TRANSAKSI JUAL BELI HEWAN TERNAKMELALUI
MAKELAR DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM
(StudiKasus di PasarHewanMuntilan
KabupatenMagelang 2016)
SKRIPSI
Diajukan guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 Hukum (S.H)
Oleh:
Yitna Yuono
NIM: 214 11 019
JURUSAN S1-
HUKUM EKONOMI SYARI’AH (HES)
FAKULTASSYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
ii
TRANSAKSI JUAL BELI HEWAN TERNAKMELALUI
MAKELAR DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM
(StudiKasus di PasarHewanMuntilan
KabupatenMagelang 2016)
SKRIPSI
Diajukan guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 Hukum (S.H)
Oleh:
Yitna Yuono
NIM: 214 11 019
JURUSAN S1-
HUKUM EKONOMI SYARI’AH (HES)
FAKULTASSYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi MOTTO
نَأ ّلاِإ ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ ْاَوُلُكْأَت َلا ْاوُنَمآ َنيِذّلا اَهّ يَأ اَي
ْمُكْنّ ضٍااَ َ ت نَ ةً َااَ ِت َنوُكَت
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”‟. [QS.
An-Nisaa‟ : 29].
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segala puja dan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan
atas dukungan dan do‟a dari orang-orang tercinta, akhirnya skripsi ini dapat dirampungkan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa
bangga dan bahagia saya khaturkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta & tersayang yang telah membesarkan dan
mendidikku dengan penuh cinta dan kesabaran serta ikhlas-tulus memberikan
dukungan dan doa restunya kepada penulis.
2. Bapak dan Ibu Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini
telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan
mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai
harganya, agar saya menjadi lebih baik.
3. Kakak saya, yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, senyum dan
do‟anya untuk keberhasilan ini,
4. Seluruh keluarga besar Bp. Muhsirat yang selalu mendo‟akan & memberi motifasi
kepada penulis
5. Teman, sahabat dan sejawat tersayang, tanpa semangat, dukungan dan bantuan
kalian semua tak kan mungkin aku sampai di sini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kalian semua, akhir kata saya
persembahkan skripsi ini untuk kalian semua, orang-orang yang saya sayangi. Dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna untuk kemajuan ilmu pengetahuan
viii
KATA PENGANTAR
ميحرلا نحمرلا للها مسب
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada
junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke
jalan kebenaran dan keadilan.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi
syarata guna untuk memperoleh gelar sarjana syari‟ah. Adapun judul skripsi ini
adalah “Transaksi Jual Beli Hewan Ternak Melalui Makelar Ditinjau Dari
Hukum Islam (Studi Kasus di Pasar Hewan Muntilan Kabupaten Magelang
2016)”
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.
3. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah di
IAIN Salatiga
4. Bapak Drs Machfudz, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan
secara ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan pikiran dan
tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak
ix
5. Seluruh Dosen Fakultas Syaria‟ah Jurusan hukum ekonomi syariahIAIN
Salatiga yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis
dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai.
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril
maupun spiritual serta yang senantiasa berkorban dan berdoa demi tercapainya
cita-cita.
7. Sejawat-sejawat Mapala MITAPASA khususnya angkatan XVII dan
sahabat-sahabat semua yang telah membantu memberikan dukungan dalam
penyelesaian skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan myang berlipat ganda amien. Penulis sadar bahwa dalam
penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnan. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan
memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Amiin ya robbal
„alamiin.
Salatiga, 09 september 2016
Yang menyatakan
x ABSTRAK
Yuono, Yitna. 2016. (transaksi jual beli hewan ternak melalui makelar ditinjau dari hukum islam studi kasus di pasar hewan muntilan kabupaten magelang). Skripsi Fakultas Syari‟ah. Jurusan hukum ekonomi syariah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Drs. Machfudz, M.Ag.
Kata Kunci: Jual Beli Hewan Ternak Melalui Makelar
Penelitian tentang jual beli hewan ternak yang terjadi di Muntilan kabupaten Magelang adalah ditujukan kepada penjual pembeli dan makelar hewan ternak yang ada di pasar hewan muntilan. Adapun permasalahan yang akan dikaji yakni:1)Bagaimana praktek makelar dalam jual beli hewan ternak di pasar hewan Muntilan kabupaten Magelang? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli hewan ternak melalui makelar dipasar hewan Muntilan kabupaten Magelang? 3) Bagaimana bentuk akad dalam jual beli hewan ternak melalui makelar di pasar hewan Muntilan kabupaten Magelang?
Penulisan ini didasarkan pada penelitian lapangan di Muntilan Kabupaten Magelan, jenis penelitian yang digunakan kualitatif yuridis sosiologis, maka penulis melakukan penelitian terhadap objeknya dan berinteraksi langsung dengan sumber data. Sehingga penulis dituntut untuk aktif terhadap masalah yang kemungkinan terjadi di lokasi penelitian. Dalam pengumpulan data penulis melakukan beberapa macam hal atau teknik supaya data yang didapat sesuai dengan peristiwa apa yang sebenarnya terjad, diantaranya sebagai berikut: obserfasi, observasi tidak berstruktur, observasi berstruktur, wawancara, dokumentasi
xi
DAFTAR ISI
HALAMANBERLOGO ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
xii
BAB III GAMBARAN UMUM TENTENG PASAR HEWAN MUNTILAN A. Profil pasar hewan muntilan ... 48
1.Keadaan masyarakat sekitarpasar hewan muntilan ... 48
2. Keadaan pasar hewan muntilan ... 49
3. Struktur pasar hewan muntilan ... 51
B. Praktek jual beli hewan ternak melalui jasa makelar ... 52
C. Gambaran secra umum makelar ... 53
D. Praktek makelar secara rinci ... 55
E. Bentuk akad dalam jual beli hewan ternak melalui makelar 60 F. Pengambilan untung makelar dari proses juaal beli ... 61
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR BAGAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Tugas Pembimbing
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Lembar Konsultasi Skripsi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang
yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, sesuai
dengan ketetapan Hukum.Maksudnya ialah jual beli harus memenuhi
persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang digariskan oleh
Syara‟.Sehingga apabila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti
tidak sesuai dengan kehendak syara‟.
Rukun jual beli ada tiga yaitu akad, orang yang berakad, barang atau
objek.Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum
dikatan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan sebab ijab kabul menunjukan
kerelaan. Pada dasarnya ijab kabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak
mungkin, misalnya bisu atau yang lainnya boleh dilakukan dengan
surat-menyurat, yamg intinya mengandung arti ijab dan kabul. Menurut fatwa
Ulama Syafi‟iyah jual beli barang-barang yang kecil pun harus ijab dan kabul
(Suhendi, 2014: 69).
Ijab adalah suatu pernyataan kehendak yang pertama muncul dari
suatu pihak untuk melahirkan suatu tindakan Hukum, dengan pernyataan
kehendak tersebut ia menawarkan penciptaan tindakan Hukum yang di
maksut di mana bila penawaran itu diterima oleh pihak lain terjadilah akad.
Ijab disyaratkan harus jelas maksud dan isinya harus tegas. Maksudnya harus
2
digunakan untukmenyatakan ijab dalam setiap akad menunjukkan secara jelas
jenis akad yang dikehendaki , oleh karena itu akad mana yang dimaksud dan
akibat Hukum apa yang hendak diciptakan haruslah jelas.
Kabul adalah pernyataan kehendak yang menyetujui ijab dan
terciptanya suatu akad. Sepertihaknya ijab, kabul disyaratkan kejelasan
maksud, ketegasan isi dan didengar atau diketahui oleh pihak lain (Basyir,
2000:65-67).
Fenomena ini merupakan peran dari Hukum Islam untuk menjawab
permasalahan yang terjadi. Terutama bagaimana cara menyikapi sistem
ekonomi yang memegang peranan penting dalam dunia bisnis. Sebagai agama
yang mampu mengikuti perkembangan zaman yang diyakini Islam mampu
menjawab permasalahan yang terjadi, namun perlu suatu kerja keras untuk
mencari dan menafsirkannya karena suatu bisnis saat ini dipenuhi dengan
berbagai kenyataan bahwa beberapa kegiatannya telah terpopulasi dengan
kelicikan.
Para pedagang dijanjikan dengan kedudukan tinggi dan pahala yang
sangat besar di sisi Allah swt, karena biasanya pedagang tergoda untuk
berlaku rakus, tamak, mendapatkan laba dengan segala cara. Karena itu
barang siapa tegar di atas batas-batas kejujuran dan amanah, ia adalah
mujahid dalam memerangi hawa nafsunya. Berkaitan dengan masalah
perdagangan ini, apa yang dilakukan Rasulullah saw cukup jelas bagi kita.
Sebagaimana beliau memberikan perhatian pada aspek ruhani dengan
3
ibadah, ilmu pengetahuan, dakwah, bahkan jugapusat negara dan
pemerintahan, beliau juga memberikan perhatian kepada bidang ekonomi,
didirikanlah pasar yang Islamidan mandiri (Qardhawi, 2000: 200-201).
Jika tidak ada unsur kehati-hatian dalam melakukan transaksi jual beli
maka tidak menutup kemungkinan salah satu pihak ada yang dirugikan, dan
apabila hal tersebut yang terjadi transaksi jualbeli yang dilakukan tidak
sah.Islam mensyariatkan jual beli dengan perantara atau makelar karena tidak
semua manusia mampu dan cakap dalam melakukan transaksi jual beli
tersebut.
Makelar atau katakan perantara dalam perdagangan yang
menjembatani penjual dan pembeli, dizaman kita ini sangat penting artinya
dibanding dangan masa-masa yang telah lau, karena terikatnya perhubungen
perdagangan antara pedagang kolektif dan pedagang perorangan, sehingga
makelar berperan sangat penting. Dalam hal ini makelar adalah seorang yang
menjualkan barang orang lain atas dasar bahwa seseorang itu akan diberi upah
oleh yang punya barang sesuai dengan usahanya (Suhendi, 2010: 85).
Dalam hal ini makelar bertugas untuk menjembatani kepentingan
antara pihak penjual dan pembeli. Namun pada praktek kinerjanya di
lapangan banyak berbagai bentuk cara kerja dari seorang makelar. Dari yang
ingin untung sendiri dengan cara menambahkan harga barang tanpa
sepengetahuan antara kedua belah pihakdan mengorbankan kepentingan salah
satu pihak dan tidak bertanggung jawab atas resiko yang mungkin terjadi,
4
pihak-pihak yang dihubungkan dan dapat di pertanggung jawabkan
(http://bisnisukm.com/bisnis-makelar-peluarpotensial-html).
Berangkat dari hal tersebut diatas penulis tertarik pada praktek makelar
yang ada di daerah pasar hewan Muntilan Magelang.Kaitannya dengan jual
beli hewan ternak yang mana seorang makelar mempunyai peran aktif dalam
memasarkan barang (hewan ternak) tersebut, baik dalam bidang menerima
pesanan, penawaran harga, sampai pada perolehan laba dari hasil negosiasi
transaksi hewan ternak tersebut. Biasanya dalam posisi seorang makelar itu
adalah sebagai penghubung antara kedua belah pihak tetapi disisi lain ada
juga makelar yang mencari keuntungan yang berlebihan dengan penambahan
harga barang, menutupi cacat barang, sehingga makelar menekan pihak
penjual maupun pembeli untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya.
Bisnis dianggap suatu proses untuk mencari keuntungan dan
mencukupi kebutuhan hidupnya. Sementara itu etika merupakan ilmu yang
berbeda dengan bisnis dan karenanya terpisah.Dalam kenyataan ini bisnis dan
etika dipahami sebagai dipahami sebagai suatu hal yang tidak berkaitan.
Praktek bisnis itu bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, dan
jika etika keIslaman diterapkan dalam dunia bisnis maka dianggap akan
mengganggu upaya untuk mencapai tujuan bisnis. Sering kali ekonomi
menjadi masalah yang serius bagi manusia karena sumber daya ekonomi yang
tidak tersedia tidak sebanding dengan kebutuhan manusia.Dunia bisnis sangat
5
Kerjasama dalam jualbeli merupakan salah satu hal yang sangat
penting demi terciptanya tujuan bisnis.Masalah kerjasama dalam bisnis tidak
boleh diremehkan begitu saja karena bagaimanapun juga bentuk kerjasama
dalam bisnis merupakan masalah penting dalam kehidupan manusia.
Pada hakikatnya Islam membolehkan semua bentuk kerjasama dalam
jual beli yang berkembang dalam masyarakat, selama kerja sama tersebut
mendatangkan manfaat dan tujuan untuk saling tolong menolong antar
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Begitu pula praktek kerja sama
dalam jual beli yang dilakukan masyarakat di dalam pasar Hewan Muntilan
Magelang, dimana mereka bekerja sama dala jual beli hewan ternak
menggunakan jasa perantara atau makelar.
Dalam Hukum Islam dikenal istilah yang berkenaan dengan jual beli
perantar yaitu simsar yang semua ketentuannya telah ditulis dalam Hukum
Islam khususnya dalam aspek muamalat.Secara umum perantara atau makelar
perdagangan adalah orang yang menjualkan barang mencarikan bembeli atau
perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Berkaitan
dengan jual beli menggunakan jasa perantara, penyusun juga menggunakan
kejian tentang makelar dalam kitab-kitab fiqh terdahulu. Makelar adalah
pedagang perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan
mengambil upah tanpa menanggung resiko.
Chairuman Pasaribu juga berpendapat bahwa perantara atau makelar
dalam istilah Hukum Islam disebut dengan simsar ia lah orang yang menjadi
6
antara pihak penjual dengan pihak pembeli. Simsar yaitu seseorang yang
menjualkan barang kepada orang lain, atas dasar seseorang itu akan diberi
upah oleh yang punya barang sesuai dengan usahanya (Sahrani, 2011: 79).
Jika salah satu pihak merasa tidak rela atas perjanjian yang disepakati
maka termasuk suatu bentuk paksaan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip dalam bermuamalah.Istilah perjanjian dalam Hukum Islam disebut
akad.Dalam jual beli perantara banyak sekali bentuk-bentuk makelar dalam
prakteknya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muamalat (Anwar, 2007: 68).
Seperti halnya makelar yang tidak jujur dan pengambilan keuntungan
dari jual beli tanpa sepengetahuan dari kedua belah pihak (penjual dan
pembeli), maka dalam fiqh jual beli Islam ada macam-macam jual beli yang
ditinjau dari segi harga atau ukuran yang berkaitan dengan keuntungan yaitu
jual beli murabahah.Jual beli murabahah yaitu menjual barang dengan
harganya semula ditambah dengan keuntungan dan syarat-syarat tertentu. Jual
beli dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara
memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan
pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat
dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru perusahaan
dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh
pembeli kepada penjual (Muslich, 2010: 207).
Dalam perkembangan zaman, perjanjian sudah diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) merupakan aturan atau Hukum
7
Hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Dikatakan dalam pasal 1338 KUH
Perdata, perjanjian menganut sistem terbuka atau menganut kebebasan yang
seluas-luasnya. Pasal tersebut berisi tentang perjanjian yang menganut
masyarakat dapat mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Seperti halnya dalam Hukum
Islam bahwa manusia diperbolehkan melakukan perjanjian asalkan tidak
melanggar aturan syari‟ah.
Pada awalnya transaksi murabahah adalah transaksi sederhana yang
dipraktekkan dengan kerelaan penjual untuk menyampaikan harga pokok dan
laba yang diinginkan.Dengan persyaratan tertentu, kemudian jual beli ini
dimasukkan kedalam jenis jual beli amanah.Tipe murabahah dalam
prakteknya dapat dilakukan langsung oleh penjual dan pembeli tanpa melalui
pesanan.Begitu pula dapat dilakukan dengan pihak ketiga (supplier), yaitu
pemesan.Pihak pembeli sebagai perantara karena keahliannya (Afandi, 2009:
93).
Seiring berkembangnya zaman yang memicu kompleksnya
permasalahan dalam kegiatan muamalat pada zaman sekarang, manusia sering
menemukan masalah yang tidak persis sama dengan masalah yang telah ada
dalam al-Qur‟an dan Sunna. Tetapi yang diharapkan adalah bisa mencari
solusi atas masalah yang baru tetapi tidak memahami prinsip-prinsip dasar
Hukum Islam yang mempunyai tujuan yang umum yaitu demi kemaslahatan
8
peranan penting dalam dunia bisnis, mampukah memberikan solusi terbaik
atas fenomena yang terjadi ini.
Sebagai agama yang mampu mengikuti perkembangan zaman yang
diyakini Islam mampu menjawab permasalahan yang terjadi.Namun perlu
suatu kerja keras untuk mencari dan menafsirkannya karena suatu bisnis saat
ini dipenuhi dengan berbagai kenyataan bahwa beberapa kegiatannya telah
terpopulasi dengan kelicikan.
Makelar atau perantara merupakan jenis pekerjaan yang banyak
dilakukan oleh kalangan masyarakat saat ini, mengingat banyaknya kesibukan
yang tidak mengharuskan adanya kehadiran penjual dan pembeli dalam
bertransaksi seperti yang telah disyariatkan dalam rukun jual beli.Penelitian
ini selain untuk mengetahui status makelar dalam Hukum Islam juga untuk
mengetahui pengambilan keuntungan yang berlebihan oleh makelar tanpa
sepengetahuan kedua belah pihak.
Pada zaman sekarang banyak dikalangan Muslim mengalami masalah
yang belum diketahui kebenarannya, karena dalam pikirannya ada satu
keraguan dalam melakukan praktik kerja sama dalam berbisnis apakah telah
benar menurut Hukum Islam. Banyak yang telah mengabaikan nilai-nilai atau
etika keIslaman dalam menjalankan bisnis.Bagi sebagian pihak, bisnis adalah
aktivitas ekonomi manusia yang bertujuan mencari laba semata-mata. Karena
itu, cara apapun boleh dilakukan demi meraih tujuan tersebut. Konsekuensi
bagi pihak ini, aspek moralitas dalam persaingan bisnis, dianggap akan
9
B. PerumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok
atau titik permasalahan dari skripsi ini adalah:
1. Bagaimana praktek makelar dalam proses jual beli hewan ternak di pasar
hewan tenak Muntilan Kabupaten Magelang?
2. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap pelaksanaan jual beli hewan
ternak melalui makelar di pasar hewan Muntilan Kabupaten Magelang?
3. Bagaimana bentuk akad dalam jual beli hewan di Muntilan kabupaten
Magelang?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana praktek dari kinerja makelar dalam jual
beli hewan di Muntilan Kabupaten Magelang.
b. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum islam terhadap
pelaksanaan jual beli hewan ternak melalui makelar di pasar hewan
Muntilan Kabupaten Magelang.
c. Untuk mengetahui bagaimana bentuk akad dalam jual beli hewan di
Muntilan Kabupaten Magelang.
2. Manfaat
a. Dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu muamalah
pada khususnya dan ilmu Hukum Islam (Fiqh) pada umumnya, serta
10
b. Untuk memberikan kemanfaatan guna menambah informasi tentang
luas nya ilmu muamalah, khususnya ilmu yang berkaitan dengan
masalah akad dalam transaksi, serta dijadikan sebagai bahan koreksi
guna penelitian selanjutnya agar lebih terarah.
c. Agar dapat memberikan informasi dan pembelajaran bagi masyarakat
tentang syarat dalam hal pengambilan suatu keuntungan pada praktek
muamalah, selain itu juga supaya penulis lebih mengetahui tentang
Hukum Islam khususnya dalam bidang muamalah.
D. Telaah Pustaka
Setelah penyusun melakukan telaah kepustakaan, ternyata belum
banyak ditemukan adanya karya ilmiah yang khusus membahas praktek jual
beli melalui jasa makelar dalam jaual beli Hewan Ternak.Oleh karena itu,
penulis perlu kiranya meneliti tentang praktek Makelar dalam jual beli Hewan
Ternak menurut Hukum Islam.
Karya ilmiah yang dilakukan oleh Abdul Ghofur dengan judul;
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gadai Motor Melalui Makelar di Desa
Gedung Driyorejo” dalam skripsi ini menjelaskan bahwa praktek gadai motor
melalui makelar yang ada di desa gedung driyono sesuai dengan hukum islam
karena pemberian kuasa dilakukan oleh orang yang berhak dan tidak ada
unsur penipuan, sedangkan akad yang dipakai dalam gadai tersebut adalah
akad Wakalah.
Seperti skripsi yang disusun oleh Ahmad Syarifudin yang berjudul
11
Genteng” dalam sekripsi ini mengatakan permasalahan tentang bagaimana
wewenang seorang makelar dalam mempengaruhi calon pembeli untuk
melancarkan jual beli genteng.
Karya ilmiah yang dilakukan oleh saudari Anna Dwi Cahyani dengan
judul “Jual-Beli Bawang Merah Dengan Sistem Tebasan di Desa Sidapurna
Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal (Sebuah Tinjauan Sosiologi Hukum
Islam)”. Hasil dari skripsi ini menyebutkan bahwa ; jual-beli Bawang Merah
dengan sistem tebasan jika di pandang dari segi Hukum Islam adalah jual-beli
yang seharusnya tidak dilakukan, karena jual-beli macam ini memungkinkan
terjadinya spekulasi dari pedagang dan pembeli, karena kualitas dan
kuantitasnya Bawang Merah belum tentu jelas keadaan dan kebenaran
perhitungannya, tanpa adanya penakaran atau penimbangan yang sempurna,
namun cara seperti ini sudah lazim dilakukan dan sudah menjadi tradisi, juga
karena masih terciptanya kepercayaan yang tinggi antara pihakpihak yang
melakukan transaksi ini. Alangkah baiknya jual-beli ini dilakukan dengan
cara terlebih dahulu ditimbang sebelum dijual, agar jelas dalam penakaran
atau penimbangan.
Skripsi yang disusun oleh Sabar Jamaluddin yang di dalamnya
mengkaji tentang persamaan dan pembagian keuntungan antara makelar yang
aktif dengan makelar yang pasif.
Buku yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Hendi Suhendi dalam bukunya
“Fiqh Muamalah” dalam buku ini berisi tentang fiqh muamalah termasuk
12
Dari uraian diatas menunjukkan sekripsi berjudul “TRANSAKSI
JUAL BELI HEWAN TERNAK MELALUI MAKELAR DI TINJAU DARI
HUKUM ISLAM DI PASAR HEWAN MUNTILAN KABUPATEN
MAGELANG” ini belum pernah ada yang membahasnya dalam suatu karya
ilmiah.Dalam tulisan ini penulis berusaha untuk meneliti praktek yang
dilakukan oleh makelar terhadap pengaruh dari upah, berkaitan dengan jasa
yang diberikan kepada seorang penjual dan pembeli hewan dan akadnya.
Untuk mencapai tujuan dari penelitian yang dilakukan, penyusun melakukan
observasi dan penelitian semaksimal mungkin serta menggali dari berbagai
sumber literatur, sehingga diharapkan akan mendapat gambaran mengenai
praktek jual beli melalui makelar yang sesuai dengan Hukum Islam dan
Hukum yang berlaku.
E. Metode Penelitian
Penulisan ini didasarkan pada penelitian lapangan di Muntilan
Kabupaten Magelan, jenis penelitian yang digunakan kualitatif yuridis
sosiologis, maka penulis melakukan penelitian terhadap objeknya dan
berinteraksi langsung dengan sumber data (Sugiono 2008:11).Sehingga
penulis dituntut untuk aktif terhadap masalah yang kemungkinan terjadi di
lokasi penelitian. Langkah yang harus penulis lakukan didalam penelitian ini,
dan tujuan dari penelitian adalah guna mendapatkan data maka yang
dilakukan penulis yakni:
13
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder:
a. Data primer: yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang
dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan
permasalahan yang diteliti. Hal ini, penulis mengambil data primer
melalui para pihak yang melakukan transaksi jual beli hewan, baik
dari pihak makelar atau perantara, penjual dan pembeli.
b. Data sekunder: yaitu data yang tidak didapat secara langsung oleh
peneliti. Pada bagian ini penulis mengambil data sekunder dari
laporan-laporan, buku-buku, jurnal penelitian, artikel, internet, dan
majalah ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penulis melakukan beberapa macam hal
atau teknik supaya data yang didapat sesuai dengan peristiwa apa yang
sebenarnya terjad, diantaranya sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan
untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan (Bungin,
2009:115). Pada tahap ini adalah tahap pertama yang penulis
gunakan, sebagai bahan untuk obyek yang akan di teliti di Muntilan
Kabupaten Magelang yaitu transaksi makelar. Oleh karena tahap ini
adalah dasar dari sebuah penelitian maka penelitian dalam observasi
14
b. Observasi tidak Berstruktur
Adalah observasi dilakukan tanpa menggunakan buku
pedoman observasi (Bungin, 2009:116).Hal ini dimaksudkan, untuk
mencari kejelasan agar observasi selanjutnya berstruktur.
c. Observasi Tersetruktur
Adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis,
tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya
(Sugiono 2008:146). Pada bagian ini penulis mendalami kembali
secara sistematis, dengan cara terlibat secara langsung pada obyek
yang dikaji, sehingga data yang didapat lebih relefan.
d. Wawancara
Adalah percakapan dengan maksut tertentu.Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara yaitu yang memberi jawaban atas
pertanyaan yang diajuakan (Moleong, 2007:186). Metode ini
akanpenulis gunakan untuk memperoleh keterangan dan penjelasan
mengenai praktek dari Makelaran, serta keterangan lain menyangkut
judul ini.
e. Dokumentasi
Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis dengan
carapengumpulan beberapa informasi tentang data dan fakta yang
berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian, baik dari sumber
Buku-15
buku, jurnal ilmiah, koran, majalah, internet dan lain-lain. Metode ini
penulis lakukan guna mendapatkan data pendukung mengenai
transaksi jual beli dengan perantara makelar di Muntilan Kabupaten
Magelang.
3. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan upaya untuk mencari dan menata secara
sistematis data yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman penulis
tentang kasus yang di teliti dan mengkajinya sebagai temuan bagi orang
lain.
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan analisis campuran
yaitu deskriptif.Analisis deskriptif (descriptive analisys) yang bertujuan
memberikan deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan data yang
diperoleh dari subyek yang diteliti.Tulisan ini merupakan bentuk
penelitian kualitatif, adapun penelitian kualitatif ini memusatkan
perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan
satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau pola-pola
yang dianalisis gejala-gejala budaya dengn menggunakan kebudayaan
dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran
mengenai pola-pola yang berlaku (Ashshofa, 2001:20-21).
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran pembahasan yang jelas dalam penulisan
masing-16
masing bab mencerminkan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan yaitu
sebagai berikut:
BAB I : sebagai pendahuluan, dalam bab ini penulis abstraksikan
pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini, sehingga
dalam pembahasan selanjutnyadapat terarah sesuai dengan sistematikayang
benar. Adapun hal yang akan disajikan adalah latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penulisan, telaah pustaka, metode penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB II : Pada bab ke dua ini dimaksudkan sebagai landasan teoritik
dalam pembahasan tulisan ini, adapun isi dari bab ini sebagai berikut :
tinjauan umum tentang jual beli, pengertian dan dasar hukum jual beli, rukun
dan syarat jual beli, macam-macam jual beli, bentuk jual beli, tinjauan umum
tentang makelar, pengertian makelar, syarat makelar, hukum makelar dalam
islam, tugas makelar, fungsi makelar.
BAB III : Dalam bab ini penulis akan menjelaskan atau
mendiskripsikan tentang praktek transaksi yang dilakukan oleh makelar
dengan penyajian data profil pasar hewan muntilan yang meliputi : keadaan
pasarhewan Muntilan Kabupaten Magelang, stuktur pengelola pasar hewan
Muntilan, praktek jual beli hewan melalui makelar di pasar hewan Muntilan
Kabupaten Magelang, gambaran makelar secara umum, prakter makelar
secara rinci, bentuk akad dalam jual beli hewan melalui jasa makelar, terakhir
17
BAB IV : Karena pada bab ini adalah analisis maka pembahasannya
meliputi: analisis hukum islam terhadap orang yang berakad dalam jual beli di
pasar hewan Muntilan, analisis hukum islam terhadap akad dalam jual beli
hewan ternak melalui jasa makelar.
BAB V adalah bab penutup berupa kesimpulan yang diambil dari
keseluruhan uraian yang ada dalam tulisan ini dan juga memuat saran-saran
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Membeli dan menjual adalah dua kata kerja yang sering kita
pergunakan dalam istilah sehari-hari, yang apabila digabungkan antara
keduanya,maka berarti salah satu pihak menjual dan pihak lainnya
membeli. Hal ini tidak dapat berlangsung tanpa pihak yang lainnya, dan
itulah yang disebut perjanjian jual beli.Jual beli yang dilakukan dengan
sederhana tentu saja tidak banyak menimbulkan masalah, terutama barang
yang diperjual belikan tersebut hanya satu macam barang dan barang
tersebut dapat dilihat langsung oleh pembeli (Ahmadi, 2012:133).
Menurut KUH Perdata pasal 1457, jual beli adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
suatu kebendaan dan pihakyang lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan.
Dalam istilah fiqh muamalah menurutAzzam (2010: 23)
berpendapat bahwa jual beli (al-bay‟) secara bahasa artinya memindahkan
hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan “Ba‟a
asy-syaia jika dia mengeluarkannya dari hak miliknya, dan ba‟ahu jika dia
membelinya dan memasukkannya kedalam hak miliknya, dan ini masuk
19
mengandung makna dan lawannya seperti perkataan al-qur‟ yang berarti
haid dan suci. Menurut istilah jual beli ialahakad saling menganti dengan
harta yang berakibat kepada kemilikan terhadap suatu benda terhadap satu
benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya dan bukan untuk
bertaqarrub kepada Allah.
Sedangkan dalam fiqhIslam menurutHasan (2003: 113)
mengemukakan bahwa pengertian jual-beli menurut bahasa, yaitu
Jual-beli (عيبلا) artinya “menjual, mengganti dan menukar (sesuatu dengan
sesuatu yang lain)”. Kata عيبلاdalam bahasa Arab terkadang digunakan
untuk pengertian lawannya, yaitu kata
ء
ارش(beli). Dengan demikian kataعيبلاberarti kata “jual” dan sekaligus juga berarti kata “beli”.
Pemahaman atas pengertian semacam ini juga diungkapkan
olehMuslich (2010: 173) dimana beliau mendefinisikan jual beli atau
dalam bahasa Arab al-bai‟ menurut etimologi adalah:
ءيشبءيشةلباقم
“Tukar-menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain”.
Sayid Sabiq mengartikan jual beli (al-bai‟) menurut bahasa sebagai
berikut:
ةل د ابملا قلطم ةغل هانعم عيبلا
20
Adapun pengertian jual beli secara istilah/terminologi,
sebagaimana dikemukakan oleh para Fuqaha adalah sebagai berikut:
Menurut Suhendi (2002: 68-69), jual beli adalah suatu perjanjian
tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela
diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak
lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
dibenarkan Syara‟ dan disepakati.
Menurut ash-Shiddieqy (1974: 84), jual beli adalah “Akad yang
tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah penukaran
hak milik secara tetap”.
Menurut Sabiq (1983: 126), jual beli adalah “Penukaran benda
dengan benda lain saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan
ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan”.
Dengan demikian perikataan jual beli menunjukan adanya dua
perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan dipihak yang
lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli.Dari
ungkapan tersebut terlihat bahwa dalam perjanjian jual beli itu terlibat dua
pihak yang saling menukar atau melakukan pertukaran (Chairuman
1996:33).
Jual beli dalam pengertian syara‟ terdapat beberapa definisi yang
dikemukakan oleh ulama mazhab. Meskipun terdapat perbedaan, namun
substansi dan tujuan masing-masing definisi sama. Ulama Hanifiyah
21
Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak) dan seemacamnya, atau tukar menukar barang dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus(Muslich, 2010: 175).
Definisi ini terkandung arti bahwa cara khusus yang dimaksudkan
oleh ulama' Hanafiyah adalah melalui ijab (ungkapan membeli dari
pembeli) dan qabul (pernyataan menjual dari penjual), atau juga boleh
melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli.
Akan tetapi harta yang diperjualbelikan haruslah yang bermanfaat bagi
manusia.Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap diperjual-belikan,
menurut ulama' Hanafiyah, jual belinya tidak sah(Nasrun, 2007: 111).
Definisi lain dikemukakan oleh ulama Malikiyah, Syafi‟iyah, dan
Hanabilah menurut mereka jual beli adalah:
اكلمت و اكيلمت ل امل اب لا ةلد ابم
“Pertukaran harta dengan harta, dalam bentuk pemindahan hak milik dan pemilikan”(Nasrun, 2007: 112).
Dalam menguraikan apa yang dimaksud dengan لاملا(harta),
terdapat perbedaan pengertian antara ulama Hanafiyah dengan jumhur
ulama. Akibat dari perbedaan ini, muncul pula hukum-hukum yang
berkaitan dengan jual beli itu sendiri. Menurut jumhur ulama, yang
dimaksud dengan لاملاadalah materi dan manfaat. Oleh sebab itu, manfaat
dari suatu benda (menurut mereka) dapat diperjualbelikan. Ulama
22
Oleh sebab itu, manfaat dan hak-hak (menurut mereka) tidak boleh
dijadikan obyek jual beli(Nasrun, 2007: 113).
Jual beli menurut ulama Malikiyyah ada dua macam, yaitu jual beli
yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual beli umum
ialah suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan
kenikmatan, tukar menukar yaitu satu pihak menyerahkan ganti penukaran
atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Sesuatu yang bukan manfaat
itu ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia
berfungsi sebagai obyek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan
hasilnya.
Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang
bukan kemanfaatan dan bukan kelezatan yang mempunyai daya tarik,
penukaranya bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir
dan ada seketika, tidak merupakan hutang baik barang itu ada di hadapan
si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau
sudah diketahui terlebih dahulu (Suhendi, 2002: 69-70).
Sedangkan menurut ulama mazhab hanafi yaitu saling menukar
harta dengan cara tertentu. Ulama mazhab hanafi lainya mengatakan
bahwa jual beli adalah tukar menukar sesuatu yang di inggini, sepadan,
dan bermanfaat dengan cara tertentu. Yang di maksud dengan cara
tertentu atau khusus adalah melalui ijab dan qabul atau dengan cara saling
23
Adapun menurut ulama mazhab syafi‟i yaitu saling menukar harta
dan bentuk pemindahan pemilikan.Dalam hal ini mereka memberi
penekanan pada kata “pemilikan” karena ada juga tukar menukar barang
yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewa-menyewa
(ijaroh).Sedangkan menurut ibnu hajar pada dasarnya jual beli yang
mengandung unsur ketidak jelasan dilarang dalam Islam (Ibnu,200:2002).
Ulama Islam sepakat bahwa jual beli dan penerapannya sudah
berlaku sejak zaman Rasulullah SAW hingga saat ini. Dengan demikian
tidak diperselisihkan bolehnya di kalangan kaum muslimin, hanya saja
dalam perkembangannya mengalami beberapa bentuk atau model jual beli
yang membutuhkan pemikiran atau ijtihad di kalangan ummat Islam
(Sabiq Sayyid jilid XII:127). Allah SWT telah menjadikan manusia
masing-masing berhajat kepada yang lain, agar diantara mereka terjadi
kerja sama yang saling menguntungkan. Interaksi horisontal ini dilakukan
karena tidak mungkin manusia mampu mencukupi hidupnya sendiri, dan
dimaksudkan agar manusia itu saling menolong dalam segala urusan
kepentingan hidup masing-masing, baik melalui jual beli, sewa-menyewa,
bercocok tanam atau usaha lain.
Oleh karena itu jual beli yang berlangsung antara penjual dan
pembeli tidak selamanya merupakan perjanjian jual beli sederhana,
bahkan tidak jarang menimbulkan masalah, maka diperlukan aturan
hukum yang mengatur tentang berbagai kemungkinan yang dapat timbul
24
Jual beli dalam tukar menukar barang tersebut nilai barang yang
ditukarkan harus seimbang, disertai akad yang mengarah pada pemilikan
hak milik terhadap masing-masing harta itu dengan asas saling ridho
sesuai dengan aturan/ ketentuan hukum dan telah disepakati oleh kedua
belah pihak.
Kalimat yang dimaksud sesuai dengan ketentuan hukum ialah
memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lainnya yang
ada kaitannya dengan jual beli, maka bila syarat-syarat dan rukunnya tidak
terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟.
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli merupakan akad yang dibolehkan berdasarkan Alquran,
sunnah dan ijma‟ para ulama. Dilihat dari aspek hukum, jual beli
hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang oleh syara‟. Adapun
dasar hukum dari Alquran antara lain (Muslich, 2010: 177-179).
a. Surah Al-Baqarah (2) ayat 275
Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
b. Surah Al-Baqara (2) ayat 282
25
Artinya: Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
c. Surah An-Nisa‟ (4) ayat 29
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Dasar hukum dari sunnah antara lain:
a. Hadis Rifa‟ah ibnu Rafi‟:
“Dari Rifa‟ah ibnu Rafi‟ bahwa Nabi Muhammad SAW ditanya
usaha apakah yang paling baik? Nabi menjawab: Usaha seseorang
dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.
(Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Al-Hakim)”.
b. Hadis Abi Sa‟id:
“Dari Abi Sa‟id dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda:
Pedagang yang jujur (benar), dan dapat dipercaya nanti
bersama-sama dengan Nabi, shiddiqin, dan syuhada. (HR. At-Tirmidzi.
26
c. Hadis Ibnu „Umar:
“Dari Ibnu „Umar ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW:
Pedagabg yang benar (jujur), dapat dipercaya dan muslim, beserta
para syuhada pada hari kiamat. (HR. Ibnu Majah)”.
3. Rukun Jual Beli
Rukun jual beli menurut Hanafiah adalah ijab dan qabul yang
menunjukan sikap saling tukar-menukar, atau saling memberi.atau dengan
redaksi yang lain, ijab qabul adalah perbuatan yang menunjukkan
kesediaan dua pihak untuk menyerahkan milik masing-masing kepada
pihak lain, dengan menggunakan perkataan atau perbuatan(Muslich, 2010:
179-186).
Menurut jumhur ulama rukun jual beli itu ada empat, yaitu
a. Aqid (Penjual dan Pembeli)
Aqid atau orang yang melakukan akad, yaitu penjual dan
pembeli. Secara umum, penjual dan pembeli harus orang yang
memiliki ahliyah (kecakapan) dan wilayah (kekuasaan). Persyaratan
penjual dan pembeli secara rinci akan diuraikan dalam pembahasan
berikutnya , yaitu mengenai syarat-syarat jual beli.
b. Shighat (Ijab dan Qabul)
1) Pengertian Ijab dan Qabul
Secara umum ijab dan qabulialah ikatan kata antara penjual dan
pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qabul
27
2) Shighat Ijab dan Qabul
Shighat akad adalah bentuk ungkapan dari ijab dan qabul apabila
akadnya akad iltizam yang dilakukan oleh dua pihak, atau ijab saja
apabila akadnya akad iltizam yang dilakukan oleh satu pihak.
3) SifatIjab dan Qabul
Akad terjadi karena adanya ijab dan qabul. Apabila ijab sudah
diucapkan, tetapi qabul belum keluar maka ijab belum mengikat.
c. Ma‟qud „Alaih (Objek Akad Jual Beli)
Ma‟qud „alaih atau objek akad jual beli adalah barang yang
dijual (mabi‟) dan harga atau uang (tsaman).
4. Syarat-syarat Jual Beli
Ada empat syarat jual beli yang harus dipenuhi dalam akad jual
beli, yaitu(Muslich, 2010: 186-200):
a. Syarat in‟iqad (terjadinya akad).
Syarat in‟iqad adalah syarat harus terpenuhi agar akad jual beli
dipandang sah menurut syara‟. Apabila syarat ini tidak terpenuhi,
maka akad jual beli menjadi batal.
Hanafiah mengemukakan empat macam syarat untuk
keabsahan jual beli:
1) Syarat berkaitan dengan „aqid (orang yang melakukan akad)
Syarat untuk „aqid (orang yang melakukan akad), yaitu
28
a) „Aqid harus berakal yakni mumayyiz. Maka tidak sah akad
yang dilakukan oleh orang gila, dan anak yang belum berakal
(belum mumayyiz).
b) „Aqid (orang yang melakukan akad) harus berbilang (tidak
sendirian).
2) Syarat berkaitan dengan akad itu sendiri.
Syarat akad yang sangat penting adalah bahwa qabul harus
sesuai dengan ijab, dalam arti pembeli menerima apa yang di-ijab
-kan (ditanya-kan) oleh penjual.
3) Syarat berkaitan dengan tempat akad.
Syarat yang berkaitan dengan tempat akad adalah ijab dan
qabul harus terjadi dalam satu majelis. Apabila ijab dan qabul
berbeda majelis, maka jual beli tidak sah.
4) Syarat berkaitan dengan objek akad (ma‟qud ‟alaih).
Syarat yang harus dipenuhi oleh objek akad (ma‟qud
„alaih) adalah sebagai berikut.
a) Barang yang dijual harus maujud (ada).
b) Barang yang dijual harus mal mutaqawwin.
c) Barang yang dijual harus barang yang sudah dimiliki.
d) Barang yang dijual harus bisa diserahkan pada saat
29
b. Syarat sahnya jual beli.
Syarat sah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu syarat umum
dan syarat khusus. Syarat umum adalah syarat yang harus ada pada
setiap jenis jual beli agar jual beli tersebuat dianggap sah menurut
syara‟. Secara global akad jual beli harus terhindar daei enam macam
„aib:
1) Ketidakjelasan (Al-Jahalah)
Yang dimaksud dengan ini adalah ketidakjelasan yang
serius yang mendatangkan perselisihan yang sulit untuk
diselesaikan. Ketidak jelasan ini ada empat macam yaitu:
a) Ketidakjelasan dalam barang yang dijual, baik jenisnya,
macamnya, atau kadarnya menurut pandangan pembeli.
b) Ketidakjelasan harga.
c) Ketidakjelasan masa (tempo).
d) Ketidakjelasan dalm langkah-langkah penjaminan.
2) Pemaksaan (Al-Ikrah)
Pengertian pemaksaan adalah mendorong orang lain (yang
dipaksa) untuk melakukan suatu perbuatan yang tidak disukainya.
Paksaan ini ada dua macam:
a) Paksaan absolut, yaitu paksaan dengan ancaman yang sangat
berat, seperti akan dibunuh, atau akan dipotong anggota
30
b) Paksaan relatif, yaitu paksaan dengan ancaman yang lebih
ringan, seperti dipukul.
Kedua ancaman tersebut mempunyai pengaruh terhadap
jual beli, yakni menjadikan jual beli fasid menurut jumhur
hanafiah, dan mauquf Zufar.
3) Pembatasan dengan waktu (at-tauqit)
Yaitu jual beli dengan dibatasi waktunya.
4) Penipuan (gharar)
Yang dimaksud di sini adalah gharar (penipuan) dalam
sifat barang.
5) Kemudaratan (dharar)
Kemudaratan ini terjadi apabila penyerahan barang yang
dijual tidak mungkin dilakukan kecuali dengan kemudaratan
kepada penjual, dalam barang selain objek akad.
6) Syarat-syarat yang merusak.
Yaitu setiap syarat yang ada manfaatnya bagi salah satu
pihak yang bertransaksi, tetapi syarat tersebut tidak ada dalam
syara‟ dan adat kebiasaan, atau tidak dikendaki oleh akad, atau
tidak selaras dengan tujuan akad.
Adapun syarat khusus yang berlaku untuk beberapa jenis
jual beli adalah sebagai berikut:
31
b) Mengetahui harga pertama apabila jual belinya berbentuk
murabahah, tauliyah,wadhi‟ah, atau isyrak.
c) Saling menerima (taqabudh)penukaran, sebelum berpisah,
apabila jual belinya jual beli sharf(uang).
d) Dipenuhinya syarat-syarat salam, apabila jual belinya jual beli
salam (pesanan).
e) Harus sama dalam penukaran, apabila barangnya barang
ribawi.
f) Harus diterima dalam utang piutang yang ada dalam
perjanjian, seperti muslam fih dan modal salam, dan menjual
sesuatu dengan utang kepada selain penjual.
c. Syarat kelangsungan jual beli (syarat nafadz)
Untuk kelangsungan jual beli diperlukan dua syarar sebagai berikut
1) Kepemilikan atau kekuasaan
Pengertian kepemilikan atau hak milik adalah menguasai sesuatu
dan mampu men-tasarruf-kannya sendiri, karena tidak ada
penghalang yang ditetapkan oleh syara‟.
2) Pada benda yang dijual (mabi‟) tidak terdapat hak orang lain.
Apabila di dalam barang yang dijadikan objek jual beli itu terdapat
hak orang lain, maka akadnya mauquf dan tidak bisa
32
d. Syarat mengikat (syarat luzum).
Untuk mengikatnya (luzum-nya) jual beli disyaratkan akad jual
beli terbebas dari salah satu jenis khiyar yang membolehkan kepada
salah satu pihak untuk membatalkan akad jual beli, seperti khiyar
syarat, khiyar ru‟yah dan khiyar „aib. Apabila didalam akad jual beli
terdapat salah satu dari jenis khiyar ini maka akad tersebut tidak
mengikat kepada orang yang memiliki hak khiyar, sehingga ia berhak
membatalkan jual beli atau meneruskan atau menerimanya.
Syarat-syarat jual beli menurut Hanafiah ada 23 syarat.Wahbah
Zuhaili membuat perbandingan antara mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i,
dan Hanbalimengenai syarat-syarat jual beli.Malikiyah
mengemukakan 11 syarat, Syafi‟iyah 22 syarat, dan Hanabilah 11
syarat.
1. Menurut Hanafiah
Menurut Hanafiah, ada 23 syarat akad jual beli, yaitu
sebagai berikut:
a) „Aqid (orang yang melakukan akad) harus berakal dan
mumayyiz
b) „Aqid harus berbilang
c) Para pihak yang melakukan akad jual beli harus mendengar
pembicaraan pihak lain.
d) Ijab dan qabul harus sesuai (cocok).
33
f) Objek akad jual beli (mabi‟) harus berupa harta (mal).
g) Objek akad (mabi‟) harus berupa mal mutaqawwin.
h) Objek akad harus dimiliki oleh si penjual.
i) Objek akad harus ada (maujud) pada waktu akad
dilaksanakan.
j) Objek akad harus bisa diserahkan pada waktu
dilaksanakannya akad.
k) Imbalan (harga) harus mal mutaqawwin.
l) Objek akad dan harga harus diketahui.
m) Jual beli tidak boleh dibatasi dengan waktu.
n) Jual beli harus ada manfaat dan faedahnya bagi kedua belah
pihak.
o) Jual beli harus terhindar dari syarat yang merusak.
p) Dalam jual beli benda yang bergerak, benda harus diserahkan.
q) Harga pertama harus diketahui.
r) Harus saling menerima dan harus sama dalam jual beli benda
ribawiyah.
s) Terpenuhinya syaratsalam dalam jual beli salam.
t) Dalam jual beli utang kepada selain mudin(orang yang
berpiutang), salah satu penukaran bukan utang.
u) Barang yang dijual merupakan hak milik si penjual.
v) Di dalam barang yang dijual tidak ada hak orang lain.
34
2. Menurut malikiyah
Menurut malikiyahada 11 syaratyang harus dipenuhi dalam
akad jual beli, yaitu sebagai berikut:
a) Penjual dan pembeli harus mumayyiz.
b) Penjual dan pembeli harus menjadi pemilik atas barang, atau
wali dari pemilik.
c) Penjual dan pembeli harus orang yang memiliki kebebasan
(mukhtar).
d) Penjual harus cerdas (rasyid).
e) Ijab dan qabul harus bersatu dalam satu majlis.
f) Ijab dan qabul tidak boleh terpisah.
g) Mabi‟ dan tsaman(harga) harus benda yang tidak dilarang
oleh syara‟.
h) Benda yang dijual harus suci.
i) Benda harus bermanfaat menurut syara‟.
j) Benda yang menjadi objek akad harus diketahui, tidak
majhul.
k) Benda yang menjadi objek akad harus bisa diserahkan.
3. Menurut syafi‟iyah
Menurut syafi‟iyah, ada 22 syarat yang harus dipenuhi
dalam akad jual beli, yaitu sebagai berikut:
a) Aqid harus memiliki sifat ar-rusyd (cerdas), yakni
35
b) Tidak ada paksaan tanpa hak.
c) Islamnya pembeli dalam pembelian.
d) Pembeli bukan kafir harbi dalam pembelian
perlengkapan alat perang yang digunakan untuk
memerangi kaum muslimin.
e) Para pihak mengucapkan khithab-nya kepada temannya,
bukan ditunjukkan kepada orang lain.
f) Khithab menggunakan jumlah (kalimat) mukhatbah.
g) Qabul harus diucapkan oleh orang yang langsung
mendengarkan ijab.
h) Orang yang memulai pembicaraan hendaknya
menyebutkan harga dan barang.
i) Penjual dan pembeli menghendaki dengan
sungguh-sungguh arti kata-kata yang diucapkan.
j) Kecakapan (ahliyah) penjual dan pembeli harus tetap
ada sampai selesainya qabul.
k) Antara ijab dan qabul tidak boleh terpisah dengan
waktu yang lama.
l) Ijab dan qabultidak boleh diselingi dengan
pembicaraan dengan orang lain, walaupun sedikit,
36
m) Orang yang menyatakan ijab tidak boleh
mengubahpembicaraannya sebelum pihak lain
menyatakan qabul.
n) Para pihak yang melakukan akad jual beli harus
mendengarkan ucpan pihak lainnya.
o) Ijab dan qabul harus betul-betul sesuai dan tidak boleh
berbeda.
p) Sighat ijab dan qabul tidak boleh dikaitkan dengan
sesuatu yang tidak dikehendaki oleh akad.
q) Akad jual beli tidak boleh dibatasi oleh waktu.
r) Ma‟qud alaih (objek akad) harus suci.
s) Objek akad harus bermanfaat menurut syara‟.
t) Objek akad harus barang yang bisa diserahkan.
u) Objek akad harus dimiliki oleh aqid.
v) Ma‟qud alaih harus diketahui oleh oleh pihak yang
melakukan akad.
4. Menurut Hanabilah
Menurut Hanabilah, ada 11 syarat yang harus
dipenuhi dalam akad jual beli, yaitu sebagai berikut:
a) Aqid harus memiliki sifat ar-rusyd (cerdas) dalam
mengelola harta kekayaan kecuali dalam urusan kecil.
b) Adanya persetujuan (kerelaan) dari para pihak yang
37
c) Ijab dan qabul harus menyatu dalam satu majlis.
d) Ijab dan qabul tidak boleh terpisah.
e) Akad tidak boleh dibatasi oleh waktu.
f) Objek akad harus berupa mal (harta).
g) Objek akad harus dimiliki oleh penjual dengan milik
yang sempurna.
h) Objek akad harus diketahui baik oleh penjual maupun
pembeli.
i) Objek akad harus bisa diserahkan pada waktu akad.
j) Harga juga harus diketahui oleh para pihak yang
melakukan akad.
k) Baik harga, barang, maupun orang yang melakukan
akad harus terhindar dari hal-hal yang menghalangi
keabasahan akad.
5. Macam-MacamJualBeli
Pada masa Rasulullah shallallahu „alaihi wassalam disebut dengan
“samasirah“ (makelar), pada suatu ketika Rasulullah shallallahu „alaihi
wassalam menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama yang
lebih baik dari calo, beliau bersabda : “Wahai para pedagang,
sesungguhnya jual beli ini kadang diselingi dengan kata-kata yang tidak
bermanfaat dan sumpah palsu, maka perbaikilah dengan
memberikansedekah“ (Shahih, HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai
38
Hadist di atas menunjukkan bahwa pekerjaan makelar sudah ada
sejak masa Rasulullahshallallahu „alahi wassalam, dan beliau tidak
melarangnya, bahkan menyebut mereka sebagai pedagang.
Berikut ini adalah macam-macam jual beli bisa berubah menjadi:
a. Jual beli hukumnya sunah, misalnya dalam jual beli barang yang
hukum menggunakan barangnya sunah seperti minyak wangi.
b. Jual menjadi wajib ketika para pedagang menimbun beras, sehingga
stok beras sedikit dan mengakibatkan harganya pun melambung
tinggi. Maka pemerintah boleh memaksa para pedagang beras untuk
menjual beras yang ditimbunnyadengan harga sebelum terjadi
pelonjakan harga. Menurut islam para pedagang beras tersebut wajib
menjual beras yang ditimbun sesuai ketentuan pemerintah.
c. Jual beli hukumnya makruh, apabila barang yang diperjual belikan itu
hukumnya makruh seperti rokok.
d. Menjual barang yang haram, hukumnya haram misalnya: babi, arak,
makanan dan minuman yang diharamkan secara umum, patung, salib,
lukisan dan sebagainya. Mempermainkan harga, islam memberikan
kebebasan pasar, dan menyerahkannya kepada hukum naluri yang
kiranya dapat melaksanakan fungsinya selaras dengan penawaran dan
permintaan. Oleh karenanya, jika penetapan harga itu mengandung
unsur-unsur kezaliman dan pemaksaan yang tidak betul; yaitu dengan
menetapkan suatu harga yang tidak dapat diterima, atau melarang
39
semacam itu hukumnya haram.Penimbun DilaknatUntuk itu
Rasulullah s.a.w. melarang menimbun dengan ungkapan yang sangat
keras.
Sabda Rasul: “Barang siapa menimbun bahan makanan selama
empat puluh malam, maka sungguh Allah tidak lagi perlu
kepadanya.” (Riwayat Ahmad, Hakim, Ibnu Abu Syaibah dan
Bazzar)
Berdasarkan pertukarannya secara umum, maka jual beli dibagi 4
macam (Nasrun, 2007: 126):
a. Jual beli pesanan (Ba„i Salam)
b. Jual beli muqayadah (barter)
c. Jual beli mutlaq (jual beli bentuk kontan)
d. Jual beli alat tukar dengan alat tukar
Disamping keempat macam jual beli yang disebutkan diatas
terdapat satu bentuk jual beli lagi dimana dalam jual beli ini disertai
syarat, jika seorang penjual mengembalikan uang kepada pembeli maka
pembeli harus mengembalikan barang yang telah dibelinya.Jual beli ini
disebut (Ba„i wafa).
6. Bentuk-Bentuk Jual Beli
Ulama hanafi membagi menjadi 3 bentuk jual beli (Nasrun, 2007
40
a. Jual Beli Yang Sahih
Yaitu jual beli itu sesuai dengan syariah serta memenuhi rukun
dan syarat yang yang ditentukan, bukan milik orang lain tidak
tergantung pada hak khiyar lagi.
b. Jual Beli Yang Batal
Yaitu apabila salah satu atau keseluruhan rukun tak terpenuhi
atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan, seperti:
jual beli yang dilakukan orang gila atau barnag yang dijadikanitu
barang-barang yang diharamkan syara, yaitu babi, bangkai, dll.
c. Jual Beli Yang Fasid
Dalam hal ini ulama Hanafi membedakan jual beli fasid dengan
jual beli yang batal. Jual beli dikatakan batal jika unsur-unsur
pembatalan berkenaan dengan barang yang dijual (barang yang dijual
tersebut tidak sesuai dengan syariah), seperti: jual beli barang khomer,
babi, dll.
Jika unsur-unsur kerusakan yang meyangkut barang dan boleh
diperbaiki maka jual beli itu disebut fasid, seperti ucapan penjual
kepadapembeli "saya jual kereta saya ini pada engkau bulan
depansetelah gajian.Jual beli seperti ini dianggap sah pada saat
syaratnyaterpenuhi atau tenggang waktu yang disebutkan dalam akad
41
B. Tinjauan Umum Tentang Makelar
1. Pengertian Makelar
Allah SWT menciptakan manusia dengan suatu sifat saling
membutuhkan antara satu dengan lainnya. Tidak ada seorangpun yang
dapat menguasai seluruh apa yang diinginkan. Tetapi manusia hanya
dapat mencapai sebagian yang dihajatkan itu. Dia mesti memerlukan
apa yang menjadi kebutuhan orang lain.
Untuk itu Allah memberikan inspirasi (ilham) kepada mereka
untuk mengadakan pertukaran perdagangan dan semua yang kiranya
bermanfaat dengan cara jual-beli dan semua cara perhubungan.
Sehingga hidup manusia dapat berdiri dengan lurus dan irama hidup
ini berjalan dengan baik dan produktif.
Seiring dengan berkembangnya zaman, proses perekonomian
pun semakain canggih, dimana sekarang ini orang memerlukan
perantara dalam melakukan transaksi jual-beli, yang disebut dengan
makelar.
Makelar beradalamsal dari bahasa arab yaitu samsarah yang
berarti perantara perdagangan atau perantara antarapenjual dan
pembeli untuk memudahkan jual beli.
Sedangkan makelar dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
perantara dalam bidang jual beli.Jadi dapat disimpulkan bahwa
makelar adalah pedagang perantara yang berfungsi menjualkan barang