PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL
DAN PENERAPANNYA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Patrisia Esti Widyaningrum
NIM. 031414016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
HALAMAN PERSEMBAHAN
“ Segala Perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. “
(Filipi 4 : 13)
” Sukacita yang terbesar di dalam hidup ini bukan ketika kita dapat menyelesaikan masalah. Namun justru ketika kita menyadari bahwa di balik masalah ada maksud Tuhan yang indah. Tuhan tidak akan menguji kita melebihi kekuatan kita. ”
(Anonim)
Dengan penuh kasih aku persembahkan karyaku ini untuk : Tuhan Yesus dan Bunda Maria
Orang tuaku tercinta A. Parwoto & A. Endah Martiniati yang selalu mengasihiku
Adikku K. Bayu Prianggono & T. Tirto Tri W
Keluarga, sahabat, dan rekan-rekanku yang selalu mendukungku Almamaterku,Universitas Sanata Dharma
ABSTRAK
Tujuan dari penulisan skripsi ini dengan judul Persamaan Diferensial Bessel dan Penerapannya adalah mengetahui penyelesaian Persamaan Diferensial Bessel dengan metode deret kuasa dan mengetahui terapan Persamaan Diferensial Bessel dalam bidang fisika.
Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka yaitu mempelajari buku teks yang berkaitan dengan penyelesaian Persamaan Diferensial Bessel dengan metode deret kuasa.
Persamaan Diferensial Bessel merupakan bentuk khusus dari persamaan diferensial linear homogen orde kedua dengan koefisien variabel, dimana bentuk umum Persamaan Diferensial Bessel adalah x2y''+xy'+
(
x2−p2)
y=0, dengan p adalah suatu konstanta sembarang, sehingga persamaan diferensial tersebut disebut dengan Persamaan Diferensial Bessel orde p.Langkah-langkah menyelesaikan Persamaan Diferensial Bessel : 1. Menentukan akar persamaaan indicial
Dengan metode Frobenius, jika adalah titik singular regular diperoleh
penyelesaian deret kuasa berbentuk
0
x
( )
∑
∞(
)
=
− −
=
0
n
n o n r
o a x x
x x x
y , dengan r
adalah akar dari persamaan indicial dari titik singular regular tersebut dan diperoleh r = p dan r = -p.
2. Menentukan relasi perulangan untuk r = p dan menentukan fungsi Bessel jenis pertama dengan orde p.
Jika r = p, diperoleh
(
)
p n n
a
an n
2
2 + −
= −
, dengan n 2 sehingga diperoleh
untuk n adalah bilangan bulat positif dan
≥
0
=
n
a
( )
(
)
! !
2 1
2 2
p n n
a n
n n
+ − −
= .
Karena p adalah bilangan bulat positif, maka diperoleh fungsi
( )
( )
(
)
n p nn p x
J = x
p n n
+ ∞
=
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + −
∑
20 ! ! 2
1
yang sering disebut dengan fungsi Bessel jenis
pertama dengan orde p.
3. Menentukan relasi perulangan untuk r = -p dan menentukan fungsinya.
Jika r = -p diperoleh
(
)
p n n
a
an n
2
2 − −
= −
, dengan n≥2 dan n 2p, sehingga
diperoleh untuk n adalah bilangan bulat ganjil
dan
≠
0
=
n a
( )
(
)
! !1
2
n n n
n
− −
2
2
p n =−
a . Jika kedua akarnya bukan bilangan bulat positif
maka penyelesaiannya menjadi J−p
( )
x , yaitu( )
( )
(
)
∑
∞=
−
− ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ −
1n
p
−
0
2
2 ! !
n
p n p
x n
n x
J = .
4. Menentukan penyelesaian kedua dari Persamaan Diferensial Bessel dengan kombinasi linear antara Jp dan yp.
Karena akar-akar persamaan indicialnya berbeda, maka penyelesaian kedua Persamaan Diferensial dapat dinyatakan menjadi
, dengan c adalah kostanta dan c
( )
x a x cJ( )
x xy p
p n n
n
p ln
0
+
= ∞ −
=
∑
≠0.Penyelesaian kedua Persamaan Diferensial Bessel orde p merupakan kombinasi linear dari dan , maka kombinasi linear Persamaan
Diferensial Bessel orde p dilambangkan dengan
p
J yp
( )
xYp dan dinyatakan menjadi
( )
{ ( )
( ) ( )
(
) }
! ! 1 2
1 ! 2 1 2
ln
2 1 2
0
1 1
2
0 n
n x
k k n p x x
x J x
Y
p n p
n p
n
k
n
k p
n
n n
p
− − ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
+ +
⎟ ⎠ ⎞ −
⎢⎣ ⎡ + =
− −
= +
= =
+
∞
=
∑ ∑
∑
∑
π
1 !
n
n ⎜
⎝ ⎛
p
+ ⎥⎦ ⎤
γ
dengan n = p dan γ adalah kostanta Euler dan penyelesaian ini disebut Fungsi Bessel jenis kedua orde p.
5. Menentukan penyelesaian umum dari Persamaan Diferensial Bessel.
Penyelesaian umum Persamaan Diferensial Bessel orde p adalah
( )
x c J x Jc
y= 1 p + 2 −p
( )
, dimana c1 dan c2 adalah konstanta sebarang.Penerapan dari Persamaan Diferensial Bessel dapat ditemukan pada getaran yaitu pada getaran rantai yang digantung dan getaran membran lingkaran.
Abstract
The purpose of this graduating paper with title Bessel’s Differential Equation and Application is to show how the power series method can be modified to obtain solution of Bessel’s Differential Equation and to acknowledge the application in physics.
The method applied in this graduating paper is the library research which is focused on studying and researching text books relevant to the subject matter solution of Bessel’s Differential Equation with power series method.
Bessel’s Differential Equation is a special form of second order linear homogen differential equation with variable coefficient, where the general form Bessel’s Differential Equation is x2y''+xy'+
(
x2 −p2)
y=0, with p is arbitrary constant and is called Bessel’s Differential Equation order – p.The steps of the problem solving of Bessel’s Differential Equation: 1. Determine the roots of the indicial equation
By using Frobenius method, we observe that x0 =0 is a regular singular
point, obtain solution of power series is
( )
∑
(
)
∞=
− =
0
0
n n x x a x
y − 0
n r x
x , with r
is the roots of the indicial equation and has r = p and r =−p.
2. Determine recurrence relation to r = p and Bessel function of the first kind of order p.
If r = p, we obtain
(
)
p n n
a
a n
n
2
2 + −
= −
, with and the known value
with n is positive integer, thus
2 ≥
n
0
=
n
a
( )
(
)
! !22nn
−1
2
p n
n n
+ −
=
a . Because p is a
positive integer obtain function
( )
∑
( )
(
)
∞=
+
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛
+ !
1n
p
− =
0
2
2 !
n
p n
p
x n
n x
J is called Bessel
Function of the first kind of order p.
3. Determine recurrence relation to r =−p and function it.
If r =−p, we obtain
(
)
p n n
a
a n
n
2
2 + −
= −
, with and and we
obtain
2 ≥
n n≠2p
0
=
n
a where n is an odd integer and
( )
(
p)
!n
+
! 1
2
n n n
−
22n
− =
a . If the roots
is unequal an odd integer, has a solution
( )
∑
(
( )
)
∞=0 !
n n
−
− ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − =
2
2 !
1n n p
p
x p n x
J .
4. Determine the second solution of Bessel’s Differential Equation with linear combination of Jp dan yp.
Because the roots of indicial equation unequal the second solution of Bessel’s
Differential Equation has form , where c is
constant and . The second solution of Bessel’s Differential Equation order p is linear combination of , we obtain
( )
x a x c J( )
x xy p
n
p n n
p ln
0
∑
∞=
− +
=
p p dan y
0 ≠
c
J Yp
( )
x and is assumed( )
( )
( ) ( )
(
)
⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫
⎪ ⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧
− − ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛ + +
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣
⎡ +
=
∑
∑ ∑
∑
−=
− +
= =
+ ∞
=
1
0
1 2
1 1
2
0
1 2
1 1 ! !
2 1 2
ln
2 p
n
n p
n
k
n
k p
n n
n n
p
n n p x
k k p n n
x x
x J x
Y γ
π
where n = p and γ is a number called Euler’s constant and the solution is called Bessel Function of the second kind of order p.
5. Determine the general solution of Bessel’s Differential Equation
The general solution of of Bessel’s Differential Equation of order p is given by y=c1Jp
( )
x +c2J−p( )
x , where c1 andc2 is arbitrary constants.Application of Bessel’s Differential Equation arises in the oscilation of a hanging chain and the circular membrane.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah Bapa di Surga karena penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Persamaan Diferensial Bessel dan
Penerapannya”. Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Selama penyusunan skripsi ini banyak kesulitan dan hambatan yang penulis
alami. Namun dengan bantuan berbagai pihak semua kesulitan dan hambatan
tersebut dapat teratasi. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis dengan tulus hati
ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menjaga, melindungi, dan
menuntun langkahku. Puji syukur atas segala berkat dan anugerah yang telah
kuterima.
2. Bapak Drs. A. Tutoyo, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing, mengarahkan dengan sabar, menyediakan waktu, dan
memberikan masukan serta kritikan yang berharga kepada penulis selama
proses penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. St. Suwarsono selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
dan Bapak Drs. Al. Haryono selaku dosen pembimbing akademik 2003 dan
Drs. A. Mardjono dan Dr. Susento M.Si selaku dosen penguji yang telah
xi
banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh kuliah serta atas
masukan dan kritikan yang bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini.
4. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA yang telah membantu penulis selama
kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.
5. Kedua orang tuaku dan kedua adikku atas doa yang tak pernah kunjung henti,
cinta, kasih sayang, perhatian, kesempatan, nasehat, dan dorongan yang
diberikan baik secara materiil maupun spiritual.
6. Sahabat-sahabatku yang telah membantuku mengetik. Terima kasih untuk
semuanya dan kebersamaannya.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah rela
membantu penulis hingga selesainya proses penyusunan skripsi ini.
Semoga segala bantuan, perhatian, serta dukungan yang telah diberikan akan
mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam skripsi ini. Karena itu penulis sangat
mengharapkan masukan dan saran dari pembaca demi perbaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi yang tidak sempurna ini bermanfaat
bagi setiap pembaca.
Yogyakarta, 26 Mei 2008
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……….iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….v
ABSTRAK……….…………vi
ABSTRACT……….………..viii
KATA PENGANTAR………....x
DAFTAR ISI………...xii
BAB 1. PENDAHULUAN ………..…..1
1.1. Latar Belakang ……….…....1
1.2. Rumusan Masalah ………...4
1.3. Tujuan Penulisan ………...4
1.4. Metode Penulisan ………....4
1.5. Sistematika Penulisan ……….5
BAB 2. LANDASAN TEORI………...………6
2.1. Deret Tak Hingga……… ………....6
2.2. Deret Kuasa……… ………..………..…..11
2.3. Persamaan Diferensial Linear Homogen orde dua dengan koefisien berubah………...22
xiii
2.3.1. Titik biasa dan titik singular……..……….22
2.3.2. Deret kuasa sebagai penyelesaian di sekitar titik biasa ……….25
2.3.3. Deret kuasa sebagai penyelesaian di sekitar titik singular……..……...29
BAB 3. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL..………..54
3.1. Penyelesaian Persamaan Diferensial Bessel dengan orde nol………..…..…55
3.2. Penyelesaian deret Persamaan Diferensial Bessel dengan orde p.…...….63
3.3. Penerapan Penyelesaian Persamaan Diferensial Bessel…...………..77
3.3.1 Getaran rantai yang digantung…..…..………..77
3.3.2 Getaran membran lingkaran……….………81
BAB 4. .PENUTUP………..89
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat turunan atau
derivatif dan diferensial dari satu fungsi atau lebih yang tidak diketahui.
Persamaan diferensial dibedakan menjadi dua, yaitu persamaan diferensial
biasa dan persamaan diferensial parsial. Jika fungsi yang belum diketahui
dalam persamaaan diferensial bergantung hanya pada satu variabel bebas,
maka persamaan itu disebut persamaan diferensial biasa, sedangkan jika
fungsi yang belum diketahui bergantung pada lebih dari satu variabel bebas
maka persamaan itu disebut persamaan diferensial parsial.
Contoh :
x dx + 2y dy = 0 (1)
0 6 4
3
2 2
= + +
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛
y dx dy dx
y d
(2)
0
= ∂ ∂ + ∂ ∂
y u x u
(3)
x x
u y
u
+ = ∂ ∂ + ∂ ∂
1
2 2
2 2
(4)
Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa (1) dan (2) merupakan contoh
persamaan diferensial biasa, dimana y menyatakan fungsi yang belum
diketahui ( atau variabel tak bebas ) dan x menyatakan variabel bebas.
Sedangkan (3) dan (4) merupakan contoh persamaan diferensial parsial,
karena memiliki lebih dari satu variabel bebas yaitu x dan y. Dari contoh di
atas, dapat diketahui bahwa bentuk umum persamaan diferensial biasa adalah
(
x,y,y',y'',...,y(n))
=0f
dengan x adalah variabel bebas dan y adalah variabel terikat, sedangkan
bentuk umum dari persamaan diferensial parsial adalah
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
∂ ∂ ∂
∂ ∂ ∂
∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂
n n
y z y
z y x
z x
z y z x z z y x
f , , , , , , , ,...,
2 2 2
2 2
= 0
Persamaan diferensial diklasifikasikan menurut tingkat atau orde dan
derajat. Tingkat atau orde persamaan diferensial adalah tingkat turunan atau
derivative tertinggi yang muncul dalam persamaan diferensial tersebut.
Derajat persamaan diferensial adalah pangkat dari turunaan atau derivatif
tingkat tertinggi yang muncul dalam persamaan diferensial tersebut.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa contoh (1) merupakan tingkat 1
dan derajat 1, contoh (2) mempunyai tingkat 2 dan derajat 3, contoh (3)
merupakan persamaan diferensial parsial dengan tingkat 1 dan derajat 1,
sedangkan contoh (4) dengan tingkat 2 dan derajat 1.
Dalam penulisan ini hanya akan dibahas mengenai persamaan diferensial
linear. Persamaan diferensial linear tingkat-n disebut linear dalam y jika
mempunyai bentuk umum
( )
x y( ) a( )
x y( ) a( )
x y a( )
x y f( )
xan n + n−1 n−1 + 1 ' + 0 = (5) dimana an
( )
x ≠0 dan dan f(x) adalah fungsi – fungsi kontinudalam suatu interval. Fungsi
n a a a
a0, 1, 2,...,
( )
xkoefisien, sedangkan f(x) disebut fungsi masukan (input) atau penggerak
(driving).
Jika f(x) = 0, maka persamaan tersebut disebut persamaan diferensial linear
homogen dan jika f(x) ≠ 0 untuk semua x dalam [a, b], persamaan disebut
persamaan diferensial linear tak homogen.
Bila semua koefisien a0
( ) ( ) ( )
x ,a1 x,a2 x ,...,an( )
x adalah konstanta real, makapersamaan diferensial linear itu disebut persamaan diferensial linear dengan
koefisien konstan, sedangkan apabila koefisien – koefisiennya berubah, maka
disebut persamaan diferensial linear dengan koefisien peubah ( variabel).
Dalam penulisan ini akan dibahas mengenai persamaan diferensial linear
homogen orde dua dengan koefisien variabel. Persamaan diferensial linear
homogen orde dua dengan koefisien variabel mempunyai bentuk umum :
( )
'' 1( )
1 0( )
02 x y +a x y +a x y =
a , dimana a2
( )
x ≠0Persamaan diferensial linear homogen orde dua mempunyai beberapa terapan,
antara lain dalam getaran (vibrasi). Dari beberapa persamaan diferensial linear
homogen orde dua dengan koefisien variabel yang dikenal adalah persamaan
diferensial yang disebut Persamaan Diferensial Bessel. Untuk memperluas
pengetahuan mengenai persamaan diferensial biasa yang telah dipelajari maka
dipelajari Persamaan Diferensial Bessel yang memiliki bentuk umum :
(
2 2)
0' ''
2 + + − =
y p x xy y x
dimana p adalah suatu konstanta sembarang, sehingga Persamaan Diferensial
Metode penyelesaian persamaan diferensial linear homogen orde dua
dengan koefisien variabel yang digunakan adalah metode deret kuasa.
Mengingat pentingnya persamaan diferensial linear homogen orde dua
dalam terapan, maka penulis ingin membahas tentang Persamaan Diferensial
Bessel yang penerapannya terdapat dalam bidang fisika yaitu dalam getaran
rantai yang digantung dan getaran membran lingkaran.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana cara menyelesaikan Persamaan Diferensial Bessel?
2. Apa saja terapan dari Persamaan Diferensial Bessel?
1.3. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui penyelesaian Persamaan Diferensial Bessel dengan metode
deret kuasa.
2. Mengetahui terapan Persamaan Diferensial Bessel dalam bidang fisika
1.4. METODE PENULISAN
Metode yang akan digunakan adalah metode studi pustaka, yaitu mempelajari
buku – buku teks yang berkaitan dengan penyelesaian Persamaan Diferensial
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Metode Penulisan
1.5. Sistematika Penulisan
2. Landasan Teori
2.1. Deret Tak Hingga
2.2. Deret Pangkat
2.3. Persamaan diferensial linear homogen orde dua dengan koefisien
berubah
2.3.1. Titik biasa dan titik singular
2.3.2. Deret kuasa sebagai penyelesaian di sekitar titik biasa
2.3.3. Deret kuasa sebagai penyelesaian di sekitar titik
singular yang regular
3. Persamaan Diferensial Bessel
3.1. Penyelesaian Persamaan Diferensial Bessel dengan orde nol
3.2. Penyelesaian Persamaan Diferensial Bessel dengan orde p
3.3. Penerapan dari Persamaan Diferensial Bessel
3.3.1. Getaran rantai yang digantung
3.3.2. Getaran membran lingkaran
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Deret Tak Hingga
Suatu barisan tak hingga didefinisikan dan ditulis
(1)
{ }
an =a1,a2,a3,...,an,....Deret tak hingga adalah bentuk dari a1+a2 +a3 +...+an +.... yang
dilambangkan dengan notasi sigma
(2)
∑
∞=0
n n a
,.... , , 2 3
1 a a
a
3 2 1
disebut suku – suku deret tak hingga dan
.... ...+ +
+ +
+a a
a
{ }
snn a
n a a
s
dapat dipandang sebagai barisan jumlah parsial
dimana = 1+ 2 +a3 +...+an.
Definisi 2.1.1
Andaikan adalah suatu deret tak
hingga dan andaikan
.... ...
3 2 1 1
+ + + + + =
∑
∞=
k n
n a a a a
a
{ }
snn a
adalah barisan jumlah parsial deret.
Deret disebut konvergen bila barisan jumlah parsial
{ }
konvergen. Menurut definisi barisan
∑
∞=1
n
n s
{ }
sn konvergen bilaS S Lim n
n→+∞ = ada. Jika nLim→+∞Sn =S
∑
∞=1
n n a
maka deret . Jika
tidak ada, maka divergen.
S a n
n =
∑
∞=1
n nLim→+∞S
Contoh 2.1.1
Tentukan apakah deret 1-1+1-1+1-1+…. konvergen atau divergen
dan jika konvergen, tentukan jumlahnya!
Penyelesaian:
Bentuk barisan jumlah parsial
{ }
nn n→+∞S s
0 1 1 1
1 1
0 1
= − +
= +
=
1 1 1 1 1
3 2 1
− =
− =
− = =
n s s s s
dan seterusnya.
= 1, 0, 1, 0,....
{ }
sn1, bila n ganjil 1
= dan Lim = , maka limitnya tidak
n S
0, bila n genap 0
ada. Karena limitnya tidak ada, maka deretnya divergen dan deret tidak
Deret selang – seling adalah deret yang berbentuk
( )
1 1 2 3 4 ...( )
1 1 ....1
1 = − + − + + − +
− +
∞ =
+
∑
nn n
n n
a a
a a a
a (3)
dengan an>0 untuk semua n
atau
( )
1 1 2 3 4 ..( )
1 ....1
+ −
+ + + − + − = −
∑
∞= n
n n
n n
a a
a a a a
dengan an>0 untuk semua n.
Definisi 2.1.2
a. Deret
∑
∞disebut konvergen mutlak jika =1
n n
a
∑
∞ =1
n n
a konvergen
b. Deret .... disebut konvergen
bersyarat jika
∑
∞konvergen, tetapi ...
3 2 1 1
+ + + + + =
∑
∞=
n n
n a a a a
a
=1
n n
a
∑
∞ =1
n n
a divergen.
Teorema 2.1.1
Deret selang – seling konvergen bila memenuhi 2
syarat, yaitu
( )
∑
∞=
+
− 1
1
1
n
n n
a
1. an >an+1, untuk semua n
2. =0 +∞ → n
Bukti
Pandang barisan jumlah parsial
{ }
s2n , untuk suku – suku genap2 2 2
4 6 5 4 6
2 4 3 2 4
2 1
2 0
−
>
> − + =
> − + =
> − =
n n s s
s a a s s
s a a s s
a a s
M
Jadi, s2 <s4 <s6 <...<s2n−2 <s2n.<...
Barisan
{ }
s2n naik atau tidak turun, maka barisan{ }
sn konvergen ke limit S,yaitu
S s Lim n n→+∞ 2 =
Pandang barisan jumlah parsial
{ }
sn , untuk suku – suku ganjil,yaitus1,s3,s5,...,s2n−1,....
n n
n a a a a a a
s2 = 1 − 2 + 3 − 4 +...+ 2 −1− 2
1 2 4
3 2 1 1
2n− =a −a +a −a +...+a n−
s _
n n
n s a
s2 − 2 −1 =− 2
Karena suku ke-2n dalam deret selang – seling adalah −a2nmaka berlaku
dapat ditulis
1 2 2 1
2n+ −s n =a n+ s
1 2 2 1
2n+ =s n +a n+ s
(
)
S S
a Lim s
Lim
a s Lim s
Lim
n n n n
n n n n n
= + =
+ =
+ =
+ +∞ → +∞
→
+ +∞
→ + +∞ →
0
1 2 2
1 2 2 1
Barisan s1,s2,s3,...,sn,....konvergen ke S, maka deret konvergen.
Contoh 2.1.2
Selidiki apakah deret .... 5 1 4
1 3 1 2 1
1− + − + − konvergen mutlak
atau konvergen bersyarat?
Penyelesaian
( )
....5 1 4
1 3 1 2 1 1 1
1 1 = − + − + −
−
∑
+n n
Menurut Teorema 2.1.2 diperoleh
n an = 1dan
1 1
1 = +
+
n an
n < n+1 untuk semua n
1 1 1
+ <
n
n untuk semua n
( syarat 1 dipenuhi)
1
+
> n n a a
dan 1 =0 +∞ → n
Lim n
Jadi, deret
( )
.... 5 1 41 3 1 2 1 1 1
1 1 = − + − + −
−
∑
+n n
konvergen.
tetapi
( )
....5 1 4
1 3 1 2 1 1 1
1 1 = + + + + +
− =
∑
∑
+n
deret nilai mutlaknya divergen. Maka deret
.... 5 1 4
1 3 1 2 1
1− + − + − konvergen bersyarat.
2.2
Deret Kuasa
Suatu deret dengan bentuk :
K
K+ +
+ +
+ =
∑
∞=
k k n
n
nx a a x a x a x
a 0 1 2 2
0
(4)
disebut deret kuasa atau deret pangkat dalam x, dimana x adalah variabel
dan anadalah konstanta sebarang.
atau
(
−)
= +(
−)
+(
−)
+K+(
−)
+K∑
∞=
k k
n
n
n x x a a x x a x x a x x
a 0
2 0 2 0 1 0 0
0 (5)
disebut deret kuasa dalam (x−x0).
K
K, ,
, , 1
0 a an
a adalah koefisien – koefisien konstan dari deret kuasa itu, x
adalah variabel dari deret kuasa, dan pada (5) adalah titik tertentu yang
disebut pusatdari deret kuasa itu.
0
x
Jika x dalam (4) diganti dengan bilangan, maka diperoleh deret dengan suku
– suku konstan yang dapat konvergen atau divergen. Hal ini menunjuk pada
masalah dasar yaitu mencari nilai x agar deret kuasa (4) konvergen. Teorema
Teorema 2.2.1
Untuk setiap deret kuasa
∑
tepat satu yang berikut benar ∞=0
n n nx a
a. Deret konvergen hanya untuk x = 0
b. Deret konvergen mutlak untuk semua x
c. Deret konvergen mutlak untuk semua x dalam suatu
interval terbuka tertentu ( -R , R ) dan divergen bila x < - R
atau x > R. Pada titik x = R dan x = -R deret konvergen
mutlak , konvergen bersyarat, atau divergen, bergantung
pada deret khusus
Bukti:
Bentuk deret nilai mutlak
∑
∞ =0n
n nx
a . Untuk memeriksa kekonvergenan
deret nilai mutlak dikerjakan dengan menggunakan uji rasio. Deret kuasa
akan konvergen mutlak apabila dipenuhi syarat:
∑
∞=0
n n nx a
n n n n
n n n n
n n n n n
n a
a Lim x x a a Lim x
a x a Lim u
u
Lim 1 1
1 1
1 +
+∞ → +
+∞ → + + +∞ → + +∞
→ = = =
=
ρ
Deret kuasa konvergen mutlak jika ρ<1
1
1 <
+ +∞ →
n n
n a
a Lim x
R a
a Lim x
n n
n =
<
+ +∞ →
1
dan deret kuasa akan divergen apabila x > R. Apabila
R
x = , untuk dapat mengetahui apakah deret konvergen atau divergen dapat
dilakukan dengan cara mensubstitusikan setiap x = R atau x = -R ke dalam
deret yang diketahui.
a. Jika 0
1
= =
+ +∞
→ a R
a Lim
n n
n , maka didapat x=0, sehingga deret kuasa akan
konvergen mutlak hanya bila x = 0 dan divergen bila x≠0 , jika
0
1
≠ =
+ +∞
→ a R
a Lim
n n
n . Jadi (a) terpenuhi.
b. Jika = =∞ +
+∞
→ a R
a Lim
n n n
1
, maka didapat x <∞, sehingga setiap nilai x
pada deret kuasa konvergen mutlak. Jadi (b) terpenuhi.
c. Jika R a
a Lim
n n
n =
+ +∞ →
1
, maka didapat x <R atau −R<x<R sehingga
untuk semua nilai x yang terdapat dalam interval < x< Rderet
konvergen mutlak. Jadi (c) terpenuhi.
R
−
Himpunan semua nilai x yang menyebabkan suatu deret kuasa konvergen
disebut interval konvergensi deret. Bilangan R dari syarat (c) dalam teorema
2.2.1 di atas disebut jari – jari konvergensi dari deret. Jika deret (a) berlaku,
Contoh 2.2.1
Tentukan interval konvergensi dan jari – jari konvergensi dari deret
∑
∞=0
n n x
Penyelesaian
∑
∞=0
n n
x = 1 + + +K+ n +K
x x
x 2
n
U = xn dan Un+1= +1 atau bentuk deret nilai mutlak
n
x
∑
∞ =0
n n x
ρ =
n n
n U
U Lim +1
+∞
→ = n
n
n x
x Lim
1
+ +∞
→ = nLim→+∞x = x nLim→+∞1 = x
Deret kuasa
∑
konvergen mutlak, ∞=0
n n x
bila ρ <1
x < 1 ⇔-1 < x < 1
dan divergen bila ρ >1
x > 1 ⇔x > 1 atau x < -1
dengan R = 1.
Untuk menentukan sifat konvergensi pada titik – titik ujung x = 1 dan x = -1,
disubstitusikan nilai – nilai itu dalam deret yang diberikan
Jika x = 1, deret menjadi
∑
∞=0
1
n n
Untuk x = -1, deret menjadi
( )
∑
∞=
− 0
1
n
n
= 1 - 1 + 1 – 1 +….
Karena deret konvergen mutlak, maka interval konvergensi untuk deret yang
diberikan adalah [-1 , 1]. Jari – jari konvergensi R = 1.
Contoh 2.2.2
Tentukan interval konvergensi dan jari – jari konvergensi dari
( )
( )
∑
∞=
−
0
2
! 2 1
n
n n
n x
Penyelesaian:
Bentuk deret nilai mutlak
( )
( )
∑
∞=
−
0
2
! 2 1
n
n n
n x
, dimana
n
U =
∑
( )
( )
∞=
−
0
2
! 2 1
n
n n
n x
dan Un+1=
( )
( )(
)
(
)
∑
∞=
+ +
+ −
0
1 2 1
! 1 2 1
n
n n
n x
Karena
( )
−1n =( )
−1n+1 = 1, maka diperolehρ =
n n
n U
U Lim +1
+∞
→ =
( )
(
)
(
)
( )
n nn x
n n
x Lim
2 1
2
! 2 ! 1 2 + ⋅
+ +∞
→ =
(
)
( )
n nn x
n n
x
Lim 2
2
2 2 !
! 2
2 + ⋅
+ ∞
→=
=
(
2 2)(
2 1)
2
+ +
+∞
→ n n
x Lim
n
=
(
2 2)(
2 1)
1
2
+ +
+∞
→ n n
Lim x
n
= 2⋅0=0
x
untuk semua x.
Karena ρ <1 untuk semua x maka deret
∑
( )
( )
∞=
−
0
2
! 2 1
n
n n
n x
konvergen mutlak
Contoh 2.2.3
Tentukan interval konvergensi dan jari – jari konvergensi deret
(
)
∑
∞=
−
1 2
5
n
n
n x
Penyelesaian
(
)
∑
∞=
−
1 2
5
n
n
n x
=
(
−) (
+ −)
+(
−)
+K+(
−2)
+K3 2
5 9
5 4
5 5
n x x
x x
n
n
U =
(
25)
n x− n
dan Un+1=
(
)
(
)
2 11 5
+
− +
n
x n
atau bentuk deret nilai mutlak
∑
∞=
−
1 2
5
n
n
n x
Akan digunakan uji rasio untuk konvergen mutlak
ρ =
n n
n U
U Lim +1
+∞
→ =
(
)
nn
n
x n n
x Lim
5 . 1
5 2
2 1
− +
− +
+∞
→ =
2
1 5 ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛
+ −
+∞
→ n
n x
Lim
n
=
2
1 1
1 5
⎟ ⎟ ⎟ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎜ ⎜ ⎜
⎝ ⎛
+ −
+∞ →
n Lim x
n = x−5
Deret kuasa
∑
(
)
∞=
−
1 2
5
n
n
n x
konvergen mutlak,
bila ρ< 1
x−5 < 1 atau -1 < x – 5 < 1
-1 + 5 < x < 1 + 5
dan deret kuasa
∑
(
)
∞=
−
1 2
5
n
n
n x
divergen
bila ρ> 1
x−5 > 1 atau x-5 > 1 atau x-5 < -1
x > 1 + 5 x < -1 +5
x > 6 x < 4
Untuk menentukan sifat konvergensi pada titik – titik ujung x = 4 dan x= 6,
disubstitusikan nilai – nilai ini dalam deret yang diberikan.
Jika x = 6, deret menjadi
∑
∞=1 2
1
n n
n =
∑
∞=1 2
1
n n
= + 2 + 2 + 2 +K
4 1 3
1 2
1 1
merupakan deret p yang konvergen ( p= 2).
Untuk x = 4, deret menjadi
( )
∑
∞=
−
1 2
1
n
n
n = − + 2 − 2 + 42 −K 1 3
1 2
1 1
adalah deret yang konvergen mutlak.
Karena deret konvergen mutlakuntuk x = 4 dan x = 6, maka interval
konvergensi untuk deret yang diberikan adalah [4 , 6]. Jari – jari konvergensi
R = 1.
Operasi pada deret kuasa adalah :
Jika dan adalah dua deret kuasa yang konvergen
dalam
(
∑
∞=
− 0
0
n
n n x x
b
)
∑
(
)
∞ =
− 0
0
n
n n x x c
R x
deret kuasa
∑
(
, maka untuk setiap x dalam selang kekonvergenan ∞ = − 0 0 n n n x xb
)
R x
x− 0 < , barisan jumlah parsial
{ }
sn konvergen dan menentukan sebuahfungsi f(x) =
∑
(
untuk ∞ = − 0 0 n n n x xb
)
x−x0 <R, makaa. Penjumlahan suku demi suku suatu deret kuasa
(
)
n n x x b∑
∞ = + − 0 0(
)
(
)
n n n n x x c∑
∞ = − 0 0 =(
)
(
)
(
)
(
)
} } 3 0 3 2 0 2 3 0 3 2 0 2 K K + − + − + + + − + − + x x c x x c x x b x x b(
)
{ { 0 1 0 0 1 0 − + − + x x c c x x b b =(
)
(
)
(
)
} ) ( ) 3 2 0 2 2 0 1 K + + − + + −+c x x b c x x
) ( ( ) {( 3 3 1 0 0 − + + + x x c b b c b
(
)
n n n c b∑
∞ = + 0(
)
n n x x b∑
∞ = − − 0 0(
)
0 =(
n x x− 0)
b. Pengurangan suku demi suku suatu deret kuasa
(
)
n n n n x x c∑
∞ = − 0 0 =(
)
(
)
(
)
(
)
} } 3 0 3 2 0 2 3 0 3 2 0 2 K K + − + − + − + − + − + x x c x x c x x b x x b(
)
{ { 0 1 0 0 1 0 − + − + x x c c x x b b =(
)
(
)
(
)
} ) ( ) 3 0 2 0 2 2 0 1 K + + − − + −−c x x b c x x
c. Perkalian suku demi suku suatu deret kuasa
(
∑
∞(
)
= − 0 0 n n n x xb
) (
∑
(
)
∞ = − 0 0 n n n x x
c
)
=(
)
(
)
(
)
(
)
(
....)
.... 2 0 2 0 1 0 2 0 2 0 1 0 + − + − + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − + − + x x c x x c c x x b x x b b= b0c0 +
(
b0c1+b1c0)(
x−x0) (
+ b0c2 +b1c1+b2c0)(
x−x0)
2 +....=
∑
{
∑
}(
= − ∞ = − n k n k n k n x x c b 0 0 0)
d. Pendiferensialan suku demi suku suatu deret kuasa
( )
(
)
0 1(
0)
2(
0)
2 ...(
0)
....0
0 = + − + − + + − +
− =
∑
∞ = n n n nn x x b b x x b x x b x x
b x
f
( )
1 2 2(
0)
3 3(
0)
2 ...(
0)
1 ....' = + − + − + + − n− +
n x x nb x x b x x b b x f =
∑
(
−)
= ∞ = − 1 1 0 n n n x xnb
∑
(
) (
)
∞ = − + 0 0 1 n n n x x b n
e. Pengintegralan suku demi suku suatu deret
kuasa
( )
x dx{
b b(
x x)
b(
x x)
b(
x x)
f ... n 0 n ....
2 0 2 0 1
0 + − + − + + − +
=
∫
∫
(
)
}
dx=
(
)
(
)
(
x x)
Cn b x x b x x b x x
b n − n + +
+ + − + − + − − ... 1 ... 3 2 1 0 3 0 2 2 0 1 0 0
=
(
x x)
C nb
n
n
n − +
+
∑
∞ = + 1 1 0 1Andaikan kita bermaksud mendekati nilai fungsi f di x0dengan polinomial
( )
(
)
(
)
(
)
nn x x a x x a x x a a x
pada suatu interval yang berpusat di x=x0, maka nilai P(x) dan n turunan
pertamanya bersesuaian dengan nilai – nilai f(x) dan n turunan pertamanya
pada x= x0.
Karena
( )
(
)
(
)
(
)
nn x x a x
x a x x a a x
P = 0 + 1 − 0 + 2 − 0 2 +...+ − 0
( )
(
)
(
)
(
)
10 2
0 3 0 2 1 '
... 3
2 − + − + + − −
+
= n
n x x na x
x a x x a a x P
( )
(
)
(
) (
)
20 0
3 2 ''
1 ...
6
2 + − + + − − −
= n
n x x a n n x
x a a x P
( )
(
)(
) (
)
30 3
'' '
2 1 ...
6 + + − − − −
= n
n x x a n n n a
x P
M
( )
( ) (
)(
)
n n
a n
n n x
P = −1 −2....
pada x= x0 diperoleh
( )
x0 a0P =
( )
0 1'
a x
P =
( )
0 2 2''
! 2 2a a x
P = =
( )
0 3 3 '''
! 3 6a a x
P = =
M
( )
( )
n n
a n x P 0 = !
Karena nilai dari P(x) dan n derivatif pertama yang bersesuaian dengan
nilai – nilai f(x) dan derivatif pertama pada x=x0diperoleh
( )
x0 a0( )
0 1 'a x
f =
( )
x0 2!a2 f ′′ =( )
x0 3!a3f ′′′ =
M
(7)
( )
( )
n n
a n x f 0 = !
Substitusikan ini ke dalam (6) diperoleh polinomial yang disebut
polinomial Taylor ke – n di sekitar x= x0untuk f.
Definisi 2.2.1
Jika f(x) berturunan n kali pada , maka didefinisikan polinomial
Taylor ke- n di sekitar
0
x
0
x
x= adalah
( )
( )
( )(
)
( ) (
)
( )( )(
)
nn
n x x
n x f x
x x f x x x f x f x
P 0 0 0 0 0 2 0 0
! ...
!
2 − + + −
′′ + − ′
+ =
(8)
Definisi 2.2.2
Jika f(x) berturunan pada semua tingkat di sekitar , maka
deret Taylor untuk fungsi f(x) di sekitar
0
x x=
0
x
x= didefinisikan
( )
=∑
∞ ( )( )(
−)
==
n n
n
x x n
x f x
f 0 0
0 !
( )
x0 + f′( )(
x0 x−x0)
+f
( ) (
)
( )( )(
)
.... !... !
2 0
0 2
0
0 − + + − +
′′ n
n
x x n
x f x
x x
2.3 Persamaan Diferensial Linear Homogen
orde
dua
dengan koefisien berubah
2.3.1 Titik Biasa dan Titik Singular
Suatu persamaan diferensial homogen orde dua dengan koefisien berubah
mempunyai bentuk umum
( )
" 1( )
' 0( )
02 x y +a x y +a x y=
a (10)
dengan a2
( )
x ≠0atau dalam bentuk normal
( )
'( )
0" + + =
y x Q y x P
y (11)
dengan
( )
( )
( )
x a
x a x P
2 1
= dan
( )
( )
( )
x a
x a x Q
2 0
=
Pada bagian ini akan ditentukan penyelesaian persamaan diferensial
dengan menggunakan metode deret kuasa dari ( x – ), dimana suatu
bilangan riil. Sebuah titik dapat merupakan titik biasa atau titik
singular, menurut definisi berikut:
0
x x0
0
x
Definisi 2. 3. 1
Sebuah titik disebut titik biasa dari persamaan diferensial (10)
jika kedua fungsi
0
x
( )
( )
x ax a
2
1 dan
( )
( )
x ax a
2 0
analitik pada titik . Jika paling sedikit satu fungsi dari (12) tidak
analitik pada titik , maka disebut sebuah titik singular dari
persamaan diferensial (10)
0
x
0
x x0
Definisi 2. 3. 2
Sebuah titik disebut titik singular yang regular dari persamaan
diferensial (10) jika titik ini adalah sebuah titik singular dari kedua
fungsi
0
x
(
) ( )
( )
(
)
( )
( )
x ax a x x dan x a
x a x x
2 0 2 0 2
1
0 −
− (13)
analitik pada titik . Jika paling sedikit satu fungsi dalam (13)
tidak analitik pada titik , maka disebut titik singular tak
regular dari persamaan diferensial (10)
0
x
0
x x0
Contoh 2. 3. 1
Carilah titik – titik biasa, titik – titik singular yang regular, titik –
titik singular tak regular dari persamaan diferensial
(
x4 −x2)
y'' +(
2x+1)
y' +x2(
x+1)
y=0 (14)Penyelesaian
( )
4 22 x x x
Dengan demikian
( )
( )
(
1)(
1)
1 2 1 2 2 2 4 2 1 + − + = − + = x x x x x x x x a x a (15)
( )
( )
(
)
(
(
)(
)
)
11 1 1 1 1 2 2 2 4 2 2 0 − = − + + = − + = x x x x x x x x x x x a x a
Dari (15) semua bilangan riil merupakan titik biasa, kecuali titik 0, 1, -1.
Jadi, titik 0, 1, -1 adalah titik singular dari persamaan diferensial (14).
Berdasarkan definisi 2.3.2
Untuk x0 = 0, kedua fungsi dalam (13) menjadi
(
)
(
)(
)
(
1)(
1)
1 2 1 1 1 2 1 2 2 2 4 + − + = + − + = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + x x x x x x x x x x x x x dan
(
)
(
)
(
)(
)
1 1 1 1 1 2 2 4 2 4 2 2 − = + − + = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + x x x x x x x x x x x xFungsi di atas tidak analitik pada x = 0, jadi dapat disimpulkan bahwa titik
= 0 adalah sebuah titik singular tak regular untuk persamaan diferensial
(14).
0
x
Untuk x0 = 1, kedua fungsi dalam (13) menjadi
(
)
(
(
)(
)(
)
)
(
1)
1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 2 2 2 4 + + = + − + − = − + − x x x x x x x x x x x x
dan
(
)
(
)
(
) (
(
)(
)
)
1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 4 2 2 − = + − + − = − + − x x x x x x x x x x x xKarena kedua fungsi ini analitik pada x = 1, maka titik = 1 adalah
sebuah titik singular yang regular untuk persamaan diferensial (14)
0
x
(
)
(
(
)(
)(
)
)
(
1)
1 2
1 1
1 2 1 1
2 1
2 2 2 4
− + =
+ −
+ +
= −
+ +
x x
x
x x x
x x
x x
x x
dan
(
)
(
)
(
(
) (
)(
)
)
(
)
1 1
1 1
1 1
1 1
2 2
2 2
2 4 2 2
− + =
+ −
+ +
= −
+ +
x x
x x x
x x
x x x
x x x
Karena kedua fungsi analitik pada x = -1 ( penyebut tidak nol pada x = -1),
maka titik = -1 adalah sebuah titik singular yang regular dari
persamaan diferensial itu.
0
x
2.4 Deret kuasa sebagai penyelesaian di sekitar titik biasa
Dalam bagian ini ditunjukkan penyelesaian sebarang persamaan diferensial
linear homogen orde dua dengan koefisien berubah yang berbentuk :
( )
'' 1( )
' 0( )
02 x y +a x y +a x y =
a (10)
dengan a2
( )
x ≠0dalam suatu selang yang memuat titik biasa . Titik digunakan untuk
mencari penyelesaian persamaan diferensial (10) yang memenuhi syarat awal
berbentuk
0
x x0
( )
x0 y0y = (16)
dan
( )
0 1' x y
y = (17)
Dapat diingat kembali bahwa jika koefisien – koefisien
( )
x a( )
x dana xa2 , 1 , 0
0
x
( )
berbentuk polinom – polinom dalam x, maka sebuahKarena adalah titik biasa dari persamaan diferensial (10) maka fungsi –
fungsi
0
x
( )
( )
x a a2
1 x dan
( )
( )
x ax a
2
0 dapat dinyatakan menjadi deret kuasa dalam bentuk
( )
( )
x x a a2
1 =
∑
(
)
untuk∞ =
− 0
0
n
n n x x
A x−x0 <R1 (18)
dan
( )
( )
x x a a2
0 =
∑
(
)
untuk∞ =
− 0
0
n
n n x x
B x−x0 <R2 (19)
dengan jari – jari kekonvergenan R1 dan R2 yang positif.
Contoh 2.4.1
Selesaikan persamaan berikut dengan menggunakan deret persamaan
diferensial
(
1−x)
y''− y'+xy =0Penyelesaian
Diketahui persamaan
(
1−x)
y ''− y'+ xy=0. (20)Maka bentuk normalnya
(
)
(
)
0 1' 1
1
'' =
− + −
− y
x x y x
y , sehingga
( )
(
)
x xP
− dan
( ) ( )
x x xQ
− =
1
−
1
= 1
Fungsi
( )
(
x)
x− − =
1 1
)
P analitik untuk semua x kecuali pada titik x=1
Fungsi
( ) (
x x x
Q analitik untuk semua x kecuali pada titik x=1
− =
Kedua fungsi P
( )
x dan Q( )
x analitik untuk semua x kecuali di titik x=1.Jadi, semua titik selain x=1 adalah titik biasa dan titik adalah titik
singular dari persamaan diferensial yang diketahui.
1
=
x
Karena dari soal tersebut diketahui syarat awal diberikan pada titik ,
maka akan ditentukan penyelesaian deret di sekitar titik biasa dengan
penyelesaian 0 = x 0 = x
( )
∑
∞(
)
∑
(
)
∑
= ∞ = ∞ = = − = − = 0 0 0 0n n n
n n n
n n
n x x a x a x
a x
y
0
Dengan mendiferensialkan suku demi suku diperoleh
( )
∑
∞ = − = 1 1 ' n n nx na xy =
∑
(
)
dan∞ = + + 0 1 1 n n n x a n =
( )
∑
∞(
)
= − − = 2 2 1 '' n n nx a n n xy
∑
(
)(
)
∞ = + + + 0 2 2 1 n n n x a n n
Jika disubstitusikan ke dalam persamaan (20), maka diperoleh
(
) (
∑
)(
)
∑
(
)
∑
∞ = + ∞ = ∞ = + = + + − + + − 0 1 0 02 1 0
2 1 1 n n n n n n n n
n x n a x x a x
a n n x
(
)(
)
∑
(
)
(
)
∑
(
)
∑
+ ∞ = + + ∞ = ∞ = + + − + + − + + 1 0 1 2 0 02 2 1 1
2 1 n n n n n n n
n x n n a x n a
a n n
∑
∞ = + = + 0 1 0 n n n n x a x(
)(
)
(
)
(
)
∑
∑
∑
∑
∞ = − + ∞ = + ∞ = ∞ = + = + + − − + − + + + 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 0 1 1 2 1 2 n n n n n n n n n n n n x a x a n a x a n n x a n n a(
1)(
2)
[
(
1) (
1)
]
} 0 {2 1 1
1
2 1
2 − + + + + − + − + + + − =
∞ = +
∑
n n n nn n n n a a x
a n n a
(
1)(
2)
(
1)(
1)
} 0 {2 1 1
1
2 1
2 − + + + + − − + + + − =
∞
= +
∑
nn n n
n n n a a x
a n n a
a
Maka relasi berulangnya adalah
(
n+1)(
n+2)
an+2 +(
−n−1)(
n+1)
an+1 +an−1 =0
(
n+1)(
n+2)
an+2 =−(
−n−1)(
n+1)
an+1 −an−1
(
(
)
)(
)
2 1
12 1 1
2
+ +
− +
−
= + − +
n n
a a n
a n n
n
dengan n =0, 1, 2, ...
Dari syarat awal diperoleh a0 =1dan a1 =1, diperoleh
! 2 1 1 . 2
1
2 = =
a a
! 3 1 ! 3
1 2 2
. 3
4 2 0
3 =
− = − = a a
a
M
! 1
n an =
Diperoleh penyelesaian deretnya adalah
( )
∑
∞∑
=
∞ =
= =
0 0 !
1
n n
n n
n x
n x
a x
y
Selanjutnya akan dibahas metode penyelesaian di sekitar titik singular. Untuk
dapat mendapatkan penyelesaian di sekitar titik singular dari persamaan (10),
2.5 Deret kuasa sebagai penyelesaian di sekitar titik singular
regular
Dari definisi 2.3.2, dapat diuraikan deret kuasa berbentuk
(
) ( )
( )
∑
∞(
=− =
−
0
0 2
1 0
n
n n x x A x
a x a x
x
)
untuk x−x0 〈R1 (21)(
)
( )
( )
∑
∞(
=− =
−
0
0 2
0 2 0
n
n n x x B x
a x a x
x
)
untuk x−x0 〈 R2 (22)dengan jari – jari kekonvergenan dan . Karena titik merupakan
titik singular dari persamaan diferensial (10), maka penyelesaian
persamaan diferensial tersebut tak terdefinisi pada , tetapi pesamaan
diferensial (10) mempunyai dua penyelesaian bebas linear dalam selang
tanpa titik pusat 0 <
1
R R2 x0
0
x
R x
x− 0 < , dimana R adalah nilai terkecil dari
dan .
1
R
2
R
Contoh 2. 5.1
Tentukan titik singular regular dari persamaan diferensial
(
)
' 0''
2x2y + x−x2 y − y=
Penyelesaian:
Diketahui persamaan 2x2y ''+
(
x−x2)
y'− y=0Maka bentuk normalnya 0 2
1 ' 2
''
2 2
2
= −