• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Fisik dan Kimiawi Pakan Ikan yang Menggunakan Bahan Perekat Alami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Uji Fisik dan Kimiawi Pakan Ikan yang Menggunakan Bahan Perekat Alami"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

25

Uji Fisik dan Kimiawi Pakan Ikan yang Menggunakan Bahan Perekat Alami

Dini Siswani Mulia

1

, Heri Maryanto

2

1,2

Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Jalan Raya Dukuh Waluh PO BOX 202 Purwokerto 53182

Tel. 0281-636751, Fax. 0281-637239,

1

E-mail: dsiswanimulia@yahoo.com

ABSTRAK

Pakan ikan yang baik, selain memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan ikan juga tetap kompak dan memiliki daya apung yang ideal selama berada di kolam. Untuk itu diperlukan penambahan bahan perekat dalam pembuatan pakan ikan. Bahan perekat alami yang dapat digunakan di antaranya tepung tapioka dan tepung terigu. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji uji fisik dan kimiawi pakan ikan yang menggunakan bahan perekat alami serta mengkaji jenis bahan perekat dan konsentrasi yang paling baik terhadap sifat fisik dan kimiawi pakan ikan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) 7 perlakuan dan 3 kali ulangan, yaitu P0 : pakan komersial (kontrol); P1 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 5 %; P2 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 7,5 %; P3 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 10 %; P4 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 5 %; P5 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 7,5 %; P6 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 10 %. Bahan baku pakan adalah tepung bulu ayam yang difermentasi dengan Bacillus licheniformis B2560, ampas tahu yang difermentasi dengan Aspergillus niger sp, dan tepung ikan rucah. Parameter yang diamati adalah uji fisik pakan ikan (daya apung, tingkat kekerasan, tingkat homogenitas, kecepatan pecah, dan uji organoleptik) dan uji kimiawi pakan ikan (uji proksimat). Data daya apung, tingkat kekerasan, tingkat homogenitas, dan kecepatan pecah pakan dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf uji 5%. Data uji organoleptik dan uji proksimat dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bahan perekat berpengaruh nyata terhadap hasil uji fisik pakan ikan, meliputi daya apung, tingkat kekerasan, tingkat homogenitas, dan kecepatan pecah pakan ikan. Demikian juga hasil uji kimiawi pakan ikan, meliputi uji proksimat (kadar protein dan kadar air) dan uji organoleptik (tekstur, aroma, dan bau) berbeda antara perlakuan bahan perekat dan pakan komersial. Perlakuan dengan bahan perekat lebih baik daripada pakan komersial. Jenis bahan perekat dan konsentrasi terbaik adalah tepung terigu 10 %.

Kata Kunci : alami, bahan perekat, pakan ikan, uji fisik, uji kimawi.

PENDAHULUAN

Kualitas pakan buatan untuk ikan, tidak hanya ditentukan oleh kandungan nutrisinya yang mencukupi untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan ikan, akan tetapi juga ditentukan oleh sifat fisiknya, misalnya kemampuan daya apungnya maupun stabilitas pakan dalam air, serta beberapa sifat fisik pakan yang lain. Agar diperoleh pakan dengan stabilitas dalam air yang baik, perlu digunakan bahan perekat (binder) ke dalam campuran bahan pakan tersebut. Binder atau bahan perekat adalah bahan tambahan yang sengaja ditambahkan ke dalam formula pakan untuk menyatukan semua bahan baku yang digunakan dalam membuat pakan (Saade & Aslamyah, 2009). Penggunaan binder yang tepat dapat meningkatkan kualitas pakan.

Selama ini, pembuatan pakan dengan menggunakan berbagai macam formula pakan sudah banyak dilakukan dan hasilnya mampu meningkatkan kandungan nutrisi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan ikan. Akan tetapi, tingginya kandungan nutrisi pakan tidak diimbangi dengan stabilitas pakan dalam air dan daya apungnya yang baik. Akibatnya, banyak pakan yang langsung tenggelam ketika ditebar ke kolam dan dalam waktu singkat hancur di dalam air sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh ikan. Bentuk fisik pakan pellet sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan, ukuran pencetak, jumlah air, tekanan, metode setelah pengolahan dan penggunaan bahan perekat untuk

(2)

26

menghasilkan pellet dengan struktur yang kuat, kompak, dan kokoh sehingga pellet tidak mudah pecah (Jahan et al., 2006).

Binder sebagai bahan perekat bahan baku pakan, dikenal ada dua jenis, yaitu bahan perekat alami dan sintetis. Bahan perekat alami telah banyak digunakan sebagai bahan perekat untuk berbagai pakan, antara lain tepung tapioka (Nasution, 2006; Syamsu, 2007), tepung gaplek (Syamsu, 2007) tepung terigu, tepung jagung, tepung beras, onggok (Retnani et al., 2010; Setiyatwan et al., 2008), molasses (Setiyatwan et al., 2008), bungkil inti sawit dan solid ex decanter (Krisnan & Ginting, 2009), serta rumput laut (Saade & Aslamyah, 2009). Bahan perekat sintetis yang biasa digunakan antara lain CMC (Carboksil Metil Cellulosa). Namun, CMC harganya mahal, sehingga kurang ekonomis dan efektif apabila digunakan sebagai bahan perekat pada pakan ikan. Oleh karena itu, perlu dipilih bahan perekat alami yang memiliki potensi perekat yang baik, tetapi harganya murah dan tidak akan terlalu meningkatkan biaya pembuatan pakan.

Tepung tapioka dan tepung terigu merupakan alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan perekat. Syamsu (2007) menggunakan tepung tapioka dalam pembuatan pakan itik berbentuk pellet. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan tepung tapioka 5% dalam ransum pakan itik menghasilkan sifat fisik terbaik. Nasution (2006) menggunakan tepung tapioka 5 %, hasilnya pakan ikan memiliki daya apung di atas permukaan air selama ±10 menit. Tepung terigu masih jarang diteliti kemampuannya dalam sifat fisik pakan ikan, akan tetapi bahan tersebut sering digunakan sebagai bahan olahan dari pati yang berpotensi untuk merekatkan bahan baku.

Bahan baku pakan yang digunakan adalah tepung bulu ayam dan ampas tahu yang difermentasi serta tepung ikan rucah. Mikrobia yang digunakan untuk fermentasi tepung bulu ayam dipilih berdasarkan kemampuannya dalam mendegradasi bulu ayam, demikian juga untuk mikrobia yang digunakan dalam fermentasi ampas tahu dipilih berdasarkan potensinya dalam memfermentasi ampas tahu sehingga menghasilkan kadar protein terbaik. Tepung bulu ayam difermentasi menggunakan Bacillus licheniformis B2560 dan ampas tahu difermentasi dengan Aspergillus niger (Mulia et al., 2013).

Dalam penelitian ini, formulasi pakan berupa tepung bulu ayam yang difermentasi dengan Bacillus licheniformis B2560, ampas tahu yang difermentasi dengan Aspergillus niger, dan tepung ikan rucah akan ditambah bahan perekat tepung tapioka dan tepung terigu. Kedua bahan perekat alami digunakan dengan berbagai konsentrasi berbeda, untuk diketahui jenis bahan perekat dan konsentrasi yang optimal berdasarkan sifat fisik dan kimiawi pakan ikan yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji uji fisik dan kimiawi pakan ikan yang menggunakan bahan perekat alami serta mengkaji jenis bahan perekat dan konsentrasi yang paling baik terhadap sifat fisik dan kimiawi pakan ikan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 kali ulangan. Adapun rincian perlakuan adalah sebagai berikut :

P0 : pakan komersial (kontrol)

P1 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 5 % P2 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 7,5 % P3 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 10 % P4 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 5 % P5 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 7,5 % P6 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 10 %

1. Prosedur Penelitian

a.Fermentasi Bulu Ayam dengan Bacillus licheniformis B2560 1).Pembuatan Inokulum B. licheniformis B2560

Pembuatan inokulum dilakukan dalam media NA. B. licheniformis digoreskan dalam media NA yang dibuat miring pada tabung reaksi dan dibiarkan tumbuh pada suhu kamar selama 48 jam. Sebanyak

(3)

27

10 ml NB dimasukkan ke dalam tabung biakan bakteri B. licheniformis, sehingga diperoleh suspensi sel bakteri yang disebut dengan inokulum (Desi, 2002).

2).Perbanyakan Biakan Bakteri B. licheniformis B2560

Perbanyakan B. licheniformis dilakukan dengan menginokulasi biakan pada media NA dan dibiarkan selama 48 jam. Isolat dipindahkan ke dalam 10 ml media NB dan diinkubasi pada pH 8,0 dan suhu 450C selama 5 hari. Kultur yang dihasilkan dipindahkan seluruhnya ke dalam 90 ml media NB dan

diinkubasi selama 48 jam. Seluruh kultur dipindahkan ke dalam 900 ml media NB dan diinkubasi kembali selama 48 jam. Hasil akhir dari proses ini diperoleh kultur bakteri B. licheniformis yang digunakan untuk proses fermentasi.

3).Pembuatan Tepung Bulu Ayam

Menurut Tarmizi (2001), pembuatan tepung bulu ayam dilakukan dengan cara bulu ayam dikumpulkan dan diambil dari RPA. Bulu ayam yang terkumpul dicuci hingga bersih dengan air mengalir. Hal tersebut dimaksudkan untuk memisahkan bulu ayam dari sisa-sisa darah maupun kotoran lainnya yang menempel. Bulu ayam yang sudah bersih dikeringkan pada sinar matahari hingga benar-benar kering. Bulu ayam yang sudah kering digiling menggunakan mesin giling. Hasil yang diperoleh dari penggilingan berupa tepung bulu ayam.

4).Fermentasi Tepung Bulu Ayam

Proses fermentasi dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan sterilisasi tepung bulu ayam pada 1210C, 1 kg/cm2 selama 15 menit dengan tujuan untuk menghilangkan mikroorganisme ikutan atau

mencegah terjadinya kontaminan oleh mikroorganisme lain (Desi, 2002). Sebanyak 2 gram tepung bulu ayam dicampurkan dengan inokulum B. licheniformis sebanyak 5 ml ke dalam Erlenmeyer pada pH 8,5 dan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 550C selama 72 jam. Hasil dari proses fermentasi diperoleh

tepung bulu ayam yang disebut dengan hidrolisat bulu ayam (HBA).

b.Fermentasi Ampas tahu dengan Aspergilus niger 1).Pembuatan Inokulum

A.niger pada medium PDA miring umur 5 24 jam masing-masing ditambahkan 40 ml aquades steril kemudian dikerok sampai semua spora kapang lepas dan divortek sehingga diperoleh suspensi. Suspensi digunakan untuk proses fermentasi medium ampas tahu, dan untuk penghitungan jumlah spora kapang menggunakan metode TPC. Untuk keperluan perhitungan tersebut dilakukan pengenceran suspensi kapang dari 10-1 sampai dengan 10-7.

2.) Fermentasi Ampas Tahu

Media fermentasi dibuat dengan menyiapkan ampas tahu sebanyak 50 g, dicuci menggunakan air bersih, kemudian ampas tahu ditiriskan atau diperas sampai kadar airnya berkurang dan diremas agar tidak menggumpal, mengukus ampas tahu selama 30 menit, mendinginkan sampai suhu 35 dan mempunyai pH 6. Ampas tahu kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri dan diinokulasi dengan kapang A.niger pada inokulum sebanyak 2,5 ml sesuai perlakuan dan diinkubasi selama 2-3 hari.

c. Ikan rucah

Ikan rucah terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran. Selanjutnya digiling menjadi tepung ikan, lalu dijemur. Ikan rucah merupakan ikan rusak atau sortiran yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi manusia (afkiran). Ikan rucah diambil dari TPI Kebon Baru Cilacap, dan jenisnya bermacam-macam, antara lain ikan kembung, sepat, nilam, rebon, dan sejenisnya. Ikan rucah dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel. Setelah dibersihkan, ikan ini dikeringkan dengan sinar matahari hingga benar-benar kering. Kemudian ikan tersebut digiling menggunakan mesin penggiling sehingga diperoleh tepung ikan rucah.

d. Pembuatan Pakan (pellet)

Pakan dibuat dengan mencampurkan tepung bulu ayam terfermentasi, ampas tahu terfermentasi, dan tepung ikan rucah dengan perbandingan 1:1:1. Adapun bahan perekat yang digunakan adalah tepung tapioka dan tepung terigu dengan konsentrasi sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya, ditambahkan air

(4)

28

hangat agar adonan berbentuk pasta dan mudah untuk dicetak. Pakan dicetak dengan menggunakan mesin pencetak pellet. Selanjutnya, pellet dioven pada suhu 50ºC.

2. Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah uji fisik dan kimiawi pakan ikan (Saade & Aslamyah, 2009).

a.Uji Fisik Pakan Ikan

Uji fisik pakan ikan meliputi daya apung, tingkat kekerasan, tingkat homogenitas, kecepatan pecah, dan uji organoleptik pakan ikan. Daya apung pakan dilakukan dengan menjatuhkan 5 butir pakan ke dalam gelas ukur 500 ml yang berisi air setinggi 20 cm. Setelah itu mengamati dan mencatat waktu yang dibutuhkan oleh pakan tersebut mencapai dasar ember dengan menggunakan stop watch.

Tingkat kekerasan pakan diukur dengan memasukkan 2 g pakan ke dalam pipa paralon dengan tinggi 1 m. kemudian pakan dijatuhi beban anak timbangan dengan berat 500 g. Pakan yang telah dijatuhi beban kemudian diayak menggunakan ayakan dengan ukuran mata ayakan sebesar 0,5 mm. Tingkat kekerasan dihitung dalam persentasi pakan yang tidak hancur dengan menggunakan ayakan (Saade & Aslamyah, 2009).

Tingkat homogenitas pakan bertujuan untuk mengetahui tingkat keseragaman ukuran partikel bahan penyusun pakan. Pakan sebanyak 5g digerus di mortar dengan tekanan yang sama. Selanjutnya, pelet uji diayak menggunakan ayakan dengan ukuran mata ayakan sebesar 0,5 mm. Persentase pelet uji yang lolos pada ayakan tersebut menunjukkan tingkat homogenitas pakan ikan.

Uji kecepatan pecah mengukur berapa lama waktu sampai pakan hancur di dalam air. Uji ini diamati secara visual. Sebanyak 10 butir pellet dimasukkan ke dalam beaker glass yang diisi 1 L air. Untuk mengetahui pelet sudah lembek atau belum dilakukan penekanan dengan jari telunjuk. Pengamatan ini dilakukan dengan memencet pelet setiap lima menit (Saade & Aslamyah, 2009), sampai pakan pecah/hancur. Uji organoleptik merupakan metode analisis untuk mengidentifikasi tampilan fisik pakan ikan, meliputi tekstur, aroma, dan warna. Pengamatan dilakukan secara visual.

b. Uji Kimiawi Pakan Ikan

Uji kimiawi pakan ikan meliputi uji kandungan nutrisi pakan secara kimiawi. Pengujian kimiawi yang dilakukan adalah uji proksimat berupa kadar protein kasar dan kadar air dalam pakan uji.

3. Analisis Data

Data daya apung, tingkat kekerasan, tingkat homogenitas, dan kecepatan pecah pakan dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf uji 5%. Data uji organoleptik dan uji proksimat dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Daya Apung Pakan Ikan

Pakan ikan yang berkualitas, selain ditentukan oleh kandungan nutrisinya, juga ditentukan oleh sifat fisik pakan tersebut di dalam air, di antaranya, daya apung pakan, tingkat kekerasan, tingkat homogenitas, dan kecepatan pecah pakan. Hal ini dikarenakan, pakan ikan selalu terpapar di dalam air sehingga secara fisik harus memiliki daya apung yang baik (tidak cepat tenggelam), tidak mudah lembek, homogen, dan tidak mudah pecah agar dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh ikan ketika pakan tersebut dimasukkan ke dalam air tempat budidaya.

Dalam penelitian ini, pakan dibuat dengan mencampurkan 3 bahan dengan komposisi sama, yaitu tepung bulu ayam terfermentasi, ampas tahu terfermentasi, dan tepung ikan rucah dengan perbandingan 1:1:1, dan ditambahkan 2 jenis bahan perekat, yaitu tepung tapioka dan tepung terigu. Penggunaan bahan perekat dengan konsentrasi berbeda menghasilkan daya apung pakan yang berbeda pula (Tabel 1). Namun, penggunaan kedua bahan perekat dengan konsentrasi yang sama menghasilkan daya apung pakan yang cenderung sama. Hal ini menunjukkan bahwa kedua bahan perekat, baik tepung tapioka maupun tepung terigu mempunyai potensi yang sama dalam merekatkan beberapa bahan baku pakan, sehingga menjadi pakan yang kompak. Daya apung terendah dihasilkan oleh perlakuan P1 (pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 5 %) dan P4 (pakan dengan bahan perekat tepung terigu 5 %), sebesar masing-masing 60,25 ± 5,12 dan 64,75 ± 1,71, selanjutnya perlakuan P2 (pakan dengan bahan

(5)

29

perekat tepung tapioka 7,5 %) dan P5 (pakan dengan bahan perekat tepung terigu 7,5 %), yaitu 124,50 ± 24,85dan 125,00 ± 32,07. Perlakuan dengan menggunakan bahan perekat tepung tapioka dan tepung terigu pada konsentrasi 10 % (P3 dan P6) memiliki daya apung tertinggi dan sama dengan daya apung pakan komersial.

Tabel 1. Daya Apung Pakan Ikan

Perlakuan Daya Apung Pakan Ikan (menit) Rerata ± Standar deviasi (menit)

1 2 3 4 P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 225 65 90 251 65 84 287 242 53 125 263 63 160 349 320 61 135 332 67 137 316 345 62 148 330 64 119 261 283,00 ± 58,48c 60,25 ± 5,12a 124,50 ± 24,85b 294,00 ± 43,01c 64,75 ± 1,71 a 125,00 ± 32,07b 303,25 ± 37,88c

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf superscript yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf uji 5%

P0 : pakan komersial

P1 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 5 % P2 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 7,5 % P3 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 10 % P4 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 5 % P5 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 7,5 % P6 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 10 %

Tepung tapioka dan tepung terigu, pada konsentrasi 10% dapat meningkatkan daya apung selama 294-303,45 menit dibandingkan konsentrasi 5 dan 7,5 % (60,25-125,00 menit), serta cenderung menyamai daya apung pakan komersial, yaitu selama 283 menit. Hal ini diduga semakin banyak bahan perekat yang digunakan, semakin meningkat pula kemampuannya dalam merekatkan bahan baku pakan. Namun, bukan berarti konsentrasi bahan perekat perlu ditingkatkan lagi lebih dari 10%, karena akan mengurangi kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan. Konsentrasi 10% diduga paling efektif karena mampu menyamai daya apung pakan komersial.

Tepung tapioka dan tepung terigu baik digunakan sebagai bahan perekat pakan ikan. Hasil penelitian Syamsu (2007), menunjukkan bahwa tepung tapioka 5% dalam ransum pakan itik menghasilkan sifat fisik terbaik dibandingkan dengan tepung gaplek 5 %. Tepung tapioka mengandung karbohidrat sebesar 86,9%, sedangkan tepung terigu mengandung karbohidrat sebesar 77,3% (Astawan, 2008). Bahan dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi baik dijadikan bahan perekat. Karbohidrat dalam pakan berfungsi sebagai perekat dan memperkuat ikatan partikel penyusun pakan (Setiyatwan et al., 2008).

2. Tingkat Kekerasan Pakan Ikan

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan penggunaan bahan perekat berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (pakan komersial) maupun antar perlakuan dengan bahan perekat berbagai konsentrasi (Tabel 2). P0 yang menggunakan pakan komersial memiliki tingkat kekerasan terendah, yaitu 74,50 %, sedangkan P1 sedikit lebih tinggi dari P0, yaitu 87,38 %, dan perlakuan P2, P3, P4, P5, dan P6 memiliki tingkat kekerasan tertinggi, yaitu 94,50-96,38 %. Tepung terigu dan tepung tapioka selain sebagai sumber energi, juga berperan sebagai bahan perekat yang baik (Mudjiman, 2004) sehingga pakan yang dihasilkan memiliki tingkat kekerasan yang lebih baik.

(6)

30

Tabel 2. Tingkat Kekerasan Pakan Ikan

Perlakuan Tingkat Kekerasan Pakan Ikan (%) Rerata ± Standar deviasi (%)

1 2 3 4 P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 74 80 94,5 98 95 95,5 93 70,5 84 93 95 96 96 94,5 75 94,5 96 96,5 95,5 92 96 78,5 91 94,5 96 96 96 95,5 74,50 ± 3,29a 87,38 ± 6,58b 94,50 ± 1,23c 96,38 ± 1,25c 95,63 ± 0,48c 94,88 ± 1,93c 94,75 ± 1,32c

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf superscript yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf uji 5%

P0 : pakan komersial

P1 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 5 % P2 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 7,5 % P3 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 10 % P4 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 5 % P5 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 7,5 % P6 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 10 3. Tingkat Homogenitas Pakan Ikan

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan perekat dengan berbagai konsentrasi berpengaruh nyata terhadap tingkat homogenitas pakan ikan. Perlakuan P1 dan P2 memiliki tingkat homogenitas terendah, yaitu 47,38 % dan 45,88 %, sedangkan P3, P4, dan P5 memiliki tingkat homogenitas lebih tinggi, yaitu 55,00 %, 53,38 %, dan 55,88 %. Tingkat homogenitas tertinggi, dihasilkan oleh perlakuan P0 dan P6, yaitu 66,75 % dan 61,75 %. Pelet yang baik memiliki tekstur yang kompak serta ukuran partikel bahan baku yang halus dan seragam (Afrianto & Liviawaty, 2005).

Tabel 3. Tingkat Homogenitas Pakan Ikan

Perlakuan Tingkat Homogenitas Pakan Ikan (%) Rerata ± Standar deviasi (%)

1 2 3 4 P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 73,5 46 44 55 55 53 64 65 46,5 41 56,5 54,5 56 61 68 52 47,5 54 51,5 52,5 62 60,5 45 51 54,5 52,5 62 60 66,75 ± 5,45c 47,38 ± 3,15a 45,88 ± 4,33a 55,00 ± 1,08b 53,38 ± 1,65b 55,88 ± 4,37b 61,75 ± 1,71c

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf superscript yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf uji 5%

P0 : pakan komersial

P1 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 5 % P2 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 7,5 % P3 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 10 % P4 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 5 %

(7)

31

P5 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 7,5 % P6 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 10 % 4. Kecepatan Pecah

Tabel 4. Kecepatan pecah Pakan Ikan

Perlakuan Kecepatan pecah Pakan Ikan (menit) Rerata ± Standar deviasi (menit)

1 2 3 4 P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 10 20 20 25 20 20 25 15 25 25 25 25 25 30 15 20 25 25 20 20 30 20 20 30 30 25 30 25 15,00 ± 4,08a 21,25 ± 2,50b 25,00 ± 4,08bc 26,25 ± 2,50bc 22,50 ± 2,89bc 23,75 ± 4,79bc 27,50 ± 2,89c

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf superscript yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf uji 5%

P0 : pakan komersial

P1 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 5 % P2 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 7,5 % P3 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 10 % P4 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 5 % P5 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 7,5 % P6 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 10 %

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan perekat dengan berbagai konsentrasi berpengaruh nyata terhadap kecepatan pecah pakan ikan. Perlakuan P0 (pakan komersial) memiliki kecepatan pecah selama 15,00 menit, Perlakuan P1 memiliki kecepatan pecah yang lebih lama (21,25 menit) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3, P4, dan P5 (antara 22,50-26,25 menit), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P6 (27,50 menit).

Pakan perlakuan memiliki kecepatan pecah yang lebih baik dibandingkan pakan komersial. Hal ini menunjukkan, pakan dengan perekat tepung tapioka dan tepung terigu lebih kompak dibandingkan pakan komersial. Tepung terigu selain sebagai sumber energi, juga berperan sebagai bahan perekat yang baik sehingga pakan yang dihasilkan mempunyai tekstur yang baik dan tahan lama di dalam air (Mudjiman, 2004).

5. Uji Organoleptik

Tabel 5. Uji Organoleptik Pakan Ikan

Perlakuan Parameter yang Diamati

Tekstur Aroma Warna

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 Halus Berserat Berserat Berserat Berserat Berserat Berserat Amis Menyengat Menyengat Menyengat Menyengat Menyengat Menyengat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Keterangan :P0 : pakan komersial

(8)

32

P1 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 5 % P2 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 7,5 % P3 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 10 % P4 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 5 % P5 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 7,5 % P6 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 10 %

Hasil uji organoleptik pakan ikan (Tabel 5) menunjukkan bahwa P0, yaitu pakan komersial memiliki tekstur halus, aroma amis, dan warna pakan coklat. Berbeda dengan perlakuan bahan perekat (P1-P6), yang memiliki tekstur berserat, aroma menyengat, tetapi memiliki warna pakan yang sama dengan pakan komersial, yaitu coklat. Tekstur pada pakan dengan perlakuan bahan perekat cenderung berserat, hal ini disebabkan karena bahan baku yang digunakan salah satunya adalah tepung bulu ayam. Bulu ayam meskipun sudah dibuat tepung dan difermentasi, tidak dapat berbentuk tepung halus, akan tetapi tetap memiliki serat-serat. Aroma pakan pada perlakuan P1 sampai P6 cenderung menyengat, hal ini dikarenakan 2 bahan baku yang digunakan adalah hasil fermentasi, yaitu tepung bulu ayam terfermentasi dan ampas tahu terfermentasi. Bau menyengat diduga karena hasil dari fermentasi bahan baku, yaitu pendegradasian tepung bulu ayam oleh B. licheniformis dan ampas tahu oleh A. niger. Hidrolisis pada fermentasi berpengaruh terhadap meningkatnya kadar NH3 (amoniak) (Puastuti et al.,

2004), sehingga bau pakan yang menggunakan bahan terfermentasi cenderung menyengat. 6. Uji Proksimat Pakan Ikan

Hasil uji proksimat pakan ikan berupa kadar protein dan kadar air pakan (Tabel 6) menunjukkan bahwa perlakuan P1-P6 memiliki kadar protein kasar yang jauh lebih tinggi (35,92-45,58 %) dibandingkan pakan komersial (15,62 %). Hal ini menunjukkan bahwa komposisi bahan baku yang digunakan cukup baik dijadikan sebagai bahan baku alternatif dalam pakan buatan, dengan kandungan nutrisi yang sangat cukup bagi kebutuhan pertumbuhan ikan. Untuk pertumbuhan optimal, lele dumbo memerlukan pakan dengan kandungan protein 35-40% (Kordi, 2010).

Tabel 6. Uji Proksimat Pakan Ikan

Perlakuan Parameter yang Diamati

Kadar Protein (%) Kadar Air (%)

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 15,62 40,24 38,80 35,92 45,58 42,70 36,78 9,27 7,49 7,59 7,92 8,60 8,93 8,56 Keterangan :P0 : pakan komersial

P1 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 5 % P2 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 7,5 % P3 : pakan dengan bahan perekat tepung tapioka 10 % P4 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 5 % P5 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 7,5 % P6 : pakan dengan bahan perekat tepung terigu 10 %

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. perlakuan bahan perekat berpengaruh nyata terhadap hasil uji fisik pakan ikan, meliputi daya apung, tingkat kekerasan, tingkat homogenitas, dan kecepatan pecah pakan ikan. Demikian juga hasil uji kimia pakan ikan yang diamati secara deskriptif, meliputi uji proksimat (kadar protein dan kadar air)

(9)

33

dan uji organoleptik (tekstur, aroma, dan bau) berbeda antara perlakuan bahan perekat dan pakan komersial;

2. secara umum, perlakuan dengan bahan perekat lebih baik daripada pakan komersial. Jenis bahan perekat dan konsentrasi terbaik adalah tepung terigu 10 %.

DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E. & E. Liviawaty. 2005. Pakan Ikan. Yogyakarta: Kanisius. Astawan, M. 2008. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.

Desi, M. 2002. Aktivitas Keratinase Bacillus licheniformis dalam Memecah Keratin Bulu Ayam. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Jahan, M.S., M. Asaduzzaman, & A Sarkar. 2006. Performance of broiler fed on mash, pellet, and crumble. Int J. Poultry Sci. Vol. 5 No. 3 : 265-270.

Kordi, M. Ghufran. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily publisher.

Krisnan, R. & S.P. Ginting. 2009. Penggunaan Solid Ex-Decanter Sebagai Perekat Pembuatan Pakan Komplit Berbentuk Pelet : Evaluasi Fisik Pakan Komplit Berbentuk Pelet. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan. Edisi revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mulia, D.S., Purbomartono, & H. Maryanto. 2013. Pengembangan Pakan Bervaksin (dengan Memanfaatkan Limbah Lokal Sebagai Bahan Baku dan Vaksin Aeromonas hydrophila) Pada Budidaya Lele Dumbo. Laporan Penelitian AUPT. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Nasution, E.Z. 2006. Studi Pembuatan Pakan Ikan dari Campuran Ampas Tahu, Ampas Ikan, Darah Sapi

Potong, dan Daun Keladi yang Disesuaikan dengan Standar Mutu Pakan Ikan. Jurnal Sains Kimia. Vol. 10 No. 1 : 40-45.

Retnani, Y., N. Hasanah, Rahmayeni, & L. Herawati. 2010. Uji Sifat Fisik Ransum Ayam Broiler Bentuk Pelet yang Ditambahkan Perekat Onggok Melalui Proses Penyemprotan Air. Agripet Vol. 10 No. 1 : 13-18

Puastuti, W., D. Yulistiani, & I. W. Mathius. 2004. Bulu Ayam yang Diproses secara Kimia sebagai Sumber Protein Bypass Rumen. JITV. 9(2): 73-80

Saade, E. & S. Aslamyah. 2009. Uji Fisik dan Kimiawi Pakan Buatan untuk Udang Windu Penaeus monodon Fab. yang Menggunakan Berbagai Jenis Rumput Laut sebagai Bahan Perekat. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan). Vol. 19 (2) : 107-115.

Setiyatwan, H., D. Saefulhajar, & U. Hidayat T. 2008. Pengaruh Bahan Perekat dan Lama penyumpanan terhadap Sifat Fisik Ransum Bentuk Pelet. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 8(2) : 105-108.

Syamsu, J.A. 2007. Karakteristik Fisik Pakan Itik Bentuk Pelet yang Diberi Bahan Perekat Berbeda dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 7 No.2 : 128-134.

Tarmizi, A. 2001. Evaluasi Nilai Nutrisi Tepung Bulu yang Difermentasi dengan Menggunakan Bacillus licheniformis pada Ayam Broiler. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1. Daya Apung Pakan Ikan
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan perekat dengan berbagai konsentrasi  berpengaruh  nyata  terhadap  tingkat  homogenitas  pakan  ikan
Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan perekat dengan berbagai konsentrasi  berpengaruh  nyata  terhadap  kecepatan  pecah  pakan  ikan
Tabel 6. Uji Proksimat Pakan Ikan

Referensi

Dokumen terkait

Keberhasilan induksi akar lebih ditentukan oleh medium induksi akar, yaitu pemberian NAA tanpa Kinetin Konsentrasi zat pengatur tumbuh tersebut tergolong rendah

9) Mengajarkan pada ibu cara meminum obat sesuai dosis dan teratur. 10) Memindahkan ibu pada ruang nifas agar dilakukan perawatanlebih lanjut. Ibu sudah dipindahkan pada

Judul penelitian ini adalah ‘Studi Komparatif Mengenai Derajat Prasangka Partai Merah dan Partai Biru Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hukum X Bandung’.. Responden

Salah satu pengembangan produk es krim nabati adalah es krim berbahan dasar tepung tempe koro gude (Cajanus cajan [Linn.] Mill sp) dan sari koro gude1. Pemilihan koro gude

Tahap-tahap yang dilakukan dalam pembangunan aplikasi kamus terminologi pelayaran ini meliputi analisa kebutuhan perangkat lunak dan perangkat keras, perancangan struktur

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor keterlambatan pengobatan pada seluruh wanita penderita kanker payudara di rumah sakit umum daerah

Ing panliten iki nggunakake metode nyimak, amarga data kang dibutuhake diklumpukake banjur diwaca lan nyimak data nuli kadudut kanggo nemokake pesen kang kinandhut

Dalam pandangan Islam, seperti yang disepakati oleh para jumhur ulama bahwa Islam sangat menjunjung tinggi mekanisme pasar bebas, dan hanya dalam kondisi-kondisi terntentu