PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA PERKECAMBAHAN KEDELAI
MENGGUNAKAN TEKNIK SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
RUDYANTO
NIM. 061424016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
THE MEASURING OF ETHYLENE CONCENTRATION OF SOYBEAN SEEDLINGS
USING PHOTOACOUSTIC SPECTROSCOPY TECHNIQUE
A Thesis
Presented as Partial Fulfilment of the Requirements
To Obtain Sarjana Pendidikan (S. Pd) degree
Physics Education Study Program
RUDYANTO
NIM. 061424016
PHYSICS EDUCATION STUDY PROGRAM
DEPARTMENT OF MATHEMATICS AND SCIENCE EDUCATION FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
i
PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA PERKECAMBAHAN KEDELAI
MENGGUNAKAN TEKNIK SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
RUDYANTO
NIM. 061424016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Rudyanto
Nomor Mahasiswa : 061424016
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA
PERKECAMBAHAN KEDELAI MENGGUNAKAN TEKNIK
SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK.
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
vi
ABSTRAK
PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA PERKECAMBAHAN KEDELAI MENGGUNAKAN TEKNIK
SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK
Oleh: RUDYANTO NIM. 061424016
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi gas etilen pada benih
kedelai dengan menggunakan teknik spektroskopi fotoakustik. Sumber radiasi
spektroskopi fotoakustik yang digunakan pada penelitian ini adalah laser CO2.
Benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai varietas
Baluran kelas benih pokok, benih sebar, dan benih konsumsi selama
perkecambahan. Selain dilakukan pengukuran konsentrasi, juga d ilakukan
pengamatan kondisi fisik benih kedelai yang diteliti.
Telah diperoleh pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh
masing-masing kelas selama berkecambah dan ternyata terdapat perbedaan konsentrasi
gas etilen yang dihasilkan oleh kelas-kelas yang berbeda. Terdapat hubungan
vii
ABSTRACT
THE MEASURING OF ETHYLENE CONCENTRATION OF SOYBEAN SEEDLINGS USING PHOTOACOUSTIC SPECTROSCOPY TECHNIQUE
By: RUDYANTO NIM. 061424016
The aim of this research is to measure ethylene concentration of soybean
seedlings using photoacoustic spectroscopy technique. The spectroscopy radiatian
source is CO2 laser. The soybean seeds used in this research are registered seed,
extension seed, and consumption seed class of Baluran variety during
germination. Besides measuring the ethylene concentration, the physical condition
of the seeds is also observed.
The ethylene concentration patterns have been obtained for each class
during germination and they show that the ethylene concentrations are different
for each class. There is a significant relation between physical condition and
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
anugerah yang telah dilimpahkan selama ini sehingga penelitian dan penulisan
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dan penulisan skripsi ini
dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Saya menyadari bahwa keberhasilan penelitian dan penulisan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan banyak pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tarsisius Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma, sekaligus Dosen Pembimbing
Akademik yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan.
2. Severinus Domi, M.Si., selaku Kaprodi Pendidikan Fisika Universitas Sanata
Dharma, sekaligus dosen pembimbing yang telah banyak memberikan banyak
motivasi dan masukan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Ir. Sri Agustini S. M.Si yang telah memberikan banyak bantuan selama
penelitian.
4. Dwi Nugraheni R. S.Si, M.Si yang telah memberikan masukan dalam
penulisan skripsi ini.
5. Dr. Ign. Edi Santosa MS yang telah membagikan pengalaman-pengalaman
ix
6. Laboratorium Fotoakustik Universitas Gadjah Mada dan Laboratorium Analisa
Pusat Universitas Sanata Dharma atas kesempatan yang telah diberikan untuk
melakukan penelitian.
7. Mas Amin dan Mas Bangun yang telah banyak membantu dalam
pengoperasian perangkat fotoakustik.
8. Perpustakaan Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Badan Tenaga
Nuklir Nasional di Yogyakarta atas buku-bukunya yang telah memperdalam
pemahaman saya mengenai laser.
9. Romo Paul, Pak Atmadi, Pak Sinaradi, Pak Kartika dan semua staff dosen yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah membagikan ilmu yang
sangat luar biasa.
10. Semua staff karyawan Universitas Sanata Dharma (Pak Nardjo, Pak Sugeng,
Mbak Heni, Mas Widodo, Mas Agus, Mas Ngadiyono, Mas Devi, Mbak Atik,
Mbak Wira, Mbak Rud, Mas Heru, Mas Kris) atas semua bantuan selama ini.
11. Pastor Petrus yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.
12. Keluarga dan kerabat yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi
selama saya berada di Jogja.
13. Miranda, Ratna, Lia, dan Desi atas kebersamaan dan kehangatan selama 4
tahun ini.
14. Teman-teman seangkatan, kakak kelas, dan adik kelas atas kebersamaanya
selama ini.
x
16. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu di sini, yang telah
banyak membantu selama saya berada di Jogja.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.
Namun demikian, saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan secara umum, dan secara khusus bagi pendidikan fisika.
xii
1. Populasi Atom...9
2. Kebolehjadian Laju Emisi Terstimulasi dan Laju Absorbsi...10
3. Kebolehjadian Laju Emisi Terstimulasi dan Laju Emisi Spontan...14
B. Laser CO2...17
C.Spektrum Rotasi-Vibrasi CO2...22
D.Spektroskopi Fotoakustik...22
1. Teori Efek Fotoakustik pada Gas...23
2. Detektor Fotoakustik...28
3. Derau di Dalam Sistem Fotoakustik Gas...30
xiii
D. Kedelai Varietas Baluran Kelas BP...51
1. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu...51
2. Grafik konsentrasi Vs Waktu...51
E. Kedelai Varietas Baluran Kelas BR...52
1. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu...52
2. Grafik konsentrasi Vs Waktu...52
F. Kedelai Varietas Baluran Kelas BK...53
1. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu...53
2. Grafik konsentrasi Vs Waktu...53
G. Perbandingan Konsentrasi Etilen Awal Kelas BP,BR, dan BK...54
H. Perbandingan Konsentrasi Etilen Flat Kelas BP, BR, dan BK...55
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tiga jenis transisi antara dua tingkat energi dalam atom...9
Gambar 2.2. Prinsip kerja laser...16
Gambar 2.3. Tiga ragam normal getaran molekul CO2 simetri linear...17
Gambar 2.4. Diagram aras-aras tenaga vibrasi yang terjadi pada laser CO2...19
Gambar 3.1. Botol yang pipih pada kedua sisinya...35
Gambar 3.2. Tutup botol...35
Gambar 3.3. Karet...35
Gambar 3.4.Skema Rangkaian Percobaan...45
Gambar 4.1. Sinyal ternormalisasi pada kalibrasi dengan gas etilen murni 10 ppm...49
Gambar 4.2. Sinyal latar ternormalisasi...50
Gambar 4.3. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu untuk Kelas BP...51
Gambar 4.4. Grafik Konsentrasi Vs Waktu untuk Kelas BP...51
Gambar 4.5. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu untuk Kelas BR...52
Gambar 4.6. Grafik Konsentrasi Vs Waktu untuk Kelas BR...52
Gambar 4.7. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu untuk Kelas BK...53
Gambar 4.8. Grafik Konsentrasi Vs Waktu untuk Kelas BK...53
Gambar 4.9. Grafik Konsentrasi awal Vs Kelas...55
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jenis molekul gas anorganik yang menyerap radiasi laser CO2beserta
koefisien absorbsi...27
Tabel 3.1. Tabel data kondisi fisik...46
Tabel 4.1. Perbandingan konsentrasi etilen awal...54
Tabel 4.2. Perbandingan konsentrasi etilen flat...55
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Perkembangan Spektroskopi Fotoakustik
Spektroskopi adalah bidang yang terkait dengan karakter atom
atau molekul. Secara sederhana hal ini dapat ditunjukkan pada warna
lampu lucutan yang tergantung gas isiannya. Karena itu, bidang ini
banyak digunakan untuk mempelajari atom dan molekul. Selain itu,
bidang ini juga menghasilkan metode- metode pengukuran yang banyak
diterapkan di berbagai bidang seperti kimia, biologi, dan lingkungan
(Santosa, 2008:1)
Spektroskopi fotoakustik adalah suatu teknik spektroskopi yang
berdasarkan pada efek fotoakustik (wikipedia.org). Efek fotoakustik
ditemukan pada tahun 1880 ketika Alexander Graham Bell, John
Tyndall dan Wilhelm Röntgen pertama kali mempelajari “opto-acoustic
effect”. Efek ini terjadi ketika gas yang berada di dalam sel tertutup
disinari dengan cahaya yang termodulasi. Opto-acoustic effect, di sini
disebut sebagai photoacoustic effect untuk menghilangkan kebingungan
dengan opto-acoustic effect di mana laser berinteraksi dengan
gelombang akustik dalam kristal (Rosencwaig dalam Physics Today,
Perkembangan bidang spektroskopi terkait dengan ketersediaan
peralatan. Pada awalnya eksperimen dilakukan dengan menggunakan
spektrometer yang komponen utamanya sebuah prisma. Selanjutnya
dikenal spektrometer yang menggunakan kisi. Sejalan dengan
ditemukannya laser, bidang spektroskopi semakin berkembang denga n
memanfaatkan kelebihan laser (Demtroder dalam Santosa, 2008:1).
Berbagai macam teknik spektroskopi dengan laser telah banyak
dikembangkan, demikian pula terapannya. Spektroskopi fotoakustik
merupakan salah satu bidang spektroskopi yang sangat cepat
berkembang sesuai dengan perkembangan laser. Perkembangan bidang
spektroskopi fotoakustik meliputi bagian penelitian fenomenanya,
instrumentasinya, maupun terapannya. Banyak bidang yang
memanfaatkan spektroskopi fotoakustik seperti pada bidang imaging,
material, biologi, kedokteran, pertanian, dan lingkungan (Scudieri dan
Bertolotti dalam Santosa, 2008: 1).
Sebelumnya, untuk mengukur konsentrasi gas digunakan Gas
Chromatography (GC). Namun GC memiliki kelemahan, yaitu kurang
sensitif untuk pengukuran gas yang konsentrasinya sangat kecil (ppt)
dan waktu tanggapnya lambat sehingga tidak dapat digunakan secara
online. Oleh karena itu, teknik untuk mengukur konsentrasi gas beralih
ke teknik spektroskopi fotoakustik. Keunggulan spektroskopi
fotoakustik adalah spektroskopi fotoakustik dapat mengukur
cepat sehingga dapat digunakan secara online (Santosa dalam Watini,
2008: 1). Spektroskopi fotoakustik dapat mengukur produksi gas etilen
dengan interval waktu yang singkat dengan batas terendah 0,006
mikroliter per liter sedangkan Gas Chromatography memerlukan waktu
minimal 20-30 menit dengan batas minimal 0.1 mikroliter per liter dari
satu gram jaringan tumbuhan (reeis.usda.gov).
2. Indonesia Menuju Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan
penting. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi
kehidupan manusia, karenanya hak atas pangan menjadi bagian sangat
penting dari hak azasi manusia. Di samping itu ketahanan pangan
adalah bagian dari ketahanan nasional yang saat ini dinilai paling rapuh.
Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam
Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang
dirumuskannya sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi
seluruh rurnah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang
layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu
(Krisnamurthi dalam Jurnal Ekonomi Rakyat, 2003) .
Di Indonesia kedelai merupakan komoditas pangan yang strategis
sehingga upaya untuk berswasembada tidak hanya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga mendukung agroindustri dan
Langkah swasembada harus ditempuh karena ketergantungan yang
makin besar pada impor bisa menjadi musibah terutama jika harga
dunia sangat mahal akibat stok menurun (Baharsjah dalam Supadi,
pse.litbang.deptan.go.id). Menurut Rasahan (dalam Supadi,
pse.litbang.deptan.go.id) ketergantungan kepada bahan pangan dari luar
negeri dalam jumlah besar akan melumpuhkan ketahanan nasional dan
mengganggu stabilitas sosial, ekonomi, dan politik. Ketahanan pangan
dan kedaulatan pangan berpengaruh lansung terhadap kesejahteraan
rakyat.
Tingkat swasembada kedelai sampai saat ini belum tercapai
karena jumlah kebutuhan masih relatif lebih besar dibandingkan dengan
jumlah produksi. Hal ini menyebabkan impor kedelai terus meningkat
dari tahun ke tahun. Peningkatan ketahanan pangan merupakan program
utama Departemen Pertanian yang berdampingan dengan upaya
peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan nilai tambah dan
daya saing produk pertanian (Sinulingga dalam Supadi,
pse.litbang.deptan.go.id).
Kedelai merupakan komoditas pangan yang strategis karena
memiliki berbagai keunggulan sebagai berikut:
a) Kedelai merupakan komoditas pangan bergizi tinggi dengan harga
yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kedelai merupakan
sumber protein dan lemak yang sangat tinggi bagi gizi manusia dan
oleh manusia. Biji-bijinya mengandung 30 persen protein kasar dan
lemak 16-24 persen (Sastrahidajat dan Sumarno dalam Supadi,
pse.litbang.deptan.go.id). Kedelai juga kaya akan vitamin dan
mineral.
b) Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting setelah
padi dan jagung. Kedelai segar sangat dibutuhkan dalam industri
pangan (Sudaryanto dan Swastika dalam Supadi,
pse.litbang.deptan.go.id). Beberapa produk pangan yang dihasilkan
dari kedelai antara lain tahu, tempe, kecap, es krim, susu kedelai,
minyak makan dan tepung kedelai. Produksi sampingan dari minyak
kedelai adalah bungkil kedelai yang sangat dibutuhkan untuk pakan
ternak (Arsyad dan Syam dalam Supadi, pse.litbang.deptan.go.id).
3. Kelas Benih Kedelai
a) Benih Penjenis (Breeder Seed). Merupakan benih varietas unggul
yang dihasilkan oleh para pemulia tanaman yang masih sangat
murni. Jumlahnya masih sangat sedikit dan masih secara langsung
mendapatkan perawatan serta pengawasan dari pemulianya.
b) Benih Dasar (Foundation Seed). Benih dasar ini merupakan
keturunan dari hasil pertanaman benih penjenis dan masih
mendapatkan perlakuan sedemikian rupa sehingga kemurnian sifat
pengawasan penanaman dan pertanaman masih d ilakukan langsung
oleh para pemulia dan ahli perbenihan.
c) Benih Pokok (Registered Seed atau Stock Seed). Benih ini
merupakan benih hasil keturunan pertanaman benih dasar dan
diperlakukan sebaik-baiknya selama di pertanaman untuk menjaga
kemurnian genetiknya.
d) Benih Berlabel (Certified Seed). Benih ini merupakan benih hasil
perbanyakan benih pokok ataupun perbanyakan langsung dari
benih dasar. Selama di pertanaman juga mendapatkan perlakuan –
perlakuan untuk menjaga tingkat kemurniannya. Benih berlabel ini
secara langsung dipasarkan kepada para konsumen/petani sehingga
sering disebut sebagai benih sebar (extension seed)
Perbedaan antara kelas benih satu dan yang lain adalah tingkat
kemurnian genetik dan kemurnian fisik, serta ketentuan khusus sesuai
dengan jenis tanamannya. (fp.unud.ac.id). Benih berkualitas tinggi
adalah benih yang bermutu baik, baik dalam mutu genetis, fisiologis,
maupun mutu fisik. (Sutopo, 1985:227)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh benih
kedelai saat berkecambah untuk benih pokok, benih sebar, dan benih
2. Apakah ada perbedaan konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh
benih kedelai saat berkecambah untuk benih pokok, benih sebar, dan
benih konsumsi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh
benih kedelai saat berkecambah untuk benih pokok, benih sebar, dan
benih konsumsi.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan konsentrasi gas etilen yang
dihasilkan oleh benih kedelai saat berkecambah untuk benih pokok,
benih sebar, dan benih konsumsi.
D. Manfaat
1. Diperoleh sebuah teknik pengujian kualitas benih kedelai yang cepat
dan akurat dengan memanfaatkan gas etilen sebagai indikator.
2. Sebagai salah satu sumbangan dalam aplikasi laser di bidang fisika dan
biologi.
3. Pemahaman yang lebih mendalam tentang laser CO2 dan aplikasinya.
8
BAB II DASAR TEORI
A. Laser
LASER yang merupakan singkatan dari Light Amplification by
Stimulated Emission of Radiation (Bellis, Jeanette, 1980:1), yang artinya
adalah penguatan cahaya karena emisi terstimulasi dari radiasi. Cahaya
yang dihasilkan laser memiliki sifat yang sangat istimewa, yaitu koheren,
hampir ekawarna, tidak menyebar, dan mempunyai intensitas yang sangat
besar (Konihiro dalam Andrianto, 2008:7). Laser dapat bersumber dari
atom-atom, ion- ion, molekul- molekul gas, cairan, benda padat, gelas,
nyala api, plastik, dan semikonduktor (Pikatan dalam Andrianto 2008:1).
Laser bekerja di berbagai panjang gelombang, dari panjang gelombang
ultraviolet sampai daerah frekuensi radio (Laud dalam Andrianto, 2008:1).
Laser ditemukan pertama kali pada tahun 1960, akan tetapi prinsip
terjadinya laser telah ditemukan jauh sebelumnya oleh Einstein. Pada
tahun 1917, Albert Einstein mempostulatkan pancaran imbas pada
peristiwa radiasi agar dapat menjelaskan kesetimbangan termal suatu gas
yang sedang menyerap dan memancarkan radiasi. (Pikatan dalam
Andrianto, 2008:7). Menurut Einstein, ada 3 proses yang terlibat dalam
kesetimbangan tersebut, yaitu absorbsi, emisi spontan, dan emisi
terstimulasi (ditunjukkan dengan gambar 2.1). Peristiwa emisi terstimulasi
E1 E1 E1
𝜐 𝜐 𝜐 𝜐
𝜐
E0 E0 E0
Absorbsi Emisi Emisi Terstimulasi
Gambar 2.1. Tiga jenis transisi antara dua tingkat energi dalam atom
(Beiser, 1987:158)
1. Populasi Atom
Tinjau dua tingkat energi dalam sebuah atom E1 dan E2 dengan
E1 < E 2. Cacah jumlah atom yang berada di masing- masing tingkat
energi adalah N1 dan N2. Untuk menggambarkan distribusi energi pada
atom-atom itu dalam kesetimbangan termal berlaku fungsi distribusi
Maxwell- Boltzmann, yaitu:
𝑓𝑀𝐵 𝐸 =𝐴𝑒𝑥𝑝 − 𝐸
𝑘𝑇 … … …… … … …… … ……(2.1)
(Beiser, 1987:314).
𝑓𝑀𝐵 𝐸 adalah banyak partikel rata-rata pada setiap keadaan yang
berenergi E, dan T adalah temperatur mutlak, sedangkan 𝑘 adalah konstanta Boltzmann (Beiser, 1987:314). Harga A bergantung dari
jumlah partikel dalam sistem dan di sini memegang peranan yang
serupa dengan konstanta normalisasi suatu fungsi gelombang.
Ditinjau dari dua keadaan E1 dan E2, substitusi ke persamaan
Untuk N1
postif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa N1 selalu lebih besar dari N2.
Ini berarti bahwa populasi atom di tingkat dasar pasti selalu lebih
banyak daripada populasi di tingkat energi di atasnya.
2. Kebolehjadian Laju Emisi Terstimulasi dan Laju Absorbsi
Atom-atom di E2 dapat saja melompat ke E1 secara spontan (emisi
spontan) dengan kebolehjadian transisinya A21 per satuan waktu. Jika
terdapat radiasi dengan frekuensi (𝜐) dan rapat energi 𝑒(𝜐), terjadilah
transisi akibat serapan (absorbsi) dari E1 ke E2, dengan kebolehjadian
B12𝑒(𝜐) karena terlihat jelas kebolehjadian ini sebanding dengan rapat
dari E2 ke E1 akibat kebolehjadian B12𝑒(𝜐). Sudah tentu semua transisi
Perubahan populasi ini disebabkan oleh pertambahan akibat
serapan dan pengurangan akibat pancaran. Setelah tercapai
kesetimbangan antara atom-atom itu dengan radiasinya, pengaruh
serapan dan pancaran akan saling meniadakan. Oleh karena itu 𝑑𝑁2
𝑓𝐵𝐸 𝐸 = 1
exp𝛼exp 𝜐𝑘𝑇 −1
…… … …… … …… … … ……. (2.9)
Harga 𝛼 dalam persamaan Bose-Einstein bergantung dari
banyaknya partikel dalam sistem yang sedang ditinjau. Dalam hal ini
yang ditinjau adalah foton, di mana foton tercipta dan termusnahkan
dalam setiap waktu. Oleh karena ketidakkekalalan foton, maka 𝛼 = 0.
Jadi fungsi distribusi Bose- Einstein untuk foton adalah
𝑓𝐵𝐸 𝜀 = 1 exp 𝜐𝑘𝑇 −1
… … …… … …… …. .…… … …. (2.10)
(Beiser, 1987:336)
Dengan penjabaran matematis, diperoleh Rumus Radiasi Planck
𝑒 𝜐 = 8𝜋𝜐
Jika dibandingkan persamaan (2.11) dengan persamaan (2.8)
kedua persamaan tersebut merupakan persamaan yang sama untuk
penjabaran 𝑒(𝜐). Dapat dilihat dari persamaan di bawah ini:
𝐴21
Persamaan (2.14) menunjukkan bahwa kebolehjadian atom-atom
untuk melakukan transisi serapan dan pancaran terangsang adalah sama.
Sedangkan, nisbah laju pancaran terangsang terhadap serapan dapat
dihitung sebagai berikut:
Dari persamaan di atas terlihat bahwa tidaklah mungkin pancaran
teransang dapat mengungguli transisi serapan. Hal ini dikarenakan,
dalam kesetimbangan termal N1 selalu lebih besar dari N2. Laser hanya
bisa terjadi jika N2 lebih besar dari N1, yang tentu saja tidak alamiah
terjadi. Oleh karena itu, diperlukan inversi populasi, suatu keadaan di
mana kelompok atom-atom sebagian besar berada dalam keadaan
tereksitasi (Beiser dalam Andrianto: 2008:12). Cara-cara untuk
mencapai keadaan inversi populasi ini antara lain adalah pemompaan
optis dan pemompaan elektris. Pemompaan optis adalah penembakan
foton sedangkan pemompaan elektris adalah penembakan elektron
Untuk mencapai keadaan inversi populasi pemompaan ini harus
melakukan pemindahan atom ke tingkat eksitasi denga n laju yang lebih
cepat dibandingkan dengan laju pancaran spontannya. Hal ini dapat
dilakukan jika dipergunakan medium laser yang atom-atomnya
memiliki tingkat energi metastabil. Atom yang memiliki tingkat energi
metastabil adalah atom yang memiliki satu atau lebih tingkat eksitasi
dengan umur 10-3 sekon atau lebih dari rata-rata umur yang biasa, yaitu
10-8 sekon. Dengan demikian pada saat pemompaan terus berlangsung,
terjadi penambahan populasi di tingkat metastabil ini. Jika populasi di
tingkat metastabil ini bertambah, maka kebolehjadian terjadinya
pancaran terimbas akan lebih besar dari transisi serapan.
Populasi tingkat dasar kini sudah terlampaui populasi tingkat
metastabil. Jika suatu saat secara spontan dipancarkan satu foton saja
yang berenergi sama dengan selisih tingkat metastabil dengan tingkat
dasar maka akan memicu atom-atom lain di tingkat metastabil untuk
kembali ke tingkat dasar. Akibatnya atom-atom itu melepaskan
foton-foton yang energi dan fasenya persis sama dengan foto yang memicu
tadi Peristiwa terbentuknya foton- foton yang berenergi sama dan
fasenya sama dengan cara di atas disebut laser.
3. Kebolehjadian Laju Emisi Terstimulasi dan Laju Emisi Spontan
Syarat penting lainnya untuk menghasilkan laser adalah
spontan (Pikatan dalam Andrianto 2008:14). Secara matematis dapat
Jika persamaan (2.16) disubstitusikan dengan persamaan (2.13)
dan (2.14) diperoleh perbandingan laju pancaran terangsang dengan laju
pancaran spontan, adalah sebagai berikut:
ditingkatkan dengan memberikan suatu rongga resonansi optis (Pikatan,
dalam Andrianto, 2008:14). Di dalam rongga tersebut jumlah foton
terus bertambah melalui pantulan yang berula ng- ulang pada kedua
ujung rongga. Dengan cara di atas terjadi perbesaran intensitas, yang
menjadi salah satu karakter laser. Secara teknis, pembuatan rongga
resonansi ini merupakan masalah yang memerlukan penanganan teliti
pada saat membangun sistem laser. Secara sederhana, prinsip kerja laser
B. Laser CO2
Lasert CO2 dikembangkan pertama kali oleh C. K. N. Patel di
Laboratorium Bell (Bellis, 1980:1). Laser CO2 termasuk jenis laser gas
molekul. Bentuk ikatan molekul CO2 adalah dua ikatan kovelen yang
diakibatkan oleh pasangan elektron dari atom karbon dengan
masing-masing atom oksigen (Laud dalam Andrianto, 2008:16). Molekul CO2
merupakan molekul yang konfigurasinya simetri dan linear, serta memiliki
tiga derajat kebebasan getaran seperti yang dilukiskan pada gambar 1.1.
(a) Oksigen Karbon Oksigen
Molekul (CO2)
tak tereksitasi
(b)
Ragam tarikan
simetri (𝜐1)
Ragam tarikan
(c) lengkung (𝜐2)
𝑥 𝑥 𝑥
(d) Ragam tarikan
asimetri (𝜐3)
Gambar 2.3. Tiga ragam normal getaran molekul CO2 simetri linear.
Gambar 2.3.a menunjukkan molekul dalam keadaan diam. Gambar
2.3.b menunjukkan ragam tarikan simetri (𝜐1), di mana atom-atom
molekul CO2 bergetar di sepanjang sumbu antar inti secara simetri.
Gambar 2.3.c menunjukkan ragam tarikan lengkung (𝜐2), di mana
atom-atom molekul CO2 bergetar secara simetris tetapi dalam bidang yang tegak
lurus terhadap sumbu antar inti. Gambar 2.3.d menunjukkan ragam tarikan
asimetri (𝜐3), di mana atom-atom molekul CO2 bergetar secara tak simetris
sepanjang sumbu antar inti. Transisi dari ketiga ragam vibrasi di atas yang
menghasilkan aksi laser dengan panjang gelombang tertentu yang khas
untuk laser CO2.
Walaupun banyak laser gas menggunakan gas yang homogen,
beberapa laser gas mengggunakan campuran beberapa gas untuk
memperoleh transfer energi yang lebih efektif dalam aras laser, seperti
pada laser CO2 (Bellis, 1980:1). Gas-gas yang biasa ditambahkan dalam
sistem laser CO2 , antara lain adalah Nitrogen (N2), Helium (He), uap air
(H2O), dan Xenon (Xe). Gas- gas tersebut di atas merupakan gas- gas
pendukung saja. Aksi laser yang menghasilkan foton-foton hanya
dihasilkan oleh atom-atom molekul CO2. Gas-gas pendukung tersebut
membantu proses eksitasi ke aras vibrasi rotasi dari atom-atom molekul
CO2).
Penambahan gas nitrogen (N2) dapat menghasilkan daya keluaran
dengan lebih efisien. Kenaikan daya rata-rata dengan penambahan
Nitrogen pada aras dasar CO2. Transfer energi vibrasi dari atom-atom
molekul Nitrogen membantu molekul- molekul CO2 untuk tereksitasi
(Andrianto, 2008:21).
Diagram aras tenaga yang disederhanakan dari beberapa getaran
atom-atom molekul CO2 ditunjukkan pada gambar 2.4. Karena Nitrogen
(N2) merupakan molekul diatomik, N2 hanya memiliki satu derajat
kebebasan getaran, sehingga satu bilangan kuantum getaran (𝜐) sudah secara lengkap menggambarkan aras getarannya (Mitrayana, 2002:11)
Energi, 𝑐𝑚−1 18 𝑐𝑚−1
Gambar 2.4. Diagram aras-aras tenaga vibrasi yang terjadi pada laser CO2
(Witteman dalam Andrianto, 2008:18)
Molekul CO2 tereksitasi dari keadaan dasar (0000) ke keadaan aras
atas (0001). Keadaan ini dibantu oleh molekul- molekul N2 yang tereksitasi.
Hal ini dikarenakan selisih tenaga yang kecil, yaitu 18 cm-1 antara aras
laser atas (0001) CO2 dengan aras (𝜐= 1) N2. Dari selisih tenaga yang
kecil tersebut, N2 sangat efisien untuk memindahkan tenaganya ke molekul
CO2 melalui tumbukan. N2 sendiri sangat efisien tereksitasi dari keadaan
(𝜐= 0) ke aras (𝜐= 1) oleh tumbukan elektron.
Setelah molekul CO2 mengalami eksitasi ke aras (0001), molekul
CO2 akan mereras ke aras bawah laser [1000, 0200]I dan [1000, 0200]II. Aras
(1000) dan (0200) memiliki tenaga yang hampir sama meskipun ragam
getarannya berbeda, dan hal ini disebut degenerasi kebetulan. Karena
pertama kali diperkenalkan oleh Fermi, degenerasi kebetulan ini sering
disebut resonansi Fermi, dan menyebabkan gangguan aras-aras tenaga.
Penempatan transisi pita biasa (reguler) ditunjukkan dengan [0001 – (1000,
0200)I] untuk pita 10,4 𝜇𝑚 dan dengan [0001 – (1000, 0200)II] untuk pita
9,4 𝜇𝑚.
Selama operasi laser, molekul CO2 yang tereksitasi ke aras atas laser
(0001) molekul CO2 akan mereras ke aras bawah laser [1000, 0200]I dan
[1000, 0200]II sambil memancarkan foton dengan panjang gelombang 10,4
𝜇𝑚 dan 9,4 𝜇𝑚. Molekul pada aras bawah laser kemudian aka n
mengalami deeksitasi melalui tumbukan dengan molekul- molekul lain.
Kemungkinan transfer tenaga vibrasi resonan berperan penting dalam
dalam aras tenaga tersebut tenaganya hampir dua kali tenaga yang
diperlukan untuk mengeksitasi molekul CO2 pada aras dasar (groundstate)
(0000) ke aras vibrasi (0100). Jadi benturan antara sebuah molekul pada
aras laser bawah [1000, 0200] dengan sebuah molekul pada keadaan dasar
(0000) akan sangat efektif dalam membagikan tenaganya ke kedua molekul
tersebut, sehingga kedua molekul tereksitasi ke aras (0100).
Deeksitasi molekul CO2 pada aras (0100) ke keadaan dasar terjadi
melalui benturan molekul tersebut dengan molekul CO2 yang lain atau
dengan partikel-partikel gas lain, atau bahkan dengan dinding tabung laser,
Namun proses ini sangat lambat sehingga kadang mengganggu konversi
populasi laser. Baru sekitar tahun 1965 Patel dkk. (Freed dalam Mitrayana,
2002: 16) memperkenalkan penggunaan gas He dalam campuran gas CO2
-Ne, sehingga mempercepat deeksitasi molekul (0100) ke aras dasar, yang
akan meningkatkan kualitas laser CO2tersebut.
Penambahan He ke dalam campuran gas laser CO2 adalah juga
efektif dalam pendinginan gas lucutan karena konduktivitas termal He jauh
lebih tinggi dari pada CO2 atau N2. Kenaikan hasil transfer panas ke
dinding pendingin tabung lucutan memungkinkan laser beroperasi pada
aras eksitasi yang lebih tinggi, yang menyebabkan daya keluaran lebih
besar.
Penambahan Xe pada campuran gas sangat berpengaruh pada
lucutan gas tersebut. Xenon mengubah distribusi tenaga elektron dengan
elektron yang bertenaga tinggi. Perubahan distribusi tenaga elek tron
memiliki suatu efek menguntungkan pada eksitasi CO2 dan N2 dan juga
mengurangi laju disosiasi CO2. Di samping itu potensial ionisasi Xe
berada pada beberapa elektronvolt lebih rendah dari pada gas penyusun
lainnya. Potensial ionisasi yang rendah memudahkan produksi elektron
dengan mempertahankan lucutan pada medan listrik yang rendah namun
arus eksitasi tetap sama melalui lucutan. Hal ini menyebabkan kenaikan
efisiensi laser atau menaikkan daya keluaran (Mitrayana, 2002:13,15).
C. Spektrum Rotasi-Vibrasi Laser CO2
Keadaan molekul suatu sistem laser CO2 dicirikan oleh bilangan
kuantum getaran 𝜐1,𝜐2,𝜐3 serta oleh bilangan kuantum rotasi J. Aturan-aturan dalam mekanika kuantum hanya membolehkan transisi aras tenaga
di antara aras-aras vibrasi-rotasi dengan perubahan bilangan kuantum J
sama dengan Δ𝐽= ±1. Transisi dari 𝐽 ke 𝐽+ 1 disebut garis P 𝐽 ,
sedangkan transisi dari 𝐽 ke 𝐽 −1 disebut garis R(𝐽). (Mitrayana, 2002:13). Transisi lasing P(20) dan R(20) dari cabang P dan R dengan
pusat pita regulernya (0001) – (100 0, 0200)I dan (0001) – (1000,0200)II
sekitar panjang gelombang 10,4 𝜇m dan 9,4 𝜇m (Mitrayana, 2002:14)
D. Spektroskopi Fotoakustik
Bidang spektroskopi terkait dengan karakter atom atau molekul.
yang tergantung gas isiannya. Karena itu, bidang ini banyak digunakan
untuk mempelajari atom dan molekul. Selain itu, bidang ini juga
menghasilkan metode- metode pengukuran yang banyak diterapkan di
berbagai bidang seperti kimia, biologi, dan lingkungan.
Spektroskopi fotoakustik berdasar pada proses serapan cahaya.
Penyerapan cahaya tergantung pada beberapa parameter antara lain
koefisien serapan dan konsentrasi penyerap. Pada teknik serapan yang
konvensional, dilakukan pengukuran intensitas cahaya sebelum dan
sesudah melewati sampel. Dari pengukuran tersebut dapat dihitung
intensitas cahaya yang diserap dan selanjutnya dapat ditentukan
konsentrasi penyerapnya (Santosa, 2008:2).
1. Teori Efek Fotoakustik pada Gas
Selama abad ke sembilan belas, peneliti efek fotoakustik
memusatkan penyelidikannya pada cupilikan gas, oleh karena
eksperimen fotoakustik dengan cuplikan gas lebih mudah dilakukan dan
dipahami. Bahkan di abad ke dua puluh pun masih banyak penerapan
teknik fotoakustik ditujukan pada cuplikan gas (Rosencwaig dalam
Mitrayana, 2002:18)
Dalam spektroskopi fotoakustik modern untuk gas, cuplikan gas
yang diselidiki diletakkan di dalam sel fotoakustik, kemudian disinari
oleh radiasi dengan intensitas termodulasi baik berupa radiasi laser
dihasilkan variasi tekanan terhadap waktu, yang tampil sebagai bunyi
yang dapat dideteksi oleh mikrofon.
Serapan radiasi oleh suatu molekul gas terjadi apabila radiasi
tersebut bertalun dengan transisi antar tingkat-tingkat tenaga molekul
itu (Harren; Rosencwaig; Pao dalam Mitrayana, 2002:18). Jika molekul
gas berpeluang menyerap radiasi foton, maka molekul yang menduduki
tingkat tenaga dasar E0 (ground state) akan tereksitasi ke tingkat tenaga
yang lebih tinggi E1 (excited state), dengan ∆𝐸= 𝐸1− 𝐸0 =𝑣
merupakan perbedaan selisih tenaga antara dua tingkat tenaga tersebut,
sedang 𝑣merupakan frekuensi radiasi foton yang diserap. Molekul yang
tereksitasi tadi berada dalam keadaan tidak stabil sehingga cenderung
kembali ke keadaan dasar yang stabil dengan cara membuang tenaga
∆𝐸 (proses deeksitasi). Proses deeksitasi molekul tersebut berlangsung
melalui berbagai cara (Rosencwaig; Pao dalam Mitrayana, 2002:18)
1. Molekul memancarkan radiasi foton yang sering disebut deeksitasi
radiatif atau proses fluoresensi.
2. Molekul memulai reaksi secara kimia, atau pengaturan ikatan kimia,
yang dinamakan proses fotokimia.
3. Molekul satu membentur molekul lain yang berspesies sama yang
berada pada keadaan dasar 𝐸0 kemudian mengeksitasi molekul
4. Molekul gas saling berbenturan dan sewaktu itu tenaga eksitasi
diubah menjadi tenaga translasi atau tenaga kinetik yang
mengakibatkan tenaga translasi dua molekul sesudah benturan lebih
besar dari pada sebelum benturan. Hal ini akan menimbulkan
pemanasan medium gas.
Proses fotokimia terjadi bila tenaga radiasinya cukup tinggi. Pada
tenaga rendah, proses yang saling berkompetisi adalah fluoresensi dan
pererasan (decay) dengan cara benturan. Pada panjang gelombang
𝜆 = 10μm, pererasan tak radiatif jauh lebih cepat dari pada laju
pererasan radiatif. Efek fotoakustik sangat ditentukan oleh banyaknya
proses pererasan tak radiatif. Dengan demikian, untuk radiasi laser yang
mempunyai riak gelombang di sekitar 10 μm, proses pererasan yang
terjadi hampir seluruhnya berwujud deeksitasi tak radiatif. Adapun
panjang gelombang pada daerah ini dimiliki oleh radiasi inframerah
yang dihasilkan oleh sumber radiaisi laser CO2 (Sigrist; Harren dalam
Mitrayana 2002:20)
Radiasi inframerah menyebabkan molekul tereksitasi ke arah
rotasi- vibarsi. Dari arah vibrasi tersebut, tenaga dialihkan kepada
derajat kebebasan translasi melaui proses benturan molekul satu dengan
yang lain. Kenaikan tenaga kinetik rerata molekul gas yang timbul
akibat benturan tersebut mengakibatkan suhu cuplikan naik. Pada
volume tertutup sesuai dengan persamaan keadaan yang berlaku pada
radiasi yang datang pada cuplikan gas dimodulasi intensitasnya secara
periodik pada frekuensi audio 𝑣, maka akan didapatkan kenaikan dan
penurunan tekanan secara periodik pula yang membangkitkan bunyi
pada frekuensiya 𝑣 pula. Gelombang akustik yang terbentuk dapat
dideteksi dengan mikrofon (Pao; Rosencwaig; Sigrist; Harren dalam
Mitrayana, 2002:20).
Pada tahun 1982, laser CO2 mulai dipakai dalam spektroskopi
fotoakustik sebagai sumber radiasi. Laser CO2 terus dipakai sebagai
sumber radiasi dalam spektroskopi fotoakustik, hingga kepekaannya
mencapai orde ppt (1:1012). Menurut Mitrayana, dkk (dalam Andrianto,
2008: hal 33) kelebihan laser CO2 sebagai sumber radiasi spektroskopi
fotoakustik antara lain:
1. Batas pengukuran sangat sensitif, yaitu orde ppb (part per billion)
hingga ppt (part per trilliun).
2. Panjang gelombangnya yang dapat ditala (Holohan, dkk. dalam
Andrianto, 2008:33)
3. Daya sangat besar (untuk konfigurasi intra, orde daya keluaran
hingga ratusan watt).
4. Efisiensi Laser CO2 mencapai 30%, hal ini melampaui semua jenis
laser, yang efisiensinya hanya 2%.
5. Berinteraksi dengan banyak molekul gas (ditunjukkan oleh tabel
Tabel 2.1. Jenis molekul gas anorganik yang menyerap radiasi laser
Karbon dioksida 9R18 0.003
Kloroprene 10R18 9.2
Etilen glikol dinitrit 9P14 2.6
Etil mersaptan 10R28 0.57
Freon 12 10P42 92
Freon 13 9P26 20
Furane 10R30 4
Hidrazine 10P40 7.5
Isopropanol 10P10 3.8
Metanol 9P34 21.8
Metilamin 9P24 0.88
Metilkloroform 9R24 9
Metil etil keton 10P22 1.2
Monokloroetana 10R16 3.3
Monometilhidrazine 10R8 3.5
Nitrogliserin 9P14 140
O-xilen 9P18 0.87
Ozon 9P14 12
2. Detektor Fotoakustik
Detektor fotoakustik berbasis laser mempunyai bagian-bagian
yang terdiri dari laser, sel fotoakustik, mikrofon, lock- in amplifier,
powermeter, dan PC. Laser digunakan sebagai sumber cahaya. Laser
diarahkan ke sel fotoakustik tempat sampel gas berada. Di da lam sel
fotoakustik ini akan terjadi penyerapan tenaga laser oleh gas yang
mengakibatkan kenaikan suhu dan tekanan di dalam sel fotoakustik.
menghasilkan bunyi dalam sel fotoakustik dengan memodulasi
lasernya. Modulasi laser dilakukan oleh chopper. Bunyi yang
dihasilkan ditangkap oleh mikrofon dan keluaran mikrofon akan
diperkuat oleh lock- in amplifier. Daya laser yang digunakan diukur
dengan powermeter. Selanjutnya sinyal akustik dan daya laser tersebut
akan dimasukkan ke komputer melalui ADC-card. Dari data tersebut
akan dapat diperoleh nilai konsentrasi gas penyerapnya. Komputer yang
sama juga digunakan untuk mengendalikan laser CO2.
Keluaran dari mikrofon tergantung pada daya laser, koefisien
serapan, dan konsentrasi gas. Jika di dalam sel fotoakustik hanya
terdapat satu macam gas “g”, hubungan antara keluaran mikrofon dan
besaran-besaran lainnya dinyatakan dalam persamaan di bawah:
𝑆=𝐶𝑃𝐶𝑔𝛼𝑔… … … …… … …… … …… … … …. (1)
dengan:
S adalah keluaran mikrofon sewaktu digunakan laser de ngan daya P
pada panjang gelombang 𝜆. C adalah konstanta sel fotoakustik
Cgadalah konsentrasi gas “g” dalam sel fotoakustik
𝛼𝑔 adalah koefisien serapan dari gas “g” pada panjang gelombang 𝜆.
Nilai konsentrasi gas (Cg) dapat ditentukan dengan persamaan (1)
dengan mengukur nilai sinyal akustik keluaran mikrofon (S) dan daya
Power (P). Persamaan (1) ini berlaku pada satu nilai panjang
dari molekul lain, perlu dilakukan pada beberapa panjang gelombang
laser (Santosa,2008:4).
3. Derau di Dalam Sistem Fotoakustik Gas a. Derau Akustik
Pembatas utama tingginya kepekaan sistem fotoakustik gas
adalah sinyal latar, yaitu sinyal fotoakustik yang berasal dari serapan
optis di dalam jendela sel dan dari serapan radiasi yang telah
dihamburkan oleh dinding sel. Efek-efek pemanasan jendela dapat
dikurangi dengan menggunakan suatu rancangan sel diferensial.
Penambahan panjang sel, juga akan mengakibatka n sinyal latar
jendela menjadi jauh lebih rendah lagi bila dibandingkan dengan
sinyal gas. (Rosencwaig dalam Mitrayana, 2002:31).
Derau akustik latar tambahan dapat muncul dari usikan akustik
sekitar dan getaran-getaran gedung dan dari sistem pemotong caha ya
(chopper) elektromekanis. Model sel yang baik dan penggunaan
penguat lock-in yang peka fase sangat memperkecil derau yang
disebabkan oleh usikan akustik sekitar dan getaran-getaran mekanis.
Derau chopper dapat dikurangi dengan penyekatan akustik dan
getaran yang baik antara chopper dan sel fotoakustik. Dalam
beberapa kasus, penyelidikan fotoakustik dilakukan terhadap
cuplikan gas yang mengalir. Jika aliran gas menuju sel bergolak,
dapat diminimumkan dengan mengurangi golakan aliran dan dengan
memasukkan cuplikan gas pada bagian simpul (node) gelombang
tegak ragam bertalun (Rosencwaig dalam Mitrayana, 2002:31).
b. Derau Elektronik
Derau elektronik di dalam sel fotoakustik gas sebagian besar
disebabkan oleh sumber derau di dalam penguat yang terhubung ke
mikrofon. Ada tiga sumber derau di dalam penguat: Sumber derau
tegangan seri, sumber derau arus lintas (shunt current), dan derau
hambatan Johnson. Derau tegangan penguat pada dasarnya tak gayut
frekuensi. Derau arus penguat dan derau hambatan Johnson menurun
dengan meningkatnya frekuensi. Jadi, derau Johnson dan derau arus
penguat besar pengaruhnya pada frekuensi rendah, sedangkan derau
tegangan besar pengaruhnya pada frekuensi tinggi.
c. Derau Gerak B rown
Gerak Brown atau fluktuasi termal pada gas di dalam sel
fotoakustik sudah tentu merupakan pembatas utama terhadap
kepekaan spektrometer fotoakustik gas. Fluktuasi termal tersebut
dapat membangkitkan ragam normal akustik di dalam sel, sehingga
d. Derau Mikrofon
Mikrofon kondesor yang menggunakan suatu kertas timah
berlogam (metalized foil) atau diafragma dijaga pada suatu tegangan
mekanis radial yang besar. Tekanan akustik yang bertindak pada
suatu sisi diafragma akan menyebabkan diafragma tersebut
bergerak, diikuti perubahan kapasitansi elektris antara diafragma dan
lempeng logam yang terletak di belakangnya. Gerak diafragma dapat
digambarkan dengan menggunakan bentuk ragam normal vibrasi
lempeng tipis yang disangga menelusuri garis kelilingnya. Hanya
ragam vibrasi tingkat terendah yang sebenarnya menyebabkan suatu
perubahan bermakna di dalam kapasitansi, dan ragam tersebut
adalah ragam yang menyebabkan diafragma melentur ke arah bentuk
sferis (Mitrayana, 2002:32-33].
E. Gas Etilen
Etilen (nama IUPAC: etena) adalah senyawa hidrokarbon dengan
rumus kimia C2H4. Kehadirannya di alam berupa gas yang tak berwarna.
Etilen memiliki empat atom hidrogen yang terikat pada sepasang atom
karbon yang terikat dengan ikatan rangkap. Kira-kira 80% penggunaan
etilena di Amerika Serikat dan Eropa adalah untuk memproduksi etilena
oksida, etilena diklorin, dan polietilena. Dalam kuantitas yang lebih kecil,
15% oksigen), gas pengelasan, dan mempercepat pemasakan buah pada
tumbuhan (wikipedia.org).
Etilen adalah sebuah komponen fitohormon-kompleks yang penting
yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Khan,
1977:157). Etilena termasuk salah satu hormon utama yang berhubungan
dengan fisiologi benih selain giberelin, asam absisat, siktokinin, dan
auksin. Selain berfungsi untuk mempercepat pemasakan buah, etilena juga
berfungsi untuk mengatur pemekaran bunga, pengguguran daun dan juga
memegang peranan penting dalam perkecambahan benih. Proses biokimia
dan fisis dalam perkecambahan dikendalikan oleh etilen.
Indikasi awal bahwa etilen dihasilkan secara alami oleh benih
dilaporkan oleh Denny dan Miller pada tahun 1935. Sesuatu yang
dihasilkan dari perkecambahan benih kacang lima dan kacang polong
mengakibatkan pengguran daun kentang diperkirakan sebagai etilen.
Penemuan oleh Beyer (1975) menunjukkan bahwa metabolisme dan aksi
etilen mungkin berkaitan erat dengan pertumbuhan benih kacang polong
(Khan, 1977:175). Penelitian-penelitian lain yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa etilen dapat mengakhiri masa tidur benih, diproduksi
secara alami oleh benih, dapat mempertahankan dan meningkatkan
kekuatan beberapa benih dan merangsang metabolisme benih (Khan,
1977:158). Etilen juga memiliki kemampuan untuk melawan penghambat
proses perkecambahan seperti asam absisat dan penghambat-penghambat
Biosintesis etilen dimulai dari pengubahan asam amino methionine
menjadi S-adenosyl-L- methionine (SAM) oleh enzim Met
Adenosyltransferase. SAM kemudian diubah menjadi
1-aminocyclopropane-1-carboxylic-Acid (ACC) oleh enzim ACC synthase
(ACS). Langkah terakhir memerlukan oksigen dan melibatkan enzim
ACC-oxidase (ACO) yand dulunya dikenal sebagai Ethylene Forming
Enzyme (EFE) (wikipedia.org).
Konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh tumbuhan atau benih
umumnya sangat rendah (sub-ppb). Oleh karena itu, Spektroskopi
Fotoakustik Laser merupakan teknik yang cocok untuk memonitor
konsentrasi yang sangat rendah ini. Penelitian yang dilakukan dalam
daerah panjang gelombang inframerah dengan sumber lase r CO2 telah
menunjukkan bahwa Spektroskopi Fotoakustik Laser dapat digunakan
untuk memonitor gas dengan sensitivitas yang sangat tinggi (Harren dalam
Wasono:2). Muadzin (dalam Andrianto, 2008:33 ) menyebutkan bahwa,
Chen menggunakan laser CO2 untuk mendeteksi C2H4 dan NH3 di dalam
N2, pengukuran menjadi lebih sensitif dengan orde 50 ppb (1:109). Seperti
yang ditulis dalam Tabel 2.1, garis laser yang digunakan adalah 10P14 dan
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat dan Bahan Penelitian
Alat Penelitian:
1. Laser CO2 tipe flow
2. Tiga buah botol yang pipih pada kedua sisinya
Gambar 3.1. Botol yang pipih pada kedua sisinya
3. Tiga buah tutup botol yang sesuai dengan ukuran mulut botol yang telah
dilubangi bagian tengahnya dengan diameter 7 mm.
Gambar 3.2. Tutup botol
4. Tiga buah karet seukuran mulut/tutup botol (digunting dari karet ban
dalam roda)
Gambar 3.3. Karet
6. Pasir secukupnya (untuk membersihkan botol)
7. Satu tube lem silikon
Bahan Penelitian:
1. Kedelai varietas Baluran:
a) Seratus biji Benih Pokok (BP)
b) Seratus biji Benih Sebar (BR)
c) Seratus biji Benih Konsumsi (BK)
2. Kapas secukupnya
3. Satu liter Aquades
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung dari Agustus 2009 sampai November 2009. Persiapan
penelitian dilakukan di Kampus III Paingan Sanata Dharma. Pengambilan data
dilaksanakan di Laboratorium Fotoakustik Universitas Gadjah
MadaYogyakarta
C. Deskripsi Alat Penelitian
1. Laser CO2 tipe flowing system buatan Bengkel Gelas Jurusan Fisika
Molekul dan Laser, Universitas Katolik Nijmegen, Belanda. (Lihat
Lampiran, Gambar 1)
2. Sel fotoakustik tipe H buatan Bengkel Mekanik Jurusan Fisika, FMIPA
UGM, Yogyakarta. Sel fotoakustik terdiri dari resonator yang terbuat dari
3. Penganalisis spektrum laser CO2 (CO2 Spectrum Analyzer) buatan Optical
Engineering Inc. USA. (Lihat Lampiran, Gambar 3)
4. Lensa ZnSe yang dilapisi AR/AR @ 10,6 𝜇𝑚 untuk kualitas permukaan laser CO2 (model A1205 C338).
5. Penguat Lock-in dua fase (model SR 530 dua fase) buatan Stanford
Research System Inc. USA (Lihat Lampiran, Gambar 4)
6. Cermin keluaran (outcoupling mirror) dengan nilai transmisi (T=25%)
7. Modulator (Chopper) mekanis dan motornya (model SR 540) buatan
Stanford Research System Inc. USA. (Lihat Lampiran, Gambar 5)
8. Motor Undak (Stepping Motor) (Lihat Lampiran, Gambar 6) dan encoder
mike controller model ORIEL 18011 (Lihat Lampiran, Gambar 7)
9. Meter Daya (model Ophir AN/2- 10 A) buatan Ophir Electronics Ltd. Israel
(Lihat Lampiran, Gambar 8)
14. Tabung scrubber buatan Bengkel Jurusan Fisika, FMIPA UGM, Yogyakarta
(Lihat Lampiran, Gambar 11)
D. Cara Kerja Komponen Utama
1. Tabung Laser CO2 Sistem Mengalir (Flowing System)
Laser yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Flowing
System (sistem gas mengalir). Elektroda yang berada di tengah tabung
dihubungkan dengan kutub positif tegangan tinggi (HV) DC dengan
tegangan 12 kV. Sedangkan dua elektroda yang berada di ujung
dihubungkan dengan kutub negatif dari HV. Lucutan listrik ini untuk
menghasilkan pelaseran (lasing).
Panjang gelombang yang dihasilkan oleh laser CO2 ini antara 9,2 –
10,8 𝜇𝑚. Pancaran radiasi yang dihasilkan terbagi dalam empat group yaitu
cabang 10P, 10R, 9P, 9R. Pemilihan garis- garis laser yang dihasilkan
menggunakan grating yang diatur dengan stepper motor. Untuk mengetahui
garis laser yang terjadi digunakan penganalisa spektrum laser CO2 (CO2
laser spectrum analyzer).
2. Sel Fotoakustik (FA)
Sel fotoakustik untuk sampel dibuat di bengkel Fisika FMIPA UGM
dari bahan stainless steel. Untuk mendapatkan sinyal akustik yang
ditangkap oleh mikrofon maksimum dan sekaligus cuplikan gas dapat tetap
terjaga maka dipakai gandengan resonator pipa organa terbuka dengan
penyangga yang sering disebut sebagai buffer. Pipa tersebut memiliki
diameter 6 mm dan buffernya berdiameter 20 mm yang dilengkapi dengan 2
lubang tersebut adalah 80 mm. Pada kedua ujung sel ditutup dengan jendela
(window) yang tebuat dari bahan Seng sianida (ZnSe) dengan diameter 15
mm. Mikrofon di pasang di tengah sel, yang dihubungkan dengan penguat
(lock in). Mikrofon ini berfungsi sebagai transduser untuk mendeteksi
amplitudo gelombang tekanan.
Bila berkas laser dilewatkan ke sel, maka ada sebagian berkas yang
diserap oleh jendela sel yang menyebabkan timbulnya panas juga. Panas
yang terjadi pada jendela dipindahkan ke gas di sekitarnya yang
menimbulkan sinyal latar. Selain karena pemanasan jendela dapat juga
berasal dari pemasangan dinding akibat serapan atau pantulan cahaya dari
dinding sel. Sinyal latar yang disebabkan oleh jendela dapat diperkecil
dengan cara memililih jendela sel dari bahan yang memiliki koefisien
serapan lemah, memperpanjang kolom gas dan mengoperasikan pada
frekuensi modulasi yang tinggi. Sinyal latar yang disebabkan oleh dinding
dapat diperkecil dengan cara mengurangi energi cahaya (laser) yang diserap
dinding, yaitu: dengan pelurusan optik agar cahaya tidak menyentuh dinding
sel, dan bahan yang mempunyai koefisien serapan lemah, jika dari gas maka
bahan dinding sel dapat berasal dari bahan stainless steel dan teflon
(Gerlach dalam Harsono, 2006:44).
3. Modulator (Chopper)
Untuk memodulasi sinar laser CO2 pada penelitian ini, digunakan
Frekuensi yang digunakan bersesuaian dengan frekuensi resonansi dari sel
fotoakustik yand digunakan, sekaligus merupakan frekuensi resonansi untuk
lock-in dengan jangkau frekuensi antara 4 Hz – 4kHz.
Piringan yang terdapat pada modulator ini memiliki 25 dan 30 lubang
yang diputar dengan frekuensi 4 Hz - 400 Hz. Frekuensi modulator
merupakan sinyal acuan yang dikendalikan melalui tiga tombol,
masing-masing 4 Hz - 40 Hz, 40 Hz – 400 Hz, 400 Hz – 4 kHz.
4. Penguat Lock-in
Penguat sinyal fotoakustik yang dideteksi oleh mikrofon pada sel
fotoakustik memiliki kepekaan tinggi, di samping untuk menapis frekuensi
yang tidak diperlukan. Sinyal yang diperkuat adalah sinyal yang
frekuensinya sama dengan frekuensi dari chopper (sebagai acuan) karena
lock-in ini juga dihubungkan dengan chopper. Penguat yang digunakan
merupakan Lock-in buatan Stanford Research System Inc. USA, model
SR530. Kepekaan (sensitivitas) tegangan dan arus masing- masing 100 nV
sampai 500 mV dan 100 fA sampai 500 nA. Penguat ini akan memberikan
indikasi overload jika sinyal yang digunakan melebihi batas sensitivitas
yang digunakan. Jika mengalami overload maka sensitivitas harus
dinaikkan.
Keuntungan dari pemakaian lock-in iniadalah sebagai berikut:
b) Dapat menapis (filter) dengan lebar pita (bandwith) yang cukup sempit
sekitar 0,25 Hz.
c) Dapat memilih sinyal yang akan diperkuat, hanya sinyal yang
mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi referensi yang
diperkuat.
5. Penganalisa Spektrum Laser CO2 (CO2Spectrum Analyzer)
Analisator spektrum laser CO2 adalah suatu peralatan yang
dirancang untuk menampilkan secara visual panjang gelombang yang
dihasilkan oleh laser CO2 tersebut. Jangkauan panjang gelombang laser CO2
yang dapat diamati antara 9,1 – 11,3 𝜇𝑚. Penampilan ini menggunakan
layar sensitif yang terkalibrasi termal dan berupa noktah hitam yang terkait
dengan panjang gelombang di mana laser beroperasi. Desain alat ini
sedemikian sehingga layar penampil dapat diletakkan dekat dengan bagian
atas alat tersebut yang dilengkapi skala untuk menunjukkan panjang
gelombang yang sedang digunakan.
6. Meter Daya (Power Meter)
Pengukuran daya keluaran laser CO2 yang telah melewati sel
fotoakustik menggunakan meter daya mode OPHIR AN/2. Alat ini terdiri
dari sensor dan penampil. Penampilnya dalam dua versi yaitu jarum analog
dan angka (digit). Sensor memiliki lubang dengan diameter 22 mm dan
7. Motor Undak (Stepping Motor)
Fungsi motor undak (stepping motor) pada laser CO2 adalah memilih
salah satu garis laser yang dikehendaki antara rentang 9 – 11 𝜇𝑚. Gerakan motor undak ini berfungsi untuk menggerakkan gratting dan pengaturan
gerakannya dengan menggunakan sebuah pengendali yaitu encoder mike
controller model ORIEL 18011.
8. Meter Aliran (Flow Meter)
Pengaturan aliran ini berfungsi untuk mengontrol dan mengatur
kecepatan aliran gas (udara tekan) yang melalui kuvet. Dari kuvet tersebut
(berisi sampel) aliran gas dibawa ke sel fotoakustik.
E. Cara Kerja Penelitian
1. Persiapan
a) Botol-botol dicuci dengan menggunakan sedikit deterjen dan pasir.
Setelah kering, botol dibilas dengan Metanol Pro Analisis.
b) Tutup botol dan karet dicuci dengan menggunakan sedikit deterjen.
Setelah kering, tutup botol dan karet dibilas dengan Metanol Pro
Analisis.
c) Semua benih direndam secara terpisah sesuai kelasnya dalam aquades
selama kurang lebih 7 jam
d) Satu jam menjelang waktu perendaman berakhir, dilakukan persiapan
lebar 6 cm, tebal (tanpa tertekan) 0,5 cm dimasukkan ke masing- masing
botol. Setelah itu, kapas dibasahi dengan 52 ml aquades.
e) Setelah proses perendaman selesai, 100 biji BP dimasukkan ke dalam
botol pertama dan diberi label BP, 100 biji BR dimasukkan ke botol
kedua dan diberi label BR, dan 100 biji BK dimasukkan ke dalam botol
ketiga dan diberi label BK. Semua biji diratakan di atas kapas dan
diusahakan tidak ada biji yang saling menumpuk.
f) Setelah semua benih selesai dimasukkan dan diratakan, karet direkatkan
pada mulut botol dengan lem silikon. Setelah itu, ketiga botol beserta
karet yang telah direkatkan didiamkan selama 36 jam.
g) Setelah 36 jam, mulut botol kemudian ditutup erat dengan tutup botol
yang telah disiapkan. Setelah ditutup, pengambilan data dimulai.
2. Pengambilan Data
a) Langkah pendahuluan sebelum mengukur konsentrasi etilen dari sampel
adalah melakukan kalibrasi dengan mengalirkan gas etilen murni 10
ppm ke dalam sel fotoakustik
b) Setelah itu, sel fotoakustik dibersihkan dari sisa-sisa gas etilen murni
dengan mengalirkan udara tekan ke dalam sel fotoakustik. Sel
fotoakustik telah bersih jika sinyal akustik yang diterima dari mikrofon
menunjukkan nilai minimal. Setelah sinyal yang diterima dari mikrofon
tidak mengalami kenaikan lagi, sinyal ini dicatat sebagai sinyal latar.
Setelah diperoleh data kalibrasi dan data sinyal latar, langkah
c) Botol dengan label BP dihubungkan dengan selang yang terhubung
dengan scrubber CaCl2 dan sel fotoakustik dengan cara menancapkan
ujung selang yang berupa jarum ke karet melalui lubang pada tutup
botol.
d) Setelah itu, udara tekan dialirkan ke dalam botol melalui selang yang
terhubung dengan botol.
e) Perekaman data dilakukan selama 45 menit dengan menggunakan
program sfa4win.
f) Setelah pengukuran berakhir, selang dicabut dari botol dan dilakukan
pembersihan kembali sel fotoakustik.
g) Setelah sel fotoakustik bersih, dimulai pengukuran konsentrasi gas
etilen untuk sampel dalam botol BR. Kemudian, langkah c) sampai f)
diulang kembali.
h) Langkah c) sampai f) diulang untuk sampel dalam botol BK.
i) Setelah proses pengukuran konsentrasi gas etilen untuk semua sampel
45 Perangkat Laser CO2
Lock-In Amplifier
Powermeter
Perangkat Komputer dengan Program sfa4win Sumber Tegangan Tinggi HV
Microphone
Flowmeter Scrubber CaCl2*H2O
Sampel Udara Tekan
F. Variabel yang Terlibat
Variabel Bebas: Kelas benih Kedelai, yaitu BP, BR, dan BK
Variabel Terikat: Konsentrasi gas etilen dan kondisi fisik benih
G. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran konsentrasi gas etilen
kemudian dianalisis dengan menggunakan program Origin untuk mendapatkan
data waktu, sinyal, daya. Kemudian, data-data tersebut dianalisis dengan
menggunakan Microsoft Excel untuk mendapatkan grafik sinyal/daya terhadap
waktu untuk masing- masing kelas benih. Dari grafik sinyal/daya dan data
kalibrasi etilen murni dapat ditentukan konsentrasi gas etilen.
Data kondisi fisik dari masing- masing sampel dicatat dalam tabel 3.1
berikut ini:
Tabel 3.1. Tabel data kondisi fisik
KELAS KONDISI FISIK
BP
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2009 sampai November
2009. Perrsiapan dilakukan di Laboratorium Analisa Pusat dan
Laboratorium Fisika Dasar Universitas Sanata Dharma Paingan.
Pengambilan data dilaksanakan di Laboratorium Fotoakustik Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Pengukuran konsentrasi gas etilen dilakukan
dengan menggunakan teknik spektroskopi fotoakustik dengan laser CO2
sebagai sumber radiasinya. Laser CO2 yang digunakan adalah tipe flowing
system. Medium gas CO2 dicampur dengan Helium dan Nitrogen. Dalam
penelitian ini, digunakan scrubber CaCl2 untuk menahan uap air supaya
tidak ikut mengalir ke dalam sel akustik. Sebelum proses pengukuran
konsentrasi gas etilen sampel dimulai, dilakukan kalibrasi dengan
menggunakan etilen murni 10 ppm. Setelah itu, diukur sinyal latar dengan
cara melewatkan laser ke melalui sel fotoakustik yang telah dibersihkan
sebelumnya dengan cara dialirkan udara tekan ke dalam sel.
Sebelum dimasukkan ke dalam botol, sampel telah direndam selama
7 jam dalam aquades. Ketiga mulut botol yang berisi sampel yang diukur
konsentrasi gas etilennya ditutup dengan karet yang direkatkan dengan lem
silikon dan didiamkan selama 36 jam untuk mengakumulasi gas etilen di
masing- masing sampel. Dalam penelitian ini diperoleh pola konsentrasi
gas etilen untuk benih kedelai varietas Baluran kelas Benih Pokok (BP),
Benih Sebar (BR), dan Benih Konsumsi (BK). Pola konsentrasi gas etilen
untuk ketiga kelas hampir sama. yaitu pada awal pengukuran konsentrasi
gas etilen sangat tinggi kemudian makin lama makin menurun dan
akhirnya membentuk grafik mendatar (flat). Konsentrasi gas etilen yang
digunakan sebagai perbandingan ketiga kelas ini adalah kosentrasi gas
etilen pada awal pengukuran dan pada saat grafik mencapai flat. Setelah
pengukuran konsentrasi gas etilen selesai, dilakukan pengamatan kondisi
fisik benih.
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah waktu, sinyal, dan
daya. Sinyal ternormalisasi dihitung dengan membagi sinyal dengan daya
kemudian dibagi 3. Secara matematis, dapat ditulis:
𝑠𝑖𝑛𝑦𝑎𝑙𝑡𝑒𝑟𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖= 𝑠𝑖𝑛𝑦𝑎𝑙
𝑑𝑎𝑦𝑎 ÷ 3
Adanya pembagi tiga disebabkan karena daya turun menjadi sepertiga