PEMBINAAN NILAI-NILAI
DAN PERILAKU KEAGAMAAN Dl SLTP
(Studi Kanuk tentang Upaya Kepala Sekolah SLTP Negeri 1 Katapang dan Kepala Madrasah MTs AL-HAQ Margahayu Kab. Bandung)
TESIS
Dlajukan Untnk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendldikan
Program Studi Pendldikan Umum
Oleh:
TARLAN ROHENDI
NIM:9596163/S-2/PU
PROGRAM PASCASARJANA
UMVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA B A N D U N G
DISETUJUI OLEH:
PROF. DR. H. SUDARDJA ADIWIKARTA, MA
PROF. DR. H. DJAMARI
PROGRAM PASCASARJANA
UMVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA B A N D U N G
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fungsi pendidikan menanamkan dan
mewariskan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal tersebut,
merupakan upaya pemberdayaan manusia yang sangat efektif dalam rangka
membentuk kualitas sumber dayanya dengan landasan moral yang kokoh.
Adapun permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini munculnya
penyimpangan-penyimpangan perilaku peserta didik yang menjurus kepada tindakan
di luar norma Terjadinya pergeseran pandangan masyarakat terhadap sekolah,
bahwa kualitas sekolah ditentukan oleh perubahan intelektual siswa semata. Di
tunjang dengan sistem pendidikan kita dewasa ini lebih mementingkan isi kepala
daripada isi hati.
Selanjutnya penelitian ini mecari dan rnengkaji pola pembinaan nilai-nilai
dan perilaku keagamaan siswa yang dikembangkan di sekolah. Meliputi proses
penataan fisik, proses penataan psikis, penanaman nilai yang dipertaliankan dan
kerangka landasan yang dijadikan rujukan serta perubahan perilaku siswa.
Sedangkan metode yang menggunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan fenomenologi. Adapun data yang dikumpulkan dengan teknik observasi,
wavvancara dan dokumentasi. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan cara
berpikir induktif Dari hasil penelitian ini dapat diungkapkan bahwa sivitas
akademika sekolah sangat penting untuk melaksanakan proses pembinaan nilai-nilai
dan perilaku siswa dengan cara dan upaya yang harus dilakukan. Proses penanaman
nilai-nilai dan perilaku keagamaan di sekolah memiliki kekhasan tersendiri,
mengingat kualitas guru, masukan siswa, dan pola kepemimpinan kepala sekolali
yang berbeda.
Seterusnya dalam penelitian ini diperoleh temuan makna, bahwa proses
penataan fisik dan psikis yang dilakukan guru dan kepala sekolah mengacu kepada
tujuan lembaga sebagai tempat pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan siswa
Di samping itu, bahwa temuan masalah yang didapatpada intinya disebabkan oleh
berbagai faktor keterbatasan yang dimiliki sekolah.
Dengan demikia, proses pembinaan yang dilakukan guru dan kepala di
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI l
KATAPENGANTAR ii
UCAPAN TERIMA KASIH iv
DAETARISI vi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Panelitian 1
B. Perumusan dan PernyataanMasalah Penelitian 7
C. Tujuan Penelitian 8
D. Manfaat Penelitian 9
E. Definisi Operational 10
BAB II PROSES PEMBINAAN NILAI-NILAIDANPERILAKU
KEGAMAAN SISWA 13
A. Telaali Pembinaan Nilai-Nilai 13
B. Pembinaan Nilai-Nilai dan Perilaku Keagamaan dan
Pendidikan Umum 24
C. Faktor-Faktor yang Mempenganihi Pembinaan Nilai-Nilai
Dan perilaku Keagamaan 30
D. Pembinaan Nilai-Nilai dan perilaku Keagamaan di SLTP .... 36
BAB IH PROSEDUR PENELITIAN 42
A. Metode. dan Pendekatan Penelitian 42
B. Instrumen Penelitian 44
C. Teknik Pengumpulan Data 46
D. Subyek Penelitian 49
E. PengumpulanData 50
F. Analisis Data 51
BAB W HASIL PENELITIAN 53
A. Profit SLTP Negeri 1 Katapang 53
B Deakripai danPeneluauran Makna Eaensial Data Penelitian
di SLTP Negeri 1 Katapang 56
1. Penataan Situasi Fisik yang Diterapkan di SLTP
Negeri 1 Katapang 56
2. Penataan Situasi Religius-PBikologis yang Diterapkan
di SLTP Negeri 1 Katapang 72
3. Kerangka Landasan yang Dijadikan Pegangan
Kebijakandi SLTP Negeri 1 Katapang 88
4. Perubahan Perilaku Peserta Didik di Lingkungan
SLTP Negeri 1 Katapang 92
C. ProfilMTs. Al-Haq Margaliayu 98
D Deskripsi dan peneluauran Makna Eaensial Data Penelitian
di MTs. Al-Haq Margahayu 103
1. Penataan Situasi Fisik yang Diterapkan di MTs.
AL-HAQ Margahayu 104
2. Penataan Situasi Religius-Psikologis yang Diterapkan
di MTs. AL-HAQ Margahayu 112
3. Kerangka Landasan yang Dijadikan Pegangan
Kebijakan di MTs. AL-HAQ Margaliayu 127
4. Perubalian Perilaku Peaerta Didik di Lingkungan MTs.
AL-HAQ Margahayu 130
5. Temuan Penelitian 135
BAB V KESIMPULANDANSARAN-SARAN 141
A. Kesimpulan-Kesimpulan 141
B. Saran-Saran 145
DAFTAR PUSTAKA 149
LAMPIRAN-LAMPIRAN 152
RIWAYATHIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan suatu budaya dan proses pemberdayaan manusia Sebagai proses budaya, merupakan pewarisan ilmu pengetahuan dan harta kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya Proses ini terjadi secara
berkesinambungan sebagaimana ditunjukan oleh makna dan pengertian kata
"pewarisan" yang terkandung di dalamnya. Semakin baik mutu dan kualitas
proses pewarisan tadi, semakin baik pula ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang
diwariskan oleh generasi tersebut
Sebagai proses pemberdayaan, berperan sebagai institusi yang sangat kreatif dan sekaligus saluran yang sangat efektif dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai satu generasi ke generasi berikutnya Nilai-nilai tadi terisolasi secara
luas dan mengakar, kemudian terlembagakan dan menjadi pola acuan hidup
bersama dalam kehidupan maayarakatnya
Nilai-nilai tadi hidup dan berkembang, menjadi sandaran kolektif normatif dipegang dalam kehidupan bersama Masyarakat sangat menghargai dan menghormati sistem nilai yang mereka warisi dari generasinya Sistem nilai itu bersumber dari agama, ideologi, paham atau filsafat aosial yang hidup dalam lingkungan suatu masyarakat
Perbedaan sumber nilai itu sudah barang tentu akan membawa kepada
perbedaan sistem, tujuan dan orientasi pendidikan yang ada di setiap kelompok
Dilihat dari sumber nilai atau filsafat yang mendasarinya Sistem-sistem
pendidikan di dunia ini secara garis besar dapat dikalsifikasikan menjadi tiga,
sistem pendidikan berdasarkan agama, sistem pendidikan bercorakan sekuler
(Barat), dan sistem pendidikan komunis.
Sistem pendidikan yang berasaskan agama berakar pada doktrin agama
tertentu, misalnya sistem pendidikan Islam. Setiap kelompok agama (baik Islam,
Katolik, Protestan, Hindu, Budha dll) secara doktrinal-teologis-filsofis tentunya
memiliki sistem sendiri-sendiri di mana di dalamnya tergambar pula visi, tujuan
dan orientasinya masing-masing dalam menata dan melaksanakan bagi kebutuhan
komunitaanya
Faisal Ismail, mengatakan "sistem pendidikan sekuler adalah sistem yang
bersadarkan pada paham sekulerisme yang memisahkan tujuan pendidikan dari
ajaran dan nilai-nilai agama Di dalam sistem pendidikan sekuler, agama tidak
diberikan ruang gerak untuk ikut campur dalam seluruh gerak pengelolaan
pendidikan, tetapi agama tidak dibenci atau dimusihi. Sistem pendidikan sekuler
lebih menekankan pada pengembangan akal dan nalar, tetapi kurang memberikan
porsi pada pendidikan spiritual, moral dan akhlak" (Pikiran Rakyat, 2 Oktober
1998).
Sedangkan sistem pendidikan komunis adalah sistem pendidikan yang
didasarkan pada filsafat dan ideologi komunis, misalnya di Uni Soviet dulu.
Dalam sistem pendidikan komunis, agama bukan saja tidak diberi ruang dan gerak
dalam bidang pendidikan, bahkan agama ditentang, dibenci, dimusuhi dan hendak
Sistem pendidikan Islam bersifat integral dan serba meliputi. Artinya, sistem
pendidikan Islam bersifat menyeluruh dan komprehensif, nilai-nilai Islam
terpadukan dan terintegrasikan ke dalam ruang dan gerak pendidikan di semua
level dan tingkatan.
Sistem pendidikan Islam tidak memisahkan nilai-nilai moral dan Ketuhanan
dengan nilai-nilai hidup keduniawian. Bahkan nilai-nilai iman, moral, dan
Ketuhanan menjadi asas yang mengakar kuat dalam pelaksanaan pencapaian
tujuan pendidikan Islam.
Sistem pendidikan Islam menyeimbangkan antara akal (intelektual) dan
moral-spiritual. Hal itu sesuai dengan fitrah kejadian manusia secara substansial
terdiri dari rohani dan jasmani. Pendidikan intelektual bertujuan mencerdagkan
manusia, sedangkan pendidikan spiritual dan moral bertujuan membentuk
manusia yang berakhlak baik. Dengan demikian, nilai intelektual dan
nilai-nilai moral-spiritual mendapat tempat yang wajar dalam sistem pendidikan Islam.
Di samping itu, sistem pendidikan Islam menyeimbangkan antara kepentingan
individual dan kepentingan masyarakat agar pola-pola hubungan dan tatanan
sosial Islami yang adadi dalam masyarakat dapat terjaga dengan baik.
Keberhasilan sebuah praktik pendidikan dapat dilihat dan dinilai dari
perilaku seseorang. Tidak dipungkiri jika dewasa ini kita menyaksikan pola
pendidikan yang benar-benar jauh dari hakikat pendidikan kemanusiaan. Kita
tidak menemukan kesempurnaan ahklak dan rohani dalam sistem pendidikan
modern yang dipraktikan dewasa ini yang notabene bersumber pada filsafat Barat
yang materialisme. Fenomena yang kita temukan adalah penindasan antar
manusia dan merosotnya nilai moral. Tujuan pendidikan modern, tercapainya
tujuan material yang berkembang menjadi cinta terhadap pekerjaan dan produksi
dengan mengesampingkan nilai-nilai atau norma-norma yang ada
Sprang, seorang pakar pendidikan Barat, berpendapat bahwa sistem
pendidikan modern produk Barat telah tunduk dan terpengaruh oleh kekuatan perusahaan, lembagakeuangan, dan industri (Najib, 1994:24).
Paragidma ini bukan saja mempengaruhi praktik-praktik pendidikan di
tingkat institusi-institusi pendidikan, baik makro maupun mikro, lebih parali lagi
adalah menggantikan"isi kepala" setiap orang yang pada mulanya berpikir bahwa
pendidikan, untuk proses penumbuhkembangan potensi-potensi moral dan
kemanusiaan dalam diri setiap orang, kini berganti pandangan bahwa yang paling
penting dari pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai simbol-simbol prestise yang ditandai oleh perolehan materi setelah mengikuti pendidikan.
Pola pikir seperti itu telah menjadi jati diri setiap isi kepala manusia (terlebih di Indonesia), dalam kenyataannya semakin jauh dari paradigma berpikir bahwa yang terpenting dari pendidikan upaya memanusiakan manusia dan penumbuhkembangan potensi kreativitas (bacaakal) sebagai langkah untuk mengangkat manusia ke derajat kemanusiaan yang semulia-mulianya sesuai dengan hakikat dan potensi kemanusiaan yang telah diberikan oleh-Nya
Akibat jauh dari bergantinya "isi kepala" setiap orang oleh paradigma materialisme terhadap dunia pendidikan, maka yang terkorbankan adalah nilai-nilai kemanusiaan yang semestinya mendapat tempat terhormat dalam dalam
setiap upaya pendidikan.
keputusan yang diambil dalam pembangunan pendidikan lebih banyak lahir
sebagai keputusan paradigma politik kekuaaaan.. Padahal seharusnya setiap upaya
pembangunan dalam berbagai dimensi haruslah berawal dan terlahir dari
paradigma dan kebijakan pendidikan.
Di samping itu, kurikulum pendidikan khususnya yang menyangkut
pendidikan nilai, mencuat kepermukaan, setelah akhir-akhir ini muncul
penyimpangan-penyimpangan perilaku peserta didik yang menjurus kepada
tindakan di luar norma seperti perkelahian masal (tawuran), kejahatan seksual,
sampai kepada penyalahgunaan obat-obat terlarang bahkan pembunuhan.
Fenomena penyimpangan perilaku tersebut, kiranya dapat dijadikan
indikator kurang berhasilnya pembinaan nilai-nilai dan perilaku dalam mencapai
tujuan pendidikan khususnya menyangkut pembentukan peserta didik yang
memiliki nilai-nilai dan perilaku luhur, sesuai dengan norma
Kalau ditelaah, sekarang ini terjadi pergeseran pandangan masyarakat
terhadap sekolah, bahwa kualitas sekolah itu ditentukan oleh berapa besar
rata-rataNEM yang diperoleh setiap lulusan suatu sekolah, dan berapa prosen peserta didik lulusannya bisa diterima atau menembus SMU Negeri atau UMPTN.
Sehingga semakin tingggi NEM yang diraih, atau makin banyak lulusannya dapat
lolos di SMUNegeri atau UMPTN, maka semakin dianggap bagus mutu sekolah
yang
bersangkutan.
Dampaknya pendidik di sekolah berlomba
untuk
meningkatkan perolehan NEM peserta didiknya Karena mereka menganggap dan menyadari sekolah yang demikian yang akan diminati masyarakat
Lebih parahnya lagi untuk mengejar tujuan itu tidak sedikit dilakukan
pemalsuan NEM di beberapa sekolah yang pernah merebak ke permukaan,
merupakan bukti argumentasi ini.
Dampaknya, baik dalam perencanaan manpun dalam belajar mengajar di
sekolah, pendidikan cenderung sebatas bagaimana peserta didik dapat menjawab
soal-soal yang mungkin akan keluar dalam ujian dengan mengandalkan metode
ceramah dan pemecahan soal-soal. Sehingga pembelajaran itu kering akan nuansa
moralnya
Proses belajar mengajar yang demikian, jelas menjadi kering, karena tidak
lagi memiliki makna sebagai proses interaksi edukatif penuh dengan muatan
moral. Pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan peserta didik menjadi
terabaikan, karena terdesak oleh usaha mengejar target kemampuan menjawab
soal-soal.
Lebih celakanya lagi pandangan masyarakat pun demikian dan tidak pernah
mempersoalkan, karena memiliki perasaan yang sama yaitu tuntutan kemampuan
intelektual anaknya, supaya mereka memperoleh NEM yang tinggi sehingga bisa
diterima di SMU Negeri atau dapat menembus UMPTN ( Pikiran Rakyat, 3
Desember 1997).
Situasi seperti itu mengisyaratkan bahwa pembinaan nilai-nilai dan perilaku
keagamaan membutuhkan pemecahan yang bijak sekaligus operasional, karena
pendidik menjadi variabel utama dan terdepan dalam mengatasi persoalan ini.
Bertalian dengan masalah tersebut, penulismemandang perlu untuk meneliti masalah yang berhubungan dengan : Pembinaan Nilai-Nilai dan Perilaku
Keagamaan di SLTP melalui pendekatan studi perbadingan antara SLTP Negeri 1
Penelitian ini memilih jenjang SLTP dengan pertimbangan bahwa pada usia
tersebut anak memerlukan pembinaan nilai-nilai dan perilaku serta norma yang
bersumber dari agama untuk bekal yang berguna dalam kehidupan masa
depannya
B. Perumusan dan Pernyataan Masalah Penelitian
Sekolah sebagai lingkungan tempat peserta didik mengembangkan segala
potensi positif, merupakan bagian dari upaya pendidikan umum untuk membentuk manusia utuh. Sehingga konsekuensi logisnya, penataan situasi yang
terjadi di lingkungan sekolah mutlak harus kondusif, menumbuhkembangkan
sifat-sifat manusia yang baik, melepaskan sifat-sifat manusia yang jelek, dan memperkayanilai-nilai, moral, dan norma secara selektif
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka diajukan rumusan
masalah: bagalmanakah berlangsungnya proses pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan yang dikembangkan sivitas akademika sekolah, baik di
kalangan peserta didikSLTP maupun peserta didikMTs.
Permasalahan di atas dijabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut:
1. Penataan situasi fisik bagaimanakah yang dikembangkan sivitas akademika
sekolah (SLTP dan MTs) dalam membina nilai-nilai dan perilaku keagamaan
sebagai penyelenggara pendidikan umum?
2. Upaya penataan suasana religius-psikologis bagaimanakah yang
dilaksanakan sivitas akademika sekolah (SLTP dan MTs) kepada peserta
didiknya?
3. Kerangka landasan apakah yang dijadikan pegangan kebijaksanaan dalam
membina nilai-nilai dan perilaku keagamaan baik di lingkungan SLTP
maupun MTs?
4. Perubahan perilaku apakah yang terjadi pada diri peserta didik dari upaya pembinan nilai-nilai dan perilaku keagamaan baik di lingkungan SLTP
maupun MTs?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka yang jadi tujuan pokok penelitian
ini adalah ditemukannya pola pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan siswa yang dikembangkan di sekolah. Sedangkan untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan informasi:
1. Upaya yang dilakukan kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan
pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan siswa di SLTP Negeri 1
Katapang dan MTs AL-HAQ Margahayu. Disinyalir Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam praktiknya peningkatan kualitas keimanan dan
ketaqwaan di setiap sekolah memiliki kekhasan masing-masing, mengingat
kualitas guru, masukan siswa dan pola kepemimpinan kepala sekolah yang
berbeda (Depdikbud, 1995:13). Secara formal semua guru dan kepala sekolah
ikut tanggung jawab berperan dalam mewarnai keperibadian peserta didik.
2. Proses pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan peserta didik yang
dikembangkan di sekolah. Proses yang dimaksud meliputi, proses penataan
fisik, proses penataan psikis, penanaman nilai yang dipertahankan dan
kerangka landasan yang dijadikan pegangan. Hal tersebut menjadi informasi,
sejauh mana upaya yang dilakukan guru dan kepala sekolah dalam mengambil
kebijakan untuk pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan yang belum
terpadu.
3. Komitmen peserta didik dalam mengaktualisasikan nilai-nilai dan perilaku
keagamaannya Komitmen terhadap nilai-nilai dan perilaku keagamaan yang
dimaksud adalah komitmen menurut ukuran peserta didik SLTP yang dapat diamati dari gejala-gejala perilaku peserta didik (tindakan, ucapan, dan
pikiran) dalam kehidupan sekolah. Mereka bagian dari pelaku pendidikan
yang banyak bergantung pada dan terikat sistem sekolah, keberadaan
keluarga, dan sekolah serta mereka dituntut untuk menyeleksi nilai yang
berguna untuk kehidupan masa depannya
D. Manfaat Penelitian
Bila tujuan di atas dapat dicapai, diharapkan hasil penelitian ini memberikan
manfaat atau kegunaan:
1. Memberikan masukan kepada guru dalam memperkaya pemahaman tentang
pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan di lingkungan SLTP dan MTs
meliputi
proses belajar mengajar dan seluruh aktivitas sekolah menjadi
tanggung jawab guru.
2. Memberikan masukan kepada Kepala Sekolah, pentingnya upaya pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan siswa, sehingga dapat memberikan
merumuskan tuntutan pembinaan nilai-nilai dan perlaku kegamaan yang ideal
di satu sisi dengan kondisi obyektifdi lapangan di lain pihak.
3. Bagi peneliti, melalui kajian konseptual pengalaman-pengalaman riil di
lapangan dan deselaraskan dengan masukan serta dari nara sumber (terutama
Pembimbing). Studi ini memberikan manfaat yang cukup berharga bagi
peneliti sendiri dalam rangka menambah pengalaman dan memperkaya
wawasan untuk lebih memahami masalah-masalah pendidikan, di mana
peneliti mengabdikan diri
E. Definisi Operasional
Untuk menghindarkan kesalahpahaman dalam mengartikan istilah yang
terdapat dalam judul tesis ini, maka perlu didefinisikan secara operasional antara
lain:Pembinaan Nilai-Nilai dan Perilaku Keagamaan Di SLTP.
Pembinaan menurut AriB Munandar (1987:92), upaya di dalam
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap yang
ditujukan bagi tercapainya manusia yang terampil, cakap, dan terpupuk sikap
mental positif, di mana dalam pengembangannya diselaraskan dengan nilai-nilai
yang dianutnya
Nilai adalah rangkaian sikap yang menimbulkan atau menyebabkan
pertimbangan yang harus dibuat untuk menghasilkan suatu standar atau
serangkaian prinsip dan aktivitas yang dapat diukur (Abdul Manan, 1995:3).
Miltol Rokeah (dalam Kosasih Djahiri, 1985:20), nilai sebagai suatu kepercayaan
atau keyakinan (belief) yang bersumber pada sistem seBeorang, mengenai apa
yang patut atau tidak patut dilakukan seseorang mengenai apa yang berharga dan
apa yang tidak berharga Nilai dimaknai sebagai standar panutan perilaku dalam
kehidupan seseorang. Lebih lanjut Achmad Kosasih Djahiri (1985:21), bahwa
nilai atau value lebih tinggi daripada norma Adapun nilai itu sendiri merupakan
keyakinan (belief) yang sudah menjadi milik diri dan akan menjadi barometer
perbuatan dan kemauan (action dan the will) seseorang.
Nilai-nilai keagamaan merupakan hal-hal penting atau berguna dalam
kehidupan yang bersumber dari Allah dan dimotivasi oleh keyakinan dalam
rangka menunjukan beribadah kepada-Nya untuk memperoleh kehidupan yang
baik di dunia dan akhirat
Perilaku adalah tingkah laku, kelakuan, perbuatan (Poerwadarminta, 1976:738). Perilaku merupakan ucapan dan perbuatan seseorang yang berulang
dengan sikap sebagai pemberi kendali arah. Jadi perilaku keagamaan adalah
bentuk ucapan, kelakuan, tingkah laku, perbuatan seseorang yang diaktualisasikan
dengan landasan keyakinan yang bersumber dari ajaran-ajaran agama Allah.
SLTP adalah jenjang pendidikan yang termasuk jalur sekolah pendidikan
dasar. Adapun pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap
dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang
diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik
yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengali (UUSPN,
1994:7)
Sejalan dengan makna istilah di atas, pembinaan dalam penelitian ini adalah
upaya (tindakan ucapan, pikiran) yang dilakukan kepala sekolah dan guru dalam
menata situasi sekolah (fisik dan psikis) dalam aktivitas sekolah (intra dan
ekstrakurikuler) yang dilakukan langsung maupun tidak langsung, supaya peserta
didik menjadi muslim (beriman dan bertaqwa).
Demikian beberapa pengertian istilah yang digunakan dalam tesis ini, agar
adakesamaan paham tentang makna ataumaksud darijudul tesis ini.
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan memakai metode deakriptif Adapun alasan
memilih metode ini karena masalah yang akan dianalisis dan dikaji menyangkut
hal-hal yang berlangsung dalam kehidupan, khususnya di SLTP Negeri 1
Katapang dan MTs. AL-HAQ Margahayu. Dengan deskripsi fenomena yang
tampak di lapangan bisa ditafsirkan makna dan isinya yang lebih dalam dari data
yang terhimpun dengan memperhatikan dan menjagasegi kualitasnya
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
fenomenologi, dengan alasan data yang diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan kata-kata dari responden. Fenomenologi adalah suatu
ilmu tentang fenomena atau yang tampak, untuk menggali esensi makna yang
terkandung di dalamnya Data tersebut sedapat mungkin tidak dipengaruhi dari
luar sehingga bersifat alami atau apa adanya Subino Hadisubroto (1988:2), "data
yang dikumpulkan melalui penelitian kualitatif lebih berupa kata-kata daripada
angka-angka". Disamping itu, tidak mengabaikan data yang bersifat dokumen,
selama data tersebut dapat menunjang terhadap pencapaian tujuan penelitian ini.
Pendekatan ini diorientasikan kepada situasi dan kondisi individu secara utuh dan
menyeluruh. Bogdan dan Taylor (1993:22), "metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulia
atau lisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri.
Pendekatan ini diarahkan pada latarbelakang individu tersebut secaraholistik". Berkaitan dengan pendekatan kualitatif, Nasution (1988:5), "penelitian padahakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi
dengan mereka, berusaha memahami dan tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya".
Penelitian kualitatif naturalistik yang digunakan dalam menelaah masalah, mempunyai karakteristik sendiri. Bogdan dan Biklen (1987:27-29), lima
karakteristik utama dari penelitian kualitatif : (1) Qualitative research has the
natural setting as the direct source of data and the researcher is the key
instrument; (2) Qualitative research is descriptive; (3) Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes of products; (4) Qualitative researchers tend to analyze their data inductively; (5) meaning is of
essential concern to the qualitative approach.
Karakteristik tersebut, pertama, peneliti sendiri sebagai instramen utama
untuk mendatangi secara langsungsumber datanya;kedua,mengimplikasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka; ketiga, menjelaskan bahwa penelitian kualitatif lebih menekankan kepada proses, tidak semata-mata pada hasil; keempat, melalui
analisis induktif, peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang diamati;
kelima, mengungkapkan makna sebagai yang esensial dari pendekatan kualitatif. Karakteristik tersebut sejalan dengan Nasution (1992:10), karakteristik pendekatan kualitatif adalah : (1) Sumber data, ialah situasi wajar atau natural
setting; (2) Peneliti, sebagai instrumen penelitian; (3) sangat deskriptif; (4) Mementingkan proses dan produk; (5) Mencari makna di belakang kelakuan atau perbuatan yang dapat memahami masalah atau situasi; (6) Mengutamakan dan
langsungatau^rsrhand; (7) Triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain; (8) Menonjolkan pencirian kontekstual; (9) Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti; (10) Mengutamakan prospektif emic, artinya mementingkan pandangan responden tentang bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dari segi pendiriannya; (11) Verifikasi, yaitu mencari kasus lain yang berbeda dengan apa yang
ditemukan untuk memperoleh hasil yang lebih dipercaya; (12) Sampling yang
purposif, dilihat menurut tujuan penelitian; (13) Menggunakan audit trial,yaitu mengikuti jejak atau melacak untuk mengetahui apakah laporan sesuai dengan yang disimpulkan; (14) Partisipasi responden tanpa menggunakan alat untuk memperoleh situasi yang natural; (15) Mengadakan analisa sejak penelitian awal.
Pengumpulan data secara langsung terhadap aituasi di lingkungan sekolali
mengungkap masalah pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan. Masalah tersebut diungkap dengan memperhatikan latar belakang proses terjadinya pembinaan tersebut Lantas data tersebut akan terkumpul secara totalitas dan akan memberikan kesatuan konteksnya sehinggadiharapkan dapat dipahami maknanya
B. Instrumen Penelitian
Dalam kegiatan penelitian ini, peneliti langsung berfungsi sebagai instrumen dan sarana atau alat penelitian, karena peneliti dapat menyesuaikan diri dengan
situasi yang berubah-ubah yang dapat dipaliami dalam penelitian ini. Disamping
itu, hal yang mendasari alasan tersebut, menurut Nasution (1992:19), ciri-cirinya
sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai subyek pekadan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.
Tidak ada instrumen lain yang dapat bereaksi dan berorientasi terhadap
banyak faktor dalam situasi yang senantiasa berubah-ubah.
2. Peneliti sebagai subyek dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan bisa mengumpulkan aneka ragam data sekaligus dalam waktu
yang bersamaan. Tidak ada alat penelitian lain, seperti yang digunakan dalam
penelitian kualitatif, yang dapat menyesuaikan diri dengan bermacam-macam
situasi serupa itu.
3. Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu instnimen benipa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia
sebagai instrumen dapat memahami situasi dalam segala seluk-beluknya
4. Suatu situasi yang dapat melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami
dengan pengetahuan semata-mata Untuk memahaminya kita sering perlu
merasakan dan menyelaminya berdasarkan penghayatan kita
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia
dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesia dengan segera untuk menentukan
arah pengamatan dan menguji-cobahipotesis yang timbul seketika
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan
data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai
balikan untuk memperoleh penegasan, pembahan, perbaikan danpenolakan.
7. Dalam penelitian dengan menggunakan tes atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat diolah dengan statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh yang
menyimpang justru diberi perhatian. Responden yang lain daripada yang lain
bahkan bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan
tingkatpemahaman mengenai aspek yang diteliti.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan peneliti diantaranya : (1) Observasi, (2) Wawancara, dan (3) Studi Dokumentasi. Dengan harapan, ketiga teknik ini bisa sating melengkapi serta menunjang dalam mendapatkan data yang
diperlukan.
1. Observasi
Secara intensif, teknik ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai
kegiatan Guru dan Kepala Sekolah dalam rangka pembinaan nilai-nilai dan
perilaku keagamaanpeserta didik di lokasi penelitian.
Lexy J. Moleong (1988:106), digunakannya metode pengamatan, yaitu : (1)
Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,
perhatian, dan perilakunya, (2) Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagai fenomena dari segi pengertian subyek, menangkap
kehidupan budaya dari segi dan anutan para subyek pada keadaan waktu itu, (3)
Pengamatan memungkinkan peneliti untuk merasakan apa yang dirasakan dan
dihayati oleh subyek, (4) Pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan
yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subyek.
Dinarapkan, dengan observasi ini dapat terlihat dan teramati aktivitas yang
sedang terjadi atau dilakukan baik untuk program kurikuler mapun
ekstrakurikuler. Dalam kedua program tereebut, dicarikan esensi persoalan yang
menjadi puaat penelitian. Bila kegiatan ini sarat muatan nilai-nilai dan perilaku
keagamaan, maka observaasi lebih difokuskan pada eksplorasi esensi hubungan
dan interaksi secara interpersonalnya, namun apabila kegiatan sekolali cenderung
bersifat formal-sekuler, maka observasi diorientasikan untuk mencari
upaya-upaya Guru dan Kepala sekolah dalam mengisi kegiatan tersebut baik dalam
bentuk hubungan dan interaksi secara interpersonal dengan masyarakat sekolali,
maupun dalam bentuk ucapan dan tindakan yang mengandung nilai-nilai dan
perilaku keagamaan. Walaupun demikian, peneliti menyadari bahwa observasi ini
memiliki kelemalian seperti tidak semua tingkah laku responden dapat diamati
secara keseluruhan dalam lingkungan sekolah.
2. Wawancara
Wawancara dilaksanakan untuk memperoleh data utama berupa ucapan,
buah pikiran, pandangan dan perasaan serta tindakan dari Guru dan Kepala
sekolah. Kemudian sesudah peneliti memperoleh keterangan, peneliti mengadakan
wawancarayang lebih mendalam dan disusun berdasarkan apa yang disampaikan oleh subyek penelitian, dengan istilah lain, data pertama bersifat non-directive
menurut pikiran dan perasaan subyek penelitian. Sedangkan data ya ng bersifat
directive ditinjau dari sudut pandang peneliti, sehingga wawancara beralih dari
tidak terstruktur menjadi lebih terstruktur.
Nasution (1988:73), dalam teknik wawancara terkandung maksud untuk
mengetahui apa yang ada dalam pikiran dan perasaan responden. Atas dasar itu,
maka salah satu cara yang ditempuh peneliti adalah melakukan wawancara secara
mendalam dengan subyek penelitian dengan tetap mengacu pada arah, sasaran, dan fokus penelitian. Pertama, kita harus segera mengadakan interaksi dengan subyek penelitian. Kedua, kita menghadapi kenyataan adanya pandangan orang
lain mungkin berbeda dengan pandangan sendiri.
Dalam melaksanakan wawancara tersebut, bisa dilakukan baik di
lingkungan sekoah, di rumah, atau di mana saja yang dipandang tepat untuk
menggali data agar sesuai dengan konteksnya Sesekali antara peneliti dan
responden menyetujui waktu untuk wawancara, atau secara spontan peneliti
meminta penjelasan tentang sesuatu kejadian yang dipandang erat hubungannya
dengan pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan para peserta didik. Pada
saat melakukan wawancara, peneliti mencalat data yang dianggap penting sebagai
data penelitian serta merekam pembicaraan sumber data atas kesepakatan
bersama
3. Studi Dokumentasi
Dokumentasi dipergunakan untuk memperkuat dan melengkapi data yang telah diperoleh melalui observasi dan wawancara Data yang bersifat dokumenter yang terdapat di SLTP Negeri 1 Katapang dan MTs. AL-HAQ Margahayu seperti
photo, arsip-arsip sekolah, tulisan mading, peringatan, piagam, dan lain
sebagainya Dari data dokumenter itu, peneliti menanyakan apa, siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa dokumen-dokumen itu dibuat. Sehingga, bukti-bukti itu bisa memperjelas keadaan responden, maupun hal-hal yang bisa
dilakukan atau diucapkan responden, khususnya yang berhubungan dengan
pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan di lingkungan sekolah dapat
menjadi sumber data kuat bagi penelitian.
Dari penggunaan teknik pengumpulan data di atas, maka yang dijadikan acuan menjaring data penelitian dari lapangan seperti : (1) Peneliti berusaha mengumpulkan aneka ragam data sebanyak mungkin, (2) Peneliti berusaha
mengumpulkan memperhatikan setiap peristiwa secara keseluruhan, (3) Peneliti berusaha menghubungkan keadaan lingkungan responden dengan peristiwa yang
terjadi, (4) Supaya data yang didapat adalali data yang shahih, maka peneliti
berasaha memahami segala seuatu secara teliti.
D. Subyek Penelitian
Yang dijadikan subyek dalam penelitian ini adalah yang menjadi sasaran penelitian ini. Namun ada subyek yang sifatnya menyeluruh, yaitu semua civitas
akademika (SLTP Negeri 1 Katapang dan MTs. AL-HAQ Margahayu). Di
samping itu, ada pula beberapa orang yang ditentukan melalui observasi awal
untuk diwawancarai. Keaslian kehidupan sekolali yang melibatkan semua warga
sekolah itu ditujukan untuk mengamati kehidupan sekolah secara umum melalui
observasi. Adapun subyek yang ditentukan terlebih dahulu, maksudnya untuk mendapatkan informasi malalui wawancara
Selanjutnya, untuk memperoleh data melalui wawancara, maka subyek penelitian meliputi:
1. Pendidik SLTP Negeri 1 Katapang dan MTs. AL-HAQ Margahayu yang
terlibat aktif dalam pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan kepada
peserta didiknya Hal tersebut didasarkan atas hasil observasi permulaan yang
dilakukan peneliti, hasil wawancara silang dan atas saran Kepala Sekolah. Cara demikian, dimaksudkan supaya datayang didapat lebih proporsional lagi. 2. Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah serta para pembantunya yang
memegang kesiswaan, kurikulum, humas, sarana, dan BP/BK.
3. Peserta didik 7 orang, khususnya mereka yang aktif dalam kegiatan keagamaan ekstrakurikuler dan kegiatan lainnya dan 2 peserta didik yang
tidak aktif
E. Pengumpul a n D ata
Pengumpulan data secaraumum didapat melalui tahapan sebagai berikut: 1. Tahap Orientasi,mulai dari surat izin penelitian, survei pendahuluan ke lokasi
penelitian (SLTP Negeri 1 Katapang dan MTs. AL-HAQ Margaliayu), serta
mencari informasi-informasi yang bersifat umum dalam rangka menentukan
fokus penelitian.
2.
Tahap Eksplorasi,
menggali data dari lapangan dengan menggunakan alat
pengumpul data yang telah ditentukan, yaitu : observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
3.
Tahap Member Check
atau uji kritis terhadap data sementara yang telah
diperoleh dari lapangan.
4.
Tahap Tringulasi
atau pengecekan data, yaitu suatu teknik yang ditempuh
untuk menemukan data lain sebagai pembanding.
F. Analisis Data
Sebagaimana biasanya, penelitian kualitatif diolali dan dianalisis selama
penelitian berlangsung, S. Nasution (1988:126), analisis data kualitatif adalah
proses menyusun data berarti menggolongkan dalam pola, tema, atau katagori
agar dapat ditafsirkan. Menurut Lexy Moleong (1989:88), analisis data adalah
proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, katagori, dan
satuan uraian dasar sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan tema dan
dirumuskan hipotesis kerja sebagai disarankan data Analisis induktif menurut Puspoprodjo (1989:17), suatu jalan pikiran disebut induksi manakala berupa
penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua/banyak) atas dasar
pengetahuan tentang hal-hal yang khusus (beberapa/sedikit).
Sebagai gambarannya, dapat ditelaah melalui taliapan sebagai berikut:
1. Mencari kaitan antara data yang diperoleh
2. Mereduksi data atau merangkum
3. Men-display data ke dalam disket kerja lewat komputer
4. Menyusun draft hasil penelitian dengan langkah-langkah : (a) Mengolah data, (b) Memilih-milih data, baik primer maupun sekunder, (c) Memilih data pendukung guna menunj ang data yang kehandalannya rendah.
5. Menginterpretasikan data dan menyimpulkannya
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
Dalam Bab Vini diketengahkan kesimpulan dan saran-saran penelitian ini.
Kesimpulan yang dimaksud untuk menghimpun intiaari hasil dari penelitian ini
secara keseluruhan dari deskripsi, interprets, dan analisis Bab IV. Disamping itu,
ada beberapa saran-saran untuk perbaikan kepada berbagai pihak terkait setelah
mendapatkan kejelasan dari haail penelitian.
A. Kesimpulan-Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian pada bab-bab sebelumnya
(Bab IV) bertalian dengan pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan di
SLTP, dapat diketengahkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Upaya guru dan Kepala Sekolah dalam membina nilai-nilai dan perilaku
keagamaan siswa di SLTP Negeri 1Katapang belum tercapai dengan baik
atau belum menunjukan kemajuan dalam melaksanakan program pendidikan
umum. Hal tersebut terbukti dengan masih ada gum yang kurang memahami
pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan, siswa sebagian besar belum
terkoordinir dalan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan di
sekolah. Apabila guru tidak hadir siswa ribut dan bising, sehingga
mengganggu konsentrasi siswa yang sedang belajar di kelas lain, berkeliaran
pada saat jam belajar akibat dari ketidakhadiran guru atau teriambat guru
masuk kelas, merokok berkelahi, dan terlibat narkoba
2. Upaya guru dan kepala sekolah di SLTP N, pada umumnya masih lemah
dalam proses internalisasi nilai-nilai atau penghayatan terhadap pembinaaan
nilai-nilai, begitu pula peragaan keteladanan yang ditampilkan oleh para
pelaku pendidikan masih belum maksimal sesuai yang diharapkan.
3. Upaya guru dan Kelapa Madrasah dalam membina nilai-nilai dan perilaku
keagamaan di MTs. Al-Haq Margahayu telah tercapai dalam melaksanakan
program pendidikan umum. Hal tersebut terlihat, meskipun saranadan fasilitas yang disediakan Yayasan minim, apa adanya serta kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di madrasah tidak banyakragamnya, akan tetapi guru dapat memanfaatkannya dan bisa mewamai perilaku siswa dengan baik, siswa tidak
ada yangterlibat narkoba, berkelahi, merokok, dan rambut panjang.
4. Upaya guru dan kepala sekolah dalam melakukan kegiatan sekolah :
Pertama, usaha guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan pembinaan
nilai-nilai danperilaku keagamaan siswa berlangsung dalam penataan baik situasi fisik maupun psikis, direncanakan, dan ditargetkan pada tujuan tertentu. Program yang dilaksanakan baik di SLTP maupun di MTs. dalam menciptakan suasana lingkungan sekolah yang kondusif untuk pembinaan nilai-nilai dan perilaku
keagamaan siswa bersifat komprehensif Terbukti dari upaya penataan fisik seperti (mesjid dan perlengkapannya) sarana. sekolah seperti penataan lingkungan,
jalan, dan tempat. Upaya guru dan kepala sekolah itu disengaja dan direncanakan,
bertujuan agar peserta didik dapat merasakan dan menghayati kandungan nilai
yang ada di dalamnya
Upaya penataan suasana psikologis dalam pembinaan nilai-nilai dan
perilaku keagamaan siswa yang ditampilkan oleh gum dan kepala sekolah sebagai
figur sentral, seperti melalui keteladanan (pikiran, ucapan , dan tindakan);
mengaktifkan siswa dalam berbagai kegiatan (pramuka, paskibra, kemping,
rekreasi, baca-tulis Al-Qur'an, pengajian, ceramah, shalat jum'at); bertanya dan
menasehati, berkomunikasi melalui kunjungan rumah (sesuai dengan kasusnya).
Kesemuanya itu mendapat prioritas utama dari sekolah sebagai modal dasar
mencapai kesuksesan melaksanakan program.
Kedua,
semua kegiatan yang dilakukan gum dan kepala sekolah baik di
SLTP maupun di MTs. memiliki tujuan untuk menanamkan nilai-nilai dan
perilaku keagamaan kepada siswa Namun nilai-nilai tersebut ada yang tampak
dalam kegiatannya menanamkan nilai-nilai dan perilaku keagamaan siswa dan ada
pula kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan aspek-aspek penanaman
nilai-nilai dan perilaku keagamaan tersebut. Adapun nilai-nilai yang tampak dalam kegiatan
pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan itu merupakan nilai Islami yang
diaktualisasikan sebagai Nilai Instmmental Operasional (NIO), seperti uapaya
membimbing baca-tulis Al-Qur'an, pengajian, ceramah, guru bertindak sebagai
khotib, shalat jum'at, qurban, dan membudayakan mengucapkan salam.
Sedangkan nilai yang memiliki keterkaitan dengan aspek-aspek pembinaan
hilai-nilai dan perilaku keagamaan siswa mempakan hilai-nilai instmmental esensial (NIE),
seperti nilai penanaman sikap disiplin dan kejujuran (NIE) siswa mendapat
prioritas utama yang diperagakan dalam menjaga kebersihan lingkungan,
ketertiban dan ketentraman lingkungan sekolah, patuh terhadap aturan sekolah,
dan sopan santun dalam berperilaku baik berbicara maupun bertindak (NIO).
Akan tetapi, kenyataannya dalam pembinaan tersebut tidak dilakukan
pemilahan dan pemilihan, namun berlangsung dalam suatu proses yang utuh.
Sedangkan keutuhan proses tersebut dalam rangka pelaksanaan pendidikan umum
menanamkan nilai intrumental operasional (NIO) dan nilai instmmental esensial
(NEE), walaupun upaya guru dan kepala sekolah disadari atau tidak bahwa dalam
pikiran, ucapan, dan tindakannya itu terkandung nilai-nilai tersebut.
Ketiga,
di samping mengacu kepada aturan formal yang bersifat global, juga
upaya gum dan kepala sekolah dalam menata semua kegiatan dan menciptakan
lingkungan pendidikan dalam suasana yang kondusif didorong oleh komitmen
atau tanggung jawab diri beragama yang kuat
lebih-lebih di MTs. dalam
melahirkan kerangka landasan kebijaksanaan dalam pembinaan niiai-nilai dan
perilaku keagamaan siswa yang sedang berlangsung. Hal tersebut mengisaratkan
bahwa komitmen mereka telah mampu menibangkitkan semangat beragama
siswa yang formal, mengacu pada tujuan pendidikan pembentukan kepribadian
manusia yang utuh.
Keempat,
reka-upaya guru dan kepala sekolah (menata lingkungan fisik,
pikologis, menata seluruh kegiatan) dalam membina nilai-nilai dan perilaku
keagamaan siswa berahasil bagi perubahan diri siswa Perubahan perilaku tampak
dalam kebiasaan disiplin diri, seperti dalam menjaga kebersihan lingkungan
sekolah (ruang dan halaman senantiasa bersih dari sampah); patuh dalam mentaati
peraturan atau tata tertib sekolah (berpakaian sergam rapih dan bersih, potongan
rambut pendek, ke luar masuk kelas minta izin, dan budaya mengucapkan salam)
mengindikasikan bahwa peserta didik telah berusaha membiasakan diri untuk
hidup bersih dan teratur. Meskipun diyakini tidak semua peserta didik hidup
bersih dan teratur di rumahnya, akan tetapi hal tersebut cukup beralasan sebagai
hasil dari reka-upaya gum dan kepala sekolah menanamkan nilai disiplin diri.
Perubahan perilaku lainnya yang tampak dari kegiatan rutinitas keseharian
di lingkungan sekolali, seperti tersingkap mereka rajin melaksanakan shalat
Dzuhur, Ashar, Jum'at, dan lancar baca tulis Al-Qur'an. Sedangkan pembahan
yang lebih jauhlagi adalah ada sebagian dari gum sebagai pendidik baik di SLTP
maupun di MTs alumni dari sekolah tersebut Hal ini merupakan suatu indikator
dari keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan.
B. Saran-Saran
Bertitik tolak dari temuan dan kesimpulan dari penelitian ini, maka perlu
dikemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi SLTP N 1 Katapang
a) Kepala sekolah hendaknya memiliki
visi ke depan bertalian dengan
pembinaan mutu kehidupan sekolah, lantas difungsikan semua warga sekolah, baikguru maupun tatausaha sertamasyarakat, terutama orang tua
siswa
b) Kepala sekolali hendaknya melakukan pendekatan yang tepat dalam
pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan di sekolah dengan
memberdayakan peran serta seluruh aparat sekolah dalam mengambil
keputusan penting di sekolah; sehingga akan dapat menibangkitkan rasa
kebersamaan dan kekompakan dalam menangani persoalan-persoalan
siswa, rasa memiliki, rasa dihargai, berwibawa dan tegas.
c) Guru hendaknya bersedia menjadi mitra dialog dan bisamenerima curahan
hati siswa yang bermasalah.
d) Guru hendaknya mengacu kepada prinsip kasih sayang dalam membina
nilai-nilai dan perilaku keagamaan siswa di sekolah, siswadipandang oleh
guru sebagai titipan orang tua/wali dan amanah dari Allah yang senantiasa
harus dijaga dan dibina serta hams diperlakukan secara baik dan adil.
e) Bahwa pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan siswa merupakan
tanggung jawab bersama semua gum dalam proses pendidikan, bukan
hanya jadi beban tanggung jawab gum mata pelajaran agama saja, akan
tetapi semua warga sekolah yang terlibat memiliki tanggung jawab moral
untuk menciptakan situasi pembinaan yang utuh dan kondusif. Di samping
itu, bahwa pendidikan nilai-nilai tersebut juga merupakan tanggung jawab
keluarga sebagai lingkungan pertama yang meletakannya
f)
Pengelolaan mesjid dan semua aktivitas keagamaan siswa di sekolah
hendaknya lebih semarak diberdayakan supaya tercipta dan terasa lingkungan sekolah yangreligius.
g) Hendaknya kepala sekolah, guru, dan siswa mempunyai inisiatif dan
bervariasi dalam mengisi kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan
dengan pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan siswa di sekolah.
h) Menyisipkan misi dalam setiap kegiatan upacara dengan ceramah
keagamaan dan dalam pembelajaran di ruang kelas menghubungkan mata
pelajaran dengan nilai-nilai keagamaan.
i) Hendaknya para pelaku pendidikan di SLTPN dapat meningkatkan
penghayatan terhadap proses pembinaan nilai-nilai dan menampilkan
ketaladanan yang maksimal.
2. Bagi Yayasan Pendidikan Islam AL-HAQ
a) Pihak pengurus Yayasan perlu mencari sumber dana yang memadai agar
sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya dapat terpenuhi.
b) Untuk mencapai tujuan sesuai dengan misi Yayasan tersebut, koordinasi
antara pihak pengelola dan gum-guru dengan pengurus YPI AL-HAQ
perlu ditinggkatkan.
c) Peran serta masyarakat terhadap Yayasan tersebut perlu ditingkatkan agar keberadaannya dirasakan lebih memberikan pengaruh yang besar terhadap
proses pendidikan anak-anak di sekitarnya, sehingga timbul rasa memiliki
sebagai wujud nyata dari tanggung jawab.
3. BagiPenelitian Selanjutnya
a) Kondisi obyektif di lapangan menunjukan bahwa gum dan kepala sekolah
memiliki peranan yangpenting dalam menanamkan nilai-nilai dan perilaku
keagamaan kepada siswa Oleh karena itu, untuk memaparkan hal-hal
yang masih belum tersingkap secara utuh dan jelas dalam penelitian ini,
makaperlu diungkapkan persoalantersebut untuk diteliti lebih lanjut.
b) Disarankan untuk mengadakan penelitian lanjutan yang lebih mendalam
bertalian dengan pembinaan nilai-nilai dan perilaku keagamaan siswa,
bagaimana gum menggunakan pendekatan, metode, dan cara dalam
menanamkan nilai-nilai tersebut yang lebih rinci di lingkungan pendidikan
dengan latar belakang siswayang berbeda-beda
c) Penelitian ini hanya mengacu pada masalah pembinaan nilai-nilai dan
perilaku keagamaan siswa Oleh karena itu, untuk memperkaya dan
melengkapi khasanah penelitian ini, kiranya perlu ada penelitian lain
dengansudut pandang yang berbeda
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, Abdurrahman Saleh, 1990, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur 'an,Jakarta : Rineka Cipta
Abdul Manan, 1995, Pendidikan Mlai: Konsep dan Model (Value and Education : Concepts andModels; Winecoff, H.L.1988) WJPMalang.
Al-Qur'an nul Karim
Alberty, HB. & Alberty E. J., 1965,
Recognizing the High School Curriculum,
Third Edition, New York: The Macmillan Company.
Aris Munandar, 1987,Pembinaan dan Masalahnya, Jakarta: Gramedia
Bogdan, Robert C & Biklen, Knopp Sari, 1990, Riset Kualitatif Untuk
Pendidikan : Pengantar Ke Teoti dan Metode.Alih Bahasa Munandir.
Brouwer, M..A.W., 1989,Kepribadian dan Perubahannya, Jakarta: Gramedia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995,Pedoman Peningkatan Keimanan
dan Ketaqwaan terhadap Tuhan YangMaha Esa,Jakarta
Djamari, 1985, Mlai-Mlai Agama Dan Budaya yang Melandasi Interaksi Sosial
di Pondok Pesantren Cikadueun Banten,Disertasi, FPS IKIP Bandung.
, 1988, Agama Dalam Perspektif Sosiologi, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta
Djawad Dahlan, M., 1988, Posisi Bimbingan Penyuluhan Pendidikan dalam Rangka Ilmu Pendidikan, Pidato Pengekuhan Jabatan Guru Besar dalam Pendidikan di FTP IKIP Bandung.
Downey, Meriel & Kelly, A.V., 1978,Moral Education, Theory and Practice,
London: Harper & Row Ltd.
Endang Sumantri, 1993,Harmoni Budaya Hidup Berpancasila dalam Masyarakat
yang Religius: Suatu analisis Fenomenologis. Pidato Fengukuhan Guru
Besar FPJJ?S IKIP Bandung.
Faisal Ismail, 1998,Mlai-Mlai Integralsstik Islam, Artikel, dalam Harian Pikiran Rakyat, 10 Oktober 1998
Fraenkel, JackR. 1977,Howto Teach about Values,New Jersey: Prentice
Hamzah Ya'qub, 1993,
Etika Islam Pembinaan Akhlqul Karimah
(Suatu
Pengantar), Bandung: Dipenogoro.Harris, Allan, 1976, Teaching Morality and Religion, London: George Allan &
Unwin Ltd.
Kay, William, 1975,
Moral Education; Asocioligical Study of the Influence of
Society, Home and School, London: George Allen & Unwin.
Kosasih Djahiri, 1985,Strategi Pengajaran Afektif-Mlai-Moral VCT dan Game dalam VCT, BandungPMPKN IKIP Bandung.
, 1996,Menelusuri Dunia Afektif (Pendidikan Mlai dan Moral), PMPKN IKD?Bandung.
Kurtines,
William M
&
Gewirtz, Jacob
L,
1987,
Moral Development Trough
SocialMeraction,New York: John wiley & Sons.Lexy J.Moleong, 1994,Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: RosdaKarya Lipham, James M., at al., 1985, The Principalship; Concepts, Competencies and
Cases,New York: Longman.
MardiatmadjaB.S., 1986,Tantangan Dunia Pendidikan, Yogyakarta; Kanisius.
M. L Soelaeman, 1988, Suatu Telaah Tentang Manusia-Religi-Pendidikan,
Depdikbud, DirjenDikti, Jakarta
, 1985, Suatu Upaya pendekatan Terhadap Kehidupan dan Pendidikan dalam Keluarga dan Sekolah,Disertasi FPS EKJJ? Bandung.
, 1994,Pendidikan dalam Keluarga,Bandung : Alfabeta
Muslih Usa, 1991, Pendidikan Islam di Indonesia, Antara Cita dan Fakta,
Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.
Nasution, 1988,Metode Penelitian Naturalisktik Kualitatij]Bandung : Tarsito. Nursid Sumaatmadja, 1991, Konsep dan Eksistensi Pendidikan Umum, FPS IKIP
Bandung.
Phenix, Philip, H, 1964, Realm ofMeaning; A Philosophy ofthe Curriculum for
General Education,New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN Balai
Pustaka
Rath Louis Simon, at al., 1978,
Values and Teaching (Workong with Values in
The Classroom),
Columbus: Charles E. Meml Publishing Company.
Singgih Gunarso, 1991,
Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
Jakarta
:
BPK Gunung Agung.
Strong, Shaver W., William, P, 1982,
Facing Values Decision Teacher,
Colombia: UniversityNew York and London.
Sudardja Adiwikarta, 1988,
Sosiologi Pendidikan Isyu dan Hipotesis Tentang
Hubungan Pendidikan dan Masyarakat, Jakarta :P2LPTK.
Sumadi Suryabrafa, 1995,
Psikologi Kepribadian,
Jakarta : Raja Grafmdo
Prasada
Suyanto, 1998, Revitalisasi Pendidikan Agama Islam, Artikel, dalam Harian Pikiran Rakyat, 5 Januari 1998.
Ulwan, Abdullah Nashih, 1992, Kaidah-Kaidah Dasar Pendidikan AnakMenurut
Islam,
PenerjemahK.A. Masjukur Hakim, Bandung : Rosdakarya
Undang-Undang Republik Indonseia No.2 Tahun
1989 Tentang
Sistem
Pendidikan Nasional dan Penieiasannva.
Zainuddin, dkk, 1990, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Bumi Jakarta:
Aksara
Zakiyah Daradjat, 1911,Membina Mlai-Mlai Moral di Indonesia, Jakarta :Bulan Bintang.
, 1980,Psikologi Agama, Jakarta: Bulan Bintang.
Zuhara Idris, 1981, Dasar-Dasar Kependidikan,Padang: AksaraRaya