• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM PADA KONSEP INVERTEBRATA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM PADA KONSEP INVERTEBRATA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 2

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan ... 6

D. Manfaat ... 6

E. Asumsi ... 7

F. Hipotesis ... 7

G. Batasan Masalah ... 8

BAB II PEMBELAJARAN KONSEP INVERTEBRATA BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMA ... 9

A. Pandangan Konstruktivisme dalam Pembelajaran ... 9

B. Pembelajaran Berbasis Praktikum ... 13

C. Kemampuan Berpikir Kritis... 16

D. Sikap Ilmiah Siswa dalam Praktikum ... 23

E. Konsep Invertebrata ... 25

F. Penelitian yang Relevan... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Metodologi dan Desain Penelitian ... 35

1. Metode Penelitian ... 35

2. Desain Penelitian ... 35

3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

B. Definisi Operasional ... 36

(2)

1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 38

2. Sikap Ilmiah ... 43

3. Angket Siswa ... 47

4. Lembar Observasi ... 48

5. Wawancara ... 48

6. Bahan Ajar ... 49

D. Pengolahan dan Analisis Data ... 49

1. Uji Normalitas ... 49

2. Uji Homogenitas ... 50

3. Uji Hipotesis dengan Uji Perbedaan Dua Rata-Rata ... 50

4. Perhitungan Gain Ternormalisasi ... 51

E. Prosedur Penelitian ... 52

1. Tahap persiapan ... 52

2. Tahap Pelaksanaan ... 52

3. Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan ... 53

F. Alur Penelitian ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Hasil Penelitian ... 55

1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Konsep Invertebrata ... 55

2. Skala Sikap Ilmiah Siswa ... 62

3. Angket Tanggapan Siswa terhadap Metode Pembelajaran ... 70

4. Lembar Observasi Kegiatan Praktikum ... 77

5. Wawancara terhadap Guru ... 80

B. Pembahasan ... 82

1. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 83

2. Peningkatan Sikap Ilmiah ... 90

3. Angket Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran ... 95

4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Selama Kegiatan Praktikum ... 97

(3)

B. Keterbatasan ... 102

C. Saran-Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, sementara guru-guru masih menerapkan metode mengajar secara tradisional, yang berorientasi pada pengukuran kognitif siswa saja. Sedangkan dalam paradigma belajar konstruktivisme pembelajaran harus dapat mengukur tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk mencapai tiga aspek tersebut, kegiatan belajar di kelas tidak cukup hanya menerapkan metode ceramah, karena guru hanya dapat memberikan materi secara teoritis saja dan siswa tidak terlibat secara aktif dalam pembelajaran bahkan siswa tidak dapat mengaplikasikan materi secara langsung dalam bentuk pengamatan maupun eksperimen.

Menurut pandangan konstruktivisme, pembelajaran yang diterapkan saat ini harus berorientasi pada pembangunan pengetahuan peserta didik secara mandiri. Siswa dilatih untuk menemukan informasi-informasi belajar secara mandiri dan aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksi dengan lingkungannya, sehingga terwujud pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pemikiran tersebut didukung oleh Gasong (2006: 1), yang

(5)

Senada dengan hal tersebut, Suparno (1997: 61) menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam pembelajaran adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, (2) pengetahuan tidak ditransfer dari guru ke siswa, guru bertindak sebagai fasilitator saja sedangkan siswa secara aktif bernalar dan menggunakan seluruh potensi dirinya, (3) siswa aktif secara terus menerus mengkonstruksi pengetahuan sehingga terjadi perubahan konsep ke arah yang lebih rinci, lengkap, serta ilmiah, (4) guru memfasilitasi proses pembelajaran dengan menyediakan sarana dan situasi yang kondusif agar pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dengan mudah.

Berdasarkan pemikiran konstruktivisme, materi-materi yang diajarkan kepada siswa akan sulit dipahami jika guru menyampaikannya hanya dengan metode ceramah saja. Terlebih lagi jika materi tersebut memiliki karakteristik yang menuntut agar siswa belajar aktif, seperti pada konsep Invertebrata. Pada pembelajaran konsep Invertebrata siswa harus mempelajari bagaimana mengamati spesies, mengidentifikasi ciri-ciri dan sifat setiap filum, mengklasifikasi spesies-spesies berdasarkan filumnya, menjelaskan perbedaan karakteristik dari setiap filumnya dan mengetahui peranan hewan Invertebrata bagi kehidupan. Proses belajar tersebut akan lebih baik jika guru menyampaikannya dengan strategi belajar yang tepat, yang dapat memotivasi siswa untuk belajar aktif dan mandiri.

(6)

selanjutnya akan diperoleh ide dan konsep baru. Menurut Gasong (2006: 1), pembelajaran berbasis praktikum dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang dapat mendorong siswa belajar aktif untuk mengkonstruksi kembali pemahaman konseptualnya. Oleh karena itu, belajar dipandang sebagai proses penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi.

Strategi belajar dengan praktikum dapat mendukung siswa untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir (hands on dan minds on). Hal ini sesuai dengan pendapat Gabel (Wulan, 2003: 13) bahwa kegiatan laboratorium atau praktikum dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir logis. Dengan pembelajaran praktikum siswa dirangsang untuk aktif dalam memecahkan masalah, berpikir kritis dalam menganalisis permasalahan dan fakta yang ada, serta menemukan konsep dan prinsip, sehingga tercipta kegiatan belajar yang lebih bermakna dengan suasana belajar yang kondusif.

(7)

belajar mengajar, khususnya biologi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan kegiatan praktikum untuk mencapai tujuan pendidikan sains.

Kegiatan praktikum dapat pula membantu siswa dalam mengungkapkan fenomena sains khususnya biologi. Selain itu, kegiatan praktikum berpotensi positif bagi siswa dan guru untuk dapat saling berinteraksi. Hal tersebut karena kegiatan praktikum dapat menjembatani frekuensi hubungan antara siswa maupun antara siswa dan guru (Nulhakim, 2004: 1).

Keberadaan praktikum dalam pembelajaran IPA didukung oleh pakar pendidikan. Hodson (1996, dalam Surtiana, 2002: 17) menyatakan bahwa penggunaan praktikum dalam pembelajaran IPA dapat: (1) memotivasi siswa dan merangsang minat serta hobinya, (2) mengajarkan keterampilan-keterampilan yang harus dilakukan di laboratorium, (3) membantu perolehan dan pengembangan konsep, (4) mengembangkan sebuah konsep IPA dan mengembangkan keterampilan-ketrampilan dalam melaksanakan IPA tersebut, (5) menanamkan sikap ilmiah, (6) mendorong mengembangkan keterampilan sosial.

(8)

(b) mengutamakan bukti, (c) bersikap skeptis, (d) mau menerima perbedaan, (e) dapat bekerja sama (kooperatif); (f) bersikap positif terhadap kegagalan.

Selain sikap ilmiah kegiatan praktikum juga dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Schafersman (Halimatul dan Supriyanti, 2006: 6) mengemukakan bahwa kegiatan praktikum merupakan wahana pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

Berpikir kritis adalah sebuah proses di mana seseorang mencoba untuk menjawab secara rasional pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab secara mudah dan di mana semua informasi yang relevan tidak tersedia (Inch, et al., 2006: 5). Menurut Costa (1985: 45) berpikir kritis menggunakan proses berpikir dasar untuk menganalisis pendapat dan menghasilkan wawasan yang lebih bermakna. Berbekal dengan kemampuan berpikir kritis, guru telah membantu mempersiapkan peserta didik untuk masa depannya.

Liliasari (1997: 12) menyatakan bahwa berpikir kritis mampu mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin ilmu serta dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi peserta didik. Stiggins (1994: 241-242) menambahkan bahwa berpikir kritis harus senantiasa diupayakan dalam membuka diri terhadap informasi dari berbagai sumber yang dapat dipercaya.

(9)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa yang dikembangkan melalui pembelajaran berbasis praktikum pada konsep Invertebrata?”.

Agar lebih jelas rumusan masalah di atas dapat diidentifikasikan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah belajar dengan pembelajaran berbasis praktikum dan konvensional pada konsep Invertebrata?

2. Bagaimana sikap ilmiah siswa sebelum dan sesudah belajar dengan pembelajaran berbasis praktikum dan konvensional pada konsep Invertebrata? 3. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran berbasis

praktikum pada konsep Invertebrata? C. Tujuan

Sesuai dengan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa melalui pembelajaran berbasis praktikum pada konsep Invertebrata.

D. Manfaat

(10)

1. Bagi siswa, diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman belajar serta menambah motivasi belajar dengan pembelajaran berbasis praktikum pada konsep Invertebrata.

2. Bagi guru, diharapkan dapat menambah pengalaman dalam mengajar dengan menerapkan pembelajaran berbasis praktikum pada konsep Invertebrata untuk mengukur pengembangan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa. Selain itu, dapat menumbuhkan minat guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan kegiatan praktikum.

3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam penerapan pembelajaran berbasis praktikum pada konsep Invertebrata. E. Asumsi

Semua metode pembelajaran yang digunakan oleh guru di kelas memiliki kelebihan dan kelemahan.

F. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang perlu diuji kebenarannya. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:

(11)

G. Batasan Masalah

1. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMA kelas X semester II.

2. Pembelajaran praktikum dilakukan di dalam laboratorium, melalui pengamatan spesimen yang sudah disediakan.

3. Dalam penelitian ini yang menyampaikan materi pelajaran adalah guru biologi yang mengajar di sekolah tempat penelitian dilaksanakan dan peneliti bertindak sebagai observer.

(12)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperiment dengan Nonequivalent Control-Group Design (Gall et al., 2003: 402). Quasi

experimen adalah penelitian yang menggunakan kelompok subjek secara utuh

dalam eksperimen yang secara alami sudah terbentuk dalam kelas dan tidak mengontrol semua variabel yang ada. Nonequivalent Control-Group Design artinya pengambilan kelompok tidak secara acak, terdapat kelompok kontrol, masing-masing kelompok diberi tes awal dan tes akhir dengan perlakuan yang berbeda (Gall et al., 2003: 402).

Penelitian dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan setara, yaitu satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol, diajarkan oleh satu orang guru. Pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran berbasis praktikum, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran secara konvensional yaitu dengan menggunakan metode ceramah dan ekspositori. 2. Desain Penelitian

Bentuk desain penelitian yang digunakan mengikuti pola sebagai berikut: Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelompok Pre tes Perlakuan Pos tes

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 C O2

Keterangan: O1 : Pre tes O2 : Pos tes

(13)

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang diambil untuk penelitian ini adalah siswa salah satu SMA swasta di kota Cimahi Bandung. Adapun sampelnya diambil siswa dua kelas dari jumlah kelas X yang ada di sekolah tersebut. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dan untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol dilakukan secara acak kelas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan kedua kelompok memiliki kemampuan yang relatif sama, jumlah siswa < 40, sehingga sampel yang dipilih dalam penelitian ini diambil dua kelas yaitu kelas X-1 sebagai kelas eksperimen dan Kelas X-2 sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran berbasis praktikum sedangkan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran secara konvensional yaitu dengan metode ceramah dan ekspositori.

B. Definisi Operasional

Agar tidak terdapat perbedaan dalam penafsiran, maka beberapa istilah dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembelajaran berbasis praktikum adalah pembelajaran yang diterapkan pada kelas eksperimen dengan menggunakan praktikum sebagai strategi bagi siswa dalam mengorientasikan masalah, merumuskan masalah, melakukan penyelidikan, mengatasi kesulitan, merefleksikan hasil penyelidikan, selanjutnya mencocokkan konsep atau pengetahuan tersebut ke dalam teori untuk bisa diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

(14)

2. Konsep Invertebrata merupakan salah satu materi pelajaran SMA kelas X semester II yang memaparkan tentang identifikasi, klasifikasi, dan peranan kelompok hewan yang tidak memiliki tulang belakang. Invertebrata terdiri atas beberapa filum, yaitu Porifera, Coelenterata, Platyhelminthes, Nemathelminthes, Annelida, Mollusa, Arthropoda dan Echinodermata. Pengelompokan tersebut didasarkan atas persamaan dan perbedaan ciri-ciri dan karakteristik hidup yang dimiliki oleh masing-masing organisme yang mewakili filumnya (Aryulina et al., 2007: 202). Hewan-hewan Invertebrata memiliki peranan yang berpengaruh bagi kehidupan.

3. Kemampuan berpikir kritis adalah proses di mana seseorang mencoba untuk menjawab secara rasional pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab secara mudah di mana semua informasi yang relevan tidak tersedia (Inch et al., 2006: 5). Menurut Inch et al. (2006: 5) kemampuan berpikir kritis

memiliki delapan fungsi yaitu: (a) pertanyaan terhadap masalah, (b) menampilkan tujuan, (c) informasi yang terdiri dari data, fakta, observasi, pengalaman, (d) adanya konsep, (e) asumsi, (f) sudut pandang, (g) interpretasi dan inferensi, dan (h) implikasi dan konsekuensi. Kemampuan berpikir kritis ini dijaring melalui tes objektif bentuk pilihan ganda dengan alasan. Pembuatan instrumen tes dilakukan oleh peneliti yang terlebih dahulu dijudge oleh dosen ahli dalam bidang pembelajaran, kemudian dilakukan uji coba. 4. Sikap ilmiah menurut Carin (1997: 14) meliputi (a) memupuk rasa ingin tahu;

(15)

Ridwan (2002: 12-13) menambahkan, sikap ilmiah ini diperoleh melalui skala sikap ilmiah yang diberikan kepada siswa setelah pembelajaran dengan sejumlah pernyataan yang bersesuaian dengan indikator sikap ilmiah berupa opsi sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Sama halnya dengan instrumen berpikir kritis, pembuatan instrument sikap ilmiah dilakukan oleh peneliti yang terlebih dahulu dijudge oleh dosen ahli pembelajaran, kemudian dilakukan uji coba.

C. Instrumen penelitian

Sesuai dengan jenis data yang diperlukan untuk penelitian ini, maka instrumen penelitian yang digunakan adalah:

1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kritis terdiri dari pre tes dan pos tes, soal yang dibuat berbentuk pilihan ganda beralasan. Selanjutnya penyekoran seluruh soal kemampuan berpikir kritis mengikuti pedoman penyekoran tes essay. Tes ini digunakan untuk mengukur perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa pada konsep Invertebrata. Langkah-langkah penyusunan tes kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut:

a. Pembuatan kisi-kisi soal yang tercakup dalam pokok bahasan Invertebrata.

b. Menyusun soal beserta kunci jawaban.

(16)

mengetahui validasi isi, kesesuaian antara indikator dengan soal, dan kesesuaian soal dengan kunci jawaban.

d. Melakukan uji coba soal yang telah dijudge kepada siswa yang telah menerima materi Invertebrata,

e. Menghitung validasi tes, validasi item, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

Soal yang diberikan pada siswa, dibuat untuk mengukur seluruh domain fungsi dari kemampuan berpikir kritis menurut Inch et al. (2006: 5). yang terdiri atas delapan fungsi, yaitu: (1) pertanyaan terhadap masalah, (2) menampilkan tujuan, (3) informasi yang terdiri dari data, fakta, observasi, pengalaman, (4) adanya konsep, (5) asumsi, (6) sudut pandang, (7) interpretasi dan inferensi, dan (8) implikasi dan konsekuensi.

(17)

Aturan pemberian skor soal kemampuan berpikir kritis untuk setiap jawaban siswa ditentukan berdasarkan pedoman penskoran seperti yang disajikan dalam tabel 3.2 berikut ini.

Tabel 3.2. Pedoman Pemberi Skor Alasan Tes Kemampuan Berpikir Kritis Menggunakan Opsi Skala Rating

Kategori Skor Indikator

Skor Tinggi 3 Jawaban yang diberikan jelas, fokus, dan akurat. Poin-poin yang relevan dikemukakan (berhubungan dengan pertanyaan dalam soal) untuk mendukung jawaban yang diberikan. Hubungan antara jawaban dengan soal tergambar secara jelas.

Skor Sedang 2 Jawaban yang diberikan jelas dan cukup fokus, namun kurang lengkap. Contoh-contoh yang diberikan terbatas. Keterkaitan antara jawaban dengan soal kurang jelas.

Skor Rendah 1 Jawaban yang diberikan kurang sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam soal, berisi informasi yang tidak akurat, atau menunjukkan kurangnya penguasaan terhadap materi. Poin-poin yang diberikan tidak jelas, tidak memberikan contoh yang mendukung.

0 Tidak ada jawaban (Stiggins, 1994:152-153)

(18)

Analisis Validitas Tes

Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Analisis validitas instrument tes kemampuan berpikir kritis dilakukan dengan menggunakan Anates V4 program. Setelah dilakukan uji reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal diperoleh hasil validitas tes sebagai berikut:

Rekap Analisis Butir

Rata2 = 14,29 Reliabilitas Tes = 0,50 Simpang Baku = 4,22 Butir Soal = 40

Korelasi XY = 0,33 Jumlah Subyek = 38

Btr

Baru Btr Asli D.Pembeda(%) T. Kesukaran Korelasi Sign. Korelasi

(19)

31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 50,00 30,00 30,00 0,00 20,00 -30,00 10,00 0,00 20,00 30,00 Sedang Sedang Sedang Sedang Sgt sukar Sedang Sgt sukar Sedang Sedang Sukar 0,344 0,306 0,180 0,153 0,354 -0,210 0,146 0,009 0,202 0,258 Signifikan Signifikan - - Signifikan - - - - -

*Keterangan: NAN=tidak ada siswa yang menjawab soal tersebut

Dari 40 soal yang diuji cobakan, diambil 20 soal sebagai soal tes yang akan digunakan dalam penelitian untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Penentuan soal dipilih berdasarkan taraf signifikansi dan pertimbangan kebutuhan soal pada setiap indikator berpikir kritis. Jika soal tersebut tidak mencapai taraf signifikansi maka butir soal diperbaiki. Secara terperinci penentuan butir soal yang dipilih sebagai alat ukur kemampuan berpikir kritis siswa dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 3.3. Hasil Analisis Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

No Butir

Soal Korelasi

Batas

Signifikansi Signifikansi Keterangan

(20)

18 19 20

32 34 35

0,306 0,153 0,354

0,304 0,304 0,304

Signifikan -

Signifikan

Digunakan Diperbaiki Digunakan

2. Sikap Ilmiah

Skala sikap ilmiah digunakan untuk mengetahui perkembangan sikap ilmiah siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terhadap pembelajaran biologi, khususnya pada saat praktikum konsep Invertebrata. Sikap ilmiah yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan skala Likert model Ridwan (2002: 86) yaitu berisi pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan indikator sikap ilmiah. Setiap pernyataan yang dibuat ada yang bersifat positip dan negatif. Setiap pernyataan dihubungkan dengan jawaban atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Sikap ilmiah diberikan pada saat pre tes dan pos tes, baik pada kelas esperimen maupun pada kelas kontrol. Tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya pengembangan sikap ilmiah siswa sebagai hasil dari pembelajaran berbasis praktikum. Pedoman penskoran jawaban pernyataan sikap ilmiah yang diberikan siswa dapat dilihat dalam Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4. Pedoman Penskoran Jawaban Pernyataan Sikap Ilmiah

Jawaban Pernyataan Positif

Skor Jawaban Pernyataan Negatif

Skor

Sangat setuju (SS) 4 Sangat setuju (SS) 1

Setuju (S) 3 Setuju (S) 2

(21)

Langkah-langkah penyusunan skala sikap ilmiah siswa (Natawidjaja: 1986: 23) adalah sebagai berikut:

a. Menentukan indikator pernyataan sikap ilmiah. Aspek yang ditelaah meliputi memupuk rasa ingin tahu, mengutamakan bukti, bersikap skeptis, mau menerima perbedaan, dapat bekerja sama (kooperatif), bersikap positif terhadap kegagalan.

b. Menyusun pernyataan berdasarkan indikator, masing-masing pernyataan memiliki kecenderungan positip atau negatif.

c. Konsultasi dengan pembimbing dan di judge oleh dosen ahli pembelajaran untuk mendapatkan validasi isi, menelaah kesesuaian indikator dengan butir pernyataan.

d. Melakukan uji coba terhadap pernyataan yang telah disusun.

e. Menganalisis hasil uji coba untuk membakukan skalanya, menghitung reliabilitas dan validitas. Berdasarkan hasil ujicoba, dari 67 pernyataan sikap yang telah disusun, diperoleh 42 pernyataan yang valid dan memenuhi kriteria untuk dijadikan soal tes sikap ilmiah pada saat penelitian. Bobot skor yang telah dibakukan selanjutnya digunakan sebagai pedoman penyekoran pernyataan sikap ilmiah hasil penelitian. Untuk menetapkan bobot skor setiap alternatif jawaban pernyataan dilakukan dalam beberapa tahapan (Sumarno, 1988: 4) yaitu:

1) Menentukan frekuensi untuk setiap alternatif jawaban

(22)

3) Menghitung proporsi kumulatif/cumulative propotion (cp), (cp1=p1, cp2=cp1+p2, cp3= cp2+p3, cp4=cp3+p4).

4) Menghitung nilai tengah proporsi kumulatif / mean cumulative propotion (mcp).

Dengan: mcp 1 = ½ cp1 mcp 2 = ½ (cp1+cp2) mcp 3 = ½ (cp2+cp3) mcp 4 = ½ (cp3+cp4)

5) Menentukan nilai z berdasarkan mcp yang telah diketahui dengan menggunakan tabel distribusi normal.

6) Menghitung nilai z+ nilai mutlak. Nilai mutlak diperolah dari nilai z yang paling rendah nilainya.

7) Membulatkan nilai z+ nilai mutlak. f. Menentukan daya pembeda setiap pernyataan.

Untuk menentukan daya pembeda setiap butir pernyataan dilakukan dalam beberapa tahapan berikut:

1) Menyusun skor skala sikap subjek yang telah diurutkan dari nilai tertinggi hingga nilai terendah.

2) Memilih siswa yang termasuk kelompok atas dan kelompok bawah masing-masing 27 %.

3) Menentukan nilai thitung, dengan rumus:

thitung = ∑( ) ∑( )

( )

∑( − ) = ∑ - (∑ )

(23)

Keterangan:

= Rata-rata kelompok atas = Rata-rata kelompok bawah n = Banyak subyek

g. Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel, jika thitung > ttabel maka pernyataan tersebut mempunyai daya pembeda dan valid sehingga dapat digunakan dalam penelitian.

h. Menguji reliabilitas seluruh pernyataan skala sikap, dengan menggunakan rumus alpha berikut:

r11 = ( ) 1 − ∑

Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir soal atau pernyataan

∑ = Jumlah varians butir

= Varians total (Arikunto, 2005: 109)

Setelah dilakukan penentuan skor, uji daya pembeda, uji reliabilitas dan validitas, diperoleh 25 butir soal tes sikap ilmiah yang dapat digunakan sebagai alat ukur sikap ilmiah siswa. Penentuan soal dipilih berdasarkan taraf validitas dan pertimbangan kebutuhan soal pada setiap indikator sikap ilmiah. Jika soal tersebut tidak mencapai taraf validitas maka butir soal diperbaiki. Hasil uji validitas tes tersebut disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas Tes Sikap Ilmiah Siswa

No Thitung Ttabel Validitas Keterangan

1 5.308 1,73 Valid Digunakan

2 3.586 1,73 Valid Digunakan

3 1.522 1,73 Tidak Valid Diperbaiki

4 1.84 1,73 Valid Digunakan

5 2.53 1,73 Valid Digunakan

6 5.35 1,73 Valid Digunakan

7 6.54 1,73 Valid Digunakan

8 2.17 1,73 Valid Digunakan

(24)

10 2.86 1,73 Valid Digunakan

11 2.75 1,73 Valid Digunakan

12 1.53 1,73 Tidak Valid Diperbaiki

13 1.05 1,73 Tidak Valid Diperbaiki

14 3.21 1,73 Valid Digunakan

15 2.24 1,73 Valid Digunakan

16 1.77 1,73 Valid Digunakan

17 2.1 1,73 Valid Digunakan

18 3.0 1,73 Valid Digunakan

19 2.0 1,73 Valid Digunakan

20 1.78 1,73 Valid Digunakan

21 3.11 1,73 Valid Digunakan

22 0.71 1,73 Tidak Valid Diperbaiki

23 5.71 1,73 Valid Digunakan

24 6.75 1,73 Valid Digunakan

25 3.358 1,73 Valid Digunakan

3. Angket Siswa

Angket digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran biologi yang menggunakan pembelajaran berbasis praktikum pada konsep Invertebrata. Angket ini berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus diisi siswa dengan menjawab pilihan “ya” atau “tidak” (beserta alasannya).

(25)

4. Lembar Observasi

Lembar observasi yang digunakan berupa lembar observasi aktifitas siswa selama pembelajaran di kelas. Pedoman observasi yang digunakan berupa daftar ceklist (√)berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah disusun sebelumnya dalam lembar observasi. Checklist atau daftar cek merupakan daftar yang berisi aspek-aspek yang diamati, checklist dapat menjamin bahwa peneliti dapat mencatat tiap-tiap kejadian sekecil apapun yang dianggap penting (Ridwan, 2002: 100).

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung di kelas. Lembar observasi siswa digunakan untuk memperoleh gambaran aktifitas siswa, misalnya menyatakan pendapat dan kesetujuan, diskusi dan tanya jawab siswa selama mengikuti proses pembelajaran seperti melakukan observasi atau pengamatan. Hasil pengamatan yang dilakukan pada setiap aspek kegiatan siswa dalam observasi tersebut dinyatakan secara presentase. Observasi dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, kecuali pada saat pre tes dan pos tes.

5. Wawancara

(26)

6. Bahan Ajar

Untuk menunjang pembelajaran dengan kegiatan praktikum, maka rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat dilengkapi dengan lembar kerja siswa (LKS) yang menyajikan hal-hal yang ingin diketahui berdasarkan beberapa soal penelusuran pengetahuan awal siswa yang menjadi subyek penelitian dan pengetahuan awal tersebut akan difasilitasi agar menjadi konsep yang sebenarnya serta mempertimbangkan konsep-konsep dari materi Invertebrata, partisipasi dan motivasi yang bersesuaian dengan pembelajaran berbasis praktikum.

D. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis dilakukan terhadap data yang telah terkumpul dan berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dalam penelitian. Data yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang muncul pada saat penelitian. Sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan uji statistik.

Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan data primer hasil tes siswa sebelum dan sesudah pembelajaran, dianalisis dengan cara membandingkan skor tes awal dan tes akhir. Untuk mengetahui perkembangan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Uji Normalitas

(27)

Pengolahan data uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov pada program SPSS versi 18 (Uyanto, 2009: 39).

2. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah varians kedua kelas sama atau berbeda. Pengolahan data uji homogenitas dilakukan dengan uji Levene Statistic pada program SPSS versi 18 (Uyanto, 2009: 191).

3. Uji Hipotesis dengan Uji Perbedaan Dua Rata-Rata.

Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui perkembangan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata.

Hipotesis yang diuji: H0 : !" = ! H1 : !" ≠ !

Sebaran data hasil penelitian berdistribusi normal dan variannya homogen serta jumlah sampel ≥ 30, maka uji hipotesis yang dipakai adalah uji z. Hal ini sesuai dengan Boediono dan Coster (2004: 380) yang menyatakan bahwa bila banyaknya sampel n1 ≥ 30 dan n2 ≥ 30, maka distribusi sampel beda dua rata-rata (X − X ) tersebut mempunyai distribusi normal sehingga menggunakan uji statistik z dengan rumus:

z = (& & ) 'µ µ ( )* +*

(28)

Keterangan:

X = Skor rata-rata eksperimen

X = Skor rata-rata kontrol

, = Varians skor kelompok eksperimen

, = Varians skor kelompok kontrol n = Jumlah subyek

(Ruseffendi, 1998: 280) Data yang diperoleh diuji normalitasnya, Data yang berdistribusi normal

dapat dijadikan parameter untuk standar deviasi populasi 'µ −µ ( dapat

diabaikan.

4. Perhitungan Gain Ternormalisasi (N-gain)

Untuk mengetahui kategori pengembangan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran, dihitung dengan menggunakan rumus skor gain ternormalisasi:

0 = 1234 1256

17894 1256 (Meltzer, 2002: 1260)

Keterangan: S;<= = Skor pre tes

S;EF = Skor pos tes

SGHIF = Skor maksimum

Kategori gain ternormalisasi (N-gain) yang dimodifikasi dari Meltzer (Mashudi, 2000: 52).

Tabel 3.6. Kategori Gain Ternormalisasi (N-gain)

Kategori N-gain

Sangat rendah ≥ 0,20

Rendah 0,21–0,40

Sedang 0,41–0,60

Tinggi 0,61– 081

(29)

E. Prosedur Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, ada beberapa tahapan prosedur yang harus ditempuh, yaitu :

1. Tahap persiapan

a. Melakukan studi pendahuluan berupa wawancara kepada guru untuk mengetahui permasalahan yang terdapat di lapangan sekaligus menentukan fokus permasalahan penelitian. Melakukan studi literatur terhadap jurnal, buku dan laporan penelitian mengenai praktikum untuk mengkaji temuan-temuan penelitian sebelumnya. Menganalisis standar isi kurikulum 2006 (KTSP) Biologi kelas X yang berkaitan dengan standard kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) pada konsep Invertebrata.

b. Menyusun instrument penelitian yang meliputi penyusunan kisi-kisi soal keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah, kemudian melakukan judgement kepada dosen ahli pembelajaran.

c. Melakukan uji coba instrumen (tes kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah) yang digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian.

d. Melakukan analisis butir soal untuk selanjutnya memilih soal-soal yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam penelitian.

e. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan

(30)

b. Melaksanakan pembelajaran dengan kegiatan praktikum pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan metode pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru yaitu dengan metode ceramah dan ekspositori.

c. Memberikan tes akhir (pos tes) kepada subjek penelitian untuk mengetahui pengembangan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa setelah melalui proses belajar mengajar.

d. Memberikan angket kepada siswa kelas eksperimen untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran praktikum, melakukan wawancara kepada guru.

3. Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan

(31)
[image:31.595.49.562.118.714.2]

F. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian Penyusunan Instrumen dan Bahan Ajar

Menentukan kelas yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol secara acak

Uji Coba Instrumen

Perlakuan pada Kelas Kontrol (pembelajaran konvensional)

(Konvensional)

Pre tes

Analisis Data

Perlakuan pada Kelas Eksperimen (pembelajaran berbasis

praktikum)

Penyusunan Laporan

Pengenalan lapangan, pengamatan tentang latar belakang sekolah, melakukan wawancara dengan guru Identifikasi Masalah & Tujuan Penelitian

Melakukan validitas instrumen kepada dosen ahli

Perbaikan Instrumen

Pelaksanaan Penelitian

(32)

100

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pembelajaran berbasis praktikum pada konsep Invertebrata dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa kelas X SMA. Hal tersebut dibuktikan dari hasil analisis data penelitian yang menunjukkan adanya perkembangan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa antara sebelum dan sesudah dilakukannya pembelajaran berbasis praktikum. Penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis praktikum berbeda signifikan dengan yang menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan demikian hipotesis yang telah disusun sebelumnya, yaitu H0: 1 = 2 ditolak.

Perbedaan hasil belajar tersebut disebabkan metode belajar yang diberikan kepada siswa pun berbeda, siswa yang belajar dengan pembelajaran berbasis praktikum dapat membangun pengetahuannya melalui pengamatan pada saat praktikum, mengidentifikasi ciri dan peranan dari objek yang diamati, berinteraksi dengan guru dan bekerjasama dengan teman-temannya. Sedangkan siswa yang belajar secara konvensional mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan guru dengan metode ceramah dan menyimak demonstrasi yang diperagakan oleh guru. Sesuai dengan pertanyaan penelitian dapat disimpulkan bahwa:

(33)

lebih rendah dibandingkan perkembangan pada kelas eksperimen. Skor rata-rata N-gain kelas kontrol yaitu 0,34 yang berada pada kategori rendah. Setelah diuji perbedaan dua rata-rata dengan uji z dihasilkan perbedaan yang signifikan antara perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hal tersebut berarti pembelajaran berbasis praktikum berdampak positif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Sikap ilmiah siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari sebelumnya, walaupun taraf peningkatannya berada pada kategori rendah yaitu dengan rata-rata skor N-gain 0,33. Sikap ilmiah siswa pada kelas kontrol pun mengalami perkembangan, namun tidak lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen. Perkembangan sikap ilmiah siswa pada kelas kontrol berada pada kategori sangat rendah yaitu dengan skor rata-rata N-gain 0,13. Setelah dilakukan uji beda dua rata-rata dengan uji z dihasilkan perbedaan yang signifikan antara sikap ilmiah siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Perbedaan tersebut disebabkan pada kelas eksperimen, selama pembelajaran berlangsung siswa terlatih untuk mengembangkan sikap-sikap ilmiah yang dimiliki oleh setiap siswa.

(34)

memacu siswa untuk berpikir, merancang praktikum yang bisa memfasilitasi pengetahuan awal siswa, serta keahlian guru dalam mengelola kelas selama kegiatan praktikum berlangsung.

B. Keterbatasan

1. Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah swasta, dengan demikian masih belum dapat digeneralisasikan secara umum untuk memberikan gambaran kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa SMA kelas X dan masih perlu ada penelitian lainnya yang dilakukan di berbagai sekolah yang berbeda.

2. Kurangnya keahlian siswa dalam melakukan kegiatan praktikum dan menggunakan alat-alat yang dibutuhkan.

3. Alokasi waktu yang kurang, sehingga kegiatan praktikum kurang berjalan secara maksimal.

4. Harus ada yang membantu guru dalam menyiapkan dan pelaksanaan praktikum. Pembelajaran berbasis praktikum akan kurang efektif jika hanya dilakukan oleh seorang guru, karena aktifitas dan sikap siswa kurang dapat diperhatikan dengan baik.

C. Saran-Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka penulis menyarankan:

Kepada guru biologi, disarankan untuk memulai pembelajaran dengan

(35)

dalam mengidentifikasi siswa, baik kemampuan berpikir dan sikapnya, atau yang mengalami miskonsepsi, kemudian selanjutnya memberikan bimbingan kepada siswa tersebut untuk mengkonstruk pengetahuannya.

Kepada peneliti lain, disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (1991). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Akhyani, A. (2008). Model Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Berbasis Inkuiri Laboratorium untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Amin, M. (1994). Mengajarkan ilmu pengetahuan Alam dengan Metode Discovery and Inkuiri. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arikunto, S. (2005). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Aryulina, D. et al. (2007). Biologi 1 SMA dan MA untuk Kelas X. Jakarta: Esis. Basuki, A. (2006). Pengembangan Instrument Asesmen dan Penentuan Pola

Kinerja Siswa Kelas XI dalam Kegiatan Praktikum Kimia. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Biehler, F.R. & Snowman J. (1990). Psychology Applied to Teaching (sixth edition). Boston: Houghton Mifflin Company.

Budiono dan Coster, W. (2004). Teori dan Aplikasi Statistik dan Probabilitas Sederhana, Lugas dan Mudah Dimengerti. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Carin, A. and Sund R.B. (1997). Teaching Science Through Discovery. Columbus, Ohio : Merill Publishing Company.

Chandra, D.T. (2007). Memilih Buku Pelajaran IPA. [Online]. Tersedia:http://pelangi.ditplp.go.id[10 November 2009].

Costa. A.L. (1985). Developing Mind: A Resource Book for Teaching Thinking (ed). Alexandria: ASDC.

Dayakisni, T & Hudainiyah. (2006). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press. Depdiknas. (2002). Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata

Pelajaran Biologi. Jakarta: Depdiknas.

(37)

Gasong, D. (2006). Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternatif Mengatasi Masalah Pembelajaran. [Online]. Tersedia:http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/[10 November 2009]. Gredler, E. M. (1992). Learning and Instruction: Theory Into Practice (second

edition). N Y: Macmillan Publishing Company.

Halimatul, Supriyanti. (2006). Penerapan Model Hipotesis Deduktif pada Praktikum Kinetika Enzim pntuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa. Prosiding dalam seminar nasional Pendidikan IPA di UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Hulu, F. L. W. (2009). Penggunaan Praktikum Konfrontatif untuk Memfasilitasi Peningkatan Penguasaan Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas VII pada Pokok Bahasan Organisasi Kehidupan. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Inch, E.S. et al. (2006). Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument. 5 th Ed. Boston: Pearson Education, Inc.

Insan. (2008). Pembelajaran Berbasis Laboratorium untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa tentang Sistem Pencernaan Makanan. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Joyce, B., Weil, M. and Calhoun, E. (1992). Models of Teaching, New York: John Willey and Son.

Kaswan. (2005). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berikir Kritis Siswa Melalui Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri pada Pokok Bahasan Rangkaian Listrik Arus Searah. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kobierska, H., Tarabula-Fiertak, M. and Grodzinska-Jurczak, M. (2007). “Attitude to Environmental Education in Poland”. Journal of Biology Education. 42, 1.

Krech, D. et al., (1962). Individual in Society. A text Book of Social Psychology. San Fransisco: Mc-Grow-Hill Book Company, Inc.

(38)

Mashudi. (2002). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Pembelajaran Zat Aditif Makanan dengan Metode Praktikum. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship Between Mathemathics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores”. Journal of am J Phys. 70, (12). 1260.

Meyer, C. (1986). Teaching Student to Think Critically. A guide for Faculty in all Discipline. California Jossey-Bass Inc. Publishers.

Miller, H. P. (1989). Theories Developmental Psychology. (second edition). Newyork: W. H. Freeman and Company.

Natawidjaja, R. (1986). Penyusunan Instrumen Penelitian. Bandung: IKIP Bandung Press.

Nulhakim, L. (2004). Kemampuan Berkomunikasi dan Bekerjasama Ilmiah Siswa SMA pada Kegiatan Praktikum dengan Model Pembagian Tugas (Model Wheater dan Dunleavy Tipe 2). Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Oakley, L. (2004). Cognitive Development. New York: Routlege.

Quitadamo, I.J. et al. (2008). “Community Based Inquiry Improved Critical Thinking in General Education Biology”. CBE Life Science Edu. 7, 327-337.

Ridwan. (2002). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Russefendi, T.E. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Rustaman, N.Y. et al. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabet.

Siegel, S. (1992). Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.

(39)

Sudjana, N. (2002). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensio.

Sumarno, U. (1988). “Menyusun dan Menganalisis Skala Sikap”. Makalah pada Seminar Jururusan Pendidikan Matematika FPMIPA-IKIP, Bandung. Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius.

Surtiana. (2002). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep rangkaian Listrik Arus Searah Melalui Kegiatan Laboratorium. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Uyanto, S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Gambar

Tabel 3.1. Desain Penelitian Pre tes Perlakuan
Tabel 3.2. Pedoman Pemberi Skor Alasan Tes Kemampuan Berpikir Kritis Menggunakan Opsi Skala Rating
Tabel 3.3. Hasil Analisis Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Tabel 3.4. Pedoman Penskoran Jawaban Pernyataan Sikap Ilmiah
+4

Referensi

Dokumen terkait

suatu daerah cekungan air tanah yang telah diambil pada kedalaman tertentu.. LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BALIKPAPAN TAHUN 2015.. I. Hal ini menunjukkan, berkurangnya

(7) Pegawai yang melaksanakan tugas di luar kantor pada hari dan jam kerja dan tidak mendapat surat tugas melakukan perjalanan dinas dalam/luar kota yang karena satu dan

[r]

”Integrasi Pembelajaran Sejarah Lokal ke dalam Sejarah Nasional Untik Menumbuhkan Sikap Menghargai Sejarah dan Pejuang Indragiri Hilir Riau”.. Tesis pada Sps UPI Bandung:

Hasil penelitian secara parsial (Uji-t) menunjukkan bahwa Intelijen Pasar dan Inovasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keberhasilan Usaha.. Angka Adjusted R Square

[r]

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, dan Murabahah

2.6 Sistem Pengahantaran Obat Mengapung (Floating Drug Delivery System) Sistem floating merupakan sistem dangan berat jenis rendah yang memiliki kemampuan cukup untuk