• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA PERKECAMBAHAN KEDELAI MENGGUNAKAN TEKNIK SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA PERKECAMBAHAN KEDELAI MENGGUNAKAN TEKNIK SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA PERKECAMBAHAN KEDELAI

MENGGUNAKAN TEKNIK SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

RUDYANTO

NIM. 061424016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

THE MEASURING OF ETHYLENE CONCENTRATION OF SOYBEAN SEEDLINGS

USING PHOTOACOUSTIC SPECTROSCOPY TECHNIQUE

A Thesis

Presented as Partial Fulfilment of the Requirements

To Obtain Sarjana Pendidikan (S. Pd) degree

Physics Education Study Program

RUDYANTO

NIM. 061424016

PHYSICS EDUCATION STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF MATHEMATICS AND SCIENCE EDUCATION FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(3)

i

PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA PERKECAMBAHAN KEDELAI

MENGGUNAKAN TEKNIK SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

RUDYANTO

NIM. 061424016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)
(7)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Rudyanto

Nomor Mahasiswa : 061424016

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA

PERKECAMBAHAN KEDELAI MENGGUNAKAN TEKNIK

SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK.

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

(8)

vi

ABSTRAK

PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA PERKECAMBAHAN KEDELAI MENGGUNAKAN TEKNIK

SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK

Oleh: RUDYANTO NIM. 061424016

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi gas etilen pada benih

kedelai dengan menggunakan teknik spektroskopi fotoakustik. Sumber radiasi

spektroskopi fotoakustik yang digunakan pada penelitian ini adalah laser CO2.

Benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai varietas

Baluran kelas benih pokok, benih sebar, dan benih konsumsi selama

perkecambahan. Selain dilakukan pengukuran konsentrasi, juga d ilakukan

pengamatan kondisi fisik benih kedelai yang diteliti.

Telah diperoleh pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh

masing-masing kelas selama berkecambah dan ternyata terdapat perbedaan konsentrasi

gas etilen yang dihasilkan oleh kelas-kelas yang berbeda. Terdapat hubungan

(9)

vii

ABSTRACT

THE MEASURING OF ETHYLENE CONCENTRATION OF SOYBEAN SEEDLINGS USING PHOTOACOUSTIC SPECTROSCOPY TECHNIQUE

By: RUDYANTO NIM. 061424016

The aim of this research is to measure ethylene concentration of soybean

seedlings using photoacoustic spectroscopy technique. The spectroscopy radiatian

source is CO2 laser. The soybean seeds used in this research are registered seed,

extension seed, and consumption seed class of Baluran variety during

germination. Besides measuring the ethylene concentration, the physical condition

of the seeds is also observed.

The ethylene concentration patterns have been obtained for each class

during germination and they show that the ethylene concentrations are different

for each class. There is a significant relation between physical condition and

(10)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

anugerah yang telah dilimpahkan selama ini sehingga penelitian dan penulisan

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dan penulisan skripsi ini

dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Saya menyadari bahwa keberhasilan penelitian dan penulisan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan banyak pihak baik secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tarsisius Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma, sekaligus Dosen Pembimbing

Akademik yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan.

2. Severinus Domi, M.Si., selaku Kaprodi Pendidikan Fisika Universitas Sanata

Dharma, sekaligus dosen pembimbing yang telah banyak memberikan banyak

motivasi dan masukan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Ir. Sri Agustini S. M.Si yang telah memberikan banyak bantuan selama

penelitian.

4. Dwi Nugraheni R. S.Si, M.Si yang telah memberikan masukan dalam

penulisan skripsi ini.

5. Dr. Ign. Edi Santosa MS yang telah membagikan pengalaman-pengalaman

(11)

ix

6. Laboratorium Fotoakustik Universitas Gadjah Mada dan Laboratorium Analisa

Pusat Universitas Sanata Dharma atas kesempatan yang telah diberikan untuk

melakukan penelitian.

7. Mas Amin dan Mas Bangun yang telah banyak membantu dalam

pengoperasian perangkat fotoakustik.

8. Perpustakaan Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Badan Tenaga

Nuklir Nasional di Yogyakarta atas buku-bukunya yang telah memperdalam

pemahaman saya mengenai laser.

9. Romo Paul, Pak Atmadi, Pak Sinaradi, Pak Kartika dan semua staff dosen yang

tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah membagikan ilmu yang

sangat luar biasa.

10. Semua staff karyawan Universitas Sanata Dharma (Pak Nardjo, Pak Sugeng,

Mbak Heni, Mas Widodo, Mas Agus, Mas Ngadiyono, Mas Devi, Mbak Atik,

Mbak Wira, Mbak Rud, Mas Heru, Mas Kris) atas semua bantuan selama ini.

11. Pastor Petrus yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

12. Keluarga dan kerabat yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi

selama saya berada di Jogja.

13. Miranda, Ratna, Lia, dan Desi atas kebersamaan dan kehangatan selama 4

tahun ini.

14. Teman-teman seangkatan, kakak kelas, dan adik kelas atas kebersamaanya

selama ini.

(12)

x

16. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu di sini, yang telah

banyak membantu selama saya berada di Jogja.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.

Namun demikian, saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan secara umum, dan secara khusus bagi pendidikan fisika.

(13)
(14)

xii

1. Populasi Atom...9

2. Kebolehjadian Laju Emisi Terstimulasi dan Laju Absorbsi...10

3. Kebolehjadian Laju Emisi Terstimulasi dan Laju Emisi Spontan...14

B. Laser CO2...17

C.Spektrum Rotasi-Vibrasi CO2...22

D.Spektroskopi Fotoakustik...22

1. Teori Efek Fotoakustik pada Gas...23

2. Detektor Fotoakustik...28

3. Derau di Dalam Sistem Fotoakustik Gas...30

(15)

xiii

D. Kedelai Varietas Baluran Kelas BP...51

1. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu...51

2. Grafik konsentrasi Vs Waktu...51

E. Kedelai Varietas Baluran Kelas BR...52

1. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu...52

2. Grafik konsentrasi Vs Waktu...52

F. Kedelai Varietas Baluran Kelas BK...53

1. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu...53

2. Grafik konsentrasi Vs Waktu...53

G. Perbandingan Konsentrasi Etilen Awal Kelas BP,BR, dan BK...54

H. Perbandingan Konsentrasi Etilen Flat Kelas BP, BR, dan BK...55

(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tiga jenis transisi antara dua tingkat energi dalam atom...9

Gambar 2.2. Prinsip kerja laser...16

Gambar 2.3. Tiga ragam normal getaran molekul CO2 simetri linear...17

Gambar 2.4. Diagram aras-aras tenaga vibrasi yang terjadi pada laser CO2...19

Gambar 3.1. Botol yang pipih pada kedua sisinya...35

Gambar 3.2. Tutup botol...35

Gambar 3.3. Karet...35

Gambar 3.4.Skema Rangkaian Percobaan...45

Gambar 4.1. Sinyal ternormalisasi pada kalibrasi dengan gas etilen murni 10 ppm...49

Gambar 4.2. Sinyal latar ternormalisasi...50

Gambar 4.3. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu untuk Kelas BP...51

Gambar 4.4. Grafik Konsentrasi Vs Waktu untuk Kelas BP...51

Gambar 4.5. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu untuk Kelas BR...52

Gambar 4.6. Grafik Konsentrasi Vs Waktu untuk Kelas BR...52

Gambar 4.7. Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu untuk Kelas BK...53

Gambar 4.8. Grafik Konsentrasi Vs Waktu untuk Kelas BK...53

Gambar 4.9. Grafik Konsentrasi awal Vs Kelas...55

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jenis molekul gas anorganik yang menyerap radiasi laser CO2beserta

koefisien absorbsi...27

Tabel 3.1. Tabel data kondisi fisik...46

Tabel 4.1. Perbandingan konsentrasi etilen awal...54

Tabel 4.2. Perbandingan konsentrasi etilen flat...55

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Perkembangan Spektroskopi Fotoakustik

Spektroskopi adalah bidang yang terkait dengan karakter atom

atau molekul. Secara sederhana hal ini dapat ditunjukkan pada warna

lampu lucutan yang tergantung gas isiannya. Karena itu, bidang ini

banyak digunakan untuk mempelajari atom dan molekul. Selain itu,

bidang ini juga menghasilkan metode- metode pengukuran yang banyak

diterapkan di berbagai bidang seperti kimia, biologi, dan lingkungan

(Santosa, 2008:1)

Spektroskopi fotoakustik adalah suatu teknik spektroskopi yang

berdasarkan pada efek fotoakustik (wikipedia.org). Efek fotoakustik

ditemukan pada tahun 1880 ketika Alexander Graham Bell, John

Tyndall dan Wilhelm Röntgen pertama kali mempelajari “opto-acoustic

effect”. Efek ini terjadi ketika gas yang berada di dalam sel tertutup

disinari dengan cahaya yang termodulasi. Opto-acoustic effect, di sini

disebut sebagai photoacoustic effect untuk menghilangkan kebingungan

dengan opto-acoustic effect di mana laser berinteraksi dengan

gelombang akustik dalam kristal (Rosencwaig dalam Physics Today,

(19)

Perkembangan bidang spektroskopi terkait dengan ketersediaan

peralatan. Pada awalnya eksperimen dilakukan dengan menggunakan

spektrometer yang komponen utamanya sebuah prisma. Selanjutnya

dikenal spektrometer yang menggunakan kisi. Sejalan dengan

ditemukannya laser, bidang spektroskopi semakin berkembang denga n

memanfaatkan kelebihan laser (Demtroder dalam Santosa, 2008:1).

Berbagai macam teknik spektroskopi dengan laser telah banyak

dikembangkan, demikian pula terapannya. Spektroskopi fotoakustik

merupakan salah satu bidang spektroskopi yang sangat cepat

berkembang sesuai dengan perkembangan laser. Perkembangan bidang

spektroskopi fotoakustik meliputi bagian penelitian fenomenanya,

instrumentasinya, maupun terapannya. Banyak bidang yang

memanfaatkan spektroskopi fotoakustik seperti pada bidang imaging,

material, biologi, kedokteran, pertanian, dan lingkungan (Scudieri dan

Bertolotti dalam Santosa, 2008: 1).

Sebelumnya, untuk mengukur konsentrasi gas digunakan Gas

Chromatography (GC). Namun GC memiliki kelemahan, yaitu kurang

sensitif untuk pengukuran gas yang konsentrasinya sangat kecil (ppt)

dan waktu tanggapnya lambat sehingga tidak dapat digunakan secara

online. Oleh karena itu, teknik untuk mengukur konsentrasi gas beralih

ke teknik spektroskopi fotoakustik. Keunggulan spektroskopi

fotoakustik adalah spektroskopi fotoakustik dapat mengukur

(20)

cepat sehingga dapat digunakan secara online (Santosa dalam Watini,

2008: 1). Spektroskopi fotoakustik dapat mengukur produksi gas etilen

dengan interval waktu yang singkat dengan batas terendah 0,006

mikroliter per liter sedangkan Gas Chromatography memerlukan waktu

minimal 20-30 menit dengan batas minimal 0.1 mikroliter per liter dari

satu gram jaringan tumbuhan (reeis.usda.gov).

2. Indonesia Menuju Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan

penting. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi

kehidupan manusia, karenanya hak atas pangan menjadi bagian sangat

penting dari hak azasi manusia. Di samping itu ketahanan pangan

adalah bagian dari ketahanan nasional yang saat ini dinilai paling rapuh.

Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam

Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang

dirumuskannya sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi

seluruh rurnah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang

layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu

(Krisnamurthi dalam Jurnal Ekonomi Rakyat, 2003) .

Di Indonesia kedelai merupakan komoditas pangan yang strategis

sehingga upaya untuk berswasembada tidak hanya bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga mendukung agroindustri dan

(21)

Langkah swasembada harus ditempuh karena ketergantungan yang

makin besar pada impor bisa menjadi musibah terutama jika harga

dunia sangat mahal akibat stok menurun (Baharsjah dalam Supadi,

pse.litbang.deptan.go.id). Menurut Rasahan (dalam Supadi,

pse.litbang.deptan.go.id) ketergantungan kepada bahan pangan dari luar

negeri dalam jumlah besar akan melumpuhkan ketahanan nasional dan

mengganggu stabilitas sosial, ekonomi, dan politik. Ketahanan pangan

dan kedaulatan pangan berpengaruh lansung terhadap kesejahteraan

rakyat.

Tingkat swasembada kedelai sampai saat ini belum tercapai

karena jumlah kebutuhan masih relatif lebih besar dibandingkan dengan

jumlah produksi. Hal ini menyebabkan impor kedelai terus meningkat

dari tahun ke tahun. Peningkatan ketahanan pangan merupakan program

utama Departemen Pertanian yang berdampingan dengan upaya

peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan nilai tambah dan

daya saing produk pertanian (Sinulingga dalam Supadi,

pse.litbang.deptan.go.id).

Kedelai merupakan komoditas pangan yang strategis karena

memiliki berbagai keunggulan sebagai berikut:

a) Kedelai merupakan komoditas pangan bergizi tinggi dengan harga

yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kedelai merupakan

sumber protein dan lemak yang sangat tinggi bagi gizi manusia dan

(22)

oleh manusia. Biji-bijinya mengandung 30 persen protein kasar dan

lemak 16-24 persen (Sastrahidajat dan Sumarno dalam Supadi,

pse.litbang.deptan.go.id). Kedelai juga kaya akan vitamin dan

mineral.

b) Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting setelah

padi dan jagung. Kedelai segar sangat dibutuhkan dalam industri

pangan (Sudaryanto dan Swastika dalam Supadi,

pse.litbang.deptan.go.id). Beberapa produk pangan yang dihasilkan

dari kedelai antara lain tahu, tempe, kecap, es krim, susu kedelai,

minyak makan dan tepung kedelai. Produksi sampingan dari minyak

kedelai adalah bungkil kedelai yang sangat dibutuhkan untuk pakan

ternak (Arsyad dan Syam dalam Supadi, pse.litbang.deptan.go.id).

3. Kelas Benih Kedelai

a) Benih Penjenis (Breeder Seed). Merupakan benih varietas unggul

yang dihasilkan oleh para pemulia tanaman yang masih sangat

murni. Jumlahnya masih sangat sedikit dan masih secara langsung

mendapatkan perawatan serta pengawasan dari pemulianya.

b) Benih Dasar (Foundation Seed). Benih dasar ini merupakan

keturunan dari hasil pertanaman benih penjenis dan masih

mendapatkan perlakuan sedemikian rupa sehingga kemurnian sifat

(23)

pengawasan penanaman dan pertanaman masih d ilakukan langsung

oleh para pemulia dan ahli perbenihan.

c) Benih Pokok (Registered Seed atau Stock Seed). Benih ini

merupakan benih hasil keturunan pertanaman benih dasar dan

diperlakukan sebaik-baiknya selama di pertanaman untuk menjaga

kemurnian genetiknya.

d) Benih Berlabel (Certified Seed). Benih ini merupakan benih hasil

perbanyakan benih pokok ataupun perbanyakan langsung dari

benih dasar. Selama di pertanaman juga mendapatkan perlakuan –

perlakuan untuk menjaga tingkat kemurniannya. Benih berlabel ini

secara langsung dipasarkan kepada para konsumen/petani sehingga

sering disebut sebagai benih sebar (extension seed)

Perbedaan antara kelas benih satu dan yang lain adalah tingkat

kemurnian genetik dan kemurnian fisik, serta ketentuan khusus sesuai

dengan jenis tanamannya. (fp.unud.ac.id). Benih berkualitas tinggi

adalah benih yang bermutu baik, baik dalam mutu genetis, fisiologis,

maupun mutu fisik. (Sutopo, 1985:227)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh benih

kedelai saat berkecambah untuk benih pokok, benih sebar, dan benih

(24)

2. Apakah ada perbedaan konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh

benih kedelai saat berkecambah untuk benih pokok, benih sebar, dan

benih konsumsi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh

benih kedelai saat berkecambah untuk benih pokok, benih sebar, dan

benih konsumsi.

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan konsentrasi gas etilen yang

dihasilkan oleh benih kedelai saat berkecambah untuk benih pokok,

benih sebar, dan benih konsumsi.

D. Manfaat

1. Diperoleh sebuah teknik pengujian kualitas benih kedelai yang cepat

dan akurat dengan memanfaatkan gas etilen sebagai indikator.

2. Sebagai salah satu sumbangan dalam aplikasi laser di bidang fisika dan

biologi.

3. Pemahaman yang lebih mendalam tentang laser CO2 dan aplikasinya.

(25)

8

BAB II DASAR TEORI

A. Laser

LASER yang merupakan singkatan dari Light Amplification by

Stimulated Emission of Radiation (Bellis, Jeanette, 1980:1), yang artinya

adalah penguatan cahaya karena emisi terstimulasi dari radiasi. Cahaya

yang dihasilkan laser memiliki sifat yang sangat istimewa, yaitu koheren,

hampir ekawarna, tidak menyebar, dan mempunyai intensitas yang sangat

besar (Konihiro dalam Andrianto, 2008:7). Laser dapat bersumber dari

atom-atom, ion- ion, molekul- molekul gas, cairan, benda padat, gelas,

nyala api, plastik, dan semikonduktor (Pikatan dalam Andrianto 2008:1).

Laser bekerja di berbagai panjang gelombang, dari panjang gelombang

ultraviolet sampai daerah frekuensi radio (Laud dalam Andrianto, 2008:1).

Laser ditemukan pertama kali pada tahun 1960, akan tetapi prinsip

terjadinya laser telah ditemukan jauh sebelumnya oleh Einstein. Pada

tahun 1917, Albert Einstein mempostulatkan pancaran imbas pada

peristiwa radiasi agar dapat menjelaskan kesetimbangan termal suatu gas

yang sedang menyerap dan memancarkan radiasi. (Pikatan dalam

Andrianto, 2008:7). Menurut Einstein, ada 3 proses yang terlibat dalam

kesetimbangan tersebut, yaitu absorbsi, emisi spontan, dan emisi

terstimulasi (ditunjukkan dengan gambar 2.1). Peristiwa emisi terstimulasi

(26)

E1 E1 E1

𝑕𝜐 𝑕𝜐 𝑕𝜐 𝑕𝜐

𝑕𝜐

E0 E0 E0

Absorbsi Emisi Emisi Terstimulasi

Gambar 2.1. Tiga jenis transisi antara dua tingkat energi dalam atom

(Beiser, 1987:158)

1. Populasi Atom

Tinjau dua tingkat energi dalam sebuah atom E1 dan E2 dengan

E1 < E 2. Cacah jumlah atom yang berada di masing- masing tingkat

energi adalah N1 dan N2. Untuk menggambarkan distribusi energi pada

atom-atom itu dalam kesetimbangan termal berlaku fungsi distribusi

Maxwell- Boltzmann, yaitu:

𝑓𝑀𝐵 𝐸 =𝐴𝑒𝑥𝑝 − 𝐸

𝑘𝑇 … … …… … … …… … ……(2.1)

(Beiser, 1987:314).

𝑓𝑀𝐵 𝐸 adalah banyak partikel rata-rata pada setiap keadaan yang

berenergi E, dan T adalah temperatur mutlak, sedangkan 𝑘 adalah konstanta Boltzmann (Beiser, 1987:314). Harga A bergantung dari

jumlah partikel dalam sistem dan di sini memegang peranan yang

serupa dengan konstanta normalisasi suatu fungsi gelombang.

Ditinjau dari dua keadaan E1 dan E2, substitusi ke persamaan

(27)

 Untuk N1

postif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa N1 selalu lebih besar dari N2.

Ini berarti bahwa populasi atom di tingkat dasar pasti selalu lebih

banyak daripada populasi di tingkat energi di atasnya.

2. Kebolehjadian Laju Emisi Terstimulasi dan Laju Absorbsi

Atom-atom di E2 dapat saja melompat ke E1 secara spontan (emisi

spontan) dengan kebolehjadian transisinya A21 per satuan waktu. Jika

terdapat radiasi dengan frekuensi (𝜐) dan rapat energi 𝑒(𝜐), terjadilah

transisi akibat serapan (absorbsi) dari E1 ke E2, dengan kebolehjadian

B12𝑒(𝜐) karena terlihat jelas kebolehjadian ini sebanding dengan rapat

(28)

dari E2 ke E1 akibat kebolehjadian B12𝑒(𝜐). Sudah tentu semua transisi

Perubahan populasi ini disebabkan oleh pertambahan akibat

serapan dan pengurangan akibat pancaran. Setelah tercapai

kesetimbangan antara atom-atom itu dengan radiasinya, pengaruh

serapan dan pancaran akan saling meniadakan. Oleh karena itu 𝑑𝑁2

(29)

𝑓𝐵𝐸 𝐸 = 1

exp𝛼exp 𝑕𝜐𝑘𝑇 −1

…… … …… … …… … … ……. (2.9)

Harga 𝛼 dalam persamaan Bose-Einstein bergantung dari

banyaknya partikel dalam sistem yang sedang ditinjau. Dalam hal ini

yang ditinjau adalah foton, di mana foton tercipta dan termusnahkan

dalam setiap waktu. Oleh karena ketidakkekalalan foton, maka 𝛼 = 0.

Jadi fungsi distribusi Bose- Einstein untuk foton adalah

𝑓𝐵𝐸 𝜀 = 1 exp 𝑕𝜐𝑘𝑇 −1

… … …… … …… …. .…… … …. (2.10)

(Beiser, 1987:336)

Dengan penjabaran matematis, diperoleh Rumus Radiasi Planck

𝑒 𝜐 = 8𝜋𝑕𝜐

Jika dibandingkan persamaan (2.11) dengan persamaan (2.8)

kedua persamaan tersebut merupakan persamaan yang sama untuk

penjabaran 𝑒(𝜐). Dapat dilihat dari persamaan di bawah ini:

(30)

𝐴21

Persamaan (2.14) menunjukkan bahwa kebolehjadian atom-atom

untuk melakukan transisi serapan dan pancaran terangsang adalah sama.

Sedangkan, nisbah laju pancaran terangsang terhadap serapan dapat

dihitung sebagai berikut:

Dari persamaan di atas terlihat bahwa tidaklah mungkin pancaran

teransang dapat mengungguli transisi serapan. Hal ini dikarenakan,

dalam kesetimbangan termal N1 selalu lebih besar dari N2. Laser hanya

bisa terjadi jika N2 lebih besar dari N1, yang tentu saja tidak alamiah

terjadi. Oleh karena itu, diperlukan inversi populasi, suatu keadaan di

mana kelompok atom-atom sebagian besar berada dalam keadaan

tereksitasi (Beiser dalam Andrianto: 2008:12). Cara-cara untuk

mencapai keadaan inversi populasi ini antara lain adalah pemompaan

optis dan pemompaan elektris. Pemompaan optis adalah penembakan

foton sedangkan pemompaan elektris adalah penembakan elektron

(31)

Untuk mencapai keadaan inversi populasi pemompaan ini harus

melakukan pemindahan atom ke tingkat eksitasi denga n laju yang lebih

cepat dibandingkan dengan laju pancaran spontannya. Hal ini dapat

dilakukan jika dipergunakan medium laser yang atom-atomnya

memiliki tingkat energi metastabil. Atom yang memiliki tingkat energi

metastabil adalah atom yang memiliki satu atau lebih tingkat eksitasi

dengan umur 10-3 sekon atau lebih dari rata-rata umur yang biasa, yaitu

10-8 sekon. Dengan demikian pada saat pemompaan terus berlangsung,

terjadi penambahan populasi di tingkat metastabil ini. Jika populasi di

tingkat metastabil ini bertambah, maka kebolehjadian terjadinya

pancaran terimbas akan lebih besar dari transisi serapan.

Populasi tingkat dasar kini sudah terlampaui populasi tingkat

metastabil. Jika suatu saat secara spontan dipancarkan satu foton saja

yang berenergi sama dengan selisih tingkat metastabil dengan tingkat

dasar maka akan memicu atom-atom lain di tingkat metastabil untuk

kembali ke tingkat dasar. Akibatnya atom-atom itu melepaskan

foton-foton yang energi dan fasenya persis sama dengan foto yang memicu

tadi Peristiwa terbentuknya foton- foton yang berenergi sama dan

fasenya sama dengan cara di atas disebut laser.

3. Kebolehjadian Laju Emisi Terstimulasi dan Laju Emisi Spontan

Syarat penting lainnya untuk menghasilkan laser adalah

(32)

spontan (Pikatan dalam Andrianto 2008:14). Secara matematis dapat

Jika persamaan (2.16) disubstitusikan dengan persamaan (2.13)

dan (2.14) diperoleh perbandingan laju pancaran terangsang dengan laju

pancaran spontan, adalah sebagai berikut:

ditingkatkan dengan memberikan suatu rongga resonansi optis (Pikatan,

dalam Andrianto, 2008:14). Di dalam rongga tersebut jumlah foton

terus bertambah melalui pantulan yang berula ng- ulang pada kedua

ujung rongga. Dengan cara di atas terjadi perbesaran intensitas, yang

menjadi salah satu karakter laser. Secara teknis, pembuatan rongga

resonansi ini merupakan masalah yang memerlukan penanganan teliti

pada saat membangun sistem laser. Secara sederhana, prinsip kerja laser

(33)
(34)

B. Laser CO2

Lasert CO2 dikembangkan pertama kali oleh C. K. N. Patel di

Laboratorium Bell (Bellis, 1980:1). Laser CO2 termasuk jenis laser gas

molekul. Bentuk ikatan molekul CO2 adalah dua ikatan kovelen yang

diakibatkan oleh pasangan elektron dari atom karbon dengan

masing-masing atom oksigen (Laud dalam Andrianto, 2008:16). Molekul CO2

merupakan molekul yang konfigurasinya simetri dan linear, serta memiliki

tiga derajat kebebasan getaran seperti yang dilukiskan pada gambar 1.1.

(a) Oksigen Karbon Oksigen

Molekul (CO2)

tak tereksitasi

(b)

Ragam tarikan

simetri (𝜐1)

Ragam tarikan

(c) lengkung (𝜐2)

𝑥 𝑥 𝑥

(d) Ragam tarikan

asimetri (𝜐3)

Gambar 2.3. Tiga ragam normal getaran molekul CO2 simetri linear.

(35)

Gambar 2.3.a menunjukkan molekul dalam keadaan diam. Gambar

2.3.b menunjukkan ragam tarikan simetri (𝜐1), di mana atom-atom

molekul CO2 bergetar di sepanjang sumbu antar inti secara simetri.

Gambar 2.3.c menunjukkan ragam tarikan lengkung (𝜐2), di mana

atom-atom molekul CO2 bergetar secara simetris tetapi dalam bidang yang tegak

lurus terhadap sumbu antar inti. Gambar 2.3.d menunjukkan ragam tarikan

asimetri (𝜐3), di mana atom-atom molekul CO2 bergetar secara tak simetris

sepanjang sumbu antar inti. Transisi dari ketiga ragam vibrasi di atas yang

menghasilkan aksi laser dengan panjang gelombang tertentu yang khas

untuk laser CO2.

Walaupun banyak laser gas menggunakan gas yang homogen,

beberapa laser gas mengggunakan campuran beberapa gas untuk

memperoleh transfer energi yang lebih efektif dalam aras laser, seperti

pada laser CO2 (Bellis, 1980:1). Gas-gas yang biasa ditambahkan dalam

sistem laser CO2 , antara lain adalah Nitrogen (N2), Helium (He), uap air

(H2O), dan Xenon (Xe). Gas- gas tersebut di atas merupakan gas- gas

pendukung saja. Aksi laser yang menghasilkan foton-foton hanya

dihasilkan oleh atom-atom molekul CO2. Gas-gas pendukung tersebut

membantu proses eksitasi ke aras vibrasi rotasi dari atom-atom molekul

CO2).

Penambahan gas nitrogen (N2) dapat menghasilkan daya keluaran

dengan lebih efisien. Kenaikan daya rata-rata dengan penambahan

(36)

Nitrogen pada aras dasar CO2. Transfer energi vibrasi dari atom-atom

molekul Nitrogen membantu molekul- molekul CO2 untuk tereksitasi

(Andrianto, 2008:21).

Diagram aras tenaga yang disederhanakan dari beberapa getaran

atom-atom molekul CO2 ditunjukkan pada gambar 2.4. Karena Nitrogen

(N2) merupakan molekul diatomik, N2 hanya memiliki satu derajat

kebebasan getaran, sehingga satu bilangan kuantum getaran (𝜐) sudah secara lengkap menggambarkan aras getarannya (Mitrayana, 2002:11)

Energi, 𝑐𝑚−1 18 𝑐𝑚−1

Gambar 2.4. Diagram aras-aras tenaga vibrasi yang terjadi pada laser CO2

(Witteman dalam Andrianto, 2008:18)

(37)

Molekul CO2 tereksitasi dari keadaan dasar (0000) ke keadaan aras

atas (0001). Keadaan ini dibantu oleh molekul- molekul N2 yang tereksitasi.

Hal ini dikarenakan selisih tenaga yang kecil, yaitu 18 cm-1 antara aras

laser atas (0001) CO2 dengan aras (𝜐= 1) N2. Dari selisih tenaga yang

kecil tersebut, N2 sangat efisien untuk memindahkan tenaganya ke molekul

CO2 melalui tumbukan. N2 sendiri sangat efisien tereksitasi dari keadaan

(𝜐= 0) ke aras (𝜐= 1) oleh tumbukan elektron.

Setelah molekul CO2 mengalami eksitasi ke aras (0001), molekul

CO2 akan mereras ke aras bawah laser [1000, 0200]I dan [1000, 0200]II. Aras

(1000) dan (0200) memiliki tenaga yang hampir sama meskipun ragam

getarannya berbeda, dan hal ini disebut degenerasi kebetulan. Karena

pertama kali diperkenalkan oleh Fermi, degenerasi kebetulan ini sering

disebut resonansi Fermi, dan menyebabkan gangguan aras-aras tenaga.

Penempatan transisi pita biasa (reguler) ditunjukkan dengan [0001 – (1000,

0200)I] untuk pita 10,4 𝜇𝑚 dan dengan [0001 – (1000, 0200)II] untuk pita

9,4 𝜇𝑚.

Selama operasi laser, molekul CO2 yang tereksitasi ke aras atas laser

(0001) molekul CO2 akan mereras ke aras bawah laser [1000, 0200]I dan

[1000, 0200]II sambil memancarkan foton dengan panjang gelombang 10,4

𝜇𝑚 dan 9,4 𝜇𝑚. Molekul pada aras bawah laser kemudian aka n

mengalami deeksitasi melalui tumbukan dengan molekul- molekul lain.

Kemungkinan transfer tenaga vibrasi resonan berperan penting dalam

(38)

dalam aras tenaga tersebut tenaganya hampir dua kali tenaga yang

diperlukan untuk mengeksitasi molekul CO2 pada aras dasar (groundstate)

(0000) ke aras vibrasi (0100). Jadi benturan antara sebuah molekul pada

aras laser bawah [1000, 0200] dengan sebuah molekul pada keadaan dasar

(0000) akan sangat efektif dalam membagikan tenaganya ke kedua molekul

tersebut, sehingga kedua molekul tereksitasi ke aras (0100).

Deeksitasi molekul CO2 pada aras (0100) ke keadaan dasar terjadi

melalui benturan molekul tersebut dengan molekul CO2 yang lain atau

dengan partikel-partikel gas lain, atau bahkan dengan dinding tabung laser,

Namun proses ini sangat lambat sehingga kadang mengganggu konversi

populasi laser. Baru sekitar tahun 1965 Patel dkk. (Freed dalam Mitrayana,

2002: 16) memperkenalkan penggunaan gas He dalam campuran gas CO2

-Ne, sehingga mempercepat deeksitasi molekul (0100) ke aras dasar, yang

akan meningkatkan kualitas laser CO2tersebut.

Penambahan He ke dalam campuran gas laser CO2 adalah juga

efektif dalam pendinginan gas lucutan karena konduktivitas termal He jauh

lebih tinggi dari pada CO2 atau N2. Kenaikan hasil transfer panas ke

dinding pendingin tabung lucutan memungkinkan laser beroperasi pada

aras eksitasi yang lebih tinggi, yang menyebabkan daya keluaran lebih

besar.

Penambahan Xe pada campuran gas sangat berpengaruh pada

lucutan gas tersebut. Xenon mengubah distribusi tenaga elektron dengan

(39)

elektron yang bertenaga tinggi. Perubahan distribusi tenaga elek tron

memiliki suatu efek menguntungkan pada eksitasi CO2 dan N2 dan juga

mengurangi laju disosiasi CO2. Di samping itu potensial ionisasi Xe

berada pada beberapa elektronvolt lebih rendah dari pada gas penyusun

lainnya. Potensial ionisasi yang rendah memudahkan produksi elektron

dengan mempertahankan lucutan pada medan listrik yang rendah namun

arus eksitasi tetap sama melalui lucutan. Hal ini menyebabkan kenaikan

efisiensi laser atau menaikkan daya keluaran (Mitrayana, 2002:13,15).

C. Spektrum Rotasi-Vibrasi Laser CO2

Keadaan molekul suatu sistem laser CO2 dicirikan oleh bilangan

kuantum getaran 𝜐1,𝜐2,𝜐3 serta oleh bilangan kuantum rotasi J. Aturan-aturan dalam mekanika kuantum hanya membolehkan transisi aras tenaga

di antara aras-aras vibrasi-rotasi dengan perubahan bilangan kuantum J

sama dengan Δ𝐽= ±1. Transisi dari 𝐽 ke 𝐽+ 1 disebut garis P 𝐽 ,

sedangkan transisi dari 𝐽 ke 𝐽 −1 disebut garis R(𝐽). (Mitrayana, 2002:13). Transisi lasing P(20) dan R(20) dari cabang P dan R dengan

pusat pita regulernya (0001) – (100 0, 0200)I dan (0001) – (1000,0200)II

sekitar panjang gelombang 10,4 𝜇m dan 9,4 𝜇m (Mitrayana, 2002:14)

D. Spektroskopi Fotoakustik

Bidang spektroskopi terkait dengan karakter atom atau molekul.

(40)

yang tergantung gas isiannya. Karena itu, bidang ini banyak digunakan

untuk mempelajari atom dan molekul. Selain itu, bidang ini juga

menghasilkan metode- metode pengukuran yang banyak diterapkan di

berbagai bidang seperti kimia, biologi, dan lingkungan.

Spektroskopi fotoakustik berdasar pada proses serapan cahaya.

Penyerapan cahaya tergantung pada beberapa parameter antara lain

koefisien serapan dan konsentrasi penyerap. Pada teknik serapan yang

konvensional, dilakukan pengukuran intensitas cahaya sebelum dan

sesudah melewati sampel. Dari pengukuran tersebut dapat dihitung

intensitas cahaya yang diserap dan selanjutnya dapat ditentukan

konsentrasi penyerapnya (Santosa, 2008:2).

1. Teori Efek Fotoakustik pada Gas

Selama abad ke sembilan belas, peneliti efek fotoakustik

memusatkan penyelidikannya pada cupilikan gas, oleh karena

eksperimen fotoakustik dengan cuplikan gas lebih mudah dilakukan dan

dipahami. Bahkan di abad ke dua puluh pun masih banyak penerapan

teknik fotoakustik ditujukan pada cuplikan gas (Rosencwaig dalam

Mitrayana, 2002:18)

Dalam spektroskopi fotoakustik modern untuk gas, cuplikan gas

yang diselidiki diletakkan di dalam sel fotoakustik, kemudian disinari

oleh radiasi dengan intensitas termodulasi baik berupa radiasi laser

(41)

dihasilkan variasi tekanan terhadap waktu, yang tampil sebagai bunyi

yang dapat dideteksi oleh mikrofon.

Serapan radiasi oleh suatu molekul gas terjadi apabila radiasi

tersebut bertalun dengan transisi antar tingkat-tingkat tenaga molekul

itu (Harren; Rosencwaig; Pao dalam Mitrayana, 2002:18). Jika molekul

gas berpeluang menyerap radiasi foton, maka molekul yang menduduki

tingkat tenaga dasar E0 (ground state) akan tereksitasi ke tingkat tenaga

yang lebih tinggi E1 (excited state), dengan ∆𝐸= 𝐸1− 𝐸0 =𝑕𝑣

merupakan perbedaan selisih tenaga antara dua tingkat tenaga tersebut,

sedang 𝑣merupakan frekuensi radiasi foton yang diserap. Molekul yang

tereksitasi tadi berada dalam keadaan tidak stabil sehingga cenderung

kembali ke keadaan dasar yang stabil dengan cara membuang tenaga

∆𝐸 (proses deeksitasi). Proses deeksitasi molekul tersebut berlangsung

melalui berbagai cara (Rosencwaig; Pao dalam Mitrayana, 2002:18)

1. Molekul memancarkan radiasi foton yang sering disebut deeksitasi

radiatif atau proses fluoresensi.

2. Molekul memulai reaksi secara kimia, atau pengaturan ikatan kimia,

yang dinamakan proses fotokimia.

3. Molekul satu membentur molekul lain yang berspesies sama yang

berada pada keadaan dasar 𝐸0 kemudian mengeksitasi molekul

(42)

4. Molekul gas saling berbenturan dan sewaktu itu tenaga eksitasi

diubah menjadi tenaga translasi atau tenaga kinetik yang

mengakibatkan tenaga translasi dua molekul sesudah benturan lebih

besar dari pada sebelum benturan. Hal ini akan menimbulkan

pemanasan medium gas.

Proses fotokimia terjadi bila tenaga radiasinya cukup tinggi. Pada

tenaga rendah, proses yang saling berkompetisi adalah fluoresensi dan

pererasan (decay) dengan cara benturan. Pada panjang gelombang

𝜆 = 10μm, pererasan tak radiatif jauh lebih cepat dari pada laju

pererasan radiatif. Efek fotoakustik sangat ditentukan oleh banyaknya

proses pererasan tak radiatif. Dengan demikian, untuk radiasi laser yang

mempunyai riak gelombang di sekitar 10 μm, proses pererasan yang

terjadi hampir seluruhnya berwujud deeksitasi tak radiatif. Adapun

panjang gelombang pada daerah ini dimiliki oleh radiasi inframerah

yang dihasilkan oleh sumber radiaisi laser CO2 (Sigrist; Harren dalam

Mitrayana 2002:20)

Radiasi inframerah menyebabkan molekul tereksitasi ke arah

rotasi- vibarsi. Dari arah vibrasi tersebut, tenaga dialihkan kepada

derajat kebebasan translasi melaui proses benturan molekul satu dengan

yang lain. Kenaikan tenaga kinetik rerata molekul gas yang timbul

akibat benturan tersebut mengakibatkan suhu cuplikan naik. Pada

volume tertutup sesuai dengan persamaan keadaan yang berlaku pada

(43)

radiasi yang datang pada cuplikan gas dimodulasi intensitasnya secara

periodik pada frekuensi audio 𝑣, maka akan didapatkan kenaikan dan

penurunan tekanan secara periodik pula yang membangkitkan bunyi

pada frekuensiya 𝑣 pula. Gelombang akustik yang terbentuk dapat

dideteksi dengan mikrofon (Pao; Rosencwaig; Sigrist; Harren dalam

Mitrayana, 2002:20).

Pada tahun 1982, laser CO2 mulai dipakai dalam spektroskopi

fotoakustik sebagai sumber radiasi. Laser CO2 terus dipakai sebagai

sumber radiasi dalam spektroskopi fotoakustik, hingga kepekaannya

mencapai orde ppt (1:1012). Menurut Mitrayana, dkk (dalam Andrianto,

2008: hal 33) kelebihan laser CO2 sebagai sumber radiasi spektroskopi

fotoakustik antara lain:

1. Batas pengukuran sangat sensitif, yaitu orde ppb (part per billion)

hingga ppt (part per trilliun).

2. Panjang gelombangnya yang dapat ditala (Holohan, dkk. dalam

Andrianto, 2008:33)

3. Daya sangat besar (untuk konfigurasi intra, orde daya keluaran

hingga ratusan watt).

4. Efisiensi Laser CO2 mencapai 30%, hal ini melampaui semua jenis

laser, yang efisiensinya hanya 2%.

5. Berinteraksi dengan banyak molekul gas (ditunjukkan oleh tabel

(44)

Tabel 2.1. Jenis molekul gas anorganik yang menyerap radiasi laser

Karbon dioksida 9R18 0.003

Kloroprene 10R18 9.2

Etilen glikol dinitrit 9P14 2.6

Etil mersaptan 10R28 0.57

(45)

Freon 12 10P42 92

Freon 13 9P26 20

Furane 10R30 4

Hidrazine 10P40 7.5

Isopropanol 10P10 3.8

Metanol 9P34 21.8

Metilamin 9P24 0.88

Metilkloroform 9R24 9

Metil etil keton 10P22 1.2

Monokloroetana 10R16 3.3

Monometilhidrazine 10R8 3.5

Nitrogliserin 9P14 140

O-xilen 9P18 0.87

Ozon 9P14 12

2. Detektor Fotoakustik

Detektor fotoakustik berbasis laser mempunyai bagian-bagian

yang terdiri dari laser, sel fotoakustik, mikrofon, lock- in amplifier,

powermeter, dan PC. Laser digunakan sebagai sumber cahaya. Laser

diarahkan ke sel fotoakustik tempat sampel gas berada. Di da lam sel

fotoakustik ini akan terjadi penyerapan tenaga laser oleh gas yang

mengakibatkan kenaikan suhu dan tekanan di dalam sel fotoakustik.

(46)

menghasilkan bunyi dalam sel fotoakustik dengan memodulasi

lasernya. Modulasi laser dilakukan oleh chopper. Bunyi yang

dihasilkan ditangkap oleh mikrofon dan keluaran mikrofon akan

diperkuat oleh lock- in amplifier. Daya laser yang digunakan diukur

dengan powermeter. Selanjutnya sinyal akustik dan daya laser tersebut

akan dimasukkan ke komputer melalui ADC-card. Dari data tersebut

akan dapat diperoleh nilai konsentrasi gas penyerapnya. Komputer yang

sama juga digunakan untuk mengendalikan laser CO2.

Keluaran dari mikrofon tergantung pada daya laser, koefisien

serapan, dan konsentrasi gas. Jika di dalam sel fotoakustik hanya

terdapat satu macam gas “g”, hubungan antara keluaran mikrofon dan

besaran-besaran lainnya dinyatakan dalam persamaan di bawah:

𝑆=𝐶𝑃𝐶𝑔𝛼𝑔… … … …… … …… … …… … … …. (1)

dengan:

S adalah keluaran mikrofon sewaktu digunakan laser de ngan daya P

pada panjang gelombang 𝜆. C adalah konstanta sel fotoakustik

Cgadalah konsentrasi gas “g” dalam sel fotoakustik

𝛼𝑔 adalah koefisien serapan dari gas “g” pada panjang gelombang 𝜆.

Nilai konsentrasi gas (Cg) dapat ditentukan dengan persamaan (1)

dengan mengukur nilai sinyal akustik keluaran mikrofon (S) dan daya

Power (P). Persamaan (1) ini berlaku pada satu nilai panjang

(47)

dari molekul lain, perlu dilakukan pada beberapa panjang gelombang

laser (Santosa,2008:4).

3. Derau di Dalam Sistem Fotoakustik Gas a. Derau Akustik

Pembatas utama tingginya kepekaan sistem fotoakustik gas

adalah sinyal latar, yaitu sinyal fotoakustik yang berasal dari serapan

optis di dalam jendela sel dan dari serapan radiasi yang telah

dihamburkan oleh dinding sel. Efek-efek pemanasan jendela dapat

dikurangi dengan menggunakan suatu rancangan sel diferensial.

Penambahan panjang sel, juga akan mengakibatka n sinyal latar

jendela menjadi jauh lebih rendah lagi bila dibandingkan dengan

sinyal gas. (Rosencwaig dalam Mitrayana, 2002:31).

Derau akustik latar tambahan dapat muncul dari usikan akustik

sekitar dan getaran-getaran gedung dan dari sistem pemotong caha ya

(chopper) elektromekanis. Model sel yang baik dan penggunaan

penguat lock-in yang peka fase sangat memperkecil derau yang

disebabkan oleh usikan akustik sekitar dan getaran-getaran mekanis.

Derau chopper dapat dikurangi dengan penyekatan akustik dan

getaran yang baik antara chopper dan sel fotoakustik. Dalam

beberapa kasus, penyelidikan fotoakustik dilakukan terhadap

cuplikan gas yang mengalir. Jika aliran gas menuju sel bergolak,

(48)

dapat diminimumkan dengan mengurangi golakan aliran dan dengan

memasukkan cuplikan gas pada bagian simpul (node) gelombang

tegak ragam bertalun (Rosencwaig dalam Mitrayana, 2002:31).

b. Derau Elektronik

Derau elektronik di dalam sel fotoakustik gas sebagian besar

disebabkan oleh sumber derau di dalam penguat yang terhubung ke

mikrofon. Ada tiga sumber derau di dalam penguat: Sumber derau

tegangan seri, sumber derau arus lintas (shunt current), dan derau

hambatan Johnson. Derau tegangan penguat pada dasarnya tak gayut

frekuensi. Derau arus penguat dan derau hambatan Johnson menurun

dengan meningkatnya frekuensi. Jadi, derau Johnson dan derau arus

penguat besar pengaruhnya pada frekuensi rendah, sedangkan derau

tegangan besar pengaruhnya pada frekuensi tinggi.

c. Derau Gerak B rown

Gerak Brown atau fluktuasi termal pada gas di dalam sel

fotoakustik sudah tentu merupakan pembatas utama terhadap

kepekaan spektrometer fotoakustik gas. Fluktuasi termal tersebut

dapat membangkitkan ragam normal akustik di dalam sel, sehingga

(49)

d. Derau Mikrofon

Mikrofon kondesor yang menggunakan suatu kertas timah

berlogam (metalized foil) atau diafragma dijaga pada suatu tegangan

mekanis radial yang besar. Tekanan akustik yang bertindak pada

suatu sisi diafragma akan menyebabkan diafragma tersebut

bergerak, diikuti perubahan kapasitansi elektris antara diafragma dan

lempeng logam yang terletak di belakangnya. Gerak diafragma dapat

digambarkan dengan menggunakan bentuk ragam normal vibrasi

lempeng tipis yang disangga menelusuri garis kelilingnya. Hanya

ragam vibrasi tingkat terendah yang sebenarnya menyebabkan suatu

perubahan bermakna di dalam kapasitansi, dan ragam tersebut

adalah ragam yang menyebabkan diafragma melentur ke arah bentuk

sferis (Mitrayana, 2002:32-33].

E. Gas Etilen

Etilen (nama IUPAC: etena) adalah senyawa hidrokarbon dengan

rumus kimia C2H4. Kehadirannya di alam berupa gas yang tak berwarna.

Etilen memiliki empat atom hidrogen yang terikat pada sepasang atom

karbon yang terikat dengan ikatan rangkap. Kira-kira 80% penggunaan

etilena di Amerika Serikat dan Eropa adalah untuk memproduksi etilena

oksida, etilena diklorin, dan polietilena. Dalam kuantitas yang lebih kecil,

(50)

15% oksigen), gas pengelasan, dan mempercepat pemasakan buah pada

tumbuhan (wikipedia.org).

Etilen adalah sebuah komponen fitohormon-kompleks yang penting

yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Khan,

1977:157). Etilena termasuk salah satu hormon utama yang berhubungan

dengan fisiologi benih selain giberelin, asam absisat, siktokinin, dan

auksin. Selain berfungsi untuk mempercepat pemasakan buah, etilena juga

berfungsi untuk mengatur pemekaran bunga, pengguguran daun dan juga

memegang peranan penting dalam perkecambahan benih. Proses biokimia

dan fisis dalam perkecambahan dikendalikan oleh etilen.

Indikasi awal bahwa etilen dihasilkan secara alami oleh benih

dilaporkan oleh Denny dan Miller pada tahun 1935. Sesuatu yang

dihasilkan dari perkecambahan benih kacang lima dan kacang polong

mengakibatkan pengguran daun kentang diperkirakan sebagai etilen.

Penemuan oleh Beyer (1975) menunjukkan bahwa metabolisme dan aksi

etilen mungkin berkaitan erat dengan pertumbuhan benih kacang polong

(Khan, 1977:175). Penelitian-penelitian lain yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa etilen dapat mengakhiri masa tidur benih, diproduksi

secara alami oleh benih, dapat mempertahankan dan meningkatkan

kekuatan beberapa benih dan merangsang metabolisme benih (Khan,

1977:158). Etilen juga memiliki kemampuan untuk melawan penghambat

proses perkecambahan seperti asam absisat dan penghambat-penghambat

(51)

Biosintesis etilen dimulai dari pengubahan asam amino methionine

menjadi S-adenosyl-L- methionine (SAM) oleh enzim Met

Adenosyltransferase. SAM kemudian diubah menjadi

1-aminocyclopropane-1-carboxylic-Acid (ACC) oleh enzim ACC synthase

(ACS). Langkah terakhir memerlukan oksigen dan melibatkan enzim

ACC-oxidase (ACO) yand dulunya dikenal sebagai Ethylene Forming

Enzyme (EFE) (wikipedia.org).

Konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh tumbuhan atau benih

umumnya sangat rendah (sub-ppb). Oleh karena itu, Spektroskopi

Fotoakustik Laser merupakan teknik yang cocok untuk memonitor

konsentrasi yang sangat rendah ini. Penelitian yang dilakukan dalam

daerah panjang gelombang inframerah dengan sumber lase r CO2 telah

menunjukkan bahwa Spektroskopi Fotoakustik Laser dapat digunakan

untuk memonitor gas dengan sensitivitas yang sangat tinggi (Harren dalam

Wasono:2). Muadzin (dalam Andrianto, 2008:33 ) menyebutkan bahwa,

Chen menggunakan laser CO2 untuk mendeteksi C2H4 dan NH3 di dalam

N2, pengukuran menjadi lebih sensitif dengan orde 50 ppb (1:109). Seperti

yang ditulis dalam Tabel 2.1, garis laser yang digunakan adalah 10P14 dan

(52)

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan Penelitian

 Alat Penelitian:

1. Laser CO2 tipe flow

2. Tiga buah botol yang pipih pada kedua sisinya

Gambar 3.1. Botol yang pipih pada kedua sisinya

3. Tiga buah tutup botol yang sesuai dengan ukuran mulut botol yang telah

dilubangi bagian tengahnya dengan diameter 7 mm.

Gambar 3.2. Tutup botol

4. Tiga buah karet seukuran mulut/tutup botol (digunting dari karet ban

dalam roda)

Gambar 3.3. Karet

(53)

6. Pasir secukupnya (untuk membersihkan botol)

7. Satu tube lem silikon

 Bahan Penelitian:

1. Kedelai varietas Baluran:

a) Seratus biji Benih Pokok (BP)

b) Seratus biji Benih Sebar (BR)

c) Seratus biji Benih Konsumsi (BK)

2. Kapas secukupnya

3. Satu liter Aquades

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung dari Agustus 2009 sampai November 2009. Persiapan

penelitian dilakukan di Kampus III Paingan Sanata Dharma. Pengambilan data

dilaksanakan di Laboratorium Fotoakustik Universitas Gadjah

MadaYogyakarta

C. Deskripsi Alat Penelitian

1. Laser CO2 tipe flowing system buatan Bengkel Gelas Jurusan Fisika

Molekul dan Laser, Universitas Katolik Nijmegen, Belanda. (Lihat

Lampiran, Gambar 1)

2. Sel fotoakustik tipe H buatan Bengkel Mekanik Jurusan Fisika, FMIPA

UGM, Yogyakarta. Sel fotoakustik terdiri dari resonator yang terbuat dari

(54)

3. Penganalisis spektrum laser CO2 (CO2 Spectrum Analyzer) buatan Optical

Engineering Inc. USA. (Lihat Lampiran, Gambar 3)

4. Lensa ZnSe yang dilapisi AR/AR @ 10,6 𝜇𝑚 untuk kualitas permukaan laser CO2 (model A1205 C338).

5. Penguat Lock-in dua fase (model SR 530 dua fase) buatan Stanford

Research System Inc. USA (Lihat Lampiran, Gambar 4)

6. Cermin keluaran (outcoupling mirror) dengan nilai transmisi (T=25%)

7. Modulator (Chopper) mekanis dan motornya (model SR 540) buatan

Stanford Research System Inc. USA. (Lihat Lampiran, Gambar 5)

8. Motor Undak (Stepping Motor) (Lihat Lampiran, Gambar 6) dan encoder

mike controller model ORIEL 18011 (Lihat Lampiran, Gambar 7)

9. Meter Daya (model Ophir AN/2- 10 A) buatan Ophir Electronics Ltd. Israel

(Lihat Lampiran, Gambar 8)

14. Tabung scrubber buatan Bengkel Jurusan Fisika, FMIPA UGM, Yogyakarta

(Lihat Lampiran, Gambar 11)

(55)

D. Cara Kerja Komponen Utama

1. Tabung Laser CO2 Sistem Mengalir (Flowing System)

Laser yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Flowing

System (sistem gas mengalir). Elektroda yang berada di tengah tabung

dihubungkan dengan kutub positif tegangan tinggi (HV) DC dengan

tegangan 12 kV. Sedangkan dua elektroda yang berada di ujung

dihubungkan dengan kutub negatif dari HV. Lucutan listrik ini untuk

menghasilkan pelaseran (lasing).

Panjang gelombang yang dihasilkan oleh laser CO2 ini antara 9,2 –

10,8 𝜇𝑚. Pancaran radiasi yang dihasilkan terbagi dalam empat group yaitu

cabang 10P, 10R, 9P, 9R. Pemilihan garis- garis laser yang dihasilkan

menggunakan grating yang diatur dengan stepper motor. Untuk mengetahui

garis laser yang terjadi digunakan penganalisa spektrum laser CO2 (CO2

laser spectrum analyzer).

2. Sel Fotoakustik (FA)

Sel fotoakustik untuk sampel dibuat di bengkel Fisika FMIPA UGM

dari bahan stainless steel. Untuk mendapatkan sinyal akustik yang

ditangkap oleh mikrofon maksimum dan sekaligus cuplikan gas dapat tetap

terjaga maka dipakai gandengan resonator pipa organa terbuka dengan

penyangga yang sering disebut sebagai buffer. Pipa tersebut memiliki

diameter 6 mm dan buffernya berdiameter 20 mm yang dilengkapi dengan 2

(56)

lubang tersebut adalah 80 mm. Pada kedua ujung sel ditutup dengan jendela

(window) yang tebuat dari bahan Seng sianida (ZnSe) dengan diameter 15

mm. Mikrofon di pasang di tengah sel, yang dihubungkan dengan penguat

(lock in). Mikrofon ini berfungsi sebagai transduser untuk mendeteksi

amplitudo gelombang tekanan.

Bila berkas laser dilewatkan ke sel, maka ada sebagian berkas yang

diserap oleh jendela sel yang menyebabkan timbulnya panas juga. Panas

yang terjadi pada jendela dipindahkan ke gas di sekitarnya yang

menimbulkan sinyal latar. Selain karena pemanasan jendela dapat juga

berasal dari pemasangan dinding akibat serapan atau pantulan cahaya dari

dinding sel. Sinyal latar yang disebabkan oleh jendela dapat diperkecil

dengan cara memililih jendela sel dari bahan yang memiliki koefisien

serapan lemah, memperpanjang kolom gas dan mengoperasikan pada

frekuensi modulasi yang tinggi. Sinyal latar yang disebabkan oleh dinding

dapat diperkecil dengan cara mengurangi energi cahaya (laser) yang diserap

dinding, yaitu: dengan pelurusan optik agar cahaya tidak menyentuh dinding

sel, dan bahan yang mempunyai koefisien serapan lemah, jika dari gas maka

bahan dinding sel dapat berasal dari bahan stainless steel dan teflon

(Gerlach dalam Harsono, 2006:44).

3. Modulator (Chopper)

Untuk memodulasi sinar laser CO2 pada penelitian ini, digunakan

(57)

Frekuensi yang digunakan bersesuaian dengan frekuensi resonansi dari sel

fotoakustik yand digunakan, sekaligus merupakan frekuensi resonansi untuk

lock-in dengan jangkau frekuensi antara 4 Hz – 4kHz.

Piringan yang terdapat pada modulator ini memiliki 25 dan 30 lubang

yang diputar dengan frekuensi 4 Hz - 400 Hz. Frekuensi modulator

merupakan sinyal acuan yang dikendalikan melalui tiga tombol,

masing-masing 4 Hz - 40 Hz, 40 Hz – 400 Hz, 400 Hz – 4 kHz.

4. Penguat Lock-in

Penguat sinyal fotoakustik yang dideteksi oleh mikrofon pada sel

fotoakustik memiliki kepekaan tinggi, di samping untuk menapis frekuensi

yang tidak diperlukan. Sinyal yang diperkuat adalah sinyal yang

frekuensinya sama dengan frekuensi dari chopper (sebagai acuan) karena

lock-in ini juga dihubungkan dengan chopper. Penguat yang digunakan

merupakan Lock-in buatan Stanford Research System Inc. USA, model

SR530. Kepekaan (sensitivitas) tegangan dan arus masing- masing 100 nV

sampai 500 mV dan 100 fA sampai 500 nA. Penguat ini akan memberikan

indikasi overload jika sinyal yang digunakan melebihi batas sensitivitas

yang digunakan. Jika mengalami overload maka sensitivitas harus

dinaikkan.

Keuntungan dari pemakaian lock-in iniadalah sebagai berikut:

(58)

b) Dapat menapis (filter) dengan lebar pita (bandwith) yang cukup sempit

sekitar 0,25 Hz.

c) Dapat memilih sinyal yang akan diperkuat, hanya sinyal yang

mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi referensi yang

diperkuat.

5. Penganalisa Spektrum Laser CO2 (CO2Spectrum Analyzer)

Analisator spektrum laser CO2 adalah suatu peralatan yang

dirancang untuk menampilkan secara visual panjang gelombang yang

dihasilkan oleh laser CO2 tersebut. Jangkauan panjang gelombang laser CO2

yang dapat diamati antara 9,1 – 11,3 𝜇𝑚. Penampilan ini menggunakan

layar sensitif yang terkalibrasi termal dan berupa noktah hitam yang terkait

dengan panjang gelombang di mana laser beroperasi. Desain alat ini

sedemikian sehingga layar penampil dapat diletakkan dekat dengan bagian

atas alat tersebut yang dilengkapi skala untuk menunjukkan panjang

gelombang yang sedang digunakan.

6. Meter Daya (Power Meter)

Pengukuran daya keluaran laser CO2 yang telah melewati sel

fotoakustik menggunakan meter daya mode OPHIR AN/2. Alat ini terdiri

dari sensor dan penampil. Penampilnya dalam dua versi yaitu jarum analog

dan angka (digit). Sensor memiliki lubang dengan diameter 22 mm dan

(59)

7. Motor Undak (Stepping Motor)

Fungsi motor undak (stepping motor) pada laser CO2 adalah memilih

salah satu garis laser yang dikehendaki antara rentang 9 – 11 𝜇𝑚. Gerakan motor undak ini berfungsi untuk menggerakkan gratting dan pengaturan

gerakannya dengan menggunakan sebuah pengendali yaitu encoder mike

controller model ORIEL 18011.

8. Meter Aliran (Flow Meter)

Pengaturan aliran ini berfungsi untuk mengontrol dan mengatur

kecepatan aliran gas (udara tekan) yang melalui kuvet. Dari kuvet tersebut

(berisi sampel) aliran gas dibawa ke sel fotoakustik.

E. Cara Kerja Penelitian

1. Persiapan

a) Botol-botol dicuci dengan menggunakan sedikit deterjen dan pasir.

Setelah kering, botol dibilas dengan Metanol Pro Analisis.

b) Tutup botol dan karet dicuci dengan menggunakan sedikit deterjen.

Setelah kering, tutup botol dan karet dibilas dengan Metanol Pro

Analisis.

c) Semua benih direndam secara terpisah sesuai kelasnya dalam aquades

selama kurang lebih 7 jam

d) Satu jam menjelang waktu perendaman berakhir, dilakukan persiapan

(60)

lebar 6 cm, tebal (tanpa tertekan) 0,5 cm dimasukkan ke masing- masing

botol. Setelah itu, kapas dibasahi dengan 52 ml aquades.

e) Setelah proses perendaman selesai, 100 biji BP dimasukkan ke dalam

botol pertama dan diberi label BP, 100 biji BR dimasukkan ke botol

kedua dan diberi label BR, dan 100 biji BK dimasukkan ke dalam botol

ketiga dan diberi label BK. Semua biji diratakan di atas kapas dan

diusahakan tidak ada biji yang saling menumpuk.

f) Setelah semua benih selesai dimasukkan dan diratakan, karet direkatkan

pada mulut botol dengan lem silikon. Setelah itu, ketiga botol beserta

karet yang telah direkatkan didiamkan selama 36 jam.

g) Setelah 36 jam, mulut botol kemudian ditutup erat dengan tutup botol

yang telah disiapkan. Setelah ditutup, pengambilan data dimulai.

2. Pengambilan Data

a) Langkah pendahuluan sebelum mengukur konsentrasi etilen dari sampel

adalah melakukan kalibrasi dengan mengalirkan gas etilen murni 10

ppm ke dalam sel fotoakustik

b) Setelah itu, sel fotoakustik dibersihkan dari sisa-sisa gas etilen murni

dengan mengalirkan udara tekan ke dalam sel fotoakustik. Sel

fotoakustik telah bersih jika sinyal akustik yang diterima dari mikrofon

menunjukkan nilai minimal. Setelah sinyal yang diterima dari mikrofon

tidak mengalami kenaikan lagi, sinyal ini dicatat sebagai sinyal latar.

Setelah diperoleh data kalibrasi dan data sinyal latar, langkah

(61)

c) Botol dengan label BP dihubungkan dengan selang yang terhubung

dengan scrubber CaCl2 dan sel fotoakustik dengan cara menancapkan

ujung selang yang berupa jarum ke karet melalui lubang pada tutup

botol.

d) Setelah itu, udara tekan dialirkan ke dalam botol melalui selang yang

terhubung dengan botol.

e) Perekaman data dilakukan selama 45 menit dengan menggunakan

program sfa4win.

f) Setelah pengukuran berakhir, selang dicabut dari botol dan dilakukan

pembersihan kembali sel fotoakustik.

g) Setelah sel fotoakustik bersih, dimulai pengukuran konsentrasi gas

etilen untuk sampel dalam botol BR. Kemudian, langkah c) sampai f)

diulang kembali.

h) Langkah c) sampai f) diulang untuk sampel dalam botol BK.

i) Setelah proses pengukuran konsentrasi gas etilen untuk semua sampel

(62)

45 Perangkat Laser CO2

Lock-In Amplifier

Powermeter

Perangkat Komputer dengan Program sfa4win Sumber Tegangan Tinggi HV

Microphone

Flowmeter Scrubber CaCl2*H2O

Sampel Udara Tekan

(63)

F. Variabel yang Terlibat

Variabel Bebas: Kelas benih Kedelai, yaitu BP, BR, dan BK

Variabel Terikat: Konsentrasi gas etilen dan kondisi fisik benih

G. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran konsentrasi gas etilen

kemudian dianalisis dengan menggunakan program Origin untuk mendapatkan

data waktu, sinyal, daya. Kemudian, data-data tersebut dianalisis dengan

menggunakan Microsoft Excel untuk mendapatkan grafik sinyal/daya terhadap

waktu untuk masing- masing kelas benih. Dari grafik sinyal/daya dan data

kalibrasi etilen murni dapat ditentukan konsentrasi gas etilen.

Data kondisi fisik dari masing- masing sampel dicatat dalam tabel 3.1

berikut ini:

Tabel 3.1. Tabel data kondisi fisik

KELAS KONDISI FISIK

BP

(64)

47

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2009 sampai November

2009. Perrsiapan dilakukan di Laboratorium Analisa Pusat dan

Laboratorium Fisika Dasar Universitas Sanata Dharma Paingan.

Pengambilan data dilaksanakan di Laboratorium Fotoakustik Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta. Pengukuran konsentrasi gas etilen dilakukan

dengan menggunakan teknik spektroskopi fotoakustik dengan laser CO2

sebagai sumber radiasinya. Laser CO2 yang digunakan adalah tipe flowing

system. Medium gas CO2 dicampur dengan Helium dan Nitrogen. Dalam

penelitian ini, digunakan scrubber CaCl2 untuk menahan uap air supaya

tidak ikut mengalir ke dalam sel akustik. Sebelum proses pengukuran

konsentrasi gas etilen sampel dimulai, dilakukan kalibrasi dengan

menggunakan etilen murni 10 ppm. Setelah itu, diukur sinyal latar dengan

cara melewatkan laser ke melalui sel fotoakustik yang telah dibersihkan

sebelumnya dengan cara dialirkan udara tekan ke dalam sel.

Sebelum dimasukkan ke dalam botol, sampel telah direndam selama

7 jam dalam aquades. Ketiga mulut botol yang berisi sampel yang diukur

konsentrasi gas etilennya ditutup dengan karet yang direkatkan dengan lem

silikon dan didiamkan selama 36 jam untuk mengakumulasi gas etilen di

(65)

masing- masing sampel. Dalam penelitian ini diperoleh pola konsentrasi

gas etilen untuk benih kedelai varietas Baluran kelas Benih Pokok (BP),

Benih Sebar (BR), dan Benih Konsumsi (BK). Pola konsentrasi gas etilen

untuk ketiga kelas hampir sama. yaitu pada awal pengukuran konsentrasi

gas etilen sangat tinggi kemudian makin lama makin menurun dan

akhirnya membentuk grafik mendatar (flat). Konsentrasi gas etilen yang

digunakan sebagai perbandingan ketiga kelas ini adalah kosentrasi gas

etilen pada awal pengukuran dan pada saat grafik mencapai flat. Setelah

pengukuran konsentrasi gas etilen selesai, dilakukan pengamatan kondisi

fisik benih.

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah waktu, sinyal, dan

daya. Sinyal ternormalisasi dihitung dengan membagi sinyal dengan daya

kemudian dibagi 3. Secara matematis, dapat ditulis:

𝑠𝑖𝑛𝑦𝑎𝑙𝑡𝑒𝑟𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖= 𝑠𝑖𝑛𝑦𝑎𝑙

𝑑𝑎𝑦𝑎 ÷ 3

Adanya pembagi tiga disebabkan karena daya turun menjadi sepertiga

Gambar

Tabel 3.1. Tabel data kondisi fisik.........................................................................46
Gambar 2.1. Tiga jenis transisi antara dua tingkat energi dalam atom
Gambar 2.3. Tiga ragam normal getaran molekul CO2 simetri linear.
Gambar 2.3.c menunjukkan ragam tarikan lengkung (
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, pada penelitian Raisa Roshifah Mahiroh 2017 yang berjudul Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Sarana Prasarana, Motivasi Kerja Karyawan, Gaya Kepemimpinan,

Dimensi f merupakan nilai yang bersifat nyata dari suatu kriteria yang dituliskan dalam fungsi, f : K → R dan tujuannya berupa prosedur optimasi untuk setiap alternatif

Kemudian dideskripsikan juga pengelolaan pemasaran (pengunjung obyek wisata, promosi wisata), operasi (jam buka pengunjung, pemeliharaan tanaman flora dan satwa fauna),

Sifat formaldehida yang mudah terhidrolisis atau larut dalam air menyebabkan formaldehida yang seharusnya mengikat urea dan tanin agar daya rekat menjadi kuat lebih terikat atau

Pemberian aerasi juga mampu menurunkan kadar BOD dan COD ( Chemical Oxygen.. Demand ) pada proses degradasi sampah (Syafrudin et al. Teknologi biodrying ini sangat

Berdasarkan paparan secara leksikal dari masing-masing kata tersebut, maka dapat penulis rumuskan penegasan istilah secara konseptual, bahwa sesungguhnya Program

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus betina bunting yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng pada umur kebuntingan 13-21 hari juga memiliki pertambahan

Namun ada pula anaknya menderita sakit flek pada paru-parunya, tetapi ibu merasa tidak ada gangguan selama proses menyusui walaupun anaknya dengan kondisi sakit,