ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MAGELANG NOMOR PERKARA 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl
TENTANG PERMOHONAN NOVASI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh : RIFAI RIF’AN
214-12-010
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
F A K U L T A S S Y A R I A H
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : RIFAI RIF’AN
NIM : 214-12-010
Jurusan : S1-Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas : Syariah
Menyetakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini adalah asli hasil
karya atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari karya orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalum penelitian ini dan disebutkan dalam acuan daftar
pustaka.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar Salatiga
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada :
Yth. Dekan Fakultas Syariah di Salatiga
Assalamualaikum Wr.Wb
Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan seperlunya, maka skripsi saudara :
Nama : RIFAI RIF’AN NIM : 214-12-010
Judul : Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Magelang Nomor Perkara0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl Tentang Permohonan Novasi
dapat diajukan dalam sidang munaqasyah. Demikian untuk menjadikan periksa.
Wassalamualaikum Wr. Wb
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARIAH
Jl. NakulaSadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MAGELANG PERKARA NOMOR 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl TENTANG
PERMOHONAN NOVASI
DISUSUN OLEH RIFAI RIF’AN
214 -12 -010
Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari selasa, tanggal 20 juni 2017 dan dinyatakan LULUS, sehingga dapat diterima sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Hukum Islam
Susunan Dewan Panitia Penguji
Ketua penguji : Drs. Badwan, M. Ag
Sekertaris penguji : Evi Aryani, M.H
Penguji I : Dr. Ilyya Muhsin, S. HI., M.Si.
Penguji II : Lutfiana Zahriani, S.H., M.H.
MOTTO
Aku akan terus melukis wajah tuhan,
Setelah itu aku akan lenyap.
Tapi apabila tidak dapat kulukis,
Haram bagiku untuk berhenti melukis!
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini kepada:
Ayahanda Karsono dan Ibunda Nikmatun
Yang tidak henti-hentinya selalu mendo’akan, membimbing dan
mendukungku.
Almamaterku Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah IAIN Salatiga
Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2012
Rakyat pegonesia SKA ‘11
Dan sahabat serta teman-teman yang lain yang senantiasa
memberikan motivasi dan dukungan
ABSTRAK
Rif’an, Rifai. 2017. Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Magelang Nomor Perkara 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl. Skripsi. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) salatiga. Pembimbing: Evi Aryani, M.H.
Kata kunci: penyelesaian, sengketa, ekonomi syariah, novasi
Banyak masalah sengketa yang terjadi dalam masyarakat tentang sengketa ekonomi. Ada beberapa cara yang bisa dipilih para pihak yang yang membuat perjanjian untuk menyelesaikan masalah sengketa jika terjadi dikemudian hari diantara pihak-pihak tersebut. Diantaranya untuk menyelesaikan sengketa tersebut adalah: litigasi, dan non-litigasi. Litigasi adalah melalui pengadilan dan non-litigasi adalah melalui Badan Arbritasi Nasional (BANI) atau Badan Arbritase Syariah Nasional (BASYARNAS). Dan yang menjadi bahasan adalah tentang gugatan yang terdaftar dalam kepaniteraan Pengadilan Agama Magelang dengan Nomor Perkara 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl Tentang Permohonan Novasi. Berdasarkan perkara Nomor 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl tentang permohonan novasi telah dilakukan penelitian di Pengadilan Agama Magelang, untuk menganalisis putusan Hakim Pengadilan Agama Magelang Perkara Nomor 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl tentang permohonan novasi.
Pendeakatan yang digunaka peneliti dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang memandang hukum sebagai doktrin atau seperangkat aturan yang bersifat normatif. Pendekatan ini dilakukan melalui upaya pengkajian atau penelitian hukum kepustakaan. Dalam hal ini peneliti menganalisis asas-asas hukum, norma hukum, dan pendapat para sarjana.
Hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa dalam perkara ini Majelis Hakim Pengadilan Agama Magelang telah sesuai untuk menolak gugatan atau NO (niet onvankelijk varklaat), meskipun dalam Undang-Undang yang mengatur tentang Kewenangan Absolut Pengadilan Agama yang berwenang memutus perkara sengketa ekonomi syariah, akan tetapi dalam kebebasan berkontrak yang disepakati oleh para pihak menunjuk BASYARNAS sebagai badan yang menyelesaikan sengketa diantara kedua belah pihak yang berkontrak. Yang mana dalam akta perjanjian Nomor 09 pasal 6 ayat (2). Jadi jelaslah pengadilan tidak berwenang, karena perjajian yang disepakati menunjuk BASYARNAS sebagai badan penyelesain sengketa yang terjadi diantara para pihak. Dan jika dalam proses arbritase tidak terjadi kesepakatan atau ada pihak yang tidak puas maka perkara ini baru bisa diperkarakan melalui jalur litigasi atau Pengadilan Agama.
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan.Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang telah
diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsiini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat, dan teman-teman,
syafa’at beliau sangat penulis nantikan dihari pembalasan nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam, Fakultas Syari’ah, Jurusan
Hukum Ekonomi Syariah yang berjudul : “Analisis Putusan Hakim Pengadilan
Agama Magelang Nomor Perkara 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl Tentang Permohonan
Novasi.” Penulis mengakui bahwa dalam menyusun penulisan skripsi ini tidak
dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena inilah
penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan
terimakasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah di IAIN
Salatiga.
3. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah di IAIN
Salatiga sekaligus selaku dosen pembiming yang selalu memberi arahan,
pemahaman, dan selalu membagi ilmunya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Hakim dan Staf Pengadilan Agama Magelang yan telah membantu proses
penelitian.
5. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf Administrasi
Fakultas Syari’ah yang tidak bisa penulis sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa
halangan apapun.
6. Ayah dan Ibu selaku orangtua yang sangat penulis cintai dan tidak ada
duanya, usaha, do’a dan pengorbanan serta restu yang tiada habisnya sehingga
penulis bisa menyelesaikan tanggungjawab ini sampai tahap akhir
menyelesaikan tugas skripsi ini.
7. Sahabat-sahabatku Eko Mulyono, Dita Septikawati, Wahyu Gumelar,
Masadah, Istiqomah, M. Lutfi Hakim, M. Zakariah, Vanda arifa, Tri Setyorini,
M. Yusuf, yang selalu memberikan dukungan dan semangat untuk penulis
dalam menyusun skripsi ini.
8. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2012 di IAIN
Salatiga yang telah memberikan warna dan cerita selama menempuh
pendidikan di IAIN Salatiga.
9. Rakyat pegonesia cah teles, otong, brint, pakdhe, balong, gleyor, johan yang
senantiasa memberikan dukungan dalam menyusun skripsi ini
10.Kemala putri kustiani yang selalu memberikan dukungan semagat untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang sepantasnya dan yang lebih dari apa yang telah mereka berikan
kepada penulis, agar pula senantiasa mendapatkan maghfiroh, dan dilimpahkan rahmat dan cita-Nya. Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun
analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapkan
agar mudah dibaca dan dipahami.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga,
Penulis,
Rifai Rif’an
DAFTAR ISI
COVER ... i
SURAT PERNYATAAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Penegasan Istilah ... 7
F. Kajian Pustaka ... 8
G. Metode Penelitian... 13
H. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II KERANGKA TEORI A. Perjanjian Dalam Hukum Positif ... 18
B. Perjanjian Dalam Hukum islam ... 24
C. Utang Piutang Dalam Hukum Positif ... 26
D. Utang Piutang Dalam Hukum Islam ... 27
E. Novasi (Pembaharuan Utang) ... 31
F. Ekonomi Syariah ... 38
G. Alternatif Penyelesaian Sengketa ... 42
BAB III PAPARAN PERKARA A. Paparan Perkara Nomor 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl Tentang Permohonan Novasi ... 60
BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM NOMOR 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl TENTANG PERMOHONAN NOVASI DI PENGADILAN AGAMA MAGELANG A. Pertimbangan putusan hakim Nomor 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl tentang permohonan novasi... 66
B. Putusan hakim Nomor 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl tentang permohonan novasi ... 72
C. Analisis pertimbangan putusan hakim Nomor 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl tentang permohonan novasi ... 73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77
B. Saran-saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 81
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 84
DAFTAR LAMPIRAN
1. Salinan Putusan Nomor 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl
2. Surat Keterangan Observasi
3. Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi
4. Surat Permohonan Izin Penelitian
5. Lembar Konsultasi Skripsi
6. Daftar Nilai SKK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syariat Islam adalah hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang
diturunkan Allah untuk manusia melalui Nabi Muhammad baik yang
terkandung dalam Al-Quran maupun Sunnah Nabi, yang berwujud perkataan,
perbuatan dan ketetapan, atau pengesahan.
Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad untuk segenap
umat manusia dibagi menjadi tiga bagian yaitu, ilmu tauhid yang mutlak tidak
boleh diragukan lagi karena didasarkan pada keyakinan agama islam. Yang
kedua adalah Akhlak, yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan
pendidikan dan penyempurnaan jiwa. Seperti harus berbuat benar, harus
memenuhi janji, harus amanah, dilarang berdusta dan berkhianat.
Dan yang ketiga adalah ilmu fiqh yang bermakna peraturan yang
mengatur antara manusia dengan manusia dan manusia dengan tuhan. Ilmu
fiqh mengandung dua bagian penting, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah
adalah yang menjelaskan hubungan manusia dengan tuhannya, sedangkan
muamalah adalah yang menjelaskan tentang hubungan manusia dengan
manusia.
Muamalah dalam penjelasan yang lebih luas, yaitu bagian yang
menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan
sesamanya. Seperti hukum atau aturan yang mengatur tentang harta benda
hak milik, akad-akad, kontrak atau perjanjian dan kerjasama.Semisal jual
beli, sewa-menyewa (ijaroh), gadai (rohan), kongsi (syirkah) dan lain-lain
yang mengatur urusan harta benda seseorang, kelompok dan segala sangkut
pautnya seperti hak dan kekuasaan. (El Ghandur, 2006: 12)
Hukum islam telah mengatur semua dengan sangat terperinci dan
memiliki dasar yang jelas, hukum islam merupakan hukum yang mutlak dan
harus di taati oleh seluruh umat islam berdasarkan QS an-nisa’ : 59
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Berdasarkan ayat tersebut, sumber islam yang disepakati adalah
Quran, hadis, ijma’, dan qiyas. Dan sekarang yang berlaku selain dalam masa
setelah rasul adalah undang-undang yang berlaku dan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah.Dalam ranah ini pengadilan agama yang telah ditunjuk oleh
pemerintah sebagai pemimpin untuk mengadili dengan adil dan sesuai syariat
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada sekarang.
Peradilan Agama, sebagai salah satu jalur penyelesaian sengketa
secara litigasi mempunyai wewenang dalam hal ini.Salah satu peristiwa
penting dalam sejarah Pengadilan Agama adalah lahirnya Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 ini
memberikan perubahan yang sangat signifikan terutama soal kewenangan
absolute Peradilan Agama tersebut. Sebelumnya, Pengadilan Agama
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 hanya berwewenang
menyelesaikan sengketa perkawinan, waris, wasiat, hibah wakaf, zakat, infak
dan sedekah. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006,
Peradilan Agama tidak lagi mempunyai kewenangan sebatas menyelesaikan
perdata perkawinan dan waris akan tetapi telah diperluas dengan kewenangan
dalam keperdataan lainnya (Hudiata, 2015: 24).
Hal yang sangat menarik dan membuat undang-undang hasil
perubahan ini berbeda dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama adalah adanya kebolehan non muslim menundukkan diri
secara suka rela kepada hukum Islam. Ketentuan seperti ini dapat dilihat
dalam penjelasan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama yang menyatakan, bahwa “yang dimaksud dengan antara orang-orang
yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan
sendirinya menundukkan diri dengan suka rela kepda hukum Islam mengenai
hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan
pasal ini. Dengan demikian maka penjelasan pasal 49 ini memberikan
peluang Peradilan agama menyelesaikan sengketa non muslim sepanjang
yang disengketakan termasuk kewenangan absolut Peradilan Agama. (Rasyid
dan Syaifuddin, 2009: 13)
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sendiri tergolong cukup
pesat. Mulai dari berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun
1991 menjadi pembuka jalan bagi lembaga keuangan syariah lain baik yang
bank maupun non-bank untuk lebih berani melawan arus lembaga keuangan
konvesional dengan menerapkan prinsip syariah. Hal ini terjadi karena
permintaanmasyarakat yang membutuhkan suatu sistem alternatif yang selain
menyediakan jasa keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip
syariah.(Ikatan Bankir Indonesia, 2014: 3)
Dengan begitu pesatnya perkembangan ekonomi syariah yang terjadi
di Indonesia inilah yang melandasi sebagian besar peluasan kewenangan
pengadilan agama untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan
ekonomi syariah dengan disahkannya Undang-Umdamg nomor 3 tahun 2006,
yang berisi pengadilan agama berwenang utuk mengadili masalah ekonomi
syariah.
Dalam masa sekarang makin banyak terjadi masalah ekonomi syariah
atau muamalah dalam kehidupan masyarakat, berbagai macam muamalah
yang dapat diketahui menurut hukum islam antara lain adalah; jual beli, utang
piutang, sewa menyewa, yang mana dalam masing-masing bagiannya
memiliki bagian pengertianya sendiri-sendiri. Salah satunya adalah utang
piutang yang pada masa sekarang telah banyak bentuk dalam perjanjian
hutang piutang dan juga akibat dan timbal balik yang didapat dari utang
piutang. Ada banyak akibat yang timbul akibat utang piutang, entah itu akad
yang dipakai ataupun akibat daripembayaran hutang yang macet atau kredit
macet yang sekarang banyak terjadi. Dari akibat kredit macet itu sendiri
banyak jalan yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi
akibat utang piutang tersebut.
Banyak masalah sengketa yang terjadi dalam masyarakat tentang
sengketa ekonomi, dan banyak sekali yang terjadi adalah antara nasabah dan
pihak bank. Ada beberapa cara yang bisa dipilih para pihak yang yang
membuat perjanjian untuk menyelesaikan masalah sengketa jika terjadi
dikemudian hari diantara pihak-pihak tersebut. Tergantung apa yang menjadi
kesepakatan atau yang sudah ada dalam kontrak yang dibuat dalam perjanjian
oleh para pihak yang berkontrak tersebut. Diantara banyak cara yang bisa
dijadikan untuk menyelesaikan sengketa tersebut adalah: negosiasi,
konsiliasi, mediasi, litigasi, dan non-litigasi.
Dari beberapa cara menyelesaikan perkara sengketa yang terjadi,
peneliti tertarik untuk membahas tentang jalur litigasi dan non-litigasi. Yang
merupakan penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) dan arbritase
(non-litigasi). Dalam penyelasain sengketa pada umumnya harus kesepakatan
antara pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya melalui
jalur apa yaang menjadi kesepakatan. Jika yang disepakati adalah jalur
litigasi, maka jalur yang dipilih adalah melalui pengadilan. Dan dalam hal ini
pengadilan agama mempunyai wewenang karena sudah menjadi pilihan
pihak-pihak yang bersengketa, khususnya sengketa ekonomi syariah. Dan
juga dengan adanya undang-undang yang telah mengatur wewenang
pengadilan tersebut. Jika jalur non-litigasi yang dipilih para pihak, maka yang
menjadi penengah diantara pihak yang menjadi penengah adalah Badan
Arbritasi Nasional (BANI) atau jika yang terjadi adalah tentang sengketa
ekonomi syariah adalah melalui Badan Arbritase Syariah Nasional
(BASYARNAS). Yang terjadi antara nasabah dan bank yang bersengketa
dan setuju menunjuk jalur yang ada untuk menyelesaian sengketa tersebut.
Dalam hal ini peneliti mengambil perkara yang terdaftar dalam kepaniteraan
pengadilan agama magelang dengan nomor perkara 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl
tentang permohonan novasi yang diajukan oleh pengugat.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini dan hendak ditemukan
jawabannya adalah: Apa yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan
Agama Magelang dalam memutus perkara Nomor: 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl
tentang permohonan novasi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak
dicapai oleh Penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja
pertimbangan hakim Pengadilan Agama Magelanng dalam memutus perkara
nomor 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl tentang permohonan novasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber khazanah
pengetahuan tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah bagi
Perpustakaan IAIN Salatiga.
b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia muamalah dan menjadi rujukan atau acuan
terhadap penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan gambaran pada masyarakat umum terhadap praktek
penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama
Magelang.
b. Sebagai bahan evaluasi pemerintah terhadap pelaksanaan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama di seluruh
Pengadilan Agama di Indonesia.
E. Penegasan Istilah
1. Putusan adalah kesimpulan akhir yang diambil oleh majelis hakim yang
diberi wewenang untuk itu didalam menyelesaikan atau mengakhiri suatu
sengketa atau perkara, yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan
kemudian diucapkan oleh hakim dalam persidangan yang terbuka untuk
umum.1
2. Permohonan adalah suatu permohonan atau beberapa orang pemohon
kepada ketua pengadilan yang berwenang menetapkan suatu hal yang
tidak menganung sengketa (Darwan,2002: 2)
3. Novasi adalah pembaharuan utang merupakan salah satu penyebab
hapusnya perikatan. Novasi dapat diartikan sebagai perjanjian yang
mengantikan perikatan yang lama dengan perikatan yang baru. Perikatan
tersebut dapat terjadi pada kreditur, debitur, maupun objek perikatan
(Budiono, 2010: 177)
F. Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka selain untuk mengkaji penelitian terdahulu
sebagai referensi dalam penelitian juga membuktikan bahwa penelitian yang
dilakukan oleh peneliti ini belum pernah diteliti pada penelitian terdahulu oleh
peneliti lain.
Skripsi Ni Made Asri Mas Lestari (2016) yang berjudul “Analisi
Putusan Hakim Mahkamah Agung RI no 45K/PDT.SUS-Pailit/2013
Mengenai Adanya Utang (Pailitnya PT.SRI MELAMIN REJEKI)”. Dan hasil
dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa alasan Majelis Hakim
mengabulkan Permohonan Kasasi dari pihak Kreditur adalah karena Majelis
Hakim menganggap BAR Hutang Piutang merupakan suatu bukti nyata
1
Buku Pedoman Kerja Hakim dan Panitera Pengadilan Agama se-Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Makasar.hlm. 59
adanya utang yang lahir dari Perjanjian Penyediaan Bahan Baku dan Utilitas
serta Penyerapan Off Gas. Bukti tersebut juga dianggap telah memenuhi konsep pembuktian sederhana yang dianut UUKPKPU. Pendapat ini tentu
bertentangan dengan putusan Judex Factie, yang beranggapan sebaliknya.
Sehingga sebenarnya dalam meneliti perkara ini, Majelis Hakim diharapkan
juga menguasai bidang hukum yang berkaitan dengan perkara.Pada skripsi ini
jelas sangat berbeda denan penelitian yang dilakukan peneliti yang membahas
permohonan novasi, karena dalam penelitian sebelumnya membahas tentang
perkara pailit.
Skripsi Amarullah Saifuddin (2015) dengan judul “Tinjauan Yuridis
Terhadap Proses Penyelesaian Perkara Wanprestasi Dalam perjanjian Utang
piutang (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)”. Dengan hasil penelitian
Utang piutang merupakan perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak
yang lainnya dan objek yang diperjanjikan pada umumnya adalah uang.
Kedudukan pihak yang satu sebagai pihak yang memberikan pinjaman
(kreditur), sedang pihak yang lain adalah pihak yang menerima pinjaman uang
tersebut (debitur). Inti dari perjanjian utang-piutang adalah kreditur
memberikan pinjaman uang kepada debitur, dan debitur wajib
mengembalikannya dalam waktu yang telah ditentukan disertai dengan
bunganya. Pengembalian utang dilakukan dengan cara mengangsur setiap
bulan. Peristiwa yang banyak terjadi pengembalian utang yang wajib dibayar
oleh debitur acapkali tidak sebagaimana yang telah diperjanjikan. apabila
debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya maka dapat dikatakan ia
melakukan wanprestasi atau ingkar janji. Dalam skripsi yang ditulis saudara
Amarullah Saifuddin membahas kasus wanprestasi atau cacat perjanjian dan
dalam penelitian ini peneliti mebahas novasi atau permbaharuan hutang
sebagai kajian utamanya.
Tesis Nenny Yulianny, SH (2005) yang berjudul “Kajian Penyelesain
Perkara Utang Piutang Putusan Pengadilan Niaga Dalam Hubungannya Dalam
Pengertian SumirBerdasarkan Undang-undang No 4 Tahun 1998 Tentang
Kepailitan”. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa criteria dan ukuran
suatu perkara dikatakan sumir sehingga dapat diajukan sebagai perkara
Kepailitan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 adalah hanya
terhadap utang, Kreditur, Debitur dan jatuh tempo yang sudah dapat ditagih
dalam pengertian yang sempit, sebab hanya terhadap sengketa Utang Piutang
yang berakar dari perjanjian Pinjam Meminjam Uang saja dan tidak termasuk
barang dan jasa, subyek hukumnya adalah Kreditur sebagai pihak yang
meminjamkan uang dan Debitur yang meminjam uang, dimana debitur wajib
mengembalikan uang yang dipinjamnya sesuai dengan waktu yang telah
disepakati bersama. Jika Debitur gagal mengembalikan uang Kreditur sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan, maka terjadilah apa yang disebutkan
sebagai utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, sehingga proses
penyelesaian sengketa Utang Piutangnya dapat diselesaikan secara cepat,
sederhana dengan biaya yang ringan di Pengadilan Niaga. Pengertian utang,
kreditur, debitur, jatuh tempo dan sudah dapat ditagih secara luas proses
penyelesaian sengketanya ditangani oleh Pengadilan Negeri. Hal ini
menunjukkan penyelesaian sengketa di Pengadilan Niaga hanya dilaksanakan
secara cepat dan sederhana, sedangkan biaya ringan dan penyelesaian secara
tuntas belum dapat dilaksanakan karena biaya pendaftaran US $ 5.000 dan
biaya pengacara US $ 5.000 – US $ 10.000 bukan biaya yang murah.
Kehadiran Pengadilan Niaga belum menciptakan iklim yang kondusif bagi
pelaku bisnis karena putusannya sering menimbulkan masalah baru.Pada tesis
yang diteliti oleh saudari nenny ini menjadikan jatuh tempo sebuah perjanjian
hutang yang kasusnya diajukan pada pengadilan niaga, sementara pada kasus
novasi yang diteliti oleh peneliti membahas mengenai pembaharuan hutang.
Skripsi Martha Noviyaditya (2010) yang berjudul “Perlindungan
Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak
tanggungan” dengan hasil penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian
hukum ini adalah bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur
saat debitur wanprestasi menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yaitu
perjanjian kredit yang dituangkan dalam bentuk akta, baik berupa akta di
bawah tangan maupun akta autentik sesuai dengan Penjelasan Pasal 10
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, bahwa dengan diterbitkannya
Sertifikat Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan sebagai tanda bukti
adanya Hak Tanggungan, yang memiliki irah-irah dan mempunyai kekuatan
eksekutorial sama seperti putusan hakim berkekuatan hukum tetap, maka
apabila debitur cidera janji atau wanprestasi, dapat meminta bantuan secara
langsung kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan
eksekusi melalui pelelangan umum guna memperoleh pelunasan piutang
kreditur. Serta penafsiran dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang
memberikan perlindungan hukum kepada kreditur, yaitu ketentuan Pasal 1
angka 1 tentang hak preference seorang kreditur; Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3) serta Pasal 20 ayat (2) dan(3) tentang eksekusi Hak Tanggungan;
Pasal 11 ayat (2) tentang janji yang harus dicantumkan dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT) untuk melindungi kreditur ketika debitur
wanprestasi, serta ketentuan Pasal 7 tentang asas droit desuite yang menyatakan bahwa Hak Tanggungan tetap menjamin objeknya sekalipun
beralih kepada pihak ketiga sehingga akan tetap menjamin pelunasan piutang
kreditur. Skripsi saudari martha membahas tentang hak jaminan yang
dijadikan hak tanggungan piutang dan terjadi wanprestasi didalam perjanjian
tersebut, berbeda dengan pembaharuan hutang atau novasi. Meskipun juga hak
jaminan didalamnya namun tetap jelas berbeda karena yang terjadi adalah
wanprestasi bukan permohonan hutang.
Tesis Ni Made Dewi Lestari (2011) yang berjudul “Praktik
Manajemen Laba Pada Perusahaan Yang Melanggar Perjanjian Utang” dengan
hasil analisis menunjukkan bahwa perusahaan pelanggar perjanjian utang
melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan jumlah akrual
diskresioner sebelum perioda pelanggaran perjanjian utang. Selanjutnya,
manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pelanggar perjanjian utang
lebih besar dibanding perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang pada
perioda yang sama.Sama halnya dalam tesis berikut ini karena dalam
penelitian sebelumnya adalah wanprestasi atau cacat perjanjian bukan
wanprstasi. Jadi bisa disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan peneliti
tentang novasi perkara nomor 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl ini belum pernah
diteliti dan keaslian tulisan peneliti bisa dibuktikan.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja meneliti, mengkaji, dan
menganalisis objek penelitian untuk mencari hasil atau kesimpulan tertentu.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah:
1. Jenis Penelitian
a. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu menjelaskan dan
menguraikan data-data yang ada kemudian menganalisisnya lebih
dalam untuk mendapatkan kesimpulan dan jawaban.
b. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu
pendekatan yang memandang hukum sebagai doktrin atau seperangkat
aturan yang bersifat normatif. Pendekatan ini dilakukan melalui upaya
pengkajian atau penelitian hukum kepustakaan. Dalam hal ini peneliti
menganalisis asas-asas hukum, norma hukum, dan pendapat para
sarjana.
2. Kehadiran peneliti
Untuk memperoleh data tentang penelitian ini, maka peneliti terjun
langsung kelapangan. Kehadiran peneliti dalam penelitian ini berperan
sebagai instrumen kunci yang langsung melibatkan diri dalam memperoleh
data.
3. Lokasi penelitian
Lokasi yang dijadikan penelitian peneliti untuk memperoleh data
adalah pengadilan agama magelang, alasan mengapa pengadilan agama
magelang menjadi lokasi penelitian dikarena sesuai dengan pokok bahan
yang menjadi kajian dalam penelitian ini tercatat dipaniteraan pengadilan
agama magelang.
4. Data dan Sumber data
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Pada
penelitian ini, peneliti akan menggunakan data yang diperoleh dari
wawancara dan dokumentasi. Dan dalam wawancara sebagai
narasumber adalah hakim yang pengadilan agama magelang yang
memeriksa dan memutus pekara.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, skripsi,
dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder tersebut, dapat
dibagi menjadi:
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.
Terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait objek
penelitian. Putusan pegadilan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum tetap juga menjadi bahan hukum primer.
2) Bahan Hukum Sekunder, adalah buku-buku dan tulisan ilmiah
yang terkait objek penelitian ini. (Ali, 2009:106)
Selain menggunakan data yang diperoleh dari wawancara dan
dokumentasi, peneliti juga menggunakan data yang diperoleh dari
Undang-undang, penelitian atau skripsi dan buku-buku yang ada
relevansinya dengan penelitian ini sebagai sumber data sekunder.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan teknik
pengumpulan data dengan dokumentasi, yaitu pengumpulan data
dengan mencari dan mengumpulkan undang-undang,dokumen, buku,
skripsi yang menjadi sumber data primer dan sekunder yang
relevan. Setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan serta
sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga
diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian.
6. Metode Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisis secara
kualitatif dengan menggunakan metode deduktif, yaitu proses yuridis dari
hukum yang ada pada putusan nomor 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apa saja yang menjadi sumber hukum bagi
Hakim dalam putusan tersebut.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan
mengolah hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut
susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis
dan mudah dipahami, sistematikanya disusun sebagai berikut:
Bab pertama, adalah pendahuluan yang membahas tentang latar
belakang masalah sebagai dasar untuk merumuskan masalah. Kemudian
tujuan dan manfaat penelitian, kemudian penegasan istilah yang dipakai dalam
penelitian, lalu kajian pustaka untuk menegaskan bahwa penelitian ini belum
pernah diteliti orang lain. Bab ini ditutup dengan metode penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab kedua, berisikan pembahasan teoritik yang akan membahas
mengenaiperjanjian menurut hukum positif dan islam, utang piutang menurut
hukum positif dan islam, novasi, ekonomi syariah, dan penyelesaian sengketa.
Bab ketiga, pemaparan kasus 0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl tentang
permohonan novasi.
Bab keempat, peneliti akan menganalisa putusan nomor:
0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl. untuk mengetahui permasalahan dalam sengketa
ekonomi syariah tersebut, serta untuk mengetahui dasar hukum apa yang
dipakai oleh Hakim dalam menjatuhkan putusan nomor:
0054/Pdt.G/2015/PA.Mgl.
Bab kelima, merupakan penutup dari penelitian. Peneliti akan
menyusun kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis pada bab sebelumnya,
juga berisi jawaban atas pokok permasalahan pada penelitian. Dan bab kelima
ditutup dengan saran-saran.
BAB II
KERANGKA TEORITIK
A. Perjanjian dalam Hukum Positif
1. Pengertian perjanjian
Perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antr seseorang atau
beberapa orang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya untuk
melakukan sesuatu perbuatan tertentu. (Pasaribu dan Lubis, 1996: 1)
Beberapa ahli lain yang mengartikan perjanjian. Menurut Prof. Sri
soedewi masychoen sofwan yang memberikan batasan mengenai
perjanjian adalah sebagai suatu perbuatan hukum dimana seorang atau
lebih mengikat diri seorang lain atau lebih. Sementara menurut Prof. Dr.
R. Wirjono prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum
mengenai harta benda kekayaan antara kedua elah pihak, dimana sstu
pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan
suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menentukan pelaksanaan
perjanjian tesebut. (Aryani, 2012: 1-2)
Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Menurut definisi
perjanjian klasik, perjanjian adalah peruatan hukum bukan hubungan
hukum. Pasal 1313 KUHPedata mengatakan bahwa perjanjian adalah
suatu peruatan hukum satu orang mengikat dirinya dengan satu orang atau
lebih. (Aryani, 2012: 2)
Sementara menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne
yang diartikan perjanjian adalah“suatu hubungan hukum atara dua pihak
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.” (Salim,
2003: 26)
2. Syarat-syarat perjanjian
Syarat sah perjanjian telah diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata,
adalah sebagai berikut:
a. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang memuat perjanjian
(sepakat).
b. Ada kecakapan pihak-pihak membuat perjanjian.
c. Ada sesuatu hal tertentu.
d. Ada sesuatu sebab yang halal. (Aryani, 2012: 5)
3. Unsur-unsur perjanjian
Dalam KUHPerada Definisi perjanjian pada pasal 1313 adalah:
a. Tidak jelas, karena setiap perbuatan bisa disebut perjanjian,
b. Tidak tampak asas konsensualisme, dan
c. Bersifat dualisme
Tidak jelasnya definisi ini desebabkan dalam rumusan tersebut
hanya disebut perbuatan saja, maka yang bukan perbuatan hukum pun
disebut dengan perjanjian. untuk memperjanjian itu maka harus dicari
dalam doktrik, jadi menurut doktrin teori lama unsur-unsur perjanjian
adalah sebagai berikut:
a. Adanya perbuatan hukum,
b. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang,
c. Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan,
d. Perbuatan hukum terjadi karena kerjasama antara dua orang atau lebih,
e. Pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu sama
lain,
f. Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum,
g. Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain
atau timbal balik, dan
h. Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan
perundang-undangan. (Salim, 2003: 25)
Sementara unsur perjanjian yang dikatakan oleh Charless L, Knapp
dan Nathan M Crystal unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah:
a. Adanya kesepakatan tentang fakta antara kedua belah pihak,
b. Persetujuan dibuat secara tertulis,
c. Adanya orang yang berhak dan berkewajiban untuk membuat. (Salim,
2003: 26)
4. Asas-asas dasar perjanjian
Syarat sahnya perjanjian dalam pasa 1320 KUHPerdata
menetapkan bahwa suatu perjanjian tidak dapat dilepaskan dari tiga asas
pokok, yaitu: (Herliene Budiono, Aryani, 2012: 10-11)
a. Asas konsensualisme, bahwa perjanjian tebentuk karena adanya
perjumpaan kehendak dai pihak-pihak. Perjaanjian pada pokoknya
dapat dibuat bebas, tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara
formil tetapi cukup melalui konsensus belaka.
b. Asas kekuatan mengikat perjanjian, asas kekuatan mengikat atau asas
pacta sunt servanda yang berarti bahwa janji itu mengikat.
c. Asas kebebasan berkontrak, bahwa para pihak menurut kehendak
bebasnya masing-masing dapat diuat perjanjian dan setiap orang bebas
mengikat diri dengan siapapun yang ia kehendaki.
5. Pelaksanaan perjanjian
Perjanjian telah dibuat mengikat kedua belah pihak dan
melahirkan prestasi para pihak entuk prestasi dalam perjanjian berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memberikan sesuatu. Ada dua
kemungkinan suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan, yaitu: (Aryani,
2012: 19)
a. Keadaan memasa atau overmacht
Adalah suatu keadaan atau peristiwa yang tidak dapat diduga
sebelumnya akan terjadi sehingga menghalangi seorang debitur untuk
melakukan prestasi. Keadaan tersebut diluar kesalahan debitur.
b. Wanprestasi
Adalah jika seorang debitur tidak melaksanakan sama sekali
suatu prestasi atau keliru dalam melakukan suatu prestasi atau
terlambat melakukan suatu prestasi, seorang debitur tidak dapat
melaksanakan prestasi dan tidak dapat membuktikan bahwa tidak
dapat melaksanakan prestasi itu diluar kesalahanya atau karena adanya
overmacht maka debitur dalam hal ini adalah bersalah. 6. Batalnya perjanjian
Secara umum tentang pembatalan perrjanjian tidak mungkin
dilaksanakan, sebab dasar perjanjian adalah kesepakatan kedua belah
pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, namun demikian pembatalan
perjanjian dapat dilakukan apabila: (Pasaribu dan Lubis, 1996: 4-6)
a. Jangka waktu perjanjian telah berakhir
Lazimnya suatu perjanjian selalu didasarrkan kepada jangka
waktu tertentu (mempunyai jangka waktu yang terbatas), maka apabila
telah sampai kepada waktu yang telah diperjanjikan, secara otomatis
(langsung tanpa ada perbuatan hukum lain) batallah perjanjian yang
telah diadakan para pihak.
b. Salah satu pihak menyimpang dari apa yang diperjanjikan
Apabila salah satu pihak telah melakukan perbuatan
menyimpang dari apa yang telah diperjanjikan, maka pihak lain dapat
membatalkan perjanjian tersebut.
c. Jika adda ukti kelancangan dan bukti pengkhianatan (penipuan).
Apabila salah satu pihak melakukan sesuatu kelancangan dan
telah ada bukti-bukti bahwa salah satu pihak mengadakan
pengkhianatan terhadap apa yang telah diperjanjikan, maka perjanjian
yang telah diikat dapat dibatalkan oleh pihak lainnya.
7. Berakhirnya perjanjian
Pada KUHperdata pasal 1381 disebutkan bahwa ada beberapa cara
untuk berakhirnya perjanjian adalah:
a. Pembayaran
b. Penawaran pembayaran tunai disertai dengan penitipan
c. Pemaharuan utang
d. Perjumpaan utang
e. Percampuran utang
f. Pembebasan utang
g. Musnahnya benda yang terutang
h. Pembatalan
i. Berlakunya surat batal
j. Kadaluarsa
8. Bentuk perjanjian
Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam yaiu
secara tertulis dan lisan, dan berikut adalah bentuk-bentuk perjanjian
secara tertulis dan lisan.
Tertulis:
a. Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh pihak
bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam
perjanjian , tetapi tidak memiliki kekuatan untuk mengikat pihak
ketiga.
b. Peerjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan pihak.
Fungsi notaris atas suatu dokumen semata-mata haya untuk melegalisir
kebenaran tanda tangan para pihak.
c. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan pleh nitaris dalam bentuk akta
notaris. (Salim, 2003: 43)
9. Jenis perjanjian
Dalam perjanjian ada beberapa jenis perjanjian dan diantaranya
adalah:
a. Perjanjian Menurut sumber hukum
b. Perjanjian Menurut namaya
c. Perjanjian Menurut bentuk
d. Perjanjian Timbal balik
e. Perjanjian Cuma-Cuma atau denan alas yang membebani
f. Perjanjian berdasarkan sifatnya
g. Perjanjian dari aspek larangannya
B. Perjanjian dalam Hukum Islam 1. Pengertian
Secara etimologis perjanjian dalam islam juga disebut sebagai
akad. Kata ‘aqad dalam istilah bahasa berarti ikatan dan tali pengikat. Jika dikatakan ‘aqada al-habla maka itu menggabungkan antara dua ujung tali lalu mengikatnya. Jadi yang disebut akad adalah menghubungkan antara
dua perkataan, masuk juga dalamnya janji dan sumpah, karena sumpah
menguatkan niat berjanji untuk melaksanakan isi sumpah atau
meninggalkannya. Demikian juga halnya dengan janji sebagai perekat
hubungan antara kedua belah pihak yang berjanji dan menguatkan.
(Azzam, 2010: 15)
2. Rukun dan syarat perjanjian
Menurut pandangan islam syarat atau rukun perjanjian atau akad
adalah:
a. Subjek/pelaku akad (aqid)
b. Objek akad (ma’qud ‘alaih)
c. Substansi akad (maudhu’ ul ‘aqd)
d. Serah terima (ijab-qabul) (Nawawi, 2012: 22-24)
3. Macam-macam dan sifat perjannjian
Macam-macam dan sifat perjanjian atau akad dalam islam dapat
dibedakan menjadi:
a. Akad tanpa syarat, yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu
selesainya akad tanpa memberikan batasan
b. Akad bersyarat, yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat
syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad.
c. ‘Aqad mudhaf, yaitu akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan
yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan.
(Nawawi, 2012: 26-27)
C. Utang Piutang Dalam Perspektif Hukum Positif
1. Perngertian
Utang piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang
dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan itu. (Rasyid,
Pasaribu dan Lubis, 1996: 136)
Pengertian utang piutang ini sama dengan perjanjian minjam
meminjam yang dijumpai dalam KUHPerdata yang mana pasal 1754 yang
berbunyi : “ pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu
barang-barang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak
yang belakangan ini mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula.”
2. Syarat Utang Piutang
Utang piutang memiliki beberapa rukun dan syarat agar bisa
dianggap sah, yaitu:
a. Adanya yang berpiutang, yang disyartakan harus orang yang cakap
untuk melakukan tidakan hukum.
b. Adanya orang yang berutang
c. Objek/barang yang diutangkan
d. Lafaz, yaitu adanya pernyataan baik dari pihak yang mengutangkan
atau dari pihak yang berhutang. (Pasaribu dan Lubis, 1996: 137)
3. Kewajiban pihak yang berpiutang dan berhutang
a. Pihak yang berpiutang memiliki keawajiban sebagai berikut:
Orang yang meminjamkan atau memberikan hutang tidak boleh
meminta apa yang telah dipinjamkan, sebelum lewatnya waktu yang
menentukan dalam perjanjian (pasal 1759).
b. Pihak yang berhutang mempunyai kewajiban sebagai berikut:
Orang yang menerima pinjaman atau sebagai pihak yang berhutang
sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan
yang sama dan pada waktu yang ditentukan (pasal 1763). (Subekti,
1995: 128)
D. Utang Piutang Dalam Perspektif Hukum Islam
1. Pengertian
Utang (al-qardhu) merupakan upaya memberikan pinjaman kepada orang lain dengan syarat pihak peminjam mengembalikan gantinya. Utang
(al-qardhu) menurut bahasa adalah ‘potongan’, sedangkan menurut syar’i ialah menyerahkan utang kepada orang yang bisa memanfaatkannya,
kemudian ia meminta pengembaliannya sebesar uang tersebut. Pinjaman
(qardh) adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam literatur fikih, qardh dikategorikan dalam aqad tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersil. (Nawawi, 2012: 178)
2. Dasar hukum
Dasar hukum piutang ada dalam al-quran surat Al-baqarah ayat
280:
dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
QS. Al hadid ayat 11 juga menyebutkan tentang hutang piutang
siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.
Adapun utang (al-qurdhu) bagi debitur/peminjam (muqtaridh) diperbolehkan, karena Rasulullah SAW, meminjam unta kepada Abu
Bakar r.a dan mengembalikannya dengan unta yang lebih baik. Beliau
bersabda: “sesungguhnya manusia yang paling baik ialah orang yang paling baik pengembaliannya (utangnya).” (HR.bukhari).
Sementara ijma’ ulama menyepakati bahwa qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa
hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorangpun
yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam
meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan manusia didunia ini,
dan islam adalah agama yang sangat memerhatikan segenap kebutuhan
umatnya. (Nawawi, 2012: 178)
3. Rukun dan syarat
Syarat-syarat utang (qardhu) dalam islam adalah sebagai berikut: a. Besarnya pinjaman (qardhu) harus diketahui dengan takaran,
timbangan, atau jumlahnya.
b. Sifat pinjaman (qardhu) dan usianya harus diketahui jika dalam bentuk hewan.
c. Pinjaman (qardhu) tidak sah dari orang yang tidak memiliki sesuatu yang bisa dipinjamkan atau orang yang tidak normal akalnya.
(Nawawi, 2012: 178-179)
Sementara rukun pinjaman (qardhu) adalah sebagai berikut: a. Pemilik barang (muqridh)
b. Yang mendapat barang atau peminjam (muqtaridh)
c. Serah terima (ijab-qabul)
d. Barang yang dipinjamkan (qardh). (Nawawi, 2012: 179) 4. Hukum-hukum hutang
Menurut Al-Jazairi yang mengemukakan beberapa hukum
pinjaman (al-qardhu) sebagai berikut:
a. Pinjaman (al-qardhu) dimiliki dengan diterima.
b. Pinjaman (al-qardhu) boleh sampai batas waktu tertentu, tapi jika tidak sampai batas waktu tertentu, itu lebih baik karena meringankan
debitur.
c. Jika barang yang dipinjamkan itu tetap utuh, seperti saat ketika
dipinjamkan maka dikembalikan utuh seperti itu.
d. Jika pengembalian al-qardhu tidak membutuhkan biaya transportasi maka boleh dibayar ditempat manapun yang diinginkan oleh kreditur.
Jika merepotkan maka debitur tidak harus mengembalikannya.
e. Kreditur haram mengambil manfaat dari al-qardhu dengan penambahan jumlah pinjaman atau meminta pengembalian pinjaman
lebih baik, atau manfaat lain yang keluar dari akad pinjaman jika itu
semua disyaratkan, atau berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Sementara Firdaus mengemukakan hukum pinjaman berdasarkan
fatwa DSN sebagai berikut:
a. Qardh menetapkan pemilikan.
b. Para ulama sepakat bahwa penyelesaian akad qardh harus diselesaikan di daerah tempat qardh itu disepakati.
c. Islam jua mengajarkan agar pemberian qardh oleh kreditur tidak dikaitkan dengan syarat lain berupa manfaat yang harus diberikan oleh
kreditur kepadanya.
d. Qardh juga tidak boleh mejadi akad lain, seperti jual beli. (Nawawi, 2012: 179-180)
Hutang tidak akan hilang jika pengembalian barang atau apa yang
dihutang seperti apa yang telah dihutang, bahkan hutang masih ada jika
orang yang berhutang telah meninggal dunia sebelum hutangnya
dikembalikan. Dan semua itu menjadi waris bagi ahli waris orang yang
berpiutang kepada orang yang memberikan hutang.
E. Novasi (Pembaharuan Utang)
1. Pengertian
Adalah suatu perjanjian yang baru dengan maksud menggantikan
atau menghapus perjanjian yang lama. Unsur-unsur novasi adalah adanya
perjanjian yang baru, ada hak dan kewajiban serta subjek baru. (Aryani,
2012: 22)
Novasi adalah pembaharuan utang merupakan salah satu penyebab
hapusnya perikatan. Novasi dapat diartikan sebagai perjanjian yang
mengantikan perikatan yang lama dengan perikatan yang baru. Perikatan
tersebut dapat terjadi pada kreditur, debitur, maupun objek perikatan
(Budiono, 2010: 177)
Novasi diatur dalam pasal 1413 KUHPerdata sampai dengan pasal
1424. Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah
dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus harus dihidupkan, yang
ditempatkan di tempat yang asli. (C.asser’s, 1991: 552). Vollmar
mengatakan (Vollmar. 1983: 237) novasi adalah suatu perjanjian karena
dimana sebuah perjanjian yang akan dihapuskan, dan seketika itu juga
timbul sebuah perjanjian baru. (Salim, 2003: 168)
Dalam buku lain tentang novasi atau bisa disebut novatie sebelum
baku disebut sebagai novasi meenyebutkan bahwa, “ novatie didalam
KUHperdata terjemahan Prof soebekti adalah pembaharuan hutang.”
(Satrio, 1999: 100)
Uundang-undang sendiri tidak memberikan perumusan apa itu
yang disebut dengan novasi. Dari pasal-pasal yang mengatur tentang
novasi para sarjana menyimpulkan, bahwa yang dimaksud novasi adalah
pengantian perikatan yang lama dengan suatu perikatan yang baru. Kata
menggantikan mengandung arti bahwa, perikatan lama sengaja dihapuskan
dan sebagai gantinya dibuat perjanjian baru, yang melahirkan perikatan
sebagai ganti yang lama. Sengaja dihapuskan berarti para pihak memang
menghendakinya atau dengan kata lain didasarkan pada pihak yang
melakukan pejanjian. (Satrio, 1999: 100)
Novasi atau pembaharuan utang, perikatan yang lama hapus, maka
pokok perikatan yang baru dapat berbeda dari pokok perikatan yang lama.
(Pitlo, Suharnoko, 2005: 57)
2. Bentuk novasi
Dilihat dari bentuk novasi, ada 3 yaitu: (Aryani, 2012: 23)
a. Pembaharuan objektif, yaitu para pihak yang sama mengadakan
perjanjian baru untuk mengantikan perjanjian yang lama, dalam hal ini
yang diperbaharui adalah objek perjanjiannya.
b. Pemaharuan utang subjektif, dalam hal ini yang diperbaharui adalah
kerditunya, dimana kreditur lama digantikan dengan kreditur yang
baru.
c. Pembaharuan utang subjektif pasif, dalam hal ini yang digantikan
adalah debitunya yang oleh diberpiutang dibebaskan dari perjanjian.
Dalam buku lain menyebutkan hal yang sama mengenai bentuk dan
macam novasi yaitu sebagai berikut:
a. Novasi objektif
Adalah dimana perikatan yang lama diganti dengan perikatan yang
baru, yang didalamnya mengandung suatu objek perikatan lain.
(Satrio, 1999: 106)
Suatu perjanjian kredit dihapuskan dengan perjanjian restrukturisasi
utang kedua perjanjian tersebut esensinya sama yaitu pinjam
meminjam uang. (Suharnoko, 2005: 58)
b. Novasi subjektif aktif
Pada novasi subjektif aktif, maka yang disana diganti adalah subjek
kreditur. Dalam peristiwa seperti ini tidak dapat dihindarkan bahwa
perjanjian perlu melibatkan tiga pihak, yaitu kreditur lama, kreditur
baru dan debitur. Dalam novasi ini perikatan yang lama antara
kreditur lama denan debitur menjadi hapus dan sebagai ganti adalah
adanya perikatan baru antara kreditur baru dengan debitur. (Satrio,
1999:117)
Novasi subjektif aktif terjadi jika kreditor dalam perikatan yang lama
diganti oleh pihak ketiga sebagai kreditor dalam perikatan yang baru.
(Suharnoko, 2005: 58)
c. Novasi subjektif pasif
Novasi subjektif pasif adalah dimana debitur menawarkankepada
krediturnya seorang debitur baru, yang bersedia untuk mengikatkan
dirinya demi keuntungan kreditur atau dengan perikatan lain, bersedia
untuk membayar hutang-hutang debitur. (Satrio, 1999: 118)
Novasi subjektif pasif adalah debitor dalam perikatan yang lama
diganti oleh pihak ketiga sebagai debitor dalam perikatan yang baru.
Dalam novasi kreditor baru tidak menempati posisi kreditor lama
demikian pula debitor baru tidak menempati posisi debitor lama,
karena perikatan yang lama sudah dihapus. (Suharnoko, 2005: 58)
3. Patokan dan pengaruh novasi
Untuk ada atau tidaknya terjadi novasi haruslah ada patokan yang
pasti. Dalam novasi subjektif lebih mudah dilakukan karena ada dalam
setiap pergantian subjek, baik kreditur maupun debitur.
Mayers memberikan patokan umum dengan mengatakan, bahwa
kalau peraturan-peraturan yang mengatur tentang kewajiban-kewajiban
dan hak-hak subjektif dan susunanya, mempunyai pengaruh yang besar
sekali terhadap masalah identitas, maka kita perlu memeperhatikan
ketentuan-ketentuan tentang lahir dan hapusnya hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang bersangkutan dan melihat apakah dalam perjanjian yang
baru atau sebagai buntut perjanjian yang baru telah pula dipenuhi semua
formalitas sebagai yang disyaratkan dalam peraturan yang bersangkutan.
(Satrio, 1999: 104)
Dengan adanya novasi tentunya memiliki pengaruh terhadap
perikatan yang lama. Ada tidaknya novasi mempunyai pengaruh terhadap
jaminan-jaminan yang ada pada perikatan lama. Kalau tidak ada novasi
maka jaminan-jaminan pada perikatan lama tetap utuh, sedangkan kalau
ada novasi harus ditinjau, apakah jaminan-jaminan tersebut
dipasangkan/diperjanjikan lagi pada perikatan baru . bahkan novasi bisa
mempunyai pengaruh terhadap hukum acara, yaitu mengenai kompensasi
pengadilan, dalam hal perikatan yang baru menetapkan/mempunyai
domisili yang terletak dalam wilayah pengadilan yang lain. (Satrio, 1999:
105)
Dengan kata lain novasi selain menghapus perjanjian atau
perikatan yang lama dengan perikatan atau perjanjian yang baru, baik
dengan cara objektif maupun subjektif berpengaruh pada perjanjian yang
baru dengan ada atau tidaknya jaminan yang sama atau sama sekali
berbeda.
4. Perikatan lain yang termasuk dalam novasi
a. Novasi ganda
novasi ganda adalah yang tering terjadi pada praktek
dilapangan. Yang sering terjadi adalah bahwa antara debitur lama
dengan debitur baru ada suatu hubungan lain (tersendiri) yang
menyebabkan bahwa debitur baru bersedia menggantikan kedudukan
ebiturlama dalam hubungannya dengan krediturnya. (Satrio, 1999:
121)
b. Exprommission
Pada Exprommission juga terjadi penggantian subjek debitur melalui novasi, tetapi inisiatif novasi disini datang dari kreditur.
Dimana dalam peristiwa novasi disini seakan-akan kreditur yang
mencari dan menemukan seseorang yang mau mengikatkan diri pada
kreditu untuk memenuhi tanggungjawab dan kewajiban debitur dan
menghapuskan perikatan lama yang ada antara kreditur dan debitur.
(Satrio, 1999:124-125)
5. Akibat novasi
a. Pasal 1418
Dalam pasal 1418 akibat hukum mengatakan bahwa:
siberputang yang membebaskan si berhutang yang telah melakukan
pemindahan, tak dapat menuntut orang tersebut, jika orang yang
ditunjuk untuk mengantikan itu jatuh dalam keadaan pailit atau
nyata-nyata tak mampu, terkecuali jika hak penuntut itu dengan tegas
dipertahankan dalam persetujuan, atau jika orang berhutang yang
ditunjuk sebagai pengganti itu pada saat pemindahan telah nyata-nyata
bangkrut, atau telah berada dalam keadaan terus menerus merosot
kekayaannya. (Satrio, 1995:47)
b. Pasal 1419
Pada pasal 1419 mengatakan bahwa: si berhutang yang secara
pemindahan, telah mengikatkan dirinya kepada seorang berpiutang
baru, dan dengan demikian dibebaskan terhadap berpiutang lama, tak
dapat si berpiutang baru memajukan taangkisan-tangkisan, yang
sebenarnya ia dapat majukan terhadap si berpiutang lama, meskipun
ini tidak diketahuinya sewaktu membuat perikatan baru; namun itu
dengan tidak mengurangi, dalam hal yang terakhir tadi, hak untuk
menuntut si berpiutang lama. (Satrio, 1995: 49)
c. Akibat novasi terhadap hak-hak jaminan
1) Akibat umum
Seperti yang dijelaskan dalam pengertian tentang novasi,
bahwa akibat umum terjadinya novasi adalah hilangnya perikatan
atau perjanjian lama dan diganti dengan perikatan atau perjanjian
yang baru.
2) Akibat terhadap jaminan kebendaan
Hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik yang melekat pada
piutang lama, tidak berpindah kepada piutang baru yang
menggantikannya, kecuali kalau hal itu secara tegas dipertahankan
si berpiutang. (Satrio, 1995: 53)
3) Akibat debitur tangung menangung
Menurut pasal 1280 maka terjadilah perikatan tangung
menanggung di pihaknya orang-orang yang berhutang, maka kala
mereka kesemuanya diwajibkan melakukan sesuatu hal yang sama,
demikian bahwa masing-masing dapat dituntut untuk seluruhnya,
dan pemenuhan oleh salah satu membebaskan kawan-kawan
berhutang yang lainnya terhadap si berpiutang. (Satrio, 1995: 56)
4) Akibat borg
Berdasarkan ketentuan pasal 1424 ayat 2, denga adanya
novasi subjektif, dengan mana pada pergantian subjek debitur
utama, maka borg menjadi bebas. (Satrio, 1995: 57)
F. Ekonomi Syariah
Dalam undang-undang nomor 3 tahun 2006, telah ditetapkan sembilan
bidang tugas peradilan agama, yakni perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,
zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah. Dengan berlakunya
undang-undang inilah masalah ekonomi syariah menjadi kompetensi absolut peradilan
agama. (Anshori, 2007: 80)
Pergertian ekonomi syariah yang telah tercantum dalam pasal 49 huruf
(i) undang-undang nomor 3 tahun 2006 adalah perbuatan atau kegiatan usaha
yang dilaksanakan menurut prinsip syariah atau dengan hukum islam. (Rasyid
dan Saifuddin, 2009: 31)
Antara lain yang meliputi ekonomi syariah adalah:
1. Bank syariah
Adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembiayaan serta peredaran uang
yang pengoprasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip hukum islam.
(Dahlan, Rasyid dan Saifuddin, 2009: 32)
2. Lembaga keuangan mikro syariah
Dalam undang-undang memang tidak dijelaskan tentang lembaga
keuangan mikro syariah adalah baitul mal wat-tamwil, namun dalam pasal 1 peraturan dasar baitul mal wat-tamwilyang menyebutkan, bahwa baitul mal wat-tamwil adalah suatu lembaga rakyat kecil, yang berupaya menggembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan egiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil
berdasarkan prinsip syariah dan prinsip koprasi. (Rasyid dan Saifuddin,
2009: 38)
3. Asuransi syariah
Dalam fatwa MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman
umum asuransi syariah. Asuransi syariah adalah usaha salin melindungi
dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan/atau tabbaru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai
dengan syariah.
4. Reasuransi syariah
Dalam pasal 1 angka 3 peraturan pemerintah Nomor 39 tahun 2008
perubahan kedua atas peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1992 tentang
penyelenggaraan perusahaan perasuransian disebutkan, bahwa perusahaan
reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan
ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi.
5. Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah
MUI telah memfatwakan bahwa obligasi syariah adalah surat-surat
berharga janka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh
emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/ margin/ fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo. Fatwa DSN Nomor 32/ DSN-MUI/ IX/ 2002 tentang obligasi
syariah.
6. Reksadana syariah
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun
dana dari masyaraktan pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi. (ps 2 angka 27 UU Nomor 8/1995)
tentang pasar modal. Dan dalam fatwa MUI Nomor
20/DSN-MUI/I/IX/2001 disebutkan bahwa reksadana syariah adalah, reksadana
yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah islam baik dalam
bentuk akad antara pemodal sebagai shahib al-mal/ rab al-mal dengan manager investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
7. Sekuritas syariah
Sekuritas syariah adalah bukti utang piutang atau pemilikan modal
dalam bentuk surat berharga yang dapat diperdagangkan sesuai dengan
prinsip syariah, seperti obligasi syariah, saham syariah. (Rasyid dan
Saifuddin, 2009: 46)
8. Pembiayaan syariah
Peraturan bank indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang
pelaksanaan prinsip syariah disebutkan bahwa yang termasuk dalam
pembiayaan syariah produk bank syariah adalah wadi’ah, mudarabah, musyarakah, murabahah, salam, istisn’ ijarah dan qard.
9. Pegadaian syariah
Gadai syariah diatur dalam fatwa MUI Nomor
25/DSN-MUI/III/20002 yang secara etimologis dipadankan dengn rahn, yang berarti tetap, kekal, dan jaminan. Menurut istilah syara’ rahn dirumuskan sebagai penahanan terhadap sejumlah harta yang diserahkan sebagai
jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. (Rasyid
dan Saifuddin, 2009: 47)
10.Dana pensiun lembaga keuangan syariah
Dana pensiun lembaga keuangan adalah dana pensiun yang
dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk
menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan maupun
pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja dari
karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. (Rasyid
dan Saifuddin, 2009:49). Salah satu kegunaan bank umum syariah adalah
sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun erdasarkan
prinsip syariah. (ps 20 ayat (1) huruf d UU Nomor 21/2008)
11.Bisnis syariah
Bisnis syariah adalah semua kegiatan dagang, industri atau
keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. (Rasyid dan Saifuddin,
2009:49)
G. Alternatif penyelesaian sengketa
1. Pengertian
Istilah teori penyelesaian sengketa berasal dari terjemahan bahasa
inggris, yaitu dispute settlement of theory. Dalam bahasa belanda dikenal dengan theorie van de beslechting van geschillen. Sedangakan dalam bahasa jerman adalah streitbeilegung.
Menurut halim dan Erlies septiana, secara penyelesaian sengketa
merupakan upaya untuk mengembalikan hubungan para pihak yang
bersengketa dalam keadaan seperti semula. Dengan pengembalian
hubungan tersebut, maka mereka dapat mengadakan hubungan baik sosial
maupun hubungan hukum. Teori yang mengkaji tentang hal ini disebut
teori penyelesaian sengketa. (Hudiata, 2015: 13)
Menurut nurnaningsih amriani dalam bukunya menuturkan bahwa,
sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan
oleh pihak lain. Pihak yang merasa dirugikan menyampaikan
ketidakpuasan ini kepada pihak kedua dan apabila pihak kedua tidak
menanggapi dan memuaskan pihak pertama, serta menunjukkan
perdebedaan pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan sengketa.
(Amriani, 2012: 12)
Dalam konteks hukum, khususnya hukum kontrak, yang dimaksud
dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara pihak karena
adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dituangkan dalam
suatu kontrak, baik sebagian ataupun keseluruhan. Dengan kata lain telah
terjadi wanprestasi oleh pihak-pihak atau salah satu pihak. (Amriani, 2012:
13)
2. Macam alternatif penyelesaian sengketa
Secara umum penyelesaian sengketa, baik nasional maupun
internasional, dapat dilakukan dengan berbagai cara, anttara lain:
a. Negosiasi
Negosiasi menurut Ficher dan Ury merupakan komunikasi dua
arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua
belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang smaa maupun yang
berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihah yang
mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa
keterlibatan pihak ketiga penengah yang tidak berwenang mengambil
keputusan (mediasi), maupun pihak ketiga pengambil keputusan
(arbritase dan litigasi). (Amriani, 2012: 23)
Dalam konteks bisnis, negosiasi adalah hal yang selalu
dlakukan. Negosiasi biasanya dilakukan sebelum pihak-pihak yang
ingin berbisnis mengikat diri dalam suatu kontrak, maupun jika terjadi