• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSAKSI JUAL BELI HEWAN TERNAKMELALUI MAKELAR DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM (StudiKasus di PasarHewanMuntilan KabupatenMagelang 2016) SKRIPSI Diajukan guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 Hukum (S.H)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TRANSAKSI JUAL BELI HEWAN TERNAKMELALUI MAKELAR DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM (StudiKasus di PasarHewanMuntilan KabupatenMagelang 2016) SKRIPSI Diajukan guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 Hukum (S.H)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSAKSI JUAL BELI HEWAN TERNAKMELALUI

MAKELAR DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM

(StudiKasus di PasarHewanMuntilan

KabupatenMagelang 2016)

SKRIPSI

Diajukan guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 Hukum (S.H)

Oleh:

Yitna Yuono

NIM: 214 11 019

JURUSAN S1-

HUKUM EKONOMI SYARI’AH (HES)

FAKULTASSYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

ii

TRANSAKSI JUAL BELI HEWAN TERNAKMELALUI

MAKELAR DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM

(StudiKasus di PasarHewanMuntilan

KabupatenMagelang 2016)

SKRIPSI

Diajukan guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 Hukum (S.H)

Oleh:

Yitna Yuono

NIM: 214 11 019

JURUSAN S1-

HUKUM EKONOMI SYARI’AH (HES)

FAKULTASSYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

vi MOTTO

نَأ ّلاِإ ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ ْاَوُلُكْأَت َلا ْاوُنَمآ َنيِذّلا اَهّ يَأ اَي

ْمُكْنّ ضٍااَ َ ت نَ ةً َااَ ِت َنوُكَت

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”‟. [QS.

An-Nisaa‟ : 29].

(8)

vii

PERSEMBAHAN

Dengan segala puja dan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan

atas dukungan dan do‟a dari orang-orang tercinta, akhirnya skripsi ini dapat dirampungkan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa

bangga dan bahagia saya khaturkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta & tersayang yang telah membesarkan dan

mendidikku dengan penuh cinta dan kesabaran serta ikhlas-tulus memberikan

dukungan dan doa restunya kepada penulis.

2. Bapak dan Ibu Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini

telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan

mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai

harganya, agar saya menjadi lebih baik.

3. Kakak saya, yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, senyum dan

do‟anya untuk keberhasilan ini,

4. Seluruh keluarga besar Bp. Muhsirat yang selalu mendo‟akan & memberi motifasi

kepada penulis

5. Teman, sahabat dan sejawat tersayang, tanpa semangat, dukungan dan bantuan

kalian semua tak kan mungkin aku sampai di sini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kalian semua, akhir kata saya

persembahkan skripsi ini untuk kalian semua, orang-orang yang saya sayangi. Dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna untuk kemajuan ilmu pengetahuan

(9)

viii

KATA PENGANTAR

ميحرلا نحمرلا للها مسب

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada

junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke

jalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi

syarata guna untuk memperoleh gelar sarjana syari‟ah. Adapun judul skripsi ini

adalah “Transaksi Jual Beli Hewan Ternak Melalui Makelar Ditinjau Dari

Hukum Islam (Studi Kasus di Pasar Hewan Muntilan Kabupaten Magelang

2016)

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah

memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.

3. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah di

IAIN Salatiga

4. Bapak Drs Machfudz, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan

secara ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan pikiran dan

tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak

(10)

ix

5. Seluruh Dosen Fakultas Syaria‟ah Jurusan hukum ekonomi syariahIAIN

Salatiga yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis

dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai.

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril

maupun spiritual serta yang senantiasa berkorban dan berdoa demi tercapainya

cita-cita.

7. Sejawat-sejawat Mapala MITAPASA khususnya angkatan XVII dan

sahabat-sahabat semua yang telah membantu memberikan dukungan dalam

penyelesaian skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta

mendapatkan balasan myang berlipat ganda amien. Penulis sadar bahwa dalam

penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnan. Oleh karena

itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan

memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Amiin ya robbal

„alamiin.

Salatiga, 09 september 2016

Yang menyatakan

(11)

x ABSTRAK

Yuono, Yitna. 2016. (transaksi jual beli hewan ternak melalui makelar ditinjau dari hukum islam studi kasus di pasar hewan muntilan kabupaten magelang). Skripsi Fakultas Syari‟ah. Jurusan hukum ekonomi syariah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Drs. Machfudz, M.Ag.

Kata Kunci: Jual Beli Hewan Ternak Melalui Makelar

Penelitian tentang jual beli hewan ternak yang terjadi di Muntilan kabupaten Magelang adalah ditujukan kepada penjual pembeli dan makelar hewan ternak yang ada di pasar hewan muntilan. Adapun permasalahan yang akan dikaji yakni:1)Bagaimana praktek makelar dalam jual beli hewan ternak di pasar hewan Muntilan kabupaten Magelang? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli hewan ternak melalui makelar dipasar hewan Muntilan kabupaten Magelang? 3) Bagaimana bentuk akad dalam jual beli hewan ternak melalui makelar di pasar hewan Muntilan kabupaten Magelang?

Penulisan ini didasarkan pada penelitian lapangan di Muntilan Kabupaten Magelan, jenis penelitian yang digunakan kualitatif yuridis sosiologis, maka penulis melakukan penelitian terhadap objeknya dan berinteraksi langsung dengan sumber data. Sehingga penulis dituntut untuk aktif terhadap masalah yang kemungkinan terjadi di lokasi penelitian. Dalam pengumpulan data penulis melakukan beberapa macam hal atau teknik supaya data yang didapat sesuai dengan peristiwa apa yang sebenarnya terjad, diantaranya sebagai berikut: obserfasi, observasi tidak berstruktur, observasi berstruktur, wawancara, dokumentasi

(12)

xi

DAFTAR ISI

HALAMANBERLOGO ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

(13)

xii

BAB III GAMBARAN UMUM TENTENG PASAR HEWAN MUNTILAN A. Profil pasar hewan muntilan ... 48

1.Keadaan masyarakat sekitarpasar hewan muntilan ... 48

2. Keadaan pasar hewan muntilan ... 49

3. Struktur pasar hewan muntilan ... 51

B. Praktek jual beli hewan ternak melalui jasa makelar ... 52

C. Gambaran secra umum makelar ... 53

D. Praktek makelar secara rinci ... 55

E. Bentuk akad dalam jual beli hewan ternak melalui makelar 60 F. Pengambilan untung makelar dari proses juaal beli ... 61

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

(15)

xiv

DAFTAR BAGAN

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Tugas Pembimbing

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Lembar Konsultasi Skripsi

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang

yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, sesuai

dengan ketetapan Hukum.Maksudnya ialah jual beli harus memenuhi

persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang digariskan oleh

Syara‟.Sehingga apabila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti

tidak sesuai dengan kehendak syara‟.

Rukun jual beli ada tiga yaitu akad, orang yang berakad, barang atau

objek.Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum

dikatan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan sebab ijab kabul menunjukan

kerelaan. Pada dasarnya ijab kabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak

mungkin, misalnya bisu atau yang lainnya boleh dilakukan dengan

surat-menyurat, yamg intinya mengandung arti ijab dan kabul. Menurut fatwa

Ulama Syafi‟iyah jual beli barang-barang yang kecil pun harus ijab dan kabul

(Suhendi, 2014: 69).

Ijab adalah suatu pernyataan kehendak yang pertama muncul dari

suatu pihak untuk melahirkan suatu tindakan Hukum, dengan pernyataan

kehendak tersebut ia menawarkan penciptaan tindakan Hukum yang di

maksut di mana bila penawaran itu diterima oleh pihak lain terjadilah akad.

Ijab disyaratkan harus jelas maksud dan isinya harus tegas. Maksudnya harus

(18)

2

digunakan untukmenyatakan ijab dalam setiap akad menunjukkan secara jelas

jenis akad yang dikehendaki , oleh karena itu akad mana yang dimaksud dan

akibat Hukum apa yang hendak diciptakan haruslah jelas.

Kabul adalah pernyataan kehendak yang menyetujui ijab dan

terciptanya suatu akad. Sepertihaknya ijab, kabul disyaratkan kejelasan

maksud, ketegasan isi dan didengar atau diketahui oleh pihak lain (Basyir,

2000:65-67).

Fenomena ini merupakan peran dari Hukum Islam untuk menjawab

permasalahan yang terjadi. Terutama bagaimana cara menyikapi sistem

ekonomi yang memegang peranan penting dalam dunia bisnis. Sebagai agama

yang mampu mengikuti perkembangan zaman yang diyakini Islam mampu

menjawab permasalahan yang terjadi, namun perlu suatu kerja keras untuk

mencari dan menafsirkannya karena suatu bisnis saat ini dipenuhi dengan

berbagai kenyataan bahwa beberapa kegiatannya telah terpopulasi dengan

kelicikan.

Para pedagang dijanjikan dengan kedudukan tinggi dan pahala yang

sangat besar di sisi Allah swt, karena biasanya pedagang tergoda untuk

berlaku rakus, tamak, mendapatkan laba dengan segala cara. Karena itu

barang siapa tegar di atas batas-batas kejujuran dan amanah, ia adalah

mujahid dalam memerangi hawa nafsunya. Berkaitan dengan masalah

perdagangan ini, apa yang dilakukan Rasulullah saw cukup jelas bagi kita.

Sebagaimana beliau memberikan perhatian pada aspek ruhani dengan

(19)

3

ibadah, ilmu pengetahuan, dakwah, bahkan jugapusat negara dan

pemerintahan, beliau juga memberikan perhatian kepada bidang ekonomi,

didirikanlah pasar yang Islamidan mandiri (Qardhawi, 2000: 200-201).

Jika tidak ada unsur kehati-hatian dalam melakukan transaksi jual beli

maka tidak menutup kemungkinan salah satu pihak ada yang dirugikan, dan

apabila hal tersebut yang terjadi transaksi jualbeli yang dilakukan tidak

sah.Islam mensyariatkan jual beli dengan perantara atau makelar karena tidak

semua manusia mampu dan cakap dalam melakukan transaksi jual beli

tersebut.

Makelar atau katakan perantara dalam perdagangan yang

menjembatani penjual dan pembeli, dizaman kita ini sangat penting artinya

dibanding dangan masa-masa yang telah lau, karena terikatnya perhubungen

perdagangan antara pedagang kolektif dan pedagang perorangan, sehingga

makelar berperan sangat penting. Dalam hal ini makelar adalah seorang yang

menjualkan barang orang lain atas dasar bahwa seseorang itu akan diberi upah

oleh yang punya barang sesuai dengan usahanya (Suhendi, 2010: 85).

Dalam hal ini makelar bertugas untuk menjembatani kepentingan

antara pihak penjual dan pembeli. Namun pada praktek kinerjanya di

lapangan banyak berbagai bentuk cara kerja dari seorang makelar. Dari yang

ingin untung sendiri dengan cara menambahkan harga barang tanpa

sepengetahuan antara kedua belah pihakdan mengorbankan kepentingan salah

satu pihak dan tidak bertanggung jawab atas resiko yang mungkin terjadi,

(20)

4

pihak-pihak yang dihubungkan dan dapat di pertanggung jawabkan

(http://bisnisukm.com/bisnis-makelar-peluarpotensial-html).

Berangkat dari hal tersebut diatas penulis tertarik pada praktek makelar

yang ada di daerah pasar hewan Muntilan Magelang.Kaitannya dengan jual

beli hewan ternak yang mana seorang makelar mempunyai peran aktif dalam

memasarkan barang (hewan ternak) tersebut, baik dalam bidang menerima

pesanan, penawaran harga, sampai pada perolehan laba dari hasil negosiasi

transaksi hewan ternak tersebut. Biasanya dalam posisi seorang makelar itu

adalah sebagai penghubung antara kedua belah pihak tetapi disisi lain ada

juga makelar yang mencari keuntungan yang berlebihan dengan penambahan

harga barang, menutupi cacat barang, sehingga makelar menekan pihak

penjual maupun pembeli untuk mendapatkan keuntungan

sebanyak-banyaknya.

Bisnis dianggap suatu proses untuk mencari keuntungan dan

mencukupi kebutuhan hidupnya. Sementara itu etika merupakan ilmu yang

berbeda dengan bisnis dan karenanya terpisah.Dalam kenyataan ini bisnis dan

etika dipahami sebagai dipahami sebagai suatu hal yang tidak berkaitan.

Praktek bisnis itu bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, dan

jika etika keIslaman diterapkan dalam dunia bisnis maka dianggap akan

mengganggu upaya untuk mencapai tujuan bisnis. Sering kali ekonomi

menjadi masalah yang serius bagi manusia karena sumber daya ekonomi yang

tidak tersedia tidak sebanding dengan kebutuhan manusia.Dunia bisnis sangat

(21)

5

Kerjasama dalam jualbeli merupakan salah satu hal yang sangat

penting demi terciptanya tujuan bisnis.Masalah kerjasama dalam bisnis tidak

boleh diremehkan begitu saja karena bagaimanapun juga bentuk kerjasama

dalam bisnis merupakan masalah penting dalam kehidupan manusia.

Pada hakikatnya Islam membolehkan semua bentuk kerjasama dalam

jual beli yang berkembang dalam masyarakat, selama kerja sama tersebut

mendatangkan manfaat dan tujuan untuk saling tolong menolong antar

masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Begitu pula praktek kerja sama

dalam jual beli yang dilakukan masyarakat di dalam pasar Hewan Muntilan

Magelang, dimana mereka bekerja sama dala jual beli hewan ternak

menggunakan jasa perantara atau makelar.

Dalam Hukum Islam dikenal istilah yang berkenaan dengan jual beli

perantar yaitu simsar yang semua ketentuannya telah ditulis dalam Hukum

Islam khususnya dalam aspek muamalat.Secara umum perantara atau makelar

perdagangan adalah orang yang menjualkan barang mencarikan bembeli atau

perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Berkaitan

dengan jual beli menggunakan jasa perantara, penyusun juga menggunakan

kejian tentang makelar dalam kitab-kitab fiqh terdahulu. Makelar adalah

pedagang perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan

mengambil upah tanpa menanggung resiko.

Chairuman Pasaribu juga berpendapat bahwa perantara atau makelar

dalam istilah Hukum Islam disebut dengan simsar ia lah orang yang menjadi

(22)

6

antara pihak penjual dengan pihak pembeli. Simsar yaitu seseorang yang

menjualkan barang kepada orang lain, atas dasar seseorang itu akan diberi

upah oleh yang punya barang sesuai dengan usahanya (Sahrani, 2011: 79).

Jika salah satu pihak merasa tidak rela atas perjanjian yang disepakati

maka termasuk suatu bentuk paksaan yang bertentangan dengan

prinsip-prinsip dalam bermuamalah.Istilah perjanjian dalam Hukum Islam disebut

akad.Dalam jual beli perantara banyak sekali bentuk-bentuk makelar dalam

prakteknya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muamalat (Anwar, 2007: 68).

Seperti halnya makelar yang tidak jujur dan pengambilan keuntungan

dari jual beli tanpa sepengetahuan dari kedua belah pihak (penjual dan

pembeli), maka dalam fiqh jual beli Islam ada macam-macam jual beli yang

ditinjau dari segi harga atau ukuran yang berkaitan dengan keuntungan yaitu

jual beli murabahah.Jual beli murabahah yaitu menjual barang dengan

harganya semula ditambah dengan keuntungan dan syarat-syarat tertentu. Jual

beli dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara

memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan

pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat

dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru perusahaan

dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh

pembeli kepada penjual (Muslich, 2010: 207).

Dalam perkembangan zaman, perjanjian sudah diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) merupakan aturan atau Hukum

(23)

7

Hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dalam

usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Dikatakan dalam pasal 1338 KUH

Perdata, perjanjian menganut sistem terbuka atau menganut kebebasan yang

seluas-luasnya. Pasal tersebut berisi tentang perjanjian yang menganut

masyarakat dapat mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak

melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Seperti halnya dalam Hukum

Islam bahwa manusia diperbolehkan melakukan perjanjian asalkan tidak

melanggar aturan syari‟ah.

Pada awalnya transaksi murabahah adalah transaksi sederhana yang

dipraktekkan dengan kerelaan penjual untuk menyampaikan harga pokok dan

laba yang diinginkan.Dengan persyaratan tertentu, kemudian jual beli ini

dimasukkan kedalam jenis jual beli amanah.Tipe murabahah dalam

prakteknya dapat dilakukan langsung oleh penjual dan pembeli tanpa melalui

pesanan.Begitu pula dapat dilakukan dengan pihak ketiga (supplier), yaitu

pemesan.Pihak pembeli sebagai perantara karena keahliannya (Afandi, 2009:

93).

Seiring berkembangnya zaman yang memicu kompleksnya

permasalahan dalam kegiatan muamalat pada zaman sekarang, manusia sering

menemukan masalah yang tidak persis sama dengan masalah yang telah ada

dalam al-Qur‟an dan Sunna. Tetapi yang diharapkan adalah bisa mencari

solusi atas masalah yang baru tetapi tidak memahami prinsip-prinsip dasar

Hukum Islam yang mempunyai tujuan yang umum yaitu demi kemaslahatan

(24)

8

peranan penting dalam dunia bisnis, mampukah memberikan solusi terbaik

atas fenomena yang terjadi ini.

Sebagai agama yang mampu mengikuti perkembangan zaman yang

diyakini Islam mampu menjawab permasalahan yang terjadi.Namun perlu

suatu kerja keras untuk mencari dan menafsirkannya karena suatu bisnis saat

ini dipenuhi dengan berbagai kenyataan bahwa beberapa kegiatannya telah

terpopulasi dengan kelicikan.

Makelar atau perantara merupakan jenis pekerjaan yang banyak

dilakukan oleh kalangan masyarakat saat ini, mengingat banyaknya kesibukan

yang tidak mengharuskan adanya kehadiran penjual dan pembeli dalam

bertransaksi seperti yang telah disyariatkan dalam rukun jual beli.Penelitian

ini selain untuk mengetahui status makelar dalam Hukum Islam juga untuk

mengetahui pengambilan keuntungan yang berlebihan oleh makelar tanpa

sepengetahuan kedua belah pihak.

Pada zaman sekarang banyak dikalangan Muslim mengalami masalah

yang belum diketahui kebenarannya, karena dalam pikirannya ada satu

keraguan dalam melakukan praktik kerja sama dalam berbisnis apakah telah

benar menurut Hukum Islam. Banyak yang telah mengabaikan nilai-nilai atau

etika keIslaman dalam menjalankan bisnis.Bagi sebagian pihak, bisnis adalah

aktivitas ekonomi manusia yang bertujuan mencari laba semata-mata. Karena

itu, cara apapun boleh dilakukan demi meraih tujuan tersebut. Konsekuensi

bagi pihak ini, aspek moralitas dalam persaingan bisnis, dianggap akan

(25)

9

B. PerumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok

atau titik permasalahan dari skripsi ini adalah:

1. Bagaimana praktek makelar dalam proses jual beli hewan ternak di pasar

hewan tenak Muntilan Kabupaten Magelang?

2. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap pelaksanaan jual beli hewan

ternak melalui makelar di pasar hewan Muntilan Kabupaten Magelang?

3. Bagaimana bentuk akad dalam jual beli hewan di Muntilan kabupaten

Magelang?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan ini adalah:

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui bagaimana praktek dari kinerja makelar dalam jual

beli hewan di Muntilan Kabupaten Magelang.

b. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum islam terhadap

pelaksanaan jual beli hewan ternak melalui makelar di pasar hewan

Muntilan Kabupaten Magelang.

c. Untuk mengetahui bagaimana bentuk akad dalam jual beli hewan di

Muntilan Kabupaten Magelang.

2. Manfaat

a. Dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu muamalah

pada khususnya dan ilmu Hukum Islam (Fiqh) pada umumnya, serta

(26)

10

b. Untuk memberikan kemanfaatan guna menambah informasi tentang

luas nya ilmu muamalah, khususnya ilmu yang berkaitan dengan

masalah akad dalam transaksi, serta dijadikan sebagai bahan koreksi

guna penelitian selanjutnya agar lebih terarah.

c. Agar dapat memberikan informasi dan pembelajaran bagi masyarakat

tentang syarat dalam hal pengambilan suatu keuntungan pada praktek

muamalah, selain itu juga supaya penulis lebih mengetahui tentang

Hukum Islam khususnya dalam bidang muamalah.

D. Telaah Pustaka

Setelah penyusun melakukan telaah kepustakaan, ternyata belum

banyak ditemukan adanya karya ilmiah yang khusus membahas praktek jual

beli melalui jasa makelar dalam jaual beli Hewan Ternak.Oleh karena itu,

penulis perlu kiranya meneliti tentang praktek Makelar dalam jual beli Hewan

Ternak menurut Hukum Islam.

Karya ilmiah yang dilakukan oleh Abdul Ghofur dengan judul;

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gadai Motor Melalui Makelar di Desa

Gedung Driyorejo” dalam skripsi ini menjelaskan bahwa praktek gadai motor

melalui makelar yang ada di desa gedung driyono sesuai dengan hukum islam

karena pemberian kuasa dilakukan oleh orang yang berhak dan tidak ada

unsur penipuan, sedangkan akad yang dipakai dalam gadai tersebut adalah

akad Wakalah.

Seperti skripsi yang disusun oleh Ahmad Syarifudin yang berjudul

(27)

11

Genteng” dalam sekripsi ini mengatakan permasalahan tentang bagaimana

wewenang seorang makelar dalam mempengaruhi calon pembeli untuk

melancarkan jual beli genteng.

Karya ilmiah yang dilakukan oleh saudari Anna Dwi Cahyani dengan

judul “Jual-Beli Bawang Merah Dengan Sistem Tebasan di Desa Sidapurna

Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal (Sebuah Tinjauan Sosiologi Hukum

Islam)”. Hasil dari skripsi ini menyebutkan bahwa ; jual-beli Bawang Merah

dengan sistem tebasan jika di pandang dari segi Hukum Islam adalah jual-beli

yang seharusnya tidak dilakukan, karena jual-beli macam ini memungkinkan

terjadinya spekulasi dari pedagang dan pembeli, karena kualitas dan

kuantitasnya Bawang Merah belum tentu jelas keadaan dan kebenaran

perhitungannya, tanpa adanya penakaran atau penimbangan yang sempurna,

namun cara seperti ini sudah lazim dilakukan dan sudah menjadi tradisi, juga

karena masih terciptanya kepercayaan yang tinggi antara pihakpihak yang

melakukan transaksi ini. Alangkah baiknya jual-beli ini dilakukan dengan

cara terlebih dahulu ditimbang sebelum dijual, agar jelas dalam penakaran

atau penimbangan.

Skripsi yang disusun oleh Sabar Jamaluddin yang di dalamnya

mengkaji tentang persamaan dan pembagian keuntungan antara makelar yang

aktif dengan makelar yang pasif.

Buku yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Hendi Suhendi dalam bukunya

Fiqh Muamalah” dalam buku ini berisi tentang fiqh muamalah termasuk

(28)

12

Dari uraian diatas menunjukkan sekripsi berjudul “TRANSAKSI

JUAL BELI HEWAN TERNAK MELALUI MAKELAR DI TINJAU DARI

HUKUM ISLAM DI PASAR HEWAN MUNTILAN KABUPATEN

MAGELANG” ini belum pernah ada yang membahasnya dalam suatu karya

ilmiah.Dalam tulisan ini penulis berusaha untuk meneliti praktek yang

dilakukan oleh makelar terhadap pengaruh dari upah, berkaitan dengan jasa

yang diberikan kepada seorang penjual dan pembeli hewan dan akadnya.

Untuk mencapai tujuan dari penelitian yang dilakukan, penyusun melakukan

observasi dan penelitian semaksimal mungkin serta menggali dari berbagai

sumber literatur, sehingga diharapkan akan mendapat gambaran mengenai

praktek jual beli melalui makelar yang sesuai dengan Hukum Islam dan

Hukum yang berlaku.

E. Metode Penelitian

Penulisan ini didasarkan pada penelitian lapangan di Muntilan

Kabupaten Magelan, jenis penelitian yang digunakan kualitatif yuridis

sosiologis, maka penulis melakukan penelitian terhadap objeknya dan

berinteraksi langsung dengan sumber data (Sugiono 2008:11).Sehingga

penulis dituntut untuk aktif terhadap masalah yang kemungkinan terjadi di

lokasi penelitian. Langkah yang harus penulis lakukan didalam penelitian ini,

dan tujuan dari penelitian adalah guna mendapatkan data maka yang

dilakukan penulis yakni:

(29)

13

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

sekunder:

a. Data primer: yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang

dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan

permasalahan yang diteliti. Hal ini, penulis mengambil data primer

melalui para pihak yang melakukan transaksi jual beli hewan, baik

dari pihak makelar atau perantara, penjual dan pembeli.

b. Data sekunder: yaitu data yang tidak didapat secara langsung oleh

peneliti. Pada bagian ini penulis mengambil data sekunder dari

laporan-laporan, buku-buku, jurnal penelitian, artikel, internet, dan

majalah ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis melakukan beberapa macam hal

atau teknik supaya data yang didapat sesuai dengan peristiwa apa yang

sebenarnya terjad, diantaranya sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan

untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan (Bungin,

2009:115). Pada tahap ini adalah tahap pertama yang penulis

gunakan, sebagai bahan untuk obyek yang akan di teliti di Muntilan

Kabupaten Magelang yaitu transaksi makelar. Oleh karena tahap ini

adalah dasar dari sebuah penelitian maka penelitian dalam observasi

(30)

14

b. Observasi tidak Berstruktur

Adalah observasi dilakukan tanpa menggunakan buku

pedoman observasi (Bungin, 2009:116).Hal ini dimaksudkan, untuk

mencari kejelasan agar observasi selanjutnya berstruktur.

c. Observasi Tersetruktur

Adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis,

tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya

(Sugiono 2008:146). Pada bagian ini penulis mendalami kembali

secara sistematis, dengan cara terlibat secara langsung pada obyek

yang dikaji, sehingga data yang didapat lebih relefan.

d. Wawancara

Adalah percakapan dengan maksut tertentu.Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara yaitu yang memberi jawaban atas

pertanyaan yang diajuakan (Moleong, 2007:186). Metode ini

akanpenulis gunakan untuk memperoleh keterangan dan penjelasan

mengenai praktek dari Makelaran, serta keterangan lain menyangkut

judul ini.

e. Dokumentasi

Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis dengan

carapengumpulan beberapa informasi tentang data dan fakta yang

berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian, baik dari sumber

(31)

Buku-15

buku, jurnal ilmiah, koran, majalah, internet dan lain-lain. Metode ini

penulis lakukan guna mendapatkan data pendukung mengenai

transaksi jual beli dengan perantara makelar di Muntilan Kabupaten

Magelang.

3. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan upaya untuk mencari dan menata secara

sistematis data yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman penulis

tentang kasus yang di teliti dan mengkajinya sebagai temuan bagi orang

lain.

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan analisis campuran

yaitu deskriptif.Analisis deskriptif (descriptive analisys) yang bertujuan

memberikan deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan data yang

diperoleh dari subyek yang diteliti.Tulisan ini merupakan bentuk

penelitian kualitatif, adapun penelitian kualitatif ini memusatkan

perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan

satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau pola-pola

yang dianalisis gejala-gejala budaya dengn menggunakan kebudayaan

dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran

mengenai pola-pola yang berlaku (Ashshofa, 2001:20-21).

F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran pembahasan yang jelas dalam penulisan

(32)

masing-16

masing bab mencerminkan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan yaitu

sebagai berikut:

BAB I : sebagai pendahuluan, dalam bab ini penulis abstraksikan

pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini, sehingga

dalam pembahasan selanjutnyadapat terarah sesuai dengan sistematikayang

benar. Adapun hal yang akan disajikan adalah latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penulisan, telaah pustaka, metode penelitian, serta

sistematika penulisan.

BAB II : Pada bab ke dua ini dimaksudkan sebagai landasan teoritik

dalam pembahasan tulisan ini, adapun isi dari bab ini sebagai berikut :

tinjauan umum tentang jual beli, pengertian dan dasar hukum jual beli, rukun

dan syarat jual beli, macam-macam jual beli, bentuk jual beli, tinjauan umum

tentang makelar, pengertian makelar, syarat makelar, hukum makelar dalam

islam, tugas makelar, fungsi makelar.

BAB III : Dalam bab ini penulis akan menjelaskan atau

mendiskripsikan tentang praktek transaksi yang dilakukan oleh makelar

dengan penyajian data profil pasar hewan muntilan yang meliputi : keadaan

pasarhewan Muntilan Kabupaten Magelang, stuktur pengelola pasar hewan

Muntilan, praktek jual beli hewan melalui makelar di pasar hewan Muntilan

Kabupaten Magelang, gambaran makelar secara umum, prakter makelar

secara rinci, bentuk akad dalam jual beli hewan melalui jasa makelar, terakhir

(33)

17

BAB IV : Karena pada bab ini adalah analisis maka pembahasannya

meliputi: analisis hukum islam terhadap orang yang berakad dalam jual beli di

pasar hewan Muntilan, analisis hukum islam terhadap akad dalam jual beli

hewan ternak melalui jasa makelar.

BAB V adalah bab penutup berupa kesimpulan yang diambil dari

keseluruhan uraian yang ada dalam tulisan ini dan juga memuat saran-saran

(34)

18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Membeli dan menjual adalah dua kata kerja yang sering kita

pergunakan dalam istilah sehari-hari, yang apabila digabungkan antara

keduanya,maka berarti salah satu pihak menjual dan pihak lainnya

membeli. Hal ini tidak dapat berlangsung tanpa pihak yang lainnya, dan

itulah yang disebut perjanjian jual beli.Jual beli yang dilakukan dengan

sederhana tentu saja tidak banyak menimbulkan masalah, terutama barang

yang diperjual belikan tersebut hanya satu macam barang dan barang

tersebut dapat dilihat langsung oleh pembeli (Ahmadi, 2012:133).

Menurut KUH Perdata pasal 1457, jual beli adalah suatu perjanjian

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

suatu kebendaan dan pihakyang lain untuk membayar harga yang telah

dijanjikan.

Dalam istilah fiqh muamalah menurutAzzam (2010: 23)

berpendapat bahwa jual beli (al-bay‟) secara bahasa artinya memindahkan

hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan “Ba‟a

asy-syaia jika dia mengeluarkannya dari hak miliknya, dan ba‟ahu jika dia

membelinya dan memasukkannya kedalam hak miliknya, dan ini masuk

(35)

19

mengandung makna dan lawannya seperti perkataan al-qur‟ yang berarti

haid dan suci. Menurut istilah jual beli ialahakad saling menganti dengan

harta yang berakibat kepada kemilikan terhadap suatu benda terhadap satu

benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya dan bukan untuk

bertaqarrub kepada Allah.

Sedangkan dalam fiqhIslam menurutHasan (2003: 113)

mengemukakan bahwa pengertian jual-beli menurut bahasa, yaitu

Jual-beli (عيبلا) artinya “menjual, mengganti dan menukar (sesuatu dengan

sesuatu yang lain)”. Kata عيبلاdalam bahasa Arab terkadang digunakan

untuk pengertian lawannya, yaitu kata

ء

ارش(beli). Dengan demikian kata

عيبلاberarti kata “jual” dan sekaligus juga berarti kata “beli”.

Pemahaman atas pengertian semacam ini juga diungkapkan

olehMuslich (2010: 173) dimana beliau mendefinisikan jual beli atau

dalam bahasa Arab al-bai‟ menurut etimologi adalah:

ءيشبءيشةلباقم

“Tukar-menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain”.

Sayid Sabiq mengartikan jual beli (al-bai‟) menurut bahasa sebagai

berikut:

ةل د ابملا قلطم ةغل هانعم عيبلا

(36)

20

Adapun pengertian jual beli secara istilah/terminologi,

sebagaimana dikemukakan oleh para Fuqaha adalah sebagai berikut:

Menurut Suhendi (2002: 68-69), jual beli adalah suatu perjanjian

tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela

diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak

lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah

dibenarkan Syara‟ dan disepakati.

Menurut ash-Shiddieqy (1974: 84), jual beli adalah “Akad yang

tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah penukaran

hak milik secara tetap”.

Menurut Sabiq (1983: 126), jual beli adalah “Penukaran benda

dengan benda lain saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan

ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan”.

Dengan demikian perikataan jual beli menunjukan adanya dua

perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan dipihak yang

lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli.Dari

ungkapan tersebut terlihat bahwa dalam perjanjian jual beli itu terlibat dua

pihak yang saling menukar atau melakukan pertukaran (Chairuman

1996:33).

Jual beli dalam pengertian syara‟ terdapat beberapa definisi yang

dikemukakan oleh ulama mazhab. Meskipun terdapat perbedaan, namun

substansi dan tujuan masing-masing definisi sama. Ulama Hanifiyah

(37)

21

Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak) dan seemacamnya, atau tukar menukar barang dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus(Muslich, 2010: 175).

Definisi ini terkandung arti bahwa cara khusus yang dimaksudkan

oleh ulama' Hanafiyah adalah melalui ijab (ungkapan membeli dari

pembeli) dan qabul (pernyataan menjual dari penjual), atau juga boleh

melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli.

Akan tetapi harta yang diperjualbelikan haruslah yang bermanfaat bagi

manusia.Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap diperjual-belikan,

menurut ulama' Hanafiyah, jual belinya tidak sah(Nasrun, 2007: 111).

Definisi lain dikemukakan oleh ulama Malikiyah, Syafi‟iyah, dan

Hanabilah menurut mereka jual beli adalah:

اكلمت و اكيلمت ل امل اب لا ةلد ابم

“Pertukaran harta dengan harta, dalam bentuk pemindahan hak milik dan pemilikan”(Nasrun, 2007: 112).

Dalam menguraikan apa yang dimaksud dengan لاملا(harta),

terdapat perbedaan pengertian antara ulama Hanafiyah dengan jumhur

ulama. Akibat dari perbedaan ini, muncul pula hukum-hukum yang

berkaitan dengan jual beli itu sendiri. Menurut jumhur ulama, yang

dimaksud dengan لاملاadalah materi dan manfaat. Oleh sebab itu, manfaat

dari suatu benda (menurut mereka) dapat diperjualbelikan. Ulama

(38)

22

Oleh sebab itu, manfaat dan hak-hak (menurut mereka) tidak boleh

dijadikan obyek jual beli(Nasrun, 2007: 113).

Jual beli menurut ulama Malikiyyah ada dua macam, yaitu jual beli

yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual beli umum

ialah suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan

kenikmatan, tukar menukar yaitu satu pihak menyerahkan ganti penukaran

atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Sesuatu yang bukan manfaat

itu ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia

berfungsi sebagai obyek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan

hasilnya.

Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang

bukan kemanfaatan dan bukan kelezatan yang mempunyai daya tarik,

penukaranya bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir

dan ada seketika, tidak merupakan hutang baik barang itu ada di hadapan

si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau

sudah diketahui terlebih dahulu (Suhendi, 2002: 69-70).

Sedangkan menurut ulama mazhab hanafi yaitu saling menukar

harta dengan cara tertentu. Ulama mazhab hanafi lainya mengatakan

bahwa jual beli adalah tukar menukar sesuatu yang di inggini, sepadan,

dan bermanfaat dengan cara tertentu. Yang di maksud dengan cara

tertentu atau khusus adalah melalui ijab dan qabul atau dengan cara saling

(39)

23

Adapun menurut ulama mazhab syafi‟i yaitu saling menukar harta

dan bentuk pemindahan pemilikan.Dalam hal ini mereka memberi

penekanan pada kata “pemilikan” karena ada juga tukar menukar barang

yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewa-menyewa

(ijaroh).Sedangkan menurut ibnu hajar pada dasarnya jual beli yang

mengandung unsur ketidak jelasan dilarang dalam Islam (Ibnu,200:2002).

Ulama Islam sepakat bahwa jual beli dan penerapannya sudah

berlaku sejak zaman Rasulullah SAW hingga saat ini. Dengan demikian

tidak diperselisihkan bolehnya di kalangan kaum muslimin, hanya saja

dalam perkembangannya mengalami beberapa bentuk atau model jual beli

yang membutuhkan pemikiran atau ijtihad di kalangan ummat Islam

(Sabiq Sayyid jilid XII:127). Allah SWT telah menjadikan manusia

masing-masing berhajat kepada yang lain, agar diantara mereka terjadi

kerja sama yang saling menguntungkan. Interaksi horisontal ini dilakukan

karena tidak mungkin manusia mampu mencukupi hidupnya sendiri, dan

dimaksudkan agar manusia itu saling menolong dalam segala urusan

kepentingan hidup masing-masing, baik melalui jual beli, sewa-menyewa,

bercocok tanam atau usaha lain.

Oleh karena itu jual beli yang berlangsung antara penjual dan

pembeli tidak selamanya merupakan perjanjian jual beli sederhana,

bahkan tidak jarang menimbulkan masalah, maka diperlukan aturan

hukum yang mengatur tentang berbagai kemungkinan yang dapat timbul

(40)

24

Jual beli dalam tukar menukar barang tersebut nilai barang yang

ditukarkan harus seimbang, disertai akad yang mengarah pada pemilikan

hak milik terhadap masing-masing harta itu dengan asas saling ridho

sesuai dengan aturan/ ketentuan hukum dan telah disepakati oleh kedua

belah pihak.

Kalimat yang dimaksud sesuai dengan ketentuan hukum ialah

memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lainnya yang

ada kaitannya dengan jual beli, maka bila syarat-syarat dan rukunnya tidak

terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟.

2. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli merupakan akad yang dibolehkan berdasarkan Alquran,

sunnah dan ijma‟ para ulama. Dilihat dari aspek hukum, jual beli

hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang oleh syara‟. Adapun

dasar hukum dari Alquran antara lain (Muslich, 2010: 177-179).

a. Surah Al-Baqarah (2) ayat 275



Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

b. Surah Al-Baqara (2) ayat 282







(41)

25

Artinya: Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

c. Surah An-Nisa‟ (4) ayat 29























Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Dasar hukum dari sunnah antara lain:

a. Hadis Rifa‟ah ibnu Rafi‟:

“Dari Rifa‟ah ibnu Rafi‟ bahwa Nabi Muhammad SAW ditanya

usaha apakah yang paling baik? Nabi menjawab: Usaha seseorang

dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.

(Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Al-Hakim)”.

b. Hadis Abi Sa‟id:

“Dari Abi Sa‟id dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda:

Pedagang yang jujur (benar), dan dapat dipercaya nanti

bersama-sama dengan Nabi, shiddiqin, dan syuhada. (HR. At-Tirmidzi.

(42)

26

c. Hadis Ibnu „Umar:

“Dari Ibnu „Umar ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW:

Pedagabg yang benar (jujur), dapat dipercaya dan muslim, beserta

para syuhada pada hari kiamat. (HR. Ibnu Majah)”.

3. Rukun Jual Beli

Rukun jual beli menurut Hanafiah adalah ijab dan qabul yang

menunjukan sikap saling tukar-menukar, atau saling memberi.atau dengan

redaksi yang lain, ijab qabul adalah perbuatan yang menunjukkan

kesediaan dua pihak untuk menyerahkan milik masing-masing kepada

pihak lain, dengan menggunakan perkataan atau perbuatan(Muslich, 2010:

179-186).

Menurut jumhur ulama rukun jual beli itu ada empat, yaitu

a. Aqid (Penjual dan Pembeli)

Aqid atau orang yang melakukan akad, yaitu penjual dan

pembeli. Secara umum, penjual dan pembeli harus orang yang

memiliki ahliyah (kecakapan) dan wilayah (kekuasaan). Persyaratan

penjual dan pembeli secara rinci akan diuraikan dalam pembahasan

berikutnya , yaitu mengenai syarat-syarat jual beli.

b. Shighat (Ijab dan Qabul)

1) Pengertian Ijab dan Qabul

Secara umum ijab dan qabulialah ikatan kata antara penjual dan

pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qabul

(43)

27

2) Shighat Ijab dan Qabul

Shighat akad adalah bentuk ungkapan dari ijab dan qabul apabila

akadnya akad iltizam yang dilakukan oleh dua pihak, atau ijab saja

apabila akadnya akad iltizam yang dilakukan oleh satu pihak.

3) SifatIjab dan Qabul

Akad terjadi karena adanya ijab dan qabul. Apabila ijab sudah

diucapkan, tetapi qabul belum keluar maka ijab belum mengikat.

c. Ma‟qud „Alaih (Objek Akad Jual Beli)

Ma‟qud „alaih atau objek akad jual beli adalah barang yang

dijual (mabi‟) dan harga atau uang (tsaman).

4. Syarat-syarat Jual Beli

Ada empat syarat jual beli yang harus dipenuhi dalam akad jual

beli, yaitu(Muslich, 2010: 186-200):

a. Syarat in‟iqad (terjadinya akad).

Syarat in‟iqad adalah syarat harus terpenuhi agar akad jual beli

dipandang sah menurut syara‟. Apabila syarat ini tidak terpenuhi,

maka akad jual beli menjadi batal.

Hanafiah mengemukakan empat macam syarat untuk

keabsahan jual beli:

1) Syarat berkaitan dengan „aqid (orang yang melakukan akad)

Syarat untuk „aqid (orang yang melakukan akad), yaitu

(44)

28

a) „Aqid harus berakal yakni mumayyiz. Maka tidak sah akad

yang dilakukan oleh orang gila, dan anak yang belum berakal

(belum mumayyiz).

b) „Aqid (orang yang melakukan akad) harus berbilang (tidak

sendirian).

2) Syarat berkaitan dengan akad itu sendiri.

Syarat akad yang sangat penting adalah bahwa qabul harus

sesuai dengan ijab, dalam arti pembeli menerima apa yang di-ijab

-kan (ditanya-kan) oleh penjual.

3) Syarat berkaitan dengan tempat akad.

Syarat yang berkaitan dengan tempat akad adalah ijab dan

qabul harus terjadi dalam satu majelis. Apabila ijab dan qabul

berbeda majelis, maka jual beli tidak sah.

4) Syarat berkaitan dengan objek akad (ma‟qud ‟alaih).

Syarat yang harus dipenuhi oleh objek akad (ma‟qud

„alaih) adalah sebagai berikut.

a) Barang yang dijual harus maujud (ada).

b) Barang yang dijual harus mal mutaqawwin.

c) Barang yang dijual harus barang yang sudah dimiliki.

d) Barang yang dijual harus bisa diserahkan pada saat

(45)

29

b. Syarat sahnya jual beli.

Syarat sah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu syarat umum

dan syarat khusus. Syarat umum adalah syarat yang harus ada pada

setiap jenis jual beli agar jual beli tersebuat dianggap sah menurut

syara‟. Secara global akad jual beli harus terhindar daei enam macam

„aib:

1) Ketidakjelasan (Al-Jahalah)

Yang dimaksud dengan ini adalah ketidakjelasan yang

serius yang mendatangkan perselisihan yang sulit untuk

diselesaikan. Ketidak jelasan ini ada empat macam yaitu:

a) Ketidakjelasan dalam barang yang dijual, baik jenisnya,

macamnya, atau kadarnya menurut pandangan pembeli.

b) Ketidakjelasan harga.

c) Ketidakjelasan masa (tempo).

d) Ketidakjelasan dalm langkah-langkah penjaminan.

2) Pemaksaan (Al-Ikrah)

Pengertian pemaksaan adalah mendorong orang lain (yang

dipaksa) untuk melakukan suatu perbuatan yang tidak disukainya.

Paksaan ini ada dua macam:

a) Paksaan absolut, yaitu paksaan dengan ancaman yang sangat

berat, seperti akan dibunuh, atau akan dipotong anggota

(46)

30

b) Paksaan relatif, yaitu paksaan dengan ancaman yang lebih

ringan, seperti dipukul.

Kedua ancaman tersebut mempunyai pengaruh terhadap

jual beli, yakni menjadikan jual beli fasid menurut jumhur

hanafiah, dan mauquf Zufar.

3) Pembatasan dengan waktu (at-tauqit)

Yaitu jual beli dengan dibatasi waktunya.

4) Penipuan (gharar)

Yang dimaksud di sini adalah gharar (penipuan) dalam

sifat barang.

5) Kemudaratan (dharar)

Kemudaratan ini terjadi apabila penyerahan barang yang

dijual tidak mungkin dilakukan kecuali dengan kemudaratan

kepada penjual, dalam barang selain objek akad.

6) Syarat-syarat yang merusak.

Yaitu setiap syarat yang ada manfaatnya bagi salah satu

pihak yang bertransaksi, tetapi syarat tersebut tidak ada dalam

syara‟ dan adat kebiasaan, atau tidak dikendaki oleh akad, atau

tidak selaras dengan tujuan akad.

Adapun syarat khusus yang berlaku untuk beberapa jenis

jual beli adalah sebagai berikut:

(47)

31

b) Mengetahui harga pertama apabila jual belinya berbentuk

murabahah, tauliyah,wadhi‟ah, atau isyrak.

c) Saling menerima (taqabudh)penukaran, sebelum berpisah,

apabila jual belinya jual beli sharf(uang).

d) Dipenuhinya syarat-syarat salam, apabila jual belinya jual beli

salam (pesanan).

e) Harus sama dalam penukaran, apabila barangnya barang

ribawi.

f) Harus diterima dalam utang piutang yang ada dalam

perjanjian, seperti muslam fih dan modal salam, dan menjual

sesuatu dengan utang kepada selain penjual.

c. Syarat kelangsungan jual beli (syarat nafadz)

Untuk kelangsungan jual beli diperlukan dua syarar sebagai berikut

1) Kepemilikan atau kekuasaan

Pengertian kepemilikan atau hak milik adalah menguasai sesuatu

dan mampu men-tasarruf-kannya sendiri, karena tidak ada

penghalang yang ditetapkan oleh syara‟.

2) Pada benda yang dijual (mabi‟) tidak terdapat hak orang lain.

Apabila di dalam barang yang dijadikan objek jual beli itu terdapat

hak orang lain, maka akadnya mauquf dan tidak bisa

(48)

32

d. Syarat mengikat (syarat luzum).

Untuk mengikatnya (luzum-nya) jual beli disyaratkan akad jual

beli terbebas dari salah satu jenis khiyar yang membolehkan kepada

salah satu pihak untuk membatalkan akad jual beli, seperti khiyar

syarat, khiyar ru‟yah dan khiyar „aib. Apabila didalam akad jual beli

terdapat salah satu dari jenis khiyar ini maka akad tersebut tidak

mengikat kepada orang yang memiliki hak khiyar, sehingga ia berhak

membatalkan jual beli atau meneruskan atau menerimanya.

Syarat-syarat jual beli menurut Hanafiah ada 23 syarat.Wahbah

Zuhaili membuat perbandingan antara mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i,

dan Hanbalimengenai syarat-syarat jual beli.Malikiyah

mengemukakan 11 syarat, Syafi‟iyah 22 syarat, dan Hanabilah 11

syarat.

1. Menurut Hanafiah

Menurut Hanafiah, ada 23 syarat akad jual beli, yaitu

sebagai berikut:

a) „Aqid (orang yang melakukan akad) harus berakal dan

mumayyiz

b) „Aqid harus berbilang

c) Para pihak yang melakukan akad jual beli harus mendengar

pembicaraan pihak lain.

d) Ijab dan qabul harus sesuai (cocok).

(49)

33

f) Objek akad jual beli (mabi‟) harus berupa harta (mal).

g) Objek akad (mabi‟) harus berupa mal mutaqawwin.

h) Objek akad harus dimiliki oleh si penjual.

i) Objek akad harus ada (maujud) pada waktu akad

dilaksanakan.

j) Objek akad harus bisa diserahkan pada waktu

dilaksanakannya akad.

k) Imbalan (harga) harus mal mutaqawwin.

l) Objek akad dan harga harus diketahui.

m) Jual beli tidak boleh dibatasi dengan waktu.

n) Jual beli harus ada manfaat dan faedahnya bagi kedua belah

pihak.

o) Jual beli harus terhindar dari syarat yang merusak.

p) Dalam jual beli benda yang bergerak, benda harus diserahkan.

q) Harga pertama harus diketahui.

r) Harus saling menerima dan harus sama dalam jual beli benda

ribawiyah.

s) Terpenuhinya syaratsalam dalam jual beli salam.

t) Dalam jual beli utang kepada selain mudin(orang yang

berpiutang), salah satu penukaran bukan utang.

u) Barang yang dijual merupakan hak milik si penjual.

v) Di dalam barang yang dijual tidak ada hak orang lain.

(50)

34

2. Menurut malikiyah

Menurut malikiyahada 11 syaratyang harus dipenuhi dalam

akad jual beli, yaitu sebagai berikut:

a) Penjual dan pembeli harus mumayyiz.

b) Penjual dan pembeli harus menjadi pemilik atas barang, atau

wali dari pemilik.

c) Penjual dan pembeli harus orang yang memiliki kebebasan

(mukhtar).

d) Penjual harus cerdas (rasyid).

e) Ijab dan qabul harus bersatu dalam satu majlis.

f) Ijab dan qabul tidak boleh terpisah.

g) Mabi‟ dan tsaman(harga) harus benda yang tidak dilarang

oleh syara‟.

h) Benda yang dijual harus suci.

i) Benda harus bermanfaat menurut syara‟.

j) Benda yang menjadi objek akad harus diketahui, tidak

majhul.

k) Benda yang menjadi objek akad harus bisa diserahkan.

3. Menurut syafi‟iyah

Menurut syafi‟iyah, ada 22 syarat yang harus dipenuhi

dalam akad jual beli, yaitu sebagai berikut:

a) Aqid harus memiliki sifat ar-rusyd (cerdas), yakni

(51)

35

b) Tidak ada paksaan tanpa hak.

c) Islamnya pembeli dalam pembelian.

d) Pembeli bukan kafir harbi dalam pembelian

perlengkapan alat perang yang digunakan untuk

memerangi kaum muslimin.

e) Para pihak mengucapkan khithab-nya kepada temannya,

bukan ditunjukkan kepada orang lain.

f) Khithab menggunakan jumlah (kalimat) mukhatbah.

g) Qabul harus diucapkan oleh orang yang langsung

mendengarkan ijab.

h) Orang yang memulai pembicaraan hendaknya

menyebutkan harga dan barang.

i) Penjual dan pembeli menghendaki dengan

sungguh-sungguh arti kata-kata yang diucapkan.

j) Kecakapan (ahliyah) penjual dan pembeli harus tetap

ada sampai selesainya qabul.

k) Antara ijab dan qabul tidak boleh terpisah dengan

waktu yang lama.

l) Ijab dan qabultidak boleh diselingi dengan

pembicaraan dengan orang lain, walaupun sedikit,

(52)

36

m) Orang yang menyatakan ijab tidak boleh

mengubahpembicaraannya sebelum pihak lain

menyatakan qabul.

n) Para pihak yang melakukan akad jual beli harus

mendengarkan ucpan pihak lainnya.

o) Ijab dan qabul harus betul-betul sesuai dan tidak boleh

berbeda.

p) Sighat ijab dan qabul tidak boleh dikaitkan dengan

sesuatu yang tidak dikehendaki oleh akad.

q) Akad jual beli tidak boleh dibatasi oleh waktu.

r) Ma‟qud alaih (objek akad) harus suci.

s) Objek akad harus bermanfaat menurut syara‟.

t) Objek akad harus barang yang bisa diserahkan.

u) Objek akad harus dimiliki oleh aqid.

v) Ma‟qud alaih harus diketahui oleh oleh pihak yang

melakukan akad.

4. Menurut Hanabilah

Menurut Hanabilah, ada 11 syarat yang harus

dipenuhi dalam akad jual beli, yaitu sebagai berikut:

a) Aqid harus memiliki sifat ar-rusyd (cerdas) dalam

mengelola harta kekayaan kecuali dalam urusan kecil.

b) Adanya persetujuan (kerelaan) dari para pihak yang

(53)

37

c) Ijab dan qabul harus menyatu dalam satu majlis.

d) Ijab dan qabul tidak boleh terpisah.

e) Akad tidak boleh dibatasi oleh waktu.

f) Objek akad harus berupa mal (harta).

g) Objek akad harus dimiliki oleh penjual dengan milik

yang sempurna.

h) Objek akad harus diketahui baik oleh penjual maupun

pembeli.

i) Objek akad harus bisa diserahkan pada waktu akad.

j) Harga juga harus diketahui oleh para pihak yang

melakukan akad.

k) Baik harga, barang, maupun orang yang melakukan

akad harus terhindar dari hal-hal yang menghalangi

keabasahan akad.

5. Macam-MacamJualBeli

Pada masa Rasulullah shallallahu „alaihi wassalam disebut dengan

samasirah“ (makelar), pada suatu ketika Rasulullah shallallahu „alaihi

wassalam menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama yang

lebih baik dari calo, beliau bersabda : “Wahai para pedagang,

sesungguhnya jual beli ini kadang diselingi dengan kata-kata yang tidak

bermanfaat dan sumpah palsu, maka perbaikilah dengan

memberikansedekah“ (Shahih, HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai

(54)

38

Hadist di atas menunjukkan bahwa pekerjaan makelar sudah ada

sejak masa Rasulullahshallallahu „alahi wassalam, dan beliau tidak

melarangnya, bahkan menyebut mereka sebagai pedagang.

Berikut ini adalah macam-macam jual beli bisa berubah menjadi:

a. Jual beli hukumnya sunah, misalnya dalam jual beli barang yang

hukum menggunakan barangnya sunah seperti minyak wangi.

b. Jual menjadi wajib ketika para pedagang menimbun beras, sehingga

stok beras sedikit dan mengakibatkan harganya pun melambung

tinggi. Maka pemerintah boleh memaksa para pedagang beras untuk

menjual beras yang ditimbunnyadengan harga sebelum terjadi

pelonjakan harga. Menurut islam para pedagang beras tersebut wajib

menjual beras yang ditimbun sesuai ketentuan pemerintah.

c. Jual beli hukumnya makruh, apabila barang yang diperjual belikan itu

hukumnya makruh seperti rokok.

d. Menjual barang yang haram, hukumnya haram misalnya: babi, arak,

makanan dan minuman yang diharamkan secara umum, patung, salib,

lukisan dan sebagainya. Mempermainkan harga, islam memberikan

kebebasan pasar, dan menyerahkannya kepada hukum naluri yang

kiranya dapat melaksanakan fungsinya selaras dengan penawaran dan

permintaan. Oleh karenanya, jika penetapan harga itu mengandung

unsur-unsur kezaliman dan pemaksaan yang tidak betul; yaitu dengan

menetapkan suatu harga yang tidak dapat diterima, atau melarang

(55)

39

semacam itu hukumnya haram.Penimbun DilaknatUntuk itu

Rasulullah s.a.w. melarang menimbun dengan ungkapan yang sangat

keras.

Sabda Rasul: “Barang siapa menimbun bahan makanan selama

empat puluh malam, maka sungguh Allah tidak lagi perlu

kepadanya.” (Riwayat Ahmad, Hakim, Ibnu Abu Syaibah dan

Bazzar)

Berdasarkan pertukarannya secara umum, maka jual beli dibagi 4

macam (Nasrun, 2007: 126):

a. Jual beli pesanan (Ba„i Salam)

b. Jual beli muqayadah (barter)

c. Jual beli mutlaq (jual beli bentuk kontan)

d. Jual beli alat tukar dengan alat tukar

Disamping keempat macam jual beli yang disebutkan diatas

terdapat satu bentuk jual beli lagi dimana dalam jual beli ini disertai

syarat, jika seorang penjual mengembalikan uang kepada pembeli maka

pembeli harus mengembalikan barang yang telah dibelinya.Jual beli ini

disebut (Ba„i wafa).

6. Bentuk-Bentuk Jual Beli

Ulama hanafi membagi menjadi 3 bentuk jual beli (Nasrun, 2007

(56)

40

a. Jual Beli Yang Sahih

Yaitu jual beli itu sesuai dengan syariah serta memenuhi rukun

dan syarat yang yang ditentukan, bukan milik orang lain tidak

tergantung pada hak khiyar lagi.

b. Jual Beli Yang Batal

Yaitu apabila salah satu atau keseluruhan rukun tak terpenuhi

atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan, seperti:

jual beli yang dilakukan orang gila atau barnag yang dijadikanitu

barang-barang yang diharamkan syara, yaitu babi, bangkai, dll.

c. Jual Beli Yang Fasid

Dalam hal ini ulama Hanafi membedakan jual beli fasid dengan

jual beli yang batal. Jual beli dikatakan batal jika unsur-unsur

pembatalan berkenaan dengan barang yang dijual (barang yang dijual

tersebut tidak sesuai dengan syariah), seperti: jual beli barang khomer,

babi, dll.

Jika unsur-unsur kerusakan yang meyangkut barang dan boleh

diperbaiki maka jual beli itu disebut fasid, seperti ucapan penjual

kepadapembeli "saya jual kereta saya ini pada engkau bulan

depansetelah gajian.Jual beli seperti ini dianggap sah pada saat

syaratnyaterpenuhi atau tenggang waktu yang disebutkan dalam akad

(57)

41

B. Tinjauan Umum Tentang Makelar

1. Pengertian Makelar

Allah SWT menciptakan manusia dengan suatu sifat saling

membutuhkan antara satu dengan lainnya. Tidak ada seorangpun yang

dapat menguasai seluruh apa yang diinginkan. Tetapi manusia hanya

dapat mencapai sebagian yang dihajatkan itu. Dia mesti memerlukan

apa yang menjadi kebutuhan orang lain.

Untuk itu Allah memberikan inspirasi (ilham) kepada mereka

untuk mengadakan pertukaran perdagangan dan semua yang kiranya

bermanfaat dengan cara jual-beli dan semua cara perhubungan.

Sehingga hidup manusia dapat berdiri dengan lurus dan irama hidup

ini berjalan dengan baik dan produktif.

Seiring dengan berkembangnya zaman, proses perekonomian

pun semakain canggih, dimana sekarang ini orang memerlukan

perantara dalam melakukan transaksi jual-beli, yang disebut dengan

makelar.

Makelar beradalamsal dari bahasa arab yaitu samsarah yang

berarti perantara perdagangan atau perantara antarapenjual dan

pembeli untuk memudahkan jual beli.

Sedangkan makelar dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah

perantara dalam bidang jual beli.Jadi dapat disimpulkan bahwa

makelar adalah pedagang perantara yang berfungsi menjualkan barang

Gambar

Tabel 3.1 Harga Hewan Ternak 2016

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penambahan tepung kemangi sebanyak 1,25% (P4) dapat memperbai- ki kandungan kimia yaitu meningkatkan kadar protein, menurunkan kadar lemak dan

Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah untuk pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan kesejahteraan kabupaten dan kota secara ekonomi

1) Melakukan pengawasan atas produk Perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat agar berjalan sesuai dengan prinsip Syari‟ah.

 Merubah atau memperbaiki rumusan Indikator Kinerja Utama atau Indikator Kinerja Sasaran Strategis, terutama dengan terjadinya perubahan struktur organisasi

Berdasarkan keterangan tersebut dapat dipahami bahwa tugas penting seorang pemimpin sebagai komunikator utama (main communicator) adalah untuk menyatukan atau menyeragamkan

3. Hasil penelitian pengukuran kondisi umum perarairan mangrove pada zonasi mangrove pada stasiun I stasiun I memiliki nilai rata-rata salinitas pada saat pasang yaitu

Setelah diberikan perlakuan layanan dalam program bimbingan dan konseling perkembangan rata-rata skor subjek berada pada kategori sangat tinggi, hal ini