• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-VII/2009 tentang UU BHP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-VII/2009 tentang UU BHP"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Nomor 126/PUU-VII/2009

tentang

UU BHP

“”

I. PEMOHON

1. Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (disingkat Asosiasi BPPTSI atau ABPPTSI), selanjutnya disebut sebagai Pemohon I;

2. Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (Yayasan Yarsi), selanjutnya disebut sebagai Pemohon II;

3. Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar, selanjutnya disebut sebagai Pemohon III;

4. Yayasan Perguruan Tinggi AS-SYAFI’IYAH, selanjutnya disebut sebagai Pemohon IV;

5. Yayasan Trisakti, selanjutnya disebut sebagai Pemohon V;

6. Yayasan Pendidikan Dan Pembina Universitas Pancasila, selanjutnya disebut sebagai Pemohon VI;

7. Yayasan Universitas Surabaya, selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

8. Yayasan Memajukan Ilmu Dan Kebudayaan (YMIK), selanjutnya disebut sebagai Pemohon VIII;

9. Yayasan Universitas Profesor Doktor Moestopo, selanjutnya disebut sebagai Pemohon IX;

10. Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (YPLP-PGRI), selanjutnya disebut sebagai Pemohon X;

11. Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia, selanjutnya disebut sebagai Pemohon XI;

12. Yayasan Mardi Yuana, , selanjutnya disebut sebagai Pemohon XII;

13. Majelis Pendidikan Kristen Di Indonesia (MPK), selanjutnya disebut sebagai Pemohon XIII;

14. Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana (YPTK Satya Wacana), selanjutnya disebut sebagai Pemohon XIV;

KUASA HUKUM

Dr. Luhut M. P. Pangaribuan, S. H., LL.M., Leonard P. Simorangkir, S. H., Bachtiar Sitanggang, S. H. dan Waskito Adiribowo, S. H., Para Advokat yang tergabung dalam nama ‘TIM ADVOKAT PEDULI PENDIDIKAN dan KONSTITUSI’ disingkat ”TA-PDK” beralamat di kantor Advokat Luhut Marihot Parulian Pangaribuan (“LMPP”), di Menara Kuningan Lantai 15, Jln. H. R. Rasuna Said Blok X-7 Kav. 5, Jakarta 12940,

(2)

Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan adalah :

⌧ Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang-undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.

Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ”menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

III.

KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING)

Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka orang atau pihak dimaksud haruslah;

a. menjelaskan kedudukannya dalam permohonannya, yaitu apakah yang sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, atau lembaga negara;

b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kedudukan sebagaimana dimaksud pada huruf (a), sebagai akibat diberlakukannya undang-undang yang dimohonkan pengujian

Atas dasar ketentuan tersebut Pemohon perlu terlebih dahulu menjelaskan kedudukannya, hak konstitusi yang ada pada Pemohon, beserta kerugian spesifik yang akan dideritanya sebagai berikut :

Para Pemohon merupakan badan hukum yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu Undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.

IV. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI. A. NORMA MATERIIL

Norma yang diuji sebanyak 6 (enam) norma. 1. Pasal 1 butir (5)

Badan hukum pendidikan penyelenggara, yang selanjutnya disebut BHP Penyelenggara adalah yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan pendidikan formal dan diakui sebagai badan hukum pendidikan.

2. Pasal 8 ayat (3)

Yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP Penyelenggara.

3. Pasal 10

Satuan pendidikan yang didirikan setelah Undang-Undang ini berlaku, wajib berbentuk badan hukum pendidikan.

(3)

4. Pasal 67 ayat (2)

Yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyesuaikan tata kelolanya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, paling lambat 6 (enam) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

5. Pasal 67 ayat (4)

Penyesuaian tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengubah akta pendiriannya.

6. Pasal 62 ayat (1) sepanjang kata “Pasal 67 ayat (2) dikenai sanksi administratif”

Pelanggaran terhadap Pasal 40 ayat (3), Pasal 41 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 47 ayat (3), Pasal 65 ayat (2), Pasal 66 ayat (2), dan Pasal 67 ayat (2) dikenai sanksi administratif.

Pasal 14 ayat (1)

Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah memiliki paling sedikit 2 (dua) fungsi pokok, yaitu:

a. fungsi penentuan kebijakan umum; dan b. fungsi pengelolaan pendidikan.

Pasal 14 ayat (2)

Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi memiliki paling sedikit 4 (empat) fungsi pokok, yaitu:

a. fungsi penentuan kebijakan umum; b. fungsi pengawasan akademik;

c. fungsi audit bidang non-akademik; dan d. fungsi kebijakan dan pengelolaan pendidikan; Pasal 14 ayat (3)

Anggaran dasar badan hukum pendidikan dapat menambahkan fungsi tambahan selain fungsi pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 15 ayat (1)

Organ badan hukum pendidikan yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas:

a. organ representasi pemangku kepentingan; dan b. organ pengelola pendidikan.

Pasal 15 ayat (2)

Organ badan hukum pendidikan yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) terdiri atas:

a. organ representasi pemangku kepentingan; b. organ representasi pendidik;

c. organ audit bidang non-akademik; dan d. organ pengelola pendidikan;

Pasal 15 ayat (3)

Organ representasi pemangku kepentingan badan hukum pendidikan menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum.

(4)

Organ representasi pendidik menjalankan fungsi pengawasan kebijakan akademik.

Pasal 15 ayat (5)

Organ audit bidang non-akademik menjalankan fungsi audit non-akademik. Pasal 15 ayat (6)

Organ pengelola pendidikan menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan. Pasal 16

Penamaan setiap organ badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 17 ayat (1)

BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan dasar dan/atau menengah memiliki 1 (satu) atau lebih organ representasi pemangku kepentingan dan organ pengelola pendidikan sesuai dengan jumlah satuan pendidikan yang diselenggarakan.

Pasal 17 ayat (2)

BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan tinggi memiliki 1 (satu) atau lebih organ representasi pemangku kepentingan dan organ audit bidang non-akademik, serta organ representasi pendidik dan organ pengelola pendidikan sesuai dengan jumlah satuan pendidikan yang diselenggarakan.

Pasal 17 ayat (3)

BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi dapat memiliki 1 (satu) atau lebih organ representasi pemangku kepentingan serta organ lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dengan mengacu pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 17 ayat (4)

Ketentuan lebih lanjut tentang tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam anggaran dasar.

Pasal 18 ayat (1)

Anggota organ representasi pemangku kepentingan di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah, paling sedikit terdiri atas:

a. pendiri atau wakil pendiri;

b. pemimpin organ pengelola pendidikan; c. wakil pendidik;

d. wakil tenaga kependidikan; dan e. wakil komite sekolah/madrasah. Pasal 18 ayat (2)

Anggota organ representasi pemangku kepentingan di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, paling sedikit terdiri atas: a. pendiri atau wakil pendiri;

b. wakil organ representasi pendidik; c. pemimpin organ pengelola pendidikan; d. wakil tenaga kependidikan; dan

(5)

e. wakil unsur masyarakat. Pasal 18 ayat (3)

Anggaran dasar dapat menetapkan unsur lain sebagai anggota organ representasi

pemangku kepentingan, selain anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 18 ayat (4)

Jumlah anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pendiri atau wakil pendiri dapat lebih dari 1 (satu) orang.

Pasal 18 ayat (5)

Pemimpin organ pengelola pendidikan tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan di dalam organ representasi pemangku kepentingan. Pasal 19 ayat (1)

Jumlah dan komposisi pemimpin organ pengelola pendidikan yang menjadi anggota organ representasi pemangku kepentingan pada BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 19 ayat (2)

Anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pemimpin organ pengelola pendidikan, wakil pendidik, dan wakil tenaga kependidikan pada badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah, berjumlah paling banyak 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota organ tersebut.

Pasal 19 ayat (3)

Anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pemimpin organ pengelola pendidikan, wakil organ representasi pendidik, dan wakil tenaga kependidikan pada badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, berjumlah paling banyak 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota organ tersebut.

Pasal 19 ayat (4)

Jumlah anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari komite sekolah/madrasah atau wakil unsur masyarakat ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 20 ayat (1)

Ketentuan pengangkatan dan pemberhentian anggota organ representasi pemangku kepentingan ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 20 ayat (2)

Organ representasi pemangku kepentingan dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh anggota.

Pasal 20 ayat (3)

Anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari Pemimpin organ pengelola pendidikan, wakil organ representasi pendidik, wakil tenaga pendidik atau tenaga kependidikan, tidak dapat dipilih sebagai ketua.

(6)

Ketua dan sekretaris organ representasi pemangku kepentingan harus berkewarganegaraan Indonesia.

Pasal 20 ayat (5)

Masa jabatan ketua dan anggota organ representasi pemangku kepentingan adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali.

Pasal 21 ayat (1)

Dalam BHPPD, gubernur, bupati/walikota, atau yang mewakilinya sesuai dengan kewenangan masing-masing berkedudukan sebagai wakil pendiri dalam organ representasi pemangku kepentingan.

Pasal 21 ayat (2)

Dalam BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, Menteri atau yang mewakilinya berkedudukan sebagai wakil pendiri dalam organ representasi pemangku kepentingan.

Pasal 21 ayat (3)

Dalam BHPM, kedudukan dan kewenangan pendiri atau wakil pendiri dalam organ representasi pemangku kepentingan ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 21 ayat (4)

Dalam BHP Penyelenggara, kedudukan dan kewenangan pendiri atau wakil pendiri dalam organ representasi pemangku kepentingan dijalankan oleh pembina atau sebutan lain sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pasal 22

Tugas dan wewenang organ representasi pemangku kepentingan pada badan hukum pendidikan adalah:

a. menyusun dan menetapkan perubahan anggaran dasar dan menetapkan anggaran rumah tangga beserta perubahannya;

b. menyusun dan menetapkan kebijakan umum; c. menetapkan rencana pengembangan jangka panjang,

rencana strategis, rencana kerja tahunan, dan anggaran tahunan; d. mengesahkan pimpinan dan keanggotaan organ representasi pendidik;

e. mengangkat dan memberhentikan ketua serta anggota organ audit bidang non- akademik;

f. mengangkat dan memberhentikan pemimpin organ pengelola pendidikan; g. melakukan pengawasan umum atas pengelolaan badan hukum pendidikan; h. melakukan evaluasi tahunan atas kinerja badan hukum pendidikan;

i. melakukan penilaian laporan pertanggungjawaban tahunan pemimpin organ pengelola pendidikan, organ audit bidang non-akademik, dan organ representasi pendidik;

j. mengusahakan pemenuhan kebutuhan pembiayaan badan hukum pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

k. menyelesaikan persoalan badan hukum pendidikan, termasuk masalah keuangan, yang tidak dapat diselesaikan oleh organ badan hukum pendidikan

(7)

Pasal 23 ayat (1)

Pengambilan keputusan dalam organ representasi pemangku kepentingan

dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, kecuali ditetapkan lain dalam anggaran dasar.

Pasal 23 ayat (2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai hak suara dan tata cara pengambilan keputusan melalui pemungutan suaradalam organ representasi pemangkukepentingan ditetapkan dalam anggaran

Pasal 24 ayat (1)

Fungsi pengawasan akademik di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dijalankan oleh organ

representasi pendidik dan diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar.

Pasal 24 ayat (2)

Anggota organ representasi pendidik paling sedikit terdiri atas: a. wakil professor; dan

b. wakil pendidik.

Pasal 24 ayat(3)

Anggaran dasar badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, dapat menetapkan wakil unsur lain sebagai anggota organ representasi pendidik selain anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 24 ayat (4)

Perimbangan jumlah wakil profesor dan wakil pendidik antar program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) proporsional dengan jumlah pendidik yang diwakilinya dan diatur dalam anggaran rumah tangga.

Pasal 25 ayat (1)

Anggota organ representasi pendidik yang berasal dari wakil pendidik dipilih dari unit kerjanya.

Pasal 25 ayat (2)

Organ representasi pendidik dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh anggota.

Pasal 26ayat (1)

Ketua dan anggota organ representasi pendidik disahkan oleh organ representasi Pemangku kepentingan.

Pasal 25 ayat (2)

Ketua dan anggota organ representasi pendidik pada badan hukum pendidikan yang baru didirikan untuk pertama kali ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan.

Pasal 25 ayat (3)

Masa jabatan ketua dan anggota organ representasi pendidik adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(8)

Ketua dan anggota organ representasi pendidik disahkan oleh organ representasi pemangku kepentingan.

Pasal 26 ayat (2)

Ketua dan anggota organ representasi pendidik pada badan hukum pendidikan yang baru didirikan untuk pertama kali ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan.

Pasal 26 ayat (3)

Masa jabatan ketua dan anggota organ representasi pendidik adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 27

Tugas dan wewenang organ representasi pendidik pada badan hukum pendidikan adalah:

a. mengawasi kebijakan dan pelaksanaan akademik organ pengelola pendidikan; b. menetapkan dan mengawasi penerapan norma dan ketentuan akademik; c. mengawasi kebijakan dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan;

d. mengawasi kebijakan kurikulum dan proses pembelajaran dengan mengacu pada tolok ukur keberhasilan pencapaian target pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang ditetapkan dalam rencana strategis badan hukum pendidikan, serta dapat menyarankan perbaikan kepada organ pengelola pendidikan;

e. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik sivitas akademika; f. mengawasi penerapan peraturan pelaksanaan kebebasan akademik,kebebasan

mimbar akademik dan otonomi keilmuan;

g. memutuskan pemberian atau pencabutan gelar dan penghargaan akademik; h. mengawasi pelaksanaan kebijakan tata tertib akademik;

i.mengawasi pelaksanaan kebijakan penilaian kinerja pendidik dan tenaga

kependidikan;

j. memberikan pertimbangan kepada organ pengelola pendidikan dalam pengusulan profesor;

k. merekomendasikan sanksi terhadap pelanggaran norma, etika, dan peraturan akademik oleh sivitas akademika perguruan tinggi kepada organ pengelola pendidikan;

l.memberi pertimbangan kepada organ representasipemangku kepentingan tentang rencana strategis serta rencana kerja dan anggaran tahunan yang

telah disusun oleh organ pengelola pendidikan; dan

m. memberi pertimbangan kepada organ representasi pemangku kepentingan tentang kinerja bidang akademik organ pengelola pendidikan.

Pasal 28 ayat (1)

Pengambilan keputusan dalam organ representasi pendidik dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, kecuali ditetapkan lain oleh organ representasi pendidik.

Pasal 28 ayat (2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai hak suara dan tata cara pengambilan keputusan melalui pemungutan suara dalamorgan representasi pendidik ditetapkan oleh organ representasi pendidik.

Pasal 29 ayat (1)

Organ audit bidang non-akademik merupakan organ badan hukum pendidikan yang melakukan evaluasi non-akademik atas penyelenggaraan badan hukum pendidikan.

(9)

Pasal 29 ayat (2)

Susunan, jumlah, dan kedudukan ketua dan anggota organ audit bidang non-akademik ditetapkan dalam anggaran rumah tangga.

Pasal 29 ayat (3)

Masa jabatan ketua dan anggota organ audit bidang non-akademik adalah 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 30

Tugas dan wewenang organ audit bidang non-akademik pada badan hukum pendidikan adalah:

a. menetapkan kebijakan audit internal dan eksternal badan hukum pendidikan dalam bidang non-akademik,

b. mengevaluasi hasil audit internal dan eksternal badan hukum pendidikan, c. mengambil kesimpulan atas hasil audit internal dan eksternal badan hukum pendidikan, dan

d.mengajukan saran dan/atau pertimbangan mengenai perbaikan pengelolaan kegiatan non-akademik pada organ representasi pemangku kepentingan dan/atau organ pengelola pendidikan atas dasar hasil audit internal dan/atau eksternal.

Pasal 31ayat (1)

Organ pengelola pendidikan merupakan organ badan hukum pendidikan yang mengelola pendidikan.

Pasal 31 ayat (2)

Organ pengelola pendidikan memiliki otonomi dalam mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32 ayat (1)

Organ pengelola pendidikan dipimpin oleh pemimpin organ pengelola pendidikan.

Pasal 32 ayat (2)

Pemimpin organ pengelola pendidikan bertindak keluar untuk dan atas nama badan hukum pendidikan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.

Pasal 32 ayat (3)

Dalam hal 1 (satu) BHP Penyelenggara memiliki lebih dari 1 (satu) pemimpin organ pengelola pendidikan, kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 32 ayat (4)

Tata cara pengangkatan dan pemberhentian pemimpin organ pengelola pendidikan ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 32 ayat (5)

Pemimpin organ pengelola pendidikan dapat dibantu oleh seorang atau lebih wakil yang diangkat dan diberhentikan oleh pemimpin organpengelola pendidikan berdasarkan anggaran dasar.

Pasal 32 ayat (6)

Masa jabatan pemimpin organ pengelola pendidikan adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(10)

Tugas dan wewenang organ pengelola pendidikan dasar dan menengah pada badan hukum pendidikan adalah:

a. menyusun rencana strategis badan hukum pendidikan berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan organ representasi pemangku kepentingan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan;

b. menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan berdasarkan rencana strategis badan hukum pendidikan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan;

c. mengelola pendidikan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran tahunan \ badan hukum pendidikan yang telah ditetapkan;

d. mengangkat dan memberhentikan pejabat dibawah pemimpin organ pengelola pendidikan serta tenaga badan hukum pendidikan berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga badan hukum pendidikan, serta peraturan

perundang-undangan;

e. melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pengelolaan pendidikan; dan

f. membina dan mengembangkan hubungan baik badan hukum pendidikan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya.

Pasal 33 ayat (2)

Tugas dan wewenang organ pengelola pendidikan tinggi pada badan hukum pendidikan adalah:

a. menyusun dan menetapkan kebijakan akademik;

b. menyusun rencana strategis badan hukumpendidikan berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan organ representasi pemangku kepentingan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan;

c. mengelola pendidikan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan yang telah ditetapkan;

d. mengangkat dan memberhentikan pejabat dibawah pemimpin organ pengelola pendidikan serta tenaga badan hukum pendidikan berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga badan hukum pendidikan, serta peraturan perundang- undangan;

e. mengelola penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan yang telah ditetapkan; f. mengangkat dan/atau memberhentikan pimpinan organ pengelola pendidikan dan tenaga badan hukum pendidikan berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga,serta peraturan perundang-undangan;

g. menjatuhkan sanksi kepada sivitas akademika yang melakukan pelanggaran terhadap norma, etika, dan/atau peraturan akademik berdasarkan rekomendasi organ representasi pendidik;

h. menjatuhkan sanksi kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang melakukan pelanggaran, selain sebagaimana dimaksud dalam huruf g, sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, serta peraturan perundang-undangan; i. bertindak ke luar untuk dan atas nama badan hukum pendidikan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar;

j. melaksanakan fungsi lain yang secara khusus diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; dan

k. membina dan mengembangkan hubungan baik badan hukum pendidikan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya.

Pasal 33 ayat (3)

Pemimpin organ pengelola pendidikan yang mengelola pendidikan tinggi, tidak berwenang mewakili badan hukum pendidikan apabila:

a.terjadi perkara di depan pengadilan antara badan hukum pendidikan dengan pemimpin organ pengelola pendidikan; atau

(11)

b. pemimpin organ pengelola pendidikan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan badan hukum pendidikan.

Pasal 33 ayat (4)

Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), organ representasi pemangku kepentingan menunjuk seseorang untuk mewakili kepentingan badan hukum pendidikan.

Pasal 34

Dalam 1 (satu) badan hukum pendidikan dilarang merangkap jabatan antarpemimpin organ. .

Pasal 35

Pemimpin organ pengelola pendidikan dan wakilnya dilarang merangkap: a. jabatan pada badan hukum pendidikan lain;

b. jabatan pada lembaga pemerintah pusat atau daerah;atau

c. jabatan yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan dengan kepentingan badan hukum pendidikan.

Pasal 36 ayat (1)

Tata cara pengangkatan dan pemberhentian pimpinan organ pengelola pendidikan diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

Pasal 36 ayat (2)

Masa jabatan pimpinan pengelola pendidikan diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

B. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT UJI Sebanyak 7 (tujuh) norma, yaitu :

1. Pasal 27 ayat (1)

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

2. Pasal 28A

“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

3. Pasal 28C ayat (1)

“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

4. Pasal 28C ayat (2)

“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya”.

5. Pasal 28D ayat (1)

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.

(12)

martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

7. Pasal 28I ayat (2)

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.

V. Alasan-Alasan Pemohon Dengan Diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD 1945 karena:

1. bahwa setelah dicermati Pasal 41 ayat (5) UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan semangatnya telah keluar dari pembukaan UUD 1945 alinea ke IV yaitu "untuk mencerdaskan kehidupan bangsa" dimana pemerintah hanya menanggung biaya pendidikan dengan standar pelayanan minimal. Ini akan menyebabkan biaya pendidikan menjadi mahal, padahal menurut Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan.

2. bahwa dengan pemerintah yang hanya menanggung biaya pendidikan dengan standar pelayanan minimal akan menyebabkan pendidikan mahal, sangat jelas akan merugikan Pemohon karena apabila pendidikan mahal, maka Pemohon akan berhenti dan tidak dapat melanjutkan kuliah.

3. bahwa pada dasarnya adalah kewajiban pemerintah untuk menangggung biaya pendidikan, karena pendidikan adalah kebutuhan manusia dan hak setiap warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 31 ayat (1).

4. bahwa apabila dicermati Pasal 41 ayat (7) dan ayat (9) UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan akan sangat memberatkan pemohon, karena adanya keharusan/ kewajiban bagi peserta didik untuk menanggung biaya penyelenggaran pendidikan sebesar 1/3 (sepertiga) dari biaya operasional dan hal ini sudah menutup adanya pendidikan gratis yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah sesuai yang diamanatkan oleh UUD 1945.

5. bahwa dengan adanya keharusan dan beban sebesar 1/3 (sepertiga) bagi peserta didik, maka hal ini akan melepaskan tanggung jawab pemerintah dan akan menjadikan biaya pendidikan sangat mahal, padahal UUD 1945 mengamanatkan negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN/APBD seperti yang tercanyum dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945.

6. bahwa kata-kata sekurang-kurangnya 20% di UUD 1945 mengamanatkan kepada negara untuk menyediakan pendidikan yang murah, karena kalau pemerintah ada niatan untuk menjadikan pendidikan yang murah pemerintah bisa saja menaikkan anggaran pendidikan bisa di atas 20% dari APBN/APBD karena Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan sekurang-kurangnya artinya pemerintah bisa mengusahakan biaya pendidikan lebih dari 20% di APBN/ APBD.

7. bahwa dengan adanya keharusan dan beban sebesar 1/3 (sepertiga) bagi peserta didik, maka akan menyebabkan pendidikan mahal, dan hal ini sangat jelas akan merugikan pemohon karena apabila pendidikan mahal maka pemohon akan kemungkinan untuk berhenti sangat besar dan tidak dapat rnelanjutkan kuliah.

(13)

8. bahwa apabila dicermati Pasal 46 ayat (1) UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan pasal ini sangat mengabaikan hak anak-anak miskin dan bodoh yang notabene populasinya di masyarakat mencapai 40 persen, karena yang diatur hanya beasiswa untuk yang miskin tapi pintar dan bersekolah di sekolah-sekolah negeri.

9. bahwa dengan adanya Pasal 46 ayat (1) UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan tersebut mengebiri hak warga negara yang miskin dan sekaligus bodoh untuk mendapatkan pendidikan yang sangat dibatasi oleh UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.

10. bahwa pasal tersebut menegaskan bahwa yang boleh mengenyam pendidikan adalah rakyat yang miskin tetapi mempunyai potensi akademik tinggi, lantas bagaimana dengan yang rakyat miskin tapi bodoh. Pasal ini hanya menegaskan bahwa rakyat yang bodoh tidak boleh mengenyam pendidikan tinggi sehingga yang bodoh biar semakin bodoh dan hal ini sangat bertentangan dengan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 dimana setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

11. bahwa apabila dicermati Pasal 57 huruf (b dan c) UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan menjadikan pendidikan sebagai sesuatu yang "KOMERSIL" dan menyamakan pendidikan dengan sebuah perusahaan yang sewaktu-waktu dapat dipailitkan.

12. bahwa menyamakan pendidikan dengan sebuah perusahaan adalah hal yang sangat salah kaprah dan akan membahayakan masa depan pendidikan dan masa depan generasi bangsa.

13. bahwa apabila pendidikan sudah disamakan dengan perusahaan maka yang terjadi adanya perlombaan di masing-masing Perguruan Tinggi untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dan hal ini akan memicu biaya pendidikan yang sangat mahal.

14. bahwa seharusnya tugas pemerintah untuk memperbanyak jumlah Perguruan Tinggi dan menghidupkan dunia pendidikan (Perguruan tinggi), sehinggga tidak membiarkan perguruan tinggi bubar karena dengan jumlah perguruan tinggi yang ada saat ini saja masih banyak rakyat indonesia yang belum mengenyam pendidikan, apalagi nantinya banyak perguruan tinggi yang pailit atau bubar, maka akan semakin banyak rakyat Indonesia yang tidak akan dapat mengenyam pendidikan.

15. bahwa akan ada kecendrungan dan akan mengahalalkan semua cara bagi perguruan tinggi yang ada untuk mempertahankan dan menghindari untuk dipaitlitkan. Dan hal ini akan memeicu perguruan tinggi akan menarik biaya pendidikan dari peserta didik dengan biaya yang sangat tinggi dan ini pulalah yang akan menjadikan biaya pendidikan akan menjadi mahal.

16. bahwa apabila pendidikan mahal, maka hal ini sungguh sangat merugikan pemohon karena tidak menutup kemungkinan pemohon akan berhenti kuliah karena tidak sanggup membayar biaya pendidikan.

V. PETITUM

(14)

hukum pendidikan”, Pasal 8 ayat (3), Pasal 10, Pasal 67 ayat (2), (4) dan Pasal 62 ayat (1) sepanjang menyangkut pasal 67 ayat (2) tentang sanksi administratif, serta Bab IV tentang Tata Kelola (Pasal 14 sampai dengan Pasal 36) dari UU BHP dan Penjelasan pasal-pasal tersebut, bertentangan dengan:

(1) Pasal 27 Ayat (1); (2) Pasal 28A; (3) Pasal 28C ayat (1) (4) Pasal 28C Ayat (2); (5) Pasal 28D Ayat (1); (6) Pasal 28G Ayat (1); (7) Pasal 28I Ayat (2);

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Menyatakan bahwa Pasal-Pasal dalam UU BHP khususnya Pasal 1 butir (5) sepanjang anak kalimat “ ……. dan diakui sebagai badan hukum pendidikan”, Pasal 8 ayat (3), Pasal 10, Pasal 67 ayat (2), (4) dan Pasal 62 ayat (1) sepanjang menyangkut pasal 67 ayat (2) tentang sanksi administratif, serta Bab IV tentang Tata Kelola (Pasal 14 sampai dengan Pasal 36) dari UU BHP dan Penjelasan pasal-pasal tersebut, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kebermaknaan hidup ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di SDLB Campurdarat Tulungagung, dan untuk

Jika banyaknya siswa kelas pertama 25 orang dan kelas ketiga 5 orang lebih banyak dari kelas kedua, maka nilai rata-rata seluruh siswa tersebut adalah a.?. Pada pukul berapakah

Penilaian sikap sosial 1.jujur 2.disiplin 3.tanggung jawab 4.toleransi 5.gotong royong 6.santun 7.percaya diri Cakupan Penilaian

Bagian Perencanaan, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan evaluasi rencana pengembangan,

Apabila r yang dihasilkan dari koefisien korelasi lebih besar atau sama dengan r yang ada pada tabel, maka hasil yang diperoleh signifikan, yang berarti

• Pekerja / buruh di dalam proses produksi barang dan jasa, tidak saja sumber daya tapi juga sekaligus asset yang dapat dari upaya untuk kelangsungan usaha. Oleh karena

Selanjutnya, penulis menganalisis generic structures dari setiap teks monolog dalam buku “English In Focus” untuk Kelas VIII SMP/MTs Penerbit Pusat Perbukuan

Hasil Penelitian ini menunjukkan: (1) analisis terhadap kelima undang-undang yang diteliti dengan pengakomodasian cita hukum, menunjukkan bahwa: (a) semangat pembaharuan