• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding SNSTL I 2014 ISSN Padang, 11 September 2014 OP-022 IDENTIFIKASI DAN KONDISI EKSTRAKSI INULIN DARI UMBI DAHLIA DI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding SNSTL I 2014 ISSN Padang, 11 September 2014 OP-022 IDENTIFIKASI DAN KONDISI EKSTRAKSI INULIN DARI UMBI DAHLIA DI SUMATERA BARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

OP-022

IDENTIFIKASI DAN KONDISI EKSTRAKSI INULIN DARI

UMBI DAHLIA DI SUMATERA BARAT

Elmi Sundari, Erda Rahmilaila Desfitri, Munas Martynis, Erti Praputri Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Butng Hata

E-mail : elmisundari@yahoo.com

ABSTRAK

Bukittinggi, Sumatera Barat telah dicanangkan sebagai Kota bunga Dahlia untuk sumber inulin. Inulin sebagai bahan makanan digunakan oleh beberapa industri makanan. Umumnya, inulin diproduksi dari umbi artichoke dengan kandungan 80% dan chicory 75%, tetapi umbi Bunga dahlia mengandung 72% inulin.. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kadar inulin masih bervariasi, pertanyaan apakah tempat tumbuh, jenis umbi, waktu dan proses pembuatan inulin mempengaruhi tingkat inulin? Selain itu, untuk keperluan umum, suhu -10 °C agak sulit untuk diterapkan. Penelitian ini bertujuan membandingkan perolehan inulin dan kondisi operasi yang tepat pada pembuatan inulin dari umbi bunga Dahlia, khususnya di Sumatera Barat. Umbi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari bunga Dahlia berwarna oranye yang terletak di Bukittinggi, tepatnya di Biaro dan Museum Taman Bung Hatta. Ekstraksi inulin dari umbi Dahlia diperoleh dengan metode ekstraksi satu tahap menggunakan pelarut etanol dan air. Kondisi operasi untuk metode ekstraksi dipelajari oleh beberapa parameter seperti rasio pati dan pelarut, waktu kontak, suhu kontak dan waktu pengendapan. Analisis kualitatif Inulin dilakukan dengan menggunakan recorcinol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio pelarut dan bahan serta waktu pengendapan mempengaruhi perolehan pati. Perolehan pati meningkat seiring meningkatnya rasio pelarut dan umpan. Perolehan tertinggi diperoleh pada rasio 1:3 dan waktu pengendapan 6 jam yaitu 2,94 – 37,03 %. Bertambahnya perolehan kadar pati disebabkan oleh gaya dorong (perbedaan konsentrasi inulin dalam umbi dan pelarut ). Pada rasio 1:1 jumlah pati yang dapat berpindah kedalam pelarut masih sedikit (gaya dorong kecil), ketika jumlah pelarut ditingkatkan maka gaya dorong bertambah (perbedaan konsentrasi pati dalam umbi dan dalam pelarut lebih besar) sehingga semakin banyak pati yang larut. Pada rasio 1:3 dengan waktu pengontakan 72 jam, kadar pati menurun 17,5 %. Penurunan kadar pati tersebut diduga terjadi karena adanya reaksi glukosa yang terkandung dalam pati dengan udara. Reaksi glukosa dengan udara. Selain itu penurunan kadar pati diduga disebabkan oleh adanya komponen yang terurai menjadi senyawa lain. Senyawa karbohidarat yang berkontakan dengan udara dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi karbohidrat membentuk senyawa lain. Salah satu komponen yang dapat terfermentasi adalah glukosa. Fermentasi Glukosa akan menghasilkan etanol dan CO2.

Kata kunci: inulin, ekstraksi, bunga dahlia

1. Pendahuluan

Bunga Dahlia tidak asing bagi masyarakat Sumatera Barat, namun inulin belum banyak diketahui oleh masyarakat, apalagi proses pengambilannya. Inulin merupakan serbuk berwarna putih yang sukar larut dalam air dingin dan pelarut organik seperti ethanol, akan tetapi inulin mudah larut dalam air panas (Yurmizar, 1989). Oleh sebab itu, prinsip ekstraksi inulin dari bahan alam adalah dengan memanfaatkan kelarutan inulin dalam air dan ethanol. Sifat inulin yang penting untuk dipelajari adalah kelarutan inulin

dalam air, karena sifat ini sangat penting untuk reaksi hidrolisis inulin secara enzimatis.

Kelarutan inulin dalam air tergantung pada cara inulin tersebut di rekristalisasi. Kelarutan inulin yang direkristalisasi dengan etanol lebih besar dari yang direkristalisasi dengan air. Hal ini terlihat menyolok sekali mulai pada temperatur 600 C. Pada temperatur 600 C, kelarutan inulin yang direkristalisasi dengan etanol adalah 47 gr/100 gr, sedangkan kelarutan inulin yang direkristalisasi dengan air adalah 1,57 gr/100 gr (Phelps, 1965). Pada suhu 1000 C kelarutan inulin yang

(2)

direkristalisasi dengan air adalah 36,5 gr/ 100 gr. Kelarutan inulin dalam air adalah sekitar 6 % pada 100 C dan 35 % pada 900 C (Leite dkk, 2004).

Kelarutan inulin juga dipengaruhi oleh derajat polimerisasi (DP) inulin. Inulin dengan rentang DP kecil dari 30 akan lebih mudah larut dalam air dan mempunyai viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan inulin dengan rentang DP 2 - 60 (Widowati dkk,2005). Selain itu DP inulin juga dipengaruhi oleh pemanasan. Inulin bebas air dapat terdegradasi akibat pemanasan pada temperatur diatas 1350 C (Bohm dkk, 2005). Uji kualitatif inulin dapat dilakukan dengan resorsinol. Inulin dengan resorsinol dalam larutan HCl menghasilkan warna merah (Yumizar, 1989). Warna ini terbentuk karena reaksi fruktosa dengan resorsinol. Inulin dapat dihidrolisis dengan baik menjadi fruktosa dalam medium asam pada pH 1-2 suhu 80-1000 C. Selain itu, inulin mempunyai kemampuan untuk membentuk mikro kristal jika didispersikan dalam air atau susu. Inulin dapat berfungsi sebagai emulsifier, stabilizer, dan teksturizer pada konsentrasi 2-5 % dalam makanan yang mengandung daging (Rulis, 2003). Karena sifat-sifat tersebut inulin digunakan sebagai bahan penstabil pada makanan dengan kadar lemak rendah. Inulin memenuhi syarat sebagai bahan penstabil karena inulin tidak berasa, terdispersi baik dalam air dan cocok sekali dikombinasikan dengan makanan berkadar lemak rendah, seperti susu skim (Niness,1999).

Selain berfungsi sebagai bahan penstabil, penambahan inulin pada makanan rendah lemak juga dapat berfungsi sebagai dietary fyber. Dietary fyber adalah kelompok karbohidrat yang tidak dihidrolisis oleh enzim tubuh manusia tetapi difermentasi oleh mikroflora usus sehingga berpengaruh pada fungsi usus dan parameter lipid darah (Roberfroid,1993; Nines 1999). Inulin merupakan dietary fiber yang larut sehingga cepat difermentasi oleh bifidobacteri dan lactobacilli. Oleh sebab

itu inulin dikelompokkan sebagai food ingredient yang diklasifikasikan sebagai prebiotik . inulin memberikan efek prebiotik yang paling baik dibandingkan prebiotik lain (Roberfroid, 2001).

Inulin merupakan food ingredient yang diklasifikasikan sebagai prebiotik yang tidak dapat dicerna oleh host tetapi difermentasi selektif oleh beberapa mikroflora kolon. Beberapa industri pangan di Indonesia masih mengimpor inulin dari Belgia, Australia, India, dan China yang mayoritas dihasilkan oleh umbi artichoke dengan kadar 80% dan chicory dengan kadar 75%. Padahal, kandungan inulin pada umbi Dahlia tidak jauh berbeda, yaitu sebesar 72%.

Inulin yang terdiri dari unit-unit fruktosa berserat pangan tinggi (lebih dari 90%). Inulin larut dalam air, tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, tetapi difermentasi mikroflora kolon atau usus besar. Di dalam usus tersebut, sebagian besar inulin akan difermentasi menjadi asam-asam lemak rantai pendek dan beberapa mikroflora spesifik yang menghasilkan asam laktat. Sehingga, pH kolon menurun dan pertumbuhan bakteri patogen seperti E.coli dan Clostridia terhambat. Inulin dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri probiotik seperti Bifidobacterium adolesentis, Bifidobacterium infantis, Bifidobacterium breve, 2 Bifidobacterium longum, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus reuteri, dan Lactobacillus delbruechii. Mekanisme itulah yang mendukung inulin sebagai prebiotik dan berimplikasi pada peningkatan kekebalam tubuh seseorang.

Penelitian inulin dari umbi tanaman sudah dilakukan sejak tahun 2006, diantaranya; Potensi inulin sebagai komponen pangan fungsional dari umbi dahlia telah diteliti oleh Widowati (2007). Isolasi dan pemurnian inulin dari umbi bunga dahlia oleh Suleman dkk pada tahun 2008, mendapatkan kadar

inulin sebesar 7,50% dengan

menggunakan pelarut etanol dan dietil eter. Nur Istianah (2010) mendapatkan

(3)

dari jenis gembili dengan nilai BEP sebesar 24,17% dengan suhu pengendapan -30 0C. Pengembangan proses pembuatan inulin dari umbi tanaman dahlia diteliti oleh Budiwati (2010), mendapatkan rendemen sebesar 6,87% untuk umbi yang dikupas dan 4,9% untuk umbi yang tidak dikupas dengan menggunakan pelarut etanol 90%. Sampai saat ini sejumlah peneliti (LIPI) bersama Pusat Penelitian Kimia Bandung terus mengembangkan produksi inulin dari umbi Dahlia. Umumnya metode pengambilan inulin dari bunga dahlia yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya masih menggunakan metode ekstraksi satu tahap.

Kadar inulin hasil penelitian terdahulu masih bervariasi, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah tempat tumbuh bunga dahlia, jenis dahlia, waktu tumbuh dan proses pengambilan inulin mempengaruhi kadar inulin. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan sehingga diperoleh kadar inulin optimum. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kadar inulin dari umbi bunga Dahlia yang terdapat di Sumatera Barat melalui beberapa parameter yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang menggunakan umbi bunga Dahlia yang berasal dari daerah lain.

2. Metode Penelitian Bahan

Bunga Dahlia (berasal dari Biaro, Bukittinggi Sumatera Barat Indonesia), air, Recorcinol ( merck KGaA), HCl (Merck).

Peralatan

Gelas Piala (pyrex), gelas ukur, water batch, flask filtering (Pyrex), timbangan, pompa vakum, oven, cawan porseln, desikator, lemari pendingin, juicer, Metode

Pengambilan inulin dengan metode ekstraksi satu tahap dengan menggunakan pelarut etanol dan air dan

menguji rasio pelarut dan umpan, temperatur, waktu ekstraksi dan waktu pengendapan Umbi bunga Dahlia yang telah dibersihkan diperkecil ukurannya. Selanjutnya dilakukan pemisahan filtrat (larutan pati) dan residu (padatan sisa). Larutan pati kemudian dimasukkan ke dalam lemari pendingin (temperatur 10 oC) selama 24 jam. Filtrat kemudian disaring dengan menggunakan flask filtering vacuum. Pati diekstrak dengan menggunakan pelarut air panas dan dibiarkan untuk beberapa waktu. Setelah itu dilakukan pemisahan pati dan larutan. Larutan dimasukkan kembali ke dalam lemari pendingin dan dibiarkan untuk beberapa waktu tertentu sesuai waktu yang telah ditetapkan. Larutan dikeluarkan dari lemari pendingin dan dipisahkan endapan dan filtrat. Endapan yang diperoleh dikeringkan didalam oven. Inulin kering yang dikeluarkan dari oven dianalisa secara kualitatif menggunakan larutan resorsinol.

Penelitian ini dilakukan dengan parameter peubah rasio pati dan pelarut 1:1, 1:2, dan 1:3, waktu pengontakan 15, 30, 60, 120, 180, dan 240 menit, temperatur 60,70,80,90 oC dan waktu pengendapan 24, 48, dan 72 jam. pelarut yang digunakan adalah air. Parameter yang dipertahankan tetap yaitu, massa sampel. Analisa inulin dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

3. Hasil dan Pembahasan

Umbi dahlia sangat mudah teroksidasi di udara bebas. Oksidasi dapat menyebabkan terbentuknya senyawa baru secara alami, sehingga kandungan inulin dalam umbi akan menurun. Oleh karena itu harus segera digunakan setelah pemanenan untuk menghindari terjadinya proses oksidasi. Pada gambar dibawah ini dapat dilihat perolehan inulin dengan menggunakan pelarut etanol.

(4)

Gambar 1. Ekstraksi Menggunakan Pelarut Etanol

Dari Gambar 1, waktu pengendapan 6, 24, dan 48 jam dan rasio 1:3, perolehan inulin meningkat, sedangkan untuk rasio yang sama dan waktu penyimpanan 72 jam kadar inulin menurun yaitu 16.65%. Penurunan kadar inulin tersebut diduga terjadi karena adanya reaksi glukosa yang terkandung dalam inulin dengan udara. Reaksi glukosa dengan udara dapat menghasilkan senyawa berikut :

Gambar 2. Reaksi Fermentasi Glukosa

Pertumbuhan mikroorganisme dapat menyebabkan terjadinya fermentasi karbohidrat sehingga membentuk senyawa lain. Salah satu komponen yang dapat terfermentasi adalah glukosa. Glukosa terfermentasi akan menghasilkan etanol dan CO2.

Untuk proses ekstraksi dengan pelarut etanol, menunjukkan bahwa peningkatan rasio bahan dan pelarut meningkatkan perolehan inulin Pada rasio 1:1, 1:2, dan 1:3 perolehan inulin meningkat dari 17.75% hingga 20.00%. Demikian juga untuk proses ekstraksi yang menggunakan pelarut air yang terdapat pada Gambar 3 meningkatnya rasio bahan dan pelarut maka perolehan inulin

juga meningkat. Perbedaan temperatur ekstraksi dan waktu ekstraksi juga memberikan hasil yang berbeda. Pada waktu ekstraksi 15 menit, rasio bahan dan pelarut 1:2 dan waktu pengendapan 72 jam, temperatur 60, 70, 80, 90 oC memberikan hasil 18, 45,5, 12, dan 5 gram. Hasil ini relevan dengan hasil penelitian A.M., Gaafar (2010), yang menggunakan umbi artichoke (sumber inulin impor), rasio 1:5 memberikan hasil tertinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah air yang dibutuhkan cukup untuk melarutkan dan memisahkan jumlah inulin maksimum yang terdapat dalam sel. Perbedaan temperatur 70,80,90,100 oC memberikan hasil yang berbeda berturut-turut 88,55,46,92.81, 93.36 gram. Waktu pengendapan yang terlalu lama ternyata dapat menurunkan perolehan inulin. Gambar 1 dan Gambar 3 memperlihatkan, ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol memberikan perolehan inulin lebih tinggi dari pada pelarut air. Hasil ini tidak sesuai dengan Sahreni, dkk (2006) yang juga membandingkan pelarut etanol Proses pengambilan inulin dengan ekstraksi satu tahap dan volume 500 ml air menghasilkan 4,717 gram inulin /100 gram umbi dahlia, sedangkan untuk volume etanol 500 ml diperoleh kadar inulin 0,811gram/100gram umbi dahlia. Hasil Identifikasi inulin dengan menggunakan larutan recorsinol dalam HCl, menunjukkan semua sampel yang diuji mengandung inulin hal ini ditandai dengan perubahan warna inulin yang berwarna putih menjadi merah. Contoh hasil pengujian ditampilkan dalam Gambar 4. 0   10   20   30   40   50   60   1:01   1:02   1:03   W   Inulin  Keri ng  ( gram)  

Rasio  Bahan  dan  Pelarut  

Waktu  6  Jam   Waktu  24  Jam  

Waktu  48  Jam   Waktu  72  Jam  

C6H1206 mikroorganisme 2C2H5OH+ 2CO2 Glukosa Etanol Karbondioksida

(5)

Gambar 3.a Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air (a) Temperatur 60°C (b) Temperatur 70°C

Gambar 3.b Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air

(a) Temperatur 80°C (b) Temperatur 90°C 0   5   10   15   20   15   30   60   120   180   240   %   Yi el d   In ul in  

Waktu  Pengontakan  (menit)    

24  jam  1:2   24  jam  1:3   48  jam  1:1   48  jam  1:2   48  jam  1:3   72  jam  1:1   72  jam  1:2   72  jam  1:3   (a)   0   10   20   30   40   50   15   30   60   120   180   240   %   Yi el d   In ul in  

Waktu  Pengontakan  (menit)    

24  jam  1:2   24  jam  1:3   48  jam  1:1   48  jam  1:2   48  jam  1:3   72  jam  1:1   72  jam  1:2   72  jam  1:3   (b)   0   5   10   15   20   25   30   35   15   30   60   120   180   240   %   Yi el d   In ul in  

Waktu  Pengontakan  (menit)    

24  jam  1:2   24  jam  1:3   48  jam  1:1   48  jam  1:2   48  jam  1:3   72  jam  1:1   72  jam  1:2   72  jam  1:3   (c)   0   2   4   6   8   10   12   15   30   60   120   180   240   %   Yi el d   In ul in  

Waktu  Pengontakan  (menit)    

24  jam  1:2   24  jam  1:3   48  jam  1:1   48  jam  1:2   48  jam  1:3   72  jam  1:1   72  jam  1:2   72  jam  1:3   (d)  

(6)

Gambar 4. Hasil Pengujian Inulin 4. Simpulan

• Jenis Pelarut mempengaruhi perolehan inulin. Kelarutan inulin dalam etanol lebih tinggi dari kelarutan inulin dalam air.

• Perbedaan temperatur ekstraksi dan waktu ekstraksi juga memberikan hasil yang berbeda.

• Bertambahnya waktu pengendapan belum tentu meningkatkan perolehan inulin karena dapat terjadi reaksi glukosa dan udara juga reaksi fermentasi.

Ucapan Terima Kasih

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada DIKTI yang telah mendukung penelitian ini yang dibiayai oleh DIPA Kopertis X Tahun 2014 No. SP DIPA-023.04.2.532476/2014 Tanggal 5 Desember 2013, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Hibah Bersaing No. 30-8/SP/HATTA-1/LPPM/III-2014 tanggal 3 Maret 2014.

Daftar Pustaka

Budiwati, A. T., (2010), Pengembangan Proses Pembuatan Inulin Dari Umbi Tanaman Dahlia, Laporan Penelitian Program Insentif Riset Peneliti Dan Rekayasa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Gaafar, A. M., (2010), Extraction Conditions of Inulin from Jerusalem Artichoke Tubers and It’s Effect on Blood Glucose and Lipid Profile in Diabetic Rats, Journal of American Science, 6(5), page 36-43.

Niness, Kathy R (1999). Inulin and Oligofructosa: What Are They. Journal Of Nutrition, 1999; 129:1402S-1406S Phelps, CF (1965). The Physical Properties Of

Inulin Solution. Biochem. j 95:41-47 Roberfroid, M.B. (2007). Inulin Type Fructans

: Functional Food Ingredients. Journal of Nutrition, 137 : 2493-2502.

Widowati, S.T.C. Sunarti dan A. Zaharani (2005). Ekstraksi, Karakterisasi Dan Kajian Potensi Inulin Dari Umbi Dahlia (Dahlia Pinnata L). MAKALAH SEMINAR RUTIN PUSLITBANG TANAMAN PANGAN, BOGOR, 16 JUNI 2005.

Widowati, S., (2007), Potensi Inulin Sebagai Komponen Pangan Fungsional Dari Umbi Dahlia (Dahlia pinnata L), Rubrik Teknologi, Ed. No. 48/XVI/Januari.

Yurmizar (1989). Penandaan Inulin Dengan Radionuklida Teknesium-99m Dan Biodistribusinya Pada Tikus Putih.

Skripsi FMIPA, PADANG:

Gambar

Gambar 1. Ekstraksi Menggunakan Pelarut
Gambar 3.a Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air
Gambar 4.  Hasil Pengujian Inulin    4. Simpulan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pada tabel V.2, dapat dilihat bahwa kecenderungan yang diperoleh sudah tepat, yaitu kemampuan adsorpsi untuk logam Cu meningkat dengan

Produk penulis adalah Lekker Holland Kentang yaitu cake yang berinovasikan dengan sayuran kentang sehingga memiliki kualitas dan manfaat bagi tubuh.. Gambar 3.1

Oliva mengemukakan bahwa pada prinsip pengembangan kurikulum paling tidak ada 4 (empat) sumber yang menjadi acuan sebuah pengembangan kurikulum yaitu data empiris

Hasil penelitian ini menemukan bahwa kelayakan isi materi LKS Ekonomi kelas X semester genap di SMA Negeri Kota Semarang dilihat dari materi pokok menunjukkan

a) Apabila message digest pada pesan yang telah ditandatangani berbeda dengan message digest pada pesan yang semula maka pesan tersebut tidak asli atau sudah

(1) Campur kode ora dipeksa dening kahanan lan konteks tuturan kaya ing gejala alih kode, nanging gumantung tumrap tuturan (fungsi basa), (2) Campur kode dumadi

Komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan dari seseorang atau organisasi kepada pihak lain, baik langsung melalui suatu tatap muka ataupun tidak langsung