HI Bl NGAN PEMBERDAVAAN DAN PERANSERTA MASYARAKAT DENGAN PEMBm AAN
PENDIDIKAN DI SEKOLAH
(Suatu Studi Deskriptif Analitik pada Sekolah lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung)
TESIS
Diajukan kepada Panitia I jian Tesis PPS I niversitas Pendidikan Indonesia Bandung untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Program S-2
Bidang Studi Administrasi Pendidikan
. <
Oleh: H. Sl'ROXO
MM. 989558
1 : '*" %*
1 . I ' *V - ' . *
,
i
v < * • • iH
V-PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDING
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul :
"Hubungan
Pemberdayaan dan Peranserta Masyarakat dengan Pembiayaan Pendidikan di
Sekolah (Suatu Studi Deskriptif Analitik pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Negeri di Kota Bandung)"
ini beserta seluuh isinya adalah benar-benar karya saya
sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang
tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijaruhkan kepada
saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya
saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, 4 Desember 2000
Yang membuat pernyataan,
Lembar Persetujuan
HI Bl NGAN PEMBERDAYAAN DAN PERANSERTA MASYARAKAT DENGAN PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN DI SEKOLAH
(Suatu Studi Deskriptif Analitik pada Sekolah lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung)
Disetujui dan Disahkan oleh
Prof. Dr. H. MOCH. IDOCH1 ANWAR
Pembimbing I
A B S T R A K
Sekolah sebagai suatu sistem terbuka, sangat dipengaruhi oleh masyarakat
dan oleh karena itu terjadi hubungan interdependensi antara pendidikan di sekolah
dengan masyarakat. Sekolah sebagai suatu sistem menghasilkan
output
yang
dibutuhkan masyarakat baik secara moral maupun untuk kepentingan ekonomi.
Kepentingan moral berkaitan dengan perilaku lulusan yang mampu beradaptasi
dengan lingkungannya sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat, bahkan lebih
dari itu dapat membangun masyarakatnya. Sedangkan yang berkaitan dengan
kepentingan ekonomi, berkaitan dengan investasi jangka panjang bagi proses
produksi dunia usaha.
Salah satu bentuk peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan adalah dalam bentuk pembiayaan pendidikan di sekolah. Namun
peranserta tersebut tidak akan muncul dengan sendirinya tanpa ada upaya
pemberdayaan dari pihak sekolah sebagai pengelola pendidikan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara : (1) pemberdayaan dengan pembiayaan pendidikan di sekolah; (2)
pemberdayaan dengan peranserta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan di
sekolah; (3) peranserta masyarakat dengan pembiayaan pendidikan di sekolah;
serta (4) secara bersama-sama antara pemberdayaan dan peranserta masyarakat
dengan pembiayaan pendidikan di sekolah. Implik is< lya hasil penelitian ini dapat dijadikan model atau kajian dalam upaya peningkatan pemberdayaan di sekolah
sejenis dengan berdasarkan prinsip transparansi.
Berkaitan dengan hasil penelitian tersebut, maka direkomendasikan :
(l)Manajemen sekolah seyogyanya dapat menyusun program yang berbasis pada kehendak masyarakat {community based participatory management). Hal ini dimaksudkan untuk mendapat kepercayaan masyarakat dan penigkatan
partisipasi yang nyata;
(2) Mengembangkan akses masyarakat dalam posisi menentukan terhadap proses dan hasil pendidikan. Masyarakat dengan demikian dapat memberikan saran dalam berbagai hal untuk menciptakan pendidikan yang diharapkan terma uk dalam hal pengembangan kurikulum, pola pembiayaan, model-model evaluasi serta pemanfaatan lulusan, baik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebi^v tinggi maupun untuk hidup mandiri di masyarakat;
(3) Mar \jemen sekolah seyogyanya meningkatkan hubungan dengan masyarakat, baik" melalui hubungan-hubungan formal maupun informal sebagai impementasi dari konsep pelayanan prima, dan
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL vii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 10
D. Kegunaan Penelitian 10
E. Kerangka Pemikiran 11
F. Hipotesis 19
G. Defmisi Operasional Variabel Penelitian 20
BAB II KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM
KONTEKS PEMBIAYAAN PENDIDIKAN 23
A. Konsep Administrasi Pendidikan 23
B. Konsep Pemberdayaan 27
C. Pemberdayaan Dalam Konteks Manajemen Pendidikan 36
D. Peranserta Masyirakat dalam Pendidikan 40
- E. Pembiayaan Pendidikan di Sekolah 45
., F. Telaahan Hasil Penelitian yang Relevan 49
BAB III PROSEDUR PENELITIAN 53
A. Metode Penelitian 53
B. Populasi dan Sampel 53
C. Teknik Pengumpulan Data 54
D. Teknik Analisis Data 55
C. Teknik Pengumpulan Data 54
D. Teknik Analisis Data 55
BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN 58
A. Data Responden 58
B. Data Hasil Penelitian 61
C. Pengujian Hipotesis 80
BABV KES1MPULAN. 1MPLIKASI, DAN REKOMENDASI 85
A. Kesimpulan 85
B. Implikasi 86
C. Rekomendasi 86
DAFTAR PUSTAKA 88
LAMPIRAN-LAMPIRAN 92
1. Angket Pengumpulan Data 92
2. Tabel Penolong Analisis Korelasi Pemberdayaan Dengan Pembiayaan
Pendidikan di Sekolah 98
3. Tabel Penolong Analisis Korelasi Pemberdavaan dengan Peranserta
Masyarakat 102
4. Tabel Penolong Analisis Korelasi Peranserta Masvarakat Dengan
Pembiayaan di Sekolah 106
5. Data Jawaban Rcponden 110
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran 13
2. Kerangka Pemikiran Statistik 18
3. Skema Tingkat Pemilihan Satuan Sampling 54
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Program Kerja dan Anggaran Biaya Sekolah Tahun Pelajaran 2000/2001... 7
2. Rasio Investasi Fisik dan SDM terhadap PDB 47
3. Data Responden Berdasarkan Usia 58
4. Data Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan 59
5. Data Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan Per Bulan 60
6. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 60
7. Kecenderungan-kecenderungan Jawaban Responden dalam Persentase 76
BAB I
P E N D A H I L ITA N
A.Latar Belakang
Menghadapi perubahan menuju masyarakat baru dalam era pelaksanaan
otonomi daerah, dunia pendidikan juga dituntut memiliki konsep dan pendekatan
yang sesuai. Strategi untuk menghadapi perubahan tersebut, pendidikan mempunyai
peran yang amat penting, karena pendidikan menurut Soebagio Atmodiwirio (2000 :
31) sekurang4curangnya memiliki empat fungsi antara lain: (1) fungsi sosial,
memerangi segala keterbelakangan dan kebodohan; (2) fungsi pembaharuan dan
inovasi, meningkatkan kehidupan dan martabat manusia; (3) fungsi pengembangan
sosial dan r..badi, meningkatkan ketahanan nasional dan meningkatkan rasa
persatuan dan kesatuan berdasarkan kebudayaan bangsa; (4) fungsi seleksi,
mengembangkan kemampuan manusia Indonesia.
Di sisi lain, Soepardjo (1988 : 18 - 19) berpendapat bahwa : "proses
pendidikan bukan sekedar hanya proses mekanis, tetapi sebuah transformasi nilai,
pendidikan juga merupakan pengintegrasian nilai dalam wadah budaya bangsa, yang
akan menghasilkan suatu kegiatan yang efektif dan fungsional dan tanpa nilai seni
budaya bangsa, maka usaha pendidikan akan merupakan kegiatan yang kurang bermisi serta kehilangan arah, makna, dan arti".
Sedangkan menurut Wardiman Djojonegoro (1996), pendidikan paling kurang memiliki tiga fungsi, yaitu (1) mencerdaskan seluruh rakyat, (2) menyiapkan
2
tenaga kerja , (3) membina dan mengembangkan IPTEK dan melestarikan nilai-nilai
luhur budaya bangsa.
Dari pengertian di atas, menjelaskan bahwa pendidikan bagi suatu bangsa
pada situasi apa pun amatlah pentmg, terlebih penting pada saat sedang terjadi
perubahan yang mendasar dan cepat, sebagai konsekuensi logis dari reformasi dan
otonomi daerah yang berlaku efektif mulai Januari 2001. Maka jelaslah kalau
pendidikan harus tetap eksis, dan tampil seirama dengan nuansa kehidupan
masyarakat bangsa yang sedang menata diri melalui reformasi untuk menuju
kehidupan yang lebih meningkatnya akses masyarakat dalam berperanserta di
banyak aspek kehidupan.
Pendidikan, menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 (UU No. 2 Th
1989) merupakan suatu sistem yaitu ^eseluruhan yang terpadu dari semua satuan
dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk
mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Penyelenggaraan pendidikan
dilaksanakan melalui duajalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan
luar sekolah. Jalur pendidikan iekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan
di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan
berkesinambungan, sedangkan jalur pendidikan di luar sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar
yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Namun inti dari pendidikan
proses belajar yang efektif. Artinya, bahwa semua instrumen pembelajaran
berinteraksi secara optimal untuk menuju tercapainya tujuan pendidikan.
Dalam hal fungsi sekolah yang efektif, Cheng (1996) mengemukakan bahwa
"sekoiah itu menunjukkan kemampuannya dalam menjalankan fungsinya secara maksimal. Adapun fungsi sekolah termaksud meliputi : (1) fungsi ekonomis, (2)
fungsi sosial kemanusiaan, (3) fungsi poiitis, (4) fungsi budaya, dan (5) fungsi
pendidikan. Fungsi ekonomis sekolah, adalah memberikan bekal kepada siswa agar
bisa hidup sejahtera. Fungsi sosial sekolah adalah, sebagai media bagi siswa untuk
beradaptasi dengan kehidupan masyarakat. Fungsi poiitis sekolah sebagai wahana
untuk memperoleh pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Fungsi budaya adalah sebagai media untuk melakukan transmisi dan tranformasi
budaya. Adapun fungsi pendidikan, sekolah sebaga ,/ahana untuk proses
pendewasaan dan pembentukan kepribadian siswa.
Sekolah merupakan sebagian dari sistem masyarakat dan berada di bawah
pengaruh masyarakat. Sekolah juga sebagai pranata sosial, merupakan suatu sistem
terbuka"A school is an open system to degree that it interacts with its environment
and the. larger systems ofwich it is part(Tye and Novotnye, dalam Manap, 1999 :
24).
*:
Sekolah sebagai bagian dari masyarakat mempunyai fungsi menerima dan
membantu memenuhi tuntunan kebutuhan masyarakat seperti disebutkan di atas
hakekatnya terus menerus berubah dan berkembang. Oleh karena itu pengelolaan
terbatasnya sumber-sumber pendukung terutama khususnya biaya dari pemerintah
yang amat diperlukan untuk menyelenggarakan pendidikan yang memadai.
Konsekuensi logisnya administrator pendidikan selaku perencana pendidikan harus
berusaha keras mempelajari teori-teori, menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip
perencanaan yang jitu (Siswoyo Hardjodipuro, 1975 : 7).
Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) merupakan satuan pendidikan dasar
yang cukup strategis, baik dilihat dari segi kelompok umur sesuai dengan kajian
perkembangan psikologis maupun dikaitkan dengan keberhasilan proses belajar
selanjutnya. Menurut Sanusi (1998) pada usia 7-15 tahun adalah paling baik
dibangun mlai-nilai dasar kepribadian positif, karena pada usia itu tengah
berkembang subur sensitivitas. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa keberhasilan
pendidikan seseorang pada tahap selanjutnya, amat ditentukan oleh pengalai. pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar.
Untuk menyelenggarakan pendidikan di sekolah pada situasi apapun, pada situasi krisis ekonomi sekalipun, tidak akan bisa lepas dari masalah biaya
pendidikan. Persoalan ini akan menjadi semakin rumit manakala dikaitkan dengan
variabel-variabel biaya.
Di satu pihak kebutuhan biaya semakin meningkat sejalan dengan perkembangan pendidikan, sedangkan di lain pihak biaya yang tersedia relatif terbatas. Bahkan dua tahun terakhir sumber dana pendidikan dari pemerintah cenderung menurun dari tahun sebelumnya. Sedangkan peran biaya pendidikan
mutunya. Hal ini sebagaimana dikemukakan Beeby, yang dikutip oleh Tilaar
sebagai berikut : "salah satu kunci utama dalam meningkatkan pendidikan adalah
tersedianya cukup biaya. Pendidikan yang baik menuntut biaya yang lebih besar dari
pendidikan yang buruk " (Tilaar, 1970 : 51).
Gambaran empirik tentang pentingnya kecukupan biaya pendidikan dan
semakin terbatasnya biaya pendidikan dari pemerintah mendorong perlunya
dikembangkan berbagai upaya manajemen yang dilakukan oleh para peneliti,
termasuk administrator pendidikan, agar diperoleh biaya pendidikan dari berbagai
pihak untuk membiayai pendidikan sehingga pendidikan di sekolah berjalan efektif.
(Ace Suryadi dan Tilaar, 1993 : 22)
Penelitian termaksud antara lain tentang upaya menggali sumber biaya
pendidikan agar layanan pendidikan efektif dan faktor-faktor yang menjadi
hambatan pencapaian sekolah efektif perlu dicarikan pemecahannya. Oleh karena itu
masalah ini adalah aktual untuk diteliti dan dianalisis, terlebih apabila dikaitkan dengan rencana disosialisasikannya manajemen berbasis sekolah (MBS). Konsep
MBS menekankan keteriibatan tinggi (high involvement model) yaitu lebih berorientasi pada kemampuan yang memungkinkan keteriibatan orang
tua/masyarakat secara bermakna dan mempertaruhkan kinerjanya sendiri, di
samping perlu dikembangkanpower sharing antara pemerintah pusat, daerah dan
pengelola sekolah (Nanang Fattah, 2000)
Uraian di atas memberi gambaran betapa pentingnya studi mengenai upaya
yang efektif, meski dalam situasi krisis dan kemampuan pemerintah amat terbatas.
Masalah ini amat menarik dan pelaksanaa studi yang dilakukan ini berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
(1) Alokasi biaya pendidikan dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja
negara (RAPBN) memperlihatkan jauh dari kecukupan, yakni masih di bawah
10% dari GNP, sedangkan para pakar berpendapat biaya pendidikan yang
memadai mestinya berkisar 20 - 25 dari GNP;
(2) Usia sekolah 7-15 tahun masih merupakan bagian terbesar kelompok umur
yakni sekitar 45 juta jiwa;
(3) Penyelenggaraan pendidikan yang baik seyogyanya diimbangi dengan
tersedianya biaya yang cukup memadai;
(4) DaL pendidikan nasional sesuai dengan Undang-undang No. 39 Th 1992,
bahwa "peranserta masyarakat ikut memelihara, menumbuhkan dan
mengembangkan pendidikan nasional";.
(5) Secara teknis, peranserta masyarakat tersebut antara lain diwujudkan dalam bentuk dukungan anggaran terhadap pembiayaan pendidikan, sehingga proses
pendidikan tersebut mempunyai dukungan anggaran yang cukup untuk ^pelihara, ditumbuhkan, dan dikembangkan.
Berdasarkan data pada 10 SLTP Negeri di Wilayah Bandung Barat diperoleh data perbandingan anggaran pemerintah (APBN) dengan anggaran bantuan
Tabel 1 : Program Kerja dan Anggaran Biaya Sekolah Tahun Pelajaran 2000/2001
No SLTP SUMBER ANGGARAN
RUTIN OPF BP3 JUMLAH
1 SLTPN 1 404.441.000 800.000 233.000 000 404.474.000 2 SLTPN6 283.611.000 1.200.000 185.454.000 470.265000 3 SLTPN 9 365 843.000 1.200.000 222408.000 589 451 000 4 SLTPN 12 435.051.000 1.200.000 233.664.000 669 895 000 5 SLTPN 15 283.000.000 800.000 116.100.000 399.900 000
6 SLTPN 23 276.014.000 - 177.600.000 453.614000
7 SLTPN 25 287.755.000 800.000 204.708.000 529.263.000
8 SLTPN 26 278.785.000 - 149.560.000 428.675.000
9 SLTPN 29 415.000.000 - 124.755.000 539.755.000
10 SLTPN 32 280.466.000 - 167.574.000 448.040.000
JUMLAH 3.209.500.000 6.000.000 1.812.823.000 4.933.332000
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2000
Tabel di atas menggambarkan kontribusi masyarakat yang direpresentasikan
dalam BP3 hanya menyumbang sebesar Rp 1.812.823.000 atau sebanvak 36 %
terhadap keseluruhan biaya pen-^ikan sebesar Rp 4.933.332.000. Dengan demikian
peranan masyarakat untuk membantu pembiayaan pendidikan di sekolah relatif
masih kurang memadai, terlebih ketika anggaran yang bersumber dari APBN dinilai
sangat minim dipandang dari prinsip otonomi dalam kerangka MBS. Sebagai dampak lebih lanjut, baik menyangkut kualitas proses maupun hasil belajar masih
belum memuaskan sepenuhnya. Dari sejumlah indikator kualitas, salah satu di
antaranya sebaran hasil EBTANAS di sepuluh SLTP Negeri Bandung Barat, baru menduduki puluhan atau belasan untuk tingkat rayon Kota Bandung. Sedangkan peringkat pertama untuk seluruh mata pelajaran tersebut dipegang oleh SLTPK I
BPK Penabur yang seluruh kegiatan belajar mengajarnya didukung dengan biaya
Oleh karena itu kiranya diperlukan adanya penelitian tentang upava
memberdayakan peranserta masyarakat dalam membiayai pendidikan di sekolah,
khususnya di SLTPN (melalui sudut pandang administrasi pendidikan) dengan
harapan biaya yang diperlukan akan dapat diperoleh secara cukup memadai
sehingga lebih mampu menunjang efektivitas penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut di atas. penuiis tertarik untuk
menelitinya lebih jauh ke dalam bentuk tesis dengan judul :
HIBINGAN
PEMBERDAYAAN DAN PERANSERTA MASYARAKAT DENGAN
PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH (Suatu Studi Deskriptif
Analitik pada SLTP Negeri di Kota Bandung)"
B. Rumusan masalah
Salah satu kunci utama dalam meningkatkan pendidikan adalah tersedianya
angggaran yang memadai. Seperti halnya pendapat Tilaar (1970) bahwa pendidikan
yang baik menuntut biaya yang lebih besar dari pendidikan yang buruk. Sementara
itu anggaran yang disediakan pemerintah dalam bentuk APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) dinilai masih belum memadai. Untuk itu
diperlukan berbagai upaya untuk mendayagunakan peranserta masyarakat sehingga
mereka mampu memberikan kontribusi dalam bentuk dukungan anggaran bagi
direpresentasikan dalam BP3 juga dinilai masih belum memadai. Oleh karena itu
diperlukan berbagai langkah strategis untuk menggali potensi masyarakat sehingga
dapat meningkatkan kontribusinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Salah satu upaya ke arah itu adalah melalui pemberdayaan. Melalui
pemberdayaan ini diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, khususnya dari aspek pembiayaan. Upaya ini
sekurang-kurangnya telah diwujudkan dalam program orang tua asuh dan donatur
pendidikan di beberapa sekolah. Tetapi apakah pemberdayaan dan peranserta
masyarakat ini secara signijikan dapat membantu pembiayaan pendidikan di
sekolah, adalah suatu pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini.
Bertitik tolak dari rumusan masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka
pertanyaan penelitian tesis ini dirumuskan sebagai berikut:
(1) Adakah hubungan yang signifikan antara pemberdayaan dengan pembiayaan
pendidikan di sekolah?
(2) Sejauhmana hubungan pemberdayaan dengan peranserta masyarakat dalam
pembiayaan pendidikan di sekolah?
(3) Seherapa jauh hubungan peranserta masyarakat dengan pembiayaan pendidikan
di sekolah?
(4) Bagaimanahubungan secara bersama-sama antara pemberdayaan dan peranserta
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang
jelas mengenai pemanfaatan peranserta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan
di sekolah pada lingkup pelaksanaan manajemen di sekolah, untuk pengembangan
program pendidikan di sekolah pada saat dana pendidikan dari pemerintah amat
terbatas, melalui indentifikasi, deskripsi, dan analisis pola pembiayaan, pola
manajemen sumber dana, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya .
Secara khusus penelitian ini bertujuan :
(1) Menguji hubungan antara pemberdayaan dengan pembiayaan pendidikan di
sekolah;
(2) Memperoleh gambaran tentang hubungan pemberdayaan dengan peranserta
masyarakat dalam pembiayaan pendidikan di sekolah;
(3) Mengkaji hubungan peranserta masyarakat dengan pembiayaan pendidikan di
sekolah;
(4) Mengidentifikasi hubungan secara bersaraa-sama antara\.emberdayaan dan peranserta
masyarakat dengan pembiayaan pendidikan di sekolah.
D. Kegunaan Penelitian
pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), melalui pemberdayaan peran
serta masyarakat.
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi bahan bacaan
dalam upaya pemerataan dan perluasan kesempatan pendidikan dan peningkatan
mutu pendidikan dasar.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan atau
bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijaksanaan pemerataan dan perluasan
dan peningkatan mutu pendidikan dasar, khususnya SLTP.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir penelitian (paradigma penelitian) merupakan suatu model
yang dijadikan acuan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.
Kerangka berpikir tentang implementasi administrasi pendidikan dan
hubungannya dalam pemberdayaan peranserta masyarakat dalam pembiayan
pendidikan di sekolah dalam rangka menyukseskan program pemerataan riutu
pendidikan, yang didisusun berdasarkan asumsi-asumsi dan gambaran fenomena
sebagaimana dikemukakan pada latar belakang.
Kerangka berpikir penelitian ini dikembangkan dari beberapa pemikiran
teoritik antara lain :
terhadap elemen lain. Pola-pola interaksi yang menjadi paramenter sosiologi
pendidikan adalah : (a) interaksi guru-murid, (b) dinamika kelompok, (c)
sistem-sistem masyarakat, dan (d) struktur dan fungsi sistem-sistem pendidikan; (2) pendidikan
adalah lembaga yang paling tepat untuk menghasilkan sumber daya manusia
berkualitas; (3) kajian kebijaksanaan pendidikan sekolah yang efektif adalah upaya
dan capaian target pengelolaan pendidian, baik aspek proses yang meliputi
berfungsinya perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi
hasil belajar. Sedangkan aspek mutu, jumlah dan mutu lulusan jumlah dan kualitas
guru, jumlah dan kondisi fasilitas, frekuensi dan mutu layanan; (4) keterbatasan
sumber daya biaya pendidikan dari pemerintah dapat ditanggulangi dengan
dukungan biaya pendidikan dari masyarakat, karena administrasi sabagai proses
sosial dimana antara indiv.-^ dan organisasi saling mengisi dalam berbagai
mekanisme, termasuk meningkatkan akses masyarakat melalui pemberdayaan.
Adapun deviasi antara persyaratan ambang dengan profil SLTP yang efektif
sebagai implementasi perencanaan yang memerlukan intervensi ke masyarakat agar partisipasi dalam membiayai pendidikan sekolah meningkat sehingga capaian mutu
atau layanan pendidikan juga meningkat. Bentuk intervensi tersebut antara lain
diirr,lementasikan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat (empowering people),
*.> >
sehingga masyarakat mempunyai akses terhadap penyelenggaraan pendidilkan di sekolah. Lebih jelasnya kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan pada gambar 1
PEMBERDAYAAN STAKEHOLDERS
MASYARAKAT OUTPUT
1. Membuat mampu; PENYELENGGARAAN PENDIDIK\N
2. Memperlancar; PENDIDIKAN DI
3. Berkonsultasi; SEKOLAH YANG 1. Masyarakat
4. Bekerjasama; EFEKTIF 2. Pemerintah
5. Membimbing; 3. Duma Usaha
6. Mendukung.
i r V _,
. _ — ^ ' — —
PERSYARATAN AMBANG INTERVENSI UNTUK
MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT
PROFIL SLTP EFEKTIF
1. Kctersediaan biaya 1. Pemberdavaan 1. Upaya ketcrsediaan
pendidikan yang cukup 2. Intervening pembiayaan biaya pendidikan yang
memadai meningkat (bagaimana, cukup
- Biava dari pemerintah kapan, oleh siapa). 2. Model pembiayaan (LS/Gaji, UYHD) 3. Intervensi target pendidikan yang efektif - Biaya dari partisipasi peningkatan mutu agar 3. Capaian prestasi
masyarakat sekolah efektif. —• masvarakat pendidikan melalui pembedayaan
2. Sekolah Efektif masyarakat oleh
- Mutu masukan SLTP manajemen
- Jumlah dan kualifikasi 4. Jumlah dan kualifikasi
guru guru yang melayani
- Kinerja sekolah (layanan PBM'efektif
pendidikan) 5. Mutu layanan
- Mutu lulusan pembelajaran
[image:21.595.107.540.48.556.2]A 1
Gambar 1 :Kerangka Pemikiran
1. Pemberdayaan Masyarakat
Istilah pemberdayaan mempunyai dimensi yang sangat luas, dan sangat
bergantung kepada latar belakang ahli yang mendefinisikan. Misalnya Sunyoto
Usman (1998:21) menilai istilah pemberdayaan berkaitan dengan penanganan
st^y**°i•••in r\ \
y\:f;: ©7/Vv\
ff
masalah kemiskinan. Menurut Sunyoto Usman, setidak-tidaknya ada dua macam
perspektif yang relevan untuk mendekati persoalan pemberdayaan masyarakat
(terutama kelompok miskin) agar lebih memiliki akses pada pelayanan kesehatan,
yaitu (1) perspektif yang memfokuskan perhatiannya pada alokasi sumberdaya, dan
(2) perspektif yang memfokuskan perhatiannya pada penampilan kelembagaan.
Pernyataan yang sama, juga dikemukakan Ginandjar Kartasasmita. Dalam
konteks yang lebih luas, Ginanjar Kartasasmita (1996) mengemukakan bahwa
keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang
bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang
bersangkutan. Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapi^an masyarakat yang dalam kondisi sekarang
tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakang ..
Dengan demikian pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan
ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru
pembangunan, yakni yang bersifat people centered, participatory, empowering, and
substansiable. Hal ini berarti bahwa pemberdayaan adalah suatu upaya menggali potensi
baik yang bersifat individu maupun kolektif, untuk dikembangkan sehingga menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi mereka.
Dalam konteks manajemen Aileen Mitchell Stewart (1998 : 22)
mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah "merupakan cara yang amat praktis
dan produktif untuk mendapatkan yang terbaik dari diri kita sendiri dan dari staf
menggali potensi sumberdaya kemampuan dan finansial masyarakat secara praktis
dan produktif untuk membantu pembiayaan pendidikan di sekolah. Hal ini berarti
bahwa pemberdayaan berkaitan erat dengan fungsi-fungsi seorang manajer. Untuk
itu Aileen Mitchel Stewart (1998) mempersyaratkan kecakapan khusus untuk
melakukan pemberdayaan masyarakat(empoweringpeople),yaitu
(1) Membuat mampu (enabling); (2) Memperlancar (facilitating); (3) Berkonsultasi(consulting);
(4) Bekerjasama(collaborating);
(5) Membimbing(mentoring);
(6) Mendukung(supporting).
Kecakapan-kecakapan yang diperlukan dalam pemberdayaan ini identik
dengan fungsi-fungsi manajemen sebagaimana dikemukakan para ahli. Namun
dalam kecakapan-kecakapan ini terdapat penekanan secara khusus, sehingga semua
kegiatan manajer diorientasikan pada upaya menggali potensi individu atau
kelompok yang diberdayakan.
2. Peranserta Masyarakat
Pengertian peran dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS
Poerwa-darmimX 1987 : 735) adalah sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang
pimpinan yang terutama (terjadinya sesuatu hal atau peristiwa). Dengan demikian
peran dapat diartikan sebagai keteriibatan seseorang dalam suatu kegiatan. Karena
keterlibatannya itulah, maka seseorang tersebut dituntut mampu berbuat banyak dan
Dalam konteks yang lebih luas, peranserta identik dengan partisipasi.
Loekman Soetrisno (1995 : 206), partisipasi adalah "bersedia dengan sukarela mau
berkorban untuk menunjang tercapainya tujuan...." Misalnya partisipasi rakyat
untuk pembangunan merupakan sesuatu yang harus diwujudkan jika menghendaki
peningkatan kesejahteraannya. Dalam hubungannya dengan pembangunan nasional,
Loekman Soetrisno mengemukakan bahwa definisi partisipasi yang berlaku di
lingkungan aparat perencana dan pelaksana pembangunan adalah "kemauan rakyat
untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang dirancang dan
ditentukan tujuannya oleh pemerintah".
Namun sejalan dengan definisi tersebut, Loekman Soetrisno menyimpulkan : (1) Partisipasi bukanlah mobilisasi, melainkan kerjasama antara masyarakat dengan
p^.^rintah, dalam merencanakan, melaksanakan, dan membiayai pembangunan. (2) Pengembangan dan pelembagaan partisipasi rakyat dalam pembangunan harus diciptakan suatu perubahan dalam persepsi pemerintah dalam pembangunan. Pembangunan harus dianggap sebagai suatu kewajiban moral dari seluruh bangsa
ini dan bukan suatu ideologi baru yang harus diamankan.
(3) Untuk membangkitkan partisipasi rakyat dalam pembangunan diperlukan sikap
toleransi dari aparat pemerintah terhadap kritik, pikiran alternatif yang muncul dalam masyarakat.
3. Pembiayaan Sekolah
terbuka. Sebagai konsekuensinya sekolah menerima perubahan-perubahan atas dasar
intervensi dari masyarakat. Kondisi ini akan semakin aktual, apabila dikaitkan
dengan rencana disosialisasikannya manajemen berbasis sekolah (MBS). Konsep
MBS, menurut Nanang Fatah (2000) menekankan keteriibatan tinggi (high
involvement model) yaitu lebih berorientasi pada kemampuan yang memungkinkan
keteriibatan orang tua / masyarakat secara bermakna dan mempertaruhkan kinerjanya sendiri, di samping perlu dikembangkan power sharing antara
pemerintah pusat, daerah dan pengelola sekolah.
Sekolah sebagai sistem sosial merupakan suatu sistem yang sangat kompleks.
Keterkaitan antara proses pendidikan dengan lingkungannya akan selalu
terus-menerus berlangsung. Studi biaya pendidikan sebagai salah satu kajian dalam proses produksi pendidikan tidak _.jpas dari keterkaitannya dengan lingkungan. Proses
pendidikan akan melihat konsep biaya dari sejumlah pengeluaran yang memang
harus dikeluarkan oleh badan pendidikan sebagai biaya pendidikan dan besar
kecilnya akan dipengaruhi oleh lingkungan, seperti pendapatan negara, kepadatan
penduduk, dan
political will
pembuat kebijakan. Dari sudut konsumen pendidikan,
konsep biaya dipandang sebagai suatu pengeluaran keluarga untuk membiayai
sekolah anak, yang kemampuannya dipengaruhi oleh tingkat pendapatan suatu
keluarga.
Menurut Koonts (Nanang Fatah, 2000 : 68) penganggaran
(budgeting)
merupakan satu langkah perencanaan dan juga sebagai instrumen perencanaan yang
Kegiatan atau prbyek yang mengandung perincian pengeluaran biaya untuk suatu
periode tertentu.
Persoalan penting dalam penganggaran adalah bagaimana memanfaatkan
sumber-sumber seara efisien. Itulah sebabnya, menurut Nanang Fatah (2000),
penganggaran memerlukan proses yang bertahap, yaitu :
(1) Mengidentifikasi kegiatan yang akan dilaksanakan dalam periode anggaran; (2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalam uang, mesin, dan
material;
(3) Sumber-sumber dinyatakan dalam bentuk uang, sebab anggaran pada
dasarnya merupakan pernyataan finansial;
(4) Memformulasikan anggaran menurut format yang telah disepakati;
(5) Usaha memperoleh persetujuan dari yang berwenang (pengambilan keputusan) dalam tahap ini dilakukan kompromi melalui rapat-rapat untuk
mempertimbangkan secara obyektif dan subyektif
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka disusun kerangka pemikiran statistik,
yang dapat digambarkan sebagai berikut :
PEMBERDAYAAN
X,
P,(rxY)2
P4(RX x Y)2
^r ^0\„): PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Y w PA;Y)2
O ir
ii.
-'PERANSERTA
U A C V A D A V A T
1VLA.0 I /
<2
Pemberdayaan sebagai suatu konsep manajemen yang dijalankan lembaga
pendidikan merupakan suatu upaya untuk mendayagunakan seluruh potensi
pendidikan yang dalam hal ini adalah peranserta masyarakat. Hal ini berarti bahwa
lahirnya peranserta masyarakat dalam pendidikan di sekolah merupakan respon dari
upaya pemberdayaan manajemen pendidikan. Proses pemberdayaan itu sendiri pada
dasamya merupakan suatu upaya untuk menyelenggarakan pendidikan di sekolah
yang efektif yang dalam hal ini mendapat dukungan pembiayaan yang optimal dari
masyarakat. Sedangkan dukungan pembiayaan pendidikan di sekolah tersebut antara
lain terwujud dari adanya peranserta masyarakat.
F. Hipotesis
Bertitik tolak dari kerangka berpikir sebagaimana dikemukaka.. _i atas,
penuiis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
(1) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pemberdayaan dengan
pembiayaan pendidikan di sekolah;
(2) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pemberdayaan dengan
peranserta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan di sekolah;
(3) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peranserta masyarakat dengan
pembiayaan pendidikan di sekolah;
(4) Secara bersama-sama terdapat hubungan positif dan signifikan antara
pemberdayaan dan peranserta masyarakat dengan pembiayaan pendidikan di
G. Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini terdiri atas tiga variabel yang dapat didefinisikan sebagai
berikut:
1. Pemberdayaan masyarakat, yaitu suatu upaya menggali dan mengembangkan
potensi masyarakat secara praktis dan produktif untuk membantu pembiayaan
pendidikan di sekolah, dengan indikatornya :
a. Membuat mampu (enabling), yang diukur dengan :
(1) Menggali potensi diri sendiri;
(2) Mengenai kemampuan diri sendiri;
(3) Menyediakan waktu untuk membantu pendidikan;
(4) Menyediakan personil pendukung.
b. Memperlancar(facilitating),yang diukur dengan :
(1) Mempermudah aturan organisasi;
(2) Mempersingkat prosedur;
(3) Mempermudah memperoleh informasi.
c. Berkonsultasi (consulting),yang diukur dengan :
(1) Membahas masalah teknis sehari-hari;
(2) Membahas masalah-masalah strategis;
(3) Meningkatkan intensitas dialog.
d. Bekerjasama(collaborating), yang diukur dengan :
(2) Menyediakan watu untuk kerjasama yang berkaitan dengan pendidikan;
(3) Keterbukaan.
e. Membimbing(mentoring), yang diukur dengan :
(1) Memberikan keteladanan;
(2) Melatih yang berkaitan dengan teknis manajemen pendidikan.
f. Mendukung(supporting),yang diukur dengan :
(1) Memimpin dari belakang;
(2) Mengarahkan sikap mandiri.
2. Peranserta Masyarakat, adalah suatu bentuk keteriibatan masyarakat dalam
pembiayaan pendidikan SLTP, dengan indikatornya :
a. Bersifat kerjasama, yang diukur dengan :
(1) Keteriibatan dalam perencanaan program;
(2) Keteriibatan dalam pelaksanaan program;
(3) Keteriibatan dalam pembiayaan.
b. Adanya perubahan persepsi, yang diukur dengan :
(1) Kewajiban moral untuk membantu pendidikan;
'.?) Partisipasi atas dasar kesadaran dan bukan paksaan.
c. I umbuhnya sikap toleransi, yang diukur dengan :
(1) Penyampaian kritik; (2) Penyampaian gagasan;
(3) Penyampaian pikiran alternatif;
3. Pembiayaan Pendidikan di Sekolah, adalah keteriibatan masyarakat dalam
pembiayaan dan penyusunan anggaran sekolah, dengan indikatornya :
a. Identifikasi kegiatan, yang diukur dengan :
(1) Penyusunan program kurikuler;
(2) Penyusunan program ekstrakurikuler.
b. Identifikasi sumber-sumber, yang diukur dengan :
(1) Sumber anggaran pemerintah;
(2) Sumber anggaran masyarakat.
c. Pernyataan sumber-sumber, yang diukur dengan :
(1) Anggaran Rutin dan Pembangunan; (2)BP3;
(3) Donatur.
d. Formulasi anggaran, yang diukur dengan :
(l)RAPBS;
(2) Program insidental.
e. Persetujuan yang berwenang, yang diukur dengan :
(1) Penyelenggaraan rapat-rapat;
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif Menurut
Surachmad, (1985 : 140 ) metode penelitian deskriptif adalah : "Suatu metode
penelitian yang tertuju pada pemecahan yang berdasarkan pada fakta dan kenyataan
yang ada pada masa sekarang. Data yang diperoleh dari penelitian, disusun serta
dijelaskan untuk selanjutnya dianalisa berdasarkan teori yang ada kemudian ditarik
kesimpulan"
B. Populasi dan Sam pel
Populasi dalam penelitian ini adalah para orang tua siswa SLTP Negeri di
wilayah Bandung Barat sebanyak 9.872 orang. Sedangkan sampel ditetapkan
sebanyak 150 orang. Rancangan sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
multistage cluster sampling.
Pada tahap pertama dipilih SLTP sebagai klaster
I melalui simpel random sampling (SRS), kemudian dipilih lagi melalui SRS
sebagai klaster II. Kemudian terakhir dipilih melalui SRS para orang tua siswa
sebagai klaster III. Dengan demikian SLTP yang ada di rayon Bandung Barat
dijadikan Satuan Sampling Primer, kemudian dijadikan sebagai Satuan Sampling
Sekunder (SSS), dan para orang tua siswa sebagai Satuan Sampling Elementer
(SSE).
Rancangan sampling tersebut dapat dijelaskan pada gambar berikut:
SLTPN j
Rayon Bandung
i-Barat i
Wilavah I Wilayah II i I Wilayah III
SLTPN 1 SLTPN 12 SLTPN 32
_sj
I I
[image:32.595.111.513.144.533.2]50 orana tua siswa I 50 oranatua siswa |
Gambar 3 :Skema Tingkat Pemilihan Satuan Sampling
C. Teknik Pengumpulan Data
Tteknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
2. Wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap sejumlah informan yang dipilih yang dalam hal ini para Kepala Sekolah dan Pengurus BP3, yaitu dengan
mengajukan pertanyaan untuk memperoleh informasi yang aktual berkaitan
dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.
3. Wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner terhadap 150 orang tua
siswa yang dijadikan responden penelitian.
4. Teknik dokumentasi, yaitu dengan mengkaji dokumen-dokumen yang ada
relevansinya dengan masalah yang diteliti.
D. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan hipotesis yang diajukan, Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis korelasi ganda
(multiple correlation).
Selanjutnya angka-angka yang
diperoleh ditafsirkan (diinterpretasikan) untuk mendapatkan informasi yang jelas.
Tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan
pola atau kategori, mencari htbungan antara berbagai konsep. Interpretasi
menggambarkan perspektif atau pandangan peneliti bukan kebenaran. Kebenara.i
hasil penelitian masih harus dinilai orang lain dan diuji dalam berbagai situasi lain.
Secara operasional, teknik pengumpulan dan analisis data dapat dijelaskan
sebagai berikut:
(1) Instrumen pengumpul data disebarkan kepada responden pada pertengahan bulan
(2) Data yang diperoleh dari responden kemudian diolah. Pengolahan data yang
dimaksud di sini adalah sesuai dengan pendapat Surakhmad yaitu : Mengolah
data adalah usaha yang konkrit untuk membuat data berbicara, sebab betapapun
besarnya jumlah dan tingginya nilai data yang terkumpul (sebagai fase
pengumpulan data) apabila tidak disusun dalam suatu organisasi dan diolah
menurut sistematika yang baik, niscaya data itu merupakan bahan-bahan yang
membisu seribu bahasa;
(3) Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan pengolahan data adalah
sebagai berikut:
a. Seleksi angket, dimaksudkan untuk mengetahui apakah responden telah
mengisi angket yang penuiis sebarkan yang telah memenuhi syarat untuk
dianalisis. Kriteria yang digunakan dalam menyeleksi angket adalah sebagai
berikut:
1) Angket yang disebarkan diharapkan semuanya kembali (100%).
2) Tidak ada lembaran angket yang hilang.
3) Angket yang telah diisi sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam
angket, diperiksa kebenarannya sehingga tidak diragukan lagi.
b. Klasifikasi data, adalah cara untuk mempermudah penelitian untuk
c. Mengkode data, adalah suatu kegiatan untuk memberikan kode terhadap data
yang terkumpul melalui angket, yaitu memberikan nomor secara urut
terhadap hasil pilihan responden.
d. Tabulasi data, bertujuan untuk melihat kecenderungan dari tiap-tiap item.
Untuk mencapai tujuan tersebut penuiis mentabulasikan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menyediakan jalur-jalur yang sesuai dengan item yang terdapat dalam
angket.
2) Menghitung frekuensi setiap kategori jawaban dari setiap angket yang
kemudian disajikan dalam bentuk tabel. 4. Pengujian hipotesis dengan rumus :
D
A / ryx] + rS--x2 - 2 ryx! ryx2 rx1x2
Kyx,x2 =
\l
=
•—
t~
^ l-rxix2
Sumber: Sugiyono, 2000 : 154
Keterangan:
R^ix2 = Korelasi ganda antara X! dan X2 secara bersama-sama dengan
variabel Y.
»-yxi = Korelasi sederhana antara Xj dengan Y
ryx2 = Korelasi sederhana antara X2 dengan Y
BABV
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Bertitik tolak dari pembahasan dan analisis data, maka kiranya dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Sekolah sebagai suatu sistem terbuka, sangat dipengamhi oleh masyarakat dan
oleh karena itu terjadi hubungan interdependensi antara pendidikan di sekolah
dengan masyarakat;
2. Peranserta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan akan sangat menentukan
terhadap penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
3. Hasil penelitian menunjukkan beberapa kondisi sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pemberdayaan dengan
pembiayaan pendidikan di sekolah, sehingga hipotesis pertama diterima.
b. Terdapat hubungan posit '.f dan signifikan antara pemberdayaan dengan
peranserta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan di sekolah, sehingga
hipotesis kedua diterima.
c. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peranserta masyarakat
dengan pembiayaan pendidikan di sekolah, sehingga hipotesis ketiga
diterima.
d. becara bersama-sama terdapat nubungan positit dan signifikan antara
pemberdayaan dan peranserta masyarakat dengan pembiayaan pendidikan
di sekolah, sehingga hipotesis keempat diterima.
B. Implikasi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan model atau kajian dalam
upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat di sekolah sejenis dengan berdasarkan
pada prinsip transparansi. Pihak sekolah dalam hal ini memberdayakan potensi
masyarakat, sehingga diharapkan dapat membangun dan mengembangkan
partisipasi
masyarakat
dalam
berbagai
bentuk
yang
konstruktif
untuk
penyelenggaraan pendidikan, dengan demikian masyarakat teriibat secara aktif
dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan secara bersama seperti masalah
kenakalan anak, kesulitan belajar, atau rendahnya mutu pendidikan, penanggulangan
penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan teriarang, dan Iain-lain, terlebih pada
upaya peningkatan perolehan biaya pendidikan yang amat diperlukan sekolah selain
anggaran yang bersumber pada APBN dan BP3 yang ada selama ini.
C. Rekomendasi
Sejalan dengan kesimpulan tersebut, direkomendasikan beberapa hal sebagai
i. Manajemen sekoian seyogyanya dapat menyusun program yang DerDasis
pada kehendak masyarakat (community based participatory management).
Hal ini dimaksudkan untuk mendapat kepercayaan masyarakat dan
penigkatan partisipasi yang nyata.
2. Mengembangkan akses masyarakat dalam posisi menentukan terhadap proses
dan hasil pendidikan. Masyarakat dengan demikian dapat memberikan saran
dalam berbagai hal untuk menciptakan pendidikan yang diharapkan termasuk
dalam hal pengembangan kurikulum, pola pembiayaan, model-model
evaluasi serta pemanfaatan lulusan, baik untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi maupun untuk hidup mandiri di masyarakat.
3. Manajemen
sekolah
seyogyanya
meningkatkan
hubungan
dengan
masyarakat, baik melalui hubungan-hubungan formal maupun infor™?!
sebagai impementasi dari konsep pelayanan prima.
4. Manajemen sekolah sebaiknya memperluas jaringan informasi sebagai sarana
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran sekolah.
DAFTAR Pl'STAKA
Adiwikarta. S. (1998). Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis tentang Hubungan
Pendidikan dengan Masyarakat. Jakarta. Depdikbud.
Anwar, M.I. (1990). Transformasi Biaya Pendidikan dalam Layanan Pendidikan pada Perguruan Tinggi Negeri. Disertasi PPS IKIP Bandung.
Asian Development Bank. (1989). L'mancmg of Education in Indonesia. Hongkong.
Atmodiwirio, S. (2000). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta. PT Ardadizya Java.
Banghart, F.W. dan Trull, A.J. (1973). Educational Planning. The Macmillian Company, New York.
Budiono, (1998). Dampak Krisis Moneter terhadap Pendidikan, Puslit Sains dan
Teknologi Universitas Indonesia.
Cuningham, W.G. (1982). Systematic Planning for Educational Change. Mayfield
Publishing Company, USA.
Departemen Pendidikan dan i^budayaan. (1993). Empat Strategi Dasar Kebijaksanaan Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Depdikbud.
—. (1993).Link and Match. Jakarta. Depdikbud.
Engkoswara. (1987). Studi Kecenderungan Kehidupan di Indonesia 25 Tahun Era Pembangunan Nasional Jangka Panjang Kedua (1993 - 201H) dan
Implikasinya terhadap Kualitas Manusia dan Pendidikan. Banduna. LP -IKIP Bandung.
Fattah, N. (2000). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung. Remaja Rosda Karya. — --. (2000).Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung. CV Andira.
• (2000). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya.
Fiske, Edward B. (1998).Desentralisasi Penga/aran, Politik dan Konsensus. Jakarta. Grasindo.
^9
Gaffar, M.F. (1983)
Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga (iuru Sekolah Menengah di
Jawa Barat. Jakarta. Depdikbud.
• (1997).
Perencanaan Pendidikan: Teon dan Metodoloy
Jakarta
PPLPTK. Depdikbud.. (1995).
Perencanaan Strategis Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan
Dasa 9 Tahun di Indonesia. Makalah. IKIP Banduna.
Hadisubroto, S. (1998).
Pokok-pokok Pengumpulan Data, Analisis Data, Penafsir
Data dan Rekomendasi Dalam Penelitian Kualitatif
IKIP Banduna.
a n
Kartadinata. S. (1992).
Teknik Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar.
Banduna.
CV Andira.Kartasasmita, G. Et.al..( 1996). Pembaruan dan Pemberdavaan. Jakarta : Ikatan
Alumni ITB.
1996). Pembangunan untuk Rakyat. Jakarta: PT Pustaka CIDESINDO.
Kerlinger, Fred N. (1973). Foundations of Behavioral Research. New York : Holt Rinehart ->nd Winston Inc.
Makmun, A. S. (1996). Analisis Posisi Pendidikan arta: Biro Perencanaan Pendidikan, Depdikbud.
• (1986).
Efektivitas Proses Belajar Mengajar dengan Menggunakan
Tiga Model Strategi Pendekatan Manajemen Sistem Instruksional dan Mengmdahkan Tiga Katagon Kemampuan Belajar Siswa Disertasi PPS
IKIP Bandung.
Manap. S. (1999).
Pengembangan Model Perencanaan Strategi Penuntasan Wajib
Belajar dan Peningkatan Mutu Pe Jidikan Dasar. Disertasi. PPS IKIP
Bandung.
Moleong, L. J. (1990).
Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung. Remaja Karya.
Moore, Frazier. (2000). Hubungan Masyarakat, Prmsip, Kasus dan Masalah. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Panudju, B.. (1999). Pengadaan Perumahan Kola dengan Peranserta Masvarakat
90
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentangPendidikan Dasar. Pidarta, M. (1988). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : Bina Aksara.
Poerwadanninta, W.J.S. (1987). Kamus ('mum Bahasa Indonesia. Jakarta : PN Balai
Pustaka.
Sanusi, A. (1990).
Beberapa Dimensi Mutu Pendidikan.
PPS IKIP Bandung.
• (] "2). Kapita Selekta Pembahasan Masalah Sosial dan Pendidikan PPS
IKIP Bandung.
• (1997). Keteraturan, Komp/cksilas, Kesemerawutan RLS dan lmplikasmya. PPS IKIP Bandung.
• (1998).
Menyisipkan Yektor Percepalan : Untuk Memacu Mutu Belajar
dan Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
PPS IKIP Bandung.
• (1998). Pendidikan Altematif : Menyentuh Arus Dasar Persoalan
Pendidikan dan Kemasyarakatan. Bandung. Grafindo Media Pratama.
Singarimbun, M., dan Effendi, S. (1989). M^'rde Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Soelaiman, M. (1989).
Dmaimka Masyarakat Transisi.
Yogvakarta: Pustaka Pel^....
Soetrisno, L..(1995). Menuju Masyarakat Partisipatif Yogvakarta. Kanisius. Stewart. A.M.. (1998). Empowering People. Yogvakarta : Kanisius.
Sugiyono. (2000).
Metode Penelitian Administrasi.
Alfabeta. Bandung.
Supriadi, D. (2000).
Jarmg Pengaman Sosial Pendidikan.
Bandung. Alfabeta.
Surakhmad; W.. (1985). Pengantar Penelitian llmiah, Dasar Metoda dan Teknik. ..'Bandung : Tarsito.
Suryadi, A.. (1999). Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan. Jakarta. Balai Pustaka.
Tilaar, H.A.R. (1994). Manajemen Pendidikan Nasional, Kajian Pendidikan Masa
True, June Audrey. (1992).
Finding Out ('onduamg and Evaluating Social Research.
California : Wadsworth Publishing Company.
Turney, c.s. (1992).
The School Manager Educational Management Roles and 'Task.
Sydney. Allen and Unwim.
Umaidy. (1999).
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Jakarta. Sinar
Grafika.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentangSistem Pendidikan Nasional.
Usman, S.. (1998).
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Yoavakarta.
Pustaka Pelajar.
Wahab, A. (1992).
Beberapa Hal Pokok tentang Pengelolaan Pendidikan Menurut
PP No. 2H Tahun 1990.
Medan : Makalah pada Konvensi Nasional
Pendidikan Indonesia II.
Wirijadinata, J. (1999).
Transformasi Bisnis Dalam Model Perencanaan Anggaran
Pubhk dan Organisasi Non Profit. Bandung. Ilham Java.
Wuradji (1998).
Sosiologi Pendidikan, Sebuah Pendekatan Sosio Antro/w/ogi.