH. Enjang Suhanda yang dalam

struktur kepengurusan pesantren diangkat sebagai kepala Bagian

Pembangunan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan contoh

bagaimana cara menata lingkungan pesantren. Namun dalam

hal-hal yang sifatnya kerjasama dengan lembaga lain termasuk

lembaga pemerintah, banyak didelegasikan kepada para

(43)

dianggap

layak untuk mewakili

pesantren.

Hal

ini

dilakukan

dalam rangka memberikan kepercayaan.

Sebagai mantan koraandan

perang

dalam

gerakan

DI.TII,

beliau cenderung menerapkan pola kepemimpinan militer terutama

dalam masalah disiplin. Bagi para santri yang melanggar

disiplin dan peraturan pesantren, KH. Choer tidak segan-segan

memberi

sangsi

yang

tegas

dan

keras

tanpa

pandang

bulu

sekalipun terhadap putra-putri dan cucu beliau.

Demikian pula latar belakang pendidikannya, KH. Choer

pernah mondok

di

pesantren

Sukamanah

selama

6

tahun

dan

mendapatkan

materi

khusus

tentang

penyusunan

kurikulum

pendidikan dari gurunya yaitu KH.

RD.

Didi.

Pengalaman

ini

telah mewarnai terhadap penataan sistem pendidikan terutama

dalam penyusunan program pendidikan,

metode

pengajaran,

dan

penjenjangan pendidikan di Mifatahul Huda

yang

pada

umumnya

tidak dilakukan dalam pesantren salafiyah lainnya.

Secara garis besarnya,

penataan

situasi

pendidikan

di

Miftahul

Huda,

diupayakan

melalui

tiga

pendekatan,

yaitu

penataan

lingkungan

fisik

pesantren,

penataan

sistem

pendidikan,

dan

ketauladanan

pendidik

serta

tenaga

kependidikannya.

Ketiga pendekatan ini dilakukan

secara

utuh

dalam suatu sistem pendidikan pesantren.

1.1 Penataan Lingkungan Fisik

(44)

wajar adalah lingkungan

keluarga.

Seorang

anak

dilahirkan,

dibesarkan,

dan

dibina

dalam

lingkungan

keluarga

sebelum

dibina di lingkungan

lain,

karena

itu

lingkungan

keluarga

sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan kepribadian

anak.

Nabi Muhammad SAW, bersabda,

yang artinya "

Setiap

yang

dia

lahirkan,

ia lahir dalam keadaan suci,

maka kedua orang tuanya

yang akan mencemari kesucian itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau

Majusy

".

Hadits

di

atas

mengandung

pengertian

bahwa

lingkungan keluarga merupakan situasi tertentu, di mana

kedua

orang

tua

sangat

dominan

dalam

pembinaan

pribadi

anak,

sedangkan

kematangan

pribadi

anak

dapat

dipengaruhi

oleh

situasi di mana anak dididik itu dibesarkan.

Berkenaan

dengan

ligkungan

pendidikan,

Dorothy

Law

Natile P.hd (1993) mengatakan yang artinya :

" Bila anak dibesarkan dalam celaan, ia akan belajar

memaki.

Bila anak dibesarkan dalam permusuhan, ia belajar

berkelahi.

Bila anak dibesarkan dalam cemoohan, ia belajar

rendah diri.

Bila anak dibesarkan dalam penghinaan, ia akan belajar menyesali diri.

Bila anak dibesarkan dalam toleransi, ia akan belajar

menahan diri.

Bila anak dibesarkan dengan dorongan, ia akan belajar percaya diri.

Bila anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia akan belajar keadilan.

Bila anak dibesarkan dengan kasih sayang dan

persahabatan,

ia akan belajar menemukan

cinta

dalam

kehidupan.

Sekaitan dengan penciptaan

lingkungan pendidikan,

Joice

(45)

"Upaya perubahan perilaku seseorang dapat dilakukan memlalui

perubahan penataan lingkungan. (Selfcontrol through operant

methods, managing our own environment).

Demikian halnya dengan penataan lingkungan di pesantren

Miftahul Huda. Penataan lingkungan fisik pesantren Miftahul

Huda dapat dilihat dari letak geografis, letak dan bentuk

bangunan-bangunan yang ada di lingkungan pesantren.

Letak geografis pesantren yang terisolir dari masyarakat

luas, merupakan suatu upaya pengisolasian santri agar tidak

terpengaruh oleh situasi lain di luar pesantren.

Penataan letak bangunan yang berada di komplek pesantren

Miftahul Huda, mencerminkan suatu upaya Kyai dalam

mengkondisikan santri dalam lingkungan fisik yang sangat

memungkinkan terjadinya komunikasi Kyai dengan Santri yang

syarat dengan nilai-nilai pendidikan.

Bangunan mesjid yang ditempatkan di tengah komplek,

secara psikologis telah memaksa santri agar selalu shalat

berjamaah di mesjid, karena jarak asrama dengan mesjid sangat

dekat. Di samping itu mesjid sebagai bangunan termegah di

lingkungan pesantren, sementara di sampingnya dibangun rumah

Ua Ajengan yang sangat sederhana. Kondisi ini telah membawa

kesan yang amat mendalam bagi pembentukan watak, sikap dan

pola hidup santri. Karena santri tahu bila Ua Ajengan

menghendaki bangunan rumahnya lebih baik dari yang ada

(46)

bangunan mesj id yang megah, telah membangkitkan semangat dan

kebesaran Islam.

Antara asrama putra dan putri dibatasi oleh rumah para

anggota dewan kyai, mengandung makna pembatasan kesempatan

untuk melakukan komunikasi secara bebas antara santri dan

santriwati, karena berhubungan lain jenis yang goir makhrim

dilarang. Pintu-pintu keluar komplek dihadang oleh rumah-rumah

anggota Dewan Kyai mengandung arti bahwa pengawasan Kyai

terhadap para santri cukup ketat agar mereka tidak keluar

masuk komplek, karena dihawatirkan mereka akan terpengaruh

oleh lingkungan di luar pesantren.

Tata-tertib dan do'a masuk mesjid terpampang di dekat

pintu masuk mesjid, telah mengingatkan para santri agar

terbiasa membaca do'a bila masuk mesjid dan melakukan shalat

tahiyatal masjid. Bacaan Wirid ba'da sholat terpampang di

papan tulis diletakkan di bagian dalam mesjid.

Pemindahan kepala keluarga yang bukan anggota Dewan Kyai

ke luar komplek mengandung arti bahwa lingkungan pesantren

harus bersih dari pengaruh-pengaruh di luar sistem pesantren.

Penataan letak dan bentuk bangunan di lingkungan

pesantren Miftahul Huda dirancang secara apik seolah-olah

mampu berbicara menjelaskan bagaimana situasi pendidikan

diciptakan melalui penataan fisik bangunan.

Penciptaan lingkungan fisik pesantren Miftahul Huda

(47)

tidak pernah selesai, mungkin

ada

unsur

kesengajaan.

Tujuan

pembangunan fisik bukan sekedar menyelesaikan bangunan-bangunan

tertentu

sesuai

dengan

kebutuhan

pesantren,

akan

tetapi

dijadikan sebagai sarana

latihan

para

santri

dalam

membina

keterampilan,

pengalaman,

sekaligus

sebagai

saran

latihan

beramal shaleh. Oleh karena

itu pekerjaan bangunan

mulai

dari

mengecor,

mengaduk,

pekerjaan tukang,

semuanya dikerjakan

oleh

santri dengan bimbingan para tukang yang sudah profesional.

Pengetahuan

dan

pengalaman

KH.Choer

dirasakan

sangat

dominan mempengaruhi penataan lingkungan pesantren.

Pengetahuan

umum yang diperolehnya dari pendidikan formal di zaman kolonial

HIS (Hollandsch Inlandsche

School)

dan

pendidikan-pendidikan

praktis seperti pendidikan administrasi di Surabaya,

pertanian

dan pertukangan di Bandung, memberi warna tersendiri dalam

penciptaan situasi dan lingkungan pesantren.

Pengalaman pendidikan di zaman kolonial telah

membawanya

kepada suatu kemampuan dalam menata lingkungan fisik yang mampu

memberikan kesan yang mendalam bagi para tamu dan orang tua

santri bahwa Kyai murid sungguh-sungguh dalam membina para

santrinya. Bangunan mesjid yang megah berlantai dua ukuran 30 x

50 meter dan 9 buah asrama, madrasah, dan perkantoran yang

masing-masing berlantai 3, dirancang sendiri tanpa melibatkan

seorang arsitek pun, belaui hanya dibantu oleh putra-putra dan

para santri seniornya, sedangkan pelaksanaan pembangunannya

melibatkan seluruh potensi santri dengan maksud memberikan

(48)

1.2 Penataan Lingkungan Non Fisik

Dalam suatu upaya pendidikan, input murid akan

mempengaruhi

tindakan pendidikan dan

hasil yang

akan

dicapai,

oleh karena itu seleksi calon peserta didik dan pree test perlu

dilakukan, paling tidak untuk menentukan langkah awal dari

suatu tindakan pendidikan dan pengajaran.

Sebagai pesantren salafiyah,

Miftahul

Huda

sejak

awal

berdirinya telah mencoba melakukan inovasi baru dalam sistem

pesantren salafiyah di mana penerimaan santri baru dilakukan

secara teratur.

Seorang santri yang mau mondok di Miftahul Huda, harus

menempuh prosedur sebagai berikut:

1.2.1 Calon santri diwawancara secara khusus oleh pengurus

Dewan Santri. Materi wawancara sekitar motivasi belajar,

latar belakang kehidupan dan, pergaulan sehari-hari.

1.2.2 Proses Ijab Qobul,

yaitu

penyerahan

calon

santri

dari

orang tua atau wali kepada Kyai dan disaksikan oleh calon

santrinya.

1.2.3 Pembacaan Ikrar Santri di depan pengurus Dewan Santri

disaksikan oleh orang tua/wali santri.

1.2.4 Melengkapi persyaratan administrasi dan keuangan. Untuk

seleksi administrasi dan keuangan dilakukan tidak begitu

ketat, sebab j ika ternyata calon santri itu dari keluarga

yang tidak mampu, maka beban keuangan bisa dibebaskan dan

(49)

GRUPKAR yaitu para santri yang dikaryakan untuk mengurusi

kekayaan pesantren dan kekayaan Dewan Kyai, untuk beaya

hidup

dan

pendidikan

mereka

dijamin

sepenuhnya

oleh

pesantren, mereka mempunyai hak yang sama dengan santri

biasa dalam memperoleh kesempatan belaj ar.

1.2.5 Mengikuti Preetest yang dilakukan oleh Dewan Guru dan

Dewan Kyai, kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui

kemampuan awal santri khususnya dalam pengetahuan praktis

seperti kemampuan membaca Al Quran, praktek wudlu, dan

praktek shalat.

Ada enam alasan Miftahul Huda melakukan sistem

penerimaan semacam itu yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Motivasi belajar dan latar belakang

kehidupan pribadi calon santri,

2. Untuk mengetahui motivasi orang tua/wali, kesungguhan

mereka menitipkan anaknya dan untuk mengetahui latar

belakang sosial ekonomi mereka,

3. Untuk menanamkan kepercayaan calon santri dan orang

tua/wali bahwa kyai serius dalam mendidik santrinya.,

4. Untuk menanamkan disiplin dan menghargai peraturan

pesantren pada calon santri dan orang tua/wali bahwa santri

yang sudah dititipkan tidak bisa keluar masuk seenaknya

ke

pesantren karena akan mengganggu proses belajar,

5. Untuk memperkenalkan calon santri dan orang tua/wali pada

(50)

6. Untuk mengukur kemampuan awal calon santri dan untuk

menentukan langkah awal pembinaan sehubungan dengan

penjenjangan pendidikan yang berlaku di Miftahul Huda.

Proses penerimaan santri baru seperti dilakukan di atas

merupakan penyesuaian awal bagi santri dan orang tua/wali

terhadap situasi, kondisi dan sistem pesantren yang dapat

menunjang pada upaya penciptaan situasi pendidikan secara utuh.

Sistem asrama seperti umumnya dilakukan di pesantren,

merupakan sub sistem dalam sistem pendidikan pesantren, yang

dengan sendirinya berjalan suatu proses pembinaan aspek-aspek

kepribadian.

Dalam sistem asrama para santri belajar mengurusi

dirinya sendiri seperti mencuci sendiri, mengatur keuangan

sendiri, mengatur waktu belajar, istirahat dan sebagainya.

Mereka seolah-olah dipaksa untuk mengurusi keperluan rutin

dirinya sendiri, karena situasi dan lingkungan menuntutnya

untuk melakukan semua itu.

Dalam proses sosialisasi di asrama, seorang santri akan

merasa malu bila ia tidak mengurusi kepentingannya sendiri.

Namun demikian mereka tidak belajar secara formal bagaimana

cara mencuci pakaian, bagaimana cara mengatur keuangan sendiri,

akan tetapi proses itu berjalan secara alami, mereka belajar

dari pengalaman dan lingkungannya, hal itu perlu dalam rangka

membina sikap hidup mandiri bagi santri.

Jadwal kegiatan rutin yang ketat, melatih santri agar

(51)

memaksa mereka agar

bersungguh-sungguh

belajar

dan

beramal.

Sistem asrama merupakan suatu

upaya

penyesuaian

awal

santri

agar

tidak

menerima

pengaruh

dari

luar

sehingga

progaram

pendidikan pesantren dapat diserap

oleh

santri

secara

utuh,

karena dalam sistem asrama sangat memungkinkan pembinaan

kepribadian berjalan secara utuh.

Sistem penjenjangan pendidikan,

metode

pengajaran,

dan

evaluasi pendidikan telah mewarnai pula pada penciptaan situasi

pendidikan di Miftahul Huda.

Peraturan-peraturan pesantren yang ketat dan

sangsi-sangsi yang berat diberikan pada santri yang coba-coba

melanggar ketentuan-ketentuan pesantren.

1.3 Ketauladanan para Kyai dan Keluarganya

Upaya pembinaan kepribadian santri di pondok pesantren

lebih banyak dilakukan dalam bentuk hubungan timbal balik

antara Kyai dengan para santrinya baik secara personal maupun

kelompok, yang tampil secara wajar tidak dibuat-buat sehingga

menimbulkan keakraban. Hubungan semacam ini sangat efektif

dalam upaya pembinaan kepribadian santri, karena para santri

melihat langsung keteladanan kyai dalam berbagai segi.

Kyai banyak menghabiskan waktunya untuk kepentingan

pesantren, setiap santri diperhatikan perilaku dan prestasi

belajarnya secara teliti. Pengawasan dilakukan dalam berbagai

aktivitas belajar, beramal dan perilaku sehari-hari. Melalui

(52)

para pengurus asrama yang mengawasi secara langsung, Kyai dapat

mengetahui para santri yang taat, berprestasi atau yang suka

melanggar peraturan.

Bagi santri yang berakhlak

mulia,

cerdas

dan raj in diberi perhatian khusus dan diberi bimbingan

secukupnya,

karena mereka diharapkan

kelak

akan

menggantikan

posisi

Kiyai.

Oleh

karena

itu

tidak

jarang

santri

yang

berprestasi dalam bidang pengajaran dan perilakunya terpuji

di

j adikan mantu oleh Kyai.

Kyai di pondok pesantren dijadikan sebagai

figur

sentral

bagi keluarga, para santri, dan masyarakat sekitarnya, karena

disamping beliau sebagai kepala keluarga, guru dan pimpinan

pesantren, juga Kyai dianggap sebagai tokoh masyarakat.

Kesedernanaan, kepiawaian, ketawaduan dan keikhlasan

dalam penampilan kehidupan sehari hari, merupakan ciri khas

penampilan Kyai Salafiyah. Keharmonisan hubungan Kyai dengan

keluarganya merupakan pencerminan dari sebuah keluarga bahagia

(keluarga sakinah). Situasi semacam ini membawa kesan yang

sangat mendalam bagi santri dalam

mempersiapkan

diri

sebagai

kepala keluarga, tokoh masyarakat, dan sebagai ulama. Dengan

demikian pembinaan kepribadian di pesantren lebih banyak

ditampilkan dalam bentuk keteladanan Kyai dan keluarganya.

Namun demikian kita tidak bisa menutup mata bahwa di

antara keluarga Kyai baik putra atau karib kerabatnya ada yang

menempatkan diri seperti kyai sepuh, hal ini merupakan

pemandangan yang kurang enak dilihat dan bisa menjatuhkan

(53)

2* Komunikasi Pendidikan di Pesantren Miftahul Huda

Hasil pengamatan langsung peneliti terhadap

situasi

dan

peristiwa-peristiwa yang terjadi di

Miftahul

Huda,

khususnya

dalam komunikasi antara Kyai

dengan

Santri

dipandang

sangat

padat dengan muatan nilai-nilai edukatif. Bila

Kyai

menyuruh,

marah,

berkelakar, atau mengumbar humor,

semuanya dalam

kontek

pembinaan

pribadi

santri,

sampai

tindakan

Kyai

di

luar

kesengajaan untuk melakukan upaya pendidikan, akan

ditafsirkan

santri sebagai tindakan yang

disengaja

karena

sudah

terbina

kepercayaan Santri terhadap Kyainya.

Tindakan pendidikan yang dilakukan

di

luar

kesengajaan

(kesadaran),

sesungguhnya

merupakan

hasil

pendidikan

dalam

kesadararmya,

karena ketidak

sengajaan

dalam

suatu

tindakan

akan dipengaruhi oleh

pengalaman

yang

disengaja.

Pengalaman

yang diperoleh dalam

kesengajaan

(kesadaran)

seseorang

akan

mengendap

menjadi

ketidak

sadaran.

Dan

pengalaman

yang

disengaja atau pengalaman sadar itu suka muncul dalam

tindakan

yang tidak disengaja

atau

tidak

disadari.

Oleh

karena

itu

ketidak sengajaan atau ketidak sadaran dalam suatu tindakan itu

akan muncul sebagai suatu tindakan positif manakala

pengalaman

yang disengajaannya atau disadarnya positif.

Suatu tindakan di

luar

kesadaran

dapat

muncul

karena

kebiasaan,

kebiasaan

akan

muncul

dari

pengkondisian,

dan

pengkondisian itu dilakukan dalam suatu tindakan ya

Referensi

Dokumen terkait

„Laporan berkelanjutan merupakan sebuah istilah umum yang dianggap sinonim dengan istilah lainnya untuk menggambarkan laporan mengenai dampak ekonomi, lingkungan, dan

Maka pengaruh total yang diberikan kualitas pelayanan terhadap niat pembelian kembali adalah pengaruh langsung ditambah pengaruh tidak langsung yaitu 0,303

Setelah diperoleh bentuk yang kompak maka dilakukan tahapan berikutnya dengan menyusun beberapa patch antena mikrostrip dengan metode array untuk mendapatkan nilai

Kebugaran tubuh tidak kalah pentingnya, persepsi orang terhadap orang yang sakit-sakitan cenderung akan dinilai tidak pantas untuk menjadi seorang pemimpin, atau

Bidang PBB & BPHTB Bidang Pajak Daerah & Pendapatan Lain- lain Subbag Umum & Kepegawaian Bidang Anggaran UPT Bidang Akuntansi & Perbendaharaan Seksi

Sebenarnya untuk citra (G17), saat melakukan horizontal integral projection , citra tersebut dapat membentuk garis pemisah antara rahang atas dan bawah dengan

 Untuk membantu Pemerintah Daerah dan Masyarakat Kota Bandung dalam memitigasi bencana gempa yang dapat terjadi setiap saat, dengan mengidentifikasi, menganalisa, memfokuskan

pemberian program undian berhadiah terhadap loyalitas nasabah tabungan di. PT Bank Rakyat Indonesia