i
HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR
DAN PERFORMANSI KERJA PADA
WANITA YANG BERKELUARGA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
OLEH:
RR. PUTRINING SEKAR MUMPUNI P.N.
NIM : 079114045
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR
DAN PERFORMANSI KERJA PADA
WANITA YANG BERKELUARGA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
RR. PUTRINING SEKAR MUMPUNI P.N.
NIM : 079114045
Telah Disetujui oleh
Pembimbing Yogyakarta,
iii
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR
DAN PERFORMANSI KERJA PADA
WANITA YANG BERKELUARGA
Dipersiapkan dan ditulis oleh
RR. PUTRINING SEKAR MUMPUNI P.N.
NIM : 079114045
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji,
Pada tanggal...dan dinyatakan memenuhi syarat.
Susunan Panitia Penguji
Nama Tanda Tangan
Ketua : P. Henrietta P.D.A.D.S.,S.Psi.,M.A. ...
Anggota : Titik Kristiyani, M.Psi. ...
Anggota : C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi. ...
Yogyakarta,
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
M ot t o
I n i bu k a n a k h ir d a r i se bu a h pe r j a la n a n h idu p,
Ja la n in i m a sih pa n j a n g,
Te t a p be r j u a n g & Se m a n ga t !!
Tu k m e n g e j a r m im pi- m im pi da n cit a - cit a h idu p.
W r it t e n by Pu pu t
“ Ja n ga n la h m u da h m e n ye r a h ! “
“ H idu pla h u n t u k m e m be r i se ba n ya k - ba n ya k n ya ,
Ja n ga n la h ,
Ka u m e n e r im a se ba n ya k - ba n ya k n ya . “
v
Saat dunia ini terasa gelap,
Maka hidup ini adalah suatu alasan mengapa kita harus menjadi pelita atau cahaya bagi kegelapan.
Maka kita bisa dikatakan sebagai seseorang yang berkualitas, apabila kita telah mampu melewati dan memecahkan suatu persoalan
ataupun sebuah tantangan.
Begitu pula dengan sebuah kesuksesan,
Sebuah kesuksesan tidak akan datang dengan sendirinya, Tapi dia akan datang ketika kita berani datang untuk
menghampirinya.
vi
Ka r ya in i k u pe r se m ba h k a n k e pa da
@ Tu h a n Ya n g M a h a Esa , ya n g se la lu m e n ye r t a i,
m e lin du n gik u
D a n se la lu m e m b e r ik a n j a la n t e r ba ik
u n t u k se t ia p la n g k a h da la m h idu pk u .
@ Pa pa ( Su gih a r t o) da n M a m a ( Tr i H a r t i Ast u t i) ya n g
t e r cin t a ,
Ya n g m e m be r ik a n se m a n ga t , doa , da n r e st u .
@ Sa u da r a - sa u da r a k u da n sa h a ba t - sa h a ba t k u ,
Su k se s da n Se m a n ga t u n t u k k a lia n se m u a ..!!
vii
KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 24 Agustus 2011
Penulis
viii
HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DAN PERFORMANSI KERJA
PADA WANITA YANG BERKELUARGA
RR.Putrining Sekar Mumpuni P.N.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kualitas tidur dengan performansi kerja pada wanita yang berkeluarga. Peneliti berhipotesis bahwa ada hubungan positif antara kualitas tidur dan performansi kerja pada wanita yang berkeluarga. Subyek penelitian ini adalah 52 pekerja wanita yang berkeluarga dan bekerja pada perusahaan, dengan kriteria wanita berkeluarga yang sudah menikah dan memiliki suami dan anak, serta bekerja pada perusahaan bukan di rumah. Data penelitian diungkap dengan menggunakan skala kualitas tidur dan skala performansi kinerja. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa ada hubungan antara kualitas tidur dengan performansi kerja pada wanita berkeluarga. Koefisien korelasi (r) pada penelitian ini sebesar 0,360 dengan probabilitas p=0,004 (p<0,01). Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan ada hubungan yang positif antara kualitas tidur dan performansi kerja pada wanita berkeluarga diterima kebenarannya.
ix
THE CORRELATION BETWEEN SLEEP QUALITY AND JOB
PERFORMANCE IN WOMEN WITH FAMILY
RR.Putrining Sekar Mumpuni P.N.
ABSTRACT
The purpose of this research was to understand about the correlation between sleep quality with job performance in women with family. The hypothesis were that there was a positive correlation between sleep quality and job performance with family. These research subjects were 52 female workers that are married and worked at the company, with criteria women who were married, and had husbands and children, and worked at the company not at home. The research data revealed by using sleep quality scale and job performance scale. The result showed that there was correlation between sleep quality with job performance in women with family. Correlation coefficient (r) in this study was 0,360 with probability of p=0,004 (p<0,01). So, this hypothesis there was positive correlation between sleep quality and performance in work with family accepted the truth.
.
x
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : RR. Putrining Sekar Mumpuni P.N.
Nomor Mahasiswa : 079114045
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan Kualitas Tidur dan Performansi Kerja
Pada Wanita Berkeluarga
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 24 Agustus 2011
Yang Menyatakan,
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala pemberian
rahmat dan cinta Kasih-Nya yang selalu mengalir tiada hentinya, sehingga pada
akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Sanata Dharma
Yogyakarta.
Skripsi ini menyajikan “Hubungan Antara Kualias Tidur dan Performansi
kerja Pada Wanita Berkeluarga”. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu
memberikan sedikit sumbangan pada perkembangan psikologi industri dan
psikologi wanita dewasa ini.
Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai
pihak yang telah memberikan bantuan yang sangat berarti. Pada kesempatan ini,
peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, atas segala cinta dan berkat yang sungguh luar
biasa untuk hidupku ini.
2. Papa dan Mamaku atas limpahan kasih sayangnya yang selalu ada
untukku, dukungan, semangat, doa-doa yang selalu dipanjatkan tiap
harinya. Semoga ini bisa menjadi hadiah untuk kalian berdua. Aku
sayang kalian.
3. Ibu Dr.Ch.Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi,
Universitas Sanata Dharma, yang telah memperlancar segala proses
xii
4. Ibu Maria Magdalena Nimas Eki Suprawati, S.Psi,Msi. Selaku dosen
pembimbing akademik yang telah membimbing dan mendampingi di
setiap awal semester dan memberikan masukan yang berharga untuk
kelancaran kuliah ini.
5. P. Henrietta P.D.A.D.S, S.Psi;M.A. Selaku Dosen Pembimbing.
Terima kasih untuk bimbingan, arahan, kesabaran, kritik, saran, dan
waktu sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini
dan semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat bagi penulis.
6. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi dan Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi.
Selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan pengetahuan
untuk kesempurnaan penelitian ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi di Universitas Sanata Dharma atas
ilmu, masukan, dan pengalaman-pengalaman yang tak terlupakan
selama perkuliahan.
8. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma: Mas
Gandung, Mbak nanik, dan Pak Gi’, Mas Muji dan Mas Doni, dan
yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas semua
pelayanan yang telah diberikan, sukses selalu untuk semua..
9. Bapak Fuad Nashori selaku Dosen dan Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Islam Indonesia yang telah mau memberikan tambahan
refrensi dan masukan untuk penulisan skripsi ini. Terima kasih pak,
xiii
10. Miss Alesia Sadosky,, thanks for your reference of sleep quality basis
theory.. I wish you always success and GBU..
11. Para Manager HRD (Pak Yudi, Pak Stefanus, dan Ibu Danti) dan
karyawan Sahid Group Hotel di kota Solo dan Yogyakarta, terima
kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya sehingga karya ini dapat
terselesaikan.
12. Pakdhe, Budhe, Om, tante dan seluruh keluargaku yang ada di
semarang, terima kasih atas dukungan dan semangat kalian untuk
keponakanmu ini. Dukungan dan semangat kalian sangat-sangat
berharga sekali untukku.
13. Pakdhe dan Budhe yang ada di Yogya,, makasih pakdhe budhe,,
semoga kalian selalu di lindungi oleh Tuhan..
14. Om Agus dan tante yang ada di Solo, Terima kasih sekali atas
bantuannya, khususnya untuk om Agus maaf om sudah sangat
merepotkan sampai mengorbankan jam kantornya. Semoga kalian
semua selalu Lindungi Tuhan.
15. Untuk Sahabatku Siska, makasih ya jenk.. dirimu sudah mau menjadi
tong sampahku selama di perkuliahan. Suka dan duka kita jalani
sama-sama semoga persahabatan kita tidak putus sampai disini.
makasih juga buat dukungan dan semangatnya buatku. Sukses selalu
ya jenk,, GBU..
16. Untuk kakakku dan adek-adekku sepupu (dek, nurin, dek jihan, mbak
sodara-xiv
sodaraku atas dukungan, semangatnya tanpa kalian aku tidak akan
sekuat ini sekarang. always Succes for you,, Love u all…
17. Untuk kakakku Yusuf Perdana Kurniawan, semoga karyaku ini bisa
menjadi semangat kamu untuk menyelesaikan kuliahmu suatu saat
nanti. Walaupun kita lama gak ketemu tapi adekmu ini selalu sayang
dan rindu sama kamu.. GBU..
18. Untuk Ika, Winie, Putu, Devi, Silvy, Reni, Yustin, Adel, Ina dan
teman-teman fakultas Psikologi angkatan 2007, makasih buat
kompetisi yang sehat, canda tawa, ngrumpi-ngrumpinya, ngegosipnya,
dan sharingnya selama ini, jangan lupakan kenangan-kenangan kita
selama kuliah yaa.. Good Luck Guys..
19. Untuk kakak-kakak angkatan yang telah memberikan masukan dan
refrensi buatku, makasih yaa,, sukses selalu untuk kalian..
20. Untuk sobat-sobatku yang tidak bisa aku sebutkan satu per satu dimana
pun kalian berada, thanks yaa buat dukungannya dan makasih juga
karena kalian telah memberikan warna di kehidupanku dan
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
MOTTO... iv
PERSEMBAHAN... vi
HALAMAN KEASLIAN KARYA... vii
ABSTRAK... viii
ABSTRACT... ix
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... x
KATA PENGANTAR... xi
DAFTAR ISI... xv
DAFTAR TABEL... xviii
DAFTAR BAGAN... xix
DAFTAR LAMPIRAN... xx
BAB I PENDAHULUAN………. 1
A. Latar Belakang Permasalahan... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian………... 7
1. Manfaat Teoritis... 7
xvi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 8
A. Performansi Kerja……….. 8
1. Pengertian Performansi Kerja... 8
2. Aspek-aspek Performansi Kerja... 10
3. Metode Penilaian Peformansi... 14
4. Manfaat Penilaian Performansi... 18
5. Faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja... 19
B. Kualitas Tidur………... 25
1. Pengertian Tidur... 25
2. Tahapan Tidur... 27
3. Manfaat dan Dampak Tidur... 29
4. Kualitas Tidur... 33
5. Aspek-aspek Kualitas Tidur... 34
C. Wanita Berkeluarga... 42
D. Dinamika Hubungan Kualitas Tidur dengan Performansi kerja pada Wanita yang Berkeluarga... 47 E. Hipotesis... 51
BAB III METODE PENELITIAN………... 52
A. Jenis Penelitian... 52
B. Variabel Penelitian... 52
C. Definisi Operasional... 52
D. Subyek Penelitian... 53
xvii
F. Validitas dan Reliabilitas... 58
G. Metode Analisis Data... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………. 62
A. Pelaksanaan Penelitian... 62
B. Data Deskriptif Subyek... 63
C. Deskriptif Data Penelitian... 65
D. Uji Asumsi... 66
E. Uji Hipotesisi……... 68
F. Pembahasan... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 74
A. Kesimpulan... 74
B. Saran... 74
DAFTAR PUSTAKA………. 76
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi item Skala Performansi Kerja... 56
Tabel 2. Distribusi Item Skala Kualitas Tidur... 57
Tabel 3. Hasil Seleksi item Skala Kualitas Tidur... 59
Tabel 4. Data Deskriptif Rentang Usia... 64
Tabel 5. Data Deskriptif Tingkat Pendidikan... 64
Tabel 6. Data Deskriptif Jumlah anak... 64
Tabel 7. Data Deskriptif Masa Kerja... 64
Tabel 8. Data Deskriptif Variasi Pekerjaan... 65
Tabel 9. Deskriptif Data Penelitian……….… 65
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Sebaran... 67
Tabel 11. Hasil Uji Linearitas Hubungan ... 68
xix
DAFTAR BAGAN
xx
DAFTAR LAMPIRAN
A. LAMPIRAN DATA PENELITIAN………. 80
1. Kualitas Tidur………... 80
a. Skala penelitian kualitas tidur……… 80
b. Skor total kualitas tidur……….. 84
c. Reliabilitas kualitas tidur sebelum item gugur…………... 86
d. Reliabilitas kualitas tidur sesudah item gugur……… 87
e. Mean emperik kualitas tidur………. . 88
2. Performansi Kerja………. 89
a. Skala penelitian performansi kerja……….… 89
b. Skor total performansi kerja……….….. 93
c. Reliabilitas performansi kerja………. 95
d. Mean emperik performansi kerja……… 96
3. Normalitas……….…. 97
4. Linearitas……… 98
5. Korelasi……….. 99
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Bekerja merupakan hakikat kehidupan manusia. Selama manusia hidup,
dia harus selalu bekerja. Kerja merupakan bagian yang paling mendasar dari
kehidupan manusia. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapai
dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya
kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya
(Anoraga dan Suyati, 1995).
Performansi adalah hal yang penting dalam bekerja, meskipun bukan
satu-satunya, untuk pengembangan karier di masa yang akan datang dan sebagai
ukuran terhadap kesuksesan dalam diri pekerja. Ivancevich (2001) mengatakan
bahwa performansi kerja adalah penampilan seseorang ketika mengerjakan tugas
dan tanggung-jawabnya dalam sebuah jabatan tertentu. Performansi kerja yang
tinggi dapat menjadi sebuah sumber kepuasan kerja dalam diri individu, karena
seorang pekerja dengan performansi yang tinggi akan lebih mudah untuk
mendapatkan promosi dalam sebuah instansi atau perusahaan, dan secara umum
memiliki kesempatan berkarier yang lebih baik dibanding pekerja dengan
performansi yang rendah (Sonnentag, 2002).
Kemampuan dan pengetahuan dalam diri seseorang dapat mendukung
maksimalisasi performansi kerja. Pada era pembangunan sekarang ini, setiap
yang disenangi, tidak menutup kemungkinan wanita pun juga dapat ikut andil
dalam bagian ini. Seiring dengan perkembangan emansipasi wanita di Indonesia,
wanita tidak lagi diharuskan tunduk pada pria di tempat kerja dan lingkungan
sosial atau tergantung pada suami di rumah. Partini (dalam Lembaga Studi
Realino, 1992) mengungkapkan bahwa wanita berhak memperoleh kedudukan
yang setara dengan pria baik lingkungan sosial, pekerjaan, dan keluarga.
Seorang wanita yang bekerja mempunyai untung rugi bagi mereka.
Wanita pekerja dapat menikmati pendapatan dari luar rumah dan sebagai akibat
dari itu tingkat kemandirian mereka bertambah, mereka semakin tertarik untuk ke
luar rumah dan sebagainya. Tetapi mereka juga harus membayar keuntungan yang
diperoleh tersebut dengan mengurangi kebebasan mereka, dengan mengurangi
ketenangan dengan hidup yang lebih rumit (Hurlock, 1990).
Kesempatan karier bagi wanita saat ini semakin terbuka. Namun,
dampaknya juga semakin besar karena semakin tinggi jenjang karier seseorang,
semakin besar tuntutan bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhan penunjang
kesuksesan kerja, juga pribadi. Menurut Alessandra (dalam Putrianti, 2007) peran
ganda memiliki arti pekerjaan rangkap yang dilakukan seorang wanita baik
sebagai seorang istri (ibu rumah tangga) maupun sebagai seorang karyawati dalam
memperoleh derajat pekerjaan yang lebih tinggi. Wanita harus dapat memainkan
peran mereka sebaik mungkin di tempat kerja maupun di rumah. Wanita harus
bisa menjadi ibu yang bijaksana untuk anak-anak dan menjadi istri yang baik bagi
suami serta menjadi ibu rumah tangga yang bertanggung jawab atas keperluan
tanggung jawab atas pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka hingga mereka
harus menunjukkan performansi yang baik (Wulanyani, 2006).
Performansi kerja secara umum diberi batasan sebagai kesuksesan
seseorang dalam melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan terkait dengan kualitas
perilaku (kemampuan dan usaha) pada saat menjalankan pekerjaannya,
kepribadian yang ada dalam diri pekerja dan produktivitas yang ditunjukkan oleh
pekerja tersebut. Harris (1997) mengungkapkan bahwa performansi kerja tidak
hanya menyangkut jumlah pekerjaan yang dihasilkan tetapi turut
memperhitungkan kualitas kerja. Dengan kualitas kerja yang baik, wanita tersebut
dapat mengembangkan karir, dalam hal ini terkait dengan promosi kenaikan
jabatan.
Ada beberapa hal yang melatar belakangi wanita berkeluarga ingin
tetap bekerja dan akhirnya menunjukkan performansi kerja yang tinggi antara lain
apabila seorang wanita berkeluarga yang bekerja dapat mencapai performansi
kerja yang tinggi, dalam hal ini terkait dengan promosi kenaikan jabatan, maka
semakin tinggi pula gaji yang diperoleh. Sehingga kebutuhan ekonomi dalam
keluargapun akan lebih tercukupi (Santrock, 2002). Di samping itu, pentingnya
wanita berkeluarga dan bekerja ingin mencapai performansi kerja yang tinggi
dikarenakan adanya kebutuhan aktualisasi diri atau pengembangan karir. Mereka
tidak ingin pendidikan yang selama ini mereka raih menjadi sia-sia, dalam arti
tidak diaplikasikan dalam dunia kerja. Hal ini terkait dengan keinginan wanita
berkeluarga dan bekerja untuk mengamalkan atau mengaplikasikan kemampuan
dan bekerja akan memperoleh suatu kebanggaan di dalam dirinya, merasa lebih
dihormati, dihargai, diakui dan dikagumi oleh orang-orang sekitarnya. Dengan
begitu, mereka akan lebih menyukai pekerjaannya, sehingga wanita berkeluarga
dan bekerja akan lebih menunjukkan kualitas kerja yang baik untuk mengejar
puncak karir sebagai wujud realisasi dari aktualisasi diri atau pengembangan
karirnya (Pradoto (dalam Setiawan, 2004). Agar wanita berkeluarga yang bekerja
dapat memperoleh performansi yang baik dalam bekerja, maka mereka perlu
mempunyai kondisi fisik dan psikis yang baik sebagai daya dukung saat bekerja.
Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa individu yang normal adalah
individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik,
dengan demikian individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang lebih baik.
Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu untuk mampu
mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam
melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan
organisasi. Konsentrasi yang baik dapat diperoleh apabila seseorang menjaga
kondisi kesehatannya dengan tidur. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Maas
(2002) yang mengungkapkan bahwa tidur memiliki pengaruh terhadap
kewaspadaan, energi, konsentrasi, dan seterusnya.
Masyarakat perkotaan dengan kesibukan yang cukup tinggi mempunyai
masalah dalam kualitas tidurnya, tidur pulas sudah menjadi barang mewah yang
susah didapatkan. Begitu pula untuk wanita bekerja yang telah berkeluarga, waktu
harus mengatur sisa waktu yang sedikit itu untuk keluarga dan di luar rumah
(Aminatun, 2008).
Menurut Maas (2002), tidur merupakan suatu keadaan di mana
kesadaran seseorang akan sesuatu menjadi turun, namun aktivitas otak tetap
memainkan peran yang luar biasa dalam mengatur fungsi pencernaan, aktivitas
jantung dan pembuluh darah, serta fungsi kekebalan, dalam memberikan energi
pada tubuh dan dalam pemrosesan kognitif, termasuk dalam penyimpanan,
penataan, dan pembacaan informasi yang disimpan dalam otak, serta perolehan
informasi saat terjaga. Hal yang hampir serupa juga diungkapkan oleh Chopra
(2003) yang menyatakan bahwa tidur merupakan periode istirahat dimana terjadi
peremajaan dan penyembuhan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa dengan
tidur semua fungsi fisik lainnya akan meningkat. Bukan hanya menjadi lebih baik,
melainkan menjadi sempurna.
Kualitas tidur adalah suatu keadaan di mana tidur yang dijalani seorang
individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran di saat terbangun (Nashori,
2002; Purwanto, 2003). Selain itu, Hidayat (2002) mengungkapkan kualitas tidur
merupakan kepuasaan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,
kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak atau konjungtiva merah, mata
perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.
Seseorang dikatakan memenuhi kualitas tidur bila seseorang tersebut tidak
menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam
Menurut Maas (2002), tidur yang tidak memadai dengan kualitas tidur
yang tidak baik dapat mengakibatkan stres, meningkatkan kecemasan, kesulitan
berkonsentrasi, depresi, menurunnya motivasi, menurunnya kemampuan
menangani tugas kompleks, menurunnya produktivitas, dan kehilangan
kemampuan memecahkan masalah. Manusia memerlukan tidur yang terlelap
karena hal tersebut memberikan efek yang penting dalam kehidupan manusia. Jika
manusia memperolehnya, maka manusia telah memperoleh salah satu ciri utama
tidur yang berkualitas (Syarif, 2002). Berdasarkan penjelasan tersebut, tidur
adalah salah satu aktivitas terpenting dalam kehidupan manusia. Selain itu, tidur
juga merupakan arena bagi manusia untuk memperoleh ketentraman hidup.
Wanita berkerja yang berkeluarga memiliki rutinitas yang lebih padat
dibandingkan wanita lain. Hal ini dikarenakan mereka memiliki dua tanggung
jawab yaitu untuk keluarga dan pekerjaan. Dengan adanya hal tersebut, tidak
jarang jika mereka mengorbankan waktu tidur atau istirahat agar dapat memenuhi
peran gandanya tersebut. Secara sederhana, dengan demikian wanita bekerja yang
berkeluarga dapat memiliki kualitas tidur yang tidak baik, dikarenakan mereka
kekurangan waktu untuk tidur sehingga hal tersebut dapat berdampak pada
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kualitas tidur dan
performansi kerja pada wanita yang berkeluarga?
C. Tujuan penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara kualitas tidur dan
performansi kerja pada wanita yang berkeluarga.
D. Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat yang bisa diperoleh dalam penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat secara teoritis
Sebagai sumbangan pemikiran dalam ilmu psikologi, khususnya psikologi
industri dan psikologi wanita. Selain itu, dapat juga menjadi salah satu bahan
referensi yang dapat memberikan informasi bermanfaat untuk penelitian
selanjutnya, terutama mengenai performansi kerja dan kualitas tidur.
2. Manfaat secara praktis
Sebagai bahan refleksi atau evaluasi untuk membantu para wanita bekerja yang
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PERFORMANSI KERJA
1. PENGERTIAN PERFORMANSI KERJA
Organisasi sangat membutuhkan individu dalam rangka memenuhi
tujuan mereka, untuk memberikan pelayanan yang khusus, dan untuk
mencapai keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, organisasi sangat
membutuhkan kinerja dalam rangka memenuhi tujuan mereka, untuk
memberikan produk dan layanan dan akhirnya untuk mencapai keunggulan
kompetitif maka sebuah organisasi perlu memperhatikan performansi kerja.
Filippo (1988) memberi batasan mengenai performansi kerja sebagai
hasil pola tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai standar
prestasi, baik kualitatif maupun kuantitatif yang telah ditetapkan individu
secara pribadi maupun perusahaan di mana individu bekerja. Pola tindakan
yang dimaksud bisa berupa hasil atau tindakan yang tidak tampak (misal
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, estimasi perencanaan target, dan
aktivitas penalaran) maupun hasil yang tampak (misal output, waktu kerja,
kehadiran, dll). Secara sederhana performansi kerja adalah kesuksesan yang
dicapai seseorang dalam melakukan pekerjaan. Kesuksesan yang dimaksudkan
merupakan hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku sesuai
pekerjaan yang ditekuninya.
Hal yang serupa juga disampaikan oleh Russel (Suhartanto, 2003)
yang menyatakan bahwa performansi kerja merupakan catatan hasil yang
diproduksi pada suatu fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas dalam
periode atau waktu tertentu. Pengertian ini menunjukkan bahwa kesuksesan
individu dalam melakukan pekerjaannya tidak dapat disamakan dengan
individu lain. Kesuksesan ini didasarkan pada ukuran yang berlaku dan
disesuaikan dengan jenis pekerjaannya.
As’ad (2000) menyebutkan bahwa pada umumnya seseorang
mempunyai performansi kerja tinggi merupakan orang yang produktif begitu
pula sebaliknya, orang yang memiliki performansi kerja rendah akan
menunjukkan perilaku-perilaku kerja yang menurunkan produktivitasnya.
Mereka cenderung banyak melakukan absen, bekerja lebih lambat, turunnya
output yang dihasilkan, melewati batas waktu penyelesaian pekerjaan, bahkan
melakukan tindakan sabotase atau mogok kerja.
Menurut Miner (1998) performansi kerja diartikan sebagai kesuksesan
dalam melakukan suatu pekerjaan. Kesuksesan disini tidak hanya sebatas
jumlah atau kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan atau sering disebut
produktivitas, namun lebih pada keseluruhan tindakan yang diharapkan pada
individu yang melakukan pekerjaan. Senada dengan pengertian tersebut,
performansi kerja menurut Cascio (1998) adalah prestasi dan pencapaian
mendefinisikan performansi kerja terkait dengan tiga hal, yaitu pencapaian
prestasi yang dilakukan karyawan dalam menjalankan tugas yang dibebankan
padanya, bagaimana menentukan ukuran keberhasilan dalam menjalankan
tugasnya dan memberikan penilaian terhadap kemajuan yang sudah dicapai
dalam menjalankan tugasnya secara periodik.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan performansi kerja adalah
suatu keseluruhan pola tindakan untuk mencapai kesuksesan dalam bekerja
menurut ukuran keberhasilan yang berlaku dalam menjalankan tugasnya dan
disesuaikan dengan pekerjaan yang ditekuninya.
2. Aspek – aspek dalam Performansi Kerja
Miner (dalam Sudarmanto, 2009), mengemukakan 4 dimensi yang
dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai kinerja, yaitu:
a. Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.
Menurut Bernardin (dalam Sudarmanto, 2009) kualitas terkait dengan
proses atau hasil mendekati sempurna atau ideal dalam memenuhi maksud
atau tujuan. Hal serupa juga dikemukakan Jerry Harbour (dalam
Sudarmanto, 2009) kualitas terkait dengan pemroduksian barang dan jasa
yang dihasilkan memenuhi standar kualitas.
b. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
Menurut Bernardin (dalam Sudarmanto, 2009) kuantitas terkait dengan
satuan jumlah atau kuantitas yang dihasilkan.
c. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu tingkat ketidakhadiran,
Menurut Bernardin (dalam Sudarmanto, 2009) penggunaan waktu
dalam kerja terkait dengan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan
aktivitas atau mengahasilkan produk. Hal yang serupa diungkapkan oleh
Jerry Harbour (dalam Sudarmanto, 2009) yang menyatakan bahwa waktu
yang diperlukan dalam menghasilkan produk barang dan jasa tersebut.
d. Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja.
Kesediaan pekerja untuk bekerjasama dengan orang lain (sesama anggota
dalam organisasi.
Dari empat dimensi kinerja tersebut, dua hal terkait aspek keluaran
atau hasil pekerjaan, yaitu: kualitas hasil, kuantitas keluaran; dan hal terkait
aspek perilaku individu, yaitu: penggunaan waktu dalam kerja (tingkat
kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin) dan kerja sama. Dari empat dimensi
kerja tersebut cenderung mengukur kinerja pada level individu
Gomes (2003) memfokuskan aspek pengukuran kinerja pada
karakteristik karyawan yang didasarkan pada deskripsi perilaku yang spesifik
antara lain:
a. Kuantitas kerja(Quantity of work)
Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.
b. Kualitas kerja(Quality of work)
Kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
c. Pengetahuan tentang pekerjaan(Job knowledge)
Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. Hal
serupa diungkapkan oleh Sudarmanto (2009) yang menyatakan bahwa
keahlian dan pengetahuan pekerja dalam memberikan pelayanan.
d. Kreativitas(Creativeness)
Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
e. Kerjasama(Cooperation)
Kesediaan untuk berkerjasama dengan orang lain (sesame anggota
organisasi).
f. Dapat diandalkan(Dependability)
Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian
kerja.
g. Inisiatif(Initiative)
Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggungjawabnya.
h. Kualitas pribadi(Personal qualities)
Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas
pribadi. Menurut Sudarmanto (2009), kualitas pribadi mencakup
kesopanansantunan, rasa hormat, perhatian dan bersahabat dengan
Seorang ahli bernama Russel (Suhartanto, 2003) mencoba memberikan
beberapa kriteria mengenai penilaian performansi, yaitu:
1. Kualitas, yaitu tingkat dimana proses atau hasil dari aktivitas yang
mendekati sempurna, bentuk ideal dalam melakukan aktivitas atau
memenuhi tujuan aktivitas.
2. Kuantitas, yaitu jumlah produksi yang diekspresikan dalam nilai uang,
jumlah unit atau penyelesaian aktivitas.
3. Batas waktu terkait dengan kemampuan individu dalam menyelesaikan
tugas tepat pada waktunya.
4. Efektivitas pengeluaran merupakan tingkat penggunaan sumber daya
organisasi adalah maksimal dan memiliki keuntungan tinggi.
5. Kebutuhan pengawasan yaitu dapat melakukan fungsi tanpa meminta
bantuan.
6. Akibat interpersonal merupakan peningkatan perasaan terhadap harga diri
dan kerjasama.
Adapun aspek yang digunakan peneliti untuk memahami
kriteria-kriteria penilaian pada alat ukur perusahaan dan mengukur performansi kerja.
Aspek ini merupakan gabungan dari kriteria penilaian dari Miner (dalam
Sudarmanto, 2009) dan Gomes (2003) mengemukakan sebagai berikut:
a. Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan
b. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
c. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu tingkat ketidakhadiran,
d. Kerjasama, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain (sesama
anggota organisasi).
e. Kualitas pribadi(Personal qualities)
Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas
pribadi. Menurut Sudarmanto (2009), kualitas pribadi mencakup
kesopanansantunan, rasa hormat, perhatian dan bersahabat dengan
pengguna layanan.
f. Pengetahuan tentang pekerjaan(Job knowledge)
Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. Hal
serupa diungkapkan oleh Sudarmanto (2009) yang menyatakan bahwa
keahlian dan pengetahuan pekerja dalam memberikan pelayanan.
3. Metode Pengukuran atau Penilaian Performansi
Untuk mengetahui performansi kerja atau kinerja seorang pekerja atau
karyawan dibutuhkan sebuah teknik atau sistem penilaian kerja. Sistem yang
digunakan untuk menilai sebuah performansi kerja adalah performance
Appraisalatau penilaian performansi.
Evaluasi kinerja disebut juga evaluation of performance atau
performance appraisal.Appraisalbrasal dari kata latinappratiaveyang berarti
memberikan nilai atau harga. Dengan demikian, evaluasi kinerja yang berati
memberi nilai atas pekejaan yang dilakukan oleh seseorang dan untuk itu
diberikan imbalan, kompensasi, atau perhargaan (Simanjuntak,2005). Penilaian
kinerja atau perfomance appraisal adalah sistem formal untuk menilai dan
dan Siegall (dalam Ingarianti, 2005) penilaian performansi adalah proses yang
digunakan oleh sebuah organisasi untuk menilai sejauhmana anggotannya telah
melakukan pekerjaannya dengan memuaskan. Alasan adanya penilaian
performansi adalah untuk memberikan informasi tentang dapat dilakukannya
promosi dan penetapan gaji serta penilaian memberikan satu peluang bagi
atasan dan karyawan untuk meninjau perilaku yang berhubungan dengan
performansi bawahan.
Penilaian performansi merupakan sebuah istilah umum yang mencakup
berbagai macam proses dimana performansi kerja atau kinerja individu dinilai.
Hal ini biasanya dilakukan oleh manager dan didiskusikan dengan sebuah
tinjauan untuk memecahkan masalah, meningkatkan performansi dan
mengembangkan penilaian secara individual. Dengan kata lain penilaian
performansi merupakan sebuah evaluasi terhadap performansi kerja karyawan
dengan membandingkan standar yang sudah ditetapkan. Standar-standar
tersebut antara lain (Smither, 1994):
1. Behavioral, standar ini digunakan untuk mengevaluasi perilaku pekerja
didasarkan pada kualitas prilakunya pada saat ia melakukan pekerjaannya,
seperti membuat laporan dengan kualitas konsistensi yang tinggi atau
melakukan pekerjaan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
2. Personological, standar ini digunakan untuk mengevaluasi tipe-tipe
kepribadian yang terdapat dalam diri setiap pekerja, seperti asertivitas,
3. Criterion-refrenced, standar ini digunakan untuk mengevaluasi pekerja
dengan melihat hasil yang diperoleh (outcome) atau produktivitasnya, seperti
volume penjualan, jumlah kesalahan yang dilakukan dalam sebuah produksi,
dll.
Setelah mengetahui cara mengukur penilaian performansi, dalam
penelitian ini akan dijelaskan mengenai metode yang dapat digunakan dalam
penilaian terhadap performansi. Metode-metode tersebut antara lain (Smither,
1994):
1. Checklist adalah sebuah format penilaian performansi yang perabotannya
memiliki perbedaan nilai yang ditentukan dari berbagai macam tugas
pekerjaan.
2. Forced distribution merupakan sistem penilaian performansi dimana
supervisor diperintahkan untuk menggolongkan pekerja kedalam sebuah
prosentase tertentu seperti supervisor, rata-rata atau di bawah rata-rata.
3. Evaluation essay merupakan lembar penilaian performansi yang tidak
terstruktur, dimana supervisor menggambarkan kekuatan dan kelemahan dari
pekerja.
4. Graphic rating scale merupakan metode penilaian performansi dimana
performansi para pekerja dibandingkan dalam sebuah kontinum.
5. Mixed standart scale merupakan penilaian performansi yang dirancang
6. Paired comparison merupakan metode peringkat pada penilaian
performansi dimana performansi setiap pekerja dibandingkan dengan pekerja
yang lainnya.
7. Ranking sistem merupakan metode penilaian performansi dimana pekerja
diletakkan dalam sebuah peringkat dari yang terbaik sampai yang terburuk.
8. Rating scale merupakan metode penilaian performansi dimana para
pekerja digolongkan dalam jenjang yang disesuaikan dengan banyaknya
dimensi yang telah dipercaya memiliki relevansi dengan kesuksesan pekerjaan
tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka bentuk penilaian performansi
yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah skala (rating scale). Hal
ini dikarenakan penilaian performansi karyawan pada perusahaanSahid Group
Hotels menggunakan metode tersebut, penilaian ini dilakukan pada level
individu untuk menilai perilaku pekerja pada pekerjaan masing-masing, dan
berdasarkan pada dimensi-dimensi yang telah ditetapkan. Adapun keuntungan
dan kerugian metode Rating Scale sebagai berikut Gomes (2003) dan Mondy
(2008) :
Keuntungan metodeRating Scale:
1. Mengukur perilaku-perilaku yang bisa diamati dan diukur secara obyektif
2. Untuk mengukur perilaku-perilaku yang terkait dengan pekerjaan yang
relevan dan spesifik
3. Kesederhanaanya, yang memungkinkan evaluasi yang cepat untuk banyak
Kerugian metodeRating Scale:
1. Pengembangan rating scale untuk berbagai pekerjaan dalam organisasi akan
banyak menyita waktu
2. Hanya bisa untuk perilaku-perilaku yang dapat diamati, dan sulit untuk
diterapkan bagi perilaku-perilaku yang sulit diamati.
4. Manfaat Penilaian Performansi
Evaluasi kinerja akan menjadi sarana efektif yang diharapkan akan
membawa manfaat bagi kedua belah pihak, baik karyawan maupun organisasi.
Oleh karena itu, evaluasi kinerja apakah bermanfaat sebagai berikut
(Sudarmanto, 2009):
1. Mengukur hasil dan kemajuan yang dicapai dengan membandingkan
dengan target, sasaran, atau standar kinerja yang ditetapkan sebelumnya.
2. Memberi umpan balik kepada karyawan sejauh mana kinerja selama ini
yang dapat dicapai (apabila kurang dapat ditingkatkan) atau mengetahui
apa penyebab masalah terjadi, sehingga pencapaian kinerja tidak
maksimal.
3. Dapat mencapai informasi yang sangat berharga bagi pihak organisasi
dalam mengambil keputusan, memberikan perhargaan bagi karyawan yang
berhasil sesuai target kinerja, pelatihan karyawan apabila dalam evaluasi
kinerja ternyata diketahui ada keterampilan atau kompetensi tertentu yang
kurang, pengembangan karier bagi karyawan yang memiliki kompetensi
5. Faktor yang mempengaruhi Performansi Kerja
Performa kerja yang ideal adalah hasil dari pekerjaan yang dinilai
berdasarkan kriteria tertentu dalam uraian jabatan (job descripstion) yang
dilandasi oleh standar kompetensi tertentu dalam melakukan pekerjaan dengan
baik (Brenthall & Cook, 2006).
Menurut Davis (dalam Mangkunegara, 2007) mengatakan faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan
faktor motivasi (motivation) yang dirumuskan dengan:
Human Performance = AbilityxMotivation
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + Skill). Artinya, pimpinan
dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ
superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka
akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan
karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya.
Mereka yang bersifat positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan
motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra)
terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja yang rendah. Situasi
kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja,
Heider juga mengungkapkan hal serupa dengan Davis, Heider dengan
menggunakan pendekatan teori attribusi yang dirumuskan sebagai berikut:
PERFORMANCE = MOTIVASIONAL X ABILITY
Heider menggunakanabilitysebagai pembentuk performansi, menurut
teori ini performansi merupakan hasil interaksi antara motivasi dan ability
(kemampuan dasar). Dengan demikian, orang yang tinggi motivasinya tetapi
memiliki ability yang rendah akan menghasilkan performansi rendah. Begitu
pula halnya dengan orang yang sebenarnya berkemampuan tinggi tetapi rendah
motivasinya (As’ad, 2003).
Hal yang sedikit berbeda diungkapkan oleh Hackman dan Oldham
(Riggio, 2003) yang mengatakan bahwa pekerja atau karyawan harus
mengalami 3 bagian psikologis yang penting dalam motivasi yaitu:
1. Pekerja harus merasa bahwa pekerjaan mereka itu berarti
2. Memiliki rasa tanggung jawab dalam pekerjaan
3. Memiliki pengetahuan dari hasil usaha mereka.
Ada 5 karakteristik pekerjaan yang berkontribusi pada 3 bagian
psikologis pekerja, sebagai berikut:
a. Macam keterampilan(Skill variety)
sejauh mana pekerjaan mengharuskan pekerja untuk menggunakan
berbagai kemampuan dan keterampilan untuk melakukan
tugas-tugas kerja. Sebuah pekerjaan yang menuntut berbagai keterampilan ini
b. Tugas penting(Task significance)
Sejauh mana pekerjaan tersebut mempunyai dampak yang besar pada
orang lain dalam organisasi, seperti rekan kerja atau orang-orang di luar
organisasi, seperti konsumen.
c. Identitas tugas(Task identity)
Sejauh mana pekerjaan tersebut memerlukan penyelesaian seluruh
pekerjaan. Pekerja perlu melihat hasil yang dapat diamati dari upaya kerja.
d. Otonomi(Autonomy)
Sejauh mana pekerjaan tersebut memberikan kebebasan dan
kemerdekaan bagi pekerja untuk memilih bagaimana menjadwal dan
melaksanakan tugas-tugas yang diperlukan.
e. Umpan balik(Feedback)
Sejauh mana pekerjaan tersebut memungkinkan pekerja untuk
menerima informasi langsung dan jelas tentang efektivitas kinerja.
Karakteristik pekerjaan yang spesifik mengarah pada kondisi
psikologis yang dapat meningkatkan motivasi, kinerja dan kepuasan pada
karyawan yang mempunyai kebutuhan pertumbuhan yang tinggi. Kehadiran
karakteristik pekerjaan tertentu menyebabkan karyawan mengalami emosional
positif ketika mereka melakukan tugasnya dengan baik. Kondisi ini
memotivasi mereka untuk terus berkinerja baik, dengan harapan bahwa kinerja
yang baik akan mengakibatkan perasaan yang baik. Kekuatan motivasi
karyawan untuk bekerja dengan baik tergantung pada kekuatan tumbuh dan
positif dari hasil prestasi kerja yang baik. Dengan demikian, teori karakteristik
pekerjaan akan mengarah pada kondisi psikologis yang menyebabkan motivasi
yang tinggi, kinerja yang baik, tingginya kepuasan kerja dan rendahnya tingkat
ketidakhadiran dan perpindahan. Hal tersebut dapat tercapai jika karyawan
memiliki kebutuhan pertumbuhan (Schultz,2006).
Performansi adalah konsep multi-demensional, tahap yang sangat
mendasar, oleh Borman dan Motowildo (Hattrup dan Rock&Scalia, 1997)
dikelompokkan kedalam 2 macam performansi, yaitu:
1. Task Performance
Termasuk di dalamnya perilaku-perilaku yang dikontribusikan dan
secara langsung terlibat dalam proses produksi barang atau sebuah pelayanan
(service), atau aktivitas yang secara langsung menyediakan dukungan untuk
proses teknik dalam pusat organisasi. Ketika pekerja menggunakan
kemampuan teknis dan pengetahuannya untuk menyelesaikan tugasnya maka
mereka termasuk dalamtask performance.
2. Contextual Performance
Berkebalikan dengan task performance, faktor ini menunjukkan
perilaku-perilaku yang mendukung secara psikologis dan sosial dimana
aktivitas tugasnya diunjukkan. Sehingga ketika seorang pekerja membantu
orang lain menyelesaikan tugasnya, bekerjasama dengan supervisi atau
memberikan saran tentang cara untuk meningkatkan proses organisasi maka
Task performance dan contextual performance dapat dengan mudah
dibedakan pada tahap konseptual. Akan tetapi ada juga bukti yang menyatakan
bahwa kedua konsep ini dapat diuraikan secara emperik. Disamping itu,
Contextual Performance lebih diprediksi oleh variabel lain dalam individu
dibandingkan task performance. Kemampuan (abilities) dan keahlian (skill)
cenderung untuk memprediksi task performance, sedangkan kepribadan
(personality) dan faktor-faktor yang berhubungan dengan itu seperti motivasi
cenderung untuk memprediksicontextual performance(Sonnentag, 2002).
Harris (1997 2008) mengungkapkan adanya faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi peforma kerja, antara lain:
(a) pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
Pengetahuan adalah seluruh fakta, data dan informasi yang dibutuhkan
untuk melakukan suatu pekerjaan. Keterampilan adalah perilaku yang terkait
dengan tugas yang bisa dikuasai melalui pembelajaran dan bisa ditingkatkan
melalui latihan dan bantuan orang lain. Kemampuan adalah keadaan mental
yang memungkinkan seseorang untuk melakukan pengambilan keputusan,
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain.
(b) motivasi;
Motivasi adalah dorongan dari dalam diri yang mempengaruhi arah dan
upaya yang menentukan seberapa bersemangatnya seseorang bertindak dalam
pencapaian tujuannya. Karyawan yang memiliki motivasi tinggi cenderung
(c) persepsi individu mengenai perannya;
Persepsi peran pekerjaan adalah keyakinan individu mengenai apa
yang diharapkan dari dirinya dalam melakukan tugas. Dalam menjalani
pekerjaannya, persepsi peran terhadap pekerjaan akan mempengaruhi seberapa
jauh karyawan memahami fungsinya dalam organisasi, sehingga pekerja akan
memiliki motivasi yang tinggi untuk menunjukkan performa kerja yang baik,
dengan kata lain pekerja akan memiliki kesadaran yang tinggi untuk
melakukan tugas-tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.
(d) faktor situasi (kesempatan dan sumber daya).
Faktor situasi (kesempatan dan sumber daya manusia) adalah kondisi
yang tidak bisa dikontrol. Contohnya kesempatan dan ketersediaan sumber
daya manusia yang ada, kapasitas kerja sama tim, dan fasilitas yang disediakan
perusahaan. Karyawan yang baik dapat menampilkan performa kerja yang
buruk, jika tidak terdapat kesempatan untuk menunjukkan kualitasnya.
Fasilitas yang terbatas juga dapat mengahambat karyawan untuk menghasilkan
performa kerja yang tidak maksimal.
Smither (1994) mengungkapkan hal yang sedikit serupa dengan
Harris, bahwa ada dua faktor yang dapat mempengaruhi performansi kerja
seseorang, yaitu:
1. Faktor Individual. Faktor ini terkait dengan keadaan fisik ataupun psikis
dalam diri individu yang bersangkutan. Kondisi fisik dapat dilihat dalam
bentuk kesehatan individu, vitalitas yang dimiliki dan staminanya. Sedangkan
pribadi. Individu dikatakan memiliki performansi apabila dalam menjalankan
pekerjaannya mempunyai karakteristik yang cenderung mandiri, berhati-hati,
pekerja keras, cermat dan lain sebagainya yang sejenis dengan hal itu (Hurtz &
Donovan, 2000).
2. Faktor Situasional. Faktor ini terkait dengan kondisi lingkungan yang
ada di sekitar individu, dapat berasal dari lingkungan pekerjaan (misalnya;
fasilitas yang ada di lingkungan kerja, system kerja yang menggunakan metode
“shift”, gaji atau bonus yang diterima, masa kerja yang telah dijalani),
lingkungan keluarga (misalnya; penerimaan suami terhadap pekerjaan istri,
pembagian waktu antara keluarga dengan pekerjaan, tugas-tugas rumah tangga)
ataupun lingkungan masyarakat tempat individu tinggal (pandangan dan
komentar dari masyarakat terhadap wanita yang bekerja).
B. Kualitas Tidur
1. Pengertian Tidur
Tidur adalah keadaan pikiran dan tubuh yang berbeda dimana tubuh
beristirahat secara tenang, aktivitas metabolisme tubuh menurun, dan pikiran
menjadi tidak sadar terhadap dunia luar (Chopra, 2003). Menurut Evans (1984)
dengan pendekatan kognitif memandang tidur sebagai periode dimana otak
lepas dari dunia eksternal dan menggunakan waktu off- line (bebas) tersebut
untuk memilih pikiran dan mereorganisasi banyak jenis informasi yang selama
sehari. Menurut teori tersebut, otak seperti komputer dengan bank memori
diturunkan (instinktif), yang lain dipelajari dan terus menerus dimodifikasi
oleh pengalaman.
Tidur, terutama tidur REM, adalah saat dimana otak menjadi off-line,
mengisolasi dirinya sendiri dari jalur sensorik dan motorik. Dalam periode
off-line tersebut berbagai bank memori dan file program dibuka dan dapat
dimodifikasi serta direorganisasi berdasarkan pengalaman. Maas (2002)
mengungkapkan bahwa dalam tidur REM, pesan neuronal dari korteks motor
otak dihalangi pada batang otak. Akibatnya, otot-otot kita sepenuhnya kendur
dan kita tidak dapat bergerak. Jadi, tidur REM ditandai oleh otak aktif,
bermimpi, dalam kondisi badan “tanpa daya” atau tidak bergerak. Crick dan
Mitchison (1983; 1986) dalam pendekatan neurobiologist memandang tidur
REM sebagai waktu dimana informasi yang palsu dan tidak berguna
dikeluarkan oleh memori. Tidur merupakan persyaratan fisik dasar untuk
menjaga kesehatan fisik dan mental, dengan durasi yang bervariasi antara 4
sampai 10 jam per hari dan dapat dipengaruhi oleh factor gaya hidup
emosional dan faktor umum (Alajbegovic, 2010).
Tidur menurut Maas (2002), adalah suatu keadaan di mana kesadaran
seseorang akan sesuatu menjadi turun, namun aktivitas otak tetap memainkan
peran yang luar biasa dalam mengatur fungsi pencernaan, aktivitas jantung dan
pembuluh darah, serta fungsi kekebalan, dalam memberikan energi pada tubuh
dan dalam pemrosesan kognitif, termasuk dalam penyimpanan, penataan, dan
pembacaan informasi yang disimpan dalam otak, serta perolehan informasi saat
2. Tahapan Tidur
Tidur adalah tidur yang terlelap (Syarif, 2002). Tidur yang terlelap
akan memberikan efek yang penting dalam kehidupan manusia. Kalau manusia
memperolehnya, maka manusia telah memperoleh salah satu ciri utama tidur
yang berkualitas. Oleh karena itu menurut Maas (2002) ada 6 tahapan saat
tidur:
1. Keadaan terjaga, santai
Pada saat berbaring dalam keadaaan terjaga di tempat tidur dengan
mata menyapu langit-langit, gelombang otak beta yang cepat (lima belas
hingga dua puluh putaran per detik) dan bertegangan rendah (kurang dari lima
puluh microvolt) menunjukkan keterjagaan. Pada saat dalam keadaan lelah,
mulai mengantuk dan siap tidur, otak mengeluarkan gelombang-gelombang
alpha. Gelombang otak kita melambat frekuensinya, meninggi tegangannya,
dan menjadi lebih teratur. Dalam keadaan alpha, kecepatan napas mulai
melambat, tubuh menjadi rileks, dan detak jantung menjadi rendah dan
menjadi stabil Ini adalah tahap transisi tidur awal (tidur nyenyak). Tahap
pertama ini sering kita alami, mungkin tanpa disadari, misalnya ketika kuliah
di kelas, mendengarkan ceramah, atau pada siang yang cerah, tenang, dan,
damai.
2. Tidur Tahap 1
Pada tahap ini yang bekerja adalah gelombang theta. Banyak orang
Sebenarnya, pada tahap ini seseorang bisa mempertahankan kewaspadaan
terhadap lingkungan dan meresponnya agak cepat.
3. Tidur Tahap 2
Pada tahap dua ini, gelombang theta berselang-seling dengan
munculnya gelombang K-kompleks (tunggal, amplitude tinggi) dan jarum tidur
(sleep spindle). Jarum tidur ini adalah gelombang
12-hingga-14-putaran-per-detik. Pada tahap ini, kita secara aktif terputus hubungan dengan lingkungan,
buta dan tuli terhadap rangsangan luar. Kurangnya gerakan menurunkan
ketegangan otot dan rangsangan batang otak (brain stem) melalui saraf otot
sehingga membantu membuat tidur nyenyak. Hampir semua orang yang
dibangunkan pada tahap ini mengatakan bahwa mereka betul-betul tertidur.
4. Tidur Tahap 3
Pada tahap ini, terjadi kombinasi gelombang otak theta dan delta
(tegangan tinggi, dengan frekuensi sangat rendah). Lalu setelah itu, gelombang
thetamenghilang sama sekali.
5. Tidur Tahap 4
Pada fase ini, dinyatakan fase paling nyenyak dalam tidur. Pada fase
ini, otak mengeluarkan gelombang otak dengan frekuensi yang paling rendah,
disebutdelta brain waves. Dalam tidur delta, relaksasi otot terjadi sepenuhnya,
tekanan darah menurun, denyut nadi dan pernapasan melambat. Pasokan darah
ke otak berada pada batas minimal. Pada tahap ini, berada pada waktu yang
6. Tidur Tahap 5 (tidur REM)
Tahapan ini juga dikenal sebagaiRapid Eye Movement(REM), karena
pada tahap ini gerak mata yang mendominasinya, mata bergerak secara cepat
ke segala arah (namun tentunya mata masih berada di dalam rongga mata).
Pada fase REM, tidak terjadi lagi dengkuran, pernafasan menjadi berat, kedua
tangan dan kaki menjadi lumpuh, tekanan darah meningkat, dan denyut jantung
semakin cepat seakan-akan tubuh sedang melakukan aktivitas fisik (Dee,
2001). Pada tahap ini jugalah biasanya mengalami mimpi. Keunikan lain dari
tidur REM adalah, berbeda dengan tahapan lain dalam tidur, pada saat ini otak
justru mengeluarkan brain waves dengan frekuensi tinggi, menyerupai pada
saat sepenuhnya terjaga.
3. Manfaat dan Dampak Tidur
Tidur adalah salah satu aktivitas terpenting manusia. Tidur yang baik
adalah periode penyembuhan dan peremajaan. Saat tidur, orang secara fisik
dan emosional menjadi segar dari kegiatan dan ketegangan mental dalam
sehari (Carmichael dan Reis, 2005). Bila aktivitas ini dapat dijalani seseorang
dengan baik, maka efeknya akan mengenai berbagai dimensi kehidupan
seseorang di waktu terjaga. Maas (2002) mengungkapkan bahwa tidur
memiliki pengaruh terhadap kewaspadaan, energi, konsentrasi, suasana hati,
berat badan, persepsi, daya ingat, daya pikir, kecekatan reaksi, produktivitas,
kinerja, keterampilan komunikasi, kreativitas, keselamatan, dan kesehatan
prima. Hal tersebut didukung oleh pernyataan bahwa aktivitas otak yang
pencernaan, aktivitas jantung dan pembuluh darah, serta fungsi kekebalan,
dalam memberikan energi pada tubuh dan dalam pemrosesan kognitif,
termasuk dalam penyimpanan, penataan, dan pembacaan informasi yang sudah
disimpan dalam otak, serta perolehan informasi saat terjaga.
Tidur mempunyai manfaat yang besar bagi tubuh, tidur REM
mempunyai peran penting untuk kinerja puncak pada siang hari antara lain
(Maas, 2002):
1. Penyimpanan dan Retensi Daya Ingat
Tidur REM sering disebut tidur “paradoksal” karena lebih mirip
dengan keadaan terjaga daripada keadaan tidur dalam hal aktivitas gelombang
otaknya. Pengaktifan neuron yang itensif menyebar ke atas dari batang otak.
Hal ini sebagai penyebab meningkatnya penyimpanan dan retensi ingatan serta
pengingatan kembali, pengorganisasian kembali, serta penagategorisasian
informasi.
2. Organisasi dan Reorganisasi Ingatan
Tidur, terutama aktivitas otak tidur-REM, memberikan kesempatan
untuk menyimpan ingatan penting sebelumnya untuk jangka panjang. Dalam
tidur REM ide-ide diorganisasikan ke dalam jaringan neural ide-ide yang
berkaitan yang telah ada di dalam otak. Dengan cara ini, pembelajaran baru
dapat dihubungkan dengan informasi lama secara efisien, sementara otak
mengganti, memodifikasi, dan meningkatkan ingatan sesuai dengan keperluan
dan pembacaan ingatan yang terkait juga dapat menjadi efisien. Beberapa
mungkin didapat dalam tidur REM karena kita mempunyai akses mudah ke
ingatan dan emosi kita.
3. Pembelajaran Baru dan Retensi melalui Penambahan Neurotransmiter
Neurotransmiter (pemancar otak) adalah pembawa berita kimia dalam
otak yang memungkinkan neuron-neuron saling berkomunikasi.
Neurotransmiter tertentu, misalnya norepinefrin dan serotonin, dianggap sangat
penting bagi pembelajaran dan retensi ingatan baru.
Tidur mempunyai fungsi restoratif, yaitu fungsi pemulihan kembali
bagian-bagian tubuh yang lelah, merangsang pertumbuhan, serta pemeliharaan
kesehatan tubuh. Proses tidur, jika diberi waktu yang cukup dan lingkungan
yang tepat akan menghasilkan tenaga yang luar biasa. Lebih lanjut, tidur dapat
memulihkan, meremajakan, dan memberikan energi bagi tubuh dan otak selain
itu tidur yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
(Mass, 2002). Beberapa peneliti meyakini bahwa tidur REM menjalankan
fungsi restoratif untuk otak, sedangkan tidur non-REM menjalankan fungsi
restoratif untuk tubuh (Sawyer, 2004).
Kurang tidur memberi efek buruk bagi manusia. Maas (2002)
memberikan gambaran tentang kekurangan tidur dan kinerja antara lain:
a. Kantuk pada siang hari. Ketidakmampuan untuk bekerja pada siang hari
tanpa kehilangan energy dan kewaspadaan, biasanya setelah pertengahan sore.
Perhatian tidak terfokus dan pusing, terutama jika mengerjakan tugas-tugas
b. Tidur Kecil. Tidur singkat, beberapa detik sekali waktu, yang menyebabkan
kecerobohan dan dapat mengakibatkan kecelakaan, bahkan kematian.
c. Serangan Tidur. Tidur dalam waktu panjang yang tiba-tiba terjadi dengan
cepat seperti sebuah serangan, tanpa peringatan, terjadi pada orang yang
kekurangan tidur parah.
d. Perubahan suasana hati, termasuk depresi, semakin mudah marah, dan
kehilangan rasa humor.
e. Stress, kecemasan dan kehilangan kemampuan menyelesaikan masalah.
f. Kurang tertarik berinteraksi dengan orang lain. Ingin menghindari
partisipasi kelompok atau berintegrasi dengan orang lain karena kelelahan.
Ingin memutuskan hubungan dengan dunia luar.
g. Tambah gemuk. Banyak orang berusaha menurunkan kecemasan atau rasa
bosan dengan makan.
h. Merasa dingin. Irama sirkadian melemah dan menyebabkan suhu tubuh
turun drastis.
i. Kekebalan terhadap penyakit dan infeksi virus turun.
j. Merasa lamban. Hilangnya motivasi untuk memenuhi tugas-tugas yang ada
atau melakukan usaha-usaha baru.
k. Produktivitas menurun. Penurunan fungsi kognitif dan waktu reaksi,
meliputi hal-hal sebagai berikut:
Kemampuan berkonsentrasi menurun
Kemampuan mengingat menurun (terutama ingatan jangka pendek)
Kemampuan berpikir logis menurun
Kemampuan mengasimilasi dan menganalisis informasi baru menurun
Kemampuan mengambil keputusan menurun
Kosakata dan keprigelan berkomunikasi menurun
Kreativitas menurun
Keprigelan dan koordinasi motorik menurun
Keprigelan pemahaman atau pengamatan menurun
Hal yang hampir serupa juga diungkapkan oleh Sawyer (2004) bahwa
kekurangan kuantitas dan kualitas tidur dapat menurunkan atau merusak
performansi seseorang secara umum dan keterjagaannya. Steward dan ware
(1992) mengungkapkan bahwa kekurangan tidur memberikan efek yang
negatif pada suasana hati dan performansi.
Kualitas tidur yang buruk telah dikaitkan dengan berbagai ukuran
gangguan kesejahteraan, seperti kesepian, sakit kronis, kekebalan tubuh,
metabolisme, dan resiko kematian lebih besar (Carmichael dan Reis, 2005).
Disamping itu, Kekurangan kualitas tidur dapat mengganggu emosi, pikiran
dan motivasi yang menyebabkan kelelahan, sulit berkonsentrasi, kehilangan
nafsu makan, gugup, kecemasan dan depresi (Alajbegovic, 2010).
4. Kualitas Tidur
Setiap orang memiliki jumlah waktu tidur yang berbeda-beda. Dahl
(Miller, 2002) menyatakan bahwa tidur yang cukup adalah sejumlah waktu
yang dibutuhkan oleh seseorang agar fungsi-fungsi tubuh yang lain dapat
lebih penting daripada jumlah waktu tidur. Beberapa orang bahkan
mengabaikan waktu tidur dengan berbagai alasan. Namun hasil beberapa
penelitian membuktikan bahwa jumlah waktu tidur yang optimum yang
dibutuhkan oleh seseorang adalah berkisar antara tujuh setengah sampai
dengan sembilan jam per hari. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Hidayat
(2006) bahwa kualitas tidur menunjukkan kemampuan individu untuk tidur dan
memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya.
Menurut Chopra (2003) kualitas tidur yang baik sepertinya terjadi
dengan sendirinya. Tidak perlu menghadapinya dengan tidak bisa beristirahat
atau dengan kecemasan, dan tidak perlu meminum obat apa pun untuk
mengalaminya. Nashori ( 2004 ) mendefinisikan kualitas tidur sebagai suatu
tingkatan keadaan, dimana tidur yang berkualitas dapat menghasilkan
kebugaran dan kesegaran pada saat bangun.
5. Aspek-aspek Kualitas Tidur
Adapun aspek-aspek kualitas tidur yang dirumuskan Nashori (2004):
1. Badan dalam keadaan rileks (tidak ada aktivitas yang berat) menjelang tidur.
Secara fisik, aktivitas yang dianjurkan adalah tidak melakukan
aktivitas fisik yang berat sesaat menjelang tidur. Dikatakan oleh Maas (2002)
bahwa menjelang tidur seseorang sebaiknya tidak melakukan aktivitas
olahraga. Aktivitas olahraga yang terlalu dekat dengan waktu tidur akan
menghadirkan pengaruh berupa terganggunya tidur seseorang. Melakukan
olahraga dianjurkan pada waktu sore hari atau tengah hari. Dapat juga dengan
otot leher dan meliuk-liukan lengan. Dengan begitu otot telah memperoleh
kesempatan untuk relaksasi. Cara latihan yang efektif akan memperkuat
jantung, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi reaksi teakanan darah
anda terhadap stress dan mengurangi ketegangan dan kegelisahan. Orang yang
tegang tidak dapat tidur dengan nyenyak, sementara orang yang santai dapat
tidur secara pulas (Maas,2002).
2. Nyenyak selama tidur.
Tidur melalui beberapa tahap, dari tidak nyenyak hingga sangat
nyenyak. Tahap-tahap tidur tersebut biasanya dibagi dalam fase non-REM dan
fase REM. Fase non- REM dibagi lagi empat tahap, yaitu non-REM 1 hingga
4, dan dilanjutkan dengan tahap terakhir yaitu REM.
Seseorang yang nyenyak tidurnya tidak mengalami gangguan-gangguan, baik
secara internal maupun ekternal yang menjadikan tidurnya tidak nyenyak.
Termasuk gangguan internal adalah mudah terbangun karena ingin kencing
suhu tubuh panas, dan sebagainya (Nashori, 2004). Sedangkan termasuk
gangguan eksternal adalah suara gaduh seperti ketukan pintu, seperti mobil,
adanya pukulan di tembok, dsb (Nashori, 2004). Apabila seseorang merasakan
nyenyak selama tidurnya maka akan mempengaruhi kinerja pada siang hari.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Maas (2002) bahwa tidur REM sangat
dibutuhkan untuk menyiapkan fungsi otak mencapai kinerja puncak pada siang
hari. Sehingga dengan tidur nyenyak seseorang dapat meningkatkan daya ingat,
daya pikir, dan mengeluarkan ide-ide kreatifnya untuk mencapai kinerja yang
3. Waktu tidur yang cukup (minimal enam jam dalam sehari).
Bila seseorang dapat tidur dalam waktu yang cukup, maka ia akan siap
melakukan aktivitas-aktivitas yang harus dikerjakan saat ia tersadar. Enam jam
tidur nyenyak dapat menyegarkan tubuh, sehingga dapat tercapai kinerja yang
maksimal dan mengurangi efek kekurangan tidur (Maas, 2002). Hal tersebut
juga didukung oleh pernyataan bahwa seseorang dapat tidur delapan jam atau
lebih, maka energi, tingkat kewaspadaan, dan kemampuan untuk memproses
informasi secara efektif dapat meningkat. Demikian juga keterampilan berpikir
kreatif.
Champman (dalam Sawyer, 2004) mendefinisikan hutang tidur sebagai
kesenjangan antara jumlah tidur minimal yang dibutuhkan individu untuk
menjelaskan aktivitasnya secara memadai, dan jumlah tidur sebenarnya yang
memiliki individu tersebut. Dijelaskan pula, semakin bertambahnya hutang
tidur seseorang, degradasi terhadap performansinya juga semakin meningkat.
LeClair (dalam Sawyer, 2004) menyatakan, kurang tidur selama dua jam saja
dapat menurunkan performansi seseorang secara signifikan sehingga
kemampuan berfikir kreatifnya tidak optimal.
Tentang waktu tidur yang cukup, diungkapkan oleh Maas (2002)
bahwa setiap orang mempunyai rekening utang tidur. Setiap orang perlu
menyimpan cukup tidur dalam rekening terebut agar dapat menjaga kondisi
homeostatis tidur tetap stabil, suatu hal yang akan membuatnya awas sepanjang
dalam rekeningnya untuk menghapus utang tidur yang diakibatkan oleh enam
belas jam terjaga terus-menerus.
4. Merasa segar ketika terbangun
Saat terbangun dari tidur yang cukup semestinya seseorang merasakan
rasa segar atau bugar saat terbangun. Dengan kebugaran itu, ia siap melakukan
berbagai aktivitas sepanjang hari secara efektif dan efisien (Maas, 2002).
Namun, tidak semua orang yang tidur merasa bugar saat terbangun. Banyak
orang yang merasakan badannya tidak bugar, persendiaannya ngilu-ngilu saat
terbangun, matanya ingin tertutup saja, dan sebagainya.
Terdapat aspek yang dipakai dalam Skala MOS untuk mengukur
kualitas tidur. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Cappelleri, dkk
(2009) dikatakan bahwa ada hubungan antara kualitas tidur dan MOS sleep
scale dengan signifikansi (p<0,01), kecuali snoring tidak berkorelasi dengan
kualitas tidur. Adapun aspek-aspek dari MOS, yaitu:
1. Sleep disturbance(gangguan tidur)
Kemampuan untuk tetap tidur. Indikator ketidakmampuan untuk
mempertahankan tidur dan berfungsi untuk mengidentifikasi insomnia
seperti gelisah, ketegangan, terjaga, dan mengalami kesulitan mendapatkan
tidur kembali. Gangguan tidur tersebut seperti tidur berjalan, mimpi buruk,
dll.
2. Awakening short of breath or with a headache(terbangun nafas pendek atau
dengan sakit kepala)
3. Quantity of sleep(jumlah tidur)
Jumlah jam tidur per malam. Kuantitas tidur berhubungan dengan status
kesehatan, dengan 7-8 jam per malam akan lebih maksimal dibanding tidur
kurang dari delapan jam. Resiko kematian akan lebih besar, jika seseorang
tidur kurang dari 7-8 jam per malam. Kuantitas tidur yaitu terkait dengan
skor jumlah jam tidur per malam antara 0-24 jam (Cappeleri, 2009).
4. Sleep adequacy(kecukupan tidur)
Evaluasi subyektif dari cukup tidur dalam hal jumlah dan peremajaan.
Persepsi cukup tidur.
5. Somnolence(mengantuk)
Kantuk pada siang hari yang berlebihan.
Beberapa penelitian percaya bahwa tidur mempuyai fungsi sebagai
pemulihan, yang menyediakan suatu periode istirahat yang memungkinkan
tubuh dan otak untuk sepenuhnya pulih dari aktivitas sehari-hari. Selain itu,
tidur juga berfungsi untuk menghemat energi (William, 2005).
Ada 7 komponen dalam PSQI (Pittsburgh sleep quality index) yang
digunakan untuk mengukur kualitas tidur. Adapun 7 komponen tersebut antara
lain (Buysse, 1989):
1. Subjective sleep quality
Keadaan yang dirasakan saat individu tertidur, seperti kedalaman tidur
seseorang.
2. Sleep latency