BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Laporan Keuangan
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No.64 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1998 Tentang Informasi Keuangan Tahunan
Perusahaan bahwa yang dimaksud dengan Laporan Keuangan adalah meliputi
Neraca, Laporan laba-rugi, Laporan perusahaan ekuitas, Laporan arus kas, dan
Catatan atas laporan keuangan yang mengungkapkan utang piutang termasuk kredit
bank dan daftar penyertaan modal. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari
aktivitas akuntansi. Laporan ini mengiktisarkan data transaksi dalam bentuk yang
berguna bagi pengambilan keputusan. Laporan keuangan adalah catatan informasi
keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk
menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan yang diterbitkan
oleh perusahaan merupakan hasil proses akuntansi yang dimaksudkan sebagai sarana
mengkomunikasikan informasi keuangan terutama kepada pihak eksternal.
Menurut Munawir (2004:2) pengertian laporan keuangan adalah “hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara data keuangan
atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan data atau
Menurut Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 1 (IAI:2004:04) ditegaskan bahwa “laporan keuangan merupakan laporan periodik yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum tentang status keuangan dari individu, asosiasi atau organisasi bisnis yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.”
Sedangkan menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7 (Revisi 2009) mengemukakan
bahwa “Laporan Keuangan adalah suatu penyajian tersrtuktur dari posisi keuangan
dan kinerja keuangan suatu entitas”. Dari uaraian diatas peneliti menyimpulkan
bahwa Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari neraca, laporan laba rugi dan
laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan lain serta materi
penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
2.2. Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia bahwa tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan. Laporan keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan
perusahaan saat ini dan untuk memperkirakan hasil operasi serta arus kas di masa
depan. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan memenuhi kebutuhan
pengguna/pemakai. Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang
dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena secara umum
menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan
2.3. Jenis – Jenis Laporan Keuangan
2.3.1.Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan kondisi
keuangan suatu perusahaan pada tanggal tertentu. Daftar aset, kewajiban,
dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu, biasanya pada akhir bulan atau
akhir tahun. Bagian aset dalam neraca biasanya disusun berdasarkan
urutan cepat lambatnya aset tersebut dikonversikan menjadi kas atau
digunakan dalam operasi. Pada bagian kewajiban, utang usaha merupakan
satu-satunya kewajiban. Jika terdapat satu atau lebih jenis kewajiban,
maka setiap kewajiban harus disajikan dan jumlah seluruh kewajiban.
Neraca menyajikan akun riil yaitu aset, kewajiban, dan modal.
2.3.2.Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi adalah laporan yang menunjukkan kemampuan
perusahaan atau entitas bisnis dalam menghasilkan keuntungan selama
suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi terdapat unsur akun
nominal, yakni akun pendapatan dan akun beban. Dengan laporan laba
rugi dapat diketahui sejauh mana perkembangan perusahaan, apakah
mengalami kemajuan dalam artian mendapat laba atau kerugian. Hasil
akhir dari suatu laporan laba rugi adalah keuntungan bersih atau kerugian.
akhir tersebut menjadi laba ditahan. Bentuk-bentuk laporan laba rugi
adalah berentuk tunggal dan ganda.
2.3.3.Laporan Perubahan Ekuitas/Laporan Laba Ditahan
Laporan perubahan ekuitas adalah laporan yang menggambarkan
perubahan ekuitas suatu perusahaan dalam satu periode tertentu. Laporan
laba ditahan adalah laporan menggambarkan perubahan posisi laba
ditahan suatu perusahaan selama periode tertentu.
2.3.4.Laporan Arus Kas
Menurut Harahap (2002:93) mengemukakan bahwa :
Laporan arus kas dinilai banyak memberikan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dan likuiditas di masa yang akan datang. Laporan arus kas ini memberikan informasi yang relevan tentang penerimaan dan pengeluaran kas dari suatu perusahaan pada suatu periode tertentu, dengan mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada kegiatan operasi, pembiayaan dan investasi.
2.4. Pengertian dan Jenis Rasio Keuangan
Menurut Home, bahwa “Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kondisi kesehatan perusahaan yang bersangkutan.”
Jenis-jenis rasio keuangan menurut Weston adalah “Rasio Profitabilitas/
Rentabilitas.” Rasio Profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang
ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari penjualan atau dari pendapatan investasi.
Rasio keuangan digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Rasio profitabilitas atau rasio rentabilitas
dibagi dua yaitu sebagai berikut :
a. Rentabilitas ekonomi, yaitu dengan membandingkan usaha dengan seluruh
modal (modal sendiri dan asing).
b. Rentabilitas usaha (sendiri), yaitu dengan membandingkan laba yang disedikan
untuk pemilik dengan modal sendiri. Rentabilitas tinggi lebih penting dari
keuntungan yang besar.
c. Rasio Likuiditas. Rasio Likuiditas atau sering disebut juga rasio modal kerja
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu
perusahaan. Caranya adalah dengan membandingkan seluruh komponen yang
ada di aktiva lancar dengan komponen di passiva lancar (utang jangka pendek).
Rasio Likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek (Fred Weston). Fungsi
lain rasio likuiditas adalah untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo, baik kewajiban
kepada pihak luar perusahaan (likuiditas badan usaha) maupun di dalam
perusahaan (likuiditas perusahaan). Rasio ini antara lain Rasio Kas (cash ratio),
d. Rasio Pengungkit/Leverage/Solvabilitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur
tingkat pengelolaan sumber dana perusahaan. Beberapa rasio ini antara lain
Rasio Total Hutang terhadap Modal Sendiri, Total Hutang terhadap Total Asset,
TIE (Time Interest Earned).
e. Rasio Aktivitas. Rasio Aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan (penjualan,
persediaan, penagihan piutang, dan lainnya). Rasio yang menggambarkan
aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam
kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya.
Ada dua penilaian rasio aktivitas yaitu:
1) Rasio Nilai Pasar. Rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap Nilai
Buku perusahaan. Rasio ini antara lain : PER (Price Earning
Ratio), Devidend Yield, Devideng Payout Ratio, PBV (Price to Book Value).
2) Rasio Efisiensi/Perputaran. Rasio perputaran digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam mengelola asset-assetnya sehingga
memberikan aliran kas masuk bagi perusahaan. Rasio ini antara lain Rasio
Perputaran Persediaan, Perputaran Aktiva Tetap, dan Total Asset Turnover.
f. Rasio Penilaian. Rasio penilaian (valuation ratio), yaitu rasio yang memberikan
ukuran kemampuan manajemen menciptakan nilai pasar usahanya atas biaya
investasi seperti Rasio harga saham terhadap pendapatan dan Rasio nilai pasar
g. Rasio Pertumbuhan. Rasio pertumbuhan (growth ratio) merupakan rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi
ekonominya ditengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Dalam
rasio pertumbuhan yang dianalisis adalah pertumbuhan penjualan, laba bersih,
pendapatan per saham dan dividen per saham.
Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada
dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya.
Hasil rasio keuangan ini digunakan untuk menilai kinerja keuangan dalam suatu
periode apakah mencapai target seperti yang telah ditetapkan. Kemudian dapat dinilai
kemampuan manajemen dalam memberdayakan sumber daya perusahaan secara
efektif. Dari pencapaian (performance) kinerja keuangan dapat dijadikan sebagai alat
evaluasi perbaikan yang perlu dilakukan ke depan untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan target perusahaan.
Rasio keuangan digunakan sebagai alat atau parameter dalam mengevaluasi
atau menganalisis data laporan keuangan yang telah ada sebagai dasar penilaian.
Analisis rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai segala risiko dan peluang pada
masa yang akan datang. Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam
laporan keuangan yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan
kesimpulan atau proyeksi baik buruknya tingkat kesehatan suatu perusahaan. Analisis
rasio keuangan yang menghubungkan pos-pos neraca dan perhitungan laba rugi dari
trend/perkembangan dengan periode sebelumnya, termasuk membandingkan dengan
perusahaan yang sama (per group).
2.5. Rasio Keuangan Bank Umum
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004 pada pasal 3 tantang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tanggal 25 Oktober 2011
tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum bahwa Tingkat kesehatan Bank
mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS sebagai berikut : Permodalan
(Capital), Kualitas Asset (Asset Quality), Manajemen (Management), Rentabilitas
(Earning), Likuiditas (Liquidity) dan Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to
market risk).
Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif
dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas
materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor
lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Penilaian
tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang
terdiri:
a. Capital, dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen antara lain
Kecukupan pmenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM),
permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan
permodalan.
b. Asset Quality (Kualitas Aset), dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen antara lain Aktiva Produktif yang diklasifikasikan dibanding dengan
total aktiva produktif, Perkembangan aktiva produktif bermasalah dibanding
dengan aktiva produktif, kinerja penanganan aktiva produktif dan tingkat
kecukupan pembentukan PPAP.
c. Management, dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen
antara lain manajemen umum, penerapan sisitim manajemen risiko dan
kepatuhan bank terhadap ketentuan berlaku.
d. Earning (Rentabilitas), dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen antara lain ROA, ROE, NIM, BOPO, Perkembaangan Laba
Operasional dan penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan
biaya.
e. Liquidity (Likuiditas), dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen antara lain Aktiva Likuid kurang dari 1 bulan dibanding dengan
passiva likuid kurang dari 1 bulan dan LDR.
f. Sensitivity to Market Risk (sensitivitas terhadap risiko pasar).
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP tanggal 25
Oktober 2011 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank umum secara
dari hasil penilaian tingkat kesehatan Bank. Penetapan penilaian tingkat kesehatan
Bank digolongkan menjadi 5 peringkat komposit yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.1
Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
Peringkat
Komposit Keterangan
PK 1 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut tidak signifikan.
PK 2 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum cukup baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut
kurang signifikan.
PK 3 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil risiko rentabilitas, dan permodalan yang secara umum sangat baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut
cukup signifikan dan apabila tidak berhasil diatasi dengan baik oleh manajemen dapat mengganggu kelangsungan usaha Bank.
PK 4 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum kurang sehat sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil risiko rentabilitas, dan permodalan yang secara umum kurang baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum signifikan dan apabila tidak berhasil diatasi dengan baik oleh manajemen dapat mengganggu kelangsungan usaha Bank.
PK 5
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum hasil self assesment (oleh Bank
sendiri) adalah Tingkat Kesehatan Bank secara komprehensive (konsolidasi),
mencakup seluruh faktor-faktor CAMELS Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 pada pasal 3. Apabila hasil penilaian tingkat
kesehatan Bank menunjukkan peringkat 4 (kurang sehat) atau peringkat 5 (tidak
sehat) maka Bank harus mempersiapkan action plan yang memuat langkah perbaikan
untuk kemudian dievaluasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Mengacu kepada Ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur penilaian tingkat kesehatan Bank, maka Bank
menyusun matriks perhitungan/anilisis komponen faktor CAMELS untuk
komponen-komponen permodalan, komponen-komponen kualitas aset, komponen-komponen manajemen, komponen-komponen
rentabilitas, komponen Likuiditas dan komponen sensitivitas terhadap risiko pasar,
yaitu :
a. Permodalan (Capital). Penilaian terhadap komponen ini antara lain adalah
“Kecukupan Pemenuhan Kewajiban Modal Minimum (KPMM)” dengan
formula dan indikator pendukung atau Rasio :
KPMM / CAR = 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙
𝐴𝑇𝑀𝑅× 100%
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tanggal 13 Desember
2001 bahwa :
memperhitungkan risiko kredit (credit risk) dan risiko pasar (market risk) dalam pemenuhan kewajiban penyediaan modal minimum sebesar 8%. Tinggi rendahnya CAR suatu bank akan dipengaruhi oleh besarnya modal sendiri yang dimiliki bank (modal inti, modal pelengkap dan penyertaan) dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) risiko kredit dan risiko pasar yang dikelola oleh bank tersebut.
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Faktor Permodalan Sesuai Lampiran 1.4
SE Bank Indonesia No.13/24/DPNP/2011 tanggal 25 Oktober 2011 dapat dilihat pada
Lampiran 1.
b. Kualitas aset (asset quality). Penilaian terhadap komponen ini antara lain
adalah:
b.1 Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva
produktif, dengan formula dan indikator pendukung (Rasio) :
Kolektibilitas Pinjaman = 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑘𝑙𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡
Aktiva Produktif yang diklasifikasikan adalah aktiva produktif, baik yang sudah
maupun yang akan mengandung potensi tidak memberikan pengahsilan yang
besarnya ditetapkan sebagai berikut :
1) 25 % dari kredit yang tergolong kategori Dalam Perhatian Khusus.
2) 50 % dari kredit yang tergolong kategori Kurang Lancar.
3) 75 % dari kredit yang tergolong kategori Diragukan.
b.2 Perkembangan Aktiva Produktif Bermasalah/Non Performing Loan
dibanding dengan aktiva produktif, dengan formula dan indikator pendukung
atau rasio :
Kolektibilitas Aktiva Produktif = 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓
Aktiva produktif bermasalah (Non Performing Loan) adalah aktiva produktif
dengan kualitas Lancar, Diragukan dan Macet. Ukuran NPL terbaik ditetapkan adalah
bila berada dibawah 5% dan bila berada diatas 5% dianggap buruk.
c. Manajemen (management). Penilaian terhadap komponen-komponen ini antara
lain adalah mencakup :
1) Kualitas manajemen umum dan penerapan manajemen risiko.
2) Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada
Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
3) Kepatuhan Bank, seperti Batas Maksimum Pemberian Kredit
d. Rentabilitas. Penilaian terhadap komponen-komponen ini antara lain adalah
mencakup rasio :
a) ROA (Return on Asset) dengan formula dan indikator pendukung atau rasio:
ROA = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠× 100%
b) ROE (Return on Equity) dengan formula dan indikator pendukung atau
rasio:
ROE = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
c) NIM (Net Interest Margin), dengan formula dan indikator pendukung atau
rasio :
NIM = 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 × 100%
d) CER (Cost Effisiensi Ratio), dengan formula dan indikaor pendukung atau
rasio :
CER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑙𝑢𝑎𝑟 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎
𝑃𝑒𝑛𝑑.𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ+𝑃𝑒𝑛𝑑.𝐿𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎× 100%
e) BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional), dengan formula dan
indikator pendukung atau rasio :
BOPO = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙× 100%
f) Perkembangan laba operasional, dengan formula dan indikator pendukung
atau rasio :
Perkembangan Laba Operasional = Pendapatan Operasional– Biaya Operasional
Matriks Parameter/Indikator Penilaian Faktor Rentabilitas Sesuai Lampiran 1.3
SE Bank Indonesia No.13/24/DPNP/2011 tanggal 25 Oktober 2011 dapat dilihat pada
Lampiran 2.
e. Likuiditas. Penilaian terhadap komponen-komponen ini adalah antara lain
mencakup :
1) Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan formula dan indikator pendukung atau
LDR = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛
𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎 × 100%
Berdasarkan Pasal 11, Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013
tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi
Bank Umum Konvensional bahwa besaran dan parameter yang digunakan dalam
perhitungan GWM LDR dalam rupiah ditetapkan sebesar 78 % untuk batasan bawah
LDR target dan 92 % untuk batasan atas target.
2) Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang
dari 1 bulan, proyeksi cash flow dan konsentrasi pendanaan. Pedoman
Perhitungan Rasio Keuangan Sesuai Lampiran 14 SE Bank Indonesia
No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 dapat dilihat pada Lampiran 3.
2.6. Kualitas Aktiva Produktif
Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan No. 31 tanggal 31 Maret 2000, paragraf 24 menegaskan bahwa : Kredit Non Performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan/atau bunganya telah lewat 90 hari atau lebih atau pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Kredit non performing terdiri atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang lancar, diragukan dan macet.
Penilaian Kualitas Aktiva Produktif berpedoman kepada :
A. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tanggal 29 Januari 2009
tentang perubahan ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005,
tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
B. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/33/DPNP tanggal 08 Desember 2009
tanggal 27 Januari 2009 tentang Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia, dan
C. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/33/DPNP tanggal 08
Desember 2009 tentang Penyesuaian Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia
(PAPI) 2008 dapat dilihat pada lampiran 4.
Mengacu pada Peraturan Bank Indonesia diatas Kualitas Kredit ditetapkan
berdasarkan faktor penilaian sebagai berikut :
a. Prospek Usaha, yang meliputi penilaian terhadap komponen-komponen potensi
petumbuhan usaha, kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan, kualitas
manajemen dan permasalahan tenaga kerja, dukungan dari grup atau afiliasi dan
upaya yang dilakukan oleh debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup.
b. Kinerja (performance), yang meliputi penilaian terhadap komponen perolehan
laba, struktur permodalan, arus kas dan sensitivitas terhadap risiko pasar.
c. Kemampuan membayar, yang meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen keketapan pembayaran pokok dan bunga, ketersediaan dan
keakuratan informasi keuangan debitur, kelengkapan dokumentasi kredit,
kepatuhan terhadap perjanjian kredit, kesesuaian penggunaan dana dan
kewajaran sumber pembayaran kewajiban.
1) Kriteria dari masing-masing komponen sebagaimana dimaksud point A
2) Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan mempertimbangkan materialitas
dan signifikansi dari faktor penilaian, komponen dan relevansi dari faktor
penilaian dan komponen tersebut terhadap karakteristik debitur yang
bersangkutan.
Selanjutnya berdasarkan penilaian pada angka 1) dan 2) diatas Kualitas kredit
yang diklasifikasikan kedalam kategori Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang
Lancar, Diragukan dan Macet memiliki kriteria :
a. Lancar (pass) apabila memenuhi kriteria,
1) Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak terdapat
tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.
2) Hubungan debitur dengan Bank baik dan debitur selalu menyampaikan
informasi keuangan secara teratur dan akurat.
3) Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat.
b. Dalam Perhatian Khusus (special mention) apabila memenuhi kriteria.
1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai 90 hari.
2) Jarang mengalami cerukan.
3) Hubungan debitur dengan Bank baik dan debitur selalu menyampaikan
informasi keuangan secara teratur dan akurat.
4) Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat.
5) Pelanggaran perjanjian kredit tidak prinsipil.
1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 90 hari sampai 120 hari.
2) Terdapat cerukan yang berulangkali, khususnya untuk menutupi kerugian
operasional dan kekurangan arus kas.
3) Hubungan debitur dengan Bank memburuk dan informasi keuangan tidak
dapat dipercaya.
4) Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan lemah.
5) Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit
6) Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.
d. Diragukan (doubtful) apabila memenuhi kriteria
1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 120 hari sampai dengan 180 hari.
2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian
operasional dan kekurangan arus kas.
3) Hubungan debitur dengan Bank semakin memburuk dan informasi keuangan
tidak tersedia dan tidak dapat dipercaya.
4) Dokumen kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan yang lemah.
5) Pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian
kredit.
e. Macet (loss) apabila memenuhi kriteria,
1) Terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari.
Pendapatan dari rekening kredit dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan
Macet hanya boleh diakui apabila telah diterima secara tunai. Pendapatan dari
rekening kredit dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet yang telah
diakui secara akrual harus dikoreksi apabila kualitas kredit menjadi Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet.
2.7. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)
Pembentukan CKPN atas Kredit secara kolektif dilakukan dengan mengacu
pada pembentukan cadangan umum dan cadangan khusus sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yaitu
sebagai berikut :
a. 1 %, berupa cadangan umum atas Kredit yang memenuhi kualitas Lancar,
kecuali untuk agunan yang dijamin dengan agunan tunai sesuai ketentuan Bank
Indonesia.
b. 5 %, berupa cadangan khusus atas Kredit yang memenuhi kualitas Dalam
Perhatian Khusus setelah dikurangi nilai agunan sesuai ketentuan Bank
Indonesia.
c. 15 %, berupa cadangan khusus atas Kredit yang memenuhi kualitas Kurang
Lancar setelah dikurangi nilai agunan sesuai ketentuan Bank Indonesia.
d. 50 %, berupa cadangan khusus atas Kredit yang memenuhi kualitas Diragukan
setelah dikurangi nilai agunan sesuai ketentuan Bank Indonesia.
e. 100 %, berupa cadangan khusus atas Kredit yang memenuhi kualitas Macet
f. Cadangan Khusus pada poin b. Sampai poin e. diatas untuk Aktiva Non
Produktif yang terdiri dari Agunan Yang Diambil Alih (AYDA), Properti
Terbengkalai, Rekening Antar Kantor (RAK) dan Suspense Account.
Perhitungan penyisihan penghapusan aktiva (PPAP) atau CKPN dapat dilihat
pada lampiran 5.
Mengacu pada PAPI (Revisi 2008) dan Surat Edaran Bank Indonesia
No.11/33/DPNP tanggal 8 Desember 2009 bahwa pembentukan CKPN dengan
menggunakan pola pembentukan PPAP hanya dapat dilakukan sampai Bank telah
memiliki data kerugian historis yang memadai unutk menentukan besarnya
penurunan nilai kredit secara kolektif atau selambta-lambatnya pada akhir bulan
Desember 2011. Penerapan estimasi penurunan nilai kredit secara Kolektif dan secara
Individual atas dasar probability of default dan kerugian historis mengacu pada
pembentukan cadangan umum dan cadangan khusus sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
Jumlah Cadangan Penghapusan Aktiva/CKPN wajib dibentuk oleh Bank
minimal sebesar 105 % dari yang seharusnya dibentuk dan apabila lebih kecil maka
kekurangannya wajib diperhitungkan sebagai pengurang modal inti dalam
2.8. Peneliti Terdahulu
Dibawah ini terdapat lima hasil penelitian terdahulu, yaitu :
a. Hastini (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Laporan Keuangan
Pada PT. Bank SUMUT Medan”. Laporan keuangan yang teliti dari tahun
2004, 2005, dan 2006. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rasio likuiditas (cash ratio dan Giro wajib minimum), rasio produktivitas (ROA,
ROE, NIM, Profit Margin, Produktivitas Aset, Produktivitas Pinjaman, PPAP),
dan rasio efisiensi (TbaTA, COF, OHC, BTKaBO dan BTKaP). Hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa jumlah aktiva yang
diperlukan untuk periode tahun 2004 sampai dengan 2006 cukup besar untuk
membiayai kredit yang diberikan.
Terdapat perbedaan mendasar antara data penelitian terdahulu ini dengan data
peneliti dalam hal antara lain :
1) Peneliti meneliti dan akan mengungkap Rencana Kerja Tahunan tahun buku
2014 dan membandingkannya terhadap realisasi 4 tahun sebelumnya,
sedangkan peneliti terdahulu ini mengevaluasi realisasi (performance) tahun
buku 2006 dengan perbandingan kinerja 2 tahun sebelumnya tanpa
mengungkap data Rencana Kerja Tahunan (target).
2) Peneliti terdahulu ini menggunakan data kinerja keuangan secara
konsolidasi, dapat dilihat dari perbandingan ROE (laba setelah pajak
kecukupan modal minimum Bank (secara ROE dan CAR) mengingat tempat
peneliti adalah pada tingkat kantor Cabang, bukan pada kantor pusat PT.
Bank Sumut.
3) Peneliti akan meneliti standar kriteria peringkat komponen rasio keuangan
berdasarkan ketetapan PT. Bank Sumut mencakup ROA, BOPO, LDR, NIM,
NPL, Kolektibilitas, CER, Perkembangan Kredit, Perkembangan DPK,
Perkembangan Laba/Rugi, Perkembangan Aset, dan membandingkannya
dengan tingkat pencapaian periode 5 tahun.
b. Pratiwi (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Laporan Keuangan
Dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan Pada PT. Bank Sumut Medan”.
Laporan keuangan yang diteliti adalah tahun 2007 dan tahun 2008. Kriteria
kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah CAR, PPAP,
ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR. Hasil dari penelitian bahwa CAR PT. Bank
Sumut Medan pada tahun 2007 dan tahun 2008 dapat dikatakan sangat baik,
meskipun terjadi penurunan sebesar 4,47% dari tahun 2007 ke tahun 2008.
PPAP pada tahun 2007 dan tahun 2008 memasuki kategori sangat baik.. ROA
pada tahun 2007 dan tahun 2008 termasuk dalam kategori sangat baik. ROE
pada tahun 2007 dan tahun 2008 termasuk dalam kategori sangat baik. NIM
pada tahun 2007 dan tahun 2008 termasuk dalam kategori sangat baik. BOPO
pada tahun 2007 dan 2008 termasuk kedalam kategori sangat baik, meskipun
2007 termasuk ke dalam kategori baik, sedangkan pada tahun 2008 termasuk ke
dalam kategori sangat baik.
Dengan peneliti terdahulu ini juga terdapat perbedaan mendasar dengan
penelitian ni dalam hal antara lain :
1) Peneliti meneliti dan akan mengungkap realisasi terhadap Rencana Kerja
Tahunan tahun buku 2014 dan membandingkannya terhadap realisasi 4
tahun sebelumnya, sedangkan peneliti terdahulu ini mengevaluasi realisasi
(performance) tahun buku 2008 dengan perbandingan kinerja 1 tahun
sebelumnya tanpa mengungkap Rencana Kerja Tahunan (target).
2) Peneliti terdahulu ini juga menggunakan data kinerja keuangan secara
konsolidasi, dapat dilihat dari perbandingan ROE (laba setelah pajak
terhadap rata-rata equity/modal inti) sedangkan peneliti tidak meneliti
kecukupan modal minimum Bank (secara ROE dan CAR) mengingat tempat
peneliti adalah pada tingkat kantor Cabang, bukan pada kantor pusat PT.
Bank Sumut.
3) Peneliti akan meneliti standar kriteria peringkat komponen rasio keuangan
(bench mark) berdasarkan ketetapan PT. Bank Sumut mencakup ROA,
BOPO, LDR, NIM, NPL, Kolektibilitas, CER, Perkembangan Kredit,
Perkembangan DPK, dan Perkembangan Laba/Rugi Perkembangan Aset,
dan membandingkannya dengan tingkat pencapaian periode 5 tahun. Sebagai
termasuk kategori “Sangat Baik” dan LDR termasuk kategori “Baik” tanpa
mengungkap kriteria (bench mark) Sangat baik dan baik.
c. Natan, dkk (2010) dengan judul penelitian “Analisis Laporan Keuangan untuk
Menilai Kinerja Keuangan pada PT Astra International Tbk Periode
2007-2009.” Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rasio likuiditas,
Rasio solvabilitas, Rasio aktivitas, dan Rasio profitabilitas. Hasil penelitian
adalah Kondisi kinerja keuangan PT Astra International Tbk serta
perkembangannya selama periode 2007-2009. Berdasarkan analisis laporan
keuangan yang telah teliti maka peneliti dapat disimpulkan bahwa dari keempat
rasio yang digunakan memiliki perkembangan yang cukup signifikan terdapat
pada rasio aktivitas dimana tingkat keefisienan aktivitas perusahaan terbaik
dimiliki pada tahun 2007, sedangkan di tahun berikutnya memiliki Akurat.
d. Inanda (2007) dengan judul penelitian “Analisis Laporan Keuangan Sebagai
Alat Penilaian Kinerja Keuangan Pada PT.Pertamina EP.Area Rantau – Aceh
Tamiang.” Laporan keuangan yang diteliti adalah tahun 2003 dan tahun 2004.
Kriteria yang digunaan dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA),
(ROE), Cash Ratio, Current Ratio, Collection Periods, Inventory Turn Over,
Total Assets Turn Over, Total Equity to Total Assets. Jenis Penelitian yang
dilakukan termasuk jenis penelitian kuantitatif deskriptif. ROE pada tahun 2003
sebesar 54,77% mendapat skor 20 dan rasio ini mengalamai peningkatan pada
tahun 2004 sebesar 162,18% namun masih dengan skor yang sama yakni 20.
kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2004 sebesar 18,70% dengan jumlah
skor 15 dan kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya laba perusahaan. Cash
Ratio pada tahun 2003 sebesar 3,61% dan mengalami kenaikan pada tahun
2004 sebesar 10,43% dengan skor 2. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan
kas dan setara kas serta pengurangan hutang lancar pada tahun 2004. Current
Ratio pada tahun 2003 memiliki bobot sebesar 314,63% sedangkan pada tahun
2004 adalah 183,91% yang masing-masing mendapat skor 5. Collection Periods
pada tahun 2003 memiliki bobot sebesar 299,66% dan pada tahun 2004 sebesar
46,52% dan hal tersebut mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.
Perputaran Persediaan pada tahun 2003 memiliki bobot sebesar 124,24% yang
mendapat skor 3,5 dan pada tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 42,79%
dengan mendapat skor 5. Perputaran total aktiva pada tahun 2003 sebesar
31,01% dengan skor 2 dan pada tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar
83,42% dengan skor 3,5. Kenaikan ini disebabkan oleh adanya peningkatan
pada total pendapatan usaha pada tahun 2004. Rasio total modal sendiri
terhadap total aktiva pada tahun 2003 sebesar 20,02% dengan skor 7,25 dan
rasio ini mengalami penurunan pada tahun 2004 sebesar 8,32% dengan skor 4.
Penurunan ini disebabkan oleh total pendanaan aktiva yang berasal dari modal
sendiri sangat kecil.
e. Rubianti (2013) dengan judul penelitian “Analisa Rasio Keuangan Untuk
Menilai Kinerja Perusahaan Pada PT. Admiral Lines Cabang Tanjungpinang.”
Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Pada
rasio likuiditas angka menunjukkan diatas standar industri. Sedangkan rasio
aktivitas pada tahun 2012, perputaran piutang menjadi lebih lama dari rata-rata
industri. Rasio profitabilitas menunjukkan angka dibawah rata-rata industri.
Secara keseluruhan kinerja perusahaan masih tergolong baik, tetapi tetap perlu
peningkatan. Saran Dari hasil penelitian terhadap perusahaan ini agar dapat
menjadi masukan bagi manajemen perusahaan antara lain : 1. Perusahaan
sebaiknya menyajikan analisis rasio keuangan sehingga dapat mengukur kinerja
keuangan perusahaan, sehingga dapat diketahui tingkat rasio apakah pada saat
tersebut perusahaan dalam kondisi sehat atau tidak 2. Meningkatkan likuiditas
perusahaan, sehingga kemampuan perusahaan meningkat dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. 3. Kinerja penagihan piutang harus ditingkatkan.
f. BAPPENAS (2011) dengan judul penelitian “Krisis Keuangan Eropa Dampak
Terhadap Perekonomian Indonesia.” Beberapa indikator seperti CAR, NPL dan
pertumbuhan kredit menunjukkan hal yang positif. Total aset perbankan masih
menunjukkan tren peningkatan. Data sampai dengan Agustus 2011
menunjukkan pertumbuhan total aset mencapai 8,1 persen. Pertumbuhan kredit
dan penghimpunan dana juga masih melanjutkan tren peningkatan yang
masingmasing tumbuh sebesar 19,28 persen dan 10,63 persen. CAR perbankan
cukup memadai dengan berada pada level 17,2 persen pada Oktober. Level ini
jauh di atas batas minimum 8 persen yang ditetapkan Bank Indonesia. NPL
masih dibawah batas 5 persen sebagaimana ditetapkan BI. Perkembangan
likuiditas menunjukkan peningkatan dimana rasio LDR naik dari 75,5 persen
pada Desember 2010 menjadi 81,36 persen pada bulan Oktober 2011. Krisis
yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat membawa pengaruh terhadap
harga-harga komoditas yang cenderung menurun (Gambar IV.1.8). Penurunan harga-harga
harga komoditas di pasaran dunia ini terutama untuk bahan-bahan baku.
Penurunan harga komoditas secara drastis sebelumnya juga pernah terjadi saat
krisis Global tahun 2008. Namun demikian, pada masa krisis masih terdapat
kecenderungan peningkatan harga pada komoditi investasi yaitu emas terkait
sifat investasi yang lebih aman dalam jangka panjang. Inflasi nasional masih
terkendali dan berada dalam rentang yang diharapkan (Gambar IV.1.9 dan
Gambar IV.1.10). Terkendalinya inflasi ini didorong oleh melambatnya inflasi
harga bahan pangan.
Tabel 2.2
Ringkasan Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Nama
Diteliti Hasil Penelitian
2.9. Kerangka Konseptual
CABANG MEDAN ISKANDAR MUDA
Rencana Rencana Rencana Rencana Rencana Rencana Rencana
Dana
RBB (Rencana Bisnis Bank)-Konsolidasi
RKT (Rencana Kerja Tahunan)
Realisasi :
Neraca
Laba/Rugi
Informasi Keuangan Lain
(Tahun buku 2014, 2013, 2012, 2011, dan 2010).
Realisasi :
Dana Pihak Ketiga (Giro, Tabungan, dan Simpanan Berjangka)
Kredit (Lancar dan Non Lancar)
Pendapatan Operasional
Rasio Kinerja Keuangan (Utama).
2.10. Penjelasan Kerangka Konseptual
PT.Bank Sumut berkantor pusat di Medan mempuyai Rencana Bisnis Bank
(RBB) secara konsolidasi untuk jangka waktu 3 tahun yang kemudian dibagi (break
down) per tahunnya menjadi Rencana Kerja Tahunan (RKT).
Rencana Kerja Tahunan PT. Bank Sumut kemudian dibagi lagi kepada seluruh
unit-unit kantor operasional yang ada, termasuk kantor Cabang Medan Iskandar
Muda. Rencana Kerja Tahunan ini meliputi rencana pencapaian (Performance) Dana
Pihak Ketiga (giro, tabungan, dan deposito), Kredit, NPL, Pendapatan, Biaya, dan
Aset. Peneliti akan meneliti realisasi (performance) Rencana Kerja Tahunan (target)
Cabang Medan Iskandar Muda berdasarkan data laporan keuangan yang meliputi
Neraca, Laporan laba/Rugi dan informasi keuangan lain dan kemudian melakukan
analisis berdasarkan rasio kinerja keuangan dengan menggunakan alat ukur ROA,
LDR, BOPO, NPL (metode gross dan netto) dan NIM. Peneliti juga akan
mengungkap Perkembangan Laba Operasional, Perkembangan Dana Pihak Ketiga
(DPK), Perkembangan Kredit (lancar dan non lancar) dan Perkembangan Aset untuk
tahun buku 2014 selanjutnya akan membandingkan dengan perkembangan tahun
buku, 2013, 2012, 2011, dan 2010.
Mengingat tempat penelitian ini bukan pada Kantor Pusat PT. Bank Sumut,
melainkan hanya pada Kantor Cabang Medan Iskandar Muda maka peneliti tidak
meneliti rasio kinerja permodalan (CAR) namun peneliti akan meneliti besaran CAR
PT. Bank Sumut secara konsolidasi setelah hasil audit khususnya tahun buku 2014