BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KULIT BUAH DURIAN (BOMBACEAE SP.)Buah durian merupakan tanaman daerah tropis, karenanya dapat tumbuh baik di Indonesia. Panjang buah durian yang matang bisa mencapai 30-45 cm dengan lebar 20-25 cm, dan berat antara 1,5-2,5 kg. Setiap buah berisi 5 juring yang di dalamnya terletak 1-5 biji yang diselimuti daging buah yang berwarna putih, krem, kuning, atau kuning tua. Tiap varietas durian menentukan besar kecilnya ukuran buah, rasa, tekstur, dan ketebalan buah durian [11]
Kandungan daging buah durian merupakan 20-35% dari berat buah, sedangkan bijinya 5-15%, sisanya berupa kulit 60-75%. [12]
Kulit durian mengandung sejumlah senyawa organik. Tabel 2.1 dibawah ini menunjukkan komposisi kimia dari kulit durian
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Kulit Durian [5] Senyawa Komposisi (%) Karbon 57.42 Oksigen 31.94 Hidrogen 1.13 Nitrogen 8.41 Sulfur 1.10 2.2 ADSORPSI
Secara umum adsorpsi dapat diartikan sebagai peristiwa fisika pada permukaan suatu bahan, yang tergantung dari spesifikasi antara adsorben dengan zat yang diserap (adsorbat).
Adsorpsi yang terjadi pada permukaan adsorben dapat bersifat adsorpsi fisika (adsorpsi Van der Waals) atau adsorpsi kimia (chemisorption). Adsorpsi fisik terjadi akibat adanya perbedaan energi atau gaya tarik bermuatan listrik (gaya van der Walls). Molekul adsorbat mulai diikat secara fisik menuju molekul adsorben. Tipe adsorpsi ini multilayer, karena masing-masing molekul membentuk lapisan di atas lapisan sebelumnya, dengan nomor lapisan sesuai dengan konsentrasi kontaminan. Adsorpsi ini tidak spesifik dan mirip dengan proses kondensasi, dan terjadi pada zat-zat yang bersuhu rendah dengan adsorpsi
relatif rendah. Dalam hal ini perubahan panas adsorpsi mempunyai derajat yang sama dengan panas kondensasi dari gas menjadi cair, sehinga gaya yang menahan adsorpsi molekul-molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel, karena kebutuhan energi yang sangat kecil. Adsorpsi Kimia (chemisorption), bersifat spesifik dan terjadi berdasarkan ikatan kimia antara adsorben dengan zat yang teradsorpsi (adsorbat), sehingga dibandingkan dengan adsorpsi fisik, kerja yang terjadi jauh lebih besar begitu juga dengan panas adsorpsi dibanding dengan adsorpsi fisik, selain itu adsorpsi kimia terjadi pada suhu yang tinggi. Karena terjadinya ikatan kimia, maka pada permukaan adsorben dapat berbentuk suatu lapisan dan apabila hal ini berlanjut maka adsorben tidak akan mampu lagi menyerap zat lainnya. Proses adsorpsi secara kimia bersifat irreversible. Adsorpsi fisik tidak melibatkan trasfer elektron dan selalu mempertahankan individualitas dari senyawa yang berinteraksi. Interaksi yang terjadi adalah reversible, yang memungkinkan terjadinya desorpsi pada temperatur yang sama, walaupun proses terjadi secara lambat akibat efek difusi. Adsorpsi kimia melibatkan ikatan kimia dan bersifat irreversible. Adsorpsi fisik tidak site spesifik, molekul yang terserap bebas menutupi seluruh permukaan. Hal ini memungkinkan dilakukannya pengukuran luas area solid adsorben. Sebaliknya, adsorpsi kimia bersifat site
spesifik, molekul hanya terserap pada tempat-tempat tertentu saja. Panas pada adsorpsi fisik lebih rendah dibandingkan dengan panas dari adsorpsi kimia [14].
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses adsorpsi, diantaranya adalah
• Luas permukaan adsorben
• Afinitas adsorben terhadap adsorbat, yang dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk pori, polaritas dan reaktivitas
• Karakteristik adsorbat, yang meliputi : - Densitas dan berat molekul
- Ukuran dan bentuk molekul - Tekanan uap
- Konsentrasi
- Adanya senyawa lain sebagai kompetitor - Polaritas
- Reaktivitas adsorbat • Temperatur dan tekanan
• Waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben
2.3 ADSORBEN
Adsorbenadalah bahanpadatan yang mampu menjerap suatu partikel (adsorbat) dari suatu cairan. Pada umumnya jenis jenis adsorben yang digunakan dalam proses adsorpsi adalah, karbon aktif, polimer sintesis, alumina, silika gel, zeolit (molecular sieve), dan lain-lain [1].
Karakteristik yang paling penting untuk menetukan kulitasdari suatuadsorbenadalah:kapasitas adsorpsi, selektivitas, regenerability, kinetika, kompatibilitas, dan biaya. Semua jenis adsorben memiliki kelebihan dan kekuranganya masing-masing.
Kapasitas adssorpsi adsorben merupakan hal yang paling penting dari suatu adsorben yaitu seberapa banyak adsorbat yang dapat dijerap oleh adsorben. Kapasitas adsorpsi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti konsentrasi, suhu, terutama kondisi awal adsorben. Umumnya data kapasitas
adsorpsidikumpulkanpada suhutetap denganberbagai konsentrasiadsorbat(tekananparsialuntukuapatau gas), dandatadiplotsebagai data
isoterm(memuat konsentrasiterhadap temperatur konstan).
Selektivitas adsorbenberkaitan dengankapasitas sebagai contoh adalah berapa rasio yang dibutuhkan antara bahan baku terhadap activating agent dalam membuat adsorben apabila bahan baku dalam jumlah yang sedikit dapat dibuat maka tingkak selektivitas adsorben semakin baik.
Regenerability adsorben adalah kemapuan dari adsorben untuk dapat digunakan secara berulang. Regenerabilitymungkindicapai denganpenambahan suhu, penambahan tekanan,perlakuan kimia(misalnya, dengandisplacement, elusi, atauekstraksisuperkritis), atau kadang-kadangdengan kombinasidari beberapa cara tersebut.
Klasifikasi adsorben berdasarkan jenisnya terbagi menjadi: 1. Adsorben Organik
Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang mengandung pati. Adsorben ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1979 untuk mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung, dan gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas tumbuhan yang akan dijadikan adsorben.
Beberapa contoh adsorben organik: a. Karbon aktif
Adsorben karbon seperti karbon aktif, kokas aktif, karbon
molecular sieve adalah bahan padat berpori tinggi dimana karena sifat permukaan menyebabkan terakumulasinya bahan organik dan non polar. Adsorben karbon diproduksi dari bahan organik seperti kayu, kokas petroleum, gambut, batu bara, cangkang kelapa sawit, antrasit, inti plum, cangkang kelapa, sekam padi, lignin, serbuk gergaji, benih sekam, tulang, dan lain-lain.
Karbon aktif merupakan jenis adsorben yang paling terkenal dan banyak digunakan dalam pengolahan air limbah. Proses pembuatan karbon aktif terdiri dari dehidrasi, karbonisasi bahan baku dan aktivasi. Proses karbonisasi mengubah bahan organik menjadi karbon primer dimana merupakan campuran abu, tar, karbon amorphous, dan kristal karbon. Selama karbonisasi, produk yang terdekomposisi/tar terdeposisi di pori-pori, kemudian dihilangkan pada proses aktivasi. Aktivasi terdiri dari dua proses, yaitu pemanasan yangmenyebabkan dekomposisi produk (tar) yang amorphous dan perbesaran ukuran pori.
b. Polimer
Beberapa adsorben polimer bersifat hidrofilik dan ada yang bersifat hidrofobik. Harga adsorben polimer sepuluh kali lebih mahal dibandingkan adsorben lainnya. Aplikasi adsorben ini adalah proses
recovery dan pemurnian antibiotik dan vitamin, penghilangan warna (decolorization), pemisahan bahan organik halogen dari air, perawatan
limbah industri tertentu seperti larutan fenol dan recovery VOC dari off-gas. Contoh adsorben polimer adalah polistirena divinil benzena, polimetakrilat, etilvinilbenzena, dan lain-lain.
2. Adsorben Anorganik
Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-bahan non pangan, sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitasnya cenderung sama. Beberapa contoh adsorben anorganik :
a. Alumina aktif
Alumina aktif diproduksi dari alumina yang terhidrasi (Al2O3.nH2O) dimana n = 1 atau 3, dengan cara dehidrasi (kalsinasi) pada kondisi terkontrol untuk mendapatkan n = 0,5. Ketika alumina terhidrasi dipanaskan, grup hidroksil meninggalkan struktur bahan padat berpori dari alumina aktif. Bahan ini berwarna putih, transparan, dan berkapur. Alumina aktif digunakan untuk menghilangkan uap air dari gas, menghilangkan limbah logam berat seperti As(V), Cl-, F-, PO43- dari air.
b. Silika gel
Silika gel bersifat inert, tidak beracun, polar dan bentuk
amorphous stabil (< 4000C) dari SiO2. Silika gel merupakan hasil reaksi dari sodium silikat dan asam asetat, kemudian mengalami proses aging, pickling, dan lain-lain. Adsorben silikat yang berhubungan termasuk magnesium silikat, kalsium silikat, dan lain-lain. Silika gel umumnya digunakan sebagai adsorben untuk senyawa polar. Selain itu, juga dapat digunakan untuk menyerap ion-ion logam dengan prinsip pertukaran ion namun kemampuannya untuk menyerap logam terbatas.
c. Zeolit (Molecular Sieve)
Zeolit adalah kristal silikat dengan rumus kimia Me2/nO.Al2O3.xSiO2.yH2O (n = valensi) terdiri dari oksida alkali atau logam alkali tanah (Na, K, Ca) dan dikarakterisasi dengan struktur pori dengan dimensi masing-masing pada rentang ukuran molekul.
Pemisahan molecular sieve berdasarkan pada ukuran molekul dan bentuk disebabkan ukuran pori yang kecil (< 1 nm) dan distribusi pori yang sempit. Beberapa spesimen zeolit berwarna putih, kebiruan, kemerahan, coklat karena hadirnya oksida besi atau logam lainnya. Struktur zeolit dapat dibedakan dalam tiga komponen yaitu rangka aluminosilikat, ruang kosong saling berhubungan yang berisi kation logam dan molekul air dalam fase occluded. Sifat kimia zeolit antara lain mengalami hidrasi pada suhu tinggi, sebagai penukar ion, dan mengadsorpsi gas dan uap [15].
2.4 KARBON AKTIF
karbon aktif adalah salah satu adsorben yang paling dikenal memiliki ciri berupa padatan berpori dan mengandung karbon yang tinggi, karbon aktif adalah unsur karbon yang telah mengalami reaksi dengan gas selama atau setelah karbonisasi untuk meningkatkan porositas [16].
Proses aktivasi karbon aktif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aktivasi kimia dan aktivasi fisika.
Aktivasi kimia biasanya digunakan untuk bahan dasar yang mengandung sellulosa dan menggabungkan antara tahap karbonisasi dan tahap aktivasi. Zat kimia yang dapat mendehidrasi seperti phosforic acid (H3PO4) atau KOH ditambahkan ke bahan dasar pada temperatur yang telah dinaikkan. Produk ini kemudian akan mengalami pirolisis termal yang mendegradasi selulosa lalu didinginkan dan terakhir agen aktivasinya diekstraksi. Biasanya hasil proses ini adalah karbon aktif bubuk densitas rendah. Aktivasi kimia ini bertujuan mengurangi pembentukan pengotor dan produk samping dengan cara merendam bahan mentah dalam senyawa kimia. proses aktivasi kimia dilakukan pada temperatur 500-900 oC dan activating agent yang digunakan bervariasi seperti
phosphoric acid, zinc chloride, potassium sulfide, KOH dan NaOH.
Aktivasi fisika disebut juga aktivasi termal. aktivasi fisika adalah proses untuk mengembangkan struktur pori dan memperbesar luas permukaan karbon aktif dengan perlakuan panas pada temperature 800-1000 oC dengan mengalirkan gas pengoksidasi seperti uap atau karbondioksida [17].
Berdasarkan ukurannya, karbon aktif dapat dibagi menjadi 2 yaitu
Powdered Activated Carbon (PAC) dengan diameter lebih kecil dari 0,074 mm dan Granular Activated Carbon (GAC) dengan diameter lebih besar dari 0,1 mm [1].
Tabel 2.2 dibawah ini menjelaskan perbedaan karakteristik dari Powdered Activated Carbon (PAC) dan Granular Activated Carbon (GAC) pada karbon aktif komersial.
Tabel 2.2 Perbedaan Karakteristik dari Powdered Activated Carbon (PAC) dan Granular Activated Carbon (GAC) Pada Karbon Aktif Komersial [1].
Parameter unit GAC PAC
Total surface area m2/g 700-1300 800-1800
Bulk density kg/m3 400-500 360-740
Particle density, wetted in water
kg/l 1,0-1,5 1,3-1,4
Particle size range mm (µm) 0,1-2,36 (5-50)
Effective size mm 0,6-0,9 na
Iodine number 600-1100 800-1200
Ash % ≤8 ≤6
Moisture as packed % 2-8 3-10
2.5 LIMBAH TEKSTIL
Zat warna yang digunakan pada umumnya beragam jenis dan golongannya tergantung dari jenis seratnya. Namun beberapa zat warna tekstil mengandung polutan berupa logam berat dan atau “intermediate dye” yang berbahaya. Logam berat tersebut antara lain adalah tembaga, nikel, krom, merkuri dan kobalt. Polutan tersebut pada akhirnya akan berada dalam perairan umum, karena pada proses pencelupan hanya sebagian zat warna yang akan terserap oleh bahan tekstil dan sisanya (2 – 50%) akan berada dalam pembilas tekstil, sehingga apabila konsentrasinya cukup besar, maka dapat mencemari lingkungan. Selain itu pembilas tekstil menjadi berwarna-warni dan mudah dikenali pencemarannya [32]
Perkembangan industri tekstil di Indonesia telah maju dengan pesat, dampak negatif dari pembangunan industri tekstil tersebut terutama dari proses pencelupan adalah pencemaran lingkungan apabila air limbahnya dibuang ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu [33]
Industri pencelupan tekstil dalam proses produksinya menghasilkan produk samping berupa air limbah dalam jumlah yang besar dan mengandung berbagai macam bahan-bahan kimia digunakan pada proses pengkanjian, pengelantangan dan pewarnaan. Air sisa pencelupan tekstil ini apabila dibuang begitu saja ke perairan tanpa adanya proses pengolahan terlebih dahulu, maka dapat berdampak negatif bagi keberlangsungan ekosistem perairan [34].