• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR FUNDAMENTAL PEDAGOGI PAULO FREIRE DAN RELEVANSINYA UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRUKTUR FUNDAMENTAL PEDAGOGI PAULO FREIRE DAN RELEVANSINYA UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR FUNDAMENTAL PEDAGOGI PAULO FREIRE

DAN RELEVANSINYA UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

Program Studi Pendidikan Umum

Oleh

DHARMA KESUMA 0907863

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

STRUKTUR FUNDAMENTAL PEDAGOGI PAULO FREIRE

DAN RELEVANSINYA UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA

DHARMA KESUMA 0907863

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI:

Promotor Merangkap Ketua

Prof. Dr. A. Chaedar Alwasilah, MA.

NIP. 195303301980021000

Kopromotor Merangkap Sekretaris

Prof. Dr. Waini Rasyidin, M.Ed.

NIP. 130188256

Anggota

Dr. Y. Suyitno, M.Pd.

NIP. 195009081981011001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Umum

Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si.

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “STRUKTUR FUNDAMENTAL PEDAGOGI PAULO FREIRE DAN RELEVANSINYA

UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA” ini dan seluruh isinya adalah benar-benar

karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan

cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung risiko yang

dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran

terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap

karya saya.

Bandung, Januari 2013

Yang membuat pernyataan,

Dharma Kesuma

(4)

STRUKTUR FUNDAMENTAL PEDAGOGI PAULO FREIRE DAN RELEVANSINYA UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA

Peneliti: Dharma Kesuma, NIM 0907863

Abstrak

Latar belakang penelitian ini adalah praktik-praktik Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) yang sering penulis jumpai sebagai dosen Jurusan Pedagogik, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FIP UPI, juga, beberapa pedoman pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP, lesson plan). Peneliti menyimpulkan, KBM persekolahan Indonesia dapat dinamai dengan „pengajaran‟ atau teaching atau instruction. Tujuan dan isi pembelajarannya, sebagaimana sering dijumpai pada banyak guru, bersifat kognitif, meskipun pada tataran Standar Isi (BSNP, 2006) terdapat tujuan-tujuan keyakinan/keimanan, kesadaran, dan kedirian. Terbirokratisasi pada kognitivisme, dan banyak terjadi dalam artiannya yang sempit karena tidak menerapkan keterampilan proses sains, dilatar belakangi oleh sejarah panjang pengaruh Kurikulum 1975 dengan PPSI-nya (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional). Karena itu, perlu adanya analisis struktur fundamental pedagogi untuk mengetahui relevansinya untuk pendidikan Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif non-interaktif, sumber datanya adalah dokumen, enam buah buku dari 62 karya Paulo Freire. Melalui rekonstruksi secara induktif peneliti berupaya mengungkap struktur fundamental pedagogi Freire. Di bagian akhir penelitian ini, struktur tersebut menjadi sebuah perspektif untuk menganalisis tujuan-tujuan pendidikan nasional Indonesia. Hasil penelitian ini adalah deskripsi sejumlah konsep yang merupakan struktur fundamental pedagogi Freire: metafisika, epistemologi, etika, tujuan pendidikan, proses pendidikan, dan isi pendidikan Freire. Ditambahi oleh deskripsi lingkungan strategis Freire dan analisis tujuan-tujuan pendidikan nasional Indonesia (TPNI) berdasarkan perspektif pedagogi Freire yang tergolong mazhab pendidikan kritis. Temuan-temuan penelitian ini (1) tujuan pendidikan yang sebenarnya adalah membangun manusia yang sesungguhnya, manusia dengan kedirian atau berdaulat, manusia transformator dan kreator kehidupannya atau dunianya; bukan manusia yang adaptif terhadap dunianya. (2) proses pendidikan Freireian bukan proses-proses adaptasi individu terhadap dunia, proses imposition, transfer/transmisi Iptek, penyampaian komunike, sloganisasi, pelatihan/training; tetapi adalah proses individu melakukan problematisasi, intervensi kritis, dan transformasi lingkungannya, dan proses kreasi dan re-kreasi pengetahuan (bukan konsumsi/memorisasi pengetahuan), dan proses conscientization/penyadaran diri/penemuan diri. Semua proses ini dilakukan melalui praksis dialogis. Proses pendidikan adalah etis atau politis, tidak netral (bebas nilai). Pendidik belajar bersama siswa ketika mengajar dan siswa mengajar ketika belajar bersama pendidik. (3) isi pendidikan tidak hanya Iptek, tetapi juga keterkaitannya dengan konteks sosial-budaya dan amanah diri (ontological vocation, the reason for being). Iptek tidak netral. Perspektif Freireian bersifat relevan untuk analisis TPNI. (4) Dengan ini ditemukan adanya tujuan kesadaran dan tujuan kedirian pada TPNI. Di samping hal ini, ternyata ada juga tujuan keyakinan/keimanan. Di dunia persekolahan Indonesia, tujuan kesadaran, kedirian, dan keyakinan/keimanan, pedoman pedagogisnya kurang tersedia.

(5)

FUNDAMENTAL STRUCTURE OF PAULO FREIRE’S PEDAGOGY AND ITS RELEVANCE TO PEDAGOGY OF INDONESIA

Researcher: Dharma Kesuma, NIM 0907863

Abstract

The rational of this research is practices of teaching and learning that the writer frequently finds as a lecturer of the Program of Studi of Primary Teacher Education at Department of Pedagogy at Education Faculty of Indonesia University of Education, and some guide books for lesson plan (RPP, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). The reseacher concludes, teaching and learning of Indonesian schooling can be named by “pengajaran” or “teaching” or “instruction”. Its goal and content is, as frequently found, cognitive one, despite at level of national curriculum, Standar ISI (BSNP, 2006) there are the goals of faith (keimanan), consciousness, and self. The teaching and learning have bureaucratised on cognitivism, and much happening in limited term due to not to apply the processes skills of science, and backgrounded by long history of influences of “Kurikulum 1975” through its PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional). There for, it‟s need to analyse fundamental structure of Freire pedagogy in order to know its relevance for Indonesia education. This research is a qualitative non interactive reasearch, its data sources are documents, six books of 62 works of Paulo Freire. Through reconstruction inductively, the researcher attempted to represent fundamental structure of Freire‟s pedagogy. At the end of this research report, this structure to be a perspective for analysing the goals of Indonesia national education (GINE). The results of this research are descriptions of some concepts of fundamental structure of Freire‟s pedagogy: ontology, epistemology, axiology, goal of education, educational process, and its content. Added by a description of Freire‟s strategic environment and an analysis of the educational goals of Indonesia based on Freire‟s pedagogy perspective. The findings of this research are (1) the true educational goal is to develop the true man, man with the self or the autonomy (berdaulat, bermartabat) or the consciousness, man of transformation and creation of their life or world; not the man of adaptation. (2) Educational processes of Freire are not adaptation of individuals to the world or life, process of imposition, transfer or transmission of knowledge, delivering of communique, sloganizing, training; but are the processes of problematization, to intervene critically and transform the environment, and process of creation and re-creation of knowledge (not to consume or memorize knowledge), and process of conscientization. All of these processes are performed through dialogical praxis. Educational process is ethic or political, not neutral. An educator is learning when he is teaching and the students are teaching when they are learning. (3) The content of education is not only knowledge, but also its interrelatedness with the socioculture context and the reason for being or ontological vocation of man. Knowledge is not neutral. Freireian perspective is relevant for analysing GINE. (4) So, by this is discovered there are goals of consciousness and self in GINE. Beside this, actually goal of faith (keimanan) has not yet treated particularly. In Indonesia schooling, goals of faith, self, and consciousness, their pedagogical guide books, which are different from the goals of cognitive, affective, and psychomotoric, are not available.

(6)

DAFTAR ISI

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian ……….. 1. Identifikasi Masalah ………

E. Kerangka Pikir dan Premis Penelitian ……… 1. Kerangka Pikir ………. 2. Premis Penelitian ………. 9 9 11 BAB II STRUKTUR FUNDAMENTAL PEDAGOGI ……… 13

A. Pedagogi Amerika 1819-1929 ……… 13

B. Pedagogi sebagaimana disarankan Power ……….. 16

C. Pedagogi sebagaimana disarankan Brubacher ……… 23

D. Augustinian Pedagogy ……… 24

E. Pedagogi Banks dan Banks ………. 30

F. Pedagogi Watkins dan Mortimore ……….. 34

G. Struktur Umum Pedagogi ……… 48

H. Penelitian Terdahulu ………. 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 62

(7)

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 75

A. Biografi Singkat Paulo Freire ……… B. Hasil Penelitian …... 1. Lingkungan Strategis Freire …... 2. Pikiran Fundamental: Metafisika …... 3. Pikiran Fundamental: Epistimologi …... 4. Pikiran Fundamental: Etika ………. 5. Pikiran Fundamental: Tujuan Pendidikan …... 6. Pikiran Fundamental: Isi Pendidikan …... 7. Pikiran Fundamental: Proses Pendidikan ... 75 D. Rekonstruksi Fundamental Pikiran Freire ………. 218

E. Relevansi Pedagogi Freire untuk Masalah Pedagogi Indonesia ……… 1. Pedagogi Indonesia sebagaimana Tujuan-Tujuan Pendidikannya ………. 2. Pedagogi Book Centered ………. 222 234 257 F. Temuan Penelitian ………. 268

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ………….. 271

A. Simpulan ……… 271

B. Implikasi ……… 277

C. Rekomendasi ……… 280

DAFTAR PUSTAKA ……… 294

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel hal

1.1 Identifikasi Kesenjangan ……….. 7

2.1 Pedagogi Secara Historis Amerika ……… 17

2.2 Konsep Universal Pedagogi ………..……… 18

2.3 Pertanyaan-pertanyaan Fundamental Pedagogi ……….. 20

2.4 Pertanyaan-pertanyaan Fundamental dan Komponen-komponen Pendidikan ……….………. 20 2.5 Peranan-peranan Filsafat Pendidikan ……… 21

2.6 Kontribusi Filsafat Pendidikan ………. 22

2.7 Peranan-peranan Filsafat Pendidikan ……… 43

2.8 Struktur Pedagogi Umum ……….………. 48

4.1 Posisi Deis Freire ……….. 180

4.2 Penilaian Tradisional dan Otentik ………..………. 212

4.3 Rumusan Tujuan Mata Pelajaran SD/MI ……….. 232

4.4 Rumusan Standar Kompetensi Mata Pelajaran SD/MI ………….. 234

4.5 Rekapitulasi Tujuan Mata Pelajaran – Standar Kompetensi …….. 241

4.6 Standar Kompetensi Yang Jomplang dan Yang Konsisten ……… 242

4.7 Rumusan Tujuan Mata Pelajaran IPA, IPS, PKN SD/MI Yang Non-Kognitif ……….……… 243 4.8 KategorisasiKesadaran/Metakognisi - Praksis ………. 247

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar hal

2.1 Lingkup Pedagogi (Edward J. Power) ……….. 21

2.2 Elements in teaching activities (Watkints dan Mortimore, 1999: 5) 35 2.3 Praktik-praktik Pedagogi dan Hasil-hasil Studinya ……….. 47

3.1 Higher Order Activity ……… 65

3.2 Proses Analisis Induktif ………. 68

3.3 Pengembangan dan Pengorganisasian Data ……….. 71

3.4 Pencarian Pola (Tema/Konsep) ………. 72

3.5 Prosedur Analisis Data Penelitian Struktur FundamentalPedagogi Freire ………. 74

4.1 Perspektif Pendidikan Freire ………. 138

4.2 Hubungan Subjek-subjek ……….. 140

4.3 Input, Proses dan Output Humanisasi ……… 141

4.4 Aksi dan Refleksi ……….. 146

4.5 Dialog ……… 148

4.6 Anti-Dialog ……… 149

4.7 Pandangan Metafisika, Epistemologi dan Etika ……… 172

4.8 Kontinum Penialaian Tradisional dan Otentik ……….. 213

4.9 Konstruksi Pikiran Fundamental Freire ……… 219

4.10 Komparasi Pedagogi Kognitif – Pedagogi Transformatif …..…… 229

4.11 Bangsa Cerdas ……… 246

4.12 Hierarkhis Kemampuan-kemampuan Manusia Indonesia …….…. 257

4.13 Praksis Pengembangan Kemampuan ……….. 250

4.14 Praksis Humanisasi Religius untuk Pengembangan Kompetensi-Kompetensi ………. 253 4.15 Model Belajar Book Centered ……….………….. 258

4.16 Model Belajar Canggih Book Centered ……..……… 260

4.17 Patung Dehumanisasi ……….……… 263

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran hal

01 Curriculum Vitae ………. 288

02 SK Pembimbing ……….. 292

03 Karya Paulo Freire ……….. 294

04 Sumber Data ………. 302 05 Analisis Buku Pedagogy of the Oppressed ………... 1-36 06 Analisis Buku Make the Road by Walking, Conversations on

Education and Social Change ……….

1-30

07 Analisis Buku Education For Critical Consciousness ……….. 1-90 08 Analisis Buku Pedagogy of the Heart ………. 1-26 09 Analisis Buku A Pedagogy of Liberation Dialogues on

Transforming Education ………..

1-12

10 Analisis Buku Pedagogy of freedom : ethics, democracy, and civic courageCritical perspectives series ………

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Di lapangan, di dunia persekolahan Indonesia, umum sifatnya berlangsung praktik „pengajaran‟. Orientasi sekolah yang kuat adalah pengetahuan. Ujian Nasional selama bertahun-tahun lebih bermaksud mengukur capaian

kognitif-akademik. (Dan ini pun hasil-hasilnya kurang atau tidak memuaskan banyak

pihak.) Pedoman-pedoman pengajaran di sekolah (Direktorat Pembinaan SMA,

2008 dan Supinah dkk., 2008), dari segi perilaku hasil belajar orientasinya Bloom.

(Baru kemudian pada tahun 2010 Depdikbud RI menerbitkan pedoman untuk

pendidikan afektif.) Dan orientasi kognitif lebih utama ketimbang orientasi

afektif dan psikomotor. Kurikulumnya, yaitu Standar Isi (BSNP, 2006),

barangkali dari segi isi sudah relatif komprehensif, tidak hanya membidik

pengembangan kognitif. Tetapi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan)-nya di baPendidikan)-nyak sekolah, mencerminkan organisasi dan manajemen kurikulum yang

berorientasi kognitif-akademik. Langka adanya sekolah yang mengorganisasikan

dan memanajameni kurikulum yang juga menangani masalah-masalah

kemanusiaan dan sosial yang ada di samping masalah akademik, seakan hasil

belajar seperti yang digariskan oleh taksonomi kognitif Bloom. Termasuk

kurikulum muatan lokal merupakan kurikulum suplementer. Diduga kenyataan

sepeti di atas, telah berlangsung lama dengan beberapa kali perubahan kurikulum,

yaitu (1) kurikulum 1947 berisi rencana pelajaran dirinci secara terurai; (2)

Kurikulum 1964 tentang Rencana Pendidikan Sekolah Dasar (3) kurikulum 1968

tentang Kurikulum Sekolah Dasar; (4) tahun 1973 Kurikulum PPSP; (5) tahun

1975 Pembakuan Kurikulum Sekolah Dasar; (6) Kurikulum 1984; (7) Kurikulum

1994; (8) tahun 1997 revisi kurikulum 1994; (9) tahun 2004 rintisan Kurikulum

Berbasis Kompetensi; dan (10) tahun 2006 KTSP (Kemdikbud, 2013). Situasi ini

menimbulkan pertanyaan, apakah pedagogi hanya seperti ini?.

Pedagogi sebagai sebuah praktik dalam sebuah kelompok sosial akan

(12)

lainnya. Perbedaan-perbedaan ini sehubungan dengan adanya komponen tujuan

moral yang berbeda-beda dalam setiap tujuan global atau tujuan jangka panjang

dari setiap sistem pendidikan dalam sebuah kelompok sosial atau bangsa.

Perbedaan-perbedaan dimungkinkan juga berkenaan dengan tujuan-tujuan

kontekstual pedagogi. Situasinya beraneka-ragam. Di samping itu, konseptualisasi

pedagogi masih merupakan sebuah bidang yang langka. Keadaan ini menyulitkan

orang yang ingin memahami pedagogi. Banyak akademisi di LPTK lebih

memahami teaching atau instruction ketimbang pedagogi. Seharusnya terdapat

naskah atau naskah-naskah pedagogi Indonesia, atau terdapat sebuah naskah yang

mendapat konsensus luas masyarakat akademis dan pendidik Indonesia yang

berjudul Pedagogi Indonesia. Ini diperlukan oleh para pengembang pendidikan

dan pendidik Indonesia. Karena itu jalan ke arah ini harus dirintis.

Rintisan tersebut dilakukan dengan berupaya mengungkap model

konseptual pedagogi dari Paulo Freire, pendidik dari Brazil yang mengasingkan

diri ke Chile dan negara-negara lainnya. Ia adalah orang yang pertama

menggunakan istilah pedagogi (pedagogy) di Amerika Serikat pada tahun

1960-an, setelah lama istilah ini tidak digunakan dalam dunia akademik AS karena

diganti oleh istilah pendidikan (education). Ia juga yang membuat PLS

(pendidikan luar sekolah) Amerika Serikat, Myles Horton, diakui sebagai gerakan

pendidikan, bukan sebagai gerakan sosial belaka dan sebagai bootlegs (illegal)

education. Ia seorang praktisi pedagogi atau pedagog, ia juga pemikir dan peneliti

pedagogi. Pedagogi yang diusungnya menginspirasi banyak orang, dan banyak

orang mengembangkan praktik dan teori pedagogi berdasarkan pedagogi Freire

ini. Pedagogi Feire muncul di abad XX, diharapkan sebuah abad yang lebih kaya

dan mendalam dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya dari segi pemikiran

dan praktik. Buku-buku yang ditulis oleh Paulo Freire ada sebanyak 62 judul,

dan tentang karya-karyanya yang ditulis orang lain ada sebanyak 32 judul. Ini

terdapat dalam sebuah biografi singkat Paulo Freire (Provenzo & Eugene, 2011).

Pedagogi selama ini tumbuh di dunia Barat dengan mainstream pemikiran

modernisme, yang ditandai oleh pemujaan terhadap sains dan teknologi dan di

(13)

Pemikiran Freire sering dikaitkan dengan „ideologi kritis‟ berisi perubahan sosial, tetapi tumbuh pula di dunia Barat. Karena itu diduga pedagogi Freire bersifat

lebih utuh atau komprehensif. Pedagogi Freire tidak semata-mata bersifat didaktis

atau menjadi pengajaran yang orientasinya pengetahuan dan keterampilan belaka.

Program literasi-(pemberantasan buta huruf)-nya tidak semata-mata membidik

keterampilan membaca huruf-huruf, tetapi juga conscientization, yaitu belajar

mempersepsi kontradiksi-kontradiksi atau kesenjangan sosial, politis, dan

ekonomis—mengembangkan sebuah kesadaran kritis—hingga individu dapat

mengambil tindakan untuk melawan unsur-unsur realitas yang menindas (Stevens,

2002). Dengan kata lain, pedagoginya ini juga mendidik manusia agar otonom

atau sebagai subjek. Sebagai subjek, relasi antarmanusia menjadi setara, yaitu

relasi subjek dengan subjek lainnya. Pendidikannya menghendaki individu

menjadi "A deepened consciousness of their situation leads people to apprehend

that situation as an historical reality susceptible of transformation" (Freire, 1985:

253). Ini lebih dari sekedar kapasitas kognisi seperti yang ditawarkan taksonomi

Bloom.

Freire terkenal karena serangannya terhadap apa yang disebut pendidikan

dengan konsep "banking", yang memandang siswa sebagai sebuah wadah kosong

(tabularasa) untuk diisi oleh guru. Ia mengemukakan bahwa konsep banking ini

"it transforms students into receiving objects. It attempts to control thinking and

action, leads men and women to adjust to the world, and inhibits their creative

power" (Freire, 1970: 77).

Dalam kehidupan harian dunia persekolahan Indonesia, terbaca bahwa

pedagogi Indonesia dewasa ini berorientasi akademik. Beberapa artifaknya yang

berumur panjang antara lain: UN (Ujian Nasional), „tim sukses‟ UN di banyak

sekolah, Bimbel, latihan soal-soal menjelang UN di jenjang kelas atas, doa

bersama menjelang UN, KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Orientasi akademik

artinya orientasi kepada pengetahuan dan keterampilan atau Iptek (Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi). Orientasi lainnya, seperti relasi-relasi sosial,

kultural, politis, dan kemanusiaan kurang terbaca pada pedagogi akademik

(14)

Giroux (1994: 24), bahwa pedagogi kritis memancarkan sinyal-sinyal pertanyaan

tentang sasaran belajar, pendapat, kekuasaan dan evaluasi secara aktif bekerja

mengkonstruksi relasi-relasi antara guru-guru dan para siswa, institusi-institusi

dan masyarakat, dan ruang-ruang kelas dan komunitas. Pedagogi dalam artian

kritis mengiluminasi relasi-relasi antara pengetahuan, otoritas, dan kekuasaan.

Pedagogi Freire yang komprehensif harus dianalisis secara kritis melalui

sebuah penelitian dalam bentuk sebuah analisis konseptual. Hasilnya akan sangat

bermanfaat bagi mereka yang berkepentingan untuk melakukan konseptualisasi

pedagogi, termasuk konseptualisasi pedagogi Indonesia.

Konseptualisasi pedagogi Freire. Konseptualisasi pedagogi adalah

sehimpunan aktivitas yang termasuk kedalam second-order discipline atau

higher-order activity. Produknya adalah konsep atau teori dengan berbagai

karakteristiknya. Moore dalam bukunya Philosophy of Education, An Introduction

(2010 [ed. baru]: 1-9) mengidentifikasi teori-teori tentang pedagogi ini sebagai

berikut:

1. teori preskriptif terbatas: teori pedagogi atau teori pengajaran;

2. teori deskriptif umum: teori-teori sosial;

3. teori preskriptif umum: filsafat pendidikan; dan

4. teori filsafat analitik.

Dalam kaitan dengan penelitian ini, teori filsafat analitik, akan dimanfaatkan

dalam penelitian ini sebagai metode penelitian. Filsafat analitik, dalam hal ini,

memiliki tugas menganalisis konsep-konsep yang terdapat dalam dunia pedagogi

baik yang praktis maupun yang teoritis. Ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam

bagian tentang Studi Pustaka dan Metodologi Penelitian.

Adapun first-order discipline atau lower-order activity pedagogi adalah

praktik-praktik pedagogi yang biasanya dan utamanya dilakukan oleh pendidik

atau guru. Praktik-praktik pedagogi akan dilandasi oleh konsep dan teori, dan

komunikasi profesional dari para praktisi ini akan menggunakan pula konsep dan

teori tersebut. Dalam praktik-praktik pedagogi Freire kita, antara lain, akan

menjumpai konsep-konsep: transformasi (antonim dari adaptasi), humanisasi,

(15)

circle, conscientization, culture of silence, dialogical method, pendidikan

pembebasan, mystification, praksis, problem posing education (Freire, 1974;

Stevens, 2002).

B.Identifikasi Dan Rumusan Masalah Penelitian 1. Identifikasi Masalah

Pendidikan kita adalah pendidikan yang berorientasi pada konsumsi

pengetahuan kurang fokus pada bagaimana pengetahuan diproduksi. Data empirik

yang menunjukkan bahwa pendidikan kita lebih banyak merupakan konsumsi

pengetahuan, sebagai berikut:

a. Pendidikan berorientasi pada pengajaran

Sistem pendidikan yang ada saat ini tidak pernah lepas dari kritik.

Abdurahman Wahid (1993) dalam sebuah seminar pendidikan di ITB

Bandung mengatakan bahwa output pendidikan formal kita lebih

berupa “mozaik” saja, konvergen dan miskin divergensi.

b. Verbalisme dalam pendidikan

Verbalisme telah lama terjadi di dalam dunia pendidikan di Indonesia

(Hasil Komite Penilaian Pendidikan Nasional dalam Beeby, 1980),

sejak diberlakukan kurikulum tahun 1975. Verbalisme dalam

pembelajaran telah terjadi secara masif, siswa belajar mengenai

pernyataan-pernyataan klise, kosong tanpa makna. Siswa tahu dan

hafal tetapi tidak memahaminya, menerapkan, menganalisis apalagi

men-sintesis-nya. Teks-teks dipelajari terlepas dari konteks. Inilah

yang disebut Freire sebagai pengetahuan yang terbirokrasi. Begitu

juga dalam pendidikan Pancasila, sejak masa Orde Baru malah

menjadi birokrasi halus (soft bureaucracy) yang berkuasa, yang

mengontrol warga negara (Sudarma, 2008) yang bersifat verbalis,

deklaratis atau proklamatis. Indonesia butuh Pancasila praksis yang

memberikan ruang untuk dikritisi dan ditransformasi dalam realita.

c. Pengetahuan yang terbirokratisasi

Pengetahuan terbirokrasi adalah sejumlah paket-paket pengetahuan

(16)

standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok dan

alokasi waktu secara sistematik. Proses pembelajaran menjadi

cenderung delevering of information; bukan eksplorasi oleh para siswa

karena paket-paket pengetahuan tersebut dipersepsi sebagai bersifat

baku, siap-saji, siap-pakai..

d. Ruang refleksi terbatas

Pengetahuan menjadi tidak otentik ketika ruang refleksi terbatas.

Ruang refleksi terbatas karena kurang terjadi dialog antara siswa dan

guru. Selayaknya guru menempatkan siswa sebagai subyek yang

mempunyai kebebasan untuk mengembangkan pertanyaan yang mengarah pada “kemengapaan” isi kajian (kurikulum: teks). Ruang refleksi terbatas tidak membantu kesadaran kritis siwa dalam

mengkonsumsi dan memproduksi pengetahuan. Ini merupakan salah

satu dampak dari class size dalam kisaran kurang lebih 30-40 orang

per kelas.

Berdasarkan uraian tersebut, masalah yang teindentifikasi adalah proses

pendidikan/pembelajaran masih menunjukkan (1) bahwa guru masih mempunyai

peran sentral dalam pembelajaran, lebih teacher oriented; (2) siswa memperoleh

pengetahuan dalam tingkatan memorisasi; dan (3) pemilikan pengetahuan lebih

bersifat konsumtif daripada memproduksi pengetahuan, jauh dari upaya

mengtransformasikan kehidupan individu maupun sosial. Pola di atas menjadi

mainstream dalam pendidikan Indonesia sebagai akibat dari dominasi Pedagogi

dunia Barat dengan pemikiran modernisme.

Terdapat optimisme, pada tataran tekstual terjadi perkembangan

pendidikan Indonesia yang mengarah kepada harapan capaian pendidikan yang

lebih berkualitas, tetapi kurang atau belum berkoherensi dengan

praktek-prakteknya. Kemdikbud (2012) dalam bahan Uji Publik krikulum 2013 berharap

banyak terjadi perubahan-perubahan signifikant setelah diimplementasikan

kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan

(17)

perubahan yang signifikan pada tataran praktek atau implementatif. Dalam bahan

uji publik kurikulum 2013 tersebut teridentifikasi kesenjangan sebagai berikut:

Tabel 1.1 Identifikasi Kesenjangan

Aspek Kondisi Saat Ini Kondisi Ideal Kompetensi Lulusan  Belum sepenuhnya

menekankan Materi Pelajaran  Belum relevan

dengan kompetensi Proses Pembelajaran  Berpusat pada guru

(teacher centered

 Sifat pembelajaran yang kontekstual

Penilaian  Menekankan aspek kognitif (Diadaptasi dari Bahan Uji Publik Kurikulum. 2013)

Kondisi ideal kritis yang perlu diperkuat melalui analisis Freire adalah (1)

kompetensi lulusan yang berkarakter mulia dan pengetahuan dialektis antara teks

(18)

kebutuhan peserta didik bukan hanya kebutuhan psikologis, tetapi juga kebutuhan

sosial, budaya dan politik; (3) proses pembelajaran berpusat pada peserta didik

dengan proses kontekstual yang mengarah pada paragdigma konstruktivisme; (4)

penilaian portofolio mengindikasikan pengakuan pentingnya penilaian proses

(how to learn); dan (5) tenaga kependidikan yang menpunyai motivasi kuat, juga

mengindikasikan pentingnya profesionalisme yang berbasis pada calling life.

Kondisi ideal kritis tersebut perlu dianalisis berdasarkan perspektif pedagogi

alternatif, yaitu pedagogi Freire untuk menemukan struktur fundamentalnya dan

relevansi untuk pendidikan Indonesia.

2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut diatas, maka untuk menemukan

struktur fundamental pedagogi Freire dikemukakan dalam kalimat pertanyaan

sebagai berikut:

a. Apa hakikat manusia dan kapasitas-kapasitasnya?

b. Apa tujuan pendidikannya?

c. Apa isi pendidikan atau kurikulumnya?

d. Apa metode atau proses pendidikan; juga:

e. Landasan filosofisnya: (1) bagaimana filsafat umum, dan/atau ; dan (2)

filsafat pendidikannya?

f. Apa relevansi pedagogi Paulo Freire untuk pendidikan Indonesia

C.Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan memperoleh deskripsi: struktur

fundamental pedagogi Paulo Freire dan relevansinya untuk pedagogi Indonesia.

Adapun secara khusus penelitian ini ditujukan untuk memperoleh deskripsi

konsep-konsep fundamental pedagogi Paulo Freire, mencakup:

komponen fundamental pedagogi:

1. hakikat manusia dan kapasitasnya,

2. tujuan pendidikan,

(19)

4. metode atau proses pendidikan; juga:

landasan filosofisnya:

5. filsafat umum, dan/atau

6. filsafat pendidikan, dan

7. relevansi pedagogi Freire untuk pedagogi Indonesia.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini, sebuah Model Konseptual Pedagogi

Freire, diharapkan dapat memperkaya pemahaman komunitas pendidikan

Indonesia untuk dapat menganalisis konsep-konsep pendidikan nasional melalui

perspektif alternatif yang disediakan pedagogi Freire (pedagogi kritis). Saran

tentang manfaat yang demikian ini bersifat relevan karena dunia pemikiran

pendidikan Indonesia lebih kaya oleh wacana yang berasal dari dunia neo-liberal

Manfaat praktis. Ketersediaan model konseptual pedagogi Freire,

diharapkan turut memfasilitasi implementasi metode/pendekatan pembelajaran

yang banyak dipraktikan saat ini oleh para guru yang relevan dengan cita-cita

Freire (humanisasi) dan pendidikan nasional Indonesia.

E.Kerangka Pikiran dan Premis Penelitian

1. Kerangka Pikiran Penelitian

Penelitian mengenai stuktur fundamental dan filosfis Paulo Freire

merupakan upaya analisis kritis terhadap pikiran-pikiran pedagogi Freire yang

terdapat pada buku utamanya, yang terdiri dari:

a. Freire, Paulo (1967). Pedagogy of freedom : ethics, democracy, and

civic courage. Critical perspectives series. Lanham: Rowman &

Littlefield Publishers.

b. Freire, Paulo (1970) (30th anniversary edition, 1993). Pedagogy of the

Oppressed. New York& London:Continuum.

c. Freire, Paulo (1974). Education for critical consciousness. A

(20)

d. Shor, Ira & Freire, Paulo. (1987). A Pedagogy for Liberation.

Dialogues on Transforming Education. Massachusetts: Bergin &

Garvey Publishers, Inc.

e. Horton, Myles & Freire, Paulo (1990). We Make the Road by Walking.

Philadelphia: Temple University Press.

f. Freire, Paulo, and Ana Maria Araújo Freire (1997). Pedagogy of the

heart. New York: Continuum.

Kerangka pikir yang melandasi penelitian ini adalah analisis kritis

terhadap pedagogiPaulo Freire, terdiri dari analisis epistemologi, metafisika, etika,

lingkungan strategis, tujuan pedidikan, isi pendidikan dan proses pendidikan.

Kerangka pikir tersebut tidak bersifat “predetermined”, tetapi bisa terjadi

perubahan-perubahan pada saat penelitian ini dilakukan. Kerangka pikir tersebut

dapat dijelaskan, sebagai berikut:

a. Espistemologi. Analisis kritis dilakukan terhadap epistemologi Freire,

terkait dengan asal-usul, dasar, metoda dan batas-batas pengetahuan

dengan cara mencari jawaban atas pertanyaan : mengapa sesuatu

disebut ilmu? apa batas ilmu pengetahuan? dan bagaimanakah prosedur

untuk memperoleh pengetahuan?

b. Metafisika. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika

mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah hakikat

realitas? Apakah Tuhanitu? Apa tempat manusia di dalam semesta?

c. Etika. Etika mempelajari nilai atau kualitas mengenai standar dan

penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti

baik, buruk, dan tanggungjawab. Kebutuhan akan analisis etis atau

tidak etis dalam dunia pendidikan diperlukan karena etika sering

menjadi unsur utama tujuan pendidikan.

d. Tujuan Pendidikan. Upaya-upaya pendidikan terkait dengan tujuan

pendidikan yang menjelaskan tentang manusia bagaimana yang secara

terus menerus diupayakan proses pendidikan. Analisis terhadap tujuan

pendidikan akan terkait dengan persoalan epistemologi, metafisika dan

(21)

metafisika dan etika dengan tujuan pendidikan menjadi penting dalam

penelitian ini.

e. Isi Pendidikan. Isi pendidikan merupakan sekumpulan pengetahuan,

sikap dan keterampilan yang dirumuskan dalam bahan kajian

(kurikulum). Isi pendidikan di Indonesia merupakan bagian dari standar

pendidikan nasional yang terdiri dari sekumpulan kompetensi lulusan,

standar kompetensi dan kompetensi dasar. Analisis kritis isi pendidikan

menurut Freire merupakan upaya untuk menemukan dan

mengkonstruksi isi pendidikan berdasarkan pikiran fundamental Freire.

f. Proses Pendidikan. Proses pendidikan adalah serangkaian perhubungan

antara pendidik dengan terdidik dalam rangka mempelajari isi

pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Bagaimanakah Freire memandang isi pendidikan tersebut dan

bagaimanakah relevansinya untuk proses pendidikan yang terjadi di

Indonesia.

Penemuan terhadap struktur fundamental pikiran Freire mengenai

epistemologi, metafisika, etika, tujuan pendidikan, isi pendidikan dan proses

pendidikan membutuhkan proses kerja analisis kritis. Analisis kritis tersebut

dilakukan dengan cara melaksanakan analisis induktif seperti yang dilakukan

dalam penelitian kualitatif non-interaktif. Proses analisis kritis merupakan proses

yang dimulai dengan membentuk sebuah pamahaman (understanding), kemudian

mengurai fikiran-fikiran fundamental Freire dalam bentuk kategorisasi,

konsep,dan pola serta memdeskripsikan dan atau menjelaskan kategorisasi

tersebut dalam makna yang utuh.

Pemahaman struktur fundamental pikiran Freire membawa ke implikasi

lebih lanjut mengenai relevansi untuk pendidikan di Indonesia. Dalam hal

relevansi ini, peneliti dengan utamanya memanfaatkan perspektif Freireian

memusatkan diri untuk menemukan kategori-kategori kondisi ideal pendidikan

Indonesia. Kategori-kategori kompetensi ini tersurat dan tersirat dalam beberapa

dokumen nasional tentang pendidikan.

(22)

Penelitian ini bertitik tolak dari premis sebagai berikut:

a. Pendidikan adalah realitas kemanusiaan yang jauh berbeda dengan

realitas alam. Realitas alam sekalipun kompleks dan kaya makna

sebagaimana temuan-temuan mutakhir memperlihatkannya sebagai

demikian, berbeda dengan realitas kemanusiaan pendidikan yang jauh

lebih kompleks lagi. Sehubungan dengan hal ini, riset pendidikan

perlu dihampiri dengan berbagai perspekstif, tidak dapat hanya

dihampiri dengan perspektif neo-positivisme belaka dengan riset

kuantitatifnya. Riset ini mengasumsikan penghampiran filosofis dan

ilmiah secara terpadu, karena objek risetnya adalah sebuah fenomena

dan pemikiran pedagogi.

b. Sebuah fenomena pedagogi dan pemikiran teoritisnya sekalipun

tumbuh dalam sebuah masyarakat yang berbeda, akan mengandung „benih-benih‟ yang dapat ditumbuhkan dalam masyarakat lainnya. Dikatakan sebagai benih karena ia harus ditumbuhkan di lahan yang

berbeda dengan sejarah atau budaya yang berbeda. Benih tersebut

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metoda Penelitian

1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang non-interaktif.

Pendekatan ini dipilih karena apa yang menjadi data adalah konsep-konsep atau

teori, terdapat dalam karya tulis oleh Paulo Freire. Datanya lebih berbentuk

dokumen, atau buku-buku. Dan Freire sendiri sudah meninggal dunia pada tahun

1997.

2. Metode

Metode penelitian ini adalah metode analisis konsep. Analisis

konsep-konsep, menurut McMillan & Schumacher (2001: 506-507), dapat dilakukan

dengan tiga strategi di bawah ini, dan strategi ke empatnya adalah tambahan dari

Moore (2010):

a. Sebuah analisis generik untuk mengidentifikasi makna esensial dari

suatu konsep. Analisis ini mengisolasi unsur-unsur yang membedakan

suatu konsep dari kata-kata lainnya. Hasil analisis generik ini adalah

kejelasan suatu konsep. Indikatornya adalah ketersediaan definisi dan

argumentasi yang mendukung definisi tersebut.

b. Sebuah analisis diferensial untuk membedakan makna-makna

dasariah dari suatu konsep dan menyediakan suatu ide yang lebih

terang tentang ranah logis yang dicakup oleh suatu konsep. Analisis

diferensial digunakan ketika sebuah konsep tampak memiliki lebih

dari satu makna standar dan dasar untuk pembedaan makna-makna

yang tidak-terang. Dengan demikian, ketika strategi analisis generik

dianggap mencukupi, strategi analisis diferensial ini tidak perlu

dilakukan.

c. Sebuah analisis kondisional untuk mengidentifikasi kondisi-kondisi

(24)

suatu konsep akan dianggap benar?” Analisis kondisi-kondisi dimulai dengan menyediakan sebuah contoh yang memenuhi kondisi-kondisi

yang niscaya dari suatu konsep. Analisis kondisi ini dapat mendorong

revisi atau penolakan suatu kondisi dan menggiring kepada

kondisi-kondisi tambahan dengan contoh lainnya dan

contoh-contohnya yang berlawanan. Tujuan analisis kondisional adalah

menyediakan sehimpunan kondisi yang niscaya dan cukup untuk

aplikasi secara tepat suatu konsep, dengan demikian memperjelas

makna suatu konsep. Indikator capaian dari analisis kondisional ini

adalah ketersediaan deskripsi kondisi yang niscaya dan cukup atas

suatu konsep yang dianggap pokok.

d. Sebuah analisis koherensi. Langkah ini tidak diusulkan oleh

McMillan dan Schumacher, tetapi diusulkan oleh Moore dalam

sub-bagian Pedagogi dan aktivitas-aktivitasnya dalam bagian 5. Kerangka

Konseptual Penelitian, yaitu tentang analisis konsep yang kedua,

setelah analisis konsep itu sendiri, dilakukanlah analisis konsep dalam

rangka menemukan koherensinya dengan konsep-konsep fundamental

seperti hakikat manusia, nilai-nilai sosial, dan yang lainnya. Indikator

capaian analisis koherensi ini adalah ketersediaan deskripsi koherensi

antarkonsep yang dianggap pokok.

Analisis konsep dalam penelitian filsafat sering dikaitkan dengan filsafat

analitik. Memang penelitian ini memanfaatkan pula metode filsafat analitik ini.

Namun, sikap filsafat analitik yang empiristis, menuntut keberadaan

substansi-substansi material-empiristis atas setiap konsep yang diakuinya sebagai konsep

yang meaningful, tidak diadopsi dalam penelitian ini. Penelitian ini mengadopsi

sikap terbuka terhadap berbagai prinsip metafisik selama prinsip-prinsip ini

mengemansipasi kehidupan dan kemanusiaan. Ini adalah sebuah sikap umum

pedagog.

Analisis konsep filsafat menurut Moore (2010 [ed. baru]: 8) dapat dilakukan

dengan dua cara, historis dan ahistoris. Analisis historis dilakukan dengan

(25)

dalam sejarah filsafat, dapat dimulai dari Plato, Bacon, hingga Dewey dan

seterusnya. Analisis ahistoris dilakukan dengan langsung memusatkan diri pada

konsep-konsep yang diteliti. Pemilahan cara historis dan ahistoris ini bukanlah

suatu pemilahan yang discrete, karena suatu ide filsafat di masa lalu sering

bertahan lama hingga ke abad sekarang ini. Dengan demikian pemilahan ini

sekedar menunjukkan penekanan yang dilakukan dalam penelitian ini.

Analisi konsep juga dilakukan melalui metoda hermeneutik yang bertujuan

untuk mengungkapkan maknanya. Restituta Driyanti (2011) menggunakan

metoda hermeneutik dari Paul Ricoeur dalam penelitiannya tentang makna

simbolik dari Tato Manusia Dayak yang cara kerjanya hampir sama sebagaimana

yang dilakukan oleh peneliti dalam mengungkap makna teks karya Freire, yaitu

melakukan kegiatan dekontekstualisasi dan rekontekstualisasi. Dekontekstualisasi

dilakukan peneliti untuk menjaga otonomi teks (teks sebagaimana adanya)

sedangkan rekontekstualisasi dilakukan peneliti untuk melihat latar belakang

terjadinya teks Freire. Dekontekstualisasi maupun rekontekstualisasi dilakukan

secara ulang-alik dengan cara mengungkapkan intensi atau maksud teks, situasi

kultural dan kondisi sosial teks serta untuk siapa teks itu dimaksudkan. Langkah

dekontekstualisasi dan rekontekstualisasi terhadap teks Freire erat hubungannya

dengan upaya melakukan interpretasi baik semantik, reflektif, maupun interpretasi

esensial.

Sebelum dilakukan analisis konsep-konsep pedagogi Freire, akan dilakukan

analisis konsep dalam rangka penentuan atau pendefinisian kerangka umum

pedagogi, yang diperlukan untuk menjaring konsep-konsep pedagogi Freire.

Pendefinisian kerangka umum pedagogi ini bersumber dari beberapa buku filsafat

pendidikan dan pedagogi.

B. Unit Analisis

Unit analisis pada penelitian ini yaitu sejumlah konsep yang tersedia untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti yang telah dikemukakan pada

BAB I. Kumpulan konsep tersebut terdapat pada sumber data, yaitu dokumen

(26)

material tercetak yang dapat bersifat resmi atau tidak resmi, publik atau pribadi,

diterbitkan atau tidak diterbitkan, dipersiapkan untuk menjaga suatu catatan

sejarah atau dipersiapkan untuk berfungsi untuk tujuan praktik segera.

Secara rinci ruang lingkup data adalah setiap konsep yang termasuk

kedalam higher order activity yang relevan dengan pertanyaan penelitian ini. Ini

dapat digambarkan melalui diagram berikut:

Gambar 3.1

Higher Order Activity

Sumber data dari higher-order activity pedagogi dari Freire ini adalah

buku-buku yang ditulis oleh Paulo Freire. Sebuah situs komersial interaktif, karena itu

memiliki komunitas pembaca tersendiri, memiliki buku-buku yang merupakan

karya Paulo Freire sebanyak 63 buah buku, tertulis terbitan tahun 1967 hingga

2012. Tidak semua buku ini dijadikan sumber data dari penelitian ini. Atas

sumber data ini dilakukan seleksi, dengan berbagai alasan, terutama alasan

praktis. Pertama untuk menghemat waktu penelitian, ditetapkan sebagai sumber

data adalah buku-buku yang memiliki rating tinggi, yaitu buku-buku yang

termasuk memiliki rating bintang 4- 5 (lihat lampiran 01), sebanyak: 30 buku.

Rating tinggi mengisyaratkan keterbacaan. Seleksi kedua berdasarkan

penguasaan bahasa asing penulis (bahasa Inggris). Buku-buku yang berbahasa

(27)

bagi kerangka penelitian penulis, struktur fundamental pedagogi, maka penulis

memutuskan untuk tidak lagi menambah sumber data. Adapun keenam buku

tersebut adalah sebagaimana berikut ini:

Sumber Data: Daftar Buku Paulo Freire

Freire, Paulo (1967). Pedagogy of freedom : ethics,

democracy, and civic courage Critical perspectives

series. Lanham: Rowman & Littlefield Publishers.

Freire, Paulo (1970) (30th anniversary edition, 1993).

Pedagogy of the oppressed. New York&

London:Continuum.

Freire, Paulo (1974). Education for critical consciousness. A

Continuum book. New York,: Seabury Press.

Shor, Ira & Freire, Paulo (1987). A Pedagogy for Liberation.

Dialogues on Transforming Education.

Massachusetts: Bergin & Garvey Publishers, Inc.

Freire, Paulo, and Ana Maria Araújo Freire (1997). Pedagogy

of the heart. New York: Continuum.

Horton, Myles & Freire, Paulo (1990). We Make the Road by

Walking. Philadelphia: Temple University Press.

C. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah pada penelitian ini merupakan langkah umum yang biasa

dilaksanakan pada penelitian dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1992:85)

(28)

tahap orientasi; (2) tahap eksplorasi; (3) tahap member-check. Tahapan tersebut

dilakukan sebagai berikut:

1. Tahap orientasi.

Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini peneliti melakukan orientasi atau

pengenalan terhadap struktur masalah yang diteliti berserta aspek dan

dimensinya. Hasil kegiatan orientasi ini diketahuinya struktur masalah pada

penelitian ini, yaitu struktur fundamental pedagogi Freire yang terdiri dari

dimensi-dimensi metafisika, filsafat manusia, epistemologi, etika, tujuan

pendidikan, proses pendidikan, manajemen pendidikan, guru, siswa, evaluasi dan

lingkungan strategis Freire. Dalam kegiatan pada tahap ini, peneliti banyak

melakukan kajian konsep Freire sehingga dapat mengidentifikasi struktur masalah

yang akan diteliti beserta sub strukturnya. Untuk melengkapi orientasi masalah,

peneliti menelaah dan mengkaji berbagai dokumen dan studi kepustakaan serta

berbagai data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian.

2. Tahap eksplorasi

Pada tahapan ini peneliti mulai mempersiapkan diri untuk melakukan

penelitian secara intens: berupaya memperoleh data dengan sikap yang lebih

selektif, mencari informasi yang relevan. Dengan demikian, peneliti lebih terfokus

pada masalah dan dimensi-dimensi yang merupakan sub struktur masalah. Di

samping menggunakan berbagai teknik analisis konsep, diskusi-diskusi peneliti

dengan pembimbing dan rekan-rekan sejawad, juga melalui beberapa seminar,

banyak memberikan kejelasan tentang struktur masalah. Tahap eksplorasi ini

sebetulnya bagian tak terpisahkan dengan kegiatan induksi dalam pengolahan

data.

3. Tahap member check

Tujuan utama dari tahapan ini, antara lain: melakukan konfirmasi terhadap

data yang diperoleh dengan mengecek kebenaran data oleh sumber data untuk

memberikan tanggapan dan komentar sebagai re-check; melakukan kegiatan yang

bersifat triangulasi, yakni menuntaskan kebenaran data dengan meminta

tanggapan mengenai kebenaran data yang diperoleh kepada fihak yang relevan

(29)

karena penelitian ini bersifat non-interaktif dan sumber datanya sudah meninggal

dunia.

D. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan analisis induktif seperti yang dipaparkan

oleh Mc Millan dan Sally (2001). Analisis induktif merupakan proses yang terus

menerus, membentuk siklus dan sistematik yang terdiri dari kegiatan seleksi,

kategorisasi, komparasi, sintesis, dan interpretasi untuk menghasilkan eksplanasi

mengenai satu fenomena yang diteliti. Yang dimaksud dengan fenomena pada

penelitian ini adalah catatan historis Freire yang terdokumentasikan secara baik.

Proses tersebut dikemukakan pada bagan sebagai berikut:

Gambar 3.2 Proses Analisis Induktif Struktur Naratif

Pola (Rekonstruksi

tema/konsep)

Kategori konsep: konstruksi sesuai dengan

fokus penelitian

Representasi visual

Topik yang teridentfikasi

Tulisan: Catatan hasil bacaan

DOKUMEN

(Discovery dan Pencatatan) Tahap-1

Tahap-4

Tahap-3

(30)

Proses analisis induktif tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut

1. Analisis selama pengumpulan data

Beberapa strategi analisis selama pengumpulan data dilakukan, sebagaimana

berikut ini:

a. Menulis komentar untuk mengidentifikasi tema, menginterpretasi dan

membuat pertanyaan-pertanyaan. Komentar tersebut dipisahkan dari

data. Karena pengumpulan data merupakan aktivitas deskriptif

sedangkan komentar peneliti merupakan aktivitas reflektif. Pada

penelitian ini komentar merupakan cacatan hasil bacaan peneliti

mengenai pikiran fundamental Freire.

b. Menulis ringkasan untuk melakukan sintesa dan memfokuskan studi.

Ringkasan hasil studi dokumentasi tersebut merupakan langkah maju

dari aktivitas deskripsi (pengumpulan data). Ringkasan hasil studi

didokumentasi pada tabel-tabel analisis dokumen Freire (lampiran-1

sampai 6)

c. Mengembangkan gagasan (proses intuitif) untuk mengembangkan

kategori-kategori. Mengembangkan ketagorisasi sekaligus ketika

melakukan sintesis dan memfokuskan studi.

d. Mulailah melakukan kajian literatur untuk membantu hasil analisis

konsep. Kajian literatur diperlukan dengan tujuan untuk melakukan

pembahasan terhadap kategorisasi dari konsep. Kajian ini dinyatakan

dalam bentuk Pembahasan Hasil Penelitian.

Proses pengumpulan data bermaksud mengidentifikasi kategori yang

berkembang yang bersifat sementara. Interim analysis merupakan aktivitas yang

terus menerus berlangsung selama analisis konsep. Beberapa strategi yang

digunakan dalam analisis interim, daintaranya:

a. Scanning semua konsep untuk memperoleh perspektif global

b. Mencari pemahaman baru yang mungkin menjadi tema atau pola

utama.

(31)

2. Kodifikasi Topik dan kategori

Dalam analisis kualitatif, organisasi, analisis dan interpretasi data disebut

analisis data. Dalam mengorganisasi data, peneliti membuat klasifikasi

berdasarkan:

a. Pertanyaan penelitian atau sub pertanyaannya atau kategori yang

digunakan peneliti.

b. Pengetahuan peneliti sebelumnya

c. Data itu sendiri.

Peranan kodifikasi dan kategori adalah membantu peneliti melakukan

analisis data, dengan mengembangkan sistem klasifikasi dengan tiga strategi,

yaitu:

a. Segmentasi data ke dalam unit-unit tertentu yang biasanya disebut

kategori

b. Dimulai dengan membuat kategori kemudian dirinci ke dalam sub

kategori

c. Kombinasi dari kedua hal di atas.

Strategi di atas merupakan langkah awal mengembangkan sistem organisasi

data yang dimulai dari proses induktif, generatif dan konstruktif yaitu proses data

ditransformasikan dalam bentuk kategori dan sub kategori. Langkah-langkah

tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. kembangkan “sense” (makna) keseluruhan.

Baca seperangkat data secara hati-hati kemudian tuliskan gagasan

yang berkaitan dengan data tersebut. Gagasan merupakan pikiran

yang melingkupi data tersebut.

b. Kembangkan data tersebut menjadi kategori. Kategori merupakan

nama suatu subyek yang dikemukakan secara deskriptif.

c. Bandingkan data yang duplikasi atau tumpang tindih.

d. Ujicoba sistem klasifikasi sementara.

Ujicoba dimaksudkan untuk memperoleh sistem klasifikasi yang

cocok dengan fokus studi.

(32)

Upaya ini dilakukan untuk memperoleh konstruksi data menjadi kategori

dan sub kategori sebagai upaya final pengembangan sistem organisasi data.

Pengembangan dan pengorganisasian sistem data tersebut digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 3.3 Pengembangan dan Pengorganisasian Data Identikasi Kategori

Deskriptif-3 Makna apa yang akan

dikembangkan dari seperangkat data yang tersedia ? (make sense of

the whole)

Perangkat data

Deskriptif-1 Deskriptif-2

A

B

B

C

C

D

B A

C

(33)

Proses pengembangan dan pengorganisasian sistem data tersebut merupakan

proses induktif dan mengikuti siklus mulai dari data-kategorisasi-makna.

Segmentasi data ke kategori memerlukan strategi-strategi tertentu. Strategi

(1) menganalisis dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dasar (apa, mengapa,

dimana, kapan dan bagaimana); (2) menganalisis kalimat, phrase; (3)

membandingkan kesamaan data; (4) dan mengidentifikasi hal-hal yang penting

dari setiap data. Strategi tersebut menggambarkan bagaimana analisis kritis dan

logik peneliti.Peneliti mengembangkan kategori secara “predetermined”, yaitu

sumber pengembangan kategori seperti itu berasal dari pertanyaan penelitian,

pengalaman personal yang relevan, dan kategori yang ditemukan pada literatur.

Atau kategori tersebut juga dapat dikembangkan dari kategori emic dan etic.

Kategori emic adalah sumber kategori berasal dari data sumber asli dokumen

Freire. Sedangkan kategori etic adalah sumber kategori sebagai hasil pemaknaan

peneliti terhadap data berdasarkan kerangka konseptualnya.

3. Pencarian Pola (tema atau konsep)

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah membuat pernyataan umum

mengenai saling kait-mengkaitnya kategori yang ditemukan dari data. Dengan

kata lain ini adalah analisis koherensi atau konsistensi, sebagaimana sudah

disampaikan dalam teknik analisis data. Hubungan antara kategori tersebut

disebut pola (tema/konsep). Dalam mengembangkan pola-pola tesebut, peneliti

merekonstruksi data ke dalam kategori, kemudian menemukan pola-polanya,

seperti pada bagan sebagai berikut:

Gambar 3.4 Pencarian Pola (Tema/Konsep)

Data Data Data Data Data Data Data Data Kategori Kategori Kategori

(34)

Berdasarkan gambar di atas maka dapat dikemukakan bahwa kategori yang

bersumber dari satu atau lebih data membentuk pola (hubungan antara kategori).

Proses pencarian pola tersebut biasanya berlangsung dalam siklus data—

kategori---pola.

Dalam rangka mengembangkan validasi pola tersebut, peneliti

mengembangkan teknik (1) tingkat kepercayaan data; (2) triangulasi; (3) mencari

bukti yang berlawanan; (4) teknis menyusun dan sorting kategori; (5) presentasi

visual; dan (6) analisis silang-logik.

Teknik tingkat kepercayaan data adalah memilah-memilah siklus

data-kategori berdasarkan tingkat kepercayaan sumber datanya. Pada penelitian ini,

tingkat kepercayaan data adalah konsistensi substantif antara dokumen yang satu

dengan yang lainnya (buku satu dengan yang lainnya).

Teknik triangulasi adalah melakukan validasi silang yang berkaitan dengan

sumber, strategi, priode ketersediaan data dan skema konseptual yang berbeda.Ini

dilakukan pada waktu melakukan pembahasan hasil penelitian, misalnya kategori

metafisikasi Freire dengan Hegel dan Karl Marx.

Teknik mencari bukti yang berlawanan adalah untuk membandingkan

kesenjangan pola yang dikembangkan dengan pola yang berlawanan.(Teknik ini

tidak dilaksanakan pada penelitian ini)

Teknik menyusun dan pemilahan adalah membuat pola secara hirarkhis

mulai dari data—topik—kategori.

Teknik silang-logik. Disamping teknik-teknik tersebut di atas juga penting

pola tersebut mengandung eksplanasi logik yang berkaitan dengan masalah

penelitian.

Aplikasi analisis data tersebut pada penelitian ini dapat dikemukakan pada

(35)

Gambar 3.5

Prosedur Analisis Data Penelitian Struktur Fundamental Pedagogi Freire

Berdasarkan gambar di atas tampak bahwa analisis data dilakukan dengan

cara analisis induktif mulai dari data, yaitu bacaan pada 6 buku/dokumen Freire,

melakukan segmentasi ke dalam kategorisari (kategori dan sub kategori), dan

mengembangkan keterkaitan antara kategori tersebut sebagai konstruksi

fundamental pedagogi Freire.

a. Freire, Paulo (1970) (30th anniversary edition, 1993). Pedagogy of the oppressed. New York& London:Continuum.

b. Shor, Ira & Freire, Paulo (1987). A Pedagogy for Liberation.

Dialogues on Transforming Education. Massachusetts: Bergin

& Garvey Publishers, Inc.

c. Freire, Paulo, and Ana Maria Araújo Freire. Pedagogy of the

heart. New York: Continuum, 1997.

d. Horton, Myles & Freire, Paulo (1990). We Make the Road by Walking. Philadelphia: Temple University Press.

e. Freire, Paulo (1967). Pedagogy of freedom : ethics, democracy,

and civic courage Critical perspectives series. Lanham:

Rowman & Littlefield Publishers.(Buku 06)

f. Freire, Paulo (1974). Education for critical consciousness. A Continuum book. New York,: Seabury Press.

(36)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

1. Ontologi, epistimologi dan aksiologi

Dunia (budaya), realitas, adalah kemungkinan-kemungkinan. Tidak ada ‘hukum besi’, misalnya hukum evolusi Darwinian, yang mengatur perkembangan atau perubahan realitas. Sejarah belum berakhir (berbeda dengan neoliberalis:

sejarah sudah berakhir); sejarah berakhir ketika manusia berakhir kehidupannya.

Realitas atau sejarah diciptakan manusia bersama manusia-manusia lainnya; dan

kemudian sejarah mengkondisikan, bukan men-determinasi, kehidupan manusia.

Realitas adalah wujud yang belum selesai.

Manusia yang berada bersama dunia, adalah unfinished beings, inconclusive

beings. Secara demikian ontological vocation-nya adalah menjadi manusia,

subjek. Sebagai subjek, ia tidak boleh menjadi objek. Di tengah dunia, juga di

tengah alam semesta, ia harus mentransendensi diri, bukan tenggelam di tengah

dunia. Dengan demikian manusia jelas adanya sebagai makhluk bebas.

Kebebasan manusia dibatasi oleh kebebasan orang-orang lainnya. Batas

kebebasan adalah humanisasi. Kebebasan siapa pun harus menghargai dan patuh

pada humanisasi yang berlaku bagi siapapun di muka bumi.Karena ontological

vocation-nya yang demikian, manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas

nasibnya, atas sejarahnya, atas masa depannya. Perjalanan sejarah bukan

ditentukan Tuhan. Tuhan hanya menciptakan alam (hewan dan tumbuhan) dan

manusia.

Ontological vocation manusia, sekalipun ia makhluk terbatas tetapi ia suatu

subjek, adalah menciptakan atau menciptakan-ulang (to create, to re-create)

dunianya. Ini dilakukannya secara transendental, melalui penciptaan makna,

melalui eksistensi, bukan sekedar ekstensi dari life-support-nya sebagaimana

yanag dilakukan hewan. Perilaku hewan hampir tidak ada jarak dengan

life-support-nya. Manusia menciptakan dunia (budaya) yang terpisah dari dirinya.

(37)

Freire menegaskan peranan manusia atau subjek adalah to create dan to

re-create dunia, dengan cara problematisasi, intervensi kritis, iluminasi, transendensi,

transformasi, bereksistensi, conscientization. Berbeda dengan hewan, tugasnya

menerima apa yang sudah disediakan, beradaptasi terhadap lingkungannya.

Dunia, budaya, setelah diciptakan, memiliki perilaku dan kuasa tersendiri,

dapat menenggelamkan subjek di dalamnya hingga terjadi apa yang disebut

objektivikasi atau massifikasi. Dunia dengan temporalitasnya, memuat tema-tema

zaman yang pada salah satu sisinya dapat menjadi limit-situations, situasi

pembatas, mendominasi kesadaran atau menenggelamkannya. Contoh-contoh

tema zaman dewasa ini adalah globalisasi, pasar bebas, neoliberalisme,

Westernisasi; atau apapun yang mendominasi kesadaran banyak orang, hingga

kesadaran tenggelam. Terhadap limit-situations, manusia harus mengumumkan

dirinya sebagai subjek dengan melakukan limit-acts, tindakan-tindakan mengatasi

atau keluar dari limit-situations. Inilah yang disebut conscientization, penyadaran

diri, afirmasi-diri, penegakan posisi diri sebagai subjek bersama dunia dan

bersama subjek-subjek lainnya; atau humanisasi.

Tuhan maha agung, Penguasa tertinggi dengan ‘kelapangan dada’ yang tak terhingga menganugrahi manusia dengan kemampuan menciptakan dunia dan

memeliharanya. Tuhan yang menjadikan manusia sebagai subjek yang bebas dan

bertanggung jawab penuh untuk penciptaan dunia dan pelanjutannya tanpa

intevensi Tuhan. Inilah Tuhan seorang deis, maha bijak dan menyediakan hari

akhir.

Nilai-nilai yang tertinggi adalah humanisasi. Humanisasi bersifat universal,

berlaku bagi semua orang, tidak bisa bersifat eksklusif bagi segelintir orang;

karena itu penindasan bukan hanya dehumanisasi untuk si tertindas tetapi juga

untuk si penindas. Humanisasi mempersyaratkan kecintaan kepada kehidupan,

kepada semua orang (biophily bukan necrophily); solidaritas dengan sesama

manusia, kepercayaan kepada manusia lain, rendah hati, keterbukaan.

Pengetahuan adalah sebuah bagian dari dunia, diciptakan manusia.

Pengetahuan tidak netral, karena tidak berada dalam vacuum, berada dalam

(38)

masyarakatnya, mengekspresikan kemanfaatannya sebagaimana dipersepsi oleh

masyarakatnya. Pengetahuan dewasa ini dominan produk masyarakat maju,

masyarakat kapitalis. Pengetahuan yang dihargai tinggi yang tercakup dalam

Iptek dan menjadi isi-isi pendidikan lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan

oleh masyarakat industrial tersebut.

Pengetahuan sebagai sebuah bagian dari dunia bersifat sama sebagai

makhluk yang unfinished yang diproduksi oleh manusia yang unfinished juga;

karena itu pengetahuan tidak absolut melainkan berkembang.

Tradisi idealisme dan rasionalisme Barat selama ini menumbuhkan

kepercayaan bahwa pengetahuan diperoleh dengan berpikir abstrak. Hal ini

didukung oleh keberhasilan ilmu-ilmu kealaman dengan abstraksi

simbolis-matematisnya atas hasil-hasil observasinya. Kemudian hal ini mendominasi

ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Untuk pedagogi, Freire menempuh jalan lain, yaitu

praksis. Buku saja tidak cukup untuk membangun sebuah pedagogi. Pedagogi

harus dibangun melalui praktik-praktik dan refleksi-refleksi atas praktik-praktik

ini. Freire bahkan memadukannya dengan dialog sebagai sebuah filsafat dan

praktik: pedagogi harus dibangun bersama si terdidik (kaum tertndas), bukan

dibangun oleh si pendidik untuk si terdidik. Freire menolak preskripsi sebagai

praktik mendidik.

2. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan adalah humanisasi. Humanisasi merupakan titik tolak,

arah tindakan dan titik tuju pendidikan. Nilai-nilai humanisasi bersifat universal,

tetapi on going. Humanisasi sebagai titik tolak pendidikan karena harus

diasumsikan sejak pendidikan dimulai. Memulainya tanpa manusia, seperti dalam

kasus pendidikan sebagai transfer Iptek, pelatihan, mmorisasi, dan indoktrinasi,

adalah bukan pendidikan.Manusia membangun sejarah untuk memperjuangkan

nilai-nilai kemanusiaannya tetapi pada titik tertentu sejarah yang dibangun

menjadi mendominasi manusia. Karena itu, humanisasi selalu diperjuangkan,

ditegakkan dan dikritisi. Humanisasi sebagai arah tindakan merupakan basis nilai

(39)

sebagai titik tuju pendidikan adalah penciptaan/transformasi sejarah perabadan

kemanusiaan yang lebih baik merupakan tujuan pendidikan.

3. Isi Pendidikan

Isi pendidikan adalah dialektika antara teks dan konteks. Teks adalah Iptek,

sedangkan konteks adalah lingkungan sosial-budaya, juga yang bersumber dari

tema-tema zaman (globalisasi, demokratisasi, neoliberalisme, pasar bebas).

Kesadaran akan konteks mesti berkaitan dengan amanah diri: posisi diri di tengah

konteks. Kompetensi yang selayaknya dikembangkan adalah kesadaran kritis dan

transformatif terhadap tema-teman zaman yang mendominisasi dengan cara

mengembangkan berpikir kritis, refleksi otentik, pengetahuan yang

hidup/iluminatif, dan menangkap reason for being. Dengan demikian isi

pendidikan melampaui dari sekedar kemampuan kognitif, yaitu metakognitif.

4. Proses Pendidikan

Proses pendidikan melibatkan conscientization, dalam rangka menamai

dunia, penciptaan dunia yang lebih baik, dengan mengintervensi kritis dunia,

melalui perhubungan dialogis antara terdidik dan pendidik. Kesadaran terdidik

harus berkembang dari kesadaran naif ke kesadaran kritis, dan kesadaran

transformatif/politis dengan cara problematisasi isipendidikan/dunia. Pendekatan

pembelajarannya adalah pendidikan hadap-masalah, pendidikan tematik,

pendidikan kritis, pembebasan, praksis dan transformatif/radikal. Perhubungan

dialogis ditandai dengan syarat-syarat perhubungan yaitu dengan adanya cinta,

kerendahan hati, kritis, kepercayaan yang dalam, dan optimistik. Peranan pendidik

adalah belajar, mempelajari objek bersama terdidik, menghargai manusia,

mentransfomasi sosial, keteladanan, mengajar terpadu dengan refleksinya,

mengajar menciptakan kemungkinan belajar, mengajar melalui ceramah dan

diskusi, mengajar dengan kata yang benar (praksis) dan mengajarberpikir kritis.

5. Relevansi Pikiran Fundamental Freire untuk Pendidikan di Indonesia

Relevansi pikiran fundamental Freire untuk pendidikan Indonesia berkenaan

dengan filsafat manusia Indonesia, rumusan manusia ideal Indonesia,

sebagaimana terekspresikan dalam rumusan kompetensi-kompetensi ideal.

Gambar

Tabel
Gambar
Tabel 1.1 Identifikasi Kesenjangan
Gambar 3.1 Higher Order Activity
+5

Referensi

Dokumen terkait

tersebut. Keputusan struktur modal yang optimal akan mampu meningkatkan kinerja pada perusahaan. Kinerja perusahaan dapat dinilai dari aspek kinerja fundamental dan kinerja

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan competence, conscience , dan compassion peserta didik kelas IIIC SD Kanisius Kenteng dengan menerapkan Paradigma Pedagogi

Dari pendapat tokoh diatas dapat ditarik kesamaan bahwa desain pendidikan harus bisa menyesuaikan dirinya dengan manusia, karena tanpa adanya kemanusiaan didalam pendidikan

Secara garis besar konsep pendidikan menurut Tjokroaminoto, Ki Hadjar, Paulo Freire dengan Sisdiknas merupakan upaya mengembangkan potensi peserta didik dan sebagai alat

Dalam rangka mengukuhkan filsafat pendidikannya, Paulo Freire memberikan kerangka pikir sistematis tentang metode mengetahui reali- tas, yaitu: berpikir dan mengetahui

Adapun relevansi antara peran pendidk dan peserta didik dalam konsep pendidikan Al-Ghazali dengan konsep pendidikan di Indonesia, baik pendidikan umum maupun konsep pendidikan

Dalam rangka mengukuhkan filsafat pendidikannya, Paulo Freire memberikan kerangka pikir sistematis tentang metode mengetahui reali- tas, yaitu: berpikir dan mengetahui

Objek penelitian adalah Perguruan Tinggi Komputer di pulau Jawa dengan tujuan ingin mendapatkan deskripsi tentang struktur industri jasa pedidikan tinggi komputer di Pulau