58
BAB V
KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA
5.1 POTENSI PENDANAAN APBD
Matrik Potensi Pendanaan APBD Kabupaten Sanggau
59
5.2 POTENSI PENDANAAN APBD
Matrik Potensi Pendanaan Bersumber APBN
SEKTOR REALISASI
TAHUN -5 TAHUN -4 TAHUN -3 TAHUN -2 TAHUN -1
1 2 3 4 5 6
Pengembangan Kawasan Permukiman
Penataan Bangunan dan
Lingkungan 23500000
Pengembangan SPAM
8.351.250
Pengembangan PLP 41.000.000 36.000.000
DaK Air Minum 16.600.000 14.600.000
Dak Sanitasi
Total Belanja APBD Bidang Cipta
Karya 89451250
Total Belanja APBD 89451250
60
5.3 ALTERNATIF SUMBER PENDANAAN
Matrik Potensi Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya KPS
Nama Kegiatan
Deskripsi
Kegiatan Biaya Kegiatan
Kelayakan
Finasial Keterangan
1 2 3 4 5
5.3 STRATEGI PENINGKATAN INVESTASI BIDANG CIPTA KARYA
A. Strategi Pengembangan Dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sanggau
Dikaitkan dengan visi dan misi di atas serta potensi wilayah Kabupaten Sanggau, maka
wilayah Kabupaten Sanggau diarahkan menjadi tiga Sub Wilayah Pembangunan (SWP)
berikut:
1. Sub Wilayah Pembangunan (SWP) I, mencakup Kecamatan Kapuas, Parindu,
Jangkang, Bonti dan Mukok, dengan pusat pengembangan wilayahnya diarahkan di
Kota Sanggau. Kagiatan utama yang dapat dikembangkan di SWP ini adalah
kehutanan, perkebunan serta industri hasil hutan dan agroindustri.
2. Sub Wilayah Pembangunan (SWP) II, mencakup Kecamatan Entikong, Sekayam,
Noyan, Kembayan dan Beduwai, dengan pusat pengembangan wilayahnya
diarahkan di Kota Entikong. Kegiatan utama yang dapat dikembangkan di SWP ini
adalah perdagangan, pariwisata, perkebunan, pertanian tanaman pangan serta
agroindustri dan agrobisnis (di Merowi Kecamatan Kembayan).
3. Sub Wilayah Pembangunan (SWP) III, mencakup Kecamatan Tayan Hulu, Balai,
Meliau, Tayan Hilir dan Toba, dengan pusat pengembangan wilayahnya diarahkan
61 pertambangan, perkebunan serta industri pengolahan hasil pertambangan dan
agroindustri.
B. Strategi Pengembangan dan Rencana Sistem Pusat-pusat Permukiman
Pengembangan sistem pusat-pusat permukiman dilakukan dengan strategi berikut :
1. Memacu perkembangan Kota Sanggau sebagai pusat pertumbuhan wilayah
Kabupaten Sanggau dan pusat kegiatan wilayah (PKW) dengan fungsi sebagai
pusat kegiatan pemerintahan kabupaten, simpul transportasi wilayah kabupaten,
pusat kegiatan ekonomi wilayah kabupaten, pusat permukiman utama dan pusat
pelayanan fasilitas sosial wilayah kabupaten.
Kebijaksanaan RTRWP menetapkan bahwa pengembangan Kota Sanggau sebagai
PKW perlu didukung dengan pengembangan prasarana dan sarana pelayanan yang
berskala sub-regional, dan dihubungan dengan PKW lainnya (Kota Singkawang,
Kota Sintang dan Kota Ketapang) di Kalimantan Barat, melalui pengembangan
jaringan jalan arteri primer menuju Kawasan Metropolitan Pontianak (KMP). KMP ini
meliputi Kota Pontianak, Kota Ambaya, Kawasan Industri Wajok dan Kawasan
Industri Tebang Kacang Selatan.
2. Memacu perkembangan pusat-pusat kegiatan lokal (PKL) guna mencapai
keseimbangan perkembangan antar pusat-pusat pelayanan atau pusat-pusat
pertumbuhan tersebut. Pusat-pusat kegiatan lokal (PKL) yang diarahkan menjadi
pusat-pusat pertumbuhan wilayah di Kabupaten Sanggau adalah Kota Tayan dan
Kota Entikong.
Kota Tayan dan Kota Entikong ini berfungsi sebagai simpul transportasi sub-wilayah
kabupaten, pusat pelayanan sub-regional (pusat kegiatan ekonomi dan pelayanan
fasilitas sosial sub-wilayah kabupaten yang melayani beberapa kecamatan), dan
pusat permukiman utama kecamatan. Guna mendukung fungsinya tersebut, Kota
Tayan dan Kota Entikong diharapkan dapat mengoptimalkan potensi sumber daya
wilayahnya.
Dalam upaya meningkatkan fungsi dan peran kota-kota tersebut, maka perlu
didukung dengan pengembangan prasarana dan sarana wilayahnya yang
mempunyai skala pelayanan bagi beberapa kecamatan.
3. Memantapkan fungsi dan perkembangan setiap sub-pusat pertumbuhan di wilayah
Kabupaten Sanggau, seperti: Kota Balai karangan, Kota Sosok, Kota Pusat Damai,
62 Sub-pusat pertumbuhan yang merupakan pusat pelayanan lokal ini berfungsi
sebagai pusat kegiatan pemerintahan kecamatan, pusat pelayanan sosial
kecamatan, serta pusat kegiatan ekonomi kecamatan dan kecamatan sekitar yang
menjadi hinterlandnya. Pengembangan kota-kota ini perlu didukung oleh
pengembangan prasarana dan sarana pelayanan berskala kecamatan.
C. Strategi dan Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung
Penetapan kawasan lindung di wilayah Kabupaten Sanggau didasarkan pada
kriteria-kriteria sebagaimana tertera dalam Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dikaitkan faktor kesesuaian lahan, kondisi eksisting
wilayah serta berbagai kebijaksanaan yang terkait dengan pengelolaan kawasan
lindung, maka selanjutnya dapat ditetapkan strategi pengelolaan kawasan lindung,
meliputi :
1. Strategi pemeliharaan kelestarian lingkungan
a. Mencegah dan melarang berbagai kegiatan budidaya yang berada di dalam
kawasan lindung, kecuali jika terdapat ketentuan lain dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(pasal 17), dan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung.
Dalam pasal 37 Keppres Nomor 32 Tahun 1990, disebutkan bahwa:
Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali kegiatan yang tidak mengganggu fungsi lindung.
Di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun, kecuali untuk kegiatan yang berkaitan
dengan fungsinya dan tidak merubah bentang alam, kondisi penggunaan
lahan, serta ekosistem alami yang ada.
Kegiatan yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27
63 Apabila hasil dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan menyatakan bahwa
kegiatan budidaya tersebut mengganggu fungsi lindung dari kawasan lindung yang dimaksud, maka perkembangannya harus dicegah, dan fungsinya
sebagai kawasan lindung harus dikembalikan secara bertahap
Sementara itu, dalam pasal 38 Keppres Nomor 32 Tahun 1990, disebutkan
bahwa:
Dengan tetap memperhatikan fungsi lindung yang bersangkutan, di kawasan lindung dapat dilakukan kegiatan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah,
serta kegiatan lain yang berkaitan dengan bencana alam.
Apabila ternyata di kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat indikasi adanya deposit mineral atau air tanah atau kekayaan alam
lainnya yang bila diusahakan dinilai amat berharga bagi negara, maka
kegiatan budidaya di kawasan lindung tersebut dapat diijinkan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku.
Pengelolaan kegiatan budidaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap memelihara fungsi lindung kawasan yang
bersangkutan.
Apabila penambangan bahan galian dilakukan, maka penambangan bahan galian tersebut wajib melaksanakan upaya perlindungan terhadap lingkungan
hidup dan melaksanakan rehabilitasi terhadap bekas penambangannya,
sehingga kawasan lindung tersebut dapat berfungsi kembali.
b. Secara bertahap, perlu upaya segera mengembalikan fungsi kawasan lindung
yang telah terganggu dan memantapkan kawasan lindung yang telah ditetapkan.
c. Mengupayakan agar kawasan lindung yang berada di wilayah Perbatasan dan
sekitarnya (Kecamatan Sekayam, Entikong, Noyan dan Beduwai) dapat
membentuk suatu kesatuan yang selaras.
d. Mengupayakan terealisasinya berbagai kegiatan yang bertujuan untuk
mengantisipasi kerusakan lingkungan, terutama kerusakan lingkungan yang
dapat menimbulkan bencana alam, seperti terjadinya kebakaran hutan, longsor
dan banjir.
e. Pengalokasian lahan bagi kawasan hutan seluas minimum 30% dari luas total
64 f. Pengalokasian ruang terbuka hijau (RTH) yang berupa hutan kota, jalur hijau,
taman kota, tempat rekreasi, lapangan olah raga, pemakaman umum, dan lahan
pertanian pada setiap kota dengan luas minimum 30% dari luas kota yang
bersangkutan.
g. Pembentukan Badan Kerjasama Regional untuk penanganan dampak
lingkungan.
D. Strategi pengembangan kegiatan budidaya yang ada di kawasan lindung:
h. Mengeluarkan kegiatan budidaya dari kawasan lindung secara bertahap melalui
penerapan program pembangunan permukiman perdesaan terpadu. Bagi
kegiatan budidaya yang terlanjur sudah ada di kawasan lindung yang
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup, maka dikenakan
Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
i. Implementasi konsep-konsep pengembangan ekonomi lingkungan guna
membatasi perkembangan kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan
lindung.
j. Menata-batas kawasan permukiman perdesaan yang berada dalam kawasan
lindung untuk dikeluarkan (di-enclave) dari kawasan lindung, jika permukiman
tersebut tidak memungkinkan untuk dipindahkan secara terpadu melalui program
transmigrasi.
k. Merealisasikan upaya rehabilitasi hutan dan lahan pada kawasan hutan lindung
yang dalam kondisi tidak berhutan. Dalam hal ini, di wilayah Kabupaten Sanggau
terdapat hutan lindung yang sudah tidak berhutan seluas 77.480 ha atau sebesar
81,17% dari total luas hutan lindung yang ada.
E. Strategi pengembangan prasarana dasar yang berada di kawasan lindung
l. Pembangunan prasarana dasar (jaringan transportasi, energi listrik,
telekomunikasi, air bersih, pos keamanan, jaringan drainase maupun bangunan
pengendali bencana alam) di kawasan lindung, apabila dibutuhkan, dapat
dilaksanakan dengan tetap mengacu pada upaya mempertahankan fungsi
lindungnya.
m. Untuk pembangunan prasarana dasar seperti tersebut di atas, perlu melalui
penelitian awal maupun studi kelayakan dengan tetap mempertahankan fungsi
65 n. Bagi bangunan prasarana umum pemerintah yang telah ada di dalam kawasan
lindung, dapat dipertahankan keberadaanyya, tanpa mengubah fungsi lindung
dari kawasan yang bersangkutan.
Rencana pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan,
guna mendukung proses pembangunan yang berkelanjutan/berkesinambungan.
Penetapan kawasan lindung merupakan langkah awa! bagi penetapan kawasan
budidaya, mengingat kawasan lindung ini merupakan salah satu faktor kendala
(constrains factor) dan/atau faktor pembatas (limitations factor) bagi pengembangan
kegiatan budidaya.
Berdasarkan tujuan, konsep dan strategi pengembangan ruang wilayah yang telah
dirumuskan pada bab sebelumnya, maka kawasan lindung yang ditetapkan dalam
RTRWK Sanggau ini meliputi; kawasan lindung yang memberikan perlindungan pada
kawasan bawahannya (hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air);
kawasan perlindungan setempat (kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar