KOMUNIKASI KYAI-SANTRI DI PONDOK PESANTREN
MIFTAHUL HUDA MANONJAYA TASIKMALAYA
DALAM MEMBINA KEPRIBADIAN
(Suatu Upaya Pengembangan Pola Komunikasi Guru-Murid
Dalam Pendidikan Umum)
TESIS
Diajukan kepada Panitia Ujian Tens
Program Pascasarjana IK3P Bandung
Untuk Memenuhi Syarat Penyelesaian
Studi pada Program S2 Pendidikan Umum
Oleh
SYAHIDIN
9132389/XXHI-15
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROGRAM PASCASARJANA IKIP BANDUNG
Disetujui untuk ujian tahap II
O l e h :
KrofT^R^_H^wFT^^awad_Dahlan
Pembimbing IDisetujui dan Disahkan
O l e h :
L_DRL_H^_M^_Djawad_Dahlan
Direktur Pascasarjana
IKIP Bandung
DR. H. M* I sa Sul aeman
Ketua Program Pendidikan Umum
DAFTAR PENGUJI
1. PROF. DR. H. MOH. DJAWAD DAHLAN
2. PROF. DR. ROCHMAN NATAATMADJA
3. PROF. DR. H. DJAMARI
4. PROF. DR. NURSID SUAATMADJA
MUQODIMAH ,..,,.,,,,,... i
UCAPAN TERIMAKASIH iv
DAFTAR ISI X
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I
PENDAHULUAN
..."
1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 9
D. Definisi Oprasional 11
E. Lokasi Penelitian 13
BAB II KONSEP PENDIDIKAN UMUM DAN KONSEP
PENDIDIKAN PONDOK PESNTREN 16
A. Konsep Pendidikan Umum 16
1. Pengertian Pendidikan Umum 16
2. Tujuan Pendidikan Umum 22
3. Situasi Pendidikan dalam Pendidikan Umum 28
4. Komunikasi dalam Pendidikan Umum 31
B. Konsep Pendidikan Pondok Pesantren 38
1. Latar Belakang Sejarah Lahirnya Pesantren .... 38
2. Pengertian Pondok Pesantren 43
3. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren 46
4. Tipologi Pondok Pesantren 49
A. Metode Kualitatif 54
B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian 59
C. Teknik Pengumpulan Data 81
D. Langkah-langkah pengumpulan data 64
E. Instrumen Penelitian 67
F. Pelaksanaan Penelitian 68
BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 71
A. Pembinaan Kepribadian di Pesantren Miftahul Huda....71
1. Letak Geografis Pesantren Miftahul Huda 71
2. Riwayat Singkat Pendiri dan Berdirinya
Pesantren Miftahul Huda 74
3. Tujuan Pendidikan Pesantren Miftahul Huda 79
4. Sistem Pendidikan Pesantren Miftahul Huda 84
5. Suasana di Pesantren Miftahul Huda 95
B. Komunikasi Kyai-Santri di Miftahul Huda 100
1. Komunikasi Kyai dengan Santri 100 2. Komunikasi Kyai de'ngan Anggota Dewan Kyai
dan Keluarga 110
3. Komunikasi Kyai dengan Alumni 117
4. Komunikasi Kyai dengan Orang Tua Santri 120
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 122
1. Penataan Situasi Pendidikan di Pesantren
Miftahul Huda 122
1. 1 Penataan lingkungan Fisik 125
1.2 Penataan lingkungan non Fisik 130
1.3 Ketauladanan Kyai 133
2. 1 Momen Fisik 139
2.2 Momen Psikologis 141
2 .3 Momen Sosio Budaya 142
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 144
A. Kesimpulan 144
1. Pendidikan Umum di Pondok Pesantren 144
2. Pembinaan Kepribadian di Pondok Pesantren
Miftahul Huda 149
2.1 Pola Pembinaan Kepribadian 149
2.2 Pola Peng ajar an 153
2.3 Pola Pengkaderan Calon Kyai , . . . . 154
3. Komunikasi Kyai- Santri di Minfahul Huda ... 156
3.1 Prinsip Komunikasi Kyai-Santri 156
3.2 Pola Komunikasi Kyai-Santri 161
B. Rekomendasi 16o
1. Rekomendasi Bagi Pengembangan Pendidikan
Umum 165
2. Rekomendasi Bagi Pengembangan Pondok
Pesantren 170
3. Rekomendasi Bagi Penelitian Selanjutnya .... 178
Dafiar Pustaka 180
LAMPIRAN No 1
LAMPIRAN No 2
LAMPIRAN No 3
LAMPIRAN No 4
DAFTAR LAMPIRAN
Peta lokasi desa Kalimanggis
Peta Lokasi Pesantren Miftahul Huda
SK Pembimbing dan idzin Penelitian
Foto-foto situasi, kondisi, dan aktivitas
di Pesantren Miftahul Huda Manonjaya
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam
penyusunan
kebijakan-kebijakan
yang
berkenaan
dengan masalah pendidikan di Indonesia,
pendidikan
cenderung
diartikan sebagai usaha yang disadari untuk membantu
perkembangan peserta didik ke arah kedewasaan melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang diberikan secara
sengaj a oleh pendidik kepada peserta didik, seperti dinyatakan
dalam Undang-Undang Sistern Pendidikan Nasional pasal 1 sebagai
berikut :
"Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk
menyiapkan peserta
didik melalui
kegiatan
bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan agar mereka mampu berperan pada jamannya.
Rumusan di atas mengandung pengertian bahwa usaha
pendidikan senantiasa mengarahkan tujuannya kepada suatu
perubahan yang terjadi pada peserta didik berupa pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, dan sikap, agar peserta didik mampu
hidup mandiri.
Upaya mencapai tujuan tersebut dilakukan melalui
nilai-nilai tertentu yang berlandaskan keimanan dan ketaqwaan
Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Karena pendidikan itu dilakukan oleh dan ditujukan
kepada
manusia,
maka
penjelasan
hakekat
perbuatan
pembimbingan}
cara membimbing,
materi
yang
disaj ikan
dalam
pembimbingan,
apa tujuannya,
dan
bagaimana
hakekat
pendidik
dan
peserta didik;
itu semua mengacu pada pandangan dasar para
perancang pendidikan tentang manusia.
Para perancang. pendidikan di Indonesia menempatkan
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
yang
memiliki
potensi
untuk berkembang
secara
optimal.
Maka
pendidikan
di
sini
berperan
sebagai
upaya
untuk
mengarahkan
dan
membimbing
potensi manusia tersebut ke arah terbinanya kepribadian
secara
utuh agar mencapai predikat manusia seutuhnya.
Sekaitan dengan definisi, tujuan, dan upaya pendidikan
dalam mencapai predikat manusia seutuhnya, M.I.Soelaiman
(1988:5) mengatakan:
Salah satu upaya untuk mencapai manusia seutuhnya adalah melalui pendidikan yang tidak hanya menyangkut salah satu aspek kepribadiannya, melainkan yang menyentuh keseluruhannya secara merata dan umum
Suatu Pendidikan Umum.
Pernyataan di atas mengandung pengertian bahwa program
Pendidikan Umum
merupakan
bagian
daripada
pendidikan
pada
pendidikan yang membina salah satu aspek kepribadian yang
mengarah kepada kemampuan spesialisasi.
Oleh karena itu garapan Pendidikan Umum ada1ah
persoalan-persoalan mendasar yang bersifat umum, bertujuan
untuk membina peserta didik ke arah terjadinya
perubahan-perubahan dalam diri mereka berupa pengertian,
sikap, perilaku yang semestinya dimiliki oleh setiap warga
negara Indonesia.
Melalui program Pendidikan Umum inilah diharapkan
seluruh aspek kepribadian peserta didik dapat terbina secara
optimal sehingga mereka tampil sabagai pribadi utuh yang
beriman dan bertaqwa, mampu hidup mandiri, karena mereka
memiliki pengetahuan, keterampilan dan kualitas sikap yang
positif.
Upaya untuk mencapai tujuan Pendidikan Umum di atas,
diselenggarakan dalam situasi pendidikan tertentu, di ' mana
komunikasi guru murid berlangsung secara intensif dan
konsisten, karena pendidikan pada dasarnya adalah suatu
tindakan komunikasi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi
perkembangan pribadi peserta didik secara optimal.
Komunikasi yang intensif dan konsisten akan menghasilkan
sikap mandiri dan disiplin, seperti dikatakan oleh Mary Lee
G-risanti, et al. (1990:86), bahwa tidak ada pendisiplinan yang
konsisten.
Oleh karena itu esensi dari keberhasilan tindakan
pendidikan terletak pada seberapa jauh komunikasi pendidik
dengan peserta didik dapat berlangsung secara intensif dan
konsisten dalam suasana yang harmonis, dinamis, dan penuh
tanggung jawab, sehingga pesan-pesan pendidikan dapat dicerna
oleh peserta didik dengan penuh kesadaran dan keinsyafan.
Dalam pembinaan pribadi anak, keluarga yang baik dan
sehat dapat berfungsi sebagai suatu lembaga pendidikan, sebab
lingkungan keluarga mempunyai peran yang cukup dominan dalam
mempengaruhi pribadi. Keluarga merupakan lembaga paling
pertama dan utama dalam membina kepribadian anak sebelum
lembaga pendidikan formal ataupun non formal.
Selain keluarga banyak lembaga pendidikan yang membina
dan mengembangkan kepribadian anak secara optimal, di
antaranya adalah lembaga pendidikan Pondok Pesantren.
Lembaga pendidikan pondok pesantren yang kita kenal
sekarang ini, merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di
Indonesia yang lahir jauh sebelum sistern persekolahan
bereksistensi di Bumi Nusantara (Djamari,1985:85) . Lembaga ini
telah lama mengembangkan suatu tindakan komunikasi guru murid
yang intensif, konsisten dalam suatu situasi pendidikan yang
berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.
Pada umumnya pendidikan Pondok Pesantren tidak
mencantumkan
rumusan tujuannya secara terlulis,
hal ini dapat
kita fahami karena pesantren sebagai lembaga pendidikan
tradisional memang tidak memerlukan legalitas secara formal.
Oleh karena itu berdirinya pesantren pada mulanya tidak pernah
dihubungkan dengan tujuan-tujuan tertentu dalam suatu lapangan
kerja atau untuk meraih tingkat jabatan tertentu dalam
hirarhis sosial atau birokrasi kepegawaian.
Untuk mengetahui tujuan pendidikan pesantren secara
pasti, salah satu jalan yang dapat ditempuh ada1ah dengan cara
bagaimana memahami fungsi-fungsi yang diperankan dan aktivitas
yang dilakukan kyai dalam membina pesantren. Sehubungan dengan
fungsi yang diperankan kyai di pesantren, Kafrawi (1984:43 )
menyebutkan, bahwa tujuan ideal dari pendidikan pesantren
adalah terbinanya kepribadian santri agar menjadi pribadi
muslim yang utuh berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah Swt. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk menyiapkan
insan-insan yang Tafaquh Fiddin. yaitu suatu kelompok pemuda
muslim yang memiliki pengetahuan agama yang luas serta
memiliki semangat pengabdian yang tinggi sebagai pencerminan
pribadi yang utuh pendukung utama ajaran Islam.
Sementara itu Abdurahman Shaleh dkk, (1982:35) menyimak
untuk membina kepribadian santri secara utuh agar menjadi
seorang muslim yang mengamalkan ajaran Islam serta menanamkan
rasa keagamaan dalam setiap aspek kehidupannya.
Untuk mencapai tujuan di atas, maka program pendidikan
pesantren dilakukan dalam suatu sistem asrama. Hal ini
dilakukan, karena sistem asrama memberikan kesempatan lebih
besar untuk membina komunikasi yang intensif dan konsisten
antara guru dengan murid. Dalam sistem asrama selama 24 jam
mereka hidup di suatu situasi tertentu, di mana proses
pendidikan dan pengajaran dapat dilakukan secara terus menerus
dan terpadu.
Keterpaduan antara proses pendidikan dan pengajaran,
sangat penting artinya dalam upaya mewujudkan kepribadian
peserta didik, seperti dikatakan Presiden RI Bapak Soeharto
dalam sambutannya pada acara pembukaan Musyawarah Nasional ke
IV Ikatan Pondok Pesantren NU di Jakarta 31 Januari 1994,
bahwa :
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang
sangat ideal. Di sini peserta didik tidak hanya
mengikuti kegiatan pengajaran pada jam-jam be 1ajar
saja, tapi juga mengalami proses pendidikan di luar jam-jam belajar. Bahkan dalam pondok pesantren, pendidikan sekolah dan luar sekolah benar benar menyatu. Keterpaduan proses mengajar dan mendidik
sangat penting untuk membina generasi bangsa yang
berilmu sekaligus berakhlak. (Republika 1 Februari
1994).
sistem pendidikan pesantren, di mana proses pendidikan
dilakukan dalam suatu situsi yang utuh, di dalamnya
berlangsung komunikasi antara kyai dengan santri secara utuh
pula, karena pendidikan di pesantren merupakan proses hidup
itu sendiri bagi para santri.
Situasi semacam itu memungkinkan proses komunikasi guru
murid dapat berjalan secara intensif dan efektif, sehingga
dapat mempercepat penghayatan dan pengamalan nilai-nilai
pendidikan yang ditanamkan oleh kyai kepada santri.
Upaya pendidikan yang terjadi saat ini, pada umumnya
guru hanya dirasakan hadir dalam kontek kehidupan muridnya
apabila fisiknya hadir (present in present), bahkan ada yang
lebih parah lagi di mana guru seolah-olah dirasakan tidak
hadir oleh muridnya dalam proses belajar mengajar padaha1
fisiknya hadir.
Sementara itu dalam dunia pendidikan pesantren,
khususnya di pondok pesantren Salafiyah Miftahul Huda
Manonjaya Tasikmalaya, pengaruh kyai sangat dominan dalam
kehidupan santrinya, di mana kyai mampu selalu hadir dalam
kontek kehidupan santri sekalipun fisiknya tidak hadir
(present in absent).
Melihat fenomena di atas, maka timbul suatu permasalahan
hadir dalam semua kontek kehidupan santrinya ? ".
Berdasarkan permasalahan
di
atas
maka
studi
tentang
komunikasi Kyai-Santri di pesantren Miftahul Huda dalam
membina kepribadian merupakan
suatu
hal
yang
perlu
dikaji
dalam
rangka
mengembangkan
komunikasi
guru
murid
dalam
Pendidikan Umum.
B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian
Untuk mempertegas
masalah
penelitian
ini,
diperlukan
suatu fokus kajian yang lebih terarah dan pembatasan masalah
yang
jelas,
sehingga
diharapkan
penelitian
ini
dapat
menghasilkan suatu kajian yang mendalam, bukan hanya melihat
fenomena yang tampak saja namun ingin melihat lebih jauh dari
itu. Untuk itu penelitian ini difokuskan pada upava-npavR vang
dilakukan kyai dalam membina kepribadian santri di pondok
pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalava.
Oleh karena pembahasan masalah upaya pembinaan
kepribadian itu masih sangat luas, maka penelitian ini
dibatasi pada aspek Komunikasi kvai-santri daiam. rangka
membina kepribadian.
Sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, fokus dan
pembatasan masalah dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan pokok
pesantren Miftahul Huda ?,
2. Komunikasi kyai-santri yang bagaimana yang terjadi di
pesantren Miftahul Huda dalam membina kepribadian santri ?
3. Bagaimana keterkaitan konsep Pendidikan Umum dengan konsep
Pendidikan Pesantren dalam upaya pembinaan kepribadian ?.
Pertanyaan-pertanyaan pokok penelitian di atas
dijabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
a. Bagaimana cara kyai menata situasi pendidikan di pesantren
Miftahul Huda dalam membina kepribadian santri ?,
b. Komunikasi kyai-santri yang bagaimana yang terj adi di
pesantren Miftahul Huda dalam membina kepribadian ?,
c. Di mana keterkaitan konsep pendidikan pesantren dengan
konsep Pendidikan Umum ?,
d. Bagaimana kaitan komunikasi kyai-santri di pesantren dengan
komunikasi guru murid dalam rangka Pendidikan Umum ?.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah yang telah
diuraikan di atas, bahwa tujuan utama dari penelitian ini
diharapkan:
1. Mendapatkan informasi yang jelas tentang Pondok Pesantren
2. Mendapatkan gambaran yang jelas tentang pola pembinaan
kepribadian di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya,
3. Mendapatkan gambaran yang jelas tentang penataan situasi
pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya,
4. Menemukan prinsip-prinsip dasar komunikasi pendidikan di
Pondok Pesantren,
5. Menemukan karakteristik komunikasi guru-murid dalam membina
kepribadian,
6. Menemukan gagasan-gagasan baru tentang pola komunikasi
pendidikan dalam membina kepribadian,
Untuk mencapai tujuan utama penelitian ini, peneliti
berusaha mengungkap:
a. sejarah pendiri dan berdirinya Pondok Pesantren Miftahul
Huda Manonj aya,
b. tujuan pendidikan Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya,
c. letak geografis, penataan lingkungan fisik dan non fisik di
Pesantren Miftahul Huda,
d. suasana kegiatan rutin di pesantren Miftahul Huda,
e. landasan pemikiran kyai dalam menata situasi pendidikan,
f. pola komunikasi kyai dengan santri dalam membina
kepribadian.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan, pengayaan dan perluasan konsep
Pendidikan Umum di Indonesia, berkenaan dengan:
b.
kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaan Pendidikan Umum,
c. pengembangan kurikulum Pendidikan Umum,
d. pengayaan metodologi dalam Pendidikan Umum,
dan
e. pola komunikasi edukatif dalam Pendidikan Umum.
Di samping itu,
manfaat lain yang
akan
diperoleh
dari
penelitian ini adalah perluasan konsep
pembinaan
kepribadian
yang digali dari budaya bangsa Indondesia berlandaskan
nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan
kepada
Allah
SWT,
serta
akan terjalin hubungan
harmonis antara kaum santri dengan kaum
akademisi sehingga terjadi interaksi
positif
antara
lembaga
pendidikan formal dengan
lembaga pendidikan
yang
tumbuh
dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat pedesaan.
D. Def i ni s i Oper as i onal
Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti dalam thesis
ini, ada beberapa istilah yang dapat ditafsirkan ke dalam
beberapa pengertian, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan
penafsiran yang salah.
Untuk menghindari kesalah fahaman dalam menginterpretasi
istilah-istilah yang digunakan, dan untuk menata konstruk
penelitian
ini,
istilah-istilah tersebut
perlu
didefinisikan
secara operasional, yaitu sebagai berikut:
1.
Komunikasi
Pendidikan Umum,
adalah
suatu
hubungan
timbal
balik antara
guru
dengan
murid
dalam
bentuk
perilaku.
pembicaraan atau nasehat-nasehat guru kepada muridnya dalam
upaya
membina
seluruh
aspek
kepribadian,
dengan
cara
mendidikkan nilai-nilai esensial yang sangat mendasar
yang
ada pada diri manusia agar
nilai
tersebut
menyatu
dalam
semua kontek kehidupan peserta didik.
2. Komunikasi Kyai-Santri, adalah suatu hubungan timbal
balik
antara kyai
dengan
santri
baik
dalam
bentuk
perilaku,
pembicaraan,
atau
nasehat-nasehat
kyai
kepada
santri
sebagai upaya dalam
menyampaikan
pesan-pesan
pendidikan.
Upaya tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan
tingkah
laku
santri
ke
arah
terbinanya
kepribadian.
Upaya-upaya yang dilakukan Kyai tersebut bisa dalam
bentuk
penataan situasi pendidikan,
lingkungan
fisik,
perilaku
Kyai
terhadap
segenap
sivitas
pesantren,
kebijakan-kebijakan
yang dibuatnya, dan
bisa
pula
dalam
bentuk kata-kata yang dilontarkannya baik
secara
langsung
maupun tidak langsung.
3. Pendidikan
umum,
adalah
suatu
program
pendidikan
yang
mengarahkan
tujuannya
kepada
pembinaan
seluruh
aspek
kepribadian
siswa
secara
merata
dan
umum
(MI.Soeliman
:1988:5), bukan
program
pendidikan
yang
diarahkan
pada
kemampuan spesialisasi. Pembinaannya dilakukan dengan
cara
mengembangkan makna-makna
esensial
yang
ada
pada
diri
manusia, seperti dikatakan oleh Philip H. Phenix,
(1984:5)
meanings". Menurut Phenix, ada enam bentuk makna yang
esensial pada diri manusia yaitu makna symbolics, empirics.
esthetics., synnoetics, ethics, dan synoptics.
4. Pola Komunikasi, adalah suatu kerangka yang memuat
langkah-langkah dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan
komunikasi,
5. Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, adalah Lembaga
Pendidikan Islam yang berpola pada pemikiran-pemikiran para
ulama salaf, karena itu pesantren ini disebut pula pondok
pesantren salafiyah. Salah satu kekhususan yang dimilikinya
adalah mempertahankan nilai-nilai lama yang baik, dan
mengambil nilai-nilai yang baru yang lebih baik. Sedangkan
Miftahul Huda adalah sebagai nama lembaga dan Manonj aya
merupakan nama kecamatan yang terletak di Kabupaten
Tasikmalaya Jawa Barat.
E. Lokasi Penelitian
Di antara sekian banyak pondok pesantren yang tersebar
di seluruh peloksok tanah air Indonesia, Miftahul Huda
Manonjaya merupakan salah satu pondok pesantren Salafiyah yang
dikatagorikan sebagai pesantren salafiyah terbesar saat ini di
Jawa Barat. Lembaga ini berdiri pada tanggal 7 Agustus 1967,
didirikan oleh seorang Kyai bernama K.H.Khoer Affandi, yang
bahasa sunda sebagai kakak bapak, dan Aj engan sebagai
panggilan terhadap orang yang dipandang banyak mengetahui
tentang ajaran agama Islam. Lembaga ini secara yuridis berada
di bawah sebuah Yayasan bernama Yayasan Miftahul Huda yang
berbadan hukum NO.34/PN/67/AN dengan Notaris Ryono Ruslan.
Berdasarkan hasil kaj ian dari penelitian terdahulu dan
hasil pengamatan peneliti terhadap fenomena
yang
terjadi
di
dunia pendidikan pondok pesantren dewasa ini, serta hasil
pengamatan langsung ke pondok-pondok pesantren tradisional
sebagai observasi awal, maka lokasi penelitian ditentukan di
pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a. Miftahul Huda merupakan Pondok Pesantren Salafiyah terbesar
saat ini di Jawa Barat. Dalam usianya yang relatif masih
muda, telah mampu bekembang pesat sehingga jumlah santrinya
mencapai 3000 orang, terdiri atas santri pria dan wan ita.
Para lulusannya sudah banyak yang mampu mendirikan pondok
pesantren.
b. Belum pernah ada yang meneliti tentang komunikasi
kyai-santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya
dalam membina kepribadian santrinya.
c. Pondok Pesantren Miftahul Huda memiliki suatu pola
komunikasi edukatif kyai-santri dalam membina kepribadian.
Salah satu langkah dari pola komunikasi kyai-santri, mereka
sunda). Akan tetapi di balik keakraban itu, kewibawaan kyai
tetap terjaga, apapun yang dikatakan Ua ajengan seperti
tidak ada pilihan lain kecuali mentaatinya.
d. Pondok Pesantren Miftahul Huda memiliki suatu pola
pembinaan dan penyebaran kader-kadernya sehingga sampai
saat ini telah memiliki tidak kurang dari 600 buah cabang
yang dikelola oleh para alumninya dan tersebar di pelosok
tanah air Indonesia, terutama di wilayah Jawa Barat.
e. Di tengah-tengah derasnya perkembangan budaya masyarakat,
dan kemajuan IPTEK, pondok pesantren Miftahul Huda masih
METODE PENELITIAN
A» Metode K u a l i t a t i f
Keberhasilan suatu penelitian banyak ditentukan oleh
metodologi yang digunakannya. Karena itu metodologi penelitian
perlu ditetapkan berdasarkan sifat masalah, kegunaan dan hasil
yang hendak dicapai.
Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti, maka
penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
naturalistik.
Ada beberapa ungkapan yang dihubungkan dengan istilah
penelitian kualitatif, seperti dikatakan oleh Bogdan dan
Bilken (1982:3) sebagai berikut:
Other phrases are associated with qualitative research. They include symbol ic int&rac tionist , inner perspective,
the "Chicago School"t phenomenological, case st-uciy,
interpretive, ethnomethodological , ecological f and.
descriptive.
Pernyataan di atas ada yang menyimak maknanya bahwa
penelitian kualitatif memiliki beberapa jenis yaitu interaksi
simbul, perspektif ke dalam, "the Chicago School",
fenomenologi, studi kasus, interpretatif, etnometodologi,
ecologi dan metode deskriptif analisis.
Namun demikian penelitian kualitatif ini ada juga yang
Dalam
dunia
Pendidikan,
penelitian
kualitatif
sering
disebut
inkuiri
naturalistik,
karena
peneliti
mengamati,
mencatat,
mewawancarai secara bebas di tempat kejadian di
mana
peneliti tertarik
pada
suatu
kejadian
atau
objek
tertentu
secara alami (wajar). Yang disebut data
penelitian
adalah
1)
hasil pengamatan langsung peneliti sendiri
terhadap
peristiwa
yang terjadi saat itu, 2) hasil
wawancara
dengan
orang-orang
yang dimintai keterangannya dalam suasana
dan
kebiasaan
yang
wajar,
dan 3) dokumen-dokumen tertulis
yang
dikumpulkan
oleh
peneliti.
Pengumpulan
data
tersebut
dilakukan
secara
alami
(wajar)
seperti
dalam
percakapan
sehari-hari,
mengunjungi,
makan-makan, dan melihat serta mengamati
perilaku
yang
wajar
tidak dibuat-buat dari objektif yang diteliti.
Secara lebih rinci S.
Nasution
(1988:9,11)
menjabarkan
ciri-ciri pendekatan penelitian naturalistik sebagai berikut:
(1) Sumber data
ialah situasi yang wajar atau
"natural
setting",(2) Peneliti sebagai instrumen penelitian, (3)
Sangat
deskriptif,
(4)
Mementingkan
proses
maupun
produk,
artinya
memperhatikan
bagaimana
perkembangan
terjadinya
sesuatu,
(5)
Mencari
makna
di
belakang
kelakuan
atau
perbuatan,
sehingga
dapat
memahami
masalah atau situasi,
(6)
Mengutamakan
data
langsung
atau "first hand", (7) Triangulasi: data atau informasidari satu
pihak harus diteliti kebenarannya dengan cara
memperoleh data itu dari sumber lain,
(8)
Menonjolkan
rincian
konstexstual,
(9)
Subyek
yang
diteliti
dipandang
berkedudukan
sama
dengan
peneliti,
(10)
Mengutamakan
perspektif
emic,
artinya
mementingkan
pandangan responden,
yakni bagaimana ia
memandang
dan
menafsirkan
dunia
dari
segi
pendiriannya,
(11)
Verifikasi,
antara lain melalui
kasus yang bertentangan
sampelnya cukup
sedikit
dan
dipilih
menurut
tujuan
penelitian, (13) Mengutamakan "audit trail"
(mengikuti
jejak atau
melacak)
untuk
mengetahui apakah
laporan
penelitian
sesuai
dengan
yang
dikumpulkan,
(14)
Partisipasi tanpa mengganggu,
untuk memperoleh
situasi
yang "natural" atau
wajar,
(15)
Mengadakan
analisis
sejak awal penelitian.
Berdasarkan
permasalahan
yang
akan
diteliti,
serta
merujuk pada pandangan
Bogdan,
Bilken,
Egom
Guba,
dan
S.
Nasution,
tentang penelitian kualitatif dan ciri-cirinya, maka
penelitian ini menggunakan suatu
strategi
kualitatif
dengan
pendekatan
inkuiri
naturalistik,
pendekatan
ini
menuntut
pemahaman yang lebih mendalam terhadap subyek
yang
diteliti,
tidak
sekedar
mencari
jawaban
atas
pertanyaan
"apa"
dan
"bagaimana",
tetapi
juga
mencari
jawaban
atas
pertanyaan
"mengapa".
Studi kasus
adalah metoda yang
lebih
berorientasi
untuk menggali secara
lebih
mendalam
tentang
gejala-gejala
kehidupan
saat
sekarang
di
suatu
objek
tertentu
melalui
pertanyaan "apa", "bagaimana" dan "mengapa".
Oleh
karena
itu
penelitian
ini
tidak
hanya
mendeskripsikan data, akan tetapi peneliti
mencoba
mengangkat
makna-makna dan prinsip-prinsip
mendasar
yang
terdapat
pada
data-data penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, analisis
dan
interpretasi
peneliti sudah dilakukan sejak mengumpulkan data
di
lapangan
2. Mengamati dan mencatat peristiwa-peristiwa yang terkait
dengan data-data yang diperlukan seperti dalam peristiwa
proses ijab qobul orang tua santri dengan Ua Ajengan,
proses belajar mengajar di kelas dan sebagainya.
3. Mengumpulkan dokumen-dokumen tertulis seperti akte yayasan,
kurikulum pengajaran, peraturan-peraturan pesantren yang
tertulis, dan pemotoan terhadap peristiwa atau lokasi-lokasi
yang dianggap menunjang,
4. Memasukkan data-data yang telah diperoleh ke dalam
bagian-bagian tertentu sesuai dengan sub permasalahan,
5. Mengembangkan pertanyaan penelitian untuk mempertajam
analisis dan penafsiran data,
6. Membuat penafsiran secara umum terhadap data yang diperolah
sesuai dengan gagasannya,
7. Hasil analisis dan penafsiran, kemudian dibuat suatu
kesimpulan sebagai temuan dari penelitian ini.
Fokus masalah dalam penelitian ini adalah masalah
komunikasi antara Kyai dengan Santri dalam rangka pembinaan
kepribadian di pesantren Salafiyah Miftahul Huda Manonjaya.
Sesuai dengan fokus penelitian ini, maka data-data objektif
yang telah dideskripsikan itu selanjutnya dianalisis dengan
cara mengangkat makna-makna esensial dari gejala-gejala yang
bersifat alami (wajar).
Dengan cara di atas berarti pengolahan data itu tidak
berhenti sampai pedeskripsian data saja, akan tetapi dilakukan
wajar untuk diangkat maknanya dengan mempertimbangkan berbagai
aspek yang melatar-belakangi munculnya data tersebut.
Untuk mengetahui falsafah hidup seseorang tidak dapat
diambil hanya dari satu sudut penampilannya saja, umpamanya
dari penampilan fisik dalam satu situasi tertentu, melainkan
harus diambil dari aspek-aspek
lain dalam perilaku yang
wajar
dari berbagai ruang dan waktu.
Sebagai ilustrasi, penampilan fisik yang lugu dan polos
dengan pakaian yang sederhana ditampilkan oleh seseorang
dalam ruang dan waktu ter.tentu, tidak bisa disimpulkan dan
ditafsirkan secara sepintas-kilas bahwa dia sebagai orang
bodoh, miskin atau tidak sopan, akan tetapi harus ditelusuri
dari berbagai sudut, umpamanya sudut sosial budaya, sosial
ekonomi, dan nilai-nilai yang diyakininya.
Demikian halnya dengan penelitian ini, dalam mengambil
nilai-nilai esensial, peneliti melakukan penelusuran
makna-makna yang terkandung pada gejala-gejala alami
(wajar)
dengan
mempertimbangkan
aspek ^udaya,
historis,
geografis,
dan
nilai-nilai yang berlaku serta diyakini oleh objek penelitian.
B. Sumber Data dan Lokasi Penelitian
1. Sumber data penelitian
Sumber data penelian ini terdiri dari dua bagian yaitu
:
(1)
situasi
alami
(wajar)
yang
terjadi
di
lingkungan
pesantren itu sendiri baik situasi fisik maupun non
fisik,
(2)
KH.
Choer
Affandi
sebagai
pendiri,
pimpinan,
dan
sebagai nara sumber di pesantren Miftahul
Huda,
(3)
para
anggota dewan kyai, para santri atau alumni Miftahul huda.
Data-data
yang
diperoleh
dari
mereka
berupa
hasil
pengamatan peneliti terhadap peristiwa-peristiwa pendidikan
yang terjadi saat
itu,
hasil
wawancara
dengan
berbagai
pihak dalam berbagai situasi dan kondisi.
1.2 Sumber data sekunder (penunjang),
yaitu segala sesuatu yang
dianggap menunjang data-data primer di
atas,
antara
lain
(1) dokumen-dokumen resmi secara tertulis tentang pesantren
Miftahul Huda seperti Akte Notaris Yayasan, AD ART Yayasan,
Kebijakan-kebijakan
pesantren
secara
tertulis,
(2)
dokumen-dokumen tidak
resmi,
seperti
peraturan-peraturan
pesantren yang tertulis dan dipampangkan untuk
dibaca
dan
diketahui oleh semua santri, maupun yang tidak dipampangkan
namun para santri harus mengetahuinya,
(3) wawancara dengan
masyarakat setempat yang
tidak
secara
langsung
terlibat
dalam pesantrenT dan (4) sosio budaya masyarakat setempat.
2. Lokasi Penelitia n
Sebagai hasil observasi
awal
ke
beberapa
pesantren,
pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya
Tasikmalaya
dipilih
sebagai berikut:
2.1 Pesantren Miftahul Huda merupakan Pondok Pesantren
salafiyah terbesar saat ini di Jawa Barat yang memiliki
kekhususan dalam pola pembinaan dan penyebaran kadernya,
2.2 Pesantren Miftahul Huda merupakan salah satu pondok
pesantren Salafiyah terbesar di Jawa Barat yang masih
mempertahankan sistem salafiyah yang relatif masih asli,
2.3 Pesantren Miftahul Huda belum lama berdiri tetapi telah
banyak menghasilkan para alumni yang mampu mandiri,
sebagai indikasinya.secara tercatat Miftahul Huda sudah
memiliki 600 cabang pondok peantren yang didirikan oleh
para alumninya,
2.4 Belum ada peneliti yang melakukan penelitian di Pesantren
Miftahul Huda berkenaan dengan masalah komunikasi
Kayai-Santri dalam rangka membina kepribadian,
2.5 Adanya kesediaan dari pihak pimpinan pesantren untuk
dijadikan lokasi penelitian,
2.6 Adanya surat idzin dari pihak Lembaga PPS IKIP Bandung,
dan dari fihak Sospol propinsi Jawa Barat.
2.7 Lokasi penelitian ini mudah dijangkau sekalipun jauh dari
tempat tinggal peneliti.
C* Teknik Pengumpulan Data
ini adalah sebagai berikut :
1. Pengamatan Langsung, yang dimaksud pengamatan langsung
adalah peneliti memperhatikan secara seksama atau merekam
secara langsung peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat
itu ditempat tertentu, kemudian peneliti mencatat peristiwa
itu secara utuh. Peristiwa-peristiwa yang dicatat itu
adalah peristiwa yang berkaitan dengan data-data yang
diperlukan dalam penelitian ini seperti megamati peristiwa
penyerahan santri dari orang tua santri kepada kyai (proses
Ijab Qobul), proses belajar mengajar di kelas, dan
sebagainya.
2. Wawancara Mendalam, wawancara ini ditujukan pada
perorangan. Ciri khas wawancara ini adalah penekanannya
pada hubungan perorangan yang kuat antara pewawancara dan
yang diwawancarai, sehingga hal-hal yang sifatnya pribadi
sekalipun dapat terungkap (Winarno Surakhmad. 1976:63).
Dalam wawancara diusahakan mengungkapkan data yang
obyektif dan menghindarkan diri dari bias. sebagaimana
dianjurkan oleh J.Allen William Jr. dalam Ikhsan Bunyamin :
1983:79), bahwa :
"Sumber bias ini dapat dikurangi bila pewawancara tidak membiarkan responden merasakan seperti ia melihat pendapatnya sendiri ke arah materi pokok. Hal ini tidak mencegah responden untuk menduga pendapat
pewawancara, tetapi setidak-tidaknya ia tidak akan
untuk
menciptakan
rapport
yang
baik
dan
juga
mempertahankan objektivitas".
Dalam
penelitian
ini
yang
diwawancarai
meliputi;
pimpinan
pesantren,
santri
dan
para
alumni
pesantren,
keluarga kyai,
para dewan kyai,
dan orang tua santri.
3.
Observasi
partisipasi,
artinya
peneliti
mengikuti
kegiatan-kegiatan tertentu
yang
dianggap
menunjang
pada
data yang ingin diungkap,
seperti pada acara pengaj ian umum
atau pengaj ian di kelas tertentu, atau pada situasi di luar
pengajian,
untuk
melihat
langsung
bagaimana
perilaku
komunikasi Kyai dengan para santri.
4* Studi literatur dan dokumentasi, studi ini dilakukan untuk
memperoleh data teoritis sekaligus memperoleh data kongkrit
berupa dokumen-dokumen tertulis, photo-photo dan hasil
rekaman.
Adapun perlengkapan yang
dibutuhkan
dalam
pengumpulan
data ini di antaranya adalah (1) pedoman wawancara untuk semua
responden,
meliputi
pimpinan
pesantren,
para
santri
dan
alumni, keluarga kyai dan lain lain. (2) pedoman observasi
atau lembar pengamatan, Lembar pengamatan yang diberi nama
catatan untuk data kasar, dan catatan lapangan untuk data yang
sudah disusun, gunanya untuk menuliskan situasi dan kondisi
lingkungan yang terjadi pada saat
peristiwa
berlangsung.
(3)
kodak, dan (4) tape corder.
mewawancarai beberapa responden pilihan (informant) juga
peneliti harus mengikuti beberapa kegiatan tertentu secara
langsung seperti mengikuti pengajian di kelas, gunanya untuk
mengetahui bagaimana komunikasi kyai dengan santri berlangsung
dalam
suasana
formal
dan
atau
mengamati
secara
langsung
perilaku Kyai sehari-hari dalam berkomunikasi dengan
santrinya.
D. Langkah-langkah Pengumpulan data
Secara garis besarnya langkah-langkah pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif akan dapat diperoleh melalui
tahapan-tahapan berikut ini:
1. Tahap, Qrientasi
Tergolong dalam tahap orientasi ini adalah
kegiatan-kegiatan berikut ini :
1.1 Mencari
informasi tentang pondok pesantren
yang
sifatnya
masih umum, caranya membaca literatur tentang pesantren,
membaca rekomendasi dari hasil penelitian terdahulu,
mengamati suasana pesantren, dan mewawancarai beberapa
orang pengasuh pondok pesantren dengan maksud untuk
memperoleh fokus penelitian.
1.2 Mengadakan pra survey ke beberapa pesantren salafiyah
2. Tahap
Tahap
eksplorasi
adalah
tahap
penggalian
data-data
penelitian dari lapangan. Kegiatan yang dilakukan
dalam
tahap
eksplorasi adalah:
2.1 Mencari data yang sesuai dengan fokus penelitian,
2.2 Memilih sumber data yang terandalkan,
2.3 Menyusun pedoman umum (tentatif) cara memperoleh data,
2.4 Memperoleh data sesuai dengan fokus,
2. 5 Mendokumentasikan data yang
diperoleh
dalam
bentuk
:
2.5.1 Catatan,
yaitu catatan yang dibuat secara singkat dan
padat waktu berada di lapangan. Catatan ini untuk
membantu
ingatan peneliti pada waktu menulis
laporan
lapangan.
Disamping
buku
catatan,
peneliti
menggunakan alat bantu seperti tape recorder dan
Kodak.
2.5.2 Catatan Lapangan. yaitu suatu tulisan lengkap sebagai
hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Laporan
ini
dibuat
segera
setelah
pulang
dari
lapangan, dan data inilah yang dijadikan data pokok
penelitian.
3. Mengadakan Trianguiasi
Tahap ini merupakan
tahap
pemeriksaan
keabsahan
data
untuk keperluan pengecekan
atau
sebagi
pembanding
terhadap
data itu (Lexy Moleong,
1988:195).
Trianguiasi yang dilakukan dalam studi ini melalui
teknik sebagi berikut:
3.1
Membandingkan
hasil
wawancara
dengan
hasil
obsevasi/pengamatan dan dokumentasi yang terkait.
3.2
Membandingkan
hasil
wawancara
pada
waktu
diwawancara
tatkala dengan orang
lain
dengan
hasil
wawancara
pada
waktu sendirian (pembicaraan empat mata).
3.3
Membandingkan keabsahan data yang diperoleh dari hasil
wawancaa pengamatan
langsung dengan pendapat dan pandangan
orang-orang lain di luar pesantren seperti pendapat tokoh
masyarakat, dan pemerintah daerah.
3.4 Membandingkan data-data yang diperoleh
dari
sumber
yang
sama dan pendekatan yang sama
dalam
rentang
waktu
yang
cukup lama.
4. Tahap Audit Trail
Tahap ini sengaja dipersiapkan untuk membuktikan
kebenaran data yang disajikan dalam
laporan
penelitian
ini.
Setiap data yang ditampilkan
disertakan
sumbernya,
hal
ini
dilakukan untuk memudahkan penelusuran kebenaran data
tersebut.
Untuk menjaga etika
penelitian
dan
untuk
menjaga
hal-hal yang dapat merugikan
lembaga ataupun
individu tertentu
keberatan untuk mengungkapkannya,
maka peneliti tidak mengejar
data tersebut,
seperti masalah keuangan.
E* Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif
instrumen
penelitian
yang
utama adalah peneliti itu sendiri (Nasution 1988:34),
artinya
peranan dan keterlibatan langsung peneliti di lapangan
sangat
menentukan hasil penelitian, karena dalam penelitian
kualitatif
data-data
yang
sifatnya
primer
harus
langsung
didapatkan oleh peneliti sendiri tidak boleh diwakilkan kepada
orang lain. Hal
ini sangat
penting
artinya,
karena
hal-hal
yang barkenaan dengan
pengamatan
situasi
dan
suasana
yang
terjadi dilapangan akan sulit untuk dianalisis secara mendalam
oleh peneliti bila
data-data
pokok
penelitiannya
diperoleh
dari tangan ke dua atau ke tiga,
karena
dalam
analisis
data
diperlukan penghayatan
langsung
dari
pihak
peneliti.
Akan
tetapi bila penelitian berlangsung selama waktu tertentu,
dan
telah diperoleh fokus yang lebih jelas,
pengumpulan
data-data
yang sifatnya penunjang
yang
dijaring
melalui
angket
atau
mencari dokumen-dokumen tertulis,
dan
wawancara
yang
lebih
terstuktur,
untuk
mempercepat
perolehan
data
bisa
saja
peneliti meminta bantuan pada pihak lain.
prinsip-prinsip dasar sebagi berikut:
1. Peneliti berusaha menyesuaikan diri terhadap semua situasi;
2. Peneliti memperhatikan
setiap
situasi
secara
totalitas,
respons
yang
sepontan
dari
objek
peneliti
dapat
mempertinggi tingkat kredibilitas penelitian;
3.
Peneliti harus peka
dan
dapat
bereaksi
terhadap
segala
stimulus dari lingkungan;
4.
Peneliti berusaha memahami dan menyelami objek penelitian.
Dalam penelitian kualitatif,
analisis
dan
interpretasi
peneliti sudah dilakukan
sejak
pengumpulan
data
awal
dari
lapangan.
Tahap akhir dari
analisis
data
ini
ialah
mengadakan
pemeriksaan
keabsahan
data.
Setelah
selesai
tahap
ini,
mulailah tahap penafsiran data,
hasil sementara menjadi
teori
substantif dengan menggunakan metode tertentu.
F. Pelaksanaan Penelitian
Secara garis besarnya penelitian ini dilaksanakan dalam
tiga tahap sebagai berikut :
1. Tahap
orientasi meliputi;
1.1 Orientasi pendahuluan,
yakni
sebelum
disain
penelitian
disusun,
peneliti mengupulkan informasi
tetang
pesantren
1.2 Penjajagan ke beberapa pesantren salafiyah untuk beIanja
masalah,
1.3 Menyelesaikan persyaratan administratif meliputi
penyelesaian surat idzin kepada pihak-pihak yang terkait.
2. Mengumpulkan data di lapangan,
Setelah peridzinan keluar, secara maraton selama dua
bulan peneliti berada di lapangan. Dua minggu pertama peneliti
tinggal di dalam komplek pesantren bersama-sama santri.
Setelah peneliti mengenal dari dekat kehidupan di pesantren
Miftahul Huda, maka pada minggu ke tiga sampai minggu ke
delapan, peneliti tinggal di luar komplek pesantren yang
jaraknya sangat berdekatan dengan komplek pesantren. Hal ini
dilakukan dengan alasan untuk menghindari bias dan ketenangan
dalam menyusun kembali data-data yang telah dikumpulkan,
karena bila peneliti terus berada di dalam komplek dan bergaul
dengan para santri dihawatirkan peneliti terpengaruh oleh
situasi dan kondisi lingkungan pesantren dan data-data yang
telah' terkumpul hilang atau tercecer. Selama dua bulan
peneliti berada di lapangan, data-data yang dibutuhkan dalam
3.
Pengolahan
data penelitian
Pengolahan
data
penelitian
meliputi
langkah-langkah
berikut ini:
3.1 Display data
3.2 Mendeskripsikan data
3.3 Menganalisis data
3.4 Menafsirkan data
3.5 Menarik kesimpulan
3.6 Memberikan rekomendasi penelitian
3.7 Penyusu*s(nan laporan akhir penelitian.
Sistimatika penyusunan hasil penelitian
dan
pengolahan
data tersebut disesuaikan
dengan
langkah-langkah
penyusunan
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti mencoba menafsirkan data-data
erapirik hasil observasi lapangan, dengan merujuk pada hasil
penelaahan dari berbagai literatur sebagai landasan teoritis
dalam pembahasan hasil penelitian ini.
Penelaahan tentang komunikasi Kyai-Santri di pesantren
Miftahul Huda Manonjaya tidak bisa terlepas dari pembahasan
tentang situasi pendidikan dan nila-nilai religi yang
melandasi
tujuan dan konten,
serta budaya masyarakat
setempat
yang dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan tindakan
pendidikan khususnya dalam perilaku komunikasi antara Kyai
dengan Santri.
1* Penataan Situasi Pendidikan di Pesantren Miftahul Huda
Pelaksanaan pendidikan di pondok pesantren Miftahul Huda
Manonjaya, berangkat dari suatu kerangka landasan ideal yaitu
iman dan taqwa, bertujuan membina kepribadian santri agar
menjadi pribadi muslim yang muttaqin, Imamal Muttaqin, dan
Ulamaul 'Amilin, sehingga mereka memperoleh kebahagiaan di
dunia dan di akhirat.
Dalam mencapai tujuan finalnya, pendidikan pesantren
memiliki tujuan antara yaitu membina santri agar mampu mandiri
dalam menjalani kehidupanya.
Untuk mencapai kemandirian, santri dibekali dengan
berbagai kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
tertentu sebagai modal dasar dalam mengembangkan
kepribadiannya secara optimal. Semua aspek kepribadian santri
dibina secara merata dan konsisten dalam situasi tertentu yang
mendorong tumbuh dan berkembangnya kepribadian santri.
Jika kita ingin memahami lebih jauh tentang pembinaan
kepribadian di suatu lembaga, maka hendaknya kita melihat
seluruh konteks situasi pendidikan itu dengan seluruh latar
belakang pengalaman pendidik dan peserta didiknya*01eh karena
itu untuk memahami komunikasi pendidikan di suatu lembaga
tidak cukup hanya melihat perilaku pendidik dan peserta didik
yang nampak saja seperti disebutkan di atas, melainkan dengan
memahami apa yang mereka alami, sehingga ia melakukan suatu
t indakan tertentu.
Jadi keseluruhan pengamalan seseorang akan melatar
belakangi tindakan yang dilakukannya. Kita akan memahami
tingkah laku seseorang, manakala kita memahami pula apa yang
dialaminya dengan latar belakang seluruh pengalaman saat ia
melakukan perbuatan.
Demikian halnya bila kita ingin melihat dari dekat
Manonjaya, tidak cukup hanya melihat perilaku Kyai Choer
Affandi yang tampak, melainkan harus melihat pula latar
belakang pengalaman hidup Kyai Choer Affandi sebagai pendiri,
pimpinan, dan sebagai guru. Oleh karena itu penataan situasi
pendidikan yang dilakukan di pondok pesantren Miftahul Huda
tidak terlepas dari pengaruh pendidikan dan pengalam hidup KH.
Choer Affandi.
Sebagai mantan Bupati di Ciamis selatan dalam
pemerintahan darurat DI, tampak dominan dalam mewarnai
penataan manajemen, organisasi dan administrasi pesantren.
Pola kepemimpinan yang diterapkan di Miftahul Huda
disentralisir dalam suatu komando tunggal, di mana dalam
usianya yang sudah senja, KH. Choer Affandi masih banyak
terlibat langsung di lapangan, terutama dalam hal-hal yang
sifatnya kaderisasi dan pembinaan terhadap para santri maupun
para anggota Dewan Kyai. Sebagai contoh dalam pelaksanaan
penataan bangunan fisik pesantren, KH. Choer terkadang
berperan langsung sebagai pimpinan proyek, sekaligus sebagai
arsitek dan mandor, dibantu oleh KH. Enjang Suhanda yang dalam
struktur kepengurusan pesantren diangkat sebagai kepala Bagian
Pembangunan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan contoh
bagaimana cara menata lingkungan pesantren. Namun dalam
hal-hal yang sifatnya kerjasama dengan lembaga lain termasuk
lembaga pemerintah, banyak didelegasikan kepada para
dianggap
layak untuk mewakili
pesantren.
Hal
ini
dilakukan
dalam rangka memberikan kepercayaan.
Sebagai mantan koraandan
perang
dalam
gerakan
DI.TII,
beliau cenderung menerapkan pola kepemimpinan militer terutama
dalam masalah disiplin. Bagi para santri yang melanggar
disiplin dan peraturan pesantren, KH. Choer tidak segan-segan
memberi
sangsi
yang
tegas
dan
keras
tanpa
pandang
bulu
sekalipun terhadap putra-putri dan cucu beliau.
Demikian pula latar belakang pendidikannya, KH. Choer
pernah mondok
di
pesantren
Sukamanah
selama
6
tahun
dan
mendapatkan
materi
khusus
tentang
penyusunan
kurikulum
pendidikan dari gurunya yaitu KH.
RD.
Didi.
Pengalaman
ini
telah mewarnai terhadap penataan sistem pendidikan terutama
dalam penyusunan program pendidikan,
metode
pengajaran,
dan
penjenjangan pendidikan di Mifatahul Huda
yang
pada
umumnya
tidak dilakukan dalam pesantren salafiyah lainnya.
Secara garis besarnya,
penataan
situasi
pendidikan
di
Miftahul
Huda,
diupayakan
melalui
tiga
pendekatan,
yaitu
penataan
lingkungan
fisik
pesantren,
penataan
sistem
pendidikan,
dan
ketauladanan
pendidik
serta
tenaga
kependidikannya.
Ketiga pendekatan ini dilakukan
secara
utuh
dalam suatu sistem pendidikan pesantren.
1.1 Penataan Lingkungan Fisik
wajar adalah lingkungan
keluarga.
Seorang
anak
dilahirkan,
dibesarkan,
dan
dibina
dalam
lingkungan
keluarga
sebelum
dibina di lingkungan
lain,
karena
itu
lingkungan
keluarga
sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan kepribadian
anak.
Nabi Muhammad SAW, bersabda,
yang artinya "
Setiap
yang
dia
lahirkan,
ia lahir dalam keadaan suci,
maka kedua orang tuanya
yang akan mencemari kesucian itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau
Majusy
".
Hadits
di
atas
mengandung
pengertian
bahwa
lingkungan keluarga merupakan situasi tertentu, di mana
kedua
orang
tua
sangat
dominan
dalam
pembinaan
pribadi
anak,
sedangkan
kematangan
pribadi
anak
dapat
dipengaruhi
oleh
situasi di mana anak dididik itu dibesarkan.
Berkenaan
dengan
ligkungan
pendidikan,
Dorothy
Law
Natile P.hd (1993) mengatakan yang artinya :
" Bila anak dibesarkan dalam celaan, ia akan belajar
memaki.
Bila anak dibesarkan dalam permusuhan, ia belajar
berkelahi.
Bila anak dibesarkan dalam cemoohan, ia belajar
rendah diri.
Bila anak dibesarkan dalam penghinaan, ia akan belajar menyesali diri.
Bila anak dibesarkan dalam toleransi, ia akan belajar
menahan diri.
Bila anak dibesarkan dengan dorongan, ia akan belajar percaya diri.
Bila anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia akan belajar keadilan.
Bila anak dibesarkan dengan kasih sayang dan
persahabatan,
ia akan belajar menemukan
cinta
dalam
kehidupan.
Sekaitan dengan penciptaan
lingkungan pendidikan,
Joice
"Upaya perubahan perilaku seseorang dapat dilakukan memlalui
perubahan penataan lingkungan. (Selfcontrol through operant
methods, managing our own environment).
Demikian halnya dengan penataan lingkungan di pesantren
Miftahul Huda. Penataan lingkungan fisik pesantren Miftahul
Huda dapat dilihat dari letak geografis, letak dan bentuk
bangunan-bangunan yang ada di lingkungan pesantren.
Letak geografis pesantren yang terisolir dari masyarakat
luas, merupakan suatu upaya pengisolasian santri agar tidak
terpengaruh oleh situasi lain di luar pesantren.
Penataan letak bangunan yang berada di komplek pesantren
Miftahul Huda, mencerminkan suatu upaya Kyai dalam
mengkondisikan santri dalam lingkungan fisik yang sangat
memungkinkan terjadinya komunikasi Kyai dengan Santri yang
syarat dengan nilai-nilai pendidikan.
Bangunan mesjid yang ditempatkan di tengah komplek,
secara psikologis telah memaksa santri agar selalu shalat
berjamaah di mesjid, karena jarak asrama dengan mesjid sangat
dekat. Di samping itu mesjid sebagai bangunan termegah di
lingkungan pesantren, sementara di sampingnya dibangun rumah
Ua Ajengan yang sangat sederhana. Kondisi ini telah membawa
kesan yang amat mendalam bagi pembentukan watak, sikap dan
pola hidup santri. Karena santri tahu bila Ua Ajengan
menghendaki bangunan rumahnya lebih baik dari yang ada
bangunan mesj id yang megah, telah membangkitkan semangat dan
kebesaran Islam.
Antara asrama putra dan putri dibatasi oleh rumah para
anggota dewan kyai, mengandung makna pembatasan kesempatan
untuk melakukan komunikasi secara bebas antara santri dan
santriwati, karena berhubungan lain jenis yang goir makhrim
dilarang. Pintu-pintu keluar komplek dihadang oleh rumah-rumah
anggota Dewan Kyai mengandung arti bahwa pengawasan Kyai
terhadap para santri cukup ketat agar mereka tidak keluar
masuk komplek, karena dihawatirkan mereka akan terpengaruh
oleh lingkungan di luar pesantren.
Tata-tertib dan do'a masuk mesjid terpampang di dekat
pintu masuk mesjid, telah mengingatkan para santri agar
terbiasa membaca do'a bila masuk mesjid dan melakukan shalat
tahiyatal masjid. Bacaan Wirid ba'da sholat terpampang di
papan tulis diletakkan di bagian dalam mesjid.
Pemindahan kepala keluarga yang bukan anggota Dewan Kyai
ke luar komplek mengandung arti bahwa lingkungan pesantren
harus bersih dari pengaruh-pengaruh di luar sistem pesantren.
Penataan letak dan bentuk bangunan di lingkungan
pesantren Miftahul Huda dirancang secara apik seolah-olah
mampu berbicara menjelaskan bagaimana situasi pendidikan
diciptakan melalui penataan fisik bangunan.
Penciptaan lingkungan fisik pesantren Miftahul Huda
tidak pernah selesai, mungkin
ada
unsur
kesengajaan.
Tujuan
pembangunan fisik bukan sekedar menyelesaikan bangunan-bangunan
tertentu
sesuai
dengan
kebutuhan
pesantren,
akan
tetapi
dijadikan sebagai sarana
latihan
para
santri
dalam
membina
keterampilan,
pengalaman,
sekaligus
sebagai
saran
latihan
beramal shaleh. Oleh karena
itu pekerjaan bangunan
mulai
dari
mengecor,
mengaduk,
pekerjaan tukang,
semuanya dikerjakan
oleh
santri dengan bimbingan para tukang yang sudah profesional.
Pengetahuan
dan
pengalaman
KH.Choer
dirasakan
sangat
dominan mempengaruhi penataan lingkungan pesantren.
Pengetahuan
umum yang diperolehnya dari pendidikan formal di zaman kolonial
HIS (Hollandsch Inlandsche
School)
dan
pendidikan-pendidikan
praktis seperti pendidikan administrasi di Surabaya,
pertanian
dan pertukangan di Bandung, memberi warna tersendiri dalam
penciptaan situasi dan lingkungan pesantren.
Pengalaman pendidikan di zaman kolonial telah
membawanya
kepada suatu kemampuan dalam menata lingkungan fisik yang mampu
memberikan kesan yang mendalam bagi para tamu dan orang tua
santri bahwa Kyai murid sungguh-sungguh dalam membina para
santrinya. Bangunan mesjid yang megah berlantai dua ukuran 30 x
50 meter dan 9 buah asrama, madrasah, dan perkantoran yang
masing-masing berlantai 3, dirancang sendiri tanpa melibatkan
seorang arsitek pun, belaui hanya dibantu oleh putra-putra dan
para santri seniornya, sedangkan pelaksanaan pembangunannya
melibatkan seluruh potensi santri dengan maksud memberikan
1.2 Penataan Lingkungan Non Fisik
Dalam suatu upaya pendidikan, input murid akan
mempengaruhi
tindakan pendidikan dan
hasil yang
akan
dicapai,
oleh karena itu seleksi calon peserta didik dan pree test perlu
dilakukan, paling tidak untuk menentukan langkah awal dari
suatu tindakan pendidikan dan pengajaran.
Sebagai pesantren salafiyah,
Miftahul
Huda
sejak
awal
berdirinya telah mencoba melakukan inovasi baru dalam sistem
pesantren salafiyah di mana penerimaan santri baru dilakukan
secara teratur.
Seorang santri yang mau mondok di Miftahul Huda, harus
menempuh prosedur sebagai berikut:
1.2.1 Calon santri diwawancara secara khusus oleh pengurus
Dewan Santri. Materi wawancara sekitar motivasi belajar,
latar belakang kehidupan dan, pergaulan sehari-hari.
1.2.2 Proses Ijab Qobul,
yaitu
penyerahan
calon
santri
dari
orang tua atau wali kepada Kyai dan disaksikan oleh calon
santrinya.
1.2.3 Pembacaan Ikrar Santri di depan pengurus Dewan Santri
disaksikan oleh orang tua/wali santri.
1.2.4 Melengkapi persyaratan administrasi dan keuangan. Untuk
seleksi administrasi dan keuangan dilakukan tidak begitu
ketat, sebab j ika ternyata calon santri itu dari keluarga
yang tidak mampu, maka beban keuangan bisa dibebaskan dan
GRUPKAR yaitu para santri yang dikaryakan untuk mengurusi
kekayaan pesantren dan kekayaan Dewan Kyai, untuk beaya
hidup
dan
pendidikan
mereka
dijamin
sepenuhnya
oleh
pesantren, mereka mempunyai hak yang sama dengan santri
biasa dalam memperoleh kesempatan belaj ar.
1.2.5 Mengikuti Preetest yang dilakukan oleh Dewan Guru dan
Dewan Kyai, kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan awal santri khususnya dalam pengetahuan praktis
seperti kemampuan membaca Al Quran, praktek wudlu, dan
praktek shalat.
Ada enam alasan Miftahul Huda melakukan sistem
penerimaan semacam itu yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Motivasi belajar dan latar belakang
kehidupan pribadi calon santri,
2. Untuk mengetahui motivasi orang tua/wali, kesungguhan
mereka menitipkan anaknya dan untuk mengetahui latar
belakang sosial ekonomi mereka,
3. Untuk menanamkan kepercayaan calon santri dan orang
tua/wali bahwa kyai serius dalam mendidik santrinya.,
4. Untuk menanamkan disiplin dan menghargai peraturan
pesantren pada calon santri dan orang tua/wali bahwa santri
yang sudah dititipkan tidak bisa keluar masuk seenaknya
ke
pesantren karena akan mengganggu proses belajar,
5. Untuk memperkenalkan calon santri dan orang tua/wali pada
6. Untuk mengukur kemampuan awal calon santri dan untuk
menentukan langkah awal pembinaan sehubungan dengan
penjenjangan pendidikan yang berlaku di Miftahul Huda.
Proses penerimaan santri baru seperti dilakukan di atas
merupakan penyesuaian awal bagi santri dan orang tua/wali
terhadap situasi, kondisi dan sistem pesantren yang dapat
menunjang pada upaya penciptaan situasi pendidikan secara utuh.
Sistem asrama seperti umumnya dilakukan di pesantren,
merupakan sub sistem dalam sistem pendidikan pesantren, yang
dengan sendirinya berjalan suatu proses pembinaan aspek-aspek
kepribadian.
Dalam sistem asrama para santri belajar mengurusi
dirinya sendiri seperti mencuci sendiri, mengatur keuangan
sendiri, mengatur waktu belajar, istirahat dan sebagainya.
Mereka seolah-olah dipaksa untuk mengurusi keperluan rutin
dirinya sendiri, karena situasi dan lingkungan menuntutnya
untuk melakukan semua itu.
Dalam proses sosialisasi di asrama, seorang santri akan
merasa malu bila ia tidak mengurusi kepentingannya sendiri.
Namun demikian mereka tidak belajar secara formal bagaimana
cara mencuci pakaian, bagaimana cara mengatur keuangan sendiri,
akan tetapi proses itu berjalan secara alami, mereka belajar
dari pengalaman dan lingkungannya, hal itu perlu dalam rangka
membina sikap hidup mandiri bagi santri.
Jadwal kegiatan rutin yang ketat, melatih santri agar
memaksa mereka agar
bersungguh-sungguh
belajar
dan
beramal.
Sistem asrama merupakan suatu
upaya
penyesuaian
awal
santri
agar
tidak
menerima
pengaruh
dari
luar
sehingga
progaram
pendidikan pesantren dapat diserap
oleh
santri
secara
utuh,
karena dalam sistem asrama sangat memungkinkan pembinaan
kepribadian berjalan secara utuh.
Sistem penjenjangan pendidikan,
metode
pengajaran,
dan
evaluasi pendidikan telah mewarnai pula pada penciptaan situasi
pendidikan di Miftahul Huda.
Peraturan-peraturan pesantren yang ketat dan
sangsi-sangsi yang berat diberikan pada santri yang coba-coba
melanggar ketentuan-ketentuan pesantren.
1.3 Ketauladanan para Kyai dan Keluarganya
Upaya pembinaan kepribadian santri di pondok pesantren
lebih banyak dilakukan dalam bentuk hubungan timbal balik
antara Kyai dengan para santrinya baik secara personal maupun
kelompok, yang tampil secara wajar tidak dibuat-buat sehingga
menimbulkan keakraban. Hubungan semacam ini sangat efektif
dalam upaya pembinaan kepribadian santri, karena para santri
melihat langsung keteladanan kyai dalam berbagai segi.
Kyai banyak menghabiskan waktunya untuk kepentingan
pesantren, setiap santri diperhatikan perilaku dan prestasi
belajarnya secara teliti. Pengawasan dilakukan dalam berbagai
aktivitas belajar, beramal dan perilaku sehari-hari. Melalui
para pengurus asrama yang mengawasi secara langsung, Kyai dapat
mengetahui para santri yang taat, berprestasi atau yang suka
melanggar peraturan.
Bagi santri yang berakhlak
mulia,
cerdas
dan raj in diberi perhatian khusus dan diberi bimbingan
secukupnya,
karena mereka diharapkan
kelak
akan
menggantikan
posisi
Kiyai.
Oleh
karena
itu
tidak
jarang
santri
yang
berprestasi dalam bidang pengajaran dan perilakunya terpuji
di
j adikan mantu oleh Kyai.
Kyai di pondok pesantren dijadikan sebagai
figur
sentral
bagi keluarga, para santri, dan masyarakat sekitarnya, karena
disamping beliau sebagai kepala keluarga, guru dan pimpinan
pesantren, juga Kyai dianggap sebagai tokoh masyarakat.
Kesedernanaan, kepiawaian, ketawaduan dan keikhlasan
dalam penampilan kehidupan sehari hari, merupakan ciri khas
penampilan Kyai Salafiyah. Keharmonisan hubungan Kyai dengan
keluarganya merupakan pencerminan dari sebuah keluarga bahagia
(keluarga sakinah). Situasi semacam ini membawa kesan yang
sangat mendalam bagi santri dalam
mempersiapkan
diri
sebagai
kepala keluarga, tokoh masyarakat, dan sebagai ulama. Dengan
demikian pembinaan kepribadian di pesantren lebih banyak
ditampilkan dalam bentuk keteladanan Kyai dan keluarganya.
Namun demikian kita tidak bisa menutup mata bahwa di
antara keluarga Kyai baik putra atau karib kerabatnya ada yang
menempatkan diri seperti kyai sepuh, hal ini merupakan
pemandangan yang kurang enak dilihat dan bisa menjatuhkan
2* Komunikasi Pendidikan di Pesantren Miftahul Huda
Hasil pengamatan langsung peneliti terhadap
situasi
dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di
Miftahul
Huda,
khususnya
dalam komunikasi antara Kyai
dengan
Santri
dipandang
sangat
padat dengan muatan nilai-nilai edukatif. Bila
Kyai
menyuruh,
marah,
berkelakar, atau mengumbar humor,
semuanya dalam
kontek
pembinaan
pribadi
santri,
sampai
tindakan
Kyai
di
luar
kesengajaan untuk melakukan upaya pendidikan, akan
ditafsirkan
santri sebagai tindakan yang
disengaja
karena
sudah
terbina
kepercayaan Santri terhadap Kyainya.
Tindakan pendidikan yang dilakukan
di
luar
kesengajaan
(kesadaran),
sesungguhnya
merupakan
hasil
pendidikan
dalam
kesadararmya,
karena ketidak
sengajaan
dalam
suatu
tindakan
akan dipengaruhi oleh
pengalaman
yang
disengaja.
Pengalaman
yang diperoleh dalam
kesengajaan
(kesadaran)
seseorang
akan
mengendap
menjadi
ketidak
sadaran.
Dan
pengalaman
yang
disengaja atau pengalaman sadar itu suka muncul dalam
tindakan
yang tidak disengaja
atau
tidak
disadari.
Oleh
karena
itu
ketidak sengajaan atau ketidak sadaran dalam suatu tindakan itu
akan muncul sebagai suatu tindakan positif manakala
pengalaman
yang disengajaannya atau disadarnya positif.
Suatu tindakan di
luar
kesadaran
dapat
muncul
karena
kebiasaan,
kebiasaan
akan
muncul
dari
pengkondisian,
dan
pengkondisian itu dilakukan dalam suatu tindakan ya