• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM TAHUN 2014"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

LAPORAN KINERJA

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

TAHUN 2014

(4)

Kata Pengantar (i)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehendak-Nya laporan ini bisa diselesaikan pada waktunya.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum ini disusun berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Penyusunan laporan ini dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban yang memuat gambaran keberhasilan maupun kendala dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran strategis Kementerian PU sesuai dengan tugas dan fungsinya pada tahun 2014 yang melengkapi rangkaian pelaksanaan RPJMN 2010-2014. Selain itu, laporan akuntabilitas ini juga berperan sebagai alat kendali dan penilai kualitas kinerja secara terukur, serta alat untuk mendorong peningkatan kinerja demi terwujudnya good governance di lingkungan Kementerian PU. Kinerja tersebut diukur berdasarkan Indikator Kinerja Utama sebagaimana telah menjadi kontrak dalam Perjanjian Kinerja dan Penetapan Kinerja tahun 2014.

Sangat disadari bahwa dalam laporan ini masih akan dijumpai sejumlah kekurangan, namun demikian diharapkan laporan ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemangku kepentingan dan umpan balik bagi jajaran Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja masing-masing satuan unit kerja di masa yang akan datang.

Ungkapan terimakasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan laporan kinerja ini.

Jakarta, 27 Februari 2015 MENTERI PEKERJAAN UMUM

DAN PERUMAHAN RAKYAT

(5)

Daftar Isi

BAB 1

Co

ntents Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... vi

Ringkasan Eksekutif... vii

BAB 1-PENDAHULUAN...1

1.1. Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan Sumber Daya Aparatur... 1

1.1.1. Tugas dan Fungsi...1

1.1.2. Struktur Organisasi...3

1.1.3. Sumber Daya Aparatur... 5

1.2. Aspek Strategis Organisasi...7

1.2.1. Peran Strategis... 7

1.2.2. Kondisi dan Tantangan Pembangunan Jangka Menengah... 9

1.2.3. Kondisi dan Tantangan Pembangunan Tahun 2014... 20

1.3. Sistematika Penulisan ... 29

BAB 2-PERENCANAAN KINERJA...31

2.1. Perencanaan Strategis... 31

2.3.1. Visi dan Misi... 31

2.3.2. Tujuan dan Sasaran... 32

2.3.3. Kebijakan dan Program... 34

2.2. Perjanjian Kinerja tahun 2014... 35

BAB 3-AKUNTABILITAS KINERJA...41

3.1. Capaian Kinerja Organisasi... 41

3.1.1. Pengukuran Kinerja Tahun 2014... 41

3.1.2. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja... 46

Sasaran Strategis 1 (Sumber Daya Air)... 49

Sasaran Strategis 2 (Sumber Daya Air)... 52

Sasaran Strategis 3 (Sumber Daya Air)... 56

Sasaran Strategis 4 (Bina Marga) ... 58

Sasaran Strategis 6 (Cipta Karya)... 69

Sasaran Strategis 7 (Cipta Karya)... 78

Sasaran Strategis 8 (Cipta Karya)... 80

Sasaran Strategis 9 (Penataan Ruang) ... 82

Sasaran Strategis 10 (Sekretariat Jenderal)... 89

Sasaran Strategis 11 (Sekretariat Jenderal)... 96

Sasaran Strategis 12 (Sekretariat Jenderal)... 99

Sasaran Strategis 13 (Inspektorat Jenderal)...103

(6)

Daftar Isi (iii)

3.1.3. Capaian Kinerja Terhadap Perencanaan Jangka Menengah ...115

3.2. Realisasi Anggaran ...122

BAB 4-PENUTUP...127

4.1. Kesimpulan...127

4.2. Rekomendasi...127

(7)

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian PU ... 33

Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2014... 42

Tabel 3.2 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis ... 49

Tabel 3.3 Nilai Tambah (Milyar Rp) Sektor Pertanian Pangan Tahun 2009-2013 ... 51

Tabel 3.4 Kapasitas Tampung Sumber Air Tahun 2014... 52

Tabel 3.5 Penyelenggaraan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu oleh Balai-Balai SDA Tahun 2014 ... 53

Tabel 3.6 Debit Air Layanan Sarana/Prasarana Air Baku Tahun 2014... 53

Tabel 3.7 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Keberlanjutan... 54

Tabel 3.8 Luas Kawasan yang Terlindung dari Bahaya Banjir Tahun 2014... 56

Tabel 3.9 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Berkurangnya Luas Kawasan yang Terkena Dampak Banjir tahun 2010-2014... 57

Tabel 3.10 Capaian Tingkat Kemantapan Jalan Tahun 2014... 58

Tabel 3.11 Capaian Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan Daerah Tahun 2014... 60

Tabel 3.12 Jumlah Pengguna Jalan Nasional Tahun 2014... 61

Tabel 3.13 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Layanan Jalan Nasional dan Pengelolaan Jalan Daerah tahun 2010-2014 ... 62

Tabel 3.14 Nilai Tambah (milyar rupiah) Sektor Angkutan Jalan Tahun 2009-2013 ... 63

Tabel 3.15 Capaian Peningkatan Struktur/Pelebaran Jalan Tahun 2014 ... 64

Tabel 3.16 Capaian Pembangunan Jalan Baru Tahun 2014 ... 65

Tabel 3.17 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatkan Kapasitas Jalan Nasional Tahun 2010-2014 ... 67

Tabel 3.18 Capaian Peningkatan Pelayanan Air Minum Tahun 2014... 69

Tabel 3.19 Capaian Peningkatan Pelayanan Sanitasi Tahun 2014... 71

Tabel 3.20 Capaian Pembinaan Kemampuan Pemda/PDAM Tahun 2014... 73

Tabel 3.21 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Layanan Air Minum dan Sanitasi Permukiman Perkotaan Tahun 2010-2014 ... 74

Tabel 3.22 Perkembangan Cakupan Pelayanan Air Minum tahun 2010-2014... 74

Tabel 3.23 Capaian Pembangunan Rusunawa Tahun 2014 ... 78

Tabel 3.24 Capaian Revitalisasi Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan... 79

Tabel 3.25 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang Tahun 2010-2014... 79

Tabel 3.26 Capaian Peningkatan Infrastruktur Permukiman Perdesaan/Kumuh/Nelayan ... 80

Tabel 3.27 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Infrastruktur Permukiman Perdesaan/ Kumuh/ Nelayan dengan Pola Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2010-2014 ... 81

Tabel 3.28 Capaian Raperpres dan RPI2JM Program Penataan Ruang Tahun 2014 ... 82

Tabel 3.29 Penetapan Perpres RTR KSN dan Pulau/Kepulauan Tahun 2014 ... 83

Tabel 3.30 Capaian Penetapan RPI2JM... 83

Tabel 3.31 Capaian Kinerja Pembinaan Penyelenggaraan Penataan Ruang Tahun 2014 ... 84

Tabel 3.32 Capaian Persetujuan Suibstansi Rencana Rinci RTRW Kabupaten/Kota... 85

Tabel 3.33 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Bidang Penataan Ruang... 85

Tabel 3.34 Keseimbangan Tingkat Kesejahteraan Penduduk dan Keseimbangan Kegiatan Ekonomi Antar Wilayah ... 87

Tabel 3.35 Capaian Jumlah Dokumen Perencanaan dan Pemrograman Tahun 2014... 89

Tabel 3.36 Capaian Jumlah Dokumen Pelaporan Akuntabilitas Kinerja, Keuangan, BMN, dan Laporan Triwulanan Tahun 2014... 90

(8)

Daftar Tabel (v) Tabel 3.37 Capaian Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang PU dan Permukiman Tahun

2014... 92

Tabel 3.38 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Koordinasi, Administrasi dan Kualitas Perencanaan, Pengaturan, Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) tahun 2010-2014... 93

Tabel 3.39 Capaian Predikat SAKIP Kementerian PU tahun 2009-2013... 94

Tabel 3.40 Capaian Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan SDM Aparatur Tahun 2014 ... 96

Tabel 3.41 Capaian Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan SDM Aparatur... 97

Tabel 3.42 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Tahun 2010-2014 ... 98

Tabel 3.43 Capaian Penyusunan Peta Profil Infrastruktur dan Jaringan LAN Tahun 2014... 99

Tabel 3.44 Capaian Pelayanan Informasi Publik Tahun 2014...100

Tabel 3.45 Capaian Luas Bangunan Gedung Kantor yang Ditingkatkan dan Dipelihara...101

Tabel 3.46 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Prasarana, Pengelolaan Data, Informasi dan Komunikasi Publik Tahun 2010-2014 ...102

Tabel 3.47 Capaian Penurunan Tingkat Kebocoran Pembangunan Infrastruktur...103

Tabel 3.48 Capaian Penurunan Tingkat Kebocoran Pembangunan Infrastruktur Tahun 2014 ...104

Tabel 3.49 Capaian Realisasi Pemeriksaan Tahun 2014 ...104

Tabel 3.50 Capaian tahun 2010-2014 dalam Mewujudkan Peningkatan Kepatuhan dan Akuntabilitas Kinerja Penyelenggaraan Infrastruktur yang Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ...104

Tabel 3.51 Pembinaan Provinsi dan Kabupaten/Kota Sesuai Peraturan Perundang-Undangan Tahun 2014...106

Tabel 3.52 Capaian SDM Jasa Konstruksi Terlatih Tahun 2014 ...106

Tabel 3.53 Capaian Daya Saing Industri Konstruksi Nasional dalam Skala Global Tahun 2014 ...107

Tabel 3.54 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah...108

Tabel 3.55 Nilai Tambah (Milyar Rp) Sektor Konstruksi Tahun 2009-2013 ...109

Tabel 3.56 Capaian Daya Saing Industri Konstruksi Nasional dalam Skala Global Tahun 2014 ...111

Tabel 3.57 Capaian Penambahan SPMK Tahun 2014 ...111

Tabel 3.58 Capaian Pelayanan Teknis yang Diterima Stakeholder Tahun 2014 ...112

Tabel 3.59 Capaian Penggunaan Teknologi Tepat Guna oleh Stakeholder Tahun 2014...112

Tabel 3.60 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) Siap Pakai...114

Tabel 3.61 Capaian Kementerian PU pada Subbidang Sumber Daya Air terhadap Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ...115

Tabel 3.62 Capaian Kementerian PU pada Subbidang Bina Marga terhadap Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ...117

Tabel 3.63 Capaian Kementerian PU pada Subbidang Cipta Karya terhadap Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ...118

Tabel 3.64 Capaian Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang RPJMN II (2010-2014) ...119

Tabel 3.65 Kronologis Perubahan Alokasi Anggaran Kementerian PU tahun 2014 ...123

(9)

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Struktur Organisasi Kementerian PU...3

Gambar 1.2 Proporsi Pegawai Menurut Pendidikan...5

Gambar 1.3 Sebaran Pegawai Menurut Unit Organisasi...6

Gambar 1.4 Proporsi Pejabat Eselon Menurut Usia...6

Gambar 1.5 Sasaran Pembangunan Nasional dalam bidang Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang...8

Gambar 1.6 Peran Strategis yang Menjadi“Core Business”Kementerian PU ...8

Gambar 1.7 Progres Capaian Penetapan Perda RTRW ... 20

Gambar 3.1 Nilai Tambah Sektor Pertanian Pangan dan Kontribusi pada Ekonomi Nasional Tahun 2009-2013... 51

Gambar 3.2 Nilai Tambah Sektor Angkutan Jalan Raya dan Kontribusi pada Ekonomi Nasional Tahun 2009-2013... 63

Gambar 3.3 Peringkat Daya Saing Global Indonesia ... 68

Gambar 3.4 Grafik Cakupan Pelayanan Air Minum... 75

Gambar 3.5 Kondisi PDAM tahun 2010-2014... 76

Gambar 3.6 Grafik Cakupan Pelayanan Sanitasi... 76

Gambar 3.7 Perkembangan Angka Harapan Hidup Penduduk Indonesia Tahun 2009-2014... 77

Gambar 3.8 Capaian Penetapan Perda RTRW... 86

Gambar 3.9 Pengurangan Disparitas Kesejahteraan Penduduk dan Ekonomi Wilayah ... 88

Gambar 3.10 Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian PU tahun 2010-2014... 95

Gambar 3.11 Perkembangan Sektor Konstruksi dan Kontribusi pada PDB Tahun 2009-2013...110

Gambar 3.12 Grafik Kurva-S Rencana dan Realisasi Keuangan Kementerian PU tahun 2014 ...124

Gambar 3.13 Grafik Realisasi Anggaran berdasarkan Jenis Belanja...125

(10)

Ringkasan Eksekutif (vii)

Ringkasan Eksekutif

Kementerian Pekerjaan Umum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya senantiasa

memandang infrastruktur sebagai salah satu elemen penting yang memiliki potensi sebagai

modal masyarakat (social overhead capital). Infrastruktur yang telah dibangun sampai

dengan saat ini diyakini akan dapat berkualitas dan mampu menciptakan outcome yang

berkelanjutan serta dapat membuka peluang untuk mendapatkan keuntungan ekonomi (economic gains), menghadirkan keuntungan sosial (social benefits), meningkatkan layanan

publik (public services), serta meningkatan partisipasi politik (political participation) di

segenap lapisan masyarakat. Lebih dari itu, Infrastruktur yang dibangun oleh Kementerian PU bahkan mampu mendukung pengembangan wilayah dalam rangka perwujudan dan pemantapan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Laporan Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2014, yang dulunya disebut dengan

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan wujud pemenuhan kewajiban dalam rangka mempertanggung-jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan visi-misi Kementerian Pekerjaan Umum untuk mencapai tujuan tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

Tahun 2014 merupakan tahun ke-5 (lima) atau tahun terakhir pengukuran dan evaluasi

capaian kinerja Kementerian Pekerjaan Umum untuk masa RPJMN II dan RENSTRA 2010-2014, dengan demikian dapat terlihat sejauh mana pencapaian yang telah diraih terhadap target yang ditetapkan. Visi Kementerian PU sebagaimana dituangkan dalam Rencana

Strategis Kementerian PU 2010-2014 adalah: “Tersedianya Infrastruktur Pekerjaan Umum

dan Permukiman yang Andal untuk Mendukung Indonesia Sejahtera 2025”. Visi tersebut diturunkan kedalam 9 (sembilan) misi yang mencakup: upaya perwujudan penataan ruang; pengelolaan sumber daya air; peningkatan aksesibilitas dan mobilitas wilayah; pembinaan dan peningkatan kualitas infrastruktur lingkungan permukiman; penyelenggaraan industri konstruksi; penyelenggaraan penelitian dan pengembangan; dukungan manajemen; serta peningkatan kualitas pengawasan internal.

Kinerja Kementerian PU diukur berdasarkan 35 Indikator Kinerja Utama (IKU) untuk

mendukung 15 (lima belas) sasaran strategis. Adapun dari seluruh indikator kinerja tersebut, 23 indikator diantaranya dapat memenuhi target bahkan sebagian lagi melampaui target yang sebelumnya telah ditetapkan dalam Penetapan/Perjanjian Kinerja tahun 2014. Adapun indikator yang melampaui target lebih dari 110%, yaitu:

o Peningkatan jumlah pelayanan air minum, yaitu sebesar 10.353 dengan capaian

115,40%;

o Jumlah peraturan perundang-undangan bidang pekerjaan umum dan permukiman,

yaitu sebanyak 39 peraturan dengan capaian 195%;

o Jumlah layanan informasi publik, yaitu sebanyak 273 buku dan 343 kali temu pers

dengan capaian 149,60%;

o Jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang terbina sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, yaitu sebanyak 31 Provinsi dan 278 Kabupaten/Kota dengan capaian 635,00%;

o Tingkat daya saing industri konstruksi nasional dalam skala global, yang meningkat

(11)

Terdapat 12 indikator kinerja lainnya yang masih berada dibawah capaian kinerja 100%, namun dari kedua-belas indikator tersebut terdapat 5 (lima) indikator kinerja dengan

deviasi/gapdiatas toleransi 10 %, yaitu:

o Prosentase pencapaian penyelenggaraan pengelolaan SDA terpadu oleh Balai-Balai

SDA;

o Panjang peningkatan struktur/pelebaran jalan (89,22%);

o Jumlah provinsi/kabupaten/kota yang mendapat pembinaan penyelenggaraan

penataan ruang (77,11%); dan

o Jumlah sumber daya manusia (SDM) aparatur yang mendapat pendidikan dan

pelatihan (87,50%);

Kinerja realisasi anggaran/keuangan Kementerian PU pada tahun 2014 berhasil diwujudkan

sebesar Rp 72,66 triliun dari alokasi pagu sebesar Rp 76,5 triliun APBNP (95,15 %) atau terhadap Penetapan Kinerja 2014 sebesar Rp 83,9 triliun. Realisasi tersebut lebih tinggi daripada realisasi pada tahun 2011 (89,84 %), 2012 (90,08 %) dan 2013 (92,85 %).

Adapun hal-hal yang harus menjadi perhatian kedepan dalam rangka peningkatan kinerja

organisasi, diantaranya adalah sebagai berikut:

- Menyesuaikan organisasi atas penggabungan Kementerian Pekerjaan Umum dengan

Kementerian Perumahan Rakyat;

- Merumuskan indikator kinerja yang baru dan lebih baik sejalan dengan penyusunan

Rencana Strategis 2015-2019;

- Mengembangkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di lingkungan

Kementerian PUPR sesuai Peraturan Presiden nomor 29 tahun 2014 tentang SAKIP ;

- Mempercepat proses pembebasan lahan dan proses pengadaan barang dan jasa;

- Meningkatkan kapasitas tampung air baku dalam mendukung ketahanan air;

- Meningkatkan jaringan irigasi dan keberfungsiannya dalam mendukung ketahanan

pangan;

- Mengantisipasi sejumlah penyebab kerusakan dini pada infrastruktur jalan;

- Meningkatkan kerjasama yang lebih baik dengan pemerintah daerah termasuk

penguatan kelembagaan stakeholder;

- Menjamin keberlanjutan dan kebermanfaatan program, terutama dalam infrastruktur

permukiman;

- Meningkatkan sinergi sumber pembiayaan melaluiPublic Private Partnership (PPP)dan

Corporate Social Responsibility (CSR);

- Memperbaiki dan menyempurnakan program pemberdayaan masyarakat dalam hal

dana bergulir;

- Mengembangkan metode pelaksanaan pembinaan kompetensi tingkat konstruksi

dengan mobilisasi dukungan semua pihak seluruh stakeholder jasa konstruksi;

- Mengembangkan database tenaga kerja konstruksi dan sistem informasi pelatihan

konstruksi,

- Meningkatkan kemampuan, kompetensi, dan kapasitas sumber daya aparatur dalam

bidang infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat;

- Meningkatkan kinerja pengelolaan aset dalam proses alih status/hibah BMN;

- Penerapan Risk Base Internal Audit dan pelibatan/partisipasi masyarakat dalam

(12)

PENDAHULUAN Halaman 1 | 147

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan Sumber Daya Aparatur

Ketersediaan infrastruktur memegang peranan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Dengan hadirnya infrastruktur yang handal maka terwujudnya pemenuhan Hak Dasar Rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan, kesehatan dan hak-hak lainnya akan terdukung lebih optimal. Bahkan lebih jauh, mampu meningkatkan daya saing di dunia internasional.

Berdasarkan pada:

 Instruksi Presiden Republik Indonesia Tahun No. 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), sebagaimana telah digantikan oleh Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentng Sistem AKIP, dan

 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Penetapan Kinerja dan Penyusunan LAKIP, sebagaimana telah digantikan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah,

maka sudah menjadi kewajiban dan sebagai wujud pertanggungjawaban instansional yang menggambarkan tentang akuntabilitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari suatu instansi pemerintah, dalam hal ini Kementerian PU. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Visi dan Misi Kementerian PU, maka diperlukan dasar acuan yang dapat digunakan sebagai landasan di dalam pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian PU dalam hal ini dokumen Renstra (Rencana Strategis) yang mencakup rencana pembangunan jangka menengah yang disusun secara berkala (5 tahunan). Renstra memuat tujuan, sasaran, indikator dan target yang akan dicapai per tahun dalam kurun waktu 5 tahun termasuk penjabaran pendanaan yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan Kementerian PU selama kurun waku 5 tahun.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di dalam Renstra, Kementerian PU memiliki tugas dan fungsi yang diberikan kepada jajaran terkait sebagaimana berikut:

1.1.1.Tugas dan Fungsi

Kementerian Pekerjaan Umum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Adapun fungsi dari Kementerian Pekerjaan Umum yaitu:

1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pekerjaan umum;

2. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum;

(13)

4. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pekerjaan Umum di daerah; dan

5. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

Dalam menyelenggarakan fungsi dan tugas yang diamanatkan tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum memiliki kewenangan sebagai mana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupate/Kota, serta amanat peraturan perundangan yang menjadi lingkup tugas Kementerian PU adalah sebagai berikut:

1. Penetapan kebijakan di bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mendukung pembangunan secara makro;

2. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang pekerjaan umum dan permukiman;

3. Penetapan kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasan/lahan wilayah dalam rangka penyusunan tata ruang di bidang pekerjaan umum dan permukiman; 4. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pekerjaan umum dan

permukiman;

5. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang pekerjaan umum dan permukiman; 6. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi

kelembagaan, pemberian pedoman/bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidang pekerjaan umum dan permukiman;

7. Pengaturan penetapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang pekerjaan umum dan permukiman;

8. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang pekerjaan umum dan permukiman;

9. Penanggulangan bencana yang berskala nasional di bidang pekerjaan umum dan permukiman;

10. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang pekerjaan umum dan permukiman;

11. Pengaturan sistem lembaga perekonomian negara di bidang pekerjaan umum dan permukiman; penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang pekerjaan umum dan permukiman;

12. Penetapan persyaratan untuk penetapan status dan fungsi jalan;

13. Pengaturan dan penetapan status jalan nasional; penetapan pedoman konservasi arsitektur bangunan dan pelestarian kawasan bangunan bersejarah serta pedoman teknis pengelolaan fisik gedung dan pengelolaan rumah negara;

14. Penetapan pedoman konservasi arsitektur bangunan dan pelestarian kawasan bangunan bersejarah serta pedoman teknis pengelolaan fisik gedung dan pengelolaan rumah negara;

15. Penetapan standar prasarana dan sarana kawasan terbangun dan sistem manajemen konstruksi;

16. Penetapan standar pengembangan konstruksi bangunan sipil dan arsitektur; dan kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(14)

PENDAHULUAN Halaman 3 | 147 1.1.2.Struktur Organisasi

Susunan organisasi Kementerian Pekerjaan Umum sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, yang kemudian diturunkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum.

Dalam melaksanakan tugas Kementerian, Menteri Pekerjaan Umum dibantu oleh seorang Wakil Menteri sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010. Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri adalah: membantu Menteri dalam perumusan dan atau pelaksanaan kebijakan Kementerian; dan membantu Menteri dalam mengoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I di lingkungan Kementerian.

Gambar 1.1 Struktur Organisasi Kementerian PU

Direktorat Jenderal Penataan Ruang

Sekretariat Direktorat Jenderal Direktorat Bina Program

Kemitraan

Direktorat Penataan Ruang Nasional Direktorat Perkotaan Direktorat Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah I Direktorat Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah II MENTERI WAKIL MENTERI Inspektorat Jenderal Sekretariat Inspektorat Jenderal Inspektur Wilayah I Inspektur Wilayah II

Inspektur Wilayah III

Inspektur Wilayah IV

Inspektur Khusus

Sekretariat Jenderal

Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Biro Kepegawaian dan Organisasi Tata Laksana

Biro Keuangan Biro Hukum Biro Umum Pusat Komunikasi Publik Pusat

Pendidikan dan Pelatihan Pusat

Pengolahan Data Kajian StrategisPusat Barang Milik NegaraPusat Pengelolaan

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air

Sekretariat Direktorat Jenderal Direktorat Bina Program Direktorat Bina Penatagunaan

Sumber Daya Air Direktorat Sungai dan Pantai

Direktorat Irigasi dan Rawa

Direktorat Bina Operasi dan

Pemeliharaan Direktorat Jenderal Bina Marga Sekretariat Direktorat Jenderal Direktorat Bina Program Direktorat Bina Teknik

Direktorat Bina Pelaksana Wilayah I

Direktorat Bina Pelaksana Wilayah II

Direktorat Bina Pelaksana Wilayah III

Badan Penelitian dan Pengembangan

Sekretariat Badan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber

Daya Air Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan

Jembatan Pusat Penelitian dan

Pengembangan Permukiman Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi & Lingkungan

Badan Pembinaan Konstruksi

Sekretariat Badan

Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Pusat Pembinaan Penyelenggaraan

Konstruksi Pusat Pembinaan Sumber

Daya Investasi Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan

Konstruksi Direktorat Jenderal Cipta Karya Sekretariat Direktorat Jenderal Direktorat Bina Program Direktorat Pengembangan Permukiman Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan

Direktorat Pengembangan Air Minum Direktorat Pengembangan

Penyehatan Lingkungan Permukiman

STAF AHLI MENTERI 1. Bidang

Keterpaduan Pembangunan

2. Bidang Ekonomi dan Investasi

3. Bidang Sosial dan Masyarakat 4. Bidang Hubungan antar Lembaga 5. Bidang Pengembangan Keahlian dan Tenaga Fungsional

(15)

Unit Kerja Eselon I tersebut di atas berfungsi untuk membantu tugas dan fungsi Kementerian PU yang mana susunan organisasinya diuraikan sebagai berikut:

1. Sekretariat Jenderal Kementerian PU dipimpin oleh Sekertaris Jenderal dengan tugas melaksanakan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.

2. Inspektorat Jenderal Kementerian PU dipimpin olek Inspektur Jenderal yang memiliki tugas melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Inspektorat Jenderal.

3. Direktorat Jenderal Penataan Ruang memiliki tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pentaaan ruang sesuai peraturan perundang- undangan.

4. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dipimpin oleh Direktur Jenderal yang memiliki tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta standarisasi teknis di bidang sumber daya air sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5. Direktorat Jenderal Bina Marga dipimpin oleh Direktur Jenderal yang memiliki tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang bina marga. 6. Direktorat Jenderal Cipta Karya dipimpin oleh Direktur Jenderal yang memiliki tugas

merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di Bidang Cipta Karya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7. Badan Pembinaan Konstruksi dipimpin oleh Kepala Badan yang bertugas melaksanakan pembinaan konstruksi.

8. Badan Penelitian dan Pengembangan dipimpin oleh Kepala Badan yang bertugas melaksanakan penelitian dan pengembangan (Litbang) di bidang Pekerjaan Umum.

Selain Unit Organisasi Eselon I yang dipimpin oleh pejabat Eselon I (Direktur Jenderal, Kepala Badan, Inspektur Jenderal dan Sekretaris Jenderal) terdapat pula pejabat Eselon I yang bertugas sebagai Staf Ahli Menteri, yaitu sebagai berikut:

1. Staf Ahli Bidang Keterpaduan Pembangunan; 2. Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Investasi;

3. Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat; 4. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga; dan

5. Staf Ahli Bidang Pengembangan Keahlian dan Tenaga Fungsional.

Selain susunan organisasi tersebut, sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol telah dibentuk Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 295/PRT/M2005 pada tanggal 28 Juni tahun 2005.

Sementara itu, untuk mendukung pengembangan sistem penyediaan air minum, telah dibentuk pula Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) oleh Menteri Pekerjaan Umum melalui Peraturan Menteri No. 294/PRT/M/2005 sebagai implementasi dari UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan PP No. 16 tahun 2005 tentang pengembangan SPAM.

(16)

PENDAHULUAN Halaman 5 | 147 Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan Umum, dibentuk Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Unit ini diharapkan dapat mendukung peran Kementerian Pekerjaan Umum dalam proses pembangunan prasarana dan sarana bidang pekerjaan umum agar lebih optimal.

1.1.3.Sumber Daya Aparatur

Sumber daya manusia atau dalam pemerintahan disebut dengan sumber daya aparatur adalah salah satu unsur penting dalam pelaksanaan manajemen organisasi pemerintahan. Sumber daya tersebut memegang peran utama dalam menggerakkan dan menentukan keberhasilan organisasi pemerintah untuk mencapai target atau sasarannya. Terutama dalam rangka mewujudkan good governance, maka organisasi harus didukung oleh sumber daya aparatur yang profesional dan berkompeten. Oleh karena itu, Kementerian PU sudah meningkatkan standar recruitment dan peningkatan capacity building terhadap pegawainya. Hal itu dapat dilihat dari proporsi latar belakang pendidikan pegawai di lingkungan Kementerian PU.

Total sumber daya aparatur Kementerian PU pada akhir tahun 2014 adalah 20.490 pegawai, 17.586 pegawai diantaranya memiliki latar belakang teknik dari berbagai bidang. Pada dasarnya sumber daya aparatur Kementerian PU masih didominasi oleh pegawai berlatar belakang pendidikan SD-SLTP-SLTA-D3 dengan proporsi 45,79% (9.380 pegawai) dari total 20.487 pegawai. Dari 9.380 pegawai tersebut 87% diantaranya sudah berusia diatas 35 tahun.

Gambar 1.2 Proporsi Pegawai Menurut Pendidikan

Walaupun demikian, kecenderungan organisasi Kementerian PU sejak beberapa tahun yang lalu telah mengubah pendekatan rekrutmen dengan menetapkan batas latar belakang pendidikan secara umum adalah D3, S1 dan S2. Hal itu dapat terlihat dimana saat ini proporsi pegawai dengan tingkat pendidikan tersebut (D3, S1 dan S2) adalah 58,32% (11.947 pegawai) dan setengahnya masih berusia dibawah 40 tahun (5.123 pegawai).

S3; 76 ; 0% S2; 2.792 ; 14% S1/D4; 8.239 ; 40% SM/D3; 916 ; 4% SLTA; 6.948 ; 34% SLTP; 775 ; 4% SD; 741 ; 4%

(17)

Dari seluruh pegawai yang ada, berdasarkan tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian PU yang bersifat teknis dan non-teknis, termasuk jangkauannya yang tersebar hampir diseluruh pelosok negeri (Balai dan Satuan Kerja di Daerah), maka akan terlihat mencolok pada besaran jumlah pegawai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Direktorat Jenderal Bina Marga, dan Direktorat Jenderal Cipta Karya. Pada dasarnya pegawai pada ketiga direktorat tersebut yang menjadi ujung tombak pelaksanaan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum.

Gambar 1.3 Sebaran Pegawai Menurut Unit Organisasi

Sebagai organisasi pemerintahan yang secara umum terikat oleh peraturan, maka sumber daya aparatur yang ada harus dikelola dengan baik sehingga memiliki kinerja yang optimal dan selalu meningkat, termasuk diantaranya dengan pola jenjang karir yang baik. Hal itu merupakan bentuk penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian kepada bangsa dan negara sebagai Aparatur Sipil Negara, sekaligus sebagai motivasi dan pemberian tanggung jawab untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya.

Gambar 1.4 Proporsi Pejabat Eselon Menurut Usia

1.255; 6% 227; 1% 537; 3% 7.474; 37% 7.228; 35% 2.179; 11% 394; 2% 1.109; 5% 87; 0%

Sumber: diolah dari SIMKA Kementerian PU

Sekretariat Jenderal Inspektorat Jenderal Ditjen. Penataan Ruang Ditjen. Sumber Daya Air Ditjen. Bina Marga Ditjen. Cipta Karya

Badan Pembinaan Konstruksi Badan Litbang Lainnya 4 289 8 285 126 6 331 201 67 13

Eselon IV Eselon III Eselon II Eselon I

Sumber: diolah dari SIMKA Kementerian PU

<31 31-40 41-50 >50

(18)

PENDAHULUAN Halaman 7 | 147 Berdasarkan gambar grafik tersebut diatas, terlihat bahwa hampir di semua tingkat jabatan, terutama pada tingkat eselon III, aparatur yang menjabat masih didominasi (60%) oleh pegawai dengan kelompok usia diatas 50 tahun dan pada tingkat eselon IV mencapai 36,41 %. Selain itu, terlihat bahwa pemangku jabatan eselon II dan III relatif kurang proporsional dan cenderung akan menyebabkan perubahan pejabat pada level tersebut menjadi lebih cepat dengan regenerasi yang cenderung lambat. Hal itu merupakan dampak kebijakan “zero growth” oleh Departemen Pekerjaan Umum pada masa lampau. Terjadinya kesenjangan (gap) usia pegawai yang menjadi pejabat menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi kedepan dalam rangka meminimalisir kesenjangan kapasitas dan kompetensi antara pejabat Eselon IV, Eselon III dan Eselon II. Dengan demikian, manajemen sumber daya aparatur di lingkungan Kementerian PU harus dapat dioptimalkan dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, diantaranya dengan mengatur penempatan pejabat secara dinamis namun terpola serta peningkatan kompetensi dan keahlian.

1.2.

Aspek Strategis Organisasi

Aspek strategis organisasi mencakup peran yang harus dijalankan oleh organisasi Kementerian PU berdasarkan mandat dan amanat peraturan perundangan yang berlaku. Adapun dalam menjalankan peran strategis tersebut dilingkupi dengan kondisi yang ada dan tantangan yang akan dihadapi, baik dalam skala jangka menengah maupun tahunan. Hal itu menjadi salah satu dasar acuan yang harus dirumuskan dan dijawab melalui perencanaan pembangunan, dilaksanakan, dan dilaporkan pencapaian terhadap sasarannya untuk kemudian dirumuskan kembali dalam rencana dan strategi berikutnya.

1.2.1.Peran Strategis

Pembangunan nasional pada RPJMN dan rencana strategis 2010-2014 dihadapkan pada sejumlah sasaran dengan mengedepankan triple tracks strategy+, yaitu Pro Poor, Pro Growth, Pro Job, ditambah dengan Pro Green. Adapun pemetaan sasaran yang bersifat khusus infrastruktur dimana Kementerian PU memiliki peran strategis adalah sebagaimana berikut:

(19)

Gambar 1.5 Sasaran Pembangunan Nasional dalam bidang Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Sumber: Memori Akhir Tugas Menteri Pekerjaan Umum 2005-2014

Peran strategis organisasi Kementerian PU tersebut kemudian dikelompokkan sesuai dengan pelaksanaan amanat dan mandat pembangunan nasional terutama pada penyelenggaraan penataan ruang, pengelolaan sumber daya air, penyelenggaraan jalan, dan pengembangan permukiman, yaitu sebagai berikut:

Gambar 1.6 Peran Strategis yang Menjadi “Core Business” Kementerian PU

(20)

PENDAHULUAN Halaman 9 | 147 Adapun peran lainnya mencakup pembinaan konstruksi, penelitian dan pengembangan. Seluruh peran tersebut kemudian didukung dengan pelaksanaan pengawasan dan dukungan manajemen organisasi.

1.2.2.Kondisi dan Tantangan Pembangunan Jangka Menengah

Penyelenggaraan penataan ruang

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan landasan hukum yang memayungi penyelenggaraan penataan ruang secara nasional dalam rangka mewujudkan ruang nusantara yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Untuk merealisasikan hal tersebut, tentunya memerlukan langkah-langkah sistematis dalam penyelenggaraan penataan ruang yang mencakup pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. Hal itu didasari dengan pertimbangan:

 ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menghadapi tantangan dan permasalahan terutama pada: Terletak pada kawasan yang cepat berkembang (pacific ocean rim dan indian ocean rim); Terletak pada kawasan pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik; Meningkatnya intensitas kegiatan pemanfaatan ruang terkait eksploitasi sumberdaya alam; dan Makin menurunnya kualitas permukiman, meningkatnya alih fungsi lahan yang tidak terkendali, dan tingginya kesenjangan antar dan di dalam wilayah.

 penyelenggaraan penataan ruang masih menghadapi berbagai kendala, antara lain pengaturan penataan ruang yang masih belum lengkap, pelaksanaan pembinaan penataan ruang yang masih belum efektif, pelaksanaan penataan ruang yang masih belum optimal, dan pengawasan penataan ruang yang masih lemah.

 berkembangnya pemikiran dan kesadaran di tengah masyarakat untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan penataan ruang yang lebih menyentuh hal-hal yang terkait langsung dengan permasalahan kehidupan masyarakat, terutama dengan meningkatnya banjir dan longsor, kemacetan lalu lintas, bertambahnya perumahan kumuh, berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, kurang memadainya kapasitas kawasan metropolitan terhadap tekanan jumlah penduduk, serta kurang seimbangnya pembangunan kawasan perkotaan dan perdesaan.

Dalam PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang diatur mengenai pengaturan penataan ruang, pembinaan penataan ruang, pelaksanaan perencanaan tata ruang, pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan penataan ruang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan kondisi penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia sebagaimana dijelaskan sebelumnya, perhatian terhadap pelaksanaannya perlu untuk terus ditingkatkan melalui berbagai upaya yang mendorong terselenggaranya penataan ruang yang terpadu, serasi, selaras, seimbang, efisien, dan efektif sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Kegiatan pembangunan sendiri saat ini masih lebih fokus pada perencanaan, sehingga terjadi inkonsistensi dengan pelaksanaan pemanfaatan

(21)

ruang akibat lemahnya pengendalian dan penegakan hukum di bidang penataan ruang. Dari kondisi tersebut diatas, tantangan jangka menengah yang dihadapi dalam hal penyelenggaraan penataan ruang adalah sebagai berikut:

 Menyelesaikan dan melengkapi peraturan operasionalisasi Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri berupa norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) di bidang penataan ruang untuk mendukung implementasi penataan ruang di lapangan;

 Melakukan percepatan penyelesaian Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Kawasan Strategis Nasional, serta Perda RTRW Provinsi/Kabupaten/ Kota sesuai dengan amanat Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Recana Tata Ruang Wilayah Nasional, serta Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;

 Melakukan pembinaan penataan ruang, khususnya dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan serta peningkatan kemampuan aparat perencana maupun pelaksana pengendalian pemanfaatan ruang, baik di tingkat pusat maupun di daerah, untuk menjamin pelaksanaaan RTR yang semakin berkualitas serta dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif;

 Meningkatkan kualitas pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang terutama melalui dukungan sistem informasi dan monitoring penataan ruang di daerah untuk mengurangi terjadinya konflik pemanfaatan ruang antar sektor, antar wilayah dan antar pemangku kepentingan;

 Meningkatkan efektivitas pengendalian pemanfaatan ruang melalui penetapan peraturan zonasi, perijinan dan pemberian insentif serta pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

 Melakukan pengawasan penyelenggaraan penataan ruang baik di tingkat pusat dan daerah dalam rangka menjamin kesesuaian antara rencana tata ruang dan implementasinya;

 Menjadikan penataan ruang sebagai acuan pelaksanaan pembangunan di pusat dan daerah; sekaligus meningkatkan kapasitas kelembagaan dan kualitas SDM aparat di bidang penataan ruang; dan Penanganan konflik antar sektor dan pemekaran wilayah administrasi.

Pengelolaan Sumber Daya Air

Indonesia memiliki cadangan air sebesar 3.221 milyar m³/tahun. Karena besaran tersebut, telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan cadangan air terbesar ke-5 di dunia. Dari potensi cadangan air sebesar 3.221 milyar m³/tahun, hanya sebanyak 691,3 milyar m³/tahunnya yang dapat dimanfaatkan. Sebanyak 175,1 milyar m³/tahun dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan domestik, perkotaan, industri serta irigasi. Sebesar 80,5% atau sebanyak 141 milyar m³/tahunnya digunakan untuk kebutuhan air irigasi, 6,4 milyar m³/tahun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan air perkotaan, serta 27,7 milyar m³/tahun dimanfaatkan untuk kebutuhan industri.

Keandalan penyediaan air baku juga terus dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan kapasitas tampungan air melalui kualitas operasi dan pemeliharaan, rehabilitasi maupun pembangunan

(22)

PENDAHULUAN Halaman 11 | 147 baru. Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan konservasi waduk, embung, situ, serta bangunan penampung air lainnya, pada kurun waktu 2010-2012, telah dilaksanakan pembangunan 11 waduk yang 2 diantaranya telah selesai dibangun, serta pembangunan 312 embung/situ/bangunan penampung lainnya. Upaya peningkatan kapasitas lainnya dilakukan dengan merehabilitasi 43 waduk dan 136 buah embung/situ, didukung oleh pengoperasian dan pemeliharaan sebanyak 411 buah waduk/embung/situ/bangunan penampung air lainnya, serta melakukan kegiatan konservasi pada 10 kawasan sumber air. Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan penyediaan dan pengelolaan air baku, telah dilaksanakan pembangunan/p eningkatan sarana/ prasarana air baku dengan kapasitas 29,85 m3/dt, serta pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dengan kapasitas 13,02 m3/dt.

Adapun pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan terkait dengan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya, telah dilaksanakan pembangunan/peningkatan jaringan irigasi dan irigasi air tanah seluas 284.781 ha, serta jaringan reklamasi air rawa dan air tambak seluas 145.983 ha. Terkait dengan Operasi dan Pemeliharaan (OP) infrastruktur SDA yang telah dibangun, OP dilaksanakan di 411 waduk/embung/situ/bangunan penampung lainnya dan juga sarana/prasarana lainnya seperti sarana/prasarana penyediaan air baku (15,16 m /detik), irigasi dan rawa, pengendali lahar/sedimen, pengendali banjir dan pengaman pantai. Walaupun demikian terdapat beberapa indikator pencapaian yang optimal, diantaranya luas layanan jaringan tata air tambak yang direhabilitasi yang baru mencapai progress 22% dari target 175.000 ha dan embung/situ yang selesai direhabilitasi baru tercapai 46% dari target 136 embung/ situ/ bangunan penampung air lainnya.

Dari kondisi tersebut diatas, tantangan jangka menengah yang dihadapi dalam hal pengelolaan sumber daya air adalah sebagai berikut:

 Penurunan daya dukung SDA, baik untuk air permukaan maupun air tanah sebagai dampak dari laju deforestasi dan eksplorasi air tanah yang berlebihan yang telah menyebabkan land subsidence dan intrusi air asin/laut;

 Keseimbangan/neraca air antara jumlah kebutuhan air di berbagai sektor kehidupan dan potensi kelebihan sumber daya air yang berlimpah dimusim hujan selama 5 bulan;  Laju alih fungsi lahan pertanian beririgasi yang rata-rata terjadi ±100.000 ha atau

berkisar 1,4% per tahun;

 Pengelolaan resiko guna memperkecil kerugian yang diakibatkan oleh daya rusak air seperti banjir, lahar dingin, kekeringan, serta abrasi pantai dan pengaruh menurunnya kapasitas sumber air akibat sedimentasi;

 Dampak negatif perubahan iklim global, khususnya banjir, kekeringan dan kenaikan muka air laut; dan

 Kualitas SDM dalam pengelolaan SDA terpadu berbasis teknologi informasi;

 Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam pencapaian target-target Renstra adalah: i) Operasi dan Pemeliharaan (OP) Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT), yang hingga tahun 2012 baru mencapai 20,93% target; ii) Rehabilitasi Jaringan Tata Air Tambak, yang hingga tahun 2012 baru mencapai 21,74% dari target; dan iii) Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Pengamanan Pantai, yang hingga tahun 2012 baru mencapai 19,82% dari target.

(23)

Penyelenggaraan Jalan

Untuk infrastruktur jalan, hingga tahun 2012, panjang jalan nasional telah mencapai 38.569 km dengan kondisi jalan mantap mencapai 87,72% dan tidak mantap 12,28%. Kondisi ini mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2009 di mana kondisi mantap mencapai 89%, hal ini dikarenakan adanya penggeseran sebagian alokasi dana pemeliharaan jalan untuk penambahan jalan baru sepanjang 693 km (tahun 2010: 311 km dan tahun 2011: 382 km). Adapun kondisi permukaan jalan dalam kondisi baik dan sedang sebesar 56,22% dan 31,5%, sedangkan jalan dengan kondisi rusak ringan dan rusak berat masing-masing 7,44% dan 4,84%.

Pada tahun 2012, dalam rangka pelaksanaan preservasi dan peningkatan jalan nasional, panjang jalan baru (termasuk kawasan strategis, perbatasan dan wilayah terluar dan terdepan) yang telah terbangun sepanjang 1.293 km, panjang jembatan (termasuk kawasan strategis, perbatasan dan wilayah terluar dan terdepan) yang telah terbangun sepanjang 13.053 m dan jalan bebas hambatan yang telah terbangun sepanjang 16 km oleh pemerintah.

Kementerian PU mengakomodasi perubahan program akibat adanya dinamika kebijakan pemerintah pada era 2010–2012 yang diantaranya adalah isu penguatan konektivitas, yakni pengelolaan Jalan Nasional dan pembinaan jalan daerah, mendukung berbagai kebijakan dan inisiatif baru. Isu konektivitas pada akhirnya mendorong Pemerintah untuk menyusun action plan yang juga merupakan bagian dari kebijakan nasional dengan memperkenalkan kepada publik usaha-usaha penurunan waktu tempuh, dengan cara menghilangkan “debottlenecking”, menyetarakan feeder road yang berhubungan langsung dengan jalan nasional serta penurunan tingkat jalan nasional yang masih dalam kondisi sub standar.

Infrastruktur jalan tol yang telah beroperasi sampai dengan tahun 2012, baru mencapai 774 km, hanya meningkat sepanjang 77 km dari tahun 2009. Panjang jalan tol pada dasarnya tidak mengalami pertumbuhan signifikan sejak dioperasikannya jalan tol pertama tahun 1978 (Jalan Tol Jagorawi sepanjang 59 km). Sejak tahun 1987, swasta mulai ikut dalam investasi jalan tol dan telah membangun jalan tol sepanjang 203,30 km.

Dari kondisi tersebut diatas, tantangan jangka menengah yang dihadapi dalam hal penanganan jalan adalah sebagai berikut:

 Pemenuhan kebutuhan prasarana jalan yang berbasiskan pada tata ruang dan sistem transportasi nasional harus memenuhi standar keselamatan jalan dan berwawasan lingkungan dalam menunjang sektor riil, pusat kegiatan ekonomi kreatif, domestic connectivity dan sistem logistik nasional;

 Meningkatkan kesadaran masyarakat pengguna maupun pemanfaat jalan dalam memanfaatkan prasarana jalan yang tersedia;

 Meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan serta operasi dan pemeliharaan prasarana jalan untuk meningkatkan rasa memiliki terhadap prasarana jalan yang ada;

 Menjaga integrasi nasional melalui sistem jaringan jalan nasional, keseimbangan pembangunan antar wilayah terutama percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI), daerah tertinggal, daerah perbatasan, serta mengurangi kesenjangan dalam pulau maupun antara kota dan desa;

(24)

PENDAHULUAN Halaman 13 | 147  Mempertahankan perandan fungsi prasarana jaringan jalan sebagai pengungkit dan

pengunci dalam pengembangan wilayah diantara berbagai gangguan bencana alam, maupun kesalahan penggunaan dan pemanfaatan jalan, disamping juga memenuhi kebutuhanaksesibilitas kawasan produksi dan industri serta outlet;

 Mengantisipasi pertumbuhan prosentase kendaraan dibandingkan jalan yang telah mencapai 11:0,4 (pendekatan demand approach) yang terus akan mengalami peningkatan, terutama pada lintas utama dan wilayah perkotaan khususnya 8 (delapan) kota metropolitan;

 Meningkatkan keterpaduan sistem jaringan transportasi dan penyelenggaraan secara umum jalan daerah di tengah-tengah desentralisasi dan otonomi daerah dan situasi kelembagaan penyelenggaraan jalan yang masih memerlukan perkuatan terutama dalam menyiapkan produk-produk pengaturan, fasilitasi jalan daerah dan meningkatkan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan jalan;

 Mengupayakan pengarusutamaan jender dalam proses pelaksanaan kegiatan sub-bidang jalan, baikdari segi akses, kontrol, partisipasi maupun manfaatnya;

 Mengantisipasi kompetisi global baik dari segi SDM maupun kesempatan expansi dengan meningkatkan daya kompetisi yang terukur dalam GCI (Global Competitiveness Index) dan LPI (Logistic Performance Index);

 Meningkatkan alternatif pembiayaan dan pola investasi jalan, salah satunya melalui pembentukan unit pengelola dana preservasi jalan sekaligus memperkenalkan insentif pemeliharaan jalan bagi Pemda; dan

 Mengupayakan penyelesaian masalah pengadaan tanah untuk pembangunan jalan dan/atau pelebaran jalan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah.

Pengembangan infrastruktur permukiman

Dalam pelaksanaan penyelenggaraan program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman sebagian besar indikator kinerja utamanya telah melampaui sasaran yang telah ditetapkan. Namun apabila lebih jauh melihat indikator ouput penting dan beberapa output perlu mendapat perhatian khusus, karena masih jauh di bawah target capaian. Selain itu dalam hal pelayanan air minum dengan indikator Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum, target Renstra 2010-2014 adalah peningkatan kapasitas sampai dengan 8.099 l/dt, target ini ternyata diprediksi pada akhir tahun 2012 dapat dilampaui hingga 14.710 l/dt atau lebih besar 6.600 l/dt. Hal ini dapat dicapai dengan optimalisasi kegiatan untuk meningkatkan capaian kinerja melalui alokasi dana APBN-P pada semester ke-2 tahun 2012. Keberhasilan pencapaian IKU ini juga diperoleh melalui pembangunan SPAM di 820 IKK selama 5 tahun, dengan capaian target sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 540 IKK sampai dengan akhir tahun 2012 atau sebesar 66% dari total target.

Demikian halnya dengan sub bidang sanitasi, peningkatannya terjadi pada indikator peningkatan jumlah pelayanan sanitasi yang sudah mencapai 1.032 kawasan dari total target Renstra sebesar 517 kawasan. Namun di sisi lain jumlah kabupaten/kota yang mengembangkan pelayanan sanitasi ini masih di bawah target yaitu 310 kabupaten/kota dari target Renstra 479 kabupaten/kota.

Untuk pembinaan terhadap PDAM, Kementerian PU telah menyelesaikan pembinaan sebanyak 644 laporan dari target sebanyak 1.045 laporan. Pencapaian kinerja ini merupakan upaya keras

(25)

dalam mendorong PDAM untuk menjadi sehat sehingga mandiri dan mampu untuk mengembangkan pelayanannya melalui dana sendiri atau pinjaman komersial. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian IKU maupun pencapaian RPJMN pada tahun 2014 serta target MDGs. Indikator lainnya yang cukup tinggi capaiannya adalah indikator Peningkatan Infrastruktur Permukiman Perdesaan/Kumuh/Nelayan dengan angka capaian di perkotaan sebanyak 10.948 kelurahan, sedangkan di perdesaan 22.521 desa, pencapaian output ini melebihi 100%.

Adapun indikator kinerja yang belum mencapai target namun masih dalam rentang kendali adalah Pembangunan Rusunawa. Capaian pada akhir tahun 2012 mencapai 158 twinblock atau sekitar 63% dari target total sebanyak 250 twinblock. Demikian halnya dengan indikator kinerja utama revitalisasi kawasan permukiman dan penataan bangunan, dimana kinerja yang tercapai sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 222 kawasan dengan total target 159 kawasan. Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (RISE) di 237 kecamatan dan infrastruktur perdesaan (PPIP) di 15.354 desa. Sedangkan untuk pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan, pengelolaan gedung dan rumah negara telah dilaksanakan swadaya masyarakat (P2KP) di 10.950 kelurahan/desa serta pelaksanaan pengembangan sanitasi dan persampahan telah dibangun infrastruktur air limbah di 1.032 kawasan dan TPA sampah di 310 kab/kota. Dalam rangka pelaksanaan pengembangan SPAM telah dibangun SPAM di 757 kawasan MBR, 540 IKK dan 328 kawasan khusus.

Dari kondisi tersebut diatas, tantangan jangka menengah yang dihadapi dalam hal pengembangan infrastruktur permukiman adalah sebagai berikut:

 Perlunya menetapkan target-target kinerja yang lebih jelas untuk meningkatkan kinerja TPA yang berwawasan lingkungan dikota metropolitan/besar;

 Meningkatkan keterpaduan penanganan drainase dari lingkungan terkecil hingga wilayah yang lebih luas dalam satu wilayah administrasi maupun antar kabupaten/kota dan provinsi;

 Makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap aspek kesehatan menuntut pelayanan sanitasi yang sesuai dengan kriteria kesehatan dan standar teknis;

 Memperluas akses pelayanan sanitasi dan peningkatan kualitas fasilitas sanitasi masyarakat yang berpengaruh terhadap kualitas kehidupan dan daya saing sebuah kota dan sebagai bagian dari jasa layanan publik dan kesehatan;

 Mendorong dan meningkatkan keterlibatan dunia usaha (swasta) dalam pendanaan pembangunan prasarana air minum;

 Mengembangkan kemampuan masyarakat dalam penyediaan air minum baik dalam pengolahan maupun pembiayaan penyediaan air minum;

 Memenuhi backlog perumahan sebesar 6 juta unit sebagai akibat dari terjadinya penambahan kebutuhan rumah akibat penambahan keluarga baru, rata-rata sekitar 820.000 unit rumah setiap tahunnya;

 Meningkatkan keandalan bangunan baik terhadap gempa maupun kebakaran melalui pemenuhanpersyaratan teknis dan persyaratan administrasi/perizinan;

 Meningkatkan kesadaran masyarakat agar dalam membangun bangunan gedung memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga dapat meminimalkan terjadinya banjir, longsor, kekumuhan dan rawan kriminalitas;

(26)

PENDAHULUAN Halaman 15 | 147  Mendorong penerapan konsep gedung ramah lingkungan (green building) untuk

mengendalikan penggunaan energi sekaligus mengurangi emisi gas dan efek rumah kaca dalam kerangka mitigasi dan adaptasi terhadap isu pemanasan global;

 Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang khususnya pemanfaatan ruang bagi permukiman;

 Menyelaraskan pertumbuhan pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah dan kecil mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional;

 Melanjutkan program pengembangan kawasan agropolitan;

 Pada akhir tahun 2014 diperkirakan lebih dari separuh penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan sebagai akibat laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun dan secara terus menerus telah melahirkan dynamic phenomenon of urbanization. Proses ini berakibat pada semakin besarnya suatu kawasan perkotaan, baik dalam hal jumlah  penduduk maupun besaran wilayah.

 Luas kawasan permukiman kumuh yang meningkat, sementara di sisi lain, penanganan kawasan tertinggal, pengembangan desa potensial melalui agropolitan dan perencanaan pengembangan kawasan permukiman baik skala kawasan maupun perkotaan belum mencapai sasaran yang diharapkan;

Pembinaan konstruksi

Implementasi kebijakan pembinaan jasa konstruksi selama 8 tahun terakhir, dalam konteks mikro (tata kelola pemerintahan yang baik), konteks messo (usaha dan pengusahaan konstruksi), serta konteks makro (kerjasama, persaingan global dan liberalisasi jasa konstruksi) belum mencapai sasaran sebagaimana diamanatkan dalam UU nomor 18 tahun 1999. Dalam konteks makro, pada tahun 2011 sektor konstruksi nasional menempati urutan ke-empat dari 9 sektor utama penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 10,2% (Rp756,5 triliun). Sementara itu, tenaga kerja yang terserap berjumlah 6.339 juta orang (5,8% dari tenaga nasional), dengan tingkat produktivitas 13 orang per milyar rupiah (atas harga berlaku).

Di sisi lain, pengembangan sumber daya manusia (SDM) konstruksi melalui pelatihan berbasis kompetensi masih menghadapi berbagai keterbatasan, di antaranya terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana, standar kompetensi kerja, modul pelatihan, standar uji, serta tenaga pelatih yang berkompetensi. Dari target lima tahunan yang telah ditetapkan sebanyak 75.000 orang, hingga tahun 2011, pertumbuhan jumlah tenaga ahli dan tenaga terampil sektor konstruksi yang telah terlatih melalui dana APBN mencapai 6.702 orang dan di luar pencapaian APBN tersebut juga terdapat pencapaian outcome melalui dana non-APBN sebanyak 20.080 orang tenaga kerja, sehingga total SDM jasa konstruksi yang telah terlatih adalah 26.782 orang dari target 30.000 orang (15.000 orang per tahun).

Berdasarkan data LPJK pada tahun 2011, jumlah badan usaha jasa konstruksi mencapai 162.853 badan usaha. Secara keseluruhan, populasi badan usaha jasa konstruksi didominasi badan usaha kualifikasi kecil, yaitu 89,97%, kualifikasi menengah 9,36%, dan kualifikasi besar hanya sebesar 0,67%. Komposisi jumlah badan usaha jasa konstruksi nasional ini menjadi salah satu penghambat terciptanya struktur usaha yang diamanatkan Undang-Undang Jasa Konstruksi. Usaha jasa konstruksi saat ini juga masih menghadapi berbagai permasalahan seputar lemahnya penguasaan teknologi, sulitnya akses ke permodalan, masih sering terjadi kegagalan bangunan, kegagalan konstruksi dan mutu konstruksi yang belum sesuai standar.

(27)

Asosiasi jasa konstruksi masih terfokus pada proses sertifikasi (verifikasi dan validasi awal) anggotanya, dan belum sepenuhnya berperan sebagai motor penggerak peningkatan kompetensi dan daya saing para anggotanya. Sementara itu, dari sisi pengembangan jasa konstruksi, secara institusional, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang sesuai dengan Undang-Undang Jasa Konstruksi dan peraturan perundangan pelaksananya telah terbentuk di tingkat nasional dan 33 provinsi. Namun, LPJK masih cenderung memprioritaskan pembentukan infrastruktur kelembagaannya, seperti pembentukan unit sertifikasi badan usaha dan tenaga kerja, serta penyelenggaraan registrasi penyedia jasa.

Terkait liberalisasi jasa konstruksi, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia telah meratifikasi berdirinya World Trade Organization (WTO) dan menjadi anggota dari 153 negara anggota yang tercatat di WTO. Indonesia juga telah meratifikasi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) melalui Keppres Nomor 88 Tahun 1995. Seluruh kesepakatan dalam perundingan WTO dan AFAS bersifat mengikat. Oleh karena itu Indonesia harus senantiasa aktif dalam setiap perundingan liberalisasi jasa, termasuk jasa konstruksi yang diselenggarakan oleh WTO maupun ASEAN serta forum perundingan liberalisasi regional lainnya.

Dari kondisi tersebut diatas, tantangan jangka menengah yang dihadapi dalam hal pembinaan konstruksi nasional adalah sebagai berikut:

 Adanya mandat terhadap Badan Pembinaan Konstruksi (BPKonstruksi) Kementerian PU sebagai pembina jasa konstruksi nasional untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pemerintah perlu terus meningkatkan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, maupun pengawasan sejalan dengan meningkatnya perhatian dan harapan berbagai pihak terhadap jasa konstruksi;

 Meningkatnya perhatian pemerintah daerah terhadap pembinaan jasa konstruksi sebagai tindak lanjut Surat Edaran Mendagri No.601 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah dengan membentuk Tim Pembina Jasa Konstruksi daerah (TPJKD);

 Unit struktural pembina jasa konstruksi daerah yang telah terbentuk belum seluruhnya efektif. Hal ini terjadi di antaranya karena belum adanya pedoman pembinaan dan petunjuk teknis mengenai pembentukan unit struktural pembina jasa konstruksi.  Forum jasa konstruksi belum efektif dalam menumbuh-kembangkan usaha jasa

konstruksi nasional serta memberi masukan bagi Pemerintah dalam menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi;

 Termasuk perlunya memperkuat para pelaku usaha konstruksi kecil dan menengah dalam penguasaan teknologi dan akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi;  Masih seringnya terjadi kegagalan bangunan dan mutu konstruksi yang tidak sesuai

standar teknis yang di antaranya disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan belum konsistennya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (SMK3 Konstruksi) serta Sistem Manajemen Mutu Konstruksi (SMM Konstruksi) yang belum berjalan secara konsisten;

 60% pasar jasa konstruksi Indonesia dikuasai oleh kontraktor asing yang jumlahnya sedikit, terutama di sektor migas. Sementara itu, 145 ribu kontraktor di Indonesia memperebutkan 40% pangsa pasar jasa konstruksi nasional yang umumnya disediakan

(28)

PENDAHULUAN Halaman 17 | 147  Menghadapi AEC 2015 perlu terus didorong pelaku Gerakan Nasional Pelatihan

Konstruksi (GNPK) untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja konstruksi yang kompeten dan diakui secara internasional.

Penelitian dan pengembangan infrastruktur ke-PU-an

Rencana pembangunan jangka panjang dan jangkah menengah nasional, serta peraturan perundangan lain di bidang IPTEK sebagai landasan operasional. RPJPN 2005–2025 memberi

arahan dalam upaya menciptakan, menguasai dan memanfaatkan IPTEK

dasar/terapan/sosial/humaniora hasil litbang; Peningkatan kemampuan dan Kapasitas IPTEK; Pengembangan sumber daya; sinergi kebijakan; agenda riset yang selaras pasar; dan mekanisme intermediasi; penguatan sistem inovasi untuk mendorong ekonomi berbasis ilmu pengetahuan; 6 bidang fokus (pangan, energi, ICT , transportasi, pertahanan dan kesehatan). Dalam penyelenggaraannya, Kementerian PU memiliki peran sebagai the technostructure atau scientific backbone. Hal ini memiliki arti bahwa litbang dapat berfungsi untuk memberikan saran atau masukan maupun pertimbangan ilmiah dalam perumusan kebijakan-kebijakan kementerian.

Sementara itu pencapaian outcome terkait Litbang PU hingga tahun 2011, Prosentase IPTEK yang masuk bursa teknologi sebesar 39,69%; Prosentase Teknologi Tepat Guna yang digunakan stakeholders sebesar 19.39%; Prosentase Penambahan SPM(K) yang diberlakukan Kementerian PU sebesar 33,96%; dan Prosesntase pelayanan teknis yang diterima stakeholder sebesar 16,92%. Adapun tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan diantaranya adalah sebagai berikut:

 Menyediakan IPTEK siap pakai untuk: (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap upaya upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap bencana; (ii) meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendayagunaan air irigasi; (iii) mengurangi kelangkaan air baku; (iv) memperbaiki kualitas air baku (aplikasi UU SDA); (v) menurunkan Biaya Operasi Kendaraan (Aplikasi UU Jalan); (vii) meningkatkan kualitas lingkungan permukiman; (viii) meningkatkan cakupan pelayanan prasarana dasar (aplikasi UU SDA, UU Sampah); dan (ix) pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah;

 Mempercepat proses standardisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil yang dapat mengantisipasi semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain;

 Memperluas simpul-simpul pemasyarakatan IPTEK PU, Standar bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi, asosiasi dan media informasi dalam proses pelaksanaannya;

 Memanfaatkan peluang riset insentif (kegiatan riset yang didanai oleh Depdiknas bukan oleh Kementerian PU) untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para calon peneliti dan perekayasa sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat kebijakan zero growth;

 Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang internasional dalam rangka meningkatkan kompetensi lembaga maupun SDM litbang dalam mengantisipasi dampak

(29)

pemanasan dan perubahan iklim global, khususnya terhadap penyediaan dan kualitas pelayanan infrastruktur bidang PU dan permukiman; dan

 Memenuhi tuntutan Reformasi Birokrasi penyelenggaraan Litbangrap IPTEK yang meliputi: (i) perbaikan struktur organisasi agar tepat fungsi dan tepat ukuran; (ii) perbaikan proses kerja untuk meningkatkan kinerja Litbangrap IPTEK; (iii) memperbaiki sistem manajemen SDM untuk meningkatkan kompetensi peneliti dan perekayasa bidang PU dan permukiman; (iv) keseimbangan antara beban, tanggung jawab dan insentif masih perlu diperbaiki; dan (v) pelaksanaan pengarusutamaan jender.

Pengawasan dan dukungan manajemen

Kondisi dan Tantangan Pengawasan di Era Reformasi Birokrasi menjadi perhatian Pimpinan Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dengan 3 agenda meliputi pembinaan internal SDM Auditor yang saat ini jumlah auditor 148 orang terdiri dari 76 orang pendidikan teknik dan 72 orang non teknik yang secara kualitas kompetensi dibidang pengawasan infrastruktur masih belum sesuai yang diharapkan sehingga diperlukan terobosan pendidikan dan latihan keteknikan dan non keteknikan dengan bekerja sama dengan BPKP dan YPIA maupun lembaga lainnya dan sekaligus melakukan assessment pembidangan.

Penataan tatalaksana (pencegahan) dengan orientasi kerjasama dengan KPK, PPATK, Polri untuk pemberantasan Korupsi, dengan tujuan utama peningkatan kualitas pelayanan publik, akuntabilitas keuangan Negara dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik, bersih dan bebas KKN dan penindakan untuk memberikan efek jera kepada para pejabat Struktural, Kasatker, PPK, Pokja dan Penyedia Jasa yang melakukan penyimpangan berdasarkan hasil Audit Komperhensif maupun Audit Khusus/Litwal.

Tantangan yang dihadapi dalam pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur antara lain sebagai berikut:

 Melakukan pengawasan internal untuk meraih WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK dalam hal pengelolaan keuangan dan barang milik negara (BMN);

 Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaanPermen PU No. 21 tahun 2008 tentang Wilayah Bebas Korupsi (WBK) di Kementerian Pekerjaan Umum;

 Melakukan pengawasan dan pembinaan SPIP (Sistem Pengendalian Internal Pemerintah) di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.

Dalam hal dukungan manajemen berupa penyelenggaraan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Pekerjaan Umum, fungsi pelayanan umum dan perkantoran serta pemeliharaannya, dukungan pengolahan data dan sistem informasi serta pelayanan komunikasi publik. Kondisi sarana dan prasarana aparatur Kementerian Pekerjaan Umum terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Telah banyak perkembangan terkait sistem jaringan di Kementerian PU, penyebarluasan informasi publik kepada masyarakat dan peningkatan bangunan gedung di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Sistem database Kementerian PU saat ini sudah terintegrasi, namun belum mencakup seluruh aspek. Untuk itu dibutuhkan peningkatan dan pengembangan sistem data dan informasi yang lebih baik dalam rangka penguatan basis data di Kementerian PU.

Gambar

Gambar 1.5 Sasaran Pembangunan Nasional dalam bidang Infrastruktur Pekerjaan Umum dan  Penataan Ruang
Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2014
Tabel 3.2 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis  No  Indikator Kinerja
Gambar 3.1 Nilai Tambah Sektor Pertanian Pangan dan Kontribusi pada Ekonomi Nasional Tahun  2009-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, tinja peralihan akan berwarna kuning kehijauan dan cair, kadang-kadang bertekstur &#34;agak berbiji&#34; (terutama pada bayi yang mendapat air susu ibu).. Ini tidak

1) Akad pembiayaan mura&gt;bah}ah. 2) Bentuk perjanjian pembiayaan mura&gt;bah}ah pada kredit pemilikan rumah. 3) Klasifikasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembiayaan

Dengan menggunakan E-Commerce dalam kegiatan pemasaran sepatu bunut oleh masyarakat Kisaran, Kabupaten Asahan diharapkan dapat meningkatkan penjualan sepatu bunut

KEMENTERIAN PELAJARAN MALAYSIA JABATAN PELAJARAN NEGERI PEJABAT PELAJARAN DAERAH SEKOLAH Menerima penataran PBS dari KPM Menyediakan bahan penataran MULA Menyediakan Laporan

Dari proses desorpsi dengan larutan NaOH ditunjukkan bahwa mekanisme yang dominan dalam adsorpsi diazinon oleh histidin-bentonit adalah melalui interaksi ikatan

Kegiatan ajudikasi dalam pendaftaran tanah adalah untuk pendaftaran tanah yang pertama sekali merupakan prosedur khusus yang prosesnya dilakukan pada pemberian

1) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi,

Berdasarkan hasil temuan diatas, dapat diketahui bahwa strategi penghidupan yang dilakukan oleh para pedagang kaki lima di Yogya, Hanoi, Surigao, Kigali dan Johannesburg adalah